BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia tentunya sangat berperan dalam suatu perusahaan, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang terdidik dan siap pakai untuk
mendukung
pengembangan
perusahaan.
Keberhasilan
pengelolaan
organisasi ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia. Salah satu kebutuhan strategis dalam suatu organisasi adalah tersedianya sumber daya manusia yang professional, dan bukan hal mudah untuk mewujudkannya karena ada beberapa faktor penghambat, seperti hambatan dari faktor organisasi maupun dari dalam diri karyawan sendiri yang dapat berupa stres kerja. Masalah stres kerja yang dialami oleh karyawan cenderung lebih mudah timbul daripada mengatasinya. Oleh karena itu, stres kerja tidak akan muncul bila tidak ada pemicunya. Stres kerja dapat dilihat dari suara yang muncul dari karyawan, seperti munculnya keluhan-keluhan seputar masalah pekerjaan. Hal-hal yang menjadi keluhan karyawan adalah banyaknya beban pekerjaan yang harus diselesaikan karena sebagian karyawan kurang memanfaatkan waktu kerja yang ada, sehingga pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kondisi ini menyebabkan terjadinya akumulasi atau penumpukan pekerjaan, yang pada akhirnya menjadi beban yang harus segera diselesaikan. Beban yang semakin bertambah akan mengakibatkan karyawan menjadi stres. Beban kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya stres pada karyawan, dan faktor tersebut paling sering dirasakan oleh setiap karyawan. Beban kerja juga merupakan faktor yang paling sering dialami oleh setiap karyawan, dan kondisi tersebut dapat memunculkan kondisi stres bagi karyawan. Miqdad (dalam Schultz 1982) menjelaskan bahwa aspek-aspek yang dapat menimbulkan stres kerja adalah beban kerja yang berlebihan secara kualitatif maupun kuantitatif. Karyawan akan merasa beban kerjanya berlebihan secara kuantitatif apabila terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan,
1
2
sedangkan karyawan akan merasa bahwa beban kerjanya berlebihan secara kualitatif apabila menurutnya pekerjaannya sulit bagi dirinya. Stres kerja terjadi jika tuntutan kerja melebihi kemampuan atau kapasitas yang dimiliki seorang karyawan. Untuk itu, perusahaan perlu mengetahui besarnya tingkat stres karyawannya. Setelah mengetahui, perusahaan dapat mengambil tindakan perbaikan, sehingga karyawan dapat bekerja secara produktif (French et al., 1982). Kondisi stres kerja juga dapat berdampak langsung pada kesejahteraan karyawan dengan membatasi kemampuan individu untuk membuat perubahan positif (Landsbergis et al., 1998). Stres kerja juga dianggap sebagai penghalang utama untuk berfungsinya organisasi yang efektif (Noblet dan Lamontagne, 2016). Stres kerja memberikan kontribusi dalam keberhasilan organisasi, termasuk absensi, perputaran tenaga kerja dan prestasi kerja (Dollard et al., 2000; Michie dan Williams, 2003). Industri secara keseluruhan telah mengalami kerugian yang cukup besar sebagai akibat dari stres kerja dan, di Inggris, pengusaha telah memperkirakan kerugian akibat stres kerja mencapai antara £ 353 dan £ 381 juta pound per tahun (HSE 1999). Suatu studi juga mengungkapkan bahwa perusahaan kehilangan penghasilan sebesar US$ 68 miliar per tahun karena turunnya produktivitas sebagai efek dari stres karyawan (Gibson, 2003). Faktanya di lapangan adalah tuntutan untuk dapat selalu bekerja lebih baik setiap harinya dapat memberikan tekanan bagi karyawan yang akan menimbulkan stres. Karyawan yang tidak dapat menyesuaikan dirinya dengan tuntutan pekerjaan dan lingkungan tempat dia bekerja, lama kelamaan karyawan yang bersangkutan mengalami kondisi yang dinamakan stres. Para ahli mengatakan bahwa stres dapat timbul sebagai akibat tekanan atau tegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara seseorang dengan lingkungannya. Seperti yang dikemukakan oleh Miqdad (dalam Handoko, 2001), bahwa stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Terdapat berbagai faktor penyebab dari stres. Menurut Munandar (2014), faktor-faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stres dikelompokkan dalam 5
3
kategori besar, yaitu : faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan serta struktur dan iklim organisasi. Pertama, kategori faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan adalah fisik dan tugas, untuk fisik misalnya kebisingan dan panas, sedangkan tugas mencakup beban kerja, shift kerja, kelelahan dan penghayatan dari risiko dan bahaya. Kedua, peran individu dalam organisasi artinya setiap karyawan mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada. Ketiga, pengembangan karier merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih atau promosi yang kurang. Keempat, hubungan dalam pekerjaan yang tidak baik terlihat dari kepercayaan yang rendah, minat yang rendah dalam pemecahan masalah organisasi. Untuk yang kelima, adalah struktur organisasi, kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan dalam organisasi. Menurut Kimberly (2009), kelelahan merupakan keluhan umum bagi pekerja shift yang akan menurunkan daya konsentrasi, motivasi, dan daya ingat, sehingga rentan terhadap stres. Shift kerja dipandang sebagai tuntutan yang menekan individu, jika tidak dikelola secara baik oleh perusahaan akan berdampak pada gangguan fisiologis dan perilaku pekerja dan pada akhirnya akan mengurangi produktivitas kerja (Kimberly, 2009). Permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus. Kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi akan memberikan efek negatif, baik bagi pekerjaan maupun individu pekerja. Kelelahan kerja dapat menimbulkan berbagai risiko yang berefek negatif bagi pekerja. Sangat banyak risiko kelelahan yang dialami pekerja, di antaranya: turunnya motivasi kerja, performansi yang rendah. Selain itu, juga kelelahan dapat menimbulkan meningkatnya frekuensi kesalahan, sehingga menyebabkan produktivitas kerja menjadi rendah. Bahkan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan terjadinya kecelakaan akibat kerja (Tarwaka, 2004). Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan kejadian kecelakaan kerja sehingga merugikan diri pekerja maupun perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja (Setyawati, 2011). Lebih dari 65% pekerja di
4
Indonesia memiliki keluhan kelelahan kerja saat berkunjung ke poliklinik perusahaan (Suma’mur, 1996). Hasil penelitian pada tenaga kerja bagian drilling di pertamina EP Jambi juga menunjukkan sebanyak 53,3% tenaga kerja mengalami kecelakaan (Fahri & Pasha, 2010). Angka kecelakaan kerja di Indonesia dalam 5 tahun terakhir cenderung naik. Pada 2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, sedangkan tahun sebelumnya hanya 98.711 kasus kecelakaan kerja, 2009 terdapat 96.314 kasus, 2008 terdapat 94.736 kasus, dan 2007 terdapat 83.714 kasus. Direktur Pelayanan PT. Jamsostek Djoko Sungkono mengungkapkan hal ini berdasarkan meningkatnya jumlah klaim kecelakaan kerja yakni Rp. 504 miliar pada 2011, dari Rp. 401,2 miliar pada tahun 2010. Sementara, pada 2009 sebesar Rp. 328,5 miliar, 2008 sebesar Rp. 297,9 miliar, dan 2007 hanya Rp. 219,7 miliar (Anonim, 2012). Menurut Suma’mur (1993), secara umum terdapat 2 faktor penyebab kecelakaan, yaitu: 1. Tindakan/perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts), dan 2. Keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja, yaitu antara 80-85%. Penyebab utama kecelakaan yang disebabkan manusia adalah stres dan kelelahan (fatique). Kelelahan kerja memberi kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja (Setyawati, 2007). Salah satu penyebab fatique adalah gangguan tidur yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada circadian rhythms akibat shift kerja. Sudah dipercaya bahwa sebagian besar dari pekerja yang bekerja pada shift malam memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami kecelakaan kerja dibandingkan dengan mereka yang bekerja pada shift normal (shift pagi). Josling (1998) dalam artikelnya yang berjudul Shift Work and III-Health mempertegas anggapan tersebut dengan menyebutkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Circadian Learning Centre di Amerika Serikat yang menyatakan bahwa para pekerja shift, terutama yang bekerja di malam hari, dapat terkena beberapa masalah kesehatan. Permasalahan
5
kesehatan ini antara lain: gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan gastrointestinal. Segala gangguan kesehatan tersebut, ditambah tekanan stres yang besar, dapat secara otomatis meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan pada para pekerja shift malam. Menurut Suma’mur (1993), shift kerja malam perlu mendapat perhatian karena irama faal manusia (circadian rithm) terganggu, metabolisme tubuh tidak dapat beradaptasi, kelelahan, kurang tidur, alat pencernaan kurang berfungsi secara normal, timbul reaksi psikologis dan pengaruh yang kumulatif. Masalah stres kerja dalam kehidupan organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting untuk diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut, karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur. Perusahaan perlu memandang karyawan sebagai pribadi yang mempunyai kebutuhan atas pengakuan dan penghargaan, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut saja. Dengan demikian, perusahaan tidak hanya menuntut yang harus diberikan karyawan terhadap perusahaan, namun juga memikirkan kebutuhan karyawan telah terpenuhi atau belum. Apabila hal tersebut tidak mendapatkan perhatian yang serius dari perusahaan akan menyebabkan stres kerja bagi para karyawan dan jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas stres kerja yang cukup tinggi akan mengakibatkan karyawan menderita kelelahan fisik, emosional, maupun mental (burn out) dan akan mempertinggi tingkat jumlah karyawan yang keluar (turnover). Salah satu perusahaan yang memiliki jam kerja yang cukup panjang pada divisi produksi adalah PT. Pulogadung Tempajaya yang bergerak di bidang steel forging, dengan jumlah karyawan divisi produksi sebanyak 139 orang. Untuk memenuhi pemesanan, PT. Pulogadung Tempajaya melakukan produksi selama 24 jam perhari dengan mempekerjakan karyawan secara shift (pola waktu kerja). Perusahaan ini memberlakukan pola kerja 3 shift. Jam kerja normal pada shift pagi dimulai pada pukul 08.00 16.00, dengan waktu istirahat pada pukul 11.30-12.30.
6
namun untuk memenuhi target produksi, sering dilakukan lembur hingga pukul 20.00. Shift siang dimulai pukul 16.00-00.00, dengan waktu istirahat pukul 20.30 – 21.30, jika target produksi belum terpenuhi, maka sering dilakukan lembur hingga pukul 07.30. Shift malam dimulai pukul 00.00 – 08.00, dengan waktu istirahat pada pukul 03.30 – 04.30. Pada umumnya, karyawan bekerja dari hari Senin sampai dengan Jumat, namun bila diperlukan jam kerja lembur, maka karyawan akan bekerja pada hari Sabtu dan Minggu. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, perumusan masalah penelitian ini adalah : “Apakah kelelahan kerja, shift kerja dan beban kerja berhubungan dengan stres kerja pada karyawan di PT. Pulogadung Tempajaya?”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara kelelahan, shift, dan beban kerja dengan stres kerja pada karyawan PT. Pulogadung Tempajaya. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara kelelahan, dengan stres kerja pada karyawan PT. Pulogadung Tempajaya. b. Untuk mengetahui hubungan antara shift dengan stres kerja pada karyawan PT. Pulogadung Tempajaya. c. Untuk mengetahui hubungan antara beban dengan stres kerja pada karyawan PT. Pulogadung Tempajaya. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat ilmiah Diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan, khususnya bagi pengembangan bidang keilmuan yang diteliti dan lebih luas lagi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan stres kerja yang dialami oleh para karyawan.
7
2. Manfaat praktis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
dipergunakan
sebagai
bahan
pertimbangan perumusan kebijakan dalam rangka terciptanya lingkungan kerja yang kondusif bagi para karyawan pada umumnya dan khususnya pada karyawan di PT. Pulogadung Tempajaya. 3. Manfaat bagi masyarakat Menjadi
bahan
masukan
sebagai
penambahan
informasi
pada
masyarakat tentang hubungan kelelahan kerja, shift kerja, dan beban kerja dengan stres kerja pada para karyawan pada umumnya dan khususnya karyawan di PT. Pulogadung Tempajaya. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan peneliti, terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan ini, antara lain dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Keaslian penelitian Nama Kimberly, 2009.
Judul Pengaruh Shift Kerja terhadap Kemungkinan terjadinya Kelelahan pada Pekerja Pabrik Kelapa Sawit PT. X Labuhan Batu
Metode Penelitian bersifat analitik, menggunakan rancangan cross sectional.
Hasil Ada hubungan yang signifikan antara shift kerja dengan kelelahan dan stres
Perbedaan Lokasi penelitian, waktu penelitian, variabel penelitian.
Miqdad, 2014.
Hubungan antara beban kerja dan self- efficiency dengan stres kerja pada dosen Universitas X
Menggunakan teknik accidental sampling
Ada hubungan positif antara beban kerja dan self- efficiency dengan stres kerja. Ada hubungan positif antara beban kerja dengan stres kerja. Ada hubungan negatif antara selfefficiency dengan stres kerja.
Lokasi penelitian, waktu penelitian, variabel penelitian.
8
Lanjutan Nama Haryono, 2009.
Judul Metode Hubungan antara Penelitian beban kerja, stres bersifat kerja analitik, dan tingkat menggunakan konflik dengan rancangan kelelahan kerja cross perawat di Rumah sectional. Sakit Islam Yogyakarta PDHI Kota yogyakarta.
Hasil Ada hubungan yang signifikan antara beban kerja, stres, tingkat konflik dengan kelelahan kerja perawat RSIY PDHI.
Perbedaan Lokasi penelitian, waktu penelitian.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti di atas, kebaruan dalam penelitian ini berupa adanya penambahan variabel yang belum diteliti sebelumnya, yaitu variabel shift kerja.