1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan sebagai salah satu bagian prasarana transportasi darat memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, menyatakan bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Peran jalan yang sangat penting membawa implikasi bagi upaya dan kerja keras pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan infrastruktur jalan yang berkualitas. Salah satu upaya yang ditempuh adalah melalui penyediaan anggaran pembangunan jalan setiap tahun untuk kegiatan pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan jalan baru yang merupakan tanggung jawab pemerintah dan atau pemerintah daerah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 30 UU 38 tahun 2004 tentang Jalan. Namun, upaya dan kerja keras yang ditempuh pemerintah tersebut nampaknya belum mampu mencapai keberhasilan yang diharapkan semua pihak. Agar terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, pemerintah mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan jalan dengan kegiatan meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan. Mulyono (2013) menyatakan bahwa infrastruktur jalan di Indonesia melayani kepentingan multi sektor, berbagai faktor eksternal mempengaruhi performa pelayanan jalan terhadap pergerakan barang dan penumpang menyebabkan terjadinya problem (masalah) penyelenggaraan jalan di Indonesia. Banyak
pihak/lembaga
negara
yang
terkait
secara
langsung
terhadap
penyelenggaraan jalan nasional, yang tentunya sangat berbeda dengan prasarana transportasi lainnya seperti bandara pelabuhan dan perkeretaapian (Mulyono, 2013). Fenomena tersebut berdampak terhadap infrastruktur jalan yang
2
berhadapan dengan heterogenitas dan kompleksitas permasalahan teknis dan nonteknis sepanjang ruas jalan yang tidak akan sama antar segmen jalan. Problem penyelenggaraan jalan Nasional (Mulyono, 2013) dapat dibagi menjadi beberapa bagian yakni problem pengaturan, problem pembinaan, dan problem
pembangunan.
Problem-problem
tersebut
berasal
dari
pihak
penyelenggara jalan, penyedia jasa maupun pemanfaat jalan. Problem-problem tersebut antara lain : (a) perencanaan dan pemrograman belum singkron dengan kondisi lapangan; (b) hasil pelaksanaan sulit mencapai mutu yang maksimal sehingga durabilitas menjadi rendah; (c) operasional jalan yang berhadapan dengan faktor eksternal yang menyebabkan jalan cepat rusak; (d) hasil pemeliharaan kurang menjamin mutu pelayanan dan keandalan, akumulasi dari problem-problem tersebut merupakan faktor penyebab penurunanan mutu jalan di Indonesia. Keberhasilan proyek pembangunan sarana dan prasarana yang dilakukan oleh pemerintah sangat ditentukan oleh peran dari para pelaku konstruksi yang terlibat, salah satunya adalah keterlibatan penyedia jasa konsultansi. Proyek yang memiliki kinerja yang baik salah satunya diakibatkan dari adanya supervisi (pengawasan) yang baik (Iwan Supriyadi, 2004). Pengawasan dalam lingkup kecil adalah upaya agar suatu pekerjaan/kegiatan dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan, dalam arti luas pengawasan merupakan usaha mengendalikan suatu pekerjaan agar dicapai hasil yang seoptimal mungkin. Yang termasuk dalam pengendalian ini adalah upaya mengawasi, mengerahkan, mengkoordinir pelaksanaan pekerjaan sehingga dicapai target kualitas, kuantitas dan waktu (KAK Pekerjaan Jasa Konsultansi P2JN Provinsi Sumatera Utara, Ditjen Bina Marga, 2013). Masalah utama yang sering dihadapi oleh para penyelenggara jalan yang terkait dengan pengawasan jalan oleh konsultan supervisi (pengawas), baik yang bersifat teknis maupun non teknis, seperti kemampuan sumber daya manusia yang terbatas, fasilitas yang kurang menunjang, dan faktor-faktor lainnya yang berdampak pada kinerja konsultan supervisi (pengawas) sehingga kurang efektivitasnya pengawasan (Satker Jalan dan Jembatan Wiayah Timur, Ditjen
3
Bina Marga 2007). Tingkat kinerja jalan yang rendah mengindikasikan adanya kesenjangan antara standar pelayanan minimum bidang jalan yang disyaratkan dengan kenyataan kinerja yang ada. Out put dan out come suatu organisasi yang rendah mengindikasikan adanya kesenjangan antara standar kinerja minimal berbagai unsur organisasi dengan kenyataan yang ada (Satker Jalan dan Jembatan Wilayah Timur, Ditjen Bina Marga, 2007). Dalam rangka meningkatkan profesionalisme jajaran SDM bidang jalan (dalam hal ini SDM konsultan pengawas), tentunya penanganannya tidak dapat dilakukan secara parsial namun proses ini menuntut pembenahan secara menyeluruh. Upaya peningkatan profesionalismenya harus didasarkan pada visi, misi, strategi dan tujuan organisasi yaitu Direktorat Jenderal Bina Marga. Capaian pelaksanaan konstruksi jalan diharapkan sesuai dengan apa yang disyaratkan dalam spesifikasi teknis, sehingga hasilnya dapat memenuhi standar mutu yang diinginkan dan kinerja jalan yang ditangani diharapkan dapat memberikan layanan sampai akhir umur rencana. Hal ini sangat memerlukan kinerja yang baik dan kesadaran akan profesionalisme dari berbagai pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan konstruksi jalan yaitu pengguna jasa, kontraktor pelaksana dan konsultan pengawas dalam melaksanakan pengendalian mutu sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan. Kinerja pengawasan diukur dari tingkat pencapaian terhadap aspek-aspek yang menjadi sasaran pengendalian pelaksanaan pekerjaan, yaitu tercapainya : (1) tepat mutu; (2) tepat volume; (3) tepat waktu; (4) tepat biaya; (5) tepat fungsi dan (6) tertib administrasi. Tolak ukur yang dipakai untuk menilai tingkat keberhasilan pengendalian adalah dokumen kontrak terkait. Untuk menjamin pelaksanaan pekerjaan tersebut sesuai dengan rencana mutu, biaya, volume dan waktu yang telah ditetapkan di dalam kontrak jasa konstruksi, maka diperlukan adanya suatu tim yang akan bertugas sebagai pengawas yang berperan membantu penyelenggara jalan nasional didalam melaksanakan pengendalian pelaksanaan pekerjaan pada lokasi kegiatan yang sedang berlangsung (KAK Pekerjaan Jasa Konsultansi P2JN Provinsi Sumatera Utara, Ditjen Bina Marga, 2013). Pemerintah dalam hal ini telah menerbitkan Undang-Undang No. 18 Tahun 1999
4
tentang Jasa Konstruksi, pada pasal 35 ayat (6) ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 30 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Efektivitas pelaksanaan dari peraturan tersebut dapat lebih terukur dengan petunjuk pelaksanaan yang menjadi pedoman dalam penentuan prosedur, mekanisme dan tata cara, pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi. Provinsi Sumatera Utara yang berada di Wilayah Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional-I yang selanjutnya disebut BBPJN-I merupakan salah satu provinsi yang mendapatkan anggaran yang cukup besar untuk biaya penanganan jalan sebesar 2,786 triliun pada tahun 2014 yang dialokasikan untuk kegiatan fisik maupun bukan fisik. Porsi anggaran yang cukup besar dialokasikan untuk pelaksanaan pengendalian/pengawasan kegiatan penanganan jalan yaitu sebesar Rp. 50.932.077.000 untuk tahun 2014 atau naik sekitar 22,06% dari tahun 2013 sebesar Rp. 41.725.716.000, hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kinerja konsultansi
supervisi
(pengawasan)
bisa
meningkat
sebanding
dengan
peningkatan nilai kontrak tiap tahunnya yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.
60.000.000,00 50.000.000,00
50.932.077,00 41.725.716,00
40.000.000,00
Nilai Kontrak Jasa Konsultansi Supervisi di Provinsi Sumatera Utara
30.000.000,00 20.000.000,00 10.000.000,00 -
2013
2014
Sumber : eMonitoring Ditjen. Bina Marga (2014 ) Gambar 1.1. Perbandingan nilai kontrak jasa konsultansi supervisi di Provinsi Sumatera Utara
5
Fenomena penurunan kualitas pelayanan jalan Nasional amat dirasakan oleh kinerja pelayanan jalan nasional khususnya di wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Provinsi Sumatera Utara yang makin lama makin menunjukkan penurunan karena berbagai persoalan baik internal maupun eksternal. Dalam mengidentifikasi problem penanganan jalan nasional yang dapat menyebabkan penurunan kualitas pelayanan menurut Mulyono (2013) dapat dibedakan menjadi 2 (dua) problem : 1) Problem eksternal : pengendalian MST (muatan sumbu terberat) tidak optimal, interkoneksi drainase jalan dan drainase spasial tidak optimal, 90% angkutan barang menggunakan moda jalan serta tidak adanya pengendalian ruang wilayah oleh pemerintah daerah. 2) Problem internal : pengadaan lahan jalan, investasi penanganan jalan, perencanaan teknis jalan, pemrograman dan pendanaan, akurasi data dan informasi, pelaksanaan konstruksi jalan, operasional pelayanan jalan dan pemeliharaan jalan. Faktor internal sangat berkaitan erat dengan karakter dan kinerja konsultan supervisi (pengawas) penanganan jalan yang secara langsung akan berdampak terhadap capaian mutu jalan. Kendala dan permasalahan konsultan supervisi (pengawas) terletak pada sejauhmana tingkat kepatuhan penerapan standar mutu dilapangan. Sehingga sangat diharapkan profesionalitas dan kinerja yang baik dari penyedia jasa khususnya jasa konsultansi supervisi (pengawas) dalam mewujudkan jalan yang bermutu. Mulyono (2013) menyatakan bahwa kondisi penanganan jalan nasional saat ini yang masih berbasis output (fisik) dimana penilaian mutu konstruksi jalan masih berdasarkan End Result Related (ERS). Penanganan jalan nasional saat ini masih menghadapi beberapa persoalan, diantaranya : (1) tidak semua hasil perencanaan berbasis akurasi data; (2) tidak semua analisis teknis berbasis akar masalah; (3) DED belum berbasis kelaikan fungsi; (4) proses pengadaan lahan menghambat proses pembangunan; (5) capaian realisasi belum relevan dengan sasaran program yang ditetapkan; (6) penilaian mutu masih berbasis pada PHO dan FHO; (7) lemahnya pengendalian beban dan pembiaran gangguan rumija
6
serta (8) pemeliharaan rutin yang belum menyentuh aspek struktural. Untuk mencegah kondisi jalan nasional mengalami penurunan kondisi (mutu) jalan yang cepat memerlukan perubahan paradigma penanganan jalan nasional yang berbasis pada outcome (manfaat) dan impact (dampak) dengan penilaian mutu konstruksi berdasarkan Performance Related Standard (PRS). Agar terpenuhinya tuntutan penanganan jalan nasional yang berbasis PRS dibutuhkan perubahan paradigma penanganan jalan nasional yang berbasis integrasi “SIDLACOM” (Survey, Investigation, Design, Land Acquisition, Action Program, Construction, Operation, Maintenance), sehingga dapat terpenuhi tuntutan penanganan jalan nasional ke depan yang mengharuskan agar : (1) hasil perencanaan berbasis akurasi data yang up to date; (2) analisis teknis berbasis pada akar masalah; (3) DED berbasis kelaikan fungsi secara teknis; (4) pengadaan lahan berbasis kelaiakan fungsi secara administratif; (5) terdapat relevansi antara sasaran program dan realisasi dilapangan; (6) penilaian mutu berbasis PBC; (7) pengendalian beban dan gangguan rumija diprioritaskan serta (8) tindak lanjut (respon) yang cepat terhadap kerusakan jalan yang terjadi. Tuntutan tersebut mengharuskan perlunya penilaian kinerja konsultan supervisi bidang jalan yang menangani proyek jalan nasional khususnya di wilayah kerja BBPJN-I Provinsi Sumatera Utara yang ditinjau/berbasis pada integrasi SIDLACOM agar dapat diketahui kondisi penanganan jalan nasional saat ini sehingga dapat diberikan solusi penanganan agar sasaran pengendalian penanganan jalan nasional dapat terwujud sesuai yang diharapkan. Salah satu cara untuk mengetahui kondisi tersebut adalah dengan mencermati kendala dan akar masalah penanganan jalan nasional yang ditinjau dari pemikiran konsultan supervisi (pengawas) dari aspek teknis maupun non teknis. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi pemahaman kinerja konsultansi supervisi (pengawas) terhadap sasaran pengendalian proyek penanganan jalan nasional di wilayah BBPJN-I Provinsi Sumatera Utara, yang diharapkan dapat memberikan pemetaan problem beserta solusinya secara komprehensif yang berbasis integrasi SIDLACOM sehingga sasaran pengendalian penanganan jalan nasional dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan.
7
B. Perumusan Masalah Berbagai kendala yang terjadi akibat penurunan kinerja konsultan pengawas proyek dapat mengakibatkan penurunan terhadap kinerja jalan misalnya, penurunan mutu pekerjaan yang dapat menyebabkan umur rencana jalan pendek (durabilitas rendah). Konsultan supervisi (pengawas) memberikan kontribusi terhadap penurunan kinerja jalan karena pelaksanaan penanganan jalan tidak dilakukan secara komprehensif dengan berbasis integrasi SIDLACOM. Dari berbagai kendala yang dihadapi oleh konsultan supervisi tersebut diatas, maka dapat disusun perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : 1) Bagaimana identifikasi kinerja konsultan supervisi (pengawas) terhadap sasaran pengendalian proyek penanganan jalan nasional yang ditinjau /berbasis integrasi ”SIDLACOM”. 2) Bagaimana pengaruh hasil identifikasi kinerja konsultan supervisi terhadap sasaran pengendalian proyek penanganan jalan nasional yang berbasis integrasi “SIDLACOM” dan prioritas utama penanganan berdasarkan hasil analisis identifikasi kinerja konsultan supervisi di wilayah kerja BBPJN-I Provinsi Sumatera Utara. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan survei dan monitoring langsung pada paket pekerjaan konsultansi supervisi di di wilayah Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Medan Provinsi Sumatera Utara dengan tujuan untuk memperoleh : 1) Identifikasi kinerja konsultan supervisi (pengawas) terhadap sasaran pengendalian proyek penanganan jalan nasional yang ditinjau/berbasis integrasi ”SIDLACOM”. 2) Pengaruh hasil identifikasi kinerja konsultan supervisi terhadap sasaran pengendalian proyek penanganan jalan nasional yang berbasis integrasi “SIDLACOM”, membuat prioritas penanganan berdasarkan hasil analisis identifikasi kinerja konsultan supervisi di wilayah kerja BBPJN-I Provinsi Sumatera Utara.
8
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam penilaian tingkat kinerja jasa konsultansi supervisi pada proyek penanganan jalan nasional, yaitu : 1) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini antara lain : (a) memahami dan mengembangkan metode analisis
pemetaan
problem
penyelenggaraan
jalan
nasional
berbasis
SIDLACOM; (b) memahami dan mengembangkan analisis pengelompokan dasar masalah yang menjadi prioritas penanganan; (c) memahami dan mengembangkan teori pengambilan keputusan Importance Performance Analysis (IPA) sehingga dapat digunakan dalam proses pengambilan keputusan. 2) Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan rekomendasi (masukan) kepada Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Provinsi Sumatera Utara dalam mengetahui dasar masalah kinerja jasa konsultansi supervisi terhadap pengendalian proyek penanganan jalan nasional guna melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja konsultan supervisi di masa yang akan datang menuju Performance Related Standard (PRS) dalam penanganan konstruksi jalan. E. Batasan Penelitian Untuk menghindari agar penelitian ini tidak membias dalam menganalisis permasalahan yang terjadi, maka dilakukan pembatasan masalah, sebagai berikut : 1) Status pekerjaan penanganan jalan yang ditinjau adalah jalan nasional di wilayah Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2014. 2) Jenis pekerjaan jasa konsultansi yang ditinjau yaitu pekerjaan penanganan jalan nasional. 3) Obyek dari penelitian merupakan pihak atau pelaku yang terlibat/terkait langsung dalam pelaksanaan jasa konsultansi supervisi yaitu konsultan
9
pengawas (supervisi) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang sedang menangani proyek penanganan jalan nasional. 4) Kuesioner disusun secara kualitatif dengan tahapan integrasi SIDLACOM. 5) Penelitian ini tidak memperhitungkan hari atau waktu pelaksanaan survei. F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya adalah : 1) Purnomo (2008) melakukan penelitian tentang peran konsultan pengawas terhadap kinerja waktu. Penelitian tersebut dilakukan pada proyek konstruksi flyover di DKI Jakarta (Studi Kasus Flyover RE Martadinata), dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengaruh konsultan pengawas terhadap ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan sesuai jadwal rencana pada setiap tahapan sesuai metode pelaksanaan konstruksi. Metode dan analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang diberikan kepada responden yaitu owner (Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta) dan personel kontraktor yang mengerti permasalahan dilapangan. Data kemudian diolah dengan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mendapatkan prioritas/ranking faktor tugas, wewenang dan tanggung jawab konsultan pengawas pada proyek konstruksi flyover. 2) Kaming dan Riano (2013) melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor yang menentukan kinerja efektif konsultan manajemen proyek di Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor penentu yang dapat mempengaruhi kinerja efektif bagi konsultan manajemen proyek dengan menganalisis peran yang paling penting dari seorang konsultan dan kriteria utama apa yang dapat digunakan dalam menilai kinerja seorang konsultan. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan angket melalui survei. 3) Apriliasari (2011) melakukan penelitian tentang pengembangan model pemilihan konsultan pada proyek konstruksi milik pemerintah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengembangkan metode pemilihan
10
konsultan pengawas proyek konstruksi milik pemerintah pada tahap eveluasi dokumen penawaran. Penilaian mengacu (berbasis) pada pedoman eksisting dari Kementerian Pekerjaan Umum. Evaluasi dilakukan untuk mendapatkan kriteria penilaian yang tepat, bobot teknis serta cara penilaian dokumen penawaran. Kriteria dan metode penelitian yang digunakan adalah kriteria penilaian diperoleh melalui survey deskriptif, bobot teknis diperoleh melalui metode perbandingan berpasangan sedangkan cara penilaian diperoleh melalui expert judgement yang kemudian hasil evaluasi tersebut dikembangnkan suatu model pemilihan. 4) Ditjen. Bina Marga (2007) melakukan penelitian tentang penyusunan penilaian kinerja konsultan pengawas (supervisi) dalam penyelenggaraan pembangunan jalan dan jembatan nasional di Wilayah Timur Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tolak ukur dan memantau kinerja konsultan pengawas bidang jalan dan jembatan nasional serta menyediakan informasi bagaimana kinerja konsultan pengawas bidang jalan dan jembatan untuk bahan perumusan kebijakan bidang jasa konstruksi dalam konteks
pembinaan
yang mencakup
pengaturan,
pemberdayaan
dan
pengawasan. Lingkup pekerjaan yang dilaksanakan adalah melaksanakan pemantauan kinerja konsultan pengawas, dengan cara : menyusun indikatorindikator kinerja konsultan pengawas dalam hal ini tingkat kompetensi jabatan kerja konsultan pengawas bidang jalan dan jembatan, mengembangkan model pengukuran kinerja konsultan pengawas jalan dan jembatan, melakukan survei dan analisis kinerja konsultan pengawas jalan dan jembatan, melakukan verifikasi dan desiminasi hasil-hasil survei serta rekomendasi strategi pembinaan asosiasi, serta merekomendasikan strategi untuk pembinaan konstruksi nasional. Penelitian ini berjudul Identifikasi Kinerja Kosultan Supervisi terhadap Sasaran Pengendalian Penanganan Jalan Nasional dengan studi kasus BBPJN-I Provinsi Sumatera Utara. Beberapa persamaam dan perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah :
11
1) Persamaan terhadap beberapa penelitian sebelumnya antara lain : (a) subjek penelitian adalah konsultan supervisi (pengawas); (b) instrumen penelitian menggunakan kuesioner atau angket; (c) melakukan wawancara langsung pada objek penelitian. 2) Perbedaan terhadap penelitian sebelumnya antara lain : (a) subjek penelitian adalah konsultan supervisi yang sedang menangani proyek jalan nasional di wilayah kerja BBPJN-I Provinsi Sumatera Utara (tidak terbatas pada satu proyek saja); (b) penggunaan variabel dan indikator yang berbasis integrasi SIDLACOM dalam identifikasi kinerja konsultan supervisi yang disesuaikan dengan lingkup kegiatan dan kondisi di wilayah kerja BBPJN-I Provinsi Sumatera Utara; (c) menggunakan skala likert, yaitu skala penilaian dengan nilai terendah satu (1) dan nilai tertinggi empat (4); serta (d) penggunaan metoda Importance Performance Analysis (IPA) dalam pengolahan dan analisis data.