BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di dunia. Pneumonia diperkirakan membunuh sekitar 1,2 juta anak usia dibawah lima tahun (balita) dalam setiap tahunnya, melebihi dari AIDS, malaria dan TB. Pneumonia dapat disebabkan karena virus, bakteri maupun jamur. Pneumonia dapat menyerang anak-anak maupun keluarga di manapun juga, namun angka prevalensi tinggi paling banyak ditemukan di wilayah Asia Selatan dan wilayah Sahara di Afrika (WHO, 2012).
Pneumonia sebagai pembunuh utama anak usia balita, telah
menjadi pandemi yang dilupakan, karena dalam setiap tahunnya dapat menyebabkan lebih dari 2 juta anak usia balita meninggal di negara berkembang. Hal ini lebih parah jika dibandingkan dengan 800.000 anak yang diperkirakan meninggal akibat malaria dan sekitar 300.000 anak balita yang diperkirakan meninggal karena AIDS dari sekitar 3 juta kematian AIDS total (Wardlaw et al., 2006). Proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) pada anak usia < 5 tahun di Eropa adalah sekitar 11%, namun di Afrika dan Asia masing-masing memiliki proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA berkisar ± 20%. Kematian karena ISPA sebagian besar (75%) disebabkan oleh pneumonia (Smith et al., 2000), dengan menyisakan kondisi bronkiolitis pada sebagian besar penderita yang bertahan hidup. Infeksi saluran pernapasan atas adalah merupakan kejadian yang sangat umum, dan biasanya ringan. Pneumonia adalah istilah yang memiliki arti yang lebih luas untuk merujuk pada infeksi akut pada paru-paru, termasuk infeksi oleh virus patogen, bakteri, dan lainnya, yang melibatkan alveoli, bronkiolus, bronkus, dan kadang selaput paru-paru dan jaringan lainnya. (Schuchat & Dowell, 2004) Berbagai studi tentang beberapa fakta kematian anak dengan usia balita berdasarkan penyakit maupun penyebab kematian yang lain telah banyak dilaksanakan. Salah satu
data terkini tentang hal tersebut adalah studi yang
dilakukan oleh Liu, et al. (2012), yaitu data terkini angka kematian anak dari
1
2
tahun 2000-2010. Proporsi anak usia balita yang meninggal karena kasus infeksi di Asia Tenggara, yang tertinggi disebabkan oleh pneumonia (22%). Meskipun sudah dilakukan berbagai upaya untuk penanggulangan pneumonia, tetapi kasus pneumonia masih tetap tinggi. Penetapan standar MDGs adalah untuk mengurangi tingkat kematian hingga dua-pertiga pada tahun 2015 diantara anak usia <5 tahun. Namun, karena banyak dan besarnya kasus pneumonia sehingga akan menyebabkan banyak negara yang tidak akan berhasil untuk mencapai tujuan tersebut kecuali jika negara yang bersangkutan memberikan cukup perhatian terhadap pencegahan dan pengendalian terhadap pneumonia (Schuchat & Dowell, 2004; WHO, 2012). Di Indonesia, ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan
3-6 kali
pertahun. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 1530%
kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit
disebabkan oleh ISPA (Dirjen P2PL, 2009). Dari tahun ke tahun ISPA karena pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak anak. Pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah diare (15,5%, diantara semua balita), dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Berdasar Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) data prevalensi pneumonia balita di Indonesia meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007 (Kemenkes, 2010). Berdasarkan data dari Ditjen P2PL dan Profil Kesehatan Indonesia, cakupan penemuan pneumonia di Indonesia dari tahun 2000 sampai tahun 2009 belum pernah mencapai target yang ditetapkan, meskipun target sudah beberapa kali disesuaikan, dan terakhir pada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 target cakupan penemuan kasus pneumonia balita pada tahun 2010 ditetapkan menjadi 60%. Cakupan pneumonia balita selama 10 tahun hanya berkisar antara 22,18-35,9%. Distribusi insiden pneumonia balita dari seluruh provinsi di Indonesia, tidak merata, hanya beberapa provinsi yang memperlihatkan tingginya kasus
3
pneumonia. Berdasarkan data terbaru yang dikeluarkan oleh direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat 5 jumlah pneumonia balita terbanyak, yaitu sekitar 18.477 kasus, namun jika dilihat dari angka kematian/case fatality rate (CFR) balita akibat pneumonia provinsi dengan angka CFR, maka Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat 16 dengan angka CFR sekitar 10%. (Kemenkes RI, 2012) Pada tahun 2011,
Provinsi Jawa Tengah
dalam penemuan
dan
penanganan penderita pneumonia pada balita angka capaiannya sebesar 25,5% dengan jumlah kasus yang ditemukan sebanyak 66.702 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2010 yang sebesar 40,63%. Angka ini masih sangat jauh dari target Standar Pelayanan Minimal (SPM) tahun 2010 sebesar 100%. (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012) Kabupaten Temanggung yang secara administratif dan geografis masuk dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah diperhitungkan memiliki andil dalam capaian angka pneumonia bagi Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2010 insiden pneumonia balita tertinggi adalah Puskesmas Temanggung yaitu dengan 273 kasus. Data insiden tertinggi selanjutnya adalah Puskesmas Kandangan dengan capaian kasus tertinggi pada tahun 2012 yaitu dengan 231 kasus. Jumlah kasus ini merupakan data tertinggi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir sejak tahun 2010 (Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung, 2012). Hasil penelitian yang dilaksanakan di beberapa wilayah kabupaten di Indonesia, paparan polusi rumah tangga dilihat dari indikator asap dapur, asap rokok dan asap obat nyamuk menunjukkan hasil yang berbeda-beda, diantaranya sebagian dari hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh/peran asap bagi kejadian pneumonia balita, dilihat dari analisis data dalam uji statistik. Penelitian ini diantaranya adalah seperti yang dilakukan di Magelang dengan hasil penelitian menunjukkan paparan asap dapur memiliki OR=1,47 (CI 95%; 0,832,59), dan paparan asap rokok memiliki OR=1,18 (CI 95%; 0,59-2,38). Hasil penelitian kedua indikator secara statistik tidak signifikan sebagai faktor risiko pneumonia balita (Salam, 2005). Hasil penelitian di Cilacap menunjukkan bahwa paparan asap dapur memiliki OR= 2,8 (CI 95%; 1,25-6,08) dan paparan asap
4
rokok memiliki OR=2,7 (CI 95%; 1,14-6,33). Hasil penelitian secara statistik adalah signifikan bahwa kedua indikator ini sebagai faktor risiko pneumonia balita (Yuwono, 2008). Selain itu dari penelitian di Toraja, paparan asap rokok memiliki OR= 1,17 (CI 95%; 0,74-3,92). Hasil penelitian secara statistik tidak signifikan bahwa paparan asap rokok sebagai faktor risiko pneumonia balita (Butu, 2010). Sedang dari penelitian di Kebumen paparan asap dapur memiliki OR= 1,16 (CI 95%; 0,65-2,1), paparan asap rokok memiliki OR=2,2 (CI 95%; 0,92-3,2), dan paparan asap obat nyamuk memiliki OR= 1,2 (CI 95%; 0,63-2,5). Hasil penelitian ini secara statistik adalah tidak signifikan bahwa ketiga indikator ini sebagai faktor risiko pneumonia balita (Sutami, 2011). Dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa keberadaan asap dalam ruangan merupakan indikator polusi udara. WHO (2005) menjelaskan bahwa jika asap di dalam ruangan memiliki kandungan berbagai macam bahan polutan maka akan berpengaruh buruk bagi kesehatan. Mulholland et al.,(2008) menambahkan bahwa adanya polusi udara dalam ruangan, akan menjadi salah satu faktor risiko kejadian pneumonia. Kabupaten Temanggung yang memiliki julukan negeri tembakau merupakan salah satu daerah yang menjalankan kebijakan longgar terhadap cukai tembakau. Kondisi ini sangat berpengaruh pada perilaku kebebasan merokok bagi masyarakatnya. Kondisi ini juga didukung oleh karakteristik wilayah yaitu daerah pegunungan dengan curah hujan yang relatif tinggi, suhu udara yang sejuk bahkan cenderung dingin. Beberapa aktifitas untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat dilakukan oleh masyarakat, diantaranya menggunakan pakaian tebal (jaket), menggunakan perapian tungku untuk memasak di dapur, dan termasuk di dalamnya adalah aktifitas merokok. Selain itu aktifitas pemakaian obat nyamuk bakar juga terlihat sudah biasa
dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten
Temanggung. Aktifitas pembakaran yang dilakukan seperti halnya perapian tungku dapur, merokok dan membakar obat nyamuk pada dasarnya akan menimbulkan asap. Hal ini merupakan salah satu bentuk pencemaran udara di dalam rumah.
5
Apalagi jika sering atau terus belangsung di dalam rumah ditambah dengan frekusensi membuka jendela/ventilasi rumah yang kurang maka faktor-faktor ini dapat menjadi indikator keberadaan paparan asap di dalam rumah bagi penghuninya. Fenomena ini cukup menarik untuk diteliti lebih lanjut, apakah keberadaan paparan polusi rumah tangga dari indikator asap dapur, asap rokok dan asap obat nyamuk memiliki peran terhadap kejadian pneumonia balita di Kabupaten Temanggung. Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian berkaitan dengan faktor risiko paparan asap khususnya terhadap kejadian pneumonia balita di Kabupaten Temanggung belum pernah dilakukan. . B. Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan pada latar belakang maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah paparan polusi rumah tangga memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia balita di Kabupaten Temanggung.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan paparan polusi rumah tangga dengan kejadian pneumonia balita di Kabupaten Temanggung. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui pengaruh paparan asap dari bahan bakar di dapur, kebersamaan balita di dapur, keberadaan paparan asap rokok, frekuensi kebersamaan balita dengan perokok, keberadaan paparan asap obat nyamuk, frekuensi aktifitas balita dengan perlindungan obat nyamuk serta kondisi ventilasi hunian pada kejadian pneumonia balita di Kabupaten Temanggung. b. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu, status sosial ekonomi keluarga dan kepadatan hunian dengan kejadian pneumonia balita di Kabupaten Temanggung.
6
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Puskesmas Dapat membantu puskesmas untuk mendapatkan informasi tentang polusi udara di dalam ruangan dari faktor paparan asap melalui keberadaan indikator asap dapur, asap rokok dan asap obat nyamuk berkaitan dengan kejadian pneumonia pada balita. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung Dapat menjadi bahan masukan dalam menetapkan upaya dan kebijakan berkaitan dengan perencanaan program pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA khususnya pneumonia pada balita 3. Bagi peneliti Dapat menjadi media untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama pendidikan, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah. Selain itu juga dapat menambah pengetahuan tentang polusi udara di dalam ruangan dari faktor paparan asap melalui keberadaan indikator asap dapur, asap rokok dan asap obat nyamuk berkaitan dengan kejadian pneumonia pada balita.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan dan hampir mirip serta berhubungan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan, antara lain adalah: 1. Salam (2005), dengan judul penelitian faktor risiko pneumonia pada balita di Kabupaten Magelang tahun 2005. Memiliki kemeripan penelitian antara lain; desain case-control, variabel independen faktor paparan asap dapur dan asap rokok serta variabel dependen balita pneumonia. Sedangkan perbedaannya adalah tidak diteliti faktor paparan asap obat nyamuk dan lokasi penelitian di Kabupaten Magelang. 2. Yuwono (2008), dengan judul penelitian faktor-faktor lingkungan fisik rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap. Memiliki kemiripan penelitian antara lain; desain : case-control serta variabel independen: faktor
7
paparan asap dapur dan asap rokok. Sedangkan bedaannya adalah tidak diteliti faktor paparan asap obat nyamuk, variabel dependen: hanya pada balita jenis kelamin laki-laki serta lokasi penelitian di Kabupaten Cilacap. 3. Butu (2010), dengan judul penelitian faktor risiko kejadian pneumonia pada anak usia 12-24 bulan di Kabupaten Tanah Toraja. Memiliki kemiripan penelitian antara lain; variabel independen faktor paparan asap dapur dan asap rokok serta variabel dependen balita pneumonia. Sedangkan perbedaannya adalah desain crossectional, variabel independen tidak meneliti faktor paparan asap obat nyamuk serta lokasi penelitian di Kabupaten Tanah Toraja. 4. Onyango et al.,(2012), dengan judul penelitian risk factors of severe pneumonia among children aged 2-59 months in Western Kenya. Memiliki kemiripan penelitian antara lain; desain case-control, variabel independen: faktor
paparan asap dapur dan variabel dependen
balita pneumonia.
Sedangkan perbedaannya adalah tidak meneliti faktor paparan asap rokok dan asap obat nyamuk serta lokasi penelitian di Negara Kenya.