BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Produksi bahan bakar alternatif (biofuel) saat ini mendapat perhatian lebih dari beberapa pemerintahan di seluruh dunia. Beberapa pemerintahan telah mengumumkan komitmen penggunaan biofuel sebagai cara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan pada bahan bakar berbasis minyak bumi. Salah satu jenis biofuel yang paling banyak digunakan di seluruh dunia adalah bioetanol. Hal ini dikarenakan bioetanol bersifat renewable, tidak beracun, serta biodegradable. Diperkirakan pada tahun 2030 penggunaan bahan bakar etanol di seluruh dunia mencapai 10-20% dari konsumsi bensin atau kira-kira tujuh kali lipat dari kapasitas produksi etanol pada tahun 2005 (Razmovski dan Vucˇurovic´, 2012). Bioetanol umumnya terbuat dari tanaman mengandung glukosa seperti tebu, sorgum manis dan bit serta tanaman yang mengandung pati seperti jagung, singkong, ubi dan sagu (Bailey, 1996). Salah satu tantangan dalam pembuatan bioetanol adalah menghasilkan etanol dengan kemurnian tinggi (Ngema, 2010). Pengolahan bioetanol menjadi etanol melalui proses fermentasi dan distilasi, umumnya hanya memperoleh etanol dengan kadar 35-40%
(Razmovski &
Vucˇurovic, 2012). Pemurnian etanol dengan kadar tinggi sulit dilakukan karena masih adanya air dalam bioetanol tersebut. Pemisahan etanol dari air sulit dilakukan karena adanya azeotrop dalam campurannya (Ngema, 2010) dimana komposisi fasa cair dan fasa uap sama sehingga sulit dipisahkan dengan distilasi biasa (Kosaric et al., 1993; Seader dan Kurtyka, 1984). Oleh karena itu, diperlukan metode lain untuk memisahkan campuran zat cair yang homogen (etanol dan air), salah satunya yaitu dengan pembentukan atau penambahan zat lain dalam sistem (Smith, 1995). Penambahan zat lain salah satunya dapat dilakukan dengan penambahan zat elektrolit berupa garam padat untuk mengeliminasi sifat azeotrop (Ngema, 2010). Sifat azeotrop
1
2
dapat di representasikan dalam bentuk titik azeotrop. Penambahan zat elektrolit ini merupakan salah satu penerapan dari sifat koligatif larutan. Koligatif larutan adalah sifat fisika dari larutan yang dipengaruhi oleh jumlah partikel yang terlarut. Penambahan suatu zat terlarut (zat aditif) akan menurunkan tekanan uap larutan. Ketika zat terlarut yang ditambahkan menurunkan tekanan uap larutan, maka juga akan mempengaruhi titik didihnya. Panas yang lebih tinggi harus ditambahkan untuk mencapai tekanan uap larutan menjadi sama dengan tekanan uap atmosfer (Atkins, 1996). Fenomena tersebut, bisa menjadi sifat fisis yang menguntungkan dalam pemisahan solut-solven melalui suatu proses distilasi. Zat elektrolit yang biasa digunakan didalam industri penghasil etanol adalah NaOH. NaOH banyak digunakan dalam bidang industri bioetanol karena merupakan larutan elektrolit yang mudah larut dan terionkan dalam pelarut polar. Akan tetapi penambahan NaOH mencemari lingkungan, hal ini dikarenakan ion Na+ dapat menggantikan Ca2+ atau Mg2+ (unsur hara tanah) sehingga menyebabkan rusaknya struktur dan pori-pori tanah, menurunkan siklus atau pergerakan molekul-molekul air dan udara dalam tanah, menurunkan transfer nutrient dalam tanah serta menyebabkan pH tanah menjadi lebih tinggi sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman (Halliwell et al., 2001; Laurenson et al., 2012). Salah satu zat elektrolit yang dapat menggantikan NaOH adalah KOH. Pemilihan KOH sebagai zat elektrolit pengganti NaOH didasarkan pada kemiripan sifat KOH dengan NaOH. NaOH dan KOH memiliki sifat higroskopis (menyerap uap air). NaOH dan KOH juga sama-sama memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Pada suhu 25o, kelarutan NaOH dalam air yaitu 1110 g/L dan kelarutan KOH dalam air yaitu 1100 g/L. NaOH dan KOH juga memiliki sifat mudah terionkan menjadi ion-ionnya (Heaton, 1996). Selain itu, kalium adalah salah satu unsur hara makro utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
Tingginya
konsentrasi K+ dan rendahnya konsentrasi Na+ dalam tanah akan menurunkan tingkat stres tanaman akibat efek terlarutnya ion garam dalam tanah (Zhu, 2003).
3
Oleh karena itu, penggantian NaOH dengan KOH diharapkan akan menghasilkan limbah yang bersifat ramah lingkungan dan dapat bermanfaat untuk lingkungan. Studi distilasi akan dilakukan secara komprehensif meliputi pengaruh penambahan zat elektrolit (NaOH atau KOH) terhadap titik azeotrop kurva kesetimbangan uap-cair campuran biner etanol-air serta kajian energetika setelah penambahan zat elektrolit berupa ∆Hvap, ∆Hmix , ∆Smix dan ∆Gmix.
4
B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Campuran etanol-air merupakan suatu campuran azeotrop yang sulit dipisahkan dengan distilasi sederhana, dimana tekanan dan suhu akan sangat mempengaruhi komponen/susunan campuran azeotrop. Umumnya kondisi azeotrop dapat diatasi dengan penambahan zat lain dalam sistem (Smith, 1995). Kondisi azeotrop dapat pula diatasi dengan penambahan garam padat atau liquid solvent pada proses distilasinya (Zhigang et al., 2005)
atau dengan distilasi
bertingkat (Pinto et al., 2000; Lei et al., 2002; Repke et al., 2007) Keberadaan titik azeotrop pada campuran dapat dilihat melalui kurva kesetimbangan uap-cair (VLE). Pada sistem biner meliputi kurva tekanan total versus komposisi (P-x), kurva temperatur versus komposisi campuran (T-x-y), kurva komposisi campuran dalam cairan versus komposisi dalam uap (x-y) (Atkins, 1996), kurva volatilitas relative komponen versus komposisi dan kurva volatilitas relatif komponen versus temperatur (Lei et al., 2002; Botia et al., 2010). Pada kurva temperatur versus komposisi campuran (T-x-y) dapat ditentukan dengan cara pengukuran titik didih campuran, komposisi cairan dan uap campuran (Diana et al., 2010) atau dengan pengukuran titik didih (bubble point temperature/Tk) dan titik embun campuran (dew point temperature/Th) (Hadler et al., 2010). Kurva kesetimbangan uap-cair distilasi serta titik azeotrop campuran etanol-air dipengaruhi oleh komposisi campuran. Titik azeotrop sistem etanol-air pada kurva (x-y) dan (T-x) terbentuk pada komposisi 0,89 fraksi mol etanol atau 95 % berat etanol pada rentang 0-1 fraksi mol pada tekanan atmosfer (Ohe, 1991; Atkins, 1996; Huang et al., 2008). Selain komposisi campuran, kurva kesetimbangan uap-cair distilasi serta titik azeotrop campuran etanol-air juga dipengaruhi oleh kandungan garam di dalam campuran tersebut. NaOH dan KOH memiliki derajat disosiasi yang berbeda sehingga memiliki kelarutan yang berbeda pula dalam etanol maupun
5
dalam air. Menurut Duan et al. (2002) zat aditif yang ditambahkan dalam suatu campuran biner adalah 0,1 mol dalam massa total etanol-air 100 g. Parameter yang biasanya dipergunakan dalam suatu sistem distilasi untuk studi energetika dan kesetimbangan fasa cair-uap adalah tekanan parsial cairan. Tetapi pengukuran tekanan parsial pada sistem seperti ini membutuhkan manometer dengan sensitifitas tinggi dan limit deteksi yang rendah. Sehingga dalam penelitian ini kajian energetika dilakukan melalui pengukuran parameter perubahan entalpi penguapan campuran (∆Hvap), nilai perubahan entalpi campuran (∆Hmix), energi bebas Gibbs campuran (∆Gmix) dan entropi campuran (∆Smix).
2. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dibuat batasan masalah sebagai berikut : a. Campuran biner etanol-air dipisahkan melalui metode distilasi sederhana dengan penambahan zat elektrolit NaOH atau KOH. b. Titik
azeotrop
pada
campuran
dibuktikan
dengan
melihat
kurva
kesetimbangan uap-cair (VLE) dari komposisi campuran dan temperaturnya (T-x). Adapun temperatur yang diukur adalah
titik didih (bubble point
temperatur/Tk) dan titik embun campuran (dew point temperature/Th). c. Variasi komposisi campuran etanol-air yang digunakan berdasarkan variasi berat etanol (b/b) yaitu 0%; 10%; 20%; 30%; 40%; 50%; 60%; 70%; 80%; 90%; 95% dan 100%. d. Zat elektrolit NaOH atau KOH yang ditambahkan berdasarkan jumlah massanya dan bukan berdasarkan massa terlarutnya. NaOH dan KOH yang ditambahkan adalah 0,1 mol dalam massa total etanol-air 100 g. e. Parameter yang dipergunakan untuk studi energetika dilakukan melalui pengukuran parameter nilai perubahan entalpi penguapan campuran (∆Hvap), perubahan entalpi pencampuran (∆Hmix), perubahan energi bebas Gibbs campuran (∆Gmix) dan perubahan entropi pencampuran (∆Smix).
6
3. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : a. Bagaimana pengaruh penambahan zat elektrolit (KOH atau NaOH) terhadap titik azeotrop kurva kesetimbangan uap-cair campuran biner etanol-air ? b. Bagaimana pengaruh penambahan zat elektrolit (KOH dan NaOH) terhadap energetika (∆Hvap, ∆Hmix , ∆Smix dan ∆Gmix) ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : a. Mengetahui pengaruh penambahan zat elektrolit (KOH atau NaOH) terhadap titik azeotrop kurva kesetimbangan uap-cair campuran biner etanol-air. b. Mengetahui pengaruh penambahan zat elektrolit (KOH atau NaOH) terhadap energetika (∆Hvap, ∆Hmix , ∆Smix dan ∆Gmix).
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang alternatif pengganti garam aditif pada distilasi campuran etanol-air. Rekomendasi didasarkan pada kajian saintifik kajian ilmu kimia fisika, sehingga diharapkan bermanfaat untuk perkembangan ilmu dan teknis pemisahan campuran cair-cair.