1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern
dan industri
penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa, dan kecelakaan. Gangguan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien (Hawari, 2006). Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi masalah kehidupan, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Hawari, 2006). Di Amerika penyakit ini menimpa kurang lebih 1% dari jumlah penduduk. Lebih dari 2 juta orang Amerika menderita skizofrenia pada waktu tertentu, dan 100,000-200,000 tahun baru diagnosedevery peopleare. Separuh dari pasien gangguan jiwa yang di rawat di RS Jiwa adalah pasien dengan skizofrenia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010, 237,6 juta. Dengan asumsi angka 1 % tersebut di atas maka jumlah penderita di Indonesia pada tahun 2012 ini sekitar 2.377.600 orang (Januarti, 2008). Departemen Kesehatan menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa berat sebesar 2,5 Juta jiwa, yang diambil dari data RSJ se-Indonesia. Sementara itu 10% dari populasi mengalami masalah kesehatan jiwa maka harus mendapatkan perhatian karena termasuk rawan kesehatan jiwa. Di Jawa Tengah sendiri terdapat 3 orang perseribu penduduk yang mengalami gangguan jiwa dan 50% adalah akibat dari kehilangan pekerjaan. Dengan demikian dari 32.952.040 penduduk Jawa Tengah terdapat sekitar 98.856 1
2
orang yang mengalami gangguan jiwa. Sejalan dengan paradigma sehat yang dicanangkan departemen kesehatan yang lebih menekankan upaya proaktif melakukan pencegahan daripada menunggu di rumah sakit, kini orientas upaya kesehatan jiwa lebih pada pencegahan (preventif) dan promotif (Wahyuni, 2007). Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia. Menurut Melinda Herman (2008) Skizofrenia adalah penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi dan perilaku sosialnya (Neurological disease that affects a person’s perception, thinking, language, emotion and social behavior) (Iyus, 2007). Salah satu gejala umum skizofrenia adalah halusinasi.“Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yag sebenarnya tidak terjadi”(Maramis,2005). Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien skizofrenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizofrenia mengalami halusinasi (Setyo, 2008). Berdasarkan penelitian Keliat (2006) ditemukan bahwa angka kekambuhan pada klien tanpa terapi keluarga sebesar 25 - 50% sedangkan angka kekambuhan pada klien yang diberikan terapi keluarga 5-10%. Keluarga sebagai ”perawat utama” dari klien memerlukan treatment untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam merawat klien (Wijayati, 2010). Perilaku individu yang mengekspresikan adanya halusinasi adalah tidak akuratnya interprestasi stimulus lingkungan atau perubahan negatif dalam jumlah atau pola stimulus yang datang, disorientasi waktu dan tempat, disorientasi mengenai orang, perubahan kemampuan memecahkan masalah, perubahan perilaku atau pola komunikasi, kegelisahan, ketakutan, ansietas / cemas dan peka rangsang (Carpenito 2001, p. 371). Menurut Stuart dan Sundeen (1998, p. 328) klien dengan halusinasi mengalami kecemasan dari kecemasan sedang sampai panik tergantung dari tahap halusinasi yang dialaminya (Januarti, 2008).
3
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada Bulan Januari 2012 di RSDJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang dari jumlah keluarga penderita halusinasi 275 orang. Penelitian dilakukan pada 42 orang yang mengalami halusinasi dibagi menjadi 2 kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pengetahuan keluarga penderita kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sesudah Family Gathering maka peneliti berpendapat bahwa dengan menggunakan uji independent T test menunjukan bahwa pengetahuan keluarga penderita kelompok kontrol dan kelompok perlakuan sesudah kegiatan Family Gathering ada perbedaan yang bermakna dengan nilai signifikasi 0,000 yang lebih kecil dari α (5%) Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Hasil ini diperkuat dengan Notoatmodjo (2007), tingkat pengetahuan seseorang bertambah dapat dilihat dari pendidikan seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Januarti (2008), yang menunjukan bahwa adanya perbedaan antara tingkat kecemasan sebelum dilakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi dengan tingkat kecemasan setelah dilakukan TAK stimulasi persepsi halusinasi, dimana nilai signifikansinya 0,000 yang berarti lebih kecil dari alpha. Pengetahuan merupakan hasil tahu setelah orang melekukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang mendasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo 2005) Berdasarkan
uraian
diatas
perlu
diteliti
mengenai
perbedaan
pengetahuan keluarga tentang cara merawat penderita sebelum dan sesudah kegiatan family gathering pada halusinasi dengan klien skizofrenia diruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang.
4
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan “Adakah perbedaan pengetahuan keluarga tentang cara merawat penderita sebelum dan sesudah kegiatan family gathering
halusinasi dengan klien
skizofrenia diruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan keluarga tentang cara merawat penderita sebelum dan sesudah kegiatan family gathering pada halusinasi dengan klien skizofrenia diruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan karakteristik keluarga penderita pada klien halusinasi dengan skizofrenia (jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan) pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. b. Mendiskripsikan pengetahuan
keluarga tentang cara merawat
halusinasi dengan klien skizofrenia pada kelompok kontrol sesudah family gathering diruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. c. Mendiskripsikan halusinasi dengan
pengetahuan klien
keluarga
tentang
cara
merawat
skizofrenia pada kelompok perlakuan
sebelum family gathering diruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. d. Mendiskripsikan
pengetahuan
keluarga
tentang
cara
merawat
halusinasi dengan klien skizofrenia pada kelompok perlakuan sesudah family gathering diruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. e. Menganalisis perbedaan pengetahuan keluarga tentang cara merawat halusinasi dengan
klien skizofrenia kelompok perlakuan dan
5
kelompok kontrol sesudah family pada keluarga diruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. f. Menganalisis perbedaan pengetahuan keluarga tentang cara merawat halusinasi dengan klien skizofrenia kelompok perlakuan sebelum dan sesudah family pada keluarga diruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. D. Ruang Lingkup 1. Ruang Lingkup Keilmuan. Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu keperawatan Jiwa. 2. Ruang Lingkup Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. 3. Ruang Lingkup Waktu. Penelitian ini dilaksanakan sekitar bulan Desember –Juni 2012. 4. Ruang Lingkup Masalah. Penelitian ini dibatasi pada masalah mengenai pengetahuan keluarga tentang cara merawat pasien sebelum dan sesudah kegiatan famili gathering pada kelurga penderita skizofrenia diruang rawat inap. E.
Manfaat 1. Bagi Instansi Memberikan masukan bagi intansi Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang dalam meningkatkan pengetahuan keluarga dengan Program Family Gathering mengenai cara merawat penderita gangguan skizofrenia di rumah. 2. Bagi Akademik Sebagai bahan pengembangan ilmu penegetahuan dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi peneliti-peneliti berikutnya 3. Bagi Keluarga Memberikan informasi kepada keluarga tentag cara merawat penderita skizofrenia dirumah. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya
6
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data tambahan untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan meningkatkan pengetahuan keluarga dengan Program Family Gathering mengenai cara merawat penderita gangguan skizofrenia di rumah.
7
F.
Keaslian Penelitian
No 1.
Peneliti Thomas laga boro (2009)
Judul Pemahaman keluarga tentang perawatan pasien halusinasi di rsjd.dr. Amino gondohutomo semarang
Desain penelitian Penelitian kualitatif
Hasil Tanda dan gejala halusinasi adalah suka bicara sendiri, tertawa sendiri, kadang marahmarah. Disuruh membanting barang serta disuruh jalan-jalan. Penyebab halusinasi adalah stres dan isolasi sosial atau suka menyendiri. Cara mengontrol halusinasi adalah dengan cara ditegur, ditanya dan dianjurkan untuk melawan atau menghardik halusinasi tersebut.
Variabel penelitian Variabel bebas : pengetahuan keluarga tantang Tanda dan gejala halusinasi Faktor penyebab halusinasi Cara mengontrol halusinasi. Cara perawatan halusinasi Variabel terikat : pemahaman
2.
Eko purnomo (2006)
Perbedaan tingkat pengetahuan hasil terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi pasien skizofrenia dengan halusinasi di rsjd dr amino gondohutomo semarang
Eksperimental semu menggunakan metode randomized pre and post test control groups design
Data dianalisis menggunakan Uji t dependent Uji Wilcoxon
Variabel bebas : TAK stimulasi persepsi Variabel terikat : Tingkat pengetahuan
3
Arum Pratiwi (2004)
Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Terhadap Kemampuan Komunikasi Pasien Gangguan Jiwa
kuasi eksperimen yang melihat dampak penerapan TAK terhadap kemampuan komunikasi pasien dengan membandingkan
adanya perbedaan tingkat kemampuan komunikasi pasien antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi
Variabel bebas : Tingkat kemampuan komunikasi pasien Variabel terikat : Tingkat kepuasan
8
4
Albertus Setijono (2008)
Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta
antara pasien kelompok intervensi dengan kelompok kontrol
Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Motivasi Orang Tua Terhadap Kesembuhan Penderita Gangguan Jiwa (Skizofrenia ) Di Keluarga
Quantitatif Analitic Cross Sectional
Kemampuan komunikasi pasien pada kelompok I (kelompok yang tidak diintervensi) berbeda dengan tingkat kepuasan klien pada kelompok II (kelompok yang diintervensi). Tidak ada pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap kesembuhan penderita gangguan jiwa (skizofrenia) di keluarga.
Variabel bebas : Pendidikan dan motivasi Keluarga Variabel terikat : Kesembuhan Penderita gangguan jiwa