1
BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan
wilayah
merupakan
sebuah
langkah
untuk
mengembangkan suatu kawasan secara holistik. Tak hanya dengan memacu pertumbuhan sosial ekonomi, namun juga mengurangi kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Bagaimanapun masing-masing wilayah memiliki kondisi yang berbeda baik kondisi geografis, sosial, ekonomi, maupun kultural. Melalui pengembangan wilayah yang holistik akan dihasilkan kebijakan pengembangan yang sesuai dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah yang bersangkutan (Susantono, 2012). Salah satu misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 adalah terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan ditandai oleh tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Bappenas, 2010). Undang-Undang
Nomor
36
Tahun
2009
tentang
Kesehatan
mengamanatkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. (UU RI Nomor 36 Tahun 2009) Ta Berbagai penyelenggaraan upaya kesehatan telah dilakukan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mendekatkan jangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, di antaranya dengan membangun puskesmas dan puskemas pembantu di seluruh kecamatan di Indonesia. Secara nasional, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan terus meningkat namun aksesibilitas masyarakat terutama penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan masih terbatas. Hasil Survey Riskesdas (2007), rasio puskesmas terhadap penduduk
1
2
adalah 3,6 per 100.000 penduduk. Selain itu, jumlah puskesmas pembantu (Pustu) dan puskesmas keliling (Pusling) terus meningkat. Akses masyarakat dalam mencapai
sarana pelayanan kesehatan dasar cukup baik, yaitu 94 persen
masyarakat dapat mengakses sarana pelayanan kesehatan kurang dari 5 km (Bappenas, 2010). Walaupun akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya sudah cukup bagus, kualitas pelayanannya masih perlu ditingkatkan. Beberapa wilayah masih terdapat penduduk yang mengalami kendala jarak dan waktu mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Kondisi ini diperburuk dengan jaringan jalan dan listrik yang masih belum memadai (Bappenas, 2010). Aksesibilitas masyarakat menuju pusat layanan kesehatan menurut Joseph & Philips (1984) dalam Wang & Luo (2005), dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor keruangan dan faktor non keruangan. Akses spasial menekankan pentingnya faktor penghambat geografis (jarak dan waktu) antara konsumen dan penyedia jasa, sedangkan akses non spasial menekankan hambatan non geografis, seperti kelas sosial, pendapatan, etnis, usia, jenis kelamin, dan lain-lain. Penetapan kebijakan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan hendaknya berdasarkan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna dari fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang baik dengan pendekatan analisis yang rasional, ilmiah dan berdasarkan pada evidence based. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk mengukur aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan yang rasional dalam pelayanan kesehatan masyarakat, disebutkan oleh Kaneko, et al. (2003), dalam penelitiannya memvisualisasikan kebutuhan lokasi kesehatan masyarakat dan mengembangkan kebutuhan masyarakat tersebut menggunakan SIG. Data yang dikumpulkan berupa data sensus, data digital dari peta dasar perencanaan, data digital dari peta topografi, isi register medis, fasilitas kesejahteraan, dan statistik dari perusahaan ke dalam database geografis, distribusi geografis dari visualisasi kebutuhan
3
kesehatan masyarakat dengan mengintegrasikan indikator untuk mencerminkan kebutuhan individu, dan diukur pengelompokan mereka dengan metode tetangga terdekat. Peta tematik dan pengelompokan nilai-nilai menunjukkan pola yang berbeda dari distribusi geografis individu masyarakat. Artinya
untuk
mencocokkan kebutuhan dengan layanan di unit geografis yang lebih kecil, SIG akan mendukung alokasi sumber daya yang tepat, kerjasama lintas sektoral dan transparansi yang lebih besar dalam perencanaan dan pelaksanaan dengan memvisualisasikan lokasi kebutuhan kesehatan masyarakat. Rosero-Bixby (2004), meneliti mengenai akses spasial pelayanan dan pemerataan kesehatan
di Costa Rica,
sebuah studi berbasis SIG untuk
menghubungkan sensus penduduk tahun 2000 (demand) dengan inventarisasi sarana kesehatan (supply). Penelitian ini menilai pemerataan akses pelayanan kesehatan dan dampak dari reformasi sektor kesehatan yang sedang berlangsung di Costa Rica. Penelitian yang dilakukan Rosero-Bixby mengukur akses secara tradisional
berdasarkan jarak ke fasilitas terdekat dan mengusulkan indeks
aksesibilitas yang lebih komprehensif dari hasil agregasi semua fasilitas dengan mempertimbangkan ukuran kedekatan dan karakteristik dari kedua populasi dan fasilitas. Pembobotan faktor indeks ini ditentukan dengan analisis ekonometrik klinik pilihan di sampel rumah tangga nasional. Sebagian penduduk Costa Rica berada kurang dari 1 km dari klinik rawat jalan dan 5 km dari rumah sakit. Dalam hal ekuitas, 12-14% dari populasi terlayani berdasarkan tiga indikator: klinik rawat jalan dalam jarak 4 km, rumah sakit dalam jarak 25 km, dan waktu periksa
dokter
kurang dari 0,2 jam per tahun per orang. Data
menunjukkan perbaikan substansial dalam akses dan ekuitas untuk pelayanan rawat jalan antara tahun 1994 dan 2000. Perbaikan ini terkait dengan reformasi sektor kesehatan yang diimplementasikan sejak tahun 1995. Bagian dari akses penduduk ke pelayanan kesehatan rawat jalan (indikator density) adalah ekuitas menurun dari 30% menjadi 22% di daerah perintis di mana reformasi dimulai pada 1995-1996. Sebaliknya, di daerah dimana reformasi belum terjadi pada tahun
4
2001, proporsi terlayani telah sedikit meningkat dari 7% menjadi 9%. Hasilnya berupa indeks sederhana berdasarkan jarak ke fasilitas terdekat. Akses ke pelayanan rumah sakit tetap stabil setiap waktu. Platform SIG dikembangkan untuk penelitian ini memungkinkan
masyarakat menentukan akses yang
memadai untuk kesehatan, di mana intervensi untuk meningkatkan akses akan memiliki dampak terbesar. Akses ke pelayanan kesehatan merupakan komponen penting dari sistem kesehatan secara keseluruhan dan memiliki dampak langsung pada beban penyakit yang mempengaruhi banyak negara di dunia berkembang. Mengukur aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan memberikan kontribusi untuk pemahaman yang lebih luas dari kinerja sistem kesehatan dalam dan antar negara yang memfasilitasi pengembangan kebijakan kesehatan berbasis bukti (Black et al. 2004). World Health Organization (WHO) mengembangkan suatu alat dalam mengukur aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, yaitu AccessMod 3.0. Alat ini merupakan salah satu ekstensi dari Sistem Informasi Geografis ArcView, yang memungkinkan untuk menghitung cakupan geografis pelayanan kesehatan menggunakan informasi dan distribusi populasi di suatu daerah (Ray & Ebener, 2008a). Puskesmas telah tersebar secara merata pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah, bahkan sebanyak 9 kecamatan (32%) memiliki 2 (dua) unit Puskesmas. Meskipun secara kuantitatif persebaran puskesmas telah merata, ratio puskesmas terhadap penduduk masih belum ideal, yaitu; 1 : 31.623 jiwa. Angka ini melebihi rasio yang disyaratkan secara nasional yaitu 1 : 30.000 penduduk. Terdapat 5 rumah sakit, 1 (satu) milik pemerintah dan 4 (empat) milik swasta. Keberadaan rumah sakit secara geografis berada pada radius kurang lebih 3-10 km dari ibukota kabupaten Gunung Sugih (Dinkes. Kab. Lampung Tengah, 2012). Pembangunan fasilitas kesehatan yang dilaksanakan selama ini belum memperhatikan aspek spasial (keruangan) sehingga aspek kemudahan masyarakat dalam menuju fasilitas kesehatan kurang diperhatikan. Selama ini data yang
5
dipergunakan dalam menyusun perencanaan masih terbatas pada data non keruangan saja, seperti; data populasi penduduk, angka penyakit, kunjungan puskesmas/rumah sakit, mata pencaharian penduduk. Data ini akan lebih baik jika ditampilkan dan didukung dengan data keruangan sehingga informasi yang dihasilkan lebih mudah difahami dan dimengerti oleh para stakeholder di Kabupaten Lampung Tengah. Penulis melakukan penelitian mengenai aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah menggunakan Access Mod 3.0 untuk memperoleh gambaran mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan sebagai salah satu alat decission support sistems (DSS) bagi para pengambil kebijakan berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan agar program pembangunan kesehatan berjalan efektif dan efisien.
B. Perumusan Masalah Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah telah menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan tujuan untuk mendekatkan jangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, di antaranya dengan membangun Puskesmas dan
Puskemas Pembantu di seluruh kecamatan di Kabupaten
Lampung Tengah. Pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia serta jarak, waktu, biaya dan kemudahan bepergian untuk mencapai layanan tersebut. Puskesmas telah tersebar secara merata pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah, bahkan sebanyak 9 kecamatan (32%) memiliki 2 (dua) unit Puskesmas. Meskipun secara kuantitatif persebaran puskesmas telah merata, ratio puskesmas terhadap penduduk masih belum ideal, yaitu; 1 : 31.623 jiwa. Angka ini melebihi rasio yang disyaratkan secara nasional yaitu 1 : 30.000 penduduk. Terdapat 5 rumah sakit, 1 (satu) milik pemerintah dan 4 (empat) milik swasta. Keberadaan rumah sakit secara geografis berada pada radius kurang lebih 3 – 10 km dari ibukota kabupaten Gunung Sugih.
6
Perbandingan ini menggambarkan layanan kepada jumlah penduduk dari jumlah pusat layanan kesehatan yang tersedia. Pengukuran menggunakan perbandingan seperti ini telah banyak digunakan untuk menggambarkan perbedaan-perbedaan aspek geografis dalam akses menuju layanan kesehatan. Akses ke pelayanan kesehatan merupakan komponen penting dari sistem kesehatan secara keseluruhan dan memiliki dampak langsung pada beban penyakit yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat di Lampung Tengah. Waktu menuju pelayanan kesehatan diasumsikan sama dengan waktu untuk menuju tempat-tempat umum, yaitu antara 30 menit sampai 60 menit. Bagi masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas dengan keluhan yang tidak akut mungkin waktu ini tidak menjadi suatu masalah, tetapi bagi beberapa kasus yang tingkat urgensinya tinggi dan emergency, seperti rujukan ibu melahirkan dan resiko tinggi, hal ini dapat menjadi suatu masalah. Oleh karena itu pengukuran aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan dengan mudah. Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalahnya adalah Bagaimana aksesibilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah dapat menjangkau masyarakat secara merata ?
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengukur aksesibilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah. 2. Tujuan Khusus a. Merancang pemodelan cakupan geografis
sesuai dengan ketersediaan
fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah. b. Memproyeksikan peningkatan jangkauan jaringan pelayanan kesehatan yang ada di Kabupaten Lampung Tengah
7
D. Manfaat penelitian 1. Memberikan pengetahuan dan menambah wawasan bagi peneliti dalam penelitian ilmiah 2. Menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian mengenai aksesibilitas pelayanan kesehatan 3. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah dalam merancang dan merencanakan pembangunan dan pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat di
Kabupaten Lampung Tengah 4. Bagi Institusi Dinas Kesehatan dapat mendekatkan dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal terhadap masyarakat dalam memenuhi aspek pemerataan dan berkeadilan di Kabupaten Lampung Tengah.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Pemanfaatan analisis spasial dalam perencanaan pengembangan sarana pelayanan kesehatan Puskesmas belum pernah dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, tetapi penelitian yang mempunyai kemiripan dengan penelitian ini, antara lain: Tabel 1. Keaslian Penelitian Judul / Peneliti Analisis Aksesibilitas Pelayanan Puskesmas di Kabupaten Sleman / Widagdo (2009)
Tujuan
Metode
Mengkaji dan 1. Jenis penelitian 1. menganalisis deskriptif dengan Aksesibilitas rancangan penelitian Pelayanan analitik Kesehatan di 2. Subyek dan lokasi Kabupaten penelitian: fasilitas Sleman kesehatan yang 2. terdapat di Kabupaten Sleman 3. Instrumen: GPS, Peta Administratif, Peta Jaringan Jalan, Data Skunder, Kuesioner
Hasil Lokasi puskesmas di Kabupaten Sleman menunjukkan terdistribusi secara menyebar/merata di seluruh wilayah. Kondisi permukiman penduduk di Sleman juga menyebar, kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terjamin terpenuhi.
8
Judul / Peneliti
Tujuan
Metode
Hasil
4. Variabel Dependen: 3. Aksesibiltas layanan Aksesibilitas menuju kesehatan sangat pelayanan kesehatan didukung adanya jalan Variabel Independen: maupun sarana - Lokasi Pelayanan angkutan. Kesehatan - Jumlah dan 4. Rata-rata jarak yang Sebaran Penduduk ditempuh ke puskesmas - Sistem jaringan kurang dari 5 km, jalan dengan dukungan sarana transportasi maka waktu tempuh juga makin dekat. Utilisasi Sarana Pelayanan Kesehatan di Kalimantan / Susanto (2006)
Memperoleh 1. Penelitian gambaran Observasional dengan tentang rancangan cross utilisasi sarana sectional pelayanan 2. Populasi: Individu di kesehatan oleh Kalimantan, sampel masyarakat di data SUSENAS tahun Kalimantan 2004. 3. Variabel Dependen: Utilisasi sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat Variabel Independen: - Status Sosial Ekonomi - Akses Geografis - Akses Jarak Tempuh - Regional Propinsi
1. Utilisasi sarana pelayanan kesehatan di Kalimantan masih rendah, masih dibawah angka nasional (15%) 2. Masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi lebih banyak memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan baik milik Pemerintah maupun swasta dibandingkan dengan orang miskin. 3. Orang miskin banyak tinggal di pedesaan daripada di perkotaan 4. Sarana kesehatan milik pemerintah masih menjadi pilihan oleh orang kaya maupun miskin 5. Orang miskin yang memanfaatkan Puskesmas / pustu tinggal lebih jauh dibandingkan dengan orang kaya dan sarana transporstasi terbatas.
9
Judul / Peneliti
Tujuan
Metode
Hasil
Analisis Spasial Aksesibilitas dan Kinerja Bidan di Desa dalam Program Perbaikan Kurang Gizi pada Balita di Kecamatan Kembang Tanjong Kabupaten Pidie NAD / Mahdinur (2010)
Mengetahui 1. Jenis Penelitan : 1. Aksesibilitas dengan tingkat Survei deskriptif kinerja bidan di desa, aksesibilitas Analitik dengan hanya faktor biaya ibu dan kinerja rancangan cross balita yang bidan di desa sectional berhubungan secara dalam program 2. Subjek Penelitian : bermakna dengan perbaikan Balita dengan kasus kinerja bidan di desa kurang gizi gizi buruk dan gizi berdasarkan lamanya pada balita kurang di wilayah pemulihan balita kurang secara spasial, kerja bidan di desa di gizi, sedangkan faktor serta apakah Kecamatan Kembang jarak dan waktu tempuh ada hubungan Tanjong Kabupaten tidak berhubungan aksesibilitas Pidie NAD. secara bermakna dan 3. Variabel Penelitian : 2. Karakteristik dengan karakteristik Dependen: Kinerja kinerja bidan di desa, bidan di desa bidan di desa faktor pendidikan, yang dinilai berdasarkan lama status gizi kurang dan berdasarkan pemulihan balita gizi buruk, berhubungan lamanya kurang gizi. secara bermakna pemulihan Independen: dengan kinerja bidan di balita kurang - Aksesibilitas desa berdasarkan gizi di (jarak, waktu lamanya pemulihan Kecamatan tempuh, biaya) kurang gizi Kembang - Karakteristik Tanjong bidan; Umur, masa Kabupaten kerja, pendidikan, Pidie NAD status kepegawaian
Using GIS to Measure Phyisical Accessibility to Health Care (Black et al. 2004)
Memberikan 1. Jenis penelitian : informasi Studi Kasus untuk (kerjasama membantu Kementerian restrukturisa-si Kesehatan Honduras sumber daya bersama Pan kesehatan American Health terhadap Organization) penduduk 2. Subjek Penelitian: yang kurang Identifikasi masalah mendapatkan aksesibilitas untuk pelayanan Pelayanan Kesehatan kesehatan. Primer menggunakan GIS. 3. Tools yang dipergunakan untuk mengukur aksesibilitas yaitu SIGEpi© dan AccesMod
1. Mempresentasikan hasil studi kasus dengan membandingkan dua metode yang berbeda untuk mengukur dan menganalisis akses fisik terhadap pelayanan kesehatan. Hasil menunjukkan pentingnya kapasitas data, baik data spasial maupun data kesehatan sebagai dasar untuk dua pendekatan permodelan. 2. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi dampak dari tingkat kelengkapan, akurasi dan kualitas data jaringan dari daerah
10
Judul / Peneliti
Tujuan
Metode
Hasil tangkapan. Analisis juga dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh kualitas data yang berkaitan dengan distribusi penduduk dan lokasi fasilitas kesehatan. 3. Penelitian lanjutan diperlukan dalam rangka mengevaluasi dampak dari kecepatan perjalanan yang dipertimbangkan ketika menerapkan jenis model karena mungkin memiliki pengaruh pada hasil yang diperoleh. 4. Hasil dari dua pendekatan baik AccesMod maupun SIGEpi, menunjukkan potensi untuk digunakan dalam analisis efektivitas biaya, perkiraan cakupan populasi dan perencanaan sumber daya yang merupakan aset yang berguna untuk perbaikan perencanaan kesehatan dan pengembangan kebijakan.
Ray Ebener (2008)
& AccessMod 1. Jenis penelitian : Penelitian ini 3.0: Deskriptif menggunakan AccessMod Computing 2. Subjek Penelitian: 3.0 sebagai alat dalam geographic Fasilitas Pelayanan menghitung cakupan coverage and Kesehatan geografis pelayanan accessibility to 3. Tools yang digunakan kesehatan. Ada empat health care Access Mod 3.0 analisis yang mampu services using dilakukan oleh alat ini, anisotropic yaitu: (1) pemodelan movement of cakupan daerah lanskap patients terkait dengan jaringan fasilitas kesehatan yang ada berdasarkan waktu
11
Judul / Peneliti
Tujuan
Metode
Hasil perjalanan, (2) pemodelan cakupan geografis sesuai dengan ketersediaan layanan, (3) memproyeksikan skala jangkauan dari jaringan yang ada, (4) memberikan informasi untuk analisis efektivitas biaya ketika sedikit informasi tentang jaringan yang tersedia. Contoh penerapan Access Mod 3.0 di Malawi bagian selatan, menunjukkan pengaruh kendala lanskap dan mode transportasi pada cakupan geografis. Alat ini oleh WHO di rekomendasi kan untuk negara berkembang yang relatif baik memiliki informasi geografis distribusi penduduk, lahan dan lokasi fasilitas kesehatan.
Berdasarkan tabel di atas, penelitian aksesibilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah kajian dengan Access Mod 3.0, merupakan penelitian yang merujuk pada penelitian Ray & Ebener (2008) dan penelitian sebelumnya yang mengunakan Access Mod, karena memang alat ini ini direkomendasikan oleh WHO untuk Negara berkembang. Meskipun memiliki banyak persamaan dari penelitian mengenai aksesibilitas terdahulu, yang menjadi perbedaan dari penelitian ini mencoba mengaplikasikan Access Mod lebih lanjut untuk menghasilkan beberapa model cakupan aksesibilitas pelayanan kesehatan. Perbedaan yang lain berupa metode, lokasi penelitian, subjek penelitian, waktu penelitian dan hasil penelitian.