BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media komunikasi massa, yang saat ini masih cukup diminati oleh masyarakat adalah media massa radio. Radio merupakan media komunikasi massa dua arah, yang dapat dinikmati melalui audio atau suara. Media massa radio memiliki beberapa karakteristik diantaranya, auditif, cepat, dan langsung, murah, akrab, dekat dan lain-lain. Selain memiliki karakteristik, media massa radio juga memiliki berbagai program siaran diantaranya, siaran berita, dialog interaktif, siaran olahraga, siaran kebudayaan, siaran pendidikan, dan musik. Dari beberapa program siaran yang dimiliki oleh media massa radio, siaran dialog interaktif merupakan program siaran yang juga dimiliki oleh media massa televisi. Program dialog interaktif adalah percakapan yang di lakukan di media massa televisi atau radio, yang dapat melibatkan pemirsa dan pendengar melalui telepon atau pesan. Adapun narasumber yang dipilih adalah orang yang tahu persis tentang informasi yang ingin disampaikan. Sehingga benar-benar mampu memberikan informasi yang efektif. Pendengar program siaran media massa radio dapat juga disebut dengan audiens. Audiens dapat dibedakan menjadi dua yaitu, audiens aktif dan audiens pasif. Salah satu studi penelitian dalam kajian ilmu komunikasi adalah tentang audiens. Audiens merupakan sosok nyata yang dapat dijadikan objek observasi dan penelitian, untuk mengukur keberhasilan sebuah pesan yang disampaikan melalui media komunikasi massa, salah satunya adalah program siaran media massa radio. Dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, serta pengetahuan yang dimiliki masing-masing audiens, mampu mengubah paradigma yang menganggap bahwa, audiens hanya sebagai sosok pasif dalam menerima pesan dari media komunikasi massa. Kini audiens sudah mampu menerima pesan dari media komunikasi
1
massa secara lebih aktif. Audiens sudah tidak serta merta, menerima mentahmentah pesan yang diterima, tetapi mampu menyeleksi, memahami, memilih, memberikan pemaknaan, dan memberikan respon balik. Audiens yang akan dijadikan objek penelitian disini adalah, masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani yang ada di kabupaten Blitar, dan merupakan pendengar program siaran dialog interaktif pertanian di radio Persada FM dan radio Mayangkara FM. Radio Persada FM merupakan radio publik yang dibawahi oleh Pemerintah Kabupaten Blitar. Status dari radio Persada FM merupakan radio Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL). Sedangkan radio Mayangkara FM adalah radio swasta terbesar di Kabupaten dan Kota Blitar. Penelitian ini berfokus pada bagaimana audiens mampu meresepsi pesan dari program siaran yang sama, yakni program siaran dialog interaktif pertanian bersama Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Kabupaten Blitar namun dari stasiun radio yang berbeda. Teori resepsi menitikberatkan pada peran audiens dalam decoding pesan media. Menurut McQuail (1997:19) analisis resepsi mampu memperlihatkan kekuatan audiens dalam melawan atau menolak pesan yang dominan dan hegemonik yang ditawarkan media. Kekuatan audiens itu dapat mengarahkan mereka untuk membuat pemaknaan baru sebagai tandingan terhadap makna pesan yang diterimanya. Dalam penelitian audiens ini menggunakan teori resepsi Stuart Hall, dimana ada tiga posisi yang digunakan untuk memetakan kondisi audiens dalam memaknai pesan dari media. Tiga posisi tersebut adalah dominant (hegemonic) reading, negotiated reading, dan oppositional (counter hegemonic) reading. Semakin aktif audiens menerima sebuah pesan media, maka audiens tidak serta merta menerima begitu saja pesan yang diterimanya. Dalam meresepsi pesan media, ada tiga unsur yang mempengaruhi audiens dalam proses pemaknaan pesan, yaitu frameworks of knowledge, relations of production, dan technical infrastructure yang dimungkinkan adanya perbedaan antara encoding dan decoding.
2
Tujuan dibuatnya siaran dialog interaktif ini adalah, sebagai salah satu cara untuk menunjang program pemberdayaan potensi masyarakat di bidang pertanian, dan sebagai perpanjangan tangan dari upaya pemerintah memajukan sektor pertanian. Selain itu dengan adanya siaran dialog interaktif, BP4K dapat memberikan penyuluhan tambahan kepada seluruh masyarakat tani di Kabupaten Blitar, apabila masyarakat tidak dapat berinteraksi langsung dengan penyuluh pertanian, masih dapat berinteraksi dan berkonsultasi melalui program siaran radio, melalui telepon maupun pesan elektronik. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah proses suatu komunitas diperkuat untuk kreatif, membantu memenuhi kebutuhan sendiri baik berupa fisik, spiritual, mental, psikologis, sosial, ekonomi dan politik. Tujuan diatas juga berlandaskan dari visi dan misi dari BP4K Kabupaten Blitar yaitu “Terwujudnya masyarakat tani nelayan yang berkualitas, mandiri dan sejahtera” serta “Terwujudnya perubahan perilaku masyarakat tani yang dinamis di dukung oleh aparat penyuluh yang profesional”. Tema yang dijadikan objek resepsi oleh anggota kelompok tani adalah Budidaya jamur kayu organik yang disiarkan oleh radio Persada FM dan Pembuatan pupuk organik, yang disiarkan oleh radio Mayangkara FM (dokumentasi rekaman siaran dialog interaktif BP4K kabupaten Blitar). Tema siaran tersebut dipilih untuk diresepsi oleh para anggota kelompok tani karena, dengan pembagian wilayah pertanian yang ada di Kabupaten Blitar yakni, Blitar selatan dan Blitar utara, kedua topik tersebut tidak membutuhkan kondisi wilayah pertanian tertentu untuk diaplikasikan. Kabupaten Blitar adalah satu diantara beberapa kabupaten yang ada di Jawa Timur, dimana mata pencaharian utama masyarakatnya adalah dari sektor pertanian. Jenis pertanian masyarakat di Kabupaten Blitar terbagi menjadi dua yaitu, pertanian sawah dan tegalan. Wilayah pertanian di kabupaten Blitar terbagi menjadi dua wilayah yaitu, pertanian area Blitar selatan dan utara. Pembagian ini sesuai dengan keadaan wilayah yang ada di Kabupaten Blitar, dimana area Blitar selatan cenderung lebih rendah debit
3
airnya, dibanding dengan area pertanian Blitar utara. Saat ini pemerintah melalui dinas terkait di kabupaten Blitar sedang mengupayakan, untuk melakukan pemberdayaan di semua sektor pertanian. Kondisi pertanian di kabupaten Blitar belum benar-benar stabil. Terbukti bahwa masih saja banyak petani yang mengalami gagal panen atau merugi saat panen tiba. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya cuaca, keadaan lahan, skill, harga pupuk yang mahal dan harga hasil pertanian di pasaran yang tidak stabil. Sesuai kondisi yang ada di lapangan, maka BP4K sebagai dinas terkait melakukan beberapa upaya, selain langsung berinteraksi dengan para petani di lapangan untuk memberikan solusi, juga melalui siaran dialog interaktif di radio Persada FM yang kemudian beralih ke radio Mayangkara FM. Sebelum bekerjasama dengan Mayangkara FM, BP4K telah bekerjasama dengan radio Persada FM, menyelenggarakan program siaran dialog interaktif pertanian. Program siaran dialog interaktif pertanian di Radio Persada FM tersebut, belum pernah dilakukan evaluasi program kelapangan. Namun pada tahun anggaran 2015, BP4K mengalihkan kerjasama untuk program dialog interaktif pertanian ke radio Mayangkara FM. Alasan dari dialihkannya kerjasama adalah masalah anggaran. Anggaran tahun 2015 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, sehingga mampu bekerjasama dengan radio swasta terbesar di Kabupaten dan Kota Blitar. Pengalihan program seharusnya tidak semata-mata menyesuaikan anggaran yang ada. Perlu dilakukan evaluasi terlebih dahulu kepada audiens, terkait program siaran yang selama ini sudah berlangsung. Sehingga dapat diketahui apakah melalui program yang sudah ada, telah mampu menjadi salah satu penunjang terealisasinya program dari BP4K sendiri, tidak serta merta melakukan pengalihan ke stasiun radio siaran lain. Dengan adannya pengalihan kerjasama tentu ada dampak tersendiri terutama pada audiens, yakni masyarakat tani yang menjadi target bidik. Seperti apa audiens memaknai pesan yang mereka terima juga penting diketahui.
4
Dari penelitian ini akan diketahui seperti apa hasil resepsi para anggota kelompok tani di kabupaten Blitar. Penelitian ini juga akan melihat faktor mana dari frameworks of knowledge, relations of production, dan technical infrastructure yang mempengaruhi perbedaan hasil resepsi para anggota kelompok tani, pada program siaran dialog interaktif di radio Persada FM dan Mayangkara FM. Penelitian terdahulu terkait dengan program siaran dialog interaktif pertanian, baik di radio Persada FM dan Mayangkara FM belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu evaluasi program tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas terdapat pertanyaan dalam penelitian yaitu: 1. Bagaimanakah anggota kelompok tani meresepsi pesan dari program siaran dialog interaktif pertanian di Radio Persada FM dan Radio Mayangkara FM, bersama Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Kabupaten Blitar? 2. Faktor apa saja yang mempengaruhi perbedaan posisi resepsi anggota kelompok tani dari program siaran dialog interaktif pertanian di Radio Persada FM dan Radio Mayangkara FM, bersama Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Kabupaten Blitar? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian berdasarkan dari rumusan masalah yaitu: 1. Untuk mengetahui pemahaman anggota kelompok tani, dalam meresepsi pesan pada program siaran dialog interaktif pertanian di radio Persada FM dan Mayangkara FM, bersama Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) kabupaten Blitar.
5
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi perbedaan posisi resepsi anggota kelompok tani dari program siaran dialog interaktif pertanian di radio Persada FM dan Mayangkara FM, bersama Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Kabupaten Blitar. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Bagi para pembaca diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan tentang metode resepsi dalam meneliti audiens media massa radio. Bagi instansi terkait sendiri, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan guna menyempurnakan program siaran, dan untuk evaluasi program siaran radio yang telah berlangsung. 2. Manfaat Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menambah
khasanah
pengetahuan, tentang metode resepsi pada audiens dalam program siaran dialog interaktif. Menjadi bahan perbandingan atau sebagai bahan kajian studi dalam kajian selanjutnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi, atau masukan bagi perkembangan ilmu komunikasi. E. Objek Penelitian Berdasarkan penjabaran penulis dalam latar belakang dan rumusan masalah, maka penulis akan mengambil objek penelitian dari anggota kelompok tani yang ada di Kabupaten Blitar. Anggota kelompok tani yang akan dijadikan narasumber adalah audiens dari radio Persada FM dan Mayangkara FM yang juga sebagai audiens program siaran dialog pertanian bersama BP4K Kabupaten Blitar. Audiens tersebut kemudian dibagi menjadi dua kelompok, wilayah pertanian Blitar selatan dan wilayah pertanian Blitar
6
utara. Dari total 22 kecamatan yang berada di kabupaten Blitar, maka akan diambil sampel masing-masing tiga kecamatan dari satu wilayah pertanian. Nama-nama kecamatan yang masuk ke dalam wilayah Blitar selatan yakni Kecamatan Bakung, Kecamatan Binangun, Kecamatan Kademangan, Kecamatan Panggungrejo, Kecamatan Wates, dan Kecamatan Wonotirto. Sedangkan kecamatan yang masuk kedalam wilayah Blitar utara adalah Kecamatan Doko, Kecamatan Gandusari, Kecamatan Garum, Kecamatan Kanigoro, kecamatan Kesamben, kecamatan Nglegok, kecamatan Ponggok, Kecamatan Sanan Kulon, Kecamatan Selopuro, Kecamatan Selorejo, Kecamatan Srengat, Kecamatan Sutojayan, Kecamatan Talun, Kecamatan Udanawu, Kecamatan Wlingi, dan Kecamatan Wonodadi. Objek penelitian diambil dari dua wilayah pertanian yang berbeda, ini bertujuan agar informasi yang diperoleh di lapangan dapat beragam dan mampu memberikan informasi sesuai kebutuhan penelitian. Dari masingmasing kecamatan memiliki kelompok tani yang dibawahi oleh BP4K Kabupaten Blitar. Dengan dilakukannya pengambilan sampel dari setiap kategori diatas, maka Kecamatan Binangun, Kecamatan Wates dan Kecamatan Panggungrejo mewakili untuk wilayah Blitar selatan. Sedangkan Kecamatan Wlingi, Kecamatan Kesamben dan Kecamatan Talun diambil sebagai sampel dari wilayah Blitar utara. F. Kerangka Pemikiran Dalam suatu penelitian teori memiliki peran sebagai pendorong pemecahan masalah dan tolak ukur. Hal ini sangat berkaitan erat dengan pengertian teori yaitu himpunan konstruk atau konsep, definisi dan proporsi yang
mengemukakan
pandangan
sistematis,
tentang
gejala
dengan
menjabarkan relasi diantara variabel untuk menjelaskan gejala dan memaparkannya.
7
1.
Program Dialog Interaktif Radio Kata “program” berasal dari bahasa Inggris programme atau program yang berarti acara atau rencana. Undang-Undang Penyiaran Indonesia tidak menggunakan kata program untuk acara tetapi menggunakan istilah “siaran” yang didefinisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan yang disajikan dalam berbagai bentuk. Namun kata “program” lebih sering digunakan dalam dunia penyiaran di Indonesia daripada kata “siaran” untuk mengacu kepada pengertian acara. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk memenuhi kebutuhan audiennya. Dengan demikian program memiliki pengertian yang sangat luas (Morissan, 2008:199). Sedangkan menurut Effendy (1989:287) program (programme) adalah rancangan penyiaran produksi siaran radio atau televisi. Dialog berasal dari bahasa Yunani, yaitu erate yang berarti dua dan legein yang berarti berbicara. Jadi arti dialog adalah proses komunikasi dua orang atau lebih. Kata interaktif memiliki arti saling melakukan aksi, antar hubungan, dan saling aktif. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian program dialog interaktif adalah acara siaran percakapan yang dilakukan di televisi atau radio, yang dapat melibatkan pemirsa dan pendengar melalui telepon atau pesan.
2.
Audiens Sebelum adanya media massa, pengertian audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan media massa. Beberapa konsep alternatif tentang audiens adalah sebagai berikut (McQuail, 1987): a.
Audiens sebagai kumpulan penonton, pembaca, pendengar, pemirsa. Konsep audiens diartikan sebagai penerima pesan-pesan dalam komunikasi massa, yang keberadaannya tersebar, heterogen,
8
dan berjumlah banyak. Pendekatan sosial budaya sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini. b.
Audiens sebagai massa. Konsep audiens diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang berukuran besar, heterogen, penyebaran, dan anomitasnya serta lemahnya organisasi sosial dan komposisinya yang berubah dengan cepat dan tidak konsisten. Massa tidak memiliki keberadaan (eksistensi) yang berlanjut kecuali dalam pikiran
mereka
memanipulasi
yang
ingin
orang-orang
memperoleh
sebanyak
perhatian
mungkin.
dan
McQuail
menyatakan bahwa konsep ini sudah tidak layak lagi dipakai. c.
Audiens sebagai kelompok sosial atau publik. Konsep audiens diartikan sebagai suatu kumpulan orang yang terbentuk atas dasar suatu isu, minat, atau bidang keahlian. Audiens ini aktif untuk memperoleh informasi dan mendiskusikannya dengan sesama anggota audiens. Pendekatan sosial politik sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini.
d.
Audiens sebagai pasar. Konsep audiens diartikan sebagai konsumen media dan sebagai audiens (penonton, pembaca, pendengar, atau pemirsa) iklan tertentu. Pendekatan sosial ekonomi sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini. Konsep-konsep di atas tentu saja tidak saling eksklusif, secara
empiris para pengelola, pemilik maupun pengguna media massa memaknai audiens sebagai perpaduan konsep ke satu, empat, dan tiga dari konsep di atas. Dalam perkembangan ilmu komunikasi, pandangan mengenai audiens yang hanya semata-mata pasif dan tidak memiliki kuasa terhadap pesan media yang diterima, didasarkan pada teori jarum suntik hipodemik
dan
agenda
setting.
Dengan
berkembangnya
ilmu
komunikasi dan munculnya teori uses and gratification yang mengatakan bahwa, khalayak aktif menggunakan media untuk
9
memenuhi kebutuhannya, maka pandangan bahwa audiens atau khalayak hanya bisa pasif terbantahkan (Ardianto dan Erdinaya, 2005). Demikian juga dari analisis resepsi yang memandang, bahawa audiens sebagai penerima pesan media secara aktif dan mampu memeberikan makna pada teks/pesan. 3.
Konsep Audiens Aktif Kajian yang dilakukan oleh Frank Biocca dalam artikelnya yang berjudul “Opposing Conception of Audience: The Passive and Active Hemisphere of Communication Theory” (1998), ditemukan beberapa ciri audiens aktif. Pertama adalah audiens diyakini lebih selektif, terhadap media yang mereka gunakan. Audiens tidak sembarangan menggunakan suatu media. Biasanya didasarkan alasan dan tujuan tertentu. Kedua, utilitarianism yaitu audiens aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karakteristik ketiga adalah intensionalitas yang berarti penggunaan secara sengaja dari isi media. Keempat adalah keikutsertaan, artinya mereka ikut aktif berpikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media. Kemudian yang kelima adalah audiens aktif dipercaya sebagai komunitas yang tahan dalam menghadapi pengaruh media dan titak mudah dibujuk media. Sedangkan audiens pasif adalah audiens yang hanya sekedar mendengarkan
dan
menikmati,
program
siaran
yang
tengah
berlangsung. 4.
Analisis Resepsi Dalam tradisi studi audiens, pernah berkembang beberapa teori penelitian yaitu, effect research, uses and gratification research, literary criticism, cultural studies, dan reception analysis. Reception analysis dapat dikatakan sebagai teori baru dalam aspek wacana dan sosial dari teori komunikasi (Jensen, 1999). Analisis resepsi kemudian
10
menjadi teori baru yang kemudian menjadi pendekatan tersendiri, dan mencoba mengkaji secara mendalam bagaimana proses-proses aktual, melalui wacana media diasimilasikan dengan berbagai wacana dan praktik kultural audiensnya (Jensen, 1999). Penelitian audiens sudah ada sejak tahun 1930-an yang menekankan efek media massa terhadap publik. Institusi media dan media dianggap memiliki kekuatan untuk mempengaruhi khalayak yang pasif. Teori reception analysis sebagai pendukung dalam kajian terhadap audiens, di sini audiens ditempatkan tidak semata-mata pasif, namun dilihat sebagai agen kultural (kultural agent) yang memiliki kuasa tersendiri, dalam hal menghasilkan makna dari berbagai wacana yang ditawarkan media. Makna yang diusung media lalu bisa bersifat terbuka, atau polysemic dan bahkan bisa ditanggapi secara oposisif oleh audiens (Fiske, 1987). Terdapat beberapa peneliti yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode resepsi, salah satunya adalah David Morley, yang melakukan penelitian resepsi pada akhir 1970-an hingga awal 1980-an. Penelitian Morley saat itu adalah untuk mencari hubungan antara mengkonsumsi teks berita dengan kelas sosial audiens. Morley mengusulkan bahwa penelitian audiens akan lebih efektif, jika berfokus pada macam-macam kompetensi literasi sebagai bentuk dari formasi sosial. Dalam penelitian resepsinya, Morley berusaha menghubungkan tipologi decoding teks media dengan latar belakang sosio-ekonomi dan kultural penonton. Dia mengungkapkan bahwa terdapat efek dalam keberagaman kondisi sosial, seperti kelas, gender, ras, dan usia. Anggota dari substruktur sosial tertentu memiliki panduan dalam membaca dan memaknai suatu pesan. Pemaknaan audiens terhadap teks akan dipengaruhi oleh ide kultural komunal sesuai dengan substrukturnya.
11
Dalam tulisan yang dimuat dalam Cultural Transformation, The Politics of Resistence, 1983 (dalam Morris dan Tornham 1999:474, 475), Morley mengemukakan tiga posisi hipotesis di dalam makna pembaca teks (program acara). Kajian resepsi Morley ini didasari oleh pemikiran Stuart Hall (Profesor Sosiologi di Open University). Penjabaran dari resepsi ini yaitu : a.
Dominant (hegemonic) reading
b.
Negotiated reading
c.
Oppositional (counter hegemonic) reading Analisis resepsi yang paling sering digunakan adalah model
encoding/decoding oleh Stuart Hall (1980). Model encoding/decoding tersebut sangat berpengaruh dalam mengkaji hubungan antara teks dan audiens. Croteau dan Hoynes menyebutkan, “the encoding/decoding focuses on the relationship between the media message, as it is constructed or “encoded” by media producer, and the ways that message is interpreted or “decoded by audiences” (Croteau, Hoynes, 2003). Model decoding dan encoding ini menolak efek dan kekuatan teks atau pesan. Penelitian resepsi akan menunjukkan bahwa pesan dapat dibaca atau di-decode secara berbeda oleh berbagai kelompok karena perbedaan sosial dan kultural. Proses encoding berlangsung selama proses produksi teks/pesan media berlangsung. Encoding merupakan proses penstrukturan makna oleh produser media yang berusaha untuk mengartikulasi kode‐kode yang merepresentasi sistem tanda seperti yang diinginkan produser. Sedangkan proses decoding merupakan proses pemaknaan yang dilakukan oleh audiens (receiver) sesuai dengan konteks sosial dan kulturalnya ketika mengkonsumsi atau meresepsi teks media. Encoding dilakukan oleh produsen pesan, sedangkan decoding dilakukan oleh penerima pesan yang disampaikan melalui media massa.
12
Tidak menutup kemungkinan antara produsen dan audiens memiliki latar belakang dan pengalaman yang berbeda, sehingga dimungkinkan terjadinya perbedaan antara keduanya dalam memaknai pesan dari sebuah program siaran. Audiens aktif akan memaknai pesan sesuai dengan pemikirannya sendiri, dipengaruhi oleh latar belakang dan pengalaman yang dimilikinya. Gambar. 1 Model Encoding/Decoding, Stuart Hall
Dari model encoding/decoding yang telah dijelaskan di atas, dapat dilihat bahwa encoding dan decoding sama-sama merupakan proses pemaknaan. Proses pemaknaan pesan ini dipengaruhi oleh tiga unsur, yaitu frameworks of knowledge, relations of production, dan technical infrastructure yang dimungkinkan adanya perbedaan antara encoding dan decoding. “Meaning structure 1” dan “meaning structure 2” bisa jadi tidak sama jika kode-kode yang mempengaruhinya berbeda. Dalam penelitian ini, pemaknaan atau decoding yang dilakukan oleh audiens dapat dilihat dari grup acuan yang ada di sekitar audiens, produksi teks sejenis yang dilakukan oleh audiens, serta pola konsumsi audiens terhadap teks. Ketiga hal ini akan mempengaruhi pembentukan makna teks yang dilakukan oleh audiens.
13
Tiga kategorisasi audiens dalam teori encoding/decoding Stuart Hall yaitu : 1.
Dominant (hegemonic) reading: pembaca sejalan dengan kodekode teks (yang di dalamnya terkandung nilai-nilai, sikap, keyakinan dan asumsi) dan secara penuh menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh pembuat teks/pesan.
2.
Negotiated reading: pembaca dalam batas-batas tertentu sejalan dengan kode-kode teks dan pada dasarnya menerima makna yang disodorkan oleh si pembuat teks namun memodifikasikannya sedemikian rupa sehingga mencerminkan posisi dan minat-minat pribadinya.
3.
Oppositional (counter hegemonic) reading: pembaca tidak sejalan dengan kode-kode teks dan menolak makna atau pembacaan yang disodorkan, kemudian menentukan frame alternatif sendiri dalam menginterpretasikan teks/pesan. Tiga tipe audiens dalam melakukan proses decoding atau resepsi
ini dapat menjadi tolak ukur dalam melihat tipe audiens dalam penelitian resepsi (reception analysis). Analisis resepsi merupakan salah satu penelitian tentang audiens yang berpijak pada tradisi kultural dan berusaha untuk mengkombinasi antara teori ilmu sosial dan humaniora. Penelitian resepsi tersebut berfokus pada peran audiens dalam memaknai pesan. Audiens bukanlah individu yang pasif dalam menerima pesan. Sebaliknya audiens memiliki kemampuan untuk menahan dan mematahkan makna-makna dominan, atau hegemoni yang ditawarkan
oleh
media
massa.
Kemampuan
audiens
tersebut
dipengaruhi oleh kondisi sosial dan kultural audiens.
14
G. Kerangka Konsep Penelitian ini ingin melihat bagaimana kelompok tani meresepsi pesan media massa melalui siaran dialog interaktif di radio Persada FM dan Mayangkara FM, bersama BP4K Kabupaten Blitar. Dimana audiens menerima pesan yang kemudian memberikan makna terhadap pesan yang diterima melalui media yang mereka konsumsi. Pemaknaan audiens terhadap pesan di media dilihat dari pemikiran Stuart Hall terdapat tiga posisi pemaknaan yaitu: 1.
Dominant (hegemonic) reading Disini audiens terletak pada posisi dimana dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat program.
2.
Negotiated reading Dalam negotiated audiens memiliki pemaknaan yang sama dengan apa yang ingin disampaikan oleh pembuat program, dan kemudian audiens menyesuaikan diri dengan pemahamannya masing-masing.
3.
Oppositional (counter hegemonic) reading Dalam posisi ketiga ini, audiens memiliki pemaknaan yang berbeda dengan apa yang ingin disampaikan oleh pembuat program. Konsep penting dalam penelitian resepsi yakni dimana teks media
bukan makna yang melekat pada teks media tersebut, melainkan makna diciptakan dalam interaksi antara audiens dan teks/pesan yang disampaikan melalui media massa. Dinamika yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah hubungan audiens dengan pesan dari program siaran yang disimak. Audiens memiliki nilai-nilai yang dianutnya, kemudian masuk pesan dengan nilai-nilai yang telah diatur oleh produsen program siaran. Penelitian ini akan melihat dan menganalisa praktek konsumsi audiens terhadap pesan media yang mereka terima. Untuk melihat dinamika ini, maka digunakan analisis resepsi. Analisis resepsi adalah metode analisis yang digunakan untuk melihat pemaknaan anggota kelompok tani terhadap suatu
15
pesan siaran yang dikonsumsi, yakni program dialog interaktif. Dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori resepsi Stuart Hall tentang encoding/decoding, karena dirasa sesuai dengan pertanyaan penelitian. Stuart Hall mengatakan bahwa proses pemaknaan audiens terhadap encoding/decoding teks media dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: 1.
Frameworks of knowledge Dalam kerangka pengetahuan ini peneliti menambahkan beberapa faktor yang mempengaruhi audiens yaitu latar belakang pendidikan, dan tingkat ekonomi. Sedangkan untuk program siaran dialog interaktif dipengaruhi oleh pengetahuan penyiar dan cara dalam membawakan program.
2.
Relations of production Relasi produksi dari audiens akan dilihat dari usia dan motivasi dalam mengakses program siaran dialog interaktif. Sedangkan untuk program siaran dialog interaktif dipengaruhi oleh tujuan dibuatnya program dan pembiayaan program.
3.
Technical infrastructure Untuk faktor yang mempengaruhi infrastruktur teknis disini akan dilihat dari lokasi tempat tinggal dan bagaimana penerimaan radionya. Sedangkan untuk program siaran dialog interaktif dipengaruhi oleh kemasan program dan tema yang dibawakan.
16
Gambar 2 Encoding/Decoding Program Siaran Dialog Interaktif Pertanian
Proses pengkodean pada sebuah pesan tidak akan tercapai jika tidak ada kerangka pengetahuan (frameworks of knowledge), relasi produksi (relations of production), dan infrastruktur teknis (technical infrastructure). Menurut Hall, dalam encoding dan decoding akan terjadi ketidaksimetrian antara sumber dan penerima, dimana disebut sebagai kesalahpahaman, tepatnya muncul dari kurangnya ekuivalensi (kesamaan) antara kedua pihak dalam pertukaran komunikasi. Penelitian ini akan melihat proses pemaknaan audiens (anggota kelompok tani) dari masing-masing kategori bidang pertanian, yang kemudian akan dibandingkan sesuai tiga kategori diatas.
17
Gambar. 3 Kerangka Berfikir
Dari analisis resepsi ini akan dilihat, dimana posisi audiens diantara posisi oppositional, negotiated dan dominant, serta dari faktor frameworks of knowledge, relations of production, dan technical infrastructure, mana yang merupakan unsur yang mempengaruhi perbedaan dari resepsi audiens tersebut. H. Metodologi Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, kepercayaan orang yang akan diteliti dan kesemuanya tidak dapat di ukur dengan angka.
18
Penelitian dengan metode kualitatif deskriptif merupakan pilihan yang cocok untuk mengkaji permasalahan yang ada. Fokus penelitian ini adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna ungkapan yang diperoleh dari proses penelitian. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan (Moleong, 2002:3). Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat (Djajasudarma, 2006:11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Dalam penelitian ini merangkum sejumlah data besar yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Data yang dimaksud adalah hasil wawancara mendalam (In depth interview). Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan alat-alat yang mewakili jumlah, intensitas atau frekuensi. Peneliti menggunakan
dirinya sendiri sebagai perangkat penelitian,
mengupayakan kedekatan dan keakraban antara dirinya dengan obyek atau subyek penelitiannya. Dalam penelitian ini jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian. 1.
Penentuan Informan Teknik yang digunakan dalam menentukan informan disini adalah teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah penentuan sampel berdasarkan tujuan tertentu dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi (Arikunto, 2010:183). Dalam bahasa sederhana purposive sampling dapat dikatakan secara sengaja mengambil sampel
19
tertentu, dalam penlitian ini adalah audiens yang tergabung dalam kelompok tani dengan persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, dan kriteria) yang ditentukan oleh peneliti. Informan dalam penelitian ini diperoleh dari 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Blitar, kemudian digolongkan menjadi dua kategori sesuai dengan wilayah pertaniannya yaitu, Blitar selatan dan wilayah pertanian Blitar utara. Selain itu informan harus merupakan anggota kelompok tani yang ada di Kecamatan Binangun, Kecamatan Wates dan Kecamatan Panggungrejo sebagai sampel wilayah Blitar selatan, serta Kecamatan Wlingi, Kecamatan Kesamben dan Kecamatan Talun sebagai wilayah pertanian Blitar utara. Para anggota kelompok tani yang telah dipilih sebagai informan, juga harus sebagai pendengar program siaran dialog interaktif yang disiarkan oleh Radio Persada FM dan Radio Mayangkara FM. 2.
Jenis dan Sumber Data Dalam setiap penelitian, selain menggunakan metode yang tepat juga diperlukan kemampuan memilih metode pengumpulan data yang relevan. Data merupakan faktor penting dalam penelitian. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. a.
Data Primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dengan penelitian melalui wawancara mendalam, pengamatan langsung serta peneliti terlibat di dalamnya.
b. Data Sekunder Sumber sekunder adalah sumber data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari, dan memahami melalui media lain yang bersumber dari literatur. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari berbagai literatur yang berhubungan dengan objek penelitian.
20
3.
Teknik Pengumpulan Data Untuk menunjang keberhasilan penelitian ini, terdapat dua teknik pengumpulan data yang dilakukan, yaitu: a.
Wawancara Mendalam (In Depth Interview) Wawancara adalah komunikasi yang memiliki maksud tertentu.
Pewawancara
selalu
menjadi
bagian
dari
proses
wawancara sekaligus menjadi pengamat dalam jalannya proses wawancara, sehingga wawancara berhubungan dengan observasi partisipan (Peter, Hughes, 2005). Peneliti dapat menemukan ide, pikiran, opini, sikap, dan motivasi informan melalui wawancara. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview) karena sifatnya yang fleksibel dan memiliki validitas data yang lebih akurat. Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Teknik ini memungkinkan peneliti untuk membaca perilaku non-verbal secara lebih detail dan memperoleh kedalaman riset. Dalam metode ini diperlukan iklim wawancara yang kondusif, yaitu dengan membangun keakraban antara peneliti dengan informan. Wawancara akan dilakukan beberapa kali sesuai dengan kebutuhan data untuk penelitian. Wawancara dilakukan secara intensif namun tetap memperhatikan kenyamanan informan dalam memberikan informasi. Sifat wawancara akan dibuat sedemikian rupa hingga terkesan santai seperti mengobrol. Dengan demikian informan akan bersedia memberikan jawaban secara lengkap, mendalam, dan tidak ada yang disembunyikan. Pertanyaan dalam wawancara melingkupi pertanyaan mengenai opini informan terhadap program dialog interaktif, riwayat mendengarkan siaran dialog
interaktif,
latar
belakang
informan
yang
dapat
21
mempengaruhi proses resepsi informan terhadap pesan program siaran, serta pengaruh menyimak dialog interaktif dalam kehidupan informan. b. Metode Dokumentasi Peneliti
menggunakan
metode
dokumentasi
yaitu
pengumpulan data dengan cara mencari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian. Dokumen dalam penelitian ini dapat berupa gambar, daftar anggota, daftar koleksi, dan dokumen lainnya yang dapat membantu mempercepat proses penelitian. 4. Teknik Pengolahan Data Dalam penelitian ini, data yang telah terkumpul akan diolah dan pengolahan data dilakukan dengan triangulasi, reduksi, penyajian data, penarikan kesimpulan. a.
Reduksi Reduksi yaitu merangkum, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal penting. Dengan begitu, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas.
b.
Penyajian Data Setelah
data
direduksi,
langkah
selanjutnya
adalah
menyajikan data. Data disajikan dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Data disajikan dengan mengelompokkan sesuai dengan sub bab masing-masing. c.
Penarikan Kesimpulan Setelah data di sajikan, langkah selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan. Setelah menjabarkan berbagai data yang telah diperoleh, peneliti membuat kesimpulan yang merupakan hasil dari suatu penelitian.
22