BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tesis ini akan membahas mengenai gelombang revolusi sosial menjatuhkan rezim berkuasa pada negara-negara arab melalui serangkaian protes dan demonstrasi di seluruh Timur Tengah dan Afrika Utara yang telah dikenal dengan sebutan “Arab Spring” atau “ Musim semi Arab” khususnya pada dua negara yang telah mengalami revolusi besar di kawasan Afrika Utara, yaitu Tunisia dan Mesir. Revolusi tersebut merupakan harapan baru yang diyakini menjadi langkah awal terbentuknya era pemerintahan yang lebih demokratis dan berkeadilan. Fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah mencari sebab dan tahapan terjadinya revolusi di negara Tunisia dan Mesir, yang dimulai pada tanggal 18 Desember 2010 hingga dinyatakan selesai pada 11 Februari 2011. Tema ini menarik untuk dikaji karena fakta menunjukkan bahwa mayoritas negara-negara di kawasan Timur Tengah mengalami gejolak politik, meskipun tidak semuanya mengalami suksesi pemerintahan atau revolusi besar sebagaimana yang terjadi di Tunisia dan Mesir. Penyebab terjadinya revolusi selama ini menjadi teka-teki bagi banyak orang, apakah revolusi itu hanya merupakan efek domino revolusi negara yang satu terhadap negara yang lainnya dan murni dari masyarakat kalangan bawah atau terjadi karena ada grand design tertentu oleh pihak barat. Kedua negara ini mengaku sebagai negara yang menganut sistem demokrasi dimana peran dan hak-hak semua warga negara harus diakui sama, terutama hak politik dan hak dalam mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Namun pada kenyataanya, budaya politik demokratis di kedua negara tersebut bisa dikatakan belum seluruhnya sempurna bahkan mungkin justru yang terjadi sebaliknya; terlihat kaku, seperti diterapkannya budaya-budaya aristokrasi dalam pemerintahan. Ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji mengingat prinsipprinsip dan bentuk negara yang mereka anut serta aplikasi ketatanegaraan yang ada di kedua negara tersebut cenderung mengarah pada otoriterianisme.
1
Tunisia dikenal sebagai negara pertama yang melahirkan revolusi dan menjadi printis terjadinya revolusi negara-negara Arab lainnya dikawasan Timur Tengah. Negara Tunisia terletak di Utara Afrika dan berbatasan dengan Libya, Aljazair dan Laut Mediterania.1 Tunisia merupakan negara yang sangat teguh menjaga stabilitas politik dan keamanan mereka sebagai modal utama dalam melaksanakan program-program ekonominya. Stabilitas politik dan keamanan diperlukan dalam rangka menarik investasi asing dan pariwisata. Tunisia termasuk negara yang paling stabil dan aman di kawasan Afrika Utara. Hal tersebut telah menjadi keunggulan komparatif Tunisia dibandingkan dengan negara-negara tetangganya di kawasan Magribi. Selain menjadi kawasan strategis ekonomi dan pariwisata. Pemerintah Tunisia juga memberikan perhatian yang serius pada bidang pengembangan sumber daya manusia utamanya di sektor pendidikan, karena pendidikan merupakan salah satu andalan Tunisia untuk bersaing dengan negara-negara tetangganya. Hal ini disebabkan karena terbatasnya sumber daya alam yang ada, sehingga Tunisia lebih mementingkan pengembangan sumber daya manusia dan kualitas hidup rakyatnya. Begitu juga dengan negara Mesir, secara sosial ekonomi Mesir merupakan negara yang sangat strategis di kawasan Timur Tengah karena menjadi salah satu perlintasan perdagangan dunia melalui terusan Suez. Sehingga stabilitas keamanan di Mesir perlu dijaga demi terciptanya ekonomi kawasan Timur Tengah dan dunia yang stabil. Secara geopolitik, Mesir merupakan negara yang dianggap sebagai sentra dan cerminan negara-negara islam di seluruh dunia. Sehingga kebijakan-kebijakan Mesir seringkali dipandang penting dan strategis bagi dunia islam selain juga berpengaruh terhadap peta politik dunia. Ketentuan-ketentuan Konstitusi di kedua negara itu mengatur tentang persamaan hak terutama dalam bidang politik, hukum dan ekonomi. Namun fakta di lapangan sangat bertentangan dan tidak sejalan dengan konstitusi mereka. Salah satu contohnya adalah hak bagaimana mendapatkan kesejahteraan dibidang ekonomi, dimana ada indikasi bahwa pada ruang lingkup tertentu kaum penguasa semakin mendominasi kekayaan di negaranya masing-
1
Persatuan Pelajar Indonesia di Tunisia, Tunisia selayang pandang kolom sejarah Tunisia, copyright@2006-2007PPI-Tunisia, di akses pada tanggal 2 Juni 2012, Jam 14.25 WIB
2
masing. Sedangkan rakyat jelata dari waktu ke waktu semakin merasakan kemiskinan dan kesusahan dalam mendapatkan lapangan pekerjaan.2 Tidak hanya itu, perlu diketahui juga bahwa di kedua negara tersebut banyak terjadi kesenjangan-kesenjangan, utamanya dalam bidang ekonomi. Sebagai contoh sebagaimana dikutip oleh Harian Aljazair, Alkhabar, yang dimuat ulang oleh JP News, melansir bahwa ditengah penderitaan ekonomi yang dirasakan masyarakat Mesir kalangan menengah kebawah, kekayaan keluarga Husni Mubarak mencapai US$ 40 miliar atau setara dengan 360 triliun rupiah. Kekayaan ini tersebar dibeberapa rekening dan properti di Amerika Serikat, Swiss, Inggris dan Jerman. Begitu juga yang terjadi di Tunisia, Transparency Internasional (TI) memperkirakan bahwa Zainal Abidin Ben Ali dan keluarganya mengendalikan 35% perekonomian negara Tunisia, data Transparency Internasional menyebutkan Zainal Abidin Ben Ali dan 12 anggota keluarganya di Prancis memiliki sejumlah rekening bank dan rumah mewah di kota Paris senilai 37 juta Euro, apartemen di Tetirahan Ski Courchevel, dan sebuah vila di Prench Riviera. Aset lainnya juga ada Properti senilai 1,2 juta Pound Sterling di Westmount dekat Montreal, properti di Jenewa (Swiss) dan sebuah pesawat pribadi Falcon 9000, yang juga berada di Jenewa. Majalah Forbes memperkirakan bahwa kekayaan Zainal Abidin Ben Ali pada tahun 2008 senilai US$ 5 miliar, namun belum termasuk kekayaan keluarga istrinya.3 Rezim di Tunisia dan Mesir secara politis juga sering menguntungkan kepentingan eksternal terkait dengan sumber daya alamnya. Rezim-rezim tersebut juga diduga menjadi sumber korupsi. Berdasarkan data dari laporan World Economic Forum (WEF) tahun 2009-2010, Di bawah pemerintahan Zainal Abidin Ben Ali disebutkan bahwa Tunisia merupakan negara yang paling kompetitif secara ekonomi di Afrika. Akan tetapi ekonomi Tunisia seakan mengalami penurunan pasca resesi global tahun 2008, dan telah meningkatkan angka pengangguran yang tinggi. Di tengah meningkatnya pengangguran dan makin meluasnya kemiskinan, disisi lain keluarga dan kolega Zainal Abidin Ben Ali terus bertambah makmur. Ketimpangan inilah yang kemudian dipercaya menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya gerakan revolusi sosial yang menuntut Ben Ali mundur, karena dinilai korup dan menyengsarakan rakyatnya. 2
3
Gobal Finance Harvard Bussines School, Egypt country report, Tunisia country report, data on GDP and economic information. edisi Juni 2011, di akses pada Tanggal 06 Juni 2012 Jam 13.44 WIB Viva News.Com-kolom dunia, Uni Eropa bekukan asset Ben Ali dan kroninya, Senin 4 Juni 2012, Jam 13.50
3
Begitu juga dengan negara Mesir, negara Mesir juga cenderung bersifat otokratik jika melihat bagaimana sistem pemerintahan diterapkan selama 30 tahun sebelum revolusi. Padahal diketahui bahwa negara-negara Liga Arab telah lama mengadopsi prinsip-prinsip piagam PBB dalam bentuk The Arab charter on human right yang isinya dari Pasal 1 sampai 43 menerangkan mengenai pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia.4 Banyak opini yang telah terbangun mengiringi isu revolusi Musim Semi di kawasan Afrika Utara ini dan berbagai perdebatanpun muncul mengenai penyebab-penyebab terjadinya revolusi tersebut, khususnya di dua negara yang telah mengalami revolusi. Diantara opini tersebut mengatakan bahwa revolusi di kedua negara terjadi karena kediktatoran pemimpin di negara masing-masing, merebaknya ketidakadilan ekonomi yang berimbas pada meluasnya kemiskinan dan pengangguran, serta terjadinya korupsi.5 Ada juga yang mengatakan bahwa revolusi ini merupakan rencana negara-negara besar seperti Amerika yang menginginkan menguasai sumber-sumber alam Afrika dibawah kontrol militer untuk menghadapi Rusia dan China di kawasan itu. Proyek ini pertamakali diumumkan oleh George W. Bush di forum G 8 pada tahun 2003, yang disebut “The Greater Middle East Project” And The Us Factor.6 Sebagai contoh pada tahun 2011 yang lalu adanya resolusi DK PBB yang dikomandoi oleh Amerika Serikat untuk menyerang Libya, meskipun tidak semua anggotanya menyepakati resolusi tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa revolusi di negara Mesir adalah efek domino saja dari revolusi di Tunisia7. Ada juga yang mengatakan bahwa revolusi ini merupakan revolusi Islam sebagaimana yang pernah terjadi di Iran pada tahun 1979 oleh Ayatollah Ali Khemenei.8 Pendapat ini sesuai karena jika dilihat dari hasil pemilu di Mesir dan Tunisia pasca revolusi, dimana yang memenangkan pemilu tersebut adalah partai-partai yang berbasiskan ideologi Islam 4
University Of Minnoseta Human Right Library, adopted by the league of arab states, reprinted in 18 hum..RTs. L.J,151(1997) and Arab charter on human right: written in 1994, it is enforced in 2008, 21 Maret 2008, di Akses pada Tanggal 04 Juni 2012, Jam 16.10 WIB. 5 Richard N. Haass, Mantan Direktur Perencanaan Kebijakan pada Departemen Luar negeri Amerika Serikat, dan Ketua Council on Foreign Relations tulisan yang kutif dari Tempo interaktif, Refleksi Revolusi Mesir, edisi jumat 18 februari 2011, 08.45 Wib, atau akses di http://www.tempo.co/read/kolom/2011/02/18/326/Refleksi-Revolusi-Mesir6 F. Wiliam Engdahl adalah seorang pakar ekonomi khususnya perbandingan ekonomi dan seorang jurnalis di eropa dan new York, Penulis buku “Wall Street and The Dead of American Century. Edisi , engdahl 2010. 7 Egypt State Informations Service “couse of revolution”di akses pada tanggal 2 juni 2012 8 Iran Indonesian Radio Irib World Service, Kebangkitan Islam bagian dari janji ilahi, selasa 29 Januari 2013, 20.08 wib, di akses tanggal 02-02-2013 Jam 2.51 Wib. Atau http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/rahbarkebangkitan-islam-bagian-dari-janji-ilahi
4
dan bukan dari partai-partai nasionalis-sekuler. Keterkaitan antara prinsip dan sistem pemerintahan yang dianut oleh masing-masing negara tersebut terhadap tercapai atau tidaknya hak-hak rakyat secara adil merupakan pembahasan yang menarik dan penting untuk diteliti secara mendalam dan detil, agar diketahui sebab-sebab terjadinya revolusi di kawasan Afrika Utara tersebut satu persatu secara pasti, khususnya di dua negara yang telah mengalami revolusi yaitu negara Tunisia dan Mesir. B. Perumusan Masalah Berdasarkan pengamatan penulis mengenai gelombang revolusi sosial untuk menjatuhkan rezim berkuasa di negara-negara Arab di kawasan Afrika Utara untuk melakukan suksesi pemerintahan khususnya pada dua negara yang telah mengalami revolusi yaitu Tunisia dan Mesir sebagai suatu proses awal mewujudkan era baru pemerintahan yang lebih demokratis dan berkeadilan, maka penulis hendak menemukan jawaban dari persoalan mendasar yang hendak diteliti berikut ini: Mengapa terjadi Revolusi di Tunisia dan Mesir?
C. Tinjauan Pustaka Satu tulisan yang membahas mengenai revolusi musim semi Timur Tengah adalah sebuah buku dengan judul “The Coming Revolutions: Struggle for Freedom in Middle East” yang ditulis oleh Dr. Wahed Phares. Yang menjelaskan mengenai apa yang membuat rakyat di Timur Tengah berani mengambil resiko kematian seperti yang terjadi di Tunisia pada awal-awal revolusi akhir tahun 2010 lalu, tentu ada banyak jawaban dari berbagai sudut pandang terhadap pertanyaan tersebut. Buku The Coming Revolutions menjelaskan mengenai hal itu dan mengenai perubahan sosial yang tengah berlangsung di Timur Tengah tersebut. Poin yang ingin disampaikan oleh Wahed Phares dalam bukunya tersebut adalah mengenai adanya pergeseran sosial politik yang hebat dikawasan Timur Tengah dan Afrika Utara yang disebabkan perlawanan rakyat yang menginginkan demokrasi dan kebebasan dari kekuasaan mutlak dan otokratik. Mereka yang ikut dalam pergeseran itu mencakup wajah-wajah baru para pembangkang rezim berkuasa di negaranya, yang perlawanannya sudah dikenal luas dunia internasional. Bukan hanya mereka, perlawanan juga telah dilakukan oleh para ahli media, wartawan, aktivis hak asasi manusia dan bahkan anggota legislatif yang baru dilantik. Sebagai
5
akibat dari perlawanan ini, demokrasi sudah bisa menembus benteng-benteng para pemimpin negara yang memimpin secara absolut. Phares juga mengatakan bahwa tidak mudah memang untuk mengubah sistem semacam ini, karena sudah terlalu lama menjadi sumber kekuasaan mutlak para pemimpin dan raja-raja di Timur Tengah. Namun demikian peluang kearah perubahan itu ada. Pergeseran sistem nilai kekuasaan dari mutlak ke kekuasaan Khilafah yang demokratis dan kebebasan membutuhkan suatu revolusi dalam pikiran politik.9 Dengan adanya buku The Coming Revolutions ini jelas sangat membantu penulis untuk melihat bagaimana proses terjadinya pergeseran nilai otokratik yang selama ini dianut di kawasan Timur Tengah tahap demi tahap mulai ditinggalkan bersamaan runtuhnya rezim yang lama, dan akan digantikan dengan sistem baru sesuai aspirasi rakyat selama ini. Clay Sirky, pakar media sosial dari New York University, dalam tulisannya didalam jurnal politik paling berpengaruh, Foreign Affairs bulan Februari 2011, mengatakan bahwa media sosial memiliki kemampuan fenomenal dalam memicu gerakan politik karena mampu menciptakan dan mengembangkan “shared awareness” di kalangan anggota sebuah gerakan politik. Tulisan lain oleh Ahmad Nurullah dan Faisal Assegaf dengan judul “Masa Depan Revolusi Timur Tengah”10 Gagasan yang hendak disampaikan adalah bahwa unjuk rasa yang terjadi mulai dari Tunisia hingga efeknya masih belum selesai di beberapa negara di kawasan Timur Tengah sampai saat ini, yang juga telah menumbangkan beberapa rezim diktator telah menyisakan banyak pertanyaan akademis, di antaranya adalah adanya desain Timur Tengah oleh pihak Barat dan yang mendukung rezim tersebut selama ini. Fakta menyatakan bahwa bagaimana gelombang demokrasi di negara-negara Arab itu memunculkan kekuatan Islam sebagai penguasa baru setelah menang dalam pemilihan umum, seperti di Tunisia dan Mesir. Jadi, meskipun penelitian ini mungkin memiliki kemiripan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tetap terdapat satu hal yang membedakannya dengan penelitian yang lain, yaitu bahwa penelitian ini berusaha menganalisa bagaimana situasi sosial politik dan ekonomi di kedua negara sebelum 18 Desember 2010 sampai terjadi dan berakhirnya revolusi pada tanggal
9
Dr. Wahid Phares, The Coming Revolution: Struggle for Freedom in the Middle East, Simon & Schuster, New York City 2010. Ahmad Nurullah dan Faisal Assegaf, “masa depan revolusi Timur Tengah” dapat diakses di www.jurnalnasional.com. pada Jumat 13 Januari 2012. Di akses pada 31 Mei 2012, Jam: 10.45 WIB.
10
6
11 Februari 2011 di Mesir. Dan penelitian ini hanya berfokus pada mencari apa sebenarnya yang menjadi penyebab-penyebab utama terjadinya revolusi di Timur Tengah. Menurut penulis bahwa penelitian secara komprehensif mengenai revolusi di kawasan Timur Tengah khususnya pada dua negara yang telah mengalami revolusi yaitu di Tunisia dan Mesir dalam kurun waktu yang relatif bersamaan masih sangat minim. Perlu diketahui bahwa pada tahun 2012, penelitian akademis yang dilakukan oleh mahasiswa pascasarjana Fakultas Hukum UGM mengenai revolusi Timur Tengah baru ada satu karya ilmiah, namun pembahasan penelitian tersebut hanya berfokus pada penerapan prinsip-prinsip Responsibility to Protect (RtoP) oleh Dewan Keamanan PBB terhadap negara Libya. Dan pembahasan tersebut dianalisis berdasarkan logika hukum. Berdasarkan pada penjelasan-penjelasan tersebut diatas, maka menurut penulis penelitian ini layak untuk diteliti lebih lanjut. D. Kerangka Teori a. Teori Perubahan Sosial 1.
Defenisi perubahan sosial Perubahan sosial merupakan gejala sosial yang dialami oleh setiap masyarakat. Masyarakat
memiliki kecenderungan untuk semakin maju dan berkembang, seiring dengan kemajuan pola pikir dan tingkat kemampuannya.11 2.
Unsur-unsur perubahan sosial Dalam sejarah, ada banyak teori mengenai sebab terjadinya perubahan sosial. Ada yang
berpendapat bahwa masyarakat berubah karena ideas (pandangan hidup, pandangan dunia, dan nilai-nilai)12 Pertama menurut para penganut pendapat ini, penyebab utama perubahan sosial adalah ideas. Max Weber adalah salah satu penganut pendapat serupa. Dalam The Sociology Of Religion
dan The Protestan Ethic And The Spirit Of Capitalism, Max Weber banyak
menekankan betapa berpengaruhnya ide-ide terhadap suatu masyarakat. Sejumlah peneliti Max
11
12
Rahmat jalaluddin, rekayasa sosial “ reformasi, revolusi atau manusia besar”, PT Remaja Rosda Karya, 2000, Bandung Hal. 47 Rahmat Jalaluddin, rekayasa sosial “ reformasi, revolusi atau manusia besar”, PT Remaja Rosda Karya, 2000, Bandung Hal. 47
7
Weber juga mengatakan bahwa tesis utama dari Weberianisme adalah pengakuan terhadap peranan besar ideologi sebagai variabel independen bagi perkembangan masyarakat. 13 Kedua yang mempengaruhi terjadinya sebuah perubahan dalam sejarah itu sebenarnya adalah great individuals (tokoh-tokoh besar). Salah satu pengikut teori ini adalah Thomas Carlyle (1795-1881). Thomas Carlyle menulis buku yang berjudul “On heroes, hero whorship, and the heroic in history (para pahlawan-pahlawan, perjuangan pahlawan, dan kepahlawanan dalam sejarah)” Carlyle pernah mengatakan bahwa sejarah dunia adalah biografi orang-orang besar14 Ketiga perubahan sosial bisa terjadi karena munculnya social movement (gerakan sosial). Lembaga swadaya masyarakat (LSM). Walaupun kecil, termasuk gerakan sosial. Berbagai LSM di luar negeri telah terbukti dapat menimbulkan perubahan sosial. Yayasan dapat berfungsi sebagai organisasi gerakan sosial.15 3.
Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan sosial a. Adanya rasa tidak puas terhadap keadaaan dan situasi yang ada. b. Timbulnya keinginan untuk mengadakan perubahan. c. Sadar akan adanya kekurangan dalam kebudayaan sendiri sehingga berusaha untuk menutupinya dengan mengadakan perbaikan. d. Adanya usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. e. Banyaknya kesulitan yang dihadapi memungkinkan manusia berusaha untuk dapat mengatasinya. f. Tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dan adanya keinginan untuk meningkatkan taraf hidup. g. Sikap terbukanya masyarakat terhadap hal-hal baru, baik yang datang dari dalam maupun dari luar masyarakat tersebut h. Sistem pendidikan yang dapat memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia untuk meraih masa depan yang lebih baik .16
13
Birnbaum, Norman, “Conflict interpretations of the rise of capitalism: marx and weber’, dalam Britis Journal of Sociology, tanpa penerbit, 4 Juni 1953 Hal 125-141. 14 Carlyle, Thomas, On Heroes, Heroes-Worship and the Heroic in history, Oxford University Press, London, 1963, Hal. 17. 15 Sztompka, Piotr, The Sociology Of Social Change, Black well, Combridge, USA, 1994, 235-249. 16 Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, Raja Grafindo Persada, edisi cetakankeduapuluh delapan, 1999, Jakarta. Hal. 347 dan 355-365
8
4.
Bentuk-bentuk perubahan sosial Dalam bukunya ”Sosiologi Suatu pengantar” Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa
pada hakikatnya ada beberapa bentuk dari perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, perubahan tersebut adalah: a) Perubahan lambat (evolusi). Evolusi adalah perubahan yang terjadi pada manusia yang memerlukan waktu yang lama. Perubahan ini biasanya merupakan rentetan perubahan kecil yang saling mengikuti dengan lambat. Pada evolusi, perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak tertentu. Masyarakat hanya berusaha menyesuaikan dengan keperluan, keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. b) Perubahan cepat (revolusi). Revolusi adalah perubahan dalam suatu masyarakat yang berlangsung secara cepat. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi dapat di rencanakan terlebih dahulu maupun tanpa di rencanakan. Selain itu dapat dijalankan tanpa kekerasan maupun dengan kekerasan. Ukuran kecapatan suatu perubahan sebenarnya relatif, karena revolusipun dapat memakan waktu yang lama. Perubahan-perubahan tersebut di anggap cepat karena mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat. Seperti sistem kekeluargaan dan hubungan antar manusia. Suatu revolusi dapat juga berlangsung dengan didahului suatu pemberontakan. c) Perubahan yang dikehendaki Perubahan ini merupakan perubahan yang diperkirakan atau yang telah di rencanakan sebelumnya oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan dalam masyarakat. Pihak-pihak ini dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan masyarakat sebagai pemimpin dalam perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat adalah dengan rekayasa sosial (social engineering), yaitu dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu. Cara ini sering pula dinamakan perencanaan sosial (social planning). d) Perubahan yang tidak dikehendaki
9
Adanya bencana alam sehingga banyak penduduk kehilangan keluarga dan tempat tinggal. Peristiwa yang tidak dikehendaki tersebut telah menyebabkan terjadinya perubahan dalam masyarakat. e) Perubahan stuktural Perubahan struktural adalah perubahan yang sangat mendasar yang menyebabkan timbulnya reorganisasi dalam masyarakat. Contohnya sistem pemerintahan dari monarki ke sistem pemerintahan republik. f) Perubahan proses Perubahan proses adalah yang sifatnya tidak mendasar. Perubahan tersebut hanya merupakan penyempurnaan dari perubahan sebelumnya. Contohnya, perubahan kurikulum dalam pendidikan. Sifatnya menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam perangkat atau dalam pelaksaaan kurikulum tersebut.17 Terpenuhinya persyaratan diatas menimbulkan terjadinya gerakan sosial berupa revolusi untuk menuntut perubahan. Tindakan-tindakan yang akan menciptakan perubahan itu sendiri terwujud dalam berbagai bentuk yang kemudian diklasifikasikan ke dalam cara-cara terciptanya perubahan sosial dalam masyarakat, salah satunya adalah dengan cara revolusi. b. Teori Revolusi 1. Defenisi Revolusi Menurut Piotr Sztompka revolusi adalah wujud perubahan sosial yang paling spektakuler. Tanda perpecahan mendasar dalam proses sejarah, pembentukan kembali masyarakat dari dalam dan merancang lagi bangsa. Revolusi tidak membiarkan apapun seperti sebelumnya, revolusi menutup satu zaman dan membuka zaman baru. pada saat revolusi masyarakat mengalami puncak perannya, ledakan potensi transformasi diri pada bangkitnya revolusi masyarakat dan para anggotanya seakan-akan dihidupkan kembali. Hampir menyerupai kelahiran kembali. Dalam pengertian ini, revolusi adalah tanda kesehatan sosial.18 2. Ciri-ciri Revolusi Menurut Piotr Sztompka ada lima ciri-ciri dari suatu perubahan sosial untuk kemudian dinamakan menjadi revolusi dalam suatu masyarakat. 17
Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, edisi cetakan duapuluh delapan, 1999, Jakarta. Halaman 345-352 18 Sztompka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Media Group, Edisi Pertama Cetakan ke VI, Halaman 357, Agustus 2011. Rawamangun-Jakarta
10
1. Revolusi menimbulkan perubahan pada skala yang paling luas, menyentuh semua tahap dan dimensi masyarakat seperti dalam bidang ekonomi, politik, budaya, organisasi sosial, kehidupan sehari-hari dan kepribadian manusia. 2. Pada semua bidang kehidupan ini, perubahan bersifat radikal, fundamental, mencapai akar atau inti dari konstitusi dan fungsi masyarakat. 3. Perubahan berlangsung dengan sangat cepat, seperti sebuah ledakan dinamika yang terbersit dalam arus lamban proses sejarah. 4. Revolusi juga menunjukkan perubahan yang paling kentara, karena itu paling dikenang. Revolusi menimbulkan reaksi emosional dan intelektual yang sangat istimewa pada para peserta atau saksi revolusi, semangat yang membara, ledakan mobilisasi massa, optimisme, perasaan perkasa, kegembiraan dalam keikutsertaan pada pesta revolusi, aspirasi yang melangit dan utopia masa depan.19 3. Syarat-Syarat terjadinya Revolusi Menurut Soerjono Seokanto secara sosiologis, persyaratan berikut ini harus dipenuhi agar suatu revolusi dapat terjadi dalam suatu masyarakat.20 1. Adanya keinginan masyarakat luas untuk mengadakan perubahan. Masyarakat tidak puas terhadap keadaan dan harus ada keinginan untuk mencapai keadaaan yang lebih baik. 2. Ada seorang pemimpin atau kelompok orang yang mampu memimpin masyarakat untuk mengadakan perubahan. 3. Pemimpin harus dapat menampung keinginan atau aspirasi dari rakyatnya kemudian merumuskan aspirasi tersebut menjadi suatu program kerja. 4. Ada tujuan konkret yang dapat dicapai. Artinya, tujuan itu dapat di lihat oleh masyarakat dan dilengkapi oleh suatu ideologi tertentu. 5. Harus ada momentum yang tepat untuk mengadakan revolusi, yaitu saat dimana keadaan sudah tepat dan baik untuk mengadakan suatu gerakan.
19
Sztompka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Media Group, Edisi Pertama Cetakan ke VI, Halaman 357, Agustus 2011. Rawamangun-Jakarta 20 Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, edisi cetakan duapuluh delapan, 1999, Jakarta. Halaman 347-348
11
4. Teori Utama Revolusi Piotr Sztcompka dalam bukunya The Sociology Of Social Change menyebutkan empat aliran utama teori revolusi. Masing-masing adalah teori aliran Tindakan, Psikologi, Struktural dan Politik. Dengan uraian teoritis tersebut di atas, penulis ingin menganalisa dan menjawab persoalan-persoalan mendasar mengenai apa yang menyebabkan terjadinya revolusi di kedua negara tersebut, sejak terjadinya resesi ekonomi global pada tahun 2008 hingga berakhirnya revolusi pada tahun 2011. Penulis juga ingin mengetahui jawaban mengenai apa dan siapa sebenarnya yang paling berperan dalam melakukan revolusi di kedua negara tersebut hingga revolusi dinyatakan selesai. E. Argumen Utama Penulis berargumen bahwa penyebab terjadinya revolusi di negara-negara Timur Tengah khususnya di dua negara yang telah mengalami revolusi, disebabkan oleh 2 hal utama: 1. Secara politik disebabkan oleh penerapan sistem pemerintahan yang otokratik, sehingga berdampak pada terjadinya pengekangan hak-hak politik masyarakat khususnya pada kelompok-kelompok yang secara ideologis tidak sejalan dengan pemerintah. 2. Secara ekonomi adanya kesenjangan kesejahteraan antara rakyat dengan penguasa. Peningkatan kemakmuran dikalangan penguasa dan penurunan kesejahteraan dikalangan rakyat tersebut membuktikan bahwa sebuah revolusi dan perubahan sosial wajar dilakukan untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis dan kesejahteraan yang berkeadilan. F. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai apa penyebab-penyebab terjadinya gelombang revolusi di dua negara yang telah mengalami revolusi besar yaitu negara Tunisia dan Mesir, sejak dimulainya tanggal 18 Desember 2010 hingga 11 Februari 2011. Dan bagaimana proses revolusi berlangsung, hingga dicapai keberhasilan untuk menggulingkan rezim berkuasa, dan menuntut adanya perubahan dalam sistem pemerintahan dan konstitusi yang dijalankan. Meneliti mengenai apa saja yang dilakukan oleh para revolusioner dalam menggulingkan rezim pemerintahan yang telah puluhan tahun berkuasa. Keinginan menciptakan era pemerintahan baru yang lebih demokratis dan berkeadilan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat.
12
Penelitian ini juga bertujuan untuk meneliti lebih jauh dan detil mengenai apa dan siapa saja aktor-aktor yang berperan penting dalam mengorganisir gerakan-gerakan revolusi di kedua negara tersebut. G. Jangkauan Penelitian Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan pada mencari sebab-sebab terjadinya revolusi di Tunisia dan Mesir sebagai langkah awal untuk mencapai demokrasi di kedua negara tersebut. Dan meneliti lebih dalam mengenai bagaimana proses revolusi berlangsung di kedua negara tersebut kejadian demi kejadian. Untuk lebih mempermudah penelitian ini, maka penulis akan meneliti data-data dengan menggunakan kurun waktu yang rasional dan cocok untuk diteliti yaitu dimulai dari tahun 2008 sampai tahun 2011. Karena tahun 2008, terjadi goncangan ekonomi dunia. H. Keaslian Penelitian Sejauh yang penulis amati, belum ada yang menulis atau meneliti mengenai Revolusi negara Arab di Afrika Utara atau kawasan Timur Tengah, khususnya di dua negara secara bersamaan yaitu di Tunisia dan Mesir. Khususnya di Universitas Gadjah Mada dalam bentuk penelitian tesis. Ada satu penelitian pada tahun 2012, mengenai negara Libya, tetapi pokok pembahasan penelitian tersebut hanya pada analisis hukum dan Humanitarian Intervention di Libya. Dan penelitian tersebut menggunakan pendekatan logika hukum internasional karena membahas mengenai prinsip-prinsip Responsibility to Protect (RtoP), sehingga dapat dikatakan bahwa belum ada yang menulis tentang sebab-sebab Revolusi di Tunisia dan Mesir secara detail dan mendalam. I. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian yang bersifat diskriptif dan kuantitatif, yaitu memfokuskan pada pencarian sebab dan proses mengapa rumusan masalah dalam penelitian ini terjadi. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang serta prilaku yang diamati, sedangkan penelitian kuantitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data dalam bentuk angka-angka. Penulis menggabungkan dua jenis penelitian ini dikarenakan di
13
perlukannya data-data kuantitatif untuk menunjang dalam mendiskripsikan permasalahan yang ada, dan sebagai bukti kuat dari hasil penelitian yang telah dilakukan. b. Data dan jenis data Data adalah segala keterangan atau informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan penelitian, data yang di butuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang tersusun dalam bentuk-bentuk yang tidak langsung seperti dokumen-dokumen yang berkaitan dengan rumusan permasalahan yang sedang di teliti. c. Tekhnik pengumpulan data Tekhnik yang digunakan oleh penulis adalah dengan studi kupustakaan yang bersumber dari berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian yang akan di lakukan baik berupa buku, jurnal ilmiah, surat kabar, hasil diskusi ilmiah, laporan media, artikel-artikel resmi pemerintah dan laporan lembaga-lembaga internasional mengenai permasalahan yang sedang di teliti.21 d. Teknik Analisa Tekhnik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan tekhnik perunutan kejadian dan waktu yang telah berlalu untuk mengetahui gejala dan kecenderungankecenderungan tertentu dari perubahan-perubahan realitas sosial di suatu negara, dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat luas, menemukan fenomena dan sumber-sumber yang menyebabkan terjadinya persoalan yang sedang diteliti, kemudian di lakukan perbandingan dengan realitas sosial yang terjadi di negara lainnya. Menurut Casel and Symon, metode kualitatif merupakan metode penelitian ilmu sosial yang berusaha melakukan deskripsi dan interpretasi secara akurat mengenai makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial. Metode ini menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis atau terucapkan. Metode kualitatif juga berusaha memberikan gambaran menyeluruh tentang situasi yang sedang dipelajari oleh peneliti.22 J. Sistematika Penulisan Penelitian ini akan berusaha menghadirkan sistematika penulisan secara lengkap dan tersistematis berdasarkan urutan waktu yang berlalu dan runutan peristiwa yang terjadi sebelum dan saat berlangsungnya Revolusi di kedua negara. 21 22
Suharsono, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta, Bentang Budaya, 1996, Hal: 47 Catherine Cassel and Gillian Symon, 1994, “Qualitative Methods in Organizational Research”, Sage Publications, London, P. 3-4
14
Bab I Pendahuluan Pada bab pertama penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang penelitian dan menjelaskan mengenai rumusan masalah, kerangka konseptual, hipotesa penelitian, manfaat, sistematika hingga jangkauan penelitian. Bab II. Situasi Menjelang Revolusi di Tunisia dan Mesir Dalam bab dua ini penulis akan mencoba membagi pembahasan dengan memfokuskan pada dua bahasan utama yaitu yang Pertama akan menjelaskan mengenai bagaimana situasi menjelang terjadinya revolusi di Tunisia dan Mesir dengan memaparkan kondisi dalam negeri kedua negara. Kedua, penulis akan memaparkan bagaimana awal mula tercetusnya gejolak politik dan demonstrasi di Tunisia dan Mesir, melalui diskripsi kejadian demi kejadian pada setiap harinya saat dimulai dan saat berlangsungnya revolusi di kedua negara pada akhir tahun 2010 hingga awal tahun 2011. Bab III Faktor Penyebab Perubahan Sosial Pada Revolusi Di Tunisia Dan Mesir Pada bab tiga penulis akan menjelaskan tentang analisa faktor penyebab terjadinya perubahan sosial pada revolusi di Tunisia dan Mesir. Bab ini akan dibagi menjadi dua topik bahasan utama, yaitu Pertama menjelaskan bagaimana fakta sosial ekonomi yang meliputi pendidikan, pembangunan, pengangguran, kemiskinan, korupsi dan adanya kroni bisnis di era pemerintahan sebelum terjadinya revolusi di kedua negara. Kedua akan menjelaskan bagaimana kondisi politik di kedua negara yang meliputi sistem pemerintahan, pelanggaran hak asasi manusia dan pengekangan hak-hak politik. Ditambah dengan siapa aktor-aktor yang berperan hingga terjadinya revolusi di kedua negara. Bab IV Kesimpulan Pada bagian terakhir dari tesis ini penulis akan menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran.
15