1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Penerapan teknologi informasi dalam pengelolaan data kesehatan sangat penting, sehingga memerlukan perhatian dan kerangka konseptual menyeluruh dalam kaitannya dengan pelaksanaan Health Information Technology (HIT) (Cresswell & Sheikh, 2013). Meningkatnya penggunaan informasi membutuhkan peningkatan kualitas data dan produk informasi, yang pada gilirannya membutuhkan sistem informasi kesehatan yang lebih baik. Penguatan sistem informasi kesehatan sebelumnya tidak mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir, kemudian pada tahun 2010 dibentuk Health Metrics Network, pada penyelenggraan Global Health Information Forum di Bangkok, dan pembukaan dari Presiden Obama yang menyerukan
penguatan
pengawasan
kesehatan
masyarakat
dan
sistem
pengumpulan data lainnya untuk memantau penyakit, kondisi, penyediaan pelayanan kesehatan, dan hasil kesehatan sebagai bagian dari pendekatan terpadu untuk memperkuat sistem kesehatan (United States Government, 2011). Routine
Health
Information
Systems
(RHIS)
dibutuhkan
untuk
meningkatkan kinerja sistem kesehatan, memperkuat strategi sistem kesehatan di tingkat kabupaten yang meliputi kualitas data yang relevan, kelengkapan, ketepatan
waktu,
akurasi
dan
penggunaan
informasi
untuk
membantu
pengambilan keputusan, serta membantu kepatuhan terhadap pelayanan kesehatan, mengurangi kesalahan medis, dan dapat berperan sebagai kunci dalam meningkatkan pengelolaan dan pertanggungjawaban kapasitas dan mekanisme di
2
fasilitas kesehatan untuk reformasi sistem kesehatan yang lebih luas. Routine Health Information Systems (RHIS) merupakan rutinitas sistem yang luas, seperti sistem surveilans untuk mengidentifikasi kejadian penyakit; catatan medis individu (berbasis kertas atau elektronik) yang dapat digunakan oleh dokter, perawat, dan jenis-jenis tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas layanan bagi individu yang dapat digunakan oleh pejabat kabupaten untuk mengetahui layanan kesehatan yang diberikan dan sistem pendukung terkait, termasuk peralatan dan perlengkapan, keuangan, pembayaran, infrastruktur, dan sumber daya manusia (Hotchkiss, Diana, & Foreit, 2012). Penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) dilakukan oleh berbagai program, baik di lingkungan Kementerian Kesehatan maupun diluar sektor kesehatan. Dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, terdapat target strategis untuk meningkatkan pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK). Perencanaan kesehatan di tingkat Kementerian Kesehatan pada dasarnya sudah berjalan dengan baik yang ditandai dengan pemanfaatan
IT
melalui
sistem
e-planning, e-budgeting
dan
e-monev.
Permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan kesehatan antara lain adalah kurang tersedianya data dan informasi yang memadai, sesuai kebutuhan dan tepat waktu. Permasalahan juga muncul karena belum adanya mekanisme yang dapat menjamin keselarasan dan keterpaduan antara rencana dan anggaran Kementerian Kesehatan dengan rencana dan anggaran kementerian/lembaga terkait serta Pemerintah Daerah atau Pemda (Kabupaten, Kota, dan Provinsi), termasuk pemanfaatan hasil evaluasi atau kajian untuk input dalam proses penyusunan perencanaan (Kemenkes RI, 2015). Menurut Kepmenkes Nomor 551 tahun 2002 tentang kebijakan dan strategi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah memfasilitasi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA). Efektifnya SIKNAS tergantung oleh efektifnya SIKDA-SIKDA di provinsi maupun kabupaten/kota (Depkes RI, 2002). Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dibangun dari jaringan sistem informasi kesehatan provinsi, sistem informasi kesehatan provinsi
3
dibangun dari jaringan sistem informasi kesehatan kabupaten/kota. Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Indonesia tidak berjalan secara optimal dan belum maksimal dalam memberikan informasi yang diperlukan dalam proses pengambilan keputusan di berbagai tingkat sistem kesehatan, mulai dari puskesmas di tingkat kecamatan sampai dengan Kementrian Kesehatan di tingkat pusat. Hal tersebut disebabkan karena informasi kesehatan saat ini aksesnya masih sulit, data dan informasi tidak akurat. Padahal informasi tersebut sangat penting dan diperlukan keberadaannya dalam menentukan arah kebijakan dan strategi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kesehatan nasional. Selain itu puskesmas sebagai pelaksana kesehatan terendah, mengalami kesulitan dalam melakukan pelaporan, dengan banyaknya laporan yang harus dibuat berdasarkan permintaan dari berbagai program di Kementrian Kesehatan, dimana data antara satu laporan dari satu program dengan laporan lain dari program lainnya memiliki dataset yang hampir sama, sedangkan aplikasi untuk membuat berbagai laporan tersebut
berbeda-beda.
Sehingga
menimbulkan
tumpang
tindih
dalam
pengerjaannya, yang menghabiskan banyak sumberdaya dan waktu dari petugas puskesmas. Melihat berbagai kondisi diatas maka dibutuhkan suatu Sistem Informasi Kesehatan untuk digunakan di daerah (Puskesmas dan Dinas Kesehatan) yang sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak, mulai dari tingkat puskesmas hingga ke Kementrian Kesehatan dengan standar minimum atau disebut Sistem Informasi Kesehatan Daerah Generik (SIKDA Generik) (Saparingga, 2011). Sistem Informasi Kesehatan Daerah Generik (SIKDA Generik) merupakan Sistem Informasi Kesehatan Daerah yang dirancang untuk dapat memenuhi berbagai persyaratan minimum yang dibutuhkan dalam kegiatan pengelolaan informasi kesehatan daerah, mulai dari proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan, sampai dengan distribusi Informasi Kesehatan. SIKDA Generik ini dirancang untuk menjadi standar bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan informasi kesehatan di daerah, meliputi pelaksana kesehatan yang ada didalamnya yaitu puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan
4
Provinsi. Sehingga SIKDA Generik terbagi menjadi beberapa sub sistem sebagai berikut : 1. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) 2. Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan (SIM DINKES) Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) digunakan di puskesmas dalam kegiatan pencatatan berbagai kegiatan pelayanan, baik itu kegiatan dalam gedung maupun kegiatan luar gedung, dan dapat dilakukan koneksi database secara online melalui jaringan internet ke Server SIKDA Generik di Dinas Kesehatan, maupun ke database lokal yang ada di puskesmas. Kegiatan puskesmas yang mampu ditangani oleh Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) ini adalah : Pengelolaan informasi riwayat medis pasien per individu; Pengelolaan informasi kunjungan pasien ke puskesmas; Pengelolaan informasi kegiatan pelayanan kesehatan dalam gedung; Pengelolaan informasi pemakaian dan permintaan obat/farmasi di puskesmas, pos obat desa, pos UKK; Pengelolaan informasi tenaga kesehatan puskesmas; Pengelolaan informasi sarana dan peralatan (inventaris) puskesmas; Pengelolaan informasi kegiatan luar gedung; Pengelolaan pelaporan internal dan ekternal puskesmas (Pusdatin Kemenkes, 2011). Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dulu dikenal dengan Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) merupakan tools atau instrumen pencatatan dan pelaporan yang ada di puskesmas. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) adalah suatu tatanan manusia dan/atau peralatan yang menyediakan informasi untuk membantu proses manajemen puskesmas mencapai sasaran kegiatannya. Tujuan umumnya meningkatkan kualitas manajemen puskesmas secara lebih berhasil guna dan berdaya guna, melalui pemanfaatan secara optimal data Sistem Pencatatan Dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) maupun
informasi lainnya yang
menunjang kegiatan pelayanan. Tujuan khususnya sebagai pedoman penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP) dan pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas melalui Mini Lokakarya (MINLOK) (Wibisono & Munawaroh, 2012).
5
Beberapa provinsi di Indonesia telah berhasil mengembangkan sistem informasi kesehatan daerahnya, Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan juga ingin mengembangkan sistem informasi kesehatan yang berbasis komputer dengan harapan data dan informasi yang dihasilkan dapat terintegrasi mulai dari Puskesmas, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan agar efisiensi dan efektifitas kerjanya meningkat. Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar memiliki 23 UPT. Puskesmas, 4 (empat) diantaranya merupakan UPT. Puskesmas Perawatan (Rawat Inap). Dari sekian banyak UPT. Puskesmas dua di antaranya yaitu UPT. Puskesmas Gambut (merupakan UPT. Puskesmas Perawatan) dan UPT. Puskesmas Sungkai baru-baru ini mendapatkan pengakuan. Hal itu diwujudkan dalam Sertifikat ISO 9001:2008. Sertifikat ISO 9001:2008 (Syamsudin, 2012). Dengan adanya sertifikat ISO tersebut pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Kabupaten Banjar terus berupaya ditingkatkan. Salah satu cara meningkatkan pelayanan kualitas pelayanan kesehatan tersebut misalnya sejak tahun 2013 Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan mulai mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik tepatnya di UPT. Puskesmas Gambut yang wilayahnya berupa tanah rawa mempunyai kendala tersendiri dalam pelaksanaan program-program puskesmas. UPT. Puskesmas Gambut terletak di pinggir jalan raya propinsi yang wilayahnya juga melewati jalan bebas hambatan Lintas Utara dan Lintas Selatan yang merupakan daerah rawan kecelakaan lalu lintas dan juga merupakan daerah rawan kebakaran lahan yang menyebabkan kabut asap. Meskipun dengan kondisi yang kurang menguntungkan, hal itu merupakan pemicu untuk membantu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat. Selama ini komputer belum dimanfaatkan secara optimal dalam pengolahan data, komputer yang ada hanya mengganti fungsi mesin tik untuk memasukkan data-data saja, padahal UPT. Puskesmas Gambut merupakan UPT. Puskesmas dengan status puskesmas perawatan yang telah menerima sertifikat ISO
9001:2008. Dengan sudah
terpasangnya jaringan Local Area Network (LAN) dan Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik di UPT. Puskesmas Gambut, diharapkan
6
data yang valid, tepat waktu lengkap serta komunikasi data dapat terlaksana sehingga mempermudah pekerjaan manajerial dalam pengambilan keputusan dan kebijakan. Melihat gambaran latar belakang tersebut peneliti ingin mengekplorasi implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik di UPT. Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Mengapa kinerja implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik Di UPT. Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar belum maksimal ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik di UPT. Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Untuk menganalisis Input yang ada dalam implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik di UPT. Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan seperti kompleksitas formulir prosedur pengisian, komputerisasi, banyaknya laporan, kompetensi petugas sistem informasi kesehatan, motivasi, tata kelola, perencanaan, ketersediaan sumber daya, pelatihan, bimbingan, pembiayaan. b. Untuk menganalisis Proses dalam implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik di UPT. Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan yaitu pemeriksaan data, pengolahan data, analisis data, dan penyajian data.
7
c. Untuk menganalisis Output yang dihasilkan dalam implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik di UPT. Puskesmas Gambut Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan seperti kualitas data yang baik (lengkap, tepat waktu dan akurat) dan penggunaan informasi yang berkelanjutan. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1. Menjadi salah satu sumber informasi tentang pentingnya pemanfaatan Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik diwilayah Kabupaten Banjar. 2. Sebagai bahan rekomendasi dan evaluasi dalam implementasi serta pemanfaatan Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik diwilayah Kabupaten Banjar dimasa yang akan datang. 3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan sistem informasi kesehatan agar pengembangan e-government diwilayah Kabupaten Banjar dapat berjalan dengan lancar. E. Keaslian Penelitian Beberapa
penelitian
yang
telah
dilakukan
berhubungan
dengan
implementasi Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik diantaranya sebagai berikut : 1. Mäenpää et al., (2009) Melakukan penelitian tentang penerapan sistem informasi kesehatan daerah di Finlandia. Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem informasi kesehatan daerah, apa saja yang telah dilakukan dan seperti apa hasilnya. Rancangan penelitian adalah studi kasus, yaitu melihat teknologi dan perubahan yang terjadi setelah pengimplementasian sistem di organisasi. Hasil SIKDA difokuskan pada lima bidang : aliran informasi, kolaborasi, proses desain ulang, kegunaan sistem dan budaya organisasi. Hasil dari penelitian ini adalah perlu dibuat rencana strategis (RENSTRA) yang konsisten sebagai dasar pengimplementasian
8
sistem informasi kesehatan daerah serta perlu peningkatan komunikasi dan koordinasi dalam suatu wilayah, juga akses sistem harus memadai untuk data klinis pasien. 2. Veranita (2009) Melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi penerapan serta pemanfaatan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan rancangan studi kasus, dan metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah pada pelaksanaan penerapan SIKDA di Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dilihat input pelaksanaan dalam bentuk kebijakan yang hanya berupa SK (Surat Keputusan) Tim SIKDA tidak ada
kebijakan
untuk
pemberian
intensif
dan
lainnya,
dari
proses
pelaksanaannya masih perlu penyempurnaan karena jaringan Local Area Network (LAN) baru terpasang dan belum dapat dilihat hasilnya serta perlu pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) berupa pelatihan teknis yang dilaksanakan berkesinambungan, dari segi pelaporan tidak dapat dilihat hasilnya karena hanya berupa uji coba saja. 3. Yusuf (2014) Melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi kesiapan puskesmas pilot project dalam penerapan SIKDA Generik di Banda Aceh. Jenis dan rancangan penelitian adalah deskriptif kualitatif dengan rancangan studi kasus. Hasil dari penelitian ini adalah diketahui bahwa adanya dukungan pimpinan serta organisasi untuk menerapkan SIKDA Generik di puskesmas, dan merupakan tujuan organisasi namun belum ada dukungan regulasi pemerintah daerah juga proses pertukaran data di puskesmas yang masih manual dan belum terintegrasi dengan komputer, serta belum siapnya sumber daya manusia dengan pemanfaatan teknologi informasi di puskesmas.