BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi merupakan sumberdaya organisasi yang sangat penting untuk dikelola, meliputi data dan informasi, perangkat keras, perangkat lunak, dan tenaga.
Operasional
suatu
organisasi
membutuhkan
sistem-sistem
guna
mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan melihat kembali informasi (Nugroho, 2008). Hal ini berlaku juga pada organisasi kesehatan, bahwa sistem informasi kesehatan (SIK) mencakup pengumpulan data, penyimpanan dan pengelolaan data untuk pengambilan keputusan, perencanaan program kesehatan, monitoring pelaksanaan dan evaluasi (Nyamtema, 2010). Peran sistem informasi kesehatan adalah untuk menghasilkan, menganalisa dan menyebarkan data dan informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan, namun dalam prakteknya jarang berfungsi secara sistematis (Abouzahr & Boerma, 2005). Untuk meningkatkan ketersediaan dan penggunaan informasi kesehatan global yang akurat, tepat waktu dan relevan telah dibentuk Health Metrics Network (HMN) melalui kesepakatan bersama. Dari sini jelas bahwa sistem informasi kesehatan adalah prioritas di semua negara, perlu ditetapkan dalam konteks nasional maupun daerah (WHO, 2010). Kerangka HMN mempunyai fungsi sebagai alat penilaian untuk pengembangan sistem informasi kesehatan
tingkat
nasional,
pertanyaannya
adalah
bagaimana
dengan
pengembangan sistem informasi kesehatan di tingkat propinsi? Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan pada tingkat propinsi masih perlu ditata dan dikembangkan secara terintegrasi dalam bentuk sistem jaringan antar daerah dan pusat. Pengembangan sistem informasi kesehatan tingkat propinsi menjadi salah satu isu strategis dalam pembangunan kesehatan, hingga saat ini baru beberapa propinsi di Indonesia yang telah mengembangkan dan memiliki sistem informasi kesehatan yang terintegrasi. Sebagian besar kondisi
1
2
pengembangan sistem informasi kesehatan di tingkat propinsi masih dalam proses penataan dari tingkat administratif terendah yakni di puskesmas. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan propinsi yang sedang berkembang mengingat usianya yang baru 12 tahun, terbentuk berdasarkan Undang-undang No. 27 Tahun 2000, terdiri dari 6 (enam) kabupaten dan 1 (satu) kota, dimana 4 (empat) kabupaten diantaranya merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Bangka dan Kabupaten Belitung. Kondisi geografis Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Belitung yang terpisah menjadi 2 (dua) pulau besar dan pulau-pulau kecil disekitarnya. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki 13 (tiga belas) Rumah Sakit terdiri dari 8 (delapan) RS Pemerintah, 5 (lima) RS Swasta, dan 60 (enam puluh) Puskesmas dengan rincian 22 (dua puluh dua) Puskesmas Perawatan, 38 (tiga puluh delapan) Puskesmas Non Perawatan serta sejumlah praktik swasta. Namun pengelolaan sistem informasi di propinsi ini belum terkoordinasi secara baik. Pengelolaan data dan informasi kesehatan ditingkat propinsi saat ini masih konvensional dimana pengelolaannya dilakukan secara manual dan masih terfragmentasi. Penggunaan sistem yang berbasis teknologi informasi masih dalam tahap awal pengembangan. Seluruh dinas kesehatan kabupaten/kota sudah terkoneksi dengan jaringan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) online. Beberapa kabupaten/kota juga sudah mengembangkan Sistem Informasi Managemen Puskesmas (SIMPUS). Namun demikian implementasi sistem informasi kesehatan masih banyak menemui hambatan dan kendala sehingga tidak sesuai harapan. Beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi SIK antara lain faktor teknis, perilaku dan organisasi, dimana ke tiga faktor ini baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi proses informasi sehingga berpengaruh juga pada kinerja SIK berupa kualitas data dan penggunaan informasi yang berkelanjutan (Aqil et al., 2009a). Idealnya, penggunaan sistem informasi kesehatan dapat mengatasi terfragmentasinya data kesehatan mengurangi redudansi dan inkonsistensi, mempercepat proses pengolahan data, serta memperbaiki mekanisme pelaporan, kelengkapan dan integrasi data pada tingkat administrasi yang lebih tinggi.
3
Namun demikian beberapa pengalaman menunjukkan masih lemahnya prosesproses tersebut sehingga data kesehatan tidak terpercaya untuk digunakan dalam pengambilan keputusan (Odhiambo-otiena & Odero 2005). Meskipun data yang dikumpulkan sudah lebih baik, permasalahan lain adalah kemampuan dalam menganalisis dan mengelola data masih lemah serta kurangnya pemanfaatan data dan informasi untuk pengambilan keputusan (Hotchkiss et al., 2010). Tidak dapat dipungkiri juga bahwa pengembangan sistem informasi kesehatan membutuhkan investasi yang besar dengan resiko kegagalan yang tinggi, sehingga organisasi ragu-ragu dalam mengembangkan sistem (Heeks, 2006). Penelitian di Tanzania memberikan bukti bahwa lemahnya pengumpulan data kesehatan, kurangnya informasi pengambilan keputusan di fasilitas pelayanan kesehatan menjadi faktor sulitnya pengembangan sistem informasi kesehatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa 81% dari responden yang merupakan pengguna dan pengelola sistem informasi di tingkat fasilitas kesehatan belum pernah dilatih terkait konseptual, penggunaan dan fungsi sistem informasi kesehatan. Dapat dilihat dari hasil survey tersebut 65% responden tidak mampu mendefinisikan sistem informasi kesehatan dengan benar, 54% responden tidak mengetahui siapa yang seharusnya menggunakan informasi yang dikumpulkan, dan 42% responden tidak menggunakan data yang dikumpulkan untuk kepentingan perencanaan, penganggaran dan evaluasi pelayanan kesehatan (Nyamtema, 2010). Pemanfaatan data yang dihasilkan oleh sistem informasi kesehatan dalam pengambilan keputusan menjadi tantangan tersendiri, utamanya bagi pengambil keputusan yaitu manager. Penelitian di Pakistan dilakukan untuk mengidentifikasi status dan isu-isu dalam penggunaan sistem informasi kesehatan. Hasilnya bahwa responden
mengidentifikasi
sejumlah
hambatan
yang
mengakibatkan
penyalahgunaan dan tidak digunakannya data karena meragukan kualitasnya, adanya motif politik di balik permintaan data dan unsur manipulasi dalam pelaporan data. Untuk itu transparansi dalam pengambilan keputusan sangat diperlukan di manajemen kesehatan, dan sistem informasi merupakan alat yang penting untuk melakukannya (Qazi & Ali, 2011).
4
Hasil penilaian sistem informasi kesehatan mengungkapkan bahwa meskipun ada undang-undang yang mengatur sistem informasi kesehatan, namun itu belum sangat ditegakkan. Perencanaan strategis sistem informasi kesehatan masih dan sedang dikembangkan. Integrasi informasi tidak cukup, tumpang tindih dalam arus informasi, lemahnya analisis, dan adanya duplikasi laporan, telah menyebabkan penurunan kualitas informasi (Hartono et al., 2007). Sumberdaya sistem informasi kesehatan adalah kunci yang diperlukan untuk pengolahan informasi, sebuah penelitian menemukan bahwa sumberdaya sistem informasi kesehatan yang lemah mencerminkan rendahnya kemampuan manager dalam menetapkan
prioritas
manajerial.
Semua
sistem
informasi
kesehatan
membutuhkan sumberdaya yang memadai dan pendanaan jangka panjang untuk penguatan SDM, TIK, pengembangan sistem, infrastruktur penunjang dan upaya pemeliharaannya (Odhiambo-otieno & Odero, 2005a). Hasil penilaian sistem informasi kesehatan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2010 menemukan banyaknya duplikasi dalam pencatatan dan pelaporan menjadi beban kerja bagi petugas SIK di lapangan. Hasil penilaian menemukan adanya 301 jenis laporan dengan menggunakan 8 aplikasi sistem informasi kesehatan yang berbeda harus dilaporkan secara rutin oleh Dinas Kesehatan Propinsi. Hal ini tentunya tidak akan berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh sumberdaya yang memadai. Kurangnya sumberdaya manusia yang kompeten dalam pengelolaan SIK disebutkan pada Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan (2012) juga menjadi faktor penyebab lemahnya SIK terutama dalam manajemen data. Banyaknya pengalaman propinsi yang mengalami kegagalan dalam pengembangan sistem informasi kesehatan menjadi perhatian menarik untuk dianalisis sebagai upaya mengembangkan strategi implementasi sistem informasi kesehatan yang baik pada tingkat ini. Identifikasi pembelajaran dari pengalaman tersebut digunakan sebagai langkah awal pengembangan sistem informasi kesehatan untuk mengantisipasi kegagalan. Dengan mengikuti kerangka HMN jelas terlihat bahwa pengembangan sistem informasi kesehatan merupakan hal
5
yang kompleks (WHO, 2006). Beberapa negara menggunakan HMN untuk menilai kualitas informasi kesehatan skala nasional. Negara-negara berkembang seperti Uganda, Afrika Selatan, Mexico, dan Pakistan menggunakan pendekatan Perfomance of Routine Information System Management (PRISM) dari Aqil et al., (2009a) untuk menilai kinerja sistem informasi kesehatan serta mengidentifikasi variabel-variabel penentu keberhasilan sistem informasi kesehatan secara komprehensif. Hasil penilaian SIK sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja sistem informasi kesehatan secara terus–menerus (Hotchkiss, 2010). Dukungan pemerintah berupa penyediaan sumber daya (keuangan, pelaporan formulir, peralatan komputer, dan pelatihan) dan pengembangan peraturan organisasi (kebijakan SIK, prosedur pengumpulan data, renstra, struktur organisasi) akan meningkatkan pengunaan informasi yang berkelanjutan maka sistem informasi akan digunakan dan berkelanjutan (Aqil et al., 2009a). Dukungan katersediaan petugas SIK yang terlatih penggunaan teknologi akan meningkatkan manajemen data di Dinas Kesehatan (Odhiambo-otieno & Odero, 2005). Sistem informasi kesehatan bertujuan untuk menjamin ketepatan dan efektifitas penggunaan sumber daya dalam meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan pada masyarakat. Oleh karena itu, sistem harus berfungsi untuk mengumpulkan, menganalisa dan mengkompilasi data menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan bidang kesehatan. Data tersebut harus dapat diandalkan, akurat dan tepat waktu, namun hanya sedikit negara berkembang yang mampu menerapkan prosedur tersebut. Evaluasi sistem informasi kesehatan masih jarang dilakukan, meskipun telah banyak sumberdaya yang diinvestasikan untuk pengembangannya. Evaluasi merupakan hal mendasar untuk memastikan bahwa sistem informasi kesehatan berjalan secara efisien, mampu mengumpulkan informasi yang relevan dan berkualitas sebagai dasar pengambilan keputusan oleh pemangku kebijakan (Garrib et al., 2008). Berbagai alat evaluasi SIK telah dikembangkan untuk memperkuat dan merancang SIK, pendekatan dengan alat PRISM digunakan untuk mengukur kinerja SIK, proses dan faktor-faktor penentu SIK. PRISM dapat digunakan untuk
6
merancang, memperkuat dan mengevaluasi sistem informasi kesehatan, dengan menekankan kinerja SIK dan menggabungkan faktor organisasi, teknis dan perilaku. Pendekatan PRISM dapat digunakan dalam mengevaluasi kinerja sistem informasi
kesehatan
dengan
identifikasi
permasalahan
dan
hambatan
pengembangan sistem informasi kesehatan pada tingkat propinsi secara menyeluruh, guna meningkatkan pengelolaan data dan informasi kesehatan yang baik. B. Perumusan Masalah Upaya pengembangan sistem informasi kesehatan pada level propinsi masih menemui banyak permasalahan dan hambatan, kenyataannya lebih banyak yang gagal bila dibandingkan dengan yang sukses. Lemahnya penataan pengelolaan data dan informasi serta tidak adanya rencana dan strategi pengembangan sistem informasi kesehatan di tingkat propinsi mengakibatkan pengambilan kebijakan dan keputusan dalam perencanaan pembangunan kesehatan di tingkat propinsi menjadi kurang baik, dan tidak optimal. Permasalahan lainnya adalah sistem pencatatan dan pelaporan masih bersifat manual sehingga tidak real time, pelaporan terlambat, kelengkapan dan validasi data rendah menuntut untuk dilakukan pengembangan sistem informasi yang lebih baik. Tata kelola pengembangan sistem informasi kesehatan diberbagai negara ataupun daerah masih lemah, sehingga kualitas data menjadi tidak dipercaya oleh untuk pengambilan keputusan. Dari permasalahan diatas maka permasalahan yang akan dipecahkan pada penelitian ini adalah “Bagaimana kinerja dan strategi penguatan sistem informasi kesehatan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung”.
7
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan kinerja sistem
informasi kesehatan dan menentukan strategi penguatan SIK di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan faktor teknis, organisasi, perilaku, proses, dan output dengan pendekatan kerangka Perfomance of Routine Information System Management (PRISM). 2.
Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan implementasi sistem informasi kesehatan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung berdasarkan faktor teknis, organisasi dan perilaku. 2. Mendiskripsikan proses pengumpulan, pengiriman, pengolahan, analisis, penyajian, dan pemeriksaan kualitas data dalam sistem informasi kesehatan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. 3. Mendiskripsikan kualitas data dan penggunaan informasi berkelanjutan yang bersumber dari sistem informasi kesehatan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Memberikan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam penelitian ilmiah 2. Menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian mengenai pengembangan sistem informasi kesehatan 3. Memberikan kontribusi bagi Kementerian Kesehatan RI dalam Penguatan Sistem Informasi Kesehatan 4. Memberikan masukan bagi pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dalam membuat kebijakan pengembangan sistem informasi kesehatan.
8
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai evaluasi kinerja sistem informasi kesehatan yang pernah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Penelitian Odhiambo-Otieno (2005), mengenai Evaluation of Existing District Health Management Information Systems A Case Study of The District Health Systems in Kenya yang bertujuan untuk mengevaluasi sistem informasi kesehatan yang ada dalam mendukung manajemen operasional pelayanan kesehatan tingkat kabupaten di Kenya. Metode yang digunakan dengan eksplorasi dan deskriptif dengan analisis data secara kuantitatif dan kualitatif. Kesamaan dari penelitian ini adalah sama-sama bertujuan untuk mengevaluasi sistem informasi kesehatan yang telah ada, sedangkan perbedaannya adalah pada subyek penelitian. Pada penelitian Odhiambo-Otieno (2005) subyek penelitiannya adalah perancang, pengelola dan pengguna sistem informasi di fasilitas kesehatan sedangkan penelitian ini adalah pengelola SIK dinas kesehatan kabupaten/kota. 2. Penelitian Liz Peloso et al., (2010) mengenai Assessment of The Health Management Information Systems in Select Areas of Aceh Province yang bertujuan untuk penilaian sistem informasi kesehatan tingkat propinsi. Kesamaan dari penelitian ini adalah sama-sama dilakukan pada tingkat propinsi, namun perbedaannya adalah pada : a. Penelitian dilakukan dengan menggunakan kerangka HMN, sedangkan penelitian ini menggunakan kerangka Perfomance of Routine Information System Management (PRISM). b. Lokasi penelitian. c. Penelitian dilaksanakan pada 10 (sepuluh) dinas kesehatan kabupaten/kota, 10 (sepuluh) RSUD kabupaten/kota, 130 (seratus tiga puluh) puskesmas dan 1 (satu) RS propinsi, sedangkan subyek penelitian ini adalah 7 (tujuh) dinas kesehatan kabupaten/kota se Propinsi Kepulauan Bangka Belitung.
9
3. Penelitian yang dilakukan oleh Budi et al., (2010) tentang Analisis Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten Ketapang Dengan Pendekatan Health Metrics Network (HMN), tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran sumber daya sistem informasi kesehatan di Kabupaten Ketapang dengan pendekatan HMN. Kesamaan penelitian ini adalah pada tujuan untuk mendiskripsikan
sumberdaya
dalam
pengembangan
sistem
informasi
kesehatan, sedangkan perbedaannya ada pada : a. Tingkat atau jenjang penilaian secara administratif, penelitian terdahulu dilakukan pada tingkat kabupaten, sedangkan penelitian ini pada tingkat propinsi. b. Kerangka penilaian yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah mengunakan kerangka HMN, sedangkan penelitian ini menggunakan kerangka PRISM. c. Lokasi penelitian. d. Subyek penelitian, pada penelitian terdahulu penilaian dilakukan dengan melibatkan lintas sektor seperti Bappeda, BPS, Kantor Infobudpar, RS Swasta dan Puskesmas, sedang penelitian ini dilakukan pada Dinas Kesehatan di 7 (tujuh) kabupaten/kota.