BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan sebuah pendidikan yang berkaitan dengan anak dan ini menandakan proses pembelajaran harus dalam keadaan menyenangkan dan menarik. Pendidikan anak usia dini berperan penting dalam tumbuh kembang anak khususnya untuk bisa bersoalisasi dan beradaptasi
dengan
lingkungan
sekitar,
dan
juga
bisa
mengasa keterampilan dan kemandirian anak. Seringkali proses pembelajaran menjadi tidak menyenangkan karena saat menyampaikan cerita dan tema pada anak tidak menarik karena
teknik
bercerita/mendongeng
dan
media
yang
digunakan pendidik tidak menarik. Yang akhirnya proses penerimaan pesan tidak optimal. Untuk hal itu, seorang pendidik yang akan menjadi pendamping anak dalam proses kegiatan belajar dan bermain harus mempunyai metode yang menarik, agar anak dapat menerima pesan yang disampaikan oleh pendidik menjadi optimal. Kemudian hal ini banyak terjadi di beberapa skolah khususnya sekolah yang jauh dari kota fasilitas untuk menunjang pembelajaran anak di usia di pada TK yang ada itu sangat minim karena jauhnya jangkauan dari kota, sehingga guru pengajar tersebut harus memiliki banyak keterampilan dan ide untuk menciptakan pembelajaran yang menyenankan. Pada sebuah sekolah yang terletak di bagian terjauh dari pusat gorontalo yang terletak di kabupaten pohuwato pada kecamatan terujung pohuwati yaitu di kecamatan patilanggio, di TK Tunas Bangsa, beberapa murid yang ada di TK ini memilki kesulitan untuk berkomunikas karena belum
bisa
1
beradaptasi
di
lingkungan
sekolah
sehingga
guru
sulit
mengajak untuk belajar, kemudian keterampilan berbicara anak belum terasa. Keterampilan berbicara pada anak usia dini sangat penting untuk diasa karena mereka kesulitan untuk berkomunikasi pada lingkungan mereka akan mengakibatkan beberapa gangguan kepribadian terhadap anak, misalnya mereka sulit untuk
menerima
keadaan
sekitar
dan
tidak
ingin
bersosialisasi, keadaan ini akan sangat sulit untuk tua, karena anak tidak akan menjadi anak yang tumbuh mandiri, maka dari itu begitu penting untuk mengasa keterampilan berbicara anak pada pendidik anak usia dini, Menurut Suhartono (2005: 13-14)
bahwa
”peranan
bahasa
bagi
anak
usia
dini
diantaranya sebagai sarana untuk berfikir, sarana untuk mendengarkan, sarana untuk melakukan kegiatan berbicara, dan sebagai sarana anak
agar mampu membaca
dan
menulis”. Dalam hal peranan bahasa sebagai sarana untuk melakukan kegiatan berbicara, maka bahasa perlu dikenalkan dan latihkan kepada anak setiap hari dalam pergaulannya secara baik dan maksimal diantaranya dengan melatih keterampilan berbicara anak yang baik dan benar, karena anak
usia
dini
mendengarkan
melakukan dan
aktivitas
berbicara,
berbahasa
mereka
belum
dengan mampu
membaca dan menulis. Jadi, untuk anak usia dini dalam berbahasa yang perlu dibina dan dikembangkan terutama keterampilan mendengarkan dan berbicara. Sedangkan di TK Tunas Bangsa ini banyak kesulitan pada
siswa
karena
tidak
memiliki
ketertarikan
pada
pembelajaran yang berada di sekolah, sehingga guru harus memiliki beberapa metode yang baru pada pembelajaran anak usia dini. Sehingga berdasarkan studi kasus yang ada
2
penulis melakukan penelitian yang mengambil masalah “ Meningkatkan Keterampilan Berbicara Melalui Metode Bermain Peran Pada Siswa-Siswi TK Tunas Bangsa di Kecamatan Patilanggio dan Kabupaten Pohuwato. 1. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah sangat erat kaitannya dengan masalah apa yang ingin dikaji. Identifikasi masalah pada penelitian ini antara lain : 1. Kurangnya
perhatian
guru
terhadap
pentingnya
Keterampilan anak dalam berbicara. 2. Berbagai faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa adalah minat siswa rendah dalam belajar pada TK, kurangnya sarana dan prasarana belajar, dan siswa tidak memiliki cara belajar yang baik. 3. Dari hasil pengajaran dilapangan/indentifikasi masalah yang didapat maka kseimpulannya meliputi ketuntasan belajar individual meningkat, dari 20 siswa ketuntasan dalam keterampilan bebicara mulai dari 56,4% pada awal meningkat ke 74, 3%, dan pada akhirnya mencapai ketuntasan yang maksimal 100%. 2. Analisis Masalah Adapun yang menjadi analisis masalah adalah Untuk meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa-siwi di TK Tunas Bangsa, Keterampilan berbicara perlu dilatih sejak dini supaya mereka mampu berbicara dengan teratur dan terampil di masa-masa yang akan datang, karena bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang utama. Berdasarkan
masalah-masalah
yang
terdapat
dilatar
3
belakang,
maka
peneliti
mengidentifikasikan
masalah
sebagai berikut: 1. Keterampilan berbicara anak masih perlu dilatih dan dibimbing. 2. Minat belajar dalam kemampuan berbahasa terutama keterampilan berbicara masih tergolong rendah. 3. Dalam berbicara atau bercerita, pengucapan kata-kata atau kalimat kurang tepat, kurang jelas dan kurang lancar. 4.
Dalam
pembelajaran
berbahasa
terutama
keterampilan berbicara, anak cenderung pasif, dan guru jarang menggunakan media B. Rumusan Masalah Bagaimana
keterampilan
berbicara
dapat
meningkat
melalui metode bermain peran pada siswa-siswi TK Tunas Bangsa Kecamatan Patilanggio Kab. Pohuwato?
C. Tujuan Penilitian Meningkatkan keterampilan
berbicara
melalui
metode
bermainperan pada siswa siswi TK Tunas Bangsa Kec. Patilanggio Kab. Pohuwato. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritik Memberikan masukan pada pengembangan pengajaran pada anak usia dini khususnya memakai metode bermain dan juga bagaimana meningkatkan keterampilan berbicara pada anak usia dini. 2. Manfaat praktis
4
a. Meningkatkan ketrampilan berbicara pada anak usia dini b. Menambah wawasan bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya terhadap pentingnya mengasa
keterampilan
berbicara
melalui
metode
membaca.
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Keterampilan Berbicara Permasalahan bahasa bagi anak usia dini terutama yang berkaitan dengan kemampuan berbicara terkait erat dengan alat pendengaran, bunyi ujaran yang didengar, dan artikulasi yang dimiliki, karena ditemukan juga anak yang masih kurang jelas pendengarannya dalam mendengarkan kata-kata guru, jadi perlu diulang kembali apa yang telah diucapkan. Kadangkadang anak juga dalam menyebutkan kata-kata belum tepat pengucapannya, mereka hanya bisa meniru apa yang mereka dengar, belum mengetahui apa yang ditirukan itu benar atau salah, baik atau tidak yang diucapkan. Permasalahan bahasa menurut Suhartono (2005: 17) bahwa: “Terdapat lima permasalahan yang berkaitan dengan bahasa anak yaitu: keterbatasan kata-kata yang diketahuinya, menirukan ucapan atau lafal yang tidak benar dari orang tuanya, mempunyai gangguan artikulasi, kebiasaan menggunakan bentuk bahasa yang hanya di apahami oleh orang tuanya, dan kesulitan menyesuaikan bahasa dalam berinteraksi dengan teman-teman di TK”. Permasalahan
diatas
mestinya
tidak
perlu
terjadi
jika
keluarganya di rumah dalam berbahasa dilakukan secara benar dan sadar akan kepentingan bahasa anak dalam berinteraksi, baik sebelum ia masuk TK dan setalah masuk TK,
karena
pengaruh
lingkungan
keluarganya.
Disinilah
pentingnya peran keluarga di rumah dan guru di sekolah dalam
membimbing
dan
mendidik
anak
untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa terutama dalam hal keterampilan
berbicara
dengan
mengunakan
Bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Moh Effendi (1993: 38) mengutip pendapat Smit (1975) bahwa
6
“pemerolehan kosakata anak ketika menginjak usia 3 tahun diperkirakan antara 800-900 kata, dalam pergaulannya anak semakin sering pula menggunakan bahasa/berbicara”. Ketika
anak
mencapai
usia
4
tahun
perkembangan
perbendaharaan kata sekitar 1000 kata, kemudian memasuki usia 5 tahun, susunan kalimat yang diucapkan anak mulai bervariasi, biasanya kata-kata yang diucapkan dalam bentuk panjang
yang
rata-rata
terdiri
dari
4-6
kata.
Menurut
Tadkiroatun Musfiro (2008: 7) bahwa: “perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologi (yakni mengenal dan memproduksi suara), perkembangan kosakata, perkembangan semantik, atau makna kata, sintaksis atau penyusunan kalimat dan pragmatik (sesuai dengan norma konvensi)”. Jadi hal-hal tersebut perlu dilatih kepada anak sejak dini dengan berbagai metode yang menarik agar mereka terampil berbicara. Sedangkan menurut Mustakim (2005: 123) ada dua hal yang harus diperhatikan untuk menetapkan anak mampu dan terampil berbahasa dan berkomunikasi yaitu: “Pertama, anak harus mengucapkan kata-katanya sehingga segera dimengerti oleh orang lain. Kedua, anak-anak harus memahami kata-kata yang diucapkannya dan menghubungkannya dengan obyekobyek yang diwakilinya”. Dengan demikian, untuk melatih keterampilan berbahasa dan berkomunikasi, anak harus mengucapkan kata-katanya dan harus memahami kata-kata yang sudah diucapkan. Keterampilan berbicara dibutuhkan oleh anak agar memiliki keterampilan dalam mengolah kata. Kata-kata diolah manjadi sebuah kata yang menarik untuk dibicarakan.
7
Latihan untuk terampil berbicara juga akan memberikan masukan bagi anak agar peka terhadap makna setiap kata. Pengembangan keterampilan berbicara anak sangat menarik untuk diperhatikan karena dengan memperhatikan bicara anak, kita dapat mengetahui berbagai perkembangan bahasa dan perilaku yang dilakukannya, mulai dari perkembangan ucapan-ucapannya, sampai mereka bisa berbicara dengan kata-kata atau membuat kalimat sendiri. Untuk dapat mengetahui kemampuan berbicara anak dan dapat melakukan bimbingan secara intensif agar berguna untuk masa depan anak. Jadi, supaya anak terampil berbicara maka anak harus mengucapkan huruf dan kata-kata dengan benar dan tepat atau jelas dalam mengucap kata dan membuat kata menjadi sebuah kalimat. Mereka juga harus memahami apa yang diucapkan, tidak sekedar berbicara, jadi guru perlu memberikan penjelasan arti kata yang diucapkan dengan memperlihatkan media gambar atau menunjukan sesuatu yang konkrit sehingga anak bisa memahami arti kata yang diucapkan. Menurut teori belajar (Rachmat 1986: 282), anak-anak memperoleh
pengetahuan
bahasa
melalui
tiga
proses:
asosiasi, imitasi dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan
dan
struktur
kalimat
yang
didengarnya.
Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak yang didahului oleh keterampilan menyimak, pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang
8
tentu erat berhubungan dengan perkembangan kosa kata yang
diperoleh
anak
melalui
kegiatan
menyimak
dan
membaca. Sebelum matang dalam perkembangan bahasa juga
merupakan
suatu
keterlambatan
dalam
kegiatan
berbahasa. Tujuan
berbicara
melaporkan, seseorang
adalah
menghibur, yang
terdiri
untuk
memberitahukan,
membujuk, dari
dan
saspek
meyakinkan
kebahasaan
dan
nonkebahasaan (Dhieni, 2007:3.6) dalam Halida (2011). Menurut teori belajar (Rachmat 1986: 282) dalam Siska (2011), anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga proses: asosiasi, imitasi dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan obyek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Peneguhan dimaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar. 1. Aspek-aspek Keterampilan Berbicara Kemampuan berbicara merupakan pengungkapan diri secara lisan. Unsur-unsur kebahasaan yang dapat menunjang keterampilan berbicara diungkapkan oleh Djiwandono (1996) dalam
Halida
(2011)
yaitu
unsur
kebahasaan,
unsur
nonkebahasaan, dan unsur isi. Unsur kebahasaan meliputi: (1) Pengucapan lafal yang jelas, (2) Penerapan intonasi yang wajar, (3) Pilihan kata, (4) Penerapan struktur/susunan kalimat
yang
jelas.
Sedangkan
unsur
nonkebahasaan
meliputi: 1) Keberanian
9
Keberanian
yaitu
keberanian
dalam
mengemukakan
pendapat, seperti anak mampu menceritakan pengalaman yang dialami. Selain itu, keberanian untuk berpihak terhadap gagasan yang diyakini kebenarannya. 2) Kelancaran Lancar dalam berbicara sangat ditunjang oleh penguasaan materi/bahan
yang
baik.
Penguasaan
kosakata
akan
membantu dalam penguasaan materi pembicaraan. 3) Ekspresi/Gerak-gerik Tubuh Ekspresi keefektifan dipahami
tubuh
sangat
berbicara. melalui
diperlukan
Arti
ekspresi
dalam
pembicaraan tubuh
menunjang
tersebut
yang
dapat
ditunjukkan
pembicara. Unsur isi dalam pembicaraan merupakan bagian yang lebih penting. Tanpa isi yang diidentifikasi secara jelas, pesan yang ingin disampaikan melalui kegiatan berbicara tidak akan tersampaikan berbicara
secara
terdiri
jelas
dari
pula,
kerincian
dalam dan
aspek kejelasan
isi
dari
dalam
menyampaikan isi dari pembicaraan. 2.
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Keterampilan
Berbicara Keterampilan berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari dalam diri maupun dari luar. Menurut Hurlock (1978:185) keterampilan berbicara dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: 1) Persiapan Fisik untuk Berbicara Kemampuan berbicara tergantung pada kematangan mekanisme bicara. Sebelum semua organ bicara mencapai bentuk yang lebih matang, saraf dan otot mekanisme suara
10
tidak dapat menghasilkan bunyi yang diperlukan bagi katakata.
2) Kesiapan Mental untuk Berbicara Kesiapan
mental
untuk
berbicara
tergantung
pada
kematangan otak, khususnya bagian-bagian asosiasi otak. Biasanya kesiapan tersebut berkembang di antara umur 12 dan 18 bulan dan dalam perkembangan bicara dipandang sebagai “saat dapat diajar”. 3) Model yang Baik untuk ditiru Model yang baik untuk ditiru diperlukan agar anak tahu mengucapkan kata dengan benar. Model tersebut mungkin orang di lingkungan sekitar mereka. Jika mereka kekurangan model yang baik, maka mereka akan sulit belajar berbicara dan hasil yang dicapai berada di bawah kemampuan mereka. 4) Kesempatan untuk Berpraktik Jika anak tidak diberikan kesempatan untuk berpraktek maka mereka akan putus asa dan motivasi anak menjadi rendah. Fledman dalam Halida (2011) mengungkapkan bahwa
di
dalam
area
drama,
anak-anak
memiliki
kesempatan untuk bermain peran dalam situasi kehidupan yang
sebenarnya
berbahasa
sehingga
serta
mempraktikkan
dapat
membantu
kemampuan meningkatkan
keterampilan berbicara pada anak. 5) Motivasi Jika anak mengetahui bahwa mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka inginkan tanpa memintanya, dan jika anak tahu bahwa pengganti bicara seperti tangis dan isyarat
11
dapat mencapai tujuan tersebut, maka motivasi anak untuk belajar berbicara akan melemah. 6) Bimbingan Cara
yang paling
berbicara
adalah
baik
untuk
menyediakan
membimbing belajar model
yang
baik,
mengadakan kata-kata dengan jelas, serta memberikan bantuan mengikuti model. Berdasarkan
uraian
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi keterampilan berbicara, dapat disimpulkan bahwa
keterampilan
berbicara
dapat
dipengaruhi
oleh
model yang baik untuk ditiru serta adanya kesempatan yang diberikan pada anak untuk berbicara. Hal tersebut dapat dilakukan melalui bermain peran. B. Konsep Metode Bermain Metode bermain peran ini dikategorikan sebagai metode belajar
yang
berumpun
kepada
metode
perilaku
yang
diterapkan dalam kegiatan pengembangan. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, konkret dan dapat diamati. Bermain peran dikenal juga dengan sebutan bermain pura-pura, khayalan, fantasi, make belive, atau simbolik. Menurut Piaget, awal main peran dapat menjadi bukti perilaku anak. Ia menyatakan bahwa main peran ditandai oleh penerapan cerita pada objek dan mengulang perilaku menyenangkan yang diingatnya. Piaget menyatakan bahwa keterlibatan anak dalam main peran dan upaya anak mencapai tahap yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lainnya disebut sebagai collective symbolism.
12
Joyce dan Weil (2000) Bermain peran (role-playing) adalah
strategi
kelompok
pengajaran
model
yang
pembelajaran
termasuk
sosial
ke
(social
dalam
models).
Strategi ini menekankan sifat sosial pembelajaran, dan memandang bahwa perilaku kooperatif dapat merangsang siswa baik secara sosial maupun intelektual. Jill
Hadfield
(1986)
Hadfield
menyebutkan
bahwa
strategi bermain peran (role playing) adalah suatu permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan
unsur
senang
Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Kelebihan
Strategi
Bermain
Peran
(role
playing)
Bermain peran adalah strategi mengajar yang memiliki beberapa kelebihan baik bagi siswa maupun bagi guru. Strategi bermain peran dapat meningkatkan minat siswa. Poorman
(2002)
menyebutkan
bahwa
menurut
hasil
penelitian, strategi bermain peran dapat meningkatkan minat siswa terhadap suatu mata pelajaran dan materi pelajaran, sehingga
dengan
pemahaman
demikian
terhadap
juga
dapat
konsep-konsep
meningkatkan yang
sedang
dibelajarkan kepada mereka. Apalagi untuk mempersiapkan pembelajaran dengan strategi ini mereka harus terlebih dahulu melakukan studi tentang karakter atau tokoh yang akan diperankan atau dibuat skenarionya. Fogg sejarah
(2001) menyatakan bahwa
dimana
para
guru
menjadi
pada
kelas-kelas
bosan
dengan
pembelajarannya dan menunjukkan kurangnya keterlibatan siswa
dalam
pembelajaran
dapat
diperbaiki
dengan
13
penerapan strategi bermain peran. Dari hasil pengamatan Fogg,
siswa
menjadi
lebih
tertarik
dengan
bahan
playing)
dapat
pembelajaran yang diberikan. Strategi meningkatkan
bermain
peran
keaktifan
(role
siswa
dalam
pembelajaran.
Sebagaimana diketahui, siswa bukanlah botol kosong yang dengan
serta-merta
menerima
ilmu
pengetahuan
yang
diberikan oleh guru. Mereka harus terlibat aktif dalam kegiatan proses pembelajaran baik secara hands on maupun minds on. Berdasarkan penelitian Poorman (2002), siswa yang diwawancarai mengatakan bahwa dengan strategi bermain peran yang dilaksanakan oleh guru, membuat mereka ingin terlibat aktif melakukan sesuatu dalam pembelajaran. Hal ini senada
sebagaimana
yang
diteliti
Fogg
(2001)
bahwa
pembelajaran yang menggunakan strategi bermain peran meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar. Strategi
bermain
peran
(role
playing)
dapat
mengajarkan siswa untuk berempati dan memahami suatu hal melalui berbagai sudut pandang. Suatu kegiatan belajar yang menggunakan strategi bermain peran ternyata dapat mengajarkan siswa untuk berempati. Tentu saha kelebihan ini dapat dengan mudah kita maklumi karena strategi bermain peran sangat melibatkan emosi siswa. Ini adalah suatu hal yang
sangat
positif
terkait
domain
afektif.
Dengan
memainkan suatu peran tertentu, mereka akan memahami bagaimana posisi seseorang yang diperankannya. Dengan strategi bermain peran mereka tidak akan dengan mudahnya menghakimi seseorang atau suatu masalah, kecuali dengan terlebih dahulu melihatnya dari berbagai sudut pandang.
14
Strategi
bermain
peran
memberikan
kesempatan
kepada siswa untuk memerankan tokoh yang barangkali dikenal dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan bermain peran
siswa
akan
dapat
mengalami
dan
merasakan
bagaimana menjadi seorang tokoh yang mungkin familiar dalam kehidupan mereka. Hal ini akan membuat mereka menjadi lebih peka terhadap masalah-masalah yang ada di sekitarnya, meningkatkan keterampilan interpersonal, dan tentu saja dapat meningkatkan keterampilan komunikasi. Strategi
bermain
peran
dapat
diterapkan
dalam
berbagai setting. Jangan mengira strategi bermain peran sulit untuk diaplikasikan. Bermain peran dapat diterapkan dalam setting yang sangat bervariasi, termasuk di dalam ruang kelas standar. Selain itu bermain peran dapat dilakukan siswa secara individual maupun secara berkelompok. Strategi bermain peran membutuhkan kerja keras semua pihak yang terlibat. Mempersiapkan pembelajaran dengan strategi bermain peran kadangkala memerlukan kerja keras dari guru maupun siswa, atau bahkan pihak lain yang mungkin dilibatkan. Akan tetapi, semuanya ini akan impas dengan motivasi yang akan dimiliki siswa serta penguasaan terhadap konsep yang dibelajarkan pada mereka. 1. Tujuan dan Fungsi Metode Bermain Peran Bermain
peran
dalam
proses
pembelajaran
yang
ditujukan agar anak didik dapat mendramatisasikan tingkah laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial atau manusia. Roestiyah
(2011:91)
menegaskan
bahwa
guru
menggunakan metode ini dalam proses belajar memiliki
15
tujuan agar anak didik dapat memahami perasaan orang lain, dapat tepa seliro dan toleransi. Dengan bermain peran mereka dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru.
Ia bisa belajar watak orang lain, cara
bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya BAB III PELAKSANAAN PENILITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN
A.
Subyek, Tempat dan Waktu Penelitian, Pihak yang
Membantu Penelitian ini dilaksanakan pada siswa-siswi Kelompok A TK Tunas
Bangsa
Kecamatan
Patilanggio
Kabupaten
Pohuwato
dengan jumlah jumlah subjek penelitian sebanyak 19 siswa. Waktu pelaksanaan penelitian mulai Bulan Agustus sampai September 2014 dengan pihak yang membantu dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, teman sejawat dan siswa-siswi kelompok A. B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran 1. Tahap Persiapan Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti melakukan perencanaan tindakan sebagai berikut. a. Mengajukan permohonan kepada Kepala TK
Tunas Bangsa
Kecamatan Patilanggio untuk mendapatkan izin penelitian b. Berkonsultasi dengan guru yang akan menjadi mitra kerja c. Membuat rencana kegiatan penelitian untuk dikonsultasikan dengan kepala sekolah dan guru yang menjadi mitra kerja
16
d. Menyediakan
fasilitas
penunjang
yang
diperlukan
untuk
kegiatan pembelajaran. 2. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pada tahap ini peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut. a. Tahap Persiapan Tindakan a. Mengadakan observasi awal terhadap hasil belajar b. Menyusun instrumen (lembar observasi) dan melakukan observasi awal terhadap subjek penelitian c. Membuat skenario pembelajaran mengacu pada langkahlangkah pemecahan masalah d. Menyediakan fasilitas penunjang guna berhasilnya usaha untuk meningkatkan kemampuan anak dalam keterampilan membaca b. Tahap Tindakan Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan siklus demi siklus terkait penelitian yang dilaksanakan. a. Siklus I Kegiatan
siklus
I
dilakukan
dengan
terlebih
dahulu
menetapkan tema serta sub tema pembelajaran. Tema pembelajaran
: Diri Sendiri
Sub tema pembelajaran
: Agamaku
Mengacu pada tema yang dipilih maka ditetapkan langkahlangkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut. a. Guru melakukan observasi terhadap kemampuan anak dalam keteraampilan berbicara b. Guru menciptakan komunikan dan iteraksi antar guru dan siswa dengan cara bertanya apa yang mereka lakukan pada mata pelajaran sebelumnya c. Guru menyuruh siswa untuk menyebutkan beberapa macam agama yang ada di negara indonesia
17
d. Kemudian guru bertanya ada berapa agama yang ada didalam kelas mereka e. Guru memberikan penjelasan tentang bermain peran, dan pada pertemuan berikutnya akan bermain peran. f. Kemudian membagi peran kepada siswa siswi lainnya g. Setelah itu mengajak siswa untuk berdoa bersama pada akhir pembelajaran. b. Siklus II Tema pembelajaran
: Diri Sendiri
Sub tema pembelajaran
: Agamaku
Langkah Kegiatan Pembelajaran. a. b. c. d.
Guru Guru Guru Guru
mempersiapkan anak-anak bermain peran mengamati anak-anak ketika bermain peran menilai bagaimana keterampilan berbicara pada anak melihat perbandingan nilai pada anak khususnya
keterampilan berbicara c. Tahap Pemantauan dan Evaluasi Adapun pada tahap ini yang menjadi pedoman dalam melakukan pemantauan dan evaluasi adalah sebagai berikut. a. b. c. d.
Kemampuan berbicara pada anak Keberanian anak untuk tampil Kelancaran anak ketika berbicara Dan yang terakhir Gerak-gerik tubuh atau ekspresi pada anak ketikan tampil.
d. Tahap Analisis dan Refleksi Pada tahap ini hasil yang telah diperoleh dari tahap observasi dan
evaluasi
dikumpulkan
serta
dianalisis
bersama
antar
pengamat dengan guru, secara kualitatif. Dari hasil analisis ini guru dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan yang
18
terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Data hasil observasi selanjutnya dijadikan sebagai acuan bagi guru untuk dapat mengevaluasi dirinya sendiri. Dengan demikian maka guru memiliki stándar yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kemampuannya dalam melatih keterampilan berbicara anak. Proses pengolahan data yang diperoleh melalui lembar observasi tentang penilaian anak dari pegamatan masing-masing dijumlah sesuai aspek dan kriterianya. e. Teknik Analisis Data Analisis data secara bertahap dan berkesinambungan pada setiap akhir siklus pembelajaran data yang dianalisis meliputi data hasil pengamatan dan data kegiatan anak.
19
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskrpsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran 1. Prosedur Pelaksanaan Metode Bermain Peran Dalam melaksanakan metode bermain peran ini agar berhasil
dengan
efektif,
maka
perlu
mempertimbangkan
prosedur pelaksanaannya. Menurut Roestiyah (2011:91) prosedur pelaksanaan bermain peran dimaksud sebagai berikut : 1. Menyiapkan naskah, alat, media yang akan digunakan dalam kegiatan bermain peran. 2. Guru harus menerangkan kepada anak didik, untuk memperkenalkan teknik ini, bahwa dengan jalan bermain peran anak didik diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat. 3. Guru menunjuk beberapa anak yang akan berperan, masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya. Dan anak yang lain jadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula. 4. Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan menarik
sehingga
anak
terangsang
untuk
berusaha
memecahkan masalah itu. 5. Memberi kebebasan kepada anak untuk memilih peran apa yang disukai.
20
6. Agar anak dapat memahami peristiwanya, maka guru harus
bisa
menceritakan
sambil
mengatur
adegan
pertama. 7. Jelaskan kepada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tahu tugas peranannya, menguasai masalahnya, pandai bermimik maupun berdialog. 8. Anak yang tidak turut harus menjadi penonton yang aktif, disamping mendengar dan melihat mereka juga harus bisa memberi saran dan kritik pada apa saja yang akan dilakukan bermain peran. 9. Menghentikan bermain peran pada detik-detik situasi yang sedang memuncak dan kemudian membuka diskusi umum. 10. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, maka perlu dibuka tanya jawab. Dengan berperan seperti orang lain, maka anak itu dapat menempatkan diri seperti watak orang lain itu. Ia dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih terhadap sesama. Dengan mengutip dari Shaftel dan Shaftel, E. Mulyasa (2003) mengemukakan tahapan pembelajaran bermain peran meliputi:
1. Menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik.
21
Menghangatkan
suasana
kelompok
termasuk
mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang
perlu
dipelajari.
Hal
ini
dapat
dilakukan
dengan
mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru. 2. Memilih peran Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. 3. Menyusun tahap-tahap peran Menyusun pemeran
tahap-tahap
menyusun
garis-garis
baru,
pada
besar
tahap
adegan
ini
para
yang
akan
dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan.
22
4. Menyiapkan pengamat Menyiapkan
pengamat,
sebaiknya
pengamat
dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. 5. Pemeranan Pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Ada kalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah mamakan waktu yang terlampau lama. Dalam
hal
ini
guru
perlu
menilai
kapan
bermain
peran
dihentikan. 6. Diskusi dan evaluasi Diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun
secara
intelektual.
Dengan
melontarkan
sebuah
pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. 7. Pemeranan ulang Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan
diskusi
mengenai
alternatif
pemeranan.
Mungkin
ada
23
perubahan
peran
memungkinkan pemecahan
watak
adanya
masalah.
yang
dituntut.
perkembangan Setiap
Perubahan
baru
perubahan
ini
dalam
upaya
peran
akan
mempengaruhi peran lainnya. 8. Diskusi dan evaluasi tahap dua Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada
tahap
ini
sama
seperti
pada
tahap
enam,
hanya
dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. 9.Membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.
1. Tindakan Atau Pelaksanaan Pembelajaran Langkah-langkah pembelajaran untuk membaca melalui pendekatan ketrampilan proses. A. Tahap Persiapan - Guru mempersiapkan program perencanaan pengajaran keterampilan berbicara yang akan ditempuh dalam bentuk -
satuan pelajaran Sehari sebelum pelaksanaan pengajaran, siswa dan guru
berlatih untuk peran yang akan dimainkan pada besok hari. B. Tahap Pelaksanaan 1. Awal KBM
24
a. Guru
meminta
siswa
untuk
berdoa
sebelum
melaksanakan pembelajaran b. Guru dan murid bertanya jawab mengenai masalahmasalah actual yang terjadi dalam kehidupan seharihari yang sedang hangathangatnya dibicarakan orang. c. Kemudian mengajak bernyanyi agar siswa lebih relax dan bersemangat mengikuti pembelajaran 2. Kegiatan inti belajar mengajar - Guru mempersiapkan panggung sederhana
untuk
-
bermain peran siswa Guru meminta orang
-
mendampingi Guru memotivasi siswa agar dapat lebih semangat
tua
dan
guru
lain
untuk
untuk mmembawakan peran yang telah di pilih mereka -
sendiri. Guru telah membagi siswa menjadi 3 kelompok dari 19 jumlah siswa. Guru membagi jadi 3 kelompok terdiri dari
-
6 – 7 siswa dalam 1 kelompok. Guru mengamati keterampilan berbicara siswa pada
-
saat mereka bermain peran Guru memberikan nilai kepada
siswa-siswi
sesuai
keterampilan yang mereka berikan saat bermain peran. . 3. Akhir KBM Guru memberikan pertanyaan pada setiap siswa setelah bermain peran, tentang tokoh yang mereka mainkan, kemudian
bagaiman
perasaan
mereka
ketikan
membawakan peran yang mereka pilih, dan meminta siswa 2. Deskripsi Pratindakan Berdasarkan yang telah dijabarkan sebelumnya, penelitian tindakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara, penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus yang setiap siklus meliputi 1 atau 2 kali pertemuan. Setiap pertemuan menggunakan waktu 2x45
25
menit. Sebelum hasil penelitian dipaparkan, pada bab ini diuraikan
terlebih
dahulu
mengenai
kondisi
awal
dalam
ketermapilan berbicara pada siswa kelompok A TK Tunas Bangsa Kec.Patilanggio.
Sebelum
melaksanakan
penelitian,
peneliti
melakukan survei awal. Survei awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal atau proses pembelajaran mengamati keterampilan
berbicara
pada
siswa,
pemahaman
serta
kemampuan awal siswa. Pada kegiatan pratindakan, sesudah guru dan peneliti memasuki kelas, guru menyuruh siswa berdoa. Kemudian guru membuka
pelajaran
dengan
mengucapkan
salam
dan
menanyakan adakah siswa yang tidak masuk. Beberapa siswa menjawab “ada”, yang lain tidak menjawab karena sedang asyik bermain dan lainya tetap diam dipangkuan ibu atau penjaganya. Setelah mengisi buku harian kelas, guru mengadakan pretes tentang kemampuan mereka dalam berbicara berrkomunikasi, guru
mengajak
siswa
berkomunikasi
dengan
materi
yang
dibawakan pada saat itu, guru mengamati gerak/gerik tubuh atau
ekspresi
siswa,
kemudian
melihat
kelancaran
dan
keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Pada saat itu guru memberikan apersepsi tentang materi yang akan diajarkan pada siklus 1 nanti, guru membacakan dongeng pada siswa membuat siswa lebih tertarik materi yang akan dibawakan, setelah itu guru membagi 19 siswa menjadi 3 kelompok,
kemudian
mendampingi
ketiga
memminta kelompok
beberapa
guru
tersebut,seterla
itu
untuk guru
membagikan naskah drama sederhana dan meminta guru pendamping
untuk
menceritakan
naskah
drama
tersebut,
kemudian siswa memilih tokoh apa yang ingin mereka bawakan dalam drama tersebut. Beberapa siswa tidak ingin ikut dan tidak
26
mempunyai keberanian, sehingga guru pengajar memberikan motivasi pada siswa-siswinya kemudian meminta bantuan orang tua wali murid untuk melatih peran yang mereka emban dirumah, dan sehingga pada pertemuan minggu ke 2 siswa-siswi dapat siap untuk memereankan tokoh yang mereka pilih. memang tampak memperhatikan penjelasan guru namun tidak sedikit pula siswa yang menguap, bosan, menopang dagu, berbicara dengan teman, serta sibuk beraktivitas sendiri. Hasil pengamatan peneliti dengan lembar observasi, diketahui bahwa siswa
yang
menunjukkan
sikap
senang
selama
kegiatan
apersepsi dan dalam kegiatan pembelajaran sebanyak 6 orang atau 37.5% dari seluruh siswa di kelas tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes setelah kegiatan untuk mengasa ketermapilan berbicara. Sebagian besar siswa masih mengungkapkan
jawaban
yang
belum
tepat,
kemudian
menunjukkan sikap yang enggan untuk menerima materi karena tidak ada ketertikkan siswa, kemudia sebagian siswa belum mempunyai
keberanian,
dan
akhirnya
kelancaran
dalam
keterampilan berbicara belum terlihat.
27
Tabel 1.1 Instrumen Penilaian No
Nama Siswa M
1 2 3 4
A KM
Aspek yang di observasi B C TM M KM TM M KM
TM
Ahamad Yasin Alfian Tanano Akbar Tangahu Alfian Yasin Kafa Budiyanto
5
Bakari Mohammad
6
R.Tantu Padil Yohan Marfel Mahmud Raditia Lukum Iksan Tantu Ainun Kadue Meylan Yasin Silfia Djafar Olin Via Salihi Tiara Puhi Iswatun Yasin Salmawati Yasin Reva Yasin
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Keterangan: M
: Mampu
TM
: Tidak Mampu
KM
: Kurang Mampu
A
: Keberanian anank berbicara
B
: Kelancaran dalam berbicara
C
: Ekspresi anak Ketika berbicara Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 18
siswa, hanya 5 siswa atau sekitar 6% yang memilki keterampilan berbicara
berkategori
nilai
yang
tinggi.
Sisanya
adalah
28
berkategori
kurang
menunjukkan
bahkan
betapa
rendah
tidak
mampu.
keterampilan
Fakta
tersebut
berbicara
siswa
Kelompok A Tk Tunas Bangsa Kec. Patilanggio, instrument penilaian
keterampilan
berbicara
ini
meliputi
3
aspek
kesenangan terhadap kegiatan keterampilan berbicara, yaitu Kelancaraan, Keberanian dan Ekspresi. Sementara itu nilai dari hasil pengamatan dari kelima siswa yang mempunyai nilai yang tinggi, hanya 1 dari siswa yang mempunyai katergori mampu, selain itu dari 3 aspek yang dinilai ada yang mempunyai keberanian tapi tidak memiliki kelancaran dan eksperesi, nilainy sangat bervariasi, tetapi belum memenuhi kriteria tuntas dalam keterampilan berbicara. Berdasar pada analisis di atas, dapat dikemukakan dua hal pokok yang perlu diatasi, yaitu rendahnya keberanian siswa dalam keterampilan berbicara dan kemampua pemahaman siswa yang rendah dalam penjelasan guru, artinya ini merupakan aspek
ketiga
yaitu
pemahaman
ketika
mereka
di
ajak
berkomunikasi, ekspresi yang mereka ungkapkan ketika diajak berkomunikasi. Berdasarkan
hasil
penilaian,
indikasi
rendahnya
keterampilan berbicara siswa ini mencakup: 1. Belum adanya satupun siswa yang menunjukkan sikap senang terhadap kegiatan pembelajaran. Hanya 5 dari 18 siswa atau 30% yang menunjukkan sikap bisa terhadap keterampilan berbicara. Sisanya atau 70% menunjukkan sikap kurang tertarik dan merasa bosan dengan aktivitas pembelajaran. 2. Hanya 3 siswa atau 8% yang menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran merupakan bagian dari hidup siswa dan sadar akan besarnya manfaat belajar. Sisanya menyatakan
29
bahwa
kegiatan
belajar
menyenangkan. 3. Sisa dari siswa yang ada
bukanlah
aktivitas
tidak menjawab
yang
pertanyaan
yang diberikan. Atau menunjukan sikap enggan untuk berbicara, dan lainnya tidak suka diajak berkomunikasi. B. Hasil Penelitian 1. Siklus I Kegiatan siklus I ini dilaksanakan pada tanggal 20 agustus 2014. Kegiatan siklus ini dilakukan dalam 4 tahapan sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan Tahap ini dilakukan dengan membuat rencana kegiatan harian serta membuat lembar pengamatan untuk mengeveluasi proses pembelajaran serta kegiatan guru dan kegiatan siswa yang dilaksanakan dalam pembelajaran. 2) Tahap Pelaksanaan Tindakan Tahap pelaksanaan tindakan dilakukan mengacu pada Satuan Kegiatan Harian (SKH) yang telah direncanakan sebelumnya. Kegiatan siklus I dilakukan dengan cara melakukan identifikasi terhadap kemampuan anak dalam keterampilan berbicara. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut guru selanjutnya menyiapkan kelas yang akan dijadikan sebagai sarana pembelajaran. Anak-anak berlatih peran yang telah dipilih oleh mereka sendiri berdasarkan naskah yang tealh dibagikan guru sebelumnya. Guru menyiapkan fasilitas penunjang berupa kelas dan properti penungjang untuk metode bermain peran diperlukan untuk kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara. 3) Tahap Pemantauan dan Evaluasi Tahap
pemantauan
dan
evaluasi
dilakukan
dengan
menganalisis
kemampuan anak dalam keterampilan berbicara, berdasarkan 3 aspek yang telah dikutip dan dijabarkan pada bab II kajian Pustaka. Dari kegiatan yang dilaksanakan pada tahap observasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan anak dalam berdialog. Peningkatan ini terlihat dari jumlah anak yang
30
memiliki kemampuan keterampilan berbicara terdiri 5 anak (30%) pada observasi siklus pertama meningkat menjadi 10 anak atau 70%. Hasil observasi terhadap keterampilan berbicara melalui metode bermain. Dalam pelaksanaan siklus 1 ini guru mata pelajaran menyediakan 3 pengamat untuk menilai 3 aspek yang telah ditentukan. Sehingga dapa dlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.2 Imstrumen Peniliaian Penelitian Siklus I N O 1 2 3
Pengamat M Pengamat 1 Pengamat 2 Pengamat 3 Presentase
10 10 10 70
A K M 8 8 5 20
Aspek Penilaian B T K T M M M M 0 10 8 0 0 12 3 3 3 10 8 0 5 75 20 5
M 10 10 10 70
C K
T
M 0 1 0 5
M 8 7 8 25
M
Rata Rata K
10 11 10 75
M 0 4 5 10
TM 8 3 3 15
Keterangan: M
: Mampu
TM
: Tidak Mampu
KM
: Kurang Mampu
A
: Keberanian anank berbicara
B
: Kelancaran dalam berbicara
C
: Ekspresi anak Ketika berbicara
4) Tahap Analisis dan Refleksi Tahap ini dilakukan dengan melakukan analisis dan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Khusus tahap analisis dan refleksi pada siklus I menunjukkan beberapa hal sebagai berikut: a)
Sebagian anak mulai mau untuk bergabung dalam pembelajaran karena melihat keadaan yang berbeda pada proses pembelajaran.
b)
Terdapat sebagian anak yang mulai mencoba untuk berkomunikasi pada kawan mereka dengan membelas percakapan yang ada pada naskah.
c)
Terdapat anak mampu dan lancara dalam dialog yang ada pada naskah. 31
d)
Sebagian anak mulai termotivasi untuk maju pada memainkan peran dengan lancar berbicara tapi belum memiliki ekspresi.
e)
Pembelajaran tentang mengasah keterampilan berbicara terlihat begitu menarik karana anak-anak lain mampu berekspresi dengan peran yang mereka geluti, walau kelancara dalam berbahasa kurang mampu.
f)
Anak-anak yang pada awalnya duduk dipangkuan orang tua mulai pergi ke guru mereka dan mengatakan ingin tampil menjadi peran yang mereka ingin.
g)
Dan anak-anak yang memiliki kelancaran dalam bebicara tetapi tidak memiliki keberanian, mulai maju dan bermain peran walau gerakgerik tubuh belum terlalu diperlihatkan oleh mereka.
2. Siklus II Kegiatan siklus II ini dilaksanakan pada tanggal 20 september 2014. Kegiatan siklus II ini sama dengan kegiatan yang ada pada siklus I, treatmen yang kedua ini dilakukan karena masih belum memnuhi target dalam tujuan pembelajaran dalam SKH, dalam siklus yang kedua ini memiliki tahapan yang sama yaitu 4 tahapan sebagai berikut: 1) Tahap Persiapan Tahap yang pertama yaitu tahap persiapan yang dilakukan sama pada siklus I, tetapi pada siklus II tinggal beberapa perbaikan, yaitu kekurangan yang ada pada siklus I, tahap pertam ini dilakukan dengan membuat rencana kegiatan harian
serta
membuat
lembar
pengamatan
untuk
mengeveluasi
proses
pembelajaran serta kegiatan guru dan kegiatan siswa yang dilaksanakan dalam pembelajaran. 2) Tahap Pelaksanaan Tindakan Kemudian pada pelaksanaan pada tahap pelaksanaan tindakan dilakukan mengacu juga pada Satuan Kegiatan Harian (SKH) yang telah direncanakan sebelumnya sama dengan siklus I. Kegiatan siklus II dilakukan dengan cara melakukan identifikasi terhadap kemampuan anak dalam keterampilan berbicara
32
yang ada pada siklus I, menambahkan beberapa yang masih memiliki kekurangan dalam proses pembelajaran siklus I. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut guru selanjutnya menyiapkan kelas yang akan dijadikan sebagai sarana pembelajaran, masih tempat dan kelas yang sama pada siklus I. Anak-anak berlatih peran yang telah dipilih oleh mereka sendiri berdasarkan naskah yang tealh dibagikan guru sebelumnya pada siklus I. Guru menyiapkan fasilitas penunjang berupa kelas dan properti penunjang yang masih kurang pada siklus I untuk metode bermain peran diperlukan untuk kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara, agar lebih meningkat lagi
kemampuan
siswa, lebih meningkat lagi lebih dari hasil pengamatan pada siklus I, sehiingga memiliki keberhasilan untuk tujan pembelajaran serta indikator pencapaian pembelajaran lebih meningkat, khususnya pada keterampilan berbicara anak. 3) Tahap Pemantauan dan Evaluasi Berdasarkan analisis kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II ternyata terjadi peningkatan kemampuan anak dalam keterampilan berbicara. Realitas yang ada menunjukkan bahwa jumlah anak yang meningkat kemampuannya dalam keterampilan berbicara mengalami peningkatan dari kegiatan siklus I sebelumnya yiatu mengalami peningkatan menjadi 10 anak (70%). Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.3 Penilaian Instrument Penelitian Siklus II N O 1 2 3
Pengamat M Pengamat 1 15 Pengamat 2 15 Pengamat 3 15 Presentase 90 Keterangan:
A K M 1 0 0 1
Aspek Penilaian B T K T M M M M 2 15 3 0 3 15 3 0 3 15 3 0 9 90 10 0
M
: Mampu
TM
: Tidak Mampu
KM
: Kurang Mampu
M 15 15 15 90
C K
T
M 1 1 2 5
M 2 2 1 5
M 15 15 15 90
Rata Rata K M 2 1 2 5
TM 1 2 1 5
33
A
: Keberanian anank berbicara
B
: Kelancaran dalam berbicara
C
: Ekspresi anak Ketika berbicara Tahap pemantauan dan evaluasi pada siklus II dilakukan dengan
menganalisis kemampuan anak dalam keterampilan berbicara pada siklus I dengan membandingkan beberapa kekurangan yang dimilki oleh siklus I akan diperbaiki pada siklus II ini, berdasarkan 3 aspek yang telah dikutip dan dijabarkan pada bab II kajian Pustaka. Dari kegiatan yang dilaksanakan pada tahap observasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan anak dalam keterampilan berbicara, setelah itu dilakukan tindakan pada tanggal 20 Agustus 2014 yang dinamakan dengan siklus I, kemudian hasil peningkatan yang ditunjukan pada siklus I juga lebih meningkat lagi tetapi masih memiliki kekurangan, kemudian presentase yang ditunjukan pada siklus I hanya 70%, dan karena masih meilki kekurang maka itu dilakukan treatmen atau tindakan kedua pada siklus I. Pada siklus II ini. Peningkatan ini terlihat dari jumlah anak yang memiliki kemampuan keterampilan berbicara pada observasi awal masi 5 anak, kemudian 10 anak d, presentase dari observasi awal pada siklus I yaitu 30 % kemudian meningkat menjadi 70%, dan pada siklus kedua ini terdiri 15 anak (90%) meningkat lagi keterampilan berbicara, selain keterampilan yang meningkat, kepercayaan diri anak juga lebih meningkat dan anak-anak lebih termotivasi dalam proses pembelajaran. 4) Tahap Analisis dan Refleksi Berdasarkan tindakan yang telah dilakukan pada siklus II ini dengan melakukan analisis dan refleksi terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Khusus tahap analisis dan refleksi pada siklus II menunjukkan beberapa hal yang baru keterampilan berbicara juga berkomunikasi lebih terlihat, sehingga bisa dijabarkan sebagai berikut: a)
pada siklus I sebahagian anak masih kaku dalam melakukan beberapa kegiatan pada proses pembelajaran, masih malu-malu utnuk tampil
34
didepan kelas, tetapi pada siklus II ini hampir semua anak mau maju dan memilki keberanian untuk maju bermain peran, sehingga orang tua juga lebih termotivasi untuk menyiapkan anak-anak meraka tampil baik dalam drama karena keinginan anak yang besar pada proses pembelajaran. b)
Kemampuan anak dalam berkomunikasi lebih tumbuh meningkat, contohnnya mereka mulai mengatur teman dalam drama mengajak teman berkomunikasi untuk kesuksesan drama yang meraka bawakan.
c)
Kelancaran dalam berbicara lebih menonjol dibanding pada siklus I..
d)
Anak-anak mulai mengasa ekspresi pada dialog yang mereka utarakan, sehingga tingkat kepekaan mereka terhadap komunikasi yang ditumbuhkan itu sangat terlihat sehingga drama yang dibawakan menjadi sukses .
C. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada tindakan siklus I dan Siklus II, dapat dikemukakan bahwa kualitas pembelajaran dalam mengasah keterampilan berbicara meliputi proses bermain peran. Metode bermain peran merupakan salah satu alternatif metode yang dapat digunakan untuk memperkenalkan kepada anak cara mengasah ketermpilan berbicara. Dalam Cara seseorang berperilaku dalam posisi dan situasi tertentu. Role playing nama lain dari metode
bermain
merupakan
adalah
tindakan
Suatu
yang
metode
dilakukan
mengajar
secara
yang
sadar
oleh
sekelompok siswa dalam memperagakan secara singkat tentang materi
pembelajaran
dengan
memerankan
tokoh.
dalam
memberikan pengalaman langsung kepada anak tentang cara berbicara
yang
baik
dan
benar,
kelancaran
yang
begitu
meningkat dengan 2 kali tindakan, yaitu siklus I dan Siklus II pemahaman anak atas konsep yang diajarkan. Peningkatan proses yaitu
minat
membaca
siswa
ditandai
oleh:
(1)
dalam
berkomunikasi yang lancar pada guru, teman sekelas dan orang 35
tua, guru menggunakan metode bermain peran ini dengan motivasi yang lebih pada anak. Pada saat itu terlihat usaha siswa dalam berdialog walaupun beleum memilki keberanian, sehingga kelancaran dan ekspresi itu belum di perlihatkan pada pra tindakan dan kemudian tindakan pertama yaitu siklus pertama, dan keterampilan berbicara sedikit demi sedikit. (2) terlihat daya tahan
siswa
dalam
melakukan
aktivitas
pada
proses
pembelajaran lebih lama, dan itu berarti tingkat kebosanan siswa terhapus secara bertahap. Fakta ini terlihat pada pertemuan kedua dari siklus I yang selama 2 jam pelajaran penuh menuntut siswa melakukan aktivitas bermain peran dan berkomunikasi secara
lancar
dengan
pemahaman
lebih
meningkat
juga,
walaupun masih mempunyai beberapa kekurangan, sehingga kekurangan tersebut dihilangkan pada tindakan kedua yaitu pada siklus 2. Sehingga kemampuan siswa lebih meningkat menjadi 90 %, (3) nilai rata-rata kelas dalam keterampilan berbicara meningkat
dari
tingkat
“kurang
sekali”
menjadi
“kurang”.
Sementara itu, peningkatan keterampilan berbicara pada siklus I dan Siklus II ini meliputi 3 aspek: (1) keberanian siswa untuk maju didepan kelas untuk bermain pera, kelancara dalam berbahasa dan bertutur kata dan kemudian gerak-gerik tubuh atau ekspresi anak dalam artian tingkat pemahaman dalam berkonikasi siswa. Ketiga aspek tersebut merupakan komponen penting dalam keterampilan berbicara, dalam hal ini ketiga asek tersebut memiliki peningkatan yang berbeda terhadap tindakan yang telah dilaksanakan. Kemudian guru mengadakan evaluasi berupa mengajak siswa dan siswi berkomunikasi, penagalaman apa yang mereka miliki ketika bermain peran,
36
Siswa
merespon
dengan
semangat
dan
antusias.
Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus sebelumnya telah dapat diatasi. Secara keseluruhan, proses belajar-mengajar berjalan dengan lancar. Namun, masih ada sedikit kekurangan, yakni adanya 3 siswa yang masih merengek dijaga oleh orang tua, dan tidak mau mengikuti proses pembelajaran karena sikap kepercayaaan
diri
mereka
belum
ada,
tetapi
guru
tidak
memaksakan hal tersebut karena ingin membuat anak tersebut nyaman dalam proses pembelajaran. Walaupaun masi duduk di pangkuan orang tua, mereka tetap miliki keinginan tetap ikut dalam proses pembelajaran. Berdasarkan analisis tersebut, berikut dikemukakan refleksi dari kekurangan yang ditemukan, antara lain: (1) memberikan waktu yang cukup bagi siswa untuk melakukan aktivitas bermain peran, (2) guru masih menjelaskan kata-kata sukar sehingga siswa masi belum memiliki pemahaman yang cepat, (3) siswa perlu diberi penguatan agar lebih banyak berlatih dirumah untuk mengenal kosa kata yang baru, dan (4) memberikan reward kepada
siswa
untuk
menumbuhkan
minat
siswa
dan
kesungguhan siswa dalam proses pembelajaran lebih termotivasi lagi,berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus II dikatakan berhasil mencapai hasil yang maksimal. Siswa lebih nyaman dan tenang berada dalam waktu yang lama didalam kelas, komunikasi lebiha lancara sesama teman dan guru juga orang tua, sehingga mereka lebih ingin mengetahui banyak hal tentang pelajaran yang diajarkan pada proses pembelajara.
37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Penerapan metode Bermain Peran dapat meningkatkan minat siswa
dalam
proses
pembelajaran
kemudian
dapat
meningkatka keterampilan berbicara pada siswa. 2. Penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa
dalam berkomunkasi yang
ditandai dengan: (a) peningkatan jumlah siswa yang dapat
38
lancar dalam berbicara, (b) peningkatan jumlah siswa yang mampu
mengatur
teman
sejahwatnya
dalam
drama
berlansung ketika terjadi kesalahan dialog 3. Motivasi siswa dalam proses pembelajaran lebih meningkat, ditandai dengan lamanya keberdaan siswa dalam kelas untuk menyaksikan drama dari teman lainnya. 4. Kepercayaan diri yang tumbuh pada siswa lebih meningkata, yang ditandai dengan anak-anak yang dengan senang hati dan ceria memainkan peran yang mereka pilih pada naskah drama. B. Saran dan Tindak Lanjut 1. Pihak pemerhati pendidikan atau pihak yang berkecimpung dalam
dunia
pendidikan.
disarankan
untuk
lebih
memperhatikan perkembangan dunia pendidikan anak serta memberikan sosialisasi tentang berbagai inovasi dalam pembelajaran khususnya pada pembelajaran pada anak usia dini. 2. Pihak
guru
disarankan
untuk
lebih
mengembangkan
pengetahuannya mengenai berbagai ilmu dalam penerapan belajar melalui penggunaan metode bermain peran. 3. Pihak kepada
sekolah guru
disarankan
untuk
agar
inovatif
lebih
memberikan dan
apresiasi
kreatif
dalam
pembelajaran serta memperbanyak literatur di sekolah agar berguna bagi perkembangan pembelajaran guru maupun calon guru di sekolah dasar. 4. Pihak peneliti disarankan untuk lebih mengembangkan penelitiannya terutama dalam keterampilan berbicara anak, karana keterampilan berbicara salah satu media untuk bisa berkomunikasi dengan orang banyak dan lingkungan sekitar.
39
DAFTAR PUSTAKA Halida. 2011. Metode Bermain Peran dalam Mengotimalkan Kemampuan Berbicara Anak Usia Dini (4-5 tahun). Jurnal [online]. Pontianak:
PAUD FKIP Universitas Tanjungpura.
(http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jckrw/article/view/270/2 75. Diakses tanggal 01-10- 2014) Nurkancana. 2007. Pemahaman dan Prestasi Belajar pada Peserta Didik. Rineka Cipta: Jakarta Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Edisi 5. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Sumartono. 2007. Modifikasi Kegiatan Belajar Mengajar. Tarsito: Bandung.
Uno, Hamzah B., 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Wahyudin dkk. 2006. Pengelolaan Kegiatan Belajar Mengajar Di Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta. Roestiyah, 20011, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta. Halidu Salma. 2007. Diktat Moral dan Displin, Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo
40
Fogg, P. (2001). A history professor engages students by giving them a role in the action. Chronicle of Higher Education. Jill Hadfield (1986). Classroom Dynamic. Oxford University Press. Joyce, B. R., & Weil, M. (2000). Role Playing; Studying Social Behavior and Values. In Models of Teaching. Allyn and Bacon. Poorman,
P.
B.
(2002.
empathy
Biography
and
in
role-playing:fostering abnormal
psychology. Teaching of Psychology. Purwanto, Ngalim. 2008. Psikologi Pendidikan (Cet. XV; Bandung: Remaja Rosdakarya. Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Winkel. W.S (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia
41