BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 228 juta jiwa. Dengan pertumbuhan penduduk 1,64 % dan Total Fertility Rate (TFR) 2,6. Dari segi kuantitas jumlah penduduk Indonesia cukup besar tetapi dari sisi kualitas melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kondisi Indonesia sangat memprihatinkan karena dari 117 negara, Indonesia di posisi 108. Tingginya laju pertumbuhan yang tidak diiringi peningkatan kualitas penduduk ini akan berpengaruh kepada tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk. Untuk menanggulanginya maupun untuk kelangsungan program, pemerintah telah mencanangkan program Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB) sebagai program nasional (Handayani, 2010). Salah satu program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program Keluarga Berencana (KB). Perluasan dan pengembangan program keluarga berencana nasional secara bertahap di lakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. Dukungan lain terhadap keberhasilan program keluarga berencana nasional adalah dengan meningkatkannya daya guna dan hasil guna dari unsur-unsur penunjang program dengan memberikan kontribusi yang saling mengisi sesuai dengan fungsinya masing-masing (Dinkes, 2009). Pengertian Keluarga Berencana menurut UU No. 10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan
1
2
sejahtera. Tujuan utama program KB nasional adalah untuk memenuhi perintah masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, menurunkan tingkat/ angka kematian ibu bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil berkualitas (Arum, 2009). Program KB diadakan dengan tujuan mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Salah satu usaha yang telah dilaksanakan dalam program KB adalah penyediaan sarana kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi pada prinsipnya adalah untuk mencegah terjadinya pembuahan atau peleburan antara sel sperma pria dengan sel telur wanita (Rusmiati, 2005). Saat ini telah banyak dikenal alat-alat kontrasepsi, baik alat KB yang tidak permanen kondom, pil, suntik, implant, Intra Uterine Device (IUD), maupun metode permanen yang disebut kontrasepsi mantap seperti Metode Operasi Pria (MOP) dan Metode Operasi Wanita (MOW) (Trismiati, 2004). Di Jawa Tengah tahun 2008 jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 6.357.836 meningkat dibanding tahun 2007 sebanyak 6.248.972. Partisipasi masyarakat sebagai Peserta KB Aktif tahun 2008 sebesar 4.964.579 (78,09%) dari jumlah PUS sebanyak 6.357.836. Sementara untuk peserta KB aktif pada tahun 2009 sebanyak 198.086 (78,95%) dari jumlah PUS 250.891. MOP sebanyak 6,85% (Dinkes, 2009). Berdasarkan data dari BAPERMAS (Badan Pemberdayaan Masyarakat), Kabupaten Kota Semarang memiliki 16 kecamatan. Di antara 16 kec. Tersebut pada tahun 2010, kecamatan Tembalang merupakan salah satu kecamatan dengan jumlah pengguna KB pria dalam hal ini adalah kondom tertinggi yaitu 1794 (14,30%), dan MOP sebanyak 169 (7,97%) (BAPERMAS, 2010). Kemudian kecamatan Tembalang memiliki 12 desa/kelurahan. Dari 12 desa/kelurahan tersebut sendangmulyo merupakan desa/kelurahan dengan jumlah pengguna KB Pria dalam hal ini adalah vasektomi sebanyak 72 (39,6 %). Dengan jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 6837 (PLKB Tembalang, 2010). Data dari kantor kelurahan Sendangmulyo memiliki 29
3
Rw dengan jumlah penduduk 29987 jiwa yang terdiri dari 15230 laki-laki dan 14757 perempuan. (Kelurahan Sendangmulyo, 2010). Dari keseluruhan peserta KB baru selama tahun 2009, pemakaian kontrasepsi pria mengalami peningkatan dibandingkan dengan data tahun 2008. Namun kontrasepsi pria merupakan yang paling sedikit di gunakan yaitu vasektomi. Hal ini di sebabkan banyak suami yang masih menganggap bahwa istri saja yang mempunyai kewajiban untuk menggunakan kontrasepsi sebagai upaya pengaturan kelahiran (Dinkes, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Juliastuty, dkk. (2008) menyebutkan bahwa rendahnya tingkat partisipasi pria dalam program KB disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: sasaran pelaksanaan program KB lebih mengutamakan perempuan, lingkungan sosial budaya yang masih beranggapan bahwa urusan KB dan kesehatan reproduksi adalah urusan perempuan, terbatasnya kesadaran dan pengetahuan pria tentang KB dan kesehatan reproduksi, terbatasnya jenis metode kontrasepsi bagi kaum pria dan rendahnya dukungan terhadap pengembangan jenis metode kontrasepsi pria, serta terdapat kesenjangan dalam pemberian pelayanan KB dan kesehatan reproduksi antara laki-laki dan perempuan (Juliastuty, 2008). Sosialisasi mengenai hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender menjadi kegiatan yang selalu menjadi perhatian dalam pelaksanaan program, demikian pula halnya dalam pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan wanita dan pria dalam berbagai bidang kehidupan. Pada umumnya kesenjangan ini dapat dilihat dari faktor akses, partisipasi, manfaat dan pengambilan keputusan (kontrol) (http://www.sdki.go.id). Meskipun pemerintah indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang berorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender, namun demikian masalah utama yang kita hadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi pria dalam pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi. Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 20102014 di jelaskan bahwa peserta KB aktif pria menjadi salah satu indikator
4
keberhasilan program KB dalam memberikan kontribusi yang nyata untuk mewujudkan keluarga kecil berkualitas (BKKBN, 2010). Rendahnya partisipasi suami dalam program KB dipengaruhi juga oleh pengetahuan dan sikap/perilaku. Rendahnya pengetahuan suami tersebut mempengaruhi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada lakilaki, karena salah satu yang menentukan persepsi seseorang adalah pengetahuan yang ia miliki. Seseorang yang memiliki pengetahuan baik tentang sesuatu akan memiliki persepsi yang lebih positif terhadap hal tersebut. Seseorang yang memiliki persepsi positif tentang sesuatu akan membuat individu tersebut akan memiliki sikap dan perilaku yang positif juga terhadap hal tersebut (BKKBN, 2004). Beberapa persepsi yang di kemukakan oleh rosentock dalam Health Believe
ModeL
(HBM)
yang
mencoba
untuk
menjelaskan
dan
memprediksikan perilaku kesehatan individu antara lain : persepsi kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi manfaat, dan persepsi hambatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian di RW I Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kabupaten Kota Semarang dengan judul : Hubungan Persepsi Suami Dengan Penggunaan Kontrasepsi Pria di RW I Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
C. Tujuan Penelitan 1. Tujuan umum Mendeskripsikan persepsi suami tentang penggunaan kontrasepsi pria di RW I Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang.
5
2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan persepsi kerentanan penggunaan kontrasepsi pria di RW I Sendangmulyo Kecamatan Tembalang. b. Mendeskripsikan persepsi manfaat penggunaan kontrasepsi pria di RW I Sendangmulyo Kecamatan Tembalang c. Mendeskripsikan persepsi hambatan penggunaan kontrasepsi pria di RW I Sendangmulyo Kecamatan Tembalang. d. Mendeskripsikan lamanya penggunaan kontrasepsi pria di RW I Sendangmulyo Kecamatan Tembalang. e. Analisis hubungan antara persepsi kerentanan dengan penggunaan kontrasepsi pria f. Analisis hubungan antara persepsi keparahan dengan penggunaan kontrasepsi pria g. Analisis hubungan antara persepsi manfaat dengan penggunaan kontrasepsi pria h. Analisis hubungan antara persepsi hambatan dengan penggunaan kontrasepsi pria.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis Sebagai data untuk penelitian lebih lanjut mengenai persepsi suami dalam pengggunaan kontrasepsi pria. 2. Bagi institusi kesehatan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menggalakkan peran serta suami dalam menggunakan kontrasepsi. 3. Bagi ilmu keperawatan Diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif dan menambah ilmu pengetahuan
bagi
pembaca
dalam
pengembangan
bidang
ilmu
6
keperawatan khususnya bidang ilmu keperawatan maternitas yang termasuk di dalamnya bidang Ilmu Komunitas. E. Bidang Ilmu Bidang ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu keperawatan maternitas. Termasuk di dalamnya ilmu keperawatan komunitas.
7