BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah kunci pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, sebab dengan pendidikan, manusia mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sikap untuk mewujudkan potensi dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam rangka mengembangkan potensi diri dengan kompetensi yang beragam, seseorang harus melalui proses pendidikan yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran dengan berlandaskan pada tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional Indonesia sesuai yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi yang beriman, berakhlak mulia, bertaqwa, sehat, berilmu, cakap, aktif, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2005:5-6). Sekolah Dasar (SD) merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Pendidikan SD sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (Suharjo, 2006: 1-2). Karsidi (2007:12-13) mengemukakan bahwa pendidikan di Sekolah Dasar (SD)
diimplementasikan dalam
8
mata
pelajaran,
muatan
lokal,
dan
pengembangan diri. Delapan mata pelajaran tersebut yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), serta Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK). Dari beberapa mata pelajaran tersebut, berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap siswa kelas V SD Negeri 3 Selang yang dilakukan pada tanggal 12 November 2015, dari 23 siswa, 18 siswa atau sekitar 78% memilih mata pelajaran Matematika sebagai mata pelajaran yang dianggap paling sulit. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya hasil belajar Matematika jika dibandingkan 1
2 dengan mata pelajaran lain. Berdasarkan hasil Ulangan Tengah Semester (UTS), rata-rata kelas nilai PKn, bahasa Indonesia, IPA, dan IPS masing-masing yaitu 73, 72, 66, dan 81. Sedangkan Matematika menduduki posisi terendah yaitu 53 dengan ketuntasan 9% atau dari 23 siswa yang terdiri dari 8 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan, diperoleh data sebanyak 21 siswa yang nilainya masih di bawah 68 sehingga belum mencapai KKM. Rincian daftar nilai UTS mata pelajaran Matematika dapat dilihat pada lampiran 1 halaman 166. Menurut Piaget, karakteristik siswa kelas V SD (berkisar antara 9-11 tahun), termasuk dalam tahap operasional konkret yang memiliki karakteristik: amat realistik, minat terhadap kehidupan praktis yang konkret, berusaha menyelesaikan tugasnya sendiri, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, suka berkelompok, dan mempelajari pandangan orang lain (Samatowa, 2006: 8). Menurut Suharjo (2006: 37), pada tahap operasional konkret ini, anak sudah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak. Berdasarkan karakteristik yang dipaparkan tersebut, wajar jika Matematika merupakan mata pelajaran yang relatif sulit dipahami oleh siswa sekolah dasar pada umumnya, karena sifatnya yang abstrak. Oleh karena itu, kepiawaian guru mengemas pembelajaran Matematika sangat diperlukan untuk menyampaikan materi-materi yang abstrak tersebut ke dalam pemikiran siswa yang cenderung bersifat konkret. Penggunaan perpaduan model dan media yang tepat pada proses pembelajaran diharapkan mampu membuat siswa lebih antusias sehingga pembelajaran lebih optimal dan bermakna sesuai pembelajaran yang baik berdasarkan KTSP yaitu berpusat pada siswa, menuntut siswa aktif menjawab maupun menanya dalam pembelajaran, memberikan pengalaman langsung pada siswa, mendayagunakan seluruh kemampuan siswa, dan pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa dengan harapan siswa akan lebih memahami materi yang dipelajari. Berdasarkan observasi di kelas V SD Negeri 3 Selang, untuk menunjang proses pembelajaran, guru telah menggunakan beberapa media pembelajaran. Hanya saja media tersebut belum bervariasi dan belum mampu menarik perhatian siswa secara menyeluruh. Media yang digunakan guru cenderung bersifat abstrak
3 misalnya gambar, baik gambar cetak maupun gambar pada papan tulis. Penggunaan media sudah dipadukan dengan beberapa metode pembelajaran seperti ceramah, tanya jawab, penugasan, dan diskusi kelompok. Namun guru belum menerapkan model pembelajaran inovatif. Saat pembelajaran, anak merasa bosan, kurang antusias, sebagian besar siswa aktif berbicara dan berdiskusi tentang hal-hal yang tidak berkaitan dengan materi pelajaran, bahkan seringkali tidak mengacuhkan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Berdasarkan kesenjangan kondisi pembelajaran yang ideal dengan kondisi nyata di kelas V SD Negeri 3 Selang, maka perlu dilakukan suatu perbaikan pembelajaran. Salah satu solusi masalah di atas yaitu penerapan model pembelajaran yang dapat mendayagunakan siswa untuk aktif mengikuti pembelajaran. Peneliti beranggapan bahwa model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) merupakan model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan di SD Negeri 3 Selang, mengingat karakteristik siswanya yang aktif namun
bukan
untuk
mengikuti
pelajaran.
Dengan
penggunaan
model
pembelajaran AIR, siswa lebih aktif berbicara dan berdiskusi dengan lebih terarah. Selain itu, dalam model pembelajaran AIR terdapat unsur Auditory dan Intellectually sehingga siswa tidak hanya berani menyampaikan pendapat, tetapi juga belajar berpikir untuk memecahkan suatu masalah yang diberikan guru. Sedangkan unsur Repetition atau pengulangan, dapat menambah pemahaman peserta didik terhadap materi. Hal ini didukung oleh teori Thorndike (Wahyudi, 2013: 2), yang mengungkapkan bahwa semakin sering suatu konsep Matematika diulangi, maka semakin dikuasai juga konsep Matematika itu. Peningkatan pembelajaran selain dengan menerapkan model pembelajaran yang sesuai, untuk menarik perhatian dan antusias siswa dalam belajar juga perlu dikombinasikan dengan media pembelajaran yang menarik. Pemilihan media harus mempertimbangkan karakteristik peserta didik. Berdasarkan karakteristik siswa kelas V SD yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa media konkret merupakan media yang sesuai untuk siswa SD karena media konkret sesuai dengan tingkat pemikiran siswa SD yang cenderung bersifat konkret. Menurut Wijoyo (Subarkah, 2013: 46), media konkret memiliki keunggulan yaitu dianggap
4 sebagai medium yang paling mudah diakses dan lebih menarik perhatian, mampu merangsang imajinasi, memberikan pengalaman belajar langsung misalnya dengan mengamati dan menyentuh bagian-bagiannya, dan pengalaman tentang keindahan. Adapun media yang digunakan dalam penelitian ini yaitu media konkret model dan kerangka bangun datar persegi panjang, persegi, segitiga, trapesium, jajar genjang, belah ketupat, layang-layang, dan lingkaran dengan tujuan agar siswa mampu mengetahui dengan jelas konsep bangun datar sehingga dapat meningkatkan pembelajaran Matematika. Berdasarkan uraian di atas, peneliti berkolaborasi dengan guru kelas V SD Negeri 3 Selang melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk meningkatkan pembelajaran Matematika dengan judul “Penerapan Model Auditory Intellectually Repetition dengan Media Konkret dalam Peningkatan Pembelajaran Matematika tentang Bangun Datar pada Siswa Kelas V SD Negeri 3 Selang Tahun Ajaran 2015/2016”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana langkah–langkah penerapan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran Matematika tentang bangun datar pada siswa kelas V SD Negeri 3 Selang tahun ajaran 2015/2016? 2. Apakah penerapan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan media konkret dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang bangun datar pada siswa kelas V SD Negeri 3 Selang tahun ajaran 2015/2016? 3. Apa kendala dan solusi penerapan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran Matematika tentang bangun datar pada siswa kelas V SD Negeri 3 Selang tahun ajaran 2015/2016?
5 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah paparkan, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pembelajaran Matematika kelas V SD Negeri 3 Selang, sedangkan tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk: 1. Mendeskripsikan langkah–langkah penerapan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran Matematika tentang bangun datar pada siswa kelas V SD Negeri 3 Selang tahun ajaran 2015/2016. 2. Meningkatkan pembelajaran Matematika tentang bangun datar penerapan model pembelajaran
melalui
Auditory Intellectually Repetition (AIR)
dengan media konkret pada siswa kelas V SD Negeri 3 Selang tahun ajaran 2015/2016. 3. Mendeskripsikan kendala dan solusi penerapan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran Matematika tentang bangun datar pada siswa kelas V SD Negeri 3 Selang tahun ajaran 2015/2016.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki dua manfaat penelitian yang ingin dicapai yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, khususnya tentang penerapan Model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan media konkret dalam peningkatan pembelajaran Matematika tentang bangun datar pada siswa kelas V SD Negeri 3 Selang tahun ajaran 2015/2016.
6 2. Manfaat Praktis Berikut perincian manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian tentang penerapan model Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan media konkret ini. a. Bagi Peneliti 1) Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam meningkatkan pembelajaran Matematika. 2) Sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut. b. Bagi Siswa Melatih kemampuan berpikir dan keberanian mengemukakan pendapat sesuai dengan pemikiran siswa sehingga dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar Matematika. c. Bagi Guru Menambah pengetahuan guru tentang model pembelajaran inovatif serta mendorong para guru untuk menerapkan dan mengembangkan model pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dengan media konkret di kelas. Selain itu, juga memudahkan guru untuk menarik minat serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran Matematika di kelas. d. Bagi Sekolah Sebagai sumbangan prestasi sekolah karena pembelajaran Matematika meningkat khususnya tentang bangun datar dengan diterapkannya model Auditory Intellectually
Repetition (AIR)
dengan media konkret pada
siswa kelas V SD Negeri 3 Selang tahun ajaran 2015/2016.