BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan berkaitan erat dengan mewujudkan kesehatan anak sejak dini, sejak masih dalam kandungan. Untuk itulah upaya kesehatan ibu sebaiknya dipersiapkan sebelum dan selama kehamilan untuk melahirkan bayi yang sehat. Bila terjadi gangguan kesehatan selama kehamilan akan mempengaruhi kesehatan janin dalam kandungan sampai kelahiran dan pertumbuhan bayi selanjutnya (Depkes RI., 2010). Masih tingginya angka kematian ibu dan bayi banyak berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan pada ibu yang berisiko. Di Indonesia kematian bayi sebanyak 46,2% meninggal pada masa neonatus (usia di bawah 1 bulan). Penyebab kematian neonatus karena gangguan pernafasan/asfiksia (35,9%) dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (32,4%) (Kemenkes, 2012). Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang mempunyai berat lahir < 2500 gram yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah merupakan salah satu dampak tidak sempurnanya tumbuh kembang janin selama di dalam rahim ibu (Depkes RI., 2010). Bayi berat lahir normal (BBLN) (usia gestasi 37-42 minggu) adalah 2500-4000 gram. Berat bayi lahir normal menjadi suatu hal yang penting karena akan menentukan kemampuan bayi untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidup yang baru sehingga tumbuh kembang bayi akan berlangsung secara normal dan sebaliknya akan berdampak negatif bagi bayi berat lahir rendah (BBLR) (Kosim, 2010). Berdasarkan data dari Kemenkes (2012) dan SDKI (2012), Angka Kematian Ibu (AKI) pada saat ini masih tetap tinggi dan tertinggi di antara negara-negara ASEAN, dimana Angka Kematian Ibu di Indonesia mengalami kenaikan dari data sebelumnya, 288 menjadi 359 per 100.000 KH (kelahiran hidup). Angka Kematian Bayi (AKB), mengalami penurunan yang tidak signifikan dari 34 menjadi 32 per 1000 KH, meskipun terjadi perubahan pada AKB, target MDGs 2015 untuk mencapai angka 23 per 1000 KH tidak tercapai. Data RISKESDAS (2013), angka BBLR di Provinsi Yogyakarta sebanyak 9%, dengan jumlah tertinggi di Provinsi
1
2
Sulawesi Tenggara sebesar 17% dan terendah di Provinsi Sumatera Utara sebesar 7%. Angka bayi lahir pendek di Provinsi Yogyakarta menempati posisi kedua sebesar 28,6%. Kejadian BBLR berkaitan erat dengan status gizi. Status gizi ibu hamil baik sebelum maupun selama hamil, dapat menggambarkan ketersediaan zat gizi dalam tubuh ibu untuk mendukung pertumbuhan janin. Status gizi janin ditentukan oleh status gizi ibu waktu melahirkan dan ini dipengaruhi oleh status gizi ibu waktu konsepsi. Status gizi waktu konsepsi dan melahirkan ditentukan oleh keadaan ekonomi dan sosial waktu hamil, derajat pekerjaan fisik, asupan pangan dan pernah tidaknya terjangkit penyakit infeksi (Arisman, 2010). Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi selama kehamilan adalah anemia gizi besi, dimana terjadi penurunan kadar zat besi (Fe). Selama kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tiga kali lipat untuk pertumbuhan janin dan keperluan ibu hamil (Pantiawati, 2010). Diperkirakan 1,6 miliar orang di seluruh dunia mengalami anemia, dan anemia adalah umum selama kehamilan. Sekitar 50% ibu hamil mengalami anemia dengan kondisi ekonomi lemah dan 12-25 % dengan kondisi ekonomi maju (Finkelstein et al., 2011). Penduduk Indonesia umumnya mengonsumsi Fe yang berasal dari sumber nabati, yang mempunyai daya serap rendah dibanding sumber hewani. Kebutuhan janin akan Fe terakumulasi pada trimester terakhir sehingga diperlukan penambahan suplemen Fe. Keadaan kurang Fe dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan janin, baik sel tubuh maupun sel otak (Proverawati et al., 2010). Terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tubuh pada saat kehamilan dan infeksi parasit, seperti cacing tambang dan malaria akan memperparah kekurangan zat besi. Apabila kebutuhan tubuh tidak terpenuhi, akan terjadi anemia defisiensi besi (Iron Deficiency Anemia/IDA) (Larocque et al., 2005). Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritrosit karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong (Tarwoto dan Wasnidar, 2009). Hasil
3
persalinan pada ibu hamil yang menderita anemia defisiensi besi adalah 12-28 % meningkatkan angka kematian janin, 30% perinatal, dan 7-10 % angka kematian neonatal (Riswan, 2003). Anemia pada ibu hamil dapat bersifat multifaktor, dari yang murni defisiensi besi, folat, B12, dan dapat juga disebabkan penyakit malaria atau hemolitik atau penyakit sickle cell. Anemia dalam kehamilan dipengaruhi oleh kemiskinan, sehingga asupan gizi sangat kurang dan dapat disebabkan karena ketimpangan gender, serta adanya ketidaktahuan tentang pola makan yang benar (Proverawati, 2011). Ibu hamil dengan anemia dan malaria, berisiko meningkatkan anemia atau anemia berat, demam, hipoglikemia, malaria serebral, edema paru dan sepsis. Komplikasi pada janin yang dikandung, dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR), abortus, kelahiran prematur, Intra Uterin Fetal Death (IUFD)/ janin mati di dalam kandungan), Parasitemia Plasenta, Malaria Kongenital dan Intra Uterin Growth Retardation (IUGR / pertumbuhan janin yang terbelakang (Harijanto, et al., 2012). Malaria ditemukan lebih dari 90 negara atau hampir setengah dari jumlah negara dunia, terutama di negara-negara yang beriklim tropis dan sub-tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 milliar (41%) dari jumlah penduduk dunia. Di dunia diperkirakan kasusnya berjumlah sekitar 300-500 juta kasus dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian setiap tahun, terutama di negaranegara Benua Afrika (Harijanto, 2000 cit., Solikhah, 2012). Hampir separuh populasi penduduk Indonesia atau lebih dari 90 juta orang bermukim di daerah dengan endemisitas malaria (Yawan, 2006). Ibu hamil yang tinggal di daerah endemisitas malaria sangat mudah terinfeksi malaria, sehingga berdampak anemia pada kehamilan. Anemia yang disebabkan oleh infeksi malaria terjadi akibat proses penghancuran eritrosit dan penurunan proses pembentukan eritrosit (eritropoesis), sehingga menyebabkan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah menjadi rendah (Harijanto, et al., 2012). Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI (2008), pada tahun 2007 jumlah populasi berisiko terjangkit malaria diperkirakan sebanyak 116 juta orang, dengan jumlah kasus malaria klinis dilaporkan 1.775.845 kasus (Annual Malaria Incidence
4
(AMI) = 15,3 per 1000 penduduk). Jumlah kasus malaria klinis yang dilaporkan sebanyak 930.000 diantaranya terjangkau pemeriksaan darah (cakupan pemeriksaan darah 52,4%), dan jumlah kasus positif malaria sebanyak 311.790 kasus (Annual Parasite Incidence (API) = 2,6 per 1000 penduduk) (Solikhah, 2012). Menurut Shulman et al. (1998) yang dikutip oleh Harijanto et al. (2012), di daerah endemis, banyak ibu hamil dengan parasit malaria dalam darahnya tidak memiliki gejala-gejala malaria. Meskipun seorang wanita hamil tidak merasa sakit, infeksi malaria tetap dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi yang dikandung. Data yang diambil dari Profil Kesehatan Kabupaten Kulon Progo Tahun 2014, menyebutkan bahwa AKB mengalami kenaikan dari 12,1 per 1000 KH di tahun 2012 menjadi 18,23 per 1000 KH. Penyebabnya adalah asfiksia, BBLR, kelainan bawaan, sepsis dan diare. Untuk AKI juga mengalami kenaikan yang tajam dari tahun 2012 sebanyak tiga orang per 100.000 KH menjadi tujuh orang per 100.000 KH. Kejadian malaria di wilayah ini mengalami penurunan menjadi 134 kasus di tahun 2013 dari sebelumnya terdapat 237 kasus di tahun 2012. Meski jumlah kasus menurun, namun masih tergolong sebagai masalah kesehatan masyarakat. Angka BBLR sebanyak 322 bayi dari 5.322 kelahiran atau sebesar 6,05% untuk seluruh wilayah Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan angka BBLR di Puskesmas Samigaluh II menempati urutan ke tujuh dengan jumlah 7,2%, dengan angka tertinggi sebanyak 10,5% di Puskesmas Girimulyo I (Profil Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, 2014). Angka kejadian malaria tertinggi berada di Kecamatan Samigaluh, dengan jumlah 25 kasus di Puskesmas Samigaluh I dan 60 kasus di Puskesmas Samigaluh II. Dan hanya di Kabupaten Kulon Progo yang masih terjadi penyebaran penyakit malaria dibandingkan dengan empat kabupaten/kota di Provinsi DIY. Keadaan ini yang memicu adanya percanangan program “Kulon Progo Eliminasi Malaria 2017”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baingana et al., tahun 2014, menunjukkan hasil, ibu hamil dengan malaria memiliki kemungkinan anemia delapan kali lebih tinggi. Selain itu keberadaan cacing tambang turut berperan besar pada kejadian anemia defisiensi besi. Penelitian yang dilakukan oleh Flora et al., tahun 2013, memberikan hasil, ibu hamil yang tidak terinfeksi malaria tetapi mempunyai riwayat malaria, 90,5% mengalami anemia, 41,5% mengalami
5
penurunan kadar Total Iron Binding Capacity (TIBC) dan 17%
mengalami
penurunan kadar Fe serum. Perbedaan dengan jenis penelitian yang akan dilakukan ini, peneliti menambahkan variabel bayi berat lahir rendah. Peneliti akan mengikuti dari kehamilan trimester III sampai persalinan untuk mengetahui berat bayi lahir, apakah ditemukan masalah kesehatan yang berhubungan sebagai akibat kondisi ibu hamil yang memiliki anemia defisiensi besi dan riwayat malaria. Setelah penelitian pendahuluan pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Samigaluh II, ditemukan 33 ibu hamil trimester III dengan jumlah yang mengalami ADB sebanyak lima orang (15,15%) (hasil uji laboratorium dengan pengukuran kadar feritin), dengan riwayat malaria sebanyak 15 orang (45,48%), kejadian BBLR sebanyak tujuh bayi (21,21%), bayi dengan berat lahir cukup (2500-2999 gram) sebanyak 18 bayi (54,55%), dan bayi berat lahir normal (3000-4000 gram) sebanyak delapan bayi (24,24%). Data berat bayi lahir diterima dari bidan di Puskesmas Samigaluh II, Samigaluh, Kulon Progo, Yogyakarta. Berdasarkan latar belakang, peneliti merasa perlu untuk meneliti, Hubungan Anemia Defisiensi Besi dan Riwayat Malaria pada Kehamilan Trimester III dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Samigaluh, Kulon Progo, Tahun 2016. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, permasalahan yang diajukan adalah: Apakah ada hubungan anemia defisiensi besi dan riwayat malaria pada ibu hamil trimester III dengan kejadian BBLR? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis hubungan anemia defisiensi besi dan riwayat malaria pada kehamilan trimester III dengan kejadian bayi berat lahir rendah. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis hubungan anemia defisiensi besi pada kehamilan trimester III dengan kejadian bayi berat lahir rendah?
6
b. Menganalisis hubungan riwayat malaria pada kehamilan trimester III dengan kejadian bayi berat lahir rendah? D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari kegiatan penelitian adalah: 1. Manfaat Teoris Diharapkan dapat memberikan bukti empirik tentang adanya hubungan anemia defisiensi besi dengan riwayat malaria pada kehamilan trimester III dengan kejadian bayi berat lahir rendah. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan masukan dalam penanggulangan masalah gizi ibu, malaria, dan bayi berat lahir rendah.