BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menikah dini merupakan fenomena yang sering kita jumpai di masyarakat Indonesia. Fenomena ini perlu mendapatkan perhatian karena dapat menimbulkan masalah yang kompleks. Berbagai faktor yang berkaitan dengan pernikahan dini yaitu faktor sosial, ekonomi dan budaya. Dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan dini pada umumnya lebih banyak dialami oleh perempuan, diantaranya yaitu komplikasi pada saat kehamilan, hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan (ICRW, 2013). Prevalensi pernikahan dini cenderung bervariasi di setiap negara. International Center for Research on Women (ICRW) menyebutkan 51 juta anak perempuan telah menikah pada usia 15-19 tahun (ICRW, 2013). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksikan lebih dari 140 juta anak perempuan akan menikah dalam satu dekade menjelang tahun 2020. Hal Ini setara dengan 14 juta pengantin anak setiap tahun atau hampir 39.000 perempuan menikah setiap hari (Singh, 2013). Suatu studi yang dilakukan oleh The Council on Foreign Relations (CFR), fenomena pernikahan dini banyak ditemukan di berbagai belahan dunia seperti di Asia Selatan (46,8%), Sub Sahara Afrika (37,3%), Amerika Latin (29%), Asia Timur dan Pasifik (17,6%) dan Timur Tengah dan Afrika Utara. Fenomena menikah dini pada umumnya banyak terjadi di negara-negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada dan Austria, hanya sedikit kasus yang ditemukan (Vogelstein, 2013). Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan dini tinggi di dunia (rangking 37) dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Hasil data Riskesdas 2010 menunjukkan sebesar 41,9% usia kawin pertama berada pada kelompok umur 15-19 tahun dan pada kelompok umur 10-14 tahun sebesar 4,8% sudah menikah. Selain itu berdasarkan Data SDKI tahun 2012, persentase
1
2
perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun sebesar 13% dengan median usia pernikahan 20,1 tahun dan median usia kawin pertama di pedesaan lebih rendah yaitu 19,7 (Kemenkes, 2013b). Provinsi dengan persentse pernikahan dini (<15 tahun) tertinggi di Indonesia adalah Kalimantan Selatan (9%), Jawa Barat (7,5%), serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing sebesar 7% dan Banten 6,5%. Sementara itu provinsi dengan persentase pernikahan dini (15-19 tahun) tertinggi adalah Kalimantan Tengah (52,1%), Jawa Barat (52,1%) serta Kalimantan Selatan (48,4%), Bangka Belitung (47,9%) dan Sulawesi tengah (46,3%) (BKKBN, 2012a). Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) wilayah Jawa Barat mengatakan tingkat pernikahan dini di Jawa Barat hingga kini masih tergolong tinggi. Jumlah pasangan usia perkawinan di bawah usia 19 tahun mencapai 50 persen dari total pasangan usia subur (PUS), yakni sekitar 9 juta pasangan. Sebagian besar di antaranya terdapat di daerah pantai utara (Pantura) Pulau Jawa. Pasangan menikah di bawah usia 19 tahun masih banyak ditemukan di Subang, Karawang, Indramayu, dan daerah pantura lainnya. Bahkan di daerah lainnya masih banyak yang menikah pada usia 14-15 tahun (Fathonah, 2012). Kabupaten Indramayu terletak pada 107° 52’ - 108° 36’ Bujur Timur dan 6° 15’ - 6° 40’ Lintang Selatan dengan luas wilayah 2.099,42 km2. Jumlah penduduk 1.683.459 Jiwa dengan ditribusi 866.795 jiwa penduduk laki-laki dan 816.665 jiwa penduduk perempuan. Kepadatan penduduk 802 Jiwa/Km2. Jumlah rumah tangga dengan kategori menengah kebawah 50,32% (BPS, 2014a). Jumlah kasus pernikahan di bawah umur 16 tahun pada 2010-2012 di Kabupaten Indramayu sebanyak 825 perkawinan (Kemenag, 2014). Selain itu hasil studi pendahuluan didapatkan bahwa jumlah pernikahan di bawah umur 16 tahun pada tahun 2012 sebanyak 50 kasus dan tahun 2013 sebanyak 184 kasus (Kemenag Kabupaten Indramayu, 2013). Meningkatnya fenomena menikah dini di Kabupaten Indramayu akan memberikan dampak negatif. Berbagai konsekuensi negatif menikah dini telah dibuktikan melalui beberapa hasil penelitian, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Lameo (2014) tentang pengaruh menikah dini terhadap kasus
3
perceraian pada masyarakat di Kota Gorontalo, didapatkan hasil bahwa menikah dini dapat menimbulkan pertengkaran dalam kehidupan rumah tangga karena belum siapnya kondisi fisik maupun mental yang pada akhirnya berujung dengan perceraian. Menurut Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat bahwa pada tahun 2013 kasus perceraian di Indramayu adalah yang tertinggi di Indonesia (Kemenag, 2013). Selain itu dampak negatif menikah dini khususnya bagi kesehatan perempuan yaitu dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian baik pada ibu maupun anak. Larasaty (2009) mengatakan bahwa pernikahan dini dapat menimbulkan
anak
rentan
terhadap
kekerasan
dalam
rumah
tanggga,
meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu akibat komplikasi kehamilan dan persalinan, serta anak yang dilahirkan berisiko mengalami BBLR. Jumlah kematian ibu dan bayi di Kabupaten Indramayu masih tinggi. Jumlah kematian ibu selama 3 tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 sebanyak 58 kasus, tahun 2012 sebanyak 44 kasus dan tahun 2013 sebanyak 56 kasus. Sedangkan jumlah kematian bayi selama tiga tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 sebanyak 350 kasus, tahun 2012 sebanyak 301 kasus dan tahun 2013 sebanyak 509 kasus (Dinkes, 2013). Berbagai faktor yang menjadi penyebab menikah dini pada perempuan berdasarkan beberapa hasil studi diantaranya yaitu kemiskinan/status ekonomi keluarga, pendidikan dan lingkungan keluarga. Kemiskinan merupakan salah satu faktor pemicu meningkatnya kasus menikah dini. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu diketahui bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Indramayu pada tahun 2013 sebesar 15,44% dari 1.690.977 jiwa (BPS, 2013).
Suatu studi kualitatif yang dilakukan oleh Hairi (2009) terhadap
masyarakat Muslim Madura, menjelaskan bahwa yang menjadi latar belakang perempuan menikah dini adalah faktor ekonomi keluarga yang rendah. Sebagian besar aktivitas perekonomian masyarakat Indramayu adalah sebagai buruh tani, nelayan dan sebagai tenaga kerja Indonesia. Angka kemiskinan yang cukup tinggi di Kabupaten Indramayu akan berdampak langsung pada kemapuan orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Seiring dengan semakin meningkatnya
4
tuntutan kebutuhan hidup dan rendahnya kemampuan suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka orang tua lebih memilih anaknya untuk bekerja atau menikah sebelum mereka menyelesaikan pendidikannya sampai jenjang SMP atau SMA (Darmawan, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Ertem et al. (2008) di kota Madrin Turki, menyatakan bahwa menikah dini lebih banyak ditemukan pada keluarga besar (extended family). Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah, saling berinteraksi satu sama lain serta mempunyai peran dan fungsi masing-masing. Keluarga besar merupakan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak dan sanak saudara lainnya (Zaidin, 2006). Menikah dini dikalangan masyarakat Indramayu didorong oleh struktur keluarga dimana orang tua kurang melakukan kontrol terhadap proses mencari jodoh pada anaknya. Alasan untuk terjadinya perkawinan bagi orang tua tidak hanya berorientasi pada kepentingan ekonomi akan tetapi didasarkan pada adanya relasi sosial dan sistem nilai yang terbuka diantara anggota keluarga maupun masyarakat (Homzah and Sulaeman, 2014). Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin membuktikan apakah struktur keluarga dan faktor lainnya berhubungan dengan menikah dini pada perempuan di Kabupaten Indramayu.
B. Rumusan Masalah Menikah dini di Kabupaten Indramayu sampai saat ini sudah cukup mengkhawatirkan. Menurut data dari Kementerian Agama Kabupaten Indramayu hampir setiap tahunnya mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kondisi seperti ini dapat memberikan dampak negatif bagi kualitas sumber daya manusia khususnya bagi kaum perempuan. Perempuan yang menikah dini meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi karena usia yang terlalu muda pada saat hamil. Selain itu perempuan yang menikah dini memiliki masa reproduksi yang lebih panjang sehingga mempunyai kesempatan lebih besar untuk melahirkan anak lebih dari dua. Hasil beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa menikah dini berkaitan dengan lingkungan keluarga dan status sosial
5
ekonomi. Interaksi sosial dalam lingkungan keluarga dapat mempengaruhi perilaku individu secara langsung. Hubungan antara anggota keluarga pada keluarga besar (extended family) akan semakin kompleks sehingga seorang anak dapat dipengaruhi oleh anggota keluarga lainnya dalam mengambil keputusan untuk menikah. Berdasarkan hal tersebut, maka melalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui hubungan struktur keluarga dengan menikah dini pada perempuan di Kabupaten Indramayu.
6
C. Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan struktur keluarga dengan menikah dini pada perempuan di Kabupaten Indramayu. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Mengidentifikasi
usia
pernikahan
pada
perempuan
di
Kabupaten
Indramayu. b. Mengidentifikasi struktur keluarga, pendidikan orang tua, pendidikan responden dan status ekonomi keluarga. c. Mengidentifikasi hubungan struktur keluarga dengan menikah dini dengan memperhatikan pendidikan orang tua, pendidikan responden dan status ekonomi keluarga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis a. Sebagai bentuk pengembangan ilmu pengetahuan untuk merancang intervensi yang lebih efektif bagi masyarakat dan pemerintah. b. Dapat digunakan sebagai pembanding dalam melakukan penelitian selanjutnya 2. Manfaat praktis Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu dapat bermanfaat bagi Pemerintah Daerah dalam kebijakan program pemberdayaan kesejahterahan keluarga khususnya untuk mencegah pernikahan dini.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang hubungan struktur keluarga dengan menikah dini pada perempuan di Kabupaten Indramayu sejauh ini belum pernah dilakukan. Namun terdapat penelitian lain yang membahas tentang pernikahan usia dini diantaranya yaitu:
7
1. Al-Ridhwany and Al-Jawadi (2014) meneliti tentang “Early Child Marriage in Mosul at North of Iraq: Prevalence and Preference” dengan menggunakan desain studi cross-sectional bertujuan untuk memperkirakan prevalensi pernikahan anak dan mencari faktor yang terkait dengan pernikahan anak di Kota Mosul Iraq. Hasil penelitian menyebutkan bahwa prevalensi pernikahan pada anak sebesar 15,7% dan yang menjadi penyebabnya adalah urbanisasi pernikahan kerabat dan tingkat pendidikan rendah. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah lokasi penelitian, tujuan dan desain penelitian. 2. Güler and Küçüker (2010) meneliti dengan judul “Early Marriages Among Adolesencent Girls in Afyonkarahisar, Turkey”, studi yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik sosial budaya pada perempuan yang menikah dini. Hasilnya sebagian besar perempuan yang menikah dini berasal dari pedesaan, sekitar 65,5% responden menganggap pernikahan dini bukan sebagai masalah dan sebesar 23% kasus pernikahan terjadi akibat adanya hubungan kerabat serta 62,3% terjadi pada keluarga inti. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah lokasi penelitian, tujuan dan desain penelitian. 3. Rafidah et al. (2012) meneliti dengan judul Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Penelitian
yang
dilakukan
untuk
mengidentifikasi
fakor-faktor
yang
berhubungan dengan menikah dini. Hasilnya faktor yang berhubungan dengan menikah dini yaitu pendidikan responden yang rendah, status ekonomi keluarga rendah, persepsi tentang pernikahan dini yang kurang baik, pendidikan oran tua yang rendah dan pekerjaan orang tua. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah lokasi penelitian, tujuan dan desain penelitian. 4. Suryaningrum et al. (2009) meneliti dengan judul Analisis Status Ekonomi Sebagai Salah Satu Faktor Risiko Pengambilan Keputusan Menikah Dini Remaja Puteri di Kecamatan Ngipar Kabupaten Gunungkidul. Penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi usia pernikahan dan faktor penyebab
8
terjadinya pernikahan dini. Hasil penelitian menyebutkan bahwa status ekonomi keluarga yang rendah, pendidikan orang dan pekerjaan orang tua merupakan faktor yang berhubungan dengan menikah dini. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan adalah lokasi penelitian, tujuan dan desain penelitian.