BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia terus berupaya meningkatkan kualitas diri dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Peningkatan kualitas bangsa dan negara dapat dilaksanakan dengan adanya peran dari pemerintah untuk mampu menyelenggarakan pemerintahannya yang selalu mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkannya berbagai bentuk pembangunan terus dilakukan agar mampu memenuhi dan melindungi kebutuhan warganegaranya, baik dalam bidang ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan. Hal tersebut sesuai dengan tujuan negara Indonesia seperti yang tertuang dalam alenia ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yaitu: “...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial...” Dalam rangka mewujudkan kepentingan dan kesejahteraan rakyat dalam bidang perekonomian, pemerintah telah membentuk Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, dimana kebutuhan akan transportasi khususnya transportasi udara menjadi penting dan strategis. Transportasi merupakan bidang kegiatan yang sangat vital dalam peri kehidupan masyarakat Indonesia. Dikatakan sangat vital karena didasari beberapa faktor, baik geografis, penduduk, maupun kekayaan alam yang tidak dapat dihindari dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi (Abdulkadir Muhammad, 2013:30). Kemudahan akses transportasi dapat mengurangi perbedaan
antar
wilayah
sehingga
mendorong
terciptanya
pemerataan
pembangunan di semua daerah. Berdasarkan program MP3EI, Indonesia dibagi menjadi enam wilayah koridor ekonomi, meliputi Sumatera Timur, Pantai Utara
1
2
Jawa, Kalimantan, Sulawesi Barat, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat, dan Papua (Delthy Sugriady Simatupang, 2011: 6). Keberadaan enam koridor ini ditargetkan mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7% per tahun, sekaligus bisa menciptakan pembangunan yang lebih merata di semua daerah. Oleh sebab itu, dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang terpisahkan antar pulau-pulau, transportasi udara dinilai dapat menjadi salah satu sarana paling efektif dalam mewujudkan keterhubungan antar daerah. Pemanfaatan ruang udara sebagai salah satu bentuk penguasaan negara untuk mempercepat pembangunan perekonomian tidak terlepas dari materi muatan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yang menegaskan bahwa, “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Atas dasar ketentuan tersebut, maka lahir hak menguasai negara atas sumber daya alam yang ada di bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (termasuk udara) dan penguasaan tersebut memberikan kewajiban kepada negara untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Makna dari ketentuan hak menguasai negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 tersebut, bahwa ruang udara merupakan sumber daya alam yang dikuasai oleh negara yang memberikan arti kewenangan kepada negara sebagai organisasi atau lembaga untuk mengatur dan mengawasi penggunaannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehingga segala aspek hak penguasaan yang diberikan pada negara memiliki tujuan akhir untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Seiring dengan berkembangnya arus globalisasi yang menuntut terjalinnya kerjasama antar negara diberbagai bidang sebagai konsekuensi adanya pasar global, membuat Indonesia tergabung kedalam organisasi kawasan ASEAN. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Giddens, bahwa globalisasi telah menciptakan zona-zona ekonomi dan politik serta budaya baru di dalam sebuah kawasan yang melibatkan hubungan antar bangsa (Mugasejati, 2006: 6). Dengan adanya perkembangan arus globalisasi yang sedemikian rupa telah membawa implikasi hak penguasaan negara atas wilayah udara Indonesia untuk dihadapkan
3
pada dinamaka liberalisasi ruang udara atau pembukaan ruang udara Indonesia tanpa batas, khususnya berkaitan dengan pelayanan jasa angkut penerbangan di kawasan Asia Tenggara. Dibidang pelayanan jasa penerbangan, Indonesia bersama-sama dengan anggota negara ASEAN lainnya membuat kesepakatan multilateral ASEAN berupa Air Travel Integration atau integrasi dalam bidang pelayanan udara. Kerjasama tersebut tertuang dalam ASEAN Multilateral Agreement on Air Services (ASEAN MAAS) yang ditandatangani pada tanggal 20 Mei 2009 di Manila, Filipina (Peter Forsyth dan John King, 2004: 12). Isi kesepakatan dalam ASEAN MAAS tersebut secara umum adalah mengatur mengenai liberalisasi di bidang jasa angkutan udara khususnya jasa angkutan udara penumpang yang diwujudkan dalam bentuk ASEAN open sky policy pada tahun 2015, dimana seluruh negara di kawasan ASEAN ditargetkan menerapkannya pada tahun 2015. Kebijakan open sky memungkinkan penerbangan langsung ke bandara tujuan, sehingga akan terjadi persaingan bebas antar maskapai masing-masing negara dalam menggarap pasar penerbangan. Open sky dipandang sebagai komponen penting dalam integrasi ekonomi ASEAN, terutama di sektor industri pelayanan udara, karena sampai saat ini transportasi udara masih menjadi isu krusial dalam perdagangan antar negara. Selain itu, open sky juga berperan dalam peningkatan kualitas layanan pariwisata yang akan meningkatkan aspirasi turis untuk berkunjung, yang pada gilirannya akan menambah devisa negara yang bersangkutan. Sementara di sektor industri penerbangan, open sky akan meningkatkan kualitas industri pesawat udara dan akan menjadi sektor ekspor yang potensial bagi negara anggota ASEAN. Oleh sebab itu kebijakan ASEAN open sky yang di ambil oleh pemerintah Indonesia beserta dengan negara-negara yang lain pada hakikatnya akan menimbulkan sebuah tantangan untuk percepatan pertumbuhan ekonomi sekaligus juga dapat menjadi ancaman kedaulatan bagi negara yang tidak siap menghadapinya. Kebijakan open sky yang diterapkan di Indonesia diartikan sebagai terbukanya wilayah udara Indonesia atas berbagai penerbangan asing untuk melewati wilayah udara dan mendarat di bandara-bandara pada wilayah
4
Indonesia. Open sky menetapkan bahwa semua bandara sipil di Indonesia terbuka bagi maskapai penerbangan asing manapun. Oleh sebab itu pelaksanaan kebijakan open sky di Indonesia memerlukan sebuah langkah yang tertata sehingga negara sebagai
pemegang
mandat
hak
penguasaan
atas
ruang
udara
dapat
menjalankannya dengan baik demi tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hak menguasai negara di ruang udara dalam rangka pelaksanaan ASEAN open sky adalah mencakup tata laksana upaya pemerintah dalam mengelola dan mengawasi pengunaan ruang udara. Pengelolaan dan pengawasan tersebut pada hakikatnya akan bermuara akhir pada tujuan negara yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka pelaksanaan ASEAN open sky pemerintah Indonesia telah membentuk produk hukum berupa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, dimana didalam undang-undang tersebut telah mengakomodir ketentuan mengenai open sky yakni terdapat dalam pasal 90, yang menyatakan bahwa: “Pembukaan pasar angkutan udara menuju ruang udara terbuka tanpa batasan hak angkut udara (Open Sky) dari dan ke Indonesia untuk perusahaan angkutan udara niaga asing dilaksanakan secara bertahap berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral serta harus dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan kepentingan nasional berdasarkan prinsip keadilan (fairness) dan timbal balik (resiprocity)”. Pembukaan pasar angkut penerbangan dalam ASEAN open sky bagi kedaulatan udara Indonesia bukan berarti tidak menuai hambatan, ancaman kedaulatan negara di ruang udara menjadi hal krusial yang perlu dicermati. Hal ini disebebkan, dalam ASEAN open sky nantinya negara akan dihadapkan pada pasar bebas penerbangan yang akan berimplikasi pada melemahnya penguasaan negara atas wilayah udaranya, khususnya pada permasalahan kedaulatan negara. Negara akan dihadapkan pada persoalan kedaulatan wilayah, kedaulatan ekonomi, serta kedaulatan dalam pengendalian lalu lintas penerbangan. Dalam hal kedaulatan wilayah, ASEAN open sky membuka wilayah udara Indonesia tanpa batas sehingga wilayah udara Indonesia akan bebas dilalui oleh maskapai negara lain di kawasan ASEAN. Dalam hal kedaulatan ekonomi,
5
ASEAN open sky merupakan suatu keniscayaan adanya persaingan bebas antar maskapai dari berbagai negara dalam kawasan ASEAN, sehingga maskapai Indonesia akan bersaing ketat dalam menggarap pangsa pasar penerbangan. Kemudian dalam hal hak pengendalian lalu lintas penerbangan, apabila Indonesia dinilai belum mampu untuk mengontrol lalu lintas penerbangan sesuai standar prosedur internasional, maka hak pengendalian lalu lintas penerbangan akan diserahkan pada negara lain yang lebih berkompeten. Oleh sebab itu apabila Indonesia tidak segera melakukan pembenahan dalam menata industri penerbangannya, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa hak penguasaan negara atas wilayah udara Indonesia akan terintervensi oleh negara lain yang pada akhirnya akan semakin menjauhkan tujuan negara dalam mensejahterakan rakyat.
B. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan bagian penting dalam suatu penulisan hukum agar terarah tujuan yang diharapkan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, sehingga sangat diperlukan untuk memfokuskan masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1.
Apakah penerapan ASEAN open sky policy di Indonesia pada tahun 2015 sesuai (tidak bertentangan) dengan prinsip hak menguasai negara pada ruang udara sebagaimana diatur di dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945?
2.
Mengapa Indonesia harus menerapkan ASEAN open sky policy di Indonesia pada tahun 2015?
3.
Bagaimanakah penerapan ASEAN open sky policy di Indonesia pada tahun 2015 agar tidak bertentangan dengan prinsip hak menguasai negara pada ruang udara sebagaimana diatur di dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945?
C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian dikenal 2 (dua) macam tujuan, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif. Adapun tujuan yang hendak dicapai penulis adalah sebagai berikut:
6
1.
Tujuan Objektif Tujuan objektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum yang berasal dari penelitian itu sendiri, yaitu sebagai berikut: a.
Untuk mengetahui prinsip hak menguasai negara pada ruang udara di Indonesia terhadap penerapan ASEAN open sky policy 2015.
b.
Untuk mengetahui alasan Indonesia menerapkan ASEAN open sky policy pada tahun 2015.
c.
Untuk merumuskan langkah strategis penerapan ASEAN open sky policy di Indonesia pada tahun 2015 agar tidak bertentangan dengan prinsip hak menguasai negara pada ruang udara sebagaimana diatur di dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945.
2.
Tujuan Subjektif Tujuan subjektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari pribadi penulis sebagai dasar dalam melakukan penelitian, yaitu sebagai berikut: a. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menerapkan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat memberi manfaat bagi penulis sendiri serta dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum. c. Untuk memperluas pengetahuan dan pemahaman dalam teori dan praktek penulis dalam bidang hukum tata negara.
D. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian dapat memberikan manfaat bagi pengetahuan terutama ilmu hukum baik secara teoritis maupun dalam praktek. Adapun manfaat yang diharapkan penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1.
Manfaat teoritis a.
Penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah dan mengembangkan pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum tata
7
negara pada khususnya mengenai prinsip Hak Menguasai Negara di ruang udara terhadap penerapan ASEAN open sky policy di Indonesia. b.
Penulisan hukum ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur sebagai acuan untuk melakukan penelitian sejenis dikemudian hari.
2.
Manfaat praktis a.
Menjadi wadah bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir yang dinamis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b.
Hasil penelitian dalam penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti dan bermanfaat bagi pihak yang mengkaji ilmu hokum.
E. Metode Penelitian Metode Penelitian merupakan uraian teknis yang digunakan dalam penelitian (Bahder Johan Nasution, 2008:3). H.J. van Eikema Hommes dalam Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri.
Argumentasi tersebut
mengindikasikan bahwa tidak
dimungkinkannya penyeragaman metode untuk semua bidang ilmu. Ilmu hukum bukan merupakan bagian ilmu sosial. Oleh karena itu, metode riset atau metode penelitian sosial tidak tepat untuk digunakan di dalam ilmu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014:19). Dengan demikian maka menjadi suatu kesalahan ketika penelitian hukum disamakan dengan penelitian sosiolegal (Peter Mahmud Marzuki, 2014:47). Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum (legal research) pada dasarnya adalah suatu proses menemukan kebenaran koherensi, yaitu adakah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan (act) seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 47). Menurut Morris L. Cohen dalam
8
Peter Mahmud Marzuki menyatakan bahwa legal research is the process of finding the law that governs activities in human society (Peter Mahmud Marzuki, 2014:57). Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how, penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi. Di sinilah dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan kemudian memberikan pemecahan atas masalah tersebut (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 60). Penelitian hukum memerlukan metode penelitian yang nantinya akan menunjang hasil penelitian tersebut untuk mencapai tujuan dari penelitian hukum. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Jenis Penelitian Ilmu hukum merupakan ilmu yang mempelajari mengenai norma hukum. Mempelajari norma hukum dalam arti mempelajari preskripsi-preskripsi, oleh sebab itu norma hukum merupakan bagian yang esensial di dalam ilmu hukum. Dengan demikian, sering dikatakan bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang normatif (Peter Mahmud Marzuki, 2011:24). Terkait dengan prinsip bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang normatif, maka jenis penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang mengkaji norma-norma hukum atau asas-asas hukum, dimana telah terjadi ketimpangan terhadap norma atau asas hukum tersebut yang menimbulkan adanya isu hukum sebagai permasalahan hukum yang perlu dicari penyelesaiannya (Bahder Johan Nasution, 2008:86).
2.
Sifat Penelitian Sifat penelitian erat kaitannya dengan sifat ilmu, yang dalam hal ini ilmu hukum. Sebagaimana telah diketahui bahwa ilmu hukum bersifat preskriptif. Oleh karena itu, penelitian hukum tidak dimulai dengan hipotesis (Peter Mahmud Marzuki, 2014:59). Ilmu hukum juga bersifat terapan yang berarti ilmu hukum bertujuan untuk menetapkan standar prosedur, ketentuan-
9
ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2011:22). Merujuk pada sifat ilmu hukum tersebut, maka sifat penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini adalah preskriptif dan terapan. Penelitian bersifat preskriptif didasarkan pada pengertian penelitian hukum yaitu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter atau sifat preskriptif ilmu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2011:35). Kemudian penelitian bersifat terapan mengandung arti bahwa penelitian hukum dalam kerangka kegiatan akademis sekalipun harus melahirkan preskriptif yang dapat diterapkan (Peter Mahmud Marzuki, 2014:69). 3.
Pendekatan Penelitian Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparasi (comparative approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 133). Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan dua macam pendekatan. Pertama, pendekatan perundangundangan (statute approach) untuk mencari pemecahan terhadap isu hukum yang diangkat dalam penelitian hukum ini dengan menelaah regulasi yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan regulasi lain yang berkaitan dengan isu hukum. Kedua, pendekatan kasus (case approach) yaitu sebagai suatu pendekatan dengan memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan rinci yang dalam hal ini adalah kasus kedaulatan udara Indonesia.
4.
Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian hukum adalah pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder (Bahder Johan
10
Nasution, 2008:97). Peter Mahmud Marzuki berpendapat bahwa dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum sekalius memberikan mengenai preskripsi mengenai apa yang seyogyanya diperlukan sumber-sumber penelitian, sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi, risalah dalam pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Adapun bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku, teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 181). Dalam penelitian hukum ini, bahan hukum yang penulis gunakan adalah sebagai berikut: a.
Bahan hukum primer 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rngka Demokrasi Ekonomi; 3) Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 001-021-022/PUU1/2003 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4) Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003 atas pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XI/2013 atas pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
11
7) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pengesahan ASEAN Framework Agreement for The Integration of Priority Sectors (Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN Untuk Integrasi Sektor-Sektor Prioritas). 8) Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2011 tentang Pengesahan ASEAN Multilateral Agreement On Air Services (Persetujuan Multilateral ASEAN Tentang Jasa Angkutan Udara) Beserta Protocol 1 On Unlimited Third And Fourth Freedom Traffic Rights Within The ASEAN Sub-Region (Protokol 1 tentang Kebebasan Hak Angkut Ketiga dan Keempat yang Tidak Terbatas dalam Subkawasan ASEAN) dan Protocol 2 On Unlimited Fifth Freedom Traffic Rights Within The ASEAN Sub-Region (Protokol 2 tentang Kebebasan Hak Angkut Kelima yang Tidak Terbatas dalam Subkawasan ASEAN). 9) Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protocol 3 On Unlimited Third And Fourth Freedom Traffic Rights Between
The
ASEAN
Sub-Region
(Protokol
3
Tentang
Kebebasan Hak Angkut Ketiga dan Keempat yang Tidak Terbatas Antar Subkawasan ASEAN) dan Protocol 4 On Unlimited Fifth Freedom Traffic Rights Between The ASEAN Sub-Region (Protokol 4 tentang Kebebasan Hak Angkut Kelima yang Tidak Terbatas Antar Subkawasan ASEAN). 10) Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2015 tentang Pengesahan ASEAN Multilateral Agreement On The Full Liberalisation Of Air Freight Services (Persetujuan Multilateral ASEAN Mengenai Liberalisasi Penuh Jasa Angkutan Udara Kargo), Protocol 1 On Unlimited Third, Fourth, And Fifth Freedom Traffic Rights Among Designated Points In ASEAN (Protokol 1 tentang Kebebasan Hak Angkut Ketiga, Keempat, dan Kelima yang Tidak Terbatas di Antara Titik-Titik yang Telah Ditunjuk di ASEAN), dan Protocol 2 On Unlimited Third, Fourth, And Fifth Freedom Traffic Rights Among
12
All Points With International Airports In ASEAN (Protokol 2 tentang Kebebasan Hak Angkut Ketiga, Keempat, dan Kelima yang Tidak Terbatas di Antara Semua Titik dengan Bandar Udara Internasional di ASEAN). 11) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara. 12) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2013 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. 13) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 11 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Berjadwal Dalam Negeri. 14) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: KP 480 Tahun 2012 tentang Roadmap Hubungan Udara Indonesia. b.
Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder meliputi hasil karya ilmiah dan penelitianpenelitian yang relevan terkait penelitian ini, termasuk diantaranya thesis, skripsi, disertasi, jurnal-jurnal hukum, kamus hukum dan buku yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti (Peter Mahmud Marzuki, 2014: 196).
5.
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum dalam penelitian hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen (library reaserch). Teknik pengumpulan bahan ini dengan membaca, mengkaji, dan membuat catatan dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen serta tulisan-tulisan yang berkaitan dengan liberalisasi penerbangan dalam ASEAN open sky.
6.
Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian hukum ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme melalui pola berpikir deduktif. Dalam pola berpikir deduktif ini terdapat 2 (dua) premis untuk membangun analisis terhadap isu
13
hukum yaitu premis mayor yang merupakan aturan hukum yang berlaku (peraturan yang berkaitan dengan ASEAN open sky), dan premis minor yang merupakan fakta hukum atau kondisi empiris dalam pelaksanaan suatu aturan hukum. Kemudian, dari kedua premis tersebut ditarik kesimpulan atau konklusi (Peter Mahmud Marzuki, 2014:89-90).
F. Sistematika Penulisan Hukum Pada dasarnya penulisan hukum ditulis berdasarkan kaidah dan sistematika penulisan, agar hasil akhir dari penulisan hukum tersebut dapat sistematis sehingga dapat mudah dipahami. Sistematika penulisan hukum diuraikan guna memberikan gambaran umum terhadap konteks pembahasan isu hukum sesuai dengan identifikasi masalah dan paparan pendukung dari pembahasan isu hukum tersebut. Sistematika penulisan hukum terdiri dari 4 (empat) bab dimana pada setiap bab terbagi menjadi beberapa sub-bab, dan dimungkinkan pada setiap subbab tersebut terbagi lagi menjadi beberapa poin. Sistematika penulisan hukum ini diuraikan sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN A. Pendahuluan B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif 2. Tujuan Subyektif D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Obyektif 2. Manfaat Subyektif E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan Hukum
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Mengenai Konsep, Tujuan dan Fungsi Negara
14
2. Tinjauan Umum Mengenai Negara Kesejahteraan 3. Tinjauan Umum Mengenai Kedaulatan Negara 4. Tinjauan Umum Mengenai Prinsip Hak Menguasai Negara 5. Tinjauan Umum Mengenai ASEAN Open Sky Policy 2015 B. Kerangka Pemikiran BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini memuat substansi pembahasan dari identifikasi masalah yang dirumuskan guna menjawab isu hukum yang diteliti. Pembahasan tersebut terdiri dari : A. Penerapan ASEAN Open Sky Policy di Indonesia pada tahun 2015 dikaitkan dengan prinsip hak menguasai negara pada ruang udara sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945. B. Alasan Penerapan ASEAN Open Sky Policy di Indonesia pada Tahun 2015. C. Penerapan ASEAN Open Sky Policy di Indonesia pada tahun 2015 agar tidak bertentangan dengan prinsip hak menguasai negara pada ruang udara sebagaimana diatur di dalam Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945.
BAB IV
: PENUTUP A. Simpulan B. Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN