BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia telah menerapkan reformasi pelayanan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 dengan Badan Pelaksana Jaminan Sosial yang kemudian dikenal dengan nama BPJS sebagai badan hukum pelaksana yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Program JKN dilaksanakan sebagai amanat undangundang dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada seluruh rakyat indonesia. Amandemen Undang-undang dasar 1945 tahun 2000 telah mengamanatkan dalam pasal 28H yang menyatakan “.... setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan”, dan amandemen UUD 1945 34 ayat 2 yang menyatakan “Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat ....” serta ayat 3 “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan ...”. Terbitnya UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, negara diamanatkan menempatkan kesehatan sebagai bagian utama pembangunan yang harus tersedia secara adil dan merata bagi seluruh rakyat (Kemenkes RI, 2013). Pembangunan kesehatan melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional, yang dilaksanakan dengan pengembangan pembiayaan pemeliharaan kesehatan melalui sistem prabayar atau prospective sebenarnya sudah cukup lama dilaksanakan di Indonesia. Sejak Indonesia memulai memperkenalkan prinsip-prinsip asuransi sejak tahun 1947, mulai saat itu berkembang beberapa aturan tentang pelaksanaaan jaminan kesehatan antara lain Jaminan Kesehatan Pekerja pada tahun 1960 melalui Undang-Undang Pokok Kesehatan. Kemudian pada tahun 1967, Menteri Tenaga Kerja memperkenalkan konsep mirip Health Maintenance Organization (HMO), dan pada tahun 1984 didirikan perusahaan umum Husada Bakti (PHB) atau belakangan dikenal dengan nama PT Askes yang kemudian akhirnya sekarang berubah menjadi BPJS Kesehatan (Thabrany et al., 2008).
1
2
Tahun 1982 konsep Dana Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM) kepada masyarakat yang kurang mampu dibuat menjadi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Dalam perkembangannya, sejak tahun 2000 dengan adanya perubahan UUD 1945, maka pada tahun 2004 lahirlah UU SJSN yang secara implisit mengarahkan bahwa pembiayaan kesehatan di Indonesia dikembangkan kearah sistem asuransi kesehatan sosial. Pada tahun 2008 pemerintah meluncurkan program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang dikelola oleh Departemen Kesehatan dengan model sistem pembayaran prospektif, yakni INA DRG atau Indonesian Diagnosis Related Group dan pada akhir tahun 2010 dirubah menjadi INA-CBGs atau Indonesian Case Base Groups (Thabrany, 2013). Undang-undang BPJS No 24 tahun 2011 secara resmi menunjuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai badan hukum yang dibentuk untuk melaksanakan jaminan sosial. BPJS sendiri terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan mempunyai sistem model pembayaran prospektif baik pada PPK tingkat I (satu) dengan sistem Kapitasi dan PPK tingkat II (dua) dengan model pembayaran prospektif INA-CBGs. Secara sederhana model pembayaran INA-CBGs adalah model tarif paket sebagai proses kendali biaya dan juga mutu suatu pelayanan yang dilihat dari sisi supply atau provider. Namun prinsip pengendalian biaya dan mutu yang hanya memakai prinsip efisiensi (tidak mau rugi) terkadang membuat hal-hal yang disengaja ataupun tidak mengandung indikasi kecurangan yang dilakukan rumah sakit. Dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan, salah satu yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan adalah upaya efisiensi dari insentif pelayanan yang menyebabkan rumah sakit dalam hal ini adalah direktur dan jajarannya maupun dokter pelaksana mengurangi pelayanan yang diberikan (Sulastomo, 2002). Aktifitas kendali biaya dan mutu dalam jaminan kesehatan salah satu cirinya adalah utilization review (UR) atau telaah pemanfaatan (Mukti, 2007). Melalui telaah pemanfaatan dimungkinkan mengontrol pelayanan kesehatan yang diberikan dapat benar-benar sesuai kebutuhan, dapat mengurangi komponen pelayanan yang tidak rasional serta yang tidak sesuai dengan kondisi medis yang
3
mana hakekat dari utilisasi itu sendiri adalah melakukan penekanan biaya dengan disertai peningkatan mutu (Ilyas, 2003). Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No.71 Tahun 2013 mengamanatkan bahwa setiap fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan dan BPJS sebagai pelaksana pembayaran, diwajibkan melakukan proses telaah pemanfaatan sebagai salah satu aktifitas penyelenggaraan kendali mutu dan biaya. Dari pihak fasilitas kesehatan, proses kendali mutu dan biaya dilakukan melalui pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi, melaksanakan utilization review dan audit medis, pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan dan atau pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan.
Penyelenggaraan kendali mutu dan kendali biaya oleh BPJS
Kesehatan dilakukan dengan membentuk tim kendali mutu dan kendali biaya yang terdiri dari unsur organisasi profesi, akademisi, dan pakar klinis yang dapat melakukan sosialisasi kewenangan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi, utilization review dan audit medis, dan atau pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga kesehatan (Kemenkes RI, 2013b). Telaah pemanfaatan juga merupakan komponen jaminan kualitas untuk menilai kelayakan dan kebutuhan medis, perawatan medis yang disediakan, serta lokasi yang perawatan dan lama hari rawatnya (Restuccia, 1995). Tujuan dari telaah pemanfaatan adalah untuk mengendalikan biaya perawatan medis dengan mencegah pasien menerima perawatan dianggap tidak perlu. Pengendalian biaya perawatan medis sebenarnya kekuatan pendorong utama di telaah pemanfaatan. Telaah pemanfaatan sendiri dapat digunakan secara prospektif, secara concurrent (bersamaan), atau retrospektif untuk meninjau dan menyetujui (atau menolak) perawatan pasien mahal.
Melalui telaah pemanfaatan sebuah asuradur dapat
memiliki kekuatan untuk membatasi atau menolak pembayaran kepada provider dan hal ini akan memiliki dampak signifikan terhadap pelaksanan ketepatan admisi, mutu pelayanan rumah sakit dan perawatan medis.
4
RSUD Ratu Zalecha Martapura berada di wilayah Kabupaten Banjar, secara geografi wilayah Kabupaten Banjar terletak antara 2º 49’ 55” sampai 3º 43’ 38” lintang selatan dan 114º 30’ 20” sampai 115º 35’ 37” bujur timur. RSUD Ratu Zalecha Martapura berdiri diatas lahan seluas ±5,47 hektar dengan luas bangunan rumah sakit mencapai ±2,47 hektar.
RSUD Ratu Zalecha Martapura adalah
Rumah Sakit Umum dari kelas B dimulai pada tahun 2013 sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.03/I/1470/2013 tanggal 21 Agustus 2013. RSUD Ratu Zalecha Martapura juga dan ditetapkan sebagai pusat rujukan regional berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 054 Tahun 2013 yang meliputi kota Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Tanah Laut (RSUD Ratu Zalecha Martapura, 2013). Jumlah tempat tidur pada instalasi rawat inap RSUD Ratu Zalecha Martapura berdasarkan klasifikasi tingkat kelas dan jenis perawatan adalah 230 tempat tisur dengan rincian antara lain kelas VVIP 2 tempat tidur, kelas VIP sebanyak 28 tempat tidur, kelas I sebanyak 45 tempat tidur, kelas II sebanyak 74 tempat tidur, kelas III sebanyak 76 tempat tidur dan 15 tempat tidur (inkubator bayi). Pencapaian kinerja RSUD Ratu Zalecha mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan indikator pelayanan untuk tahun 2013 angka BOR, LOS dan BTO masih berada diwilayah nilai standar yaitu : BOR 60,01%, LOS 3,5 hari, BTO 63 kali. Dalam melaksanakan fungsi sosial sebagai pemberi pelayanan kesehatan, RSUD Ratu Zalecha Martapura memberikan pelayanan kepada masyarakat secara luas baik yang menggunakan biaya sendiri (out of pocket), asuransi komersial, asuransi kesehatan pemerintah, maupun asuransi sosial/jamkesmas (RSUD Ratu Zalecha Martapura, 2013). Berdasarkan data Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2013, jenis pelayanan yang dilaksanakan di RSUD Ratu Zalecha Martapura, terdiri dari : 1) Pelayanan medik dasar yang terdiri dari pelayanan medik dokter umum dan medik dokter gigi ; 2) Pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan medik spesialis penyakit dalam, kebidanan dan kandungan, bedah, dan kesehatan anak ; 3) Pelayanan medik spesialis penunjang yang terdiri dari pelayanan spesialis paru dan pernafasan, patologi klinik, mata, radiologi, anestesi dan orthopedi, ; 4)
5
Pelayanan penunjang
medik yang terdiri dari pelayanan laboratorium dan
radiologi ; 5) Pelayanan instalasi gawat darurat ; 6) Pelayanan instalasi rawat intensif (ICU/ICCU) ; 7) Pelayanan instalasi Bedah Sentral (OK) ; 7) pelayanan keperawatan dan kebidanan (IRNA dan IRJA); 8) Pelayanan penunjang klinik yang terdiri dari instalasi gizi, instalasi farmasi, instalasi rekam medis dan instalasi rehabilitasi medik ; 9) Pelayanan penunjang non klinik, terdiri dari laundry, instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit (IPS RS), gudang, transportasi/ambulance, instalasi pemulasaran jenazah dan pengelolaan limbah (RSUD Ratu Zalecha Martapura, 2013b). Program JKN yang dimulai pada awal tahun 2014 mempunyai implikasi pada pos penerimaan dari klaim BPJS yang diperkirakan akan semakin bertambah seiring bertambahnya peserta BPJS. Kebijakan yang mewajibkan pengelolaan keuangan rumah sakit harus dalam bentuk Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah atau PPK BLUD yang menyebabkan semakin sedikit alokasi dana Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini akan menyebabkan rumah sakit harus berfikir dan menghitung secara cermat alur keuangannya. Sistem asuransi yang dalam hal ini BPJS, menuntut rumah sakit turut menanggung resiko finansial baik dalam hal biaya maupun jumlah pelayanan tertentu yang diberikan kepada peserta (Ilyas, 2003). Manajemen puncak di rumah sakit Ratu Zalecha yakni direktur, wakil direktur pelayanan dan wakil direktur umum dan keuangan berfungsi sebagai penentu kebijakan. Pada sebuah wawancara pendahuluan yang tidak terstruktur menyatakan bahwa selama ini rumah sakit hanya berpatokan kepada laporan secara umum baik keuangan maupun kinerja pelayanan dalam bentuk angka bed occupancy rate (BOR), bed turn over (BTO) dan average lenght of stay (ALOS) sebagai bahan rujukan mereka dalam menentukan kebijakan rumah sakit. Efektifitas dan efisiensi pelayanan dilaksanakan dengan berbagai kebijakan yang diberikan berdasarkan laporan keuangan, Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta laporan tahunan. Telaah pemanfaatan baik pasien secara umum maupun khusus pada pasien BPJS belum pernah dilakukan. Menurut mereka sebuah telaah pemanfaatan seharusnya menjadi kegiatan rutin oleh rumah sakit, sebagai bahan
6
dasar yang lebih lengkap dan mendalam berkait kegiatan utilisasi pelayanan kesehatan. Kemudian dibawah ini terdapat data-data rumah sakit : Tabel 1. Sepuluh Besar Diagnosis Rawat Inap BPJS tahun 2014 di RSUD Ratu Zalecha Martapura No 1
Kode ICD-10 I10
2 3 4 5 6 7 8 9 10
Deskripsi
Jumlah Menurut Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 191 191
Essential (primary) hypertension Noninfective gastroenteritis and K.52.9 166 131 colitis, unspecified A01.0 Typhoid fever 147 148 D64.9 Anaemia, unspecified 142 148 K30 Dyspepsia 96 162 Tb lung without mention of bact or A16.2 136 92 histological R50.9 Fever, unspesified 120 107 J18.0 Bronchopeneumonia, unspecified 132 94 D64.9 Congestive heart failure 104 103 E86 Volume depletion 115 83 Total 1349 1259 Sumber : Pusat Data Elektronik RSUD Ratu Zalecha Martapura tahun 2015
Total 382 297 295 290 258 228 227 226 207 198 2608
Kemudian gambar grafik kunjungan pasien BPJS tahun 2014 ;
Sumber : Pusat Data Elektronik RSUD Ratu Zalecha Martapura tahun 2015
Gambar 1. Grafik Total Jumlah Pasien Rawat Inap tahun 2014 di RSUD Ratu Zalecha Martapura
7
Dengan memperhatikan uraian dan sejumlah data di atas, terlihat kecenderungan peningkatan jumlah pasien BPJS pada setiap bulannya selama tahun 2014. Dengan itu dinilai perlu untuk melakukan evaluasi terhadap pelayanan rawat inap bagi peserta BPJS di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Telaah pemanfaatan yang dilaksanakan pada penelitian ini memakai metode retrospective utilization review yang dilaksanakan dengan kegiatan untuk mengkaji, menelaah, memonitor dan mengevaluasi layanan yang dilakukan sebagai bagian dari aktifitas dalam upaya pencapaian mutu yang baik dan efisiensi biaya. Telaah pemanfaatan rumah sakit berfungsi memantau kelayakan perawatan serta pelayanan yang diberikan kepada pasien. Telaah pemanfaatan retrospektif bertujuan mempelajari pelayanan apa yang dilakukan untuk pasien yang dirawat dibandingkan dengan pasien yang datang. Proses telaah pemanfatan menjadi bagian dari manajemen mutu karena prinsipnya sama, yaitu pelacakan trend, mengembangkan tindakan rencana, memberlakukan perubahan, dan mengevaluasi kembali. Telaah pemanfaatan sangat spesifik menentukan apakah sistem perawatan kesehatan telah menyediakan perawatan dan waktu perawatan secara tepat yang meningkatkan mutu dan hasil perawatan kesehatan. Ini termasuk kriteria seperti ketepatan waktu pengobatan, fasilitas yang tepat, efektivitas biaya, keselamatan pasien, dan sebagainya (Frazer, 2009) Telaah pemanfaatan diharapkan akan memberikan gambaran apakah pelayanan selama ini sudah sesuai dengan ketentuan yang disepakati atau ada yang dilanggar (Hendrartini, 2010). Sebagai salah satu aktifitas dalam hal kendali biaya dan kendali mutu, proses telaah pemanfaatan atau UR juga belum pernah dilaksanakan di RSUD Ratu Zalecha Martapura. Evaluasi yang dilaksanakan dengan menggunakan proses telaah pemanfaatan, hasilnya akan dijadikan gambaran terhadap pelaksanaan evaluasi mutu dan efisiensi biaya, pelajaran serta umpan balik pada pelaksanaan pelayanan rawat inap yang dilakukan pada era JKN. Telaah pemanfaatan ini dilaksanakan dengan harapan dapat dijadikan sebagai pelajaran pada penyelenggaraan program JKN di rumah sakit. Penelitian juga ini diharapkan dapat memberikan umpan balik dalam
8
pelaksanaan pelayanan rawat inap bagi peserta JKN di masa mendatang sebagai salah fungsi telaah pemanfaatan yakni menciptakan kualitas dan efektifitas. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : “bagaimana gambaran mutu dan efisiensi biaya dari telaah pemanfaatan pada pelayanan rawat inap di RSUD Ratu Zalecha martapura pada era Jaminan Kesehatan Nasional ?”. C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Penelitian ini bertujuan melakukan penilaian terhadap gambaran mutu dan efisiensi biaya dari telaah pemanfaatan pada pelayanan kesehatan pasien BPJS rawat inap pada era JKN di RSUD Ratu Zalecha Martapura.
2.
Tujuan khusus Penelitian ini secara khusus mempunyai tujuan antara lain : a.
Melakukan penilaian terhadap gambaran mutu dan efisiensi biaya pelayanan dari telaah pemanfaatan pada pelayanan kesehatan rawat inap di RSUD Ratu Zalecha Martapura.
b.
Mengekplorasi persepsi direksi terhadap hasil telaah pemanfaatan pada pelayanan rawat inap di RSUD Ratu Zalecha Martapura. D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi lahan penelitian yakni RSUD Ratu Zalecha a.
Sebagai laporan yang dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi dalam hal telaah pemanfaatan pada pasien BPJS rawat inap pada era pelaksanaan JKN.
b.
Sebagai bahan masukan bagi RSUD Ratu Zalecha Martapura terhadap evaluasi kendali mutu dan biaya.
c.
Sebagai
bahan
pertimbangan
dalam
menentukan kebijakan yang
berhubungan dengan pengendalian mutu dan biaya pelayanan pasien rawat inap.
9
2.
Bagi Peneliti Sebagai bahan pengetahuan bagi peneliti dalam hal proses telaah pemanfaatan. E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, ada beberapa penelitan yang membahas
tentang utilization review atau telaah pemanfaatan. Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan antara lain : Tabel 2. Keaslian Penelitian Peneliti Evi Yuniarti, 2009
Judul Penelitian Evaluasi Pelaksanaan Utilization Review Badan Pengelola Jaminan Kesehatan Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Hasil Tidak ada perbedaan bermakna rerata pemeriksaan penunjang, persentase pemeriksaan penunjang kasus DHF, persentase obat bukan generik, rerata biaya pemeriksaan penunjang, rerata biaya operasi dan rerata total biaya pelayanan pasien DHF dan appendicitis sebelum dan setelah UR. Ada perbedaan bermakna rerata biaya obat di RS Panti rapih pada kasus appendicitis.
Perbedaan - Situasi
-
-
-
Firman, 2011
Utilization Review Kasus Sectio Caesarea Pasca Pelaksanaan Indonesia Case Based Groups di RSUD Bima
UR pada prosedur admission review sesuai standar 100 %, prosedur Concurrent Review 67 %. Secara keseluruhan, kasus SC sesuai guideline 68%. LOS 4,27. Rerata klaim tarif INA-CBGs Rp. 1.243.983 (termasuk obat -obatan). Sedangkan rerata tarif rumah sakit Rp. 1.769.000 (tidak termasuk obatobatan). Rerata obat pasien Jamkesmas Rp. 651.667 per pasien
-
-
spesifik : Penelitian dilaksanakan pada saat JKN belum dilaksanakan, sedangkan penelitian ini pada saat JKN dilaksanakan Metode penelitian : Jenis penelitian deksriptif dengan rancangan evaluasi before dan after, sedangkan penelitian ini berjenis deskriptif dengan rancangan mixed method Variabel penelitian : Pada penelitian yang akan dilakukan, selain variabel utama UR, juga dilakukan penelitian tentang persepsi direksi RS Subjek penelitian : Subjeknya adalah seluruh PPK yang bekerjasama dengan Bapel Jamkesosda DIY, sedangkan penelitian ini subjeknya adalah pasien BPJS yang dirawat di RS Metode penelitian : Jenis penelitian dekskriptif dengan rancangan studi kasus, sedangkan penelitian ini berjenis deskriptif dengan rancangan mixed method. Subjek penelitian : Subjeknya adalah pasien rawat inap Jamkesmas khusus pada kasus sectio caesaria, sedangkan penelitian ini subjeknya adalah pasien BPJS yang dirawat di RS
10
Peneliti Christina Maria Aden, 2012
Nurdin R. Malasan ra, 2009
Judul Penelitian Implementasi Kendali Biaya dan Kendali Mutu pelayanan Kesehatan program jaminan Kesehatan Daerah Kutai Kartanegara di RSUD Parikesit Tenggarong
Evaluasi Utilisasi Askeskin di RS Undata Palu
Hasil Cakupan rawat inap Jamkesda di RSUD Parikesit 0,15% perbulan. Mekanisme rujukan dan verifikasi klaim belum berjalan dengan baik. Cenderung terjadi penyalahgunaan kartu kepesertaan dan pemborosan dalam bentuk peresepan berlebih dan peresepan boros. Tingkat kepuasan pasien 52%. Kendali biaya dan kendali mutu belum berjalan sesuai dengan isi kontrak
Perbedaan - Situasi
-
-
Cakupan utilisasi rawat jalan Askeskin di RSUD Undata 10,67% perbulan dan rata-rata biaya perkunjungan Rp 77.063,-, dengan jumlah kunjungan rawat jalan 18.060 kunjungan. Angka cakupan rawat inap 3,34% perbulan dengan ALOS 6,01 hari, dan biaya rerata perkasusnya Rp1.290.707,-. Rujukan dari PPK I di RSUD Undata ratarata 8% per bulan. Cakupan utilisasi rawat jalan Kota Palu dari 12 puskesmas dan 3 rumah sakit yang menerima Askeskin sebesar 28,10% dan rawat inap sebesar 1,91% per bulan
-
-
spesifik : Penelitian dilaksanakan untuk evaluasi program Jamkesda di RS, sedangkan penelitian ini untuk evaluasi program JKN di RS. Metode penelitian : Penelitian yang berjenis deskriptif dengan rancangan mixed method concurrent embedded, sedangkan penelitian ini berjenis deskriptif yang menggunakan rancangan mixed method sequential explanatory. Variabel penelitian : Ada variabel yang meneliti tentang kontrak kepada PKK, sedangkan penelitian ini tidak. Situasi spesifik : Penelitian dilaksanakan untuk evaluasi program Askeskin di RS baik rawat inap dan rawat jalan, sedangkan penelitian ini untuk evaluasi program JKN di RS untuk pasien rawat jalan . Metode penelitian: Jenis penelitian deskriptif dengan analisis kualitatif, sedangkan penelitian ini berjenis penelitian deskriptif dengan rancangan mixed method sequential explanatory.