BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. OA merupakan bentuk yang paling umum dari artritis, dan menjadi penyebab utama kecacatan kronis di Amerika Serikat. Hal ini mempengaruhi sekitar 8 juta orang di Britania Raya. Osteoarthritis juga mempengaruhi hampir 27 juta orang di Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa 80% penduduk telah terbukti OA (radiografi) pada usia 65 tahun, walaupun hanya 60% dari mereka yang memiliki gejala (Wiken, 2009). Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia (Wiken, 2009). Klinis osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi. Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang dan subluksasi. Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri sendi. Pasien sering menggambarkan nyeri yang dalam, ketidaknyamanan yang sukar dilokalisasikan, yang telah dirasakan selama bertahun-tahun. Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas biasanya terasa segera setelah penggunaan sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam setelah aktivitas. (Wiken, 2009).
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Osteoarthrosis atau osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutu, dan pergelangan kaki paling sering terkena OA..(Soeroso, 2009). Osteoartritis merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi-sendi penumpu berat badan dengan gambaran patologis yang berupa memburuknya tulang rawan sendi, yang merupakan hasil akhir dari perubahan biokimiawi, metabolisme fisiologis maupaun patologis yang terjadi pada perendian (Dharmawirya, 2000). B. Epidemiologi OA merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak mengenai terutama pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan OA pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan pada umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya Osteoarthritis pada obesitas, pada sendi penahan beban tubuh (Ariani, 2009). Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun.5 Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat nyeri yang berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang la njut usia di Indonesia menderita cacat karena OA (Soeroso. 2009) C. Etiologi Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang 2
terlalu lama. Osteoartritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder (Tjokroprawiro, 2007). Tidak ada bakteri atau virus yang menyebabkan osteoarthritis, beberapa faktor predisposisi terjadinya osteoarthritis dipengaruhi antara lain: 1. Umur Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago sendi. 2. Jenis kelamin Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari wanita. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. 3. Suku bangsa Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan. 4. Genetik Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis. 5. Kegemukan dan penyakit metabolik Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi. 6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih tinggi. 7. Kelainan pertumbuhan 3
Kelainan kongenital dan pertumbuhan pahav(misalnya penyakit Perthex dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda. 8. Faktor-faktor lain Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif antara osteoporosis dengan OA. Proses utama OA sebenarnya terdapat pada khondrosit yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan sendi. Gangguan pada fungsi khondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik OA. Khondrosit akan mensintesis berbagai komponen yang diperlukan dalam pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya. Disamping itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks rawan sendi melalui mekanisme turn over yang begitu dinamis.( Soeroso. 2007) Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Tjokroprawiro, 2007). Dengan kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi. Gangguan keseimbangan ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis yang buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini terlihat dari menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya fungsi khondrosit. Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui 4
mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral (Tjokroprawiro, 2007). Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.
Gambar 2.1 Osteoartritis Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan . Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi yaitu
5
stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal khondrosit (Tjokroprawiro. 2007). Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci membuktikan bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah 3-4 minggu (Soeroso, 2009). D. Etiopatologi Nyeri pada Osteoartritis Nyeri biasanya dicirikan sebagai nociceptive, neuropatik, idiopatik atau psikogenik. reseptor di erent dan pemancar rasa sakit yang terlibat, dan tanggapan terhadap agen analgesik di ¡eh dalam kategori seperti halnya pola distribusi nyeri. Nyeri juga dicirikan tentang kualitas (menusuk, sakit, menembak atau paresthetic), apakah itu bersifat permanen atau tidak tetap, atau apakah hal itu berkaitan dengan saat latihan, hari, saring dan stres fisik atau mental. Nyeri pada (OA) yang paling sering di pinggul dan lutut, yaitu sendi besar di bawah beban mekanis. Perubahan degeneratif seiring dengan rasa sakit juga sangat umum di tulang belakang, namun sering kali ada kontroversi mengenai apakah rasa sakit yang dihasilkan dari OA pada sendi intervertebralis, degenerasi disk atau dalam struktur lain seperti otot dan ligamen(Subagjo, 2000). Selanjutnya osteophytes, sinovitis dan penebalan kapsul dalam OA sendi intervertebralis serta herniasi dari disko merosot dengan iritasi mekanik dan kimia struktur saraf dapat menyebabkan nyeri neurogenik asal perifer (Subagjo, 2000). Nyeri pada OA dapat mulai baik dari tulang subchondral, seperti ketika OA berkembang sebagai penyebab dari nekrosis avaskular di kepala femoral dari lesi primer tulang rawan (Sapu et al 2001) atau dari sendi bengkak dan reaksi inflamasi disertai distensi dari kapsul(Subagjo, 2000). E. Klasifikasi Seperti telah dijelaskan di atas OA dapat terjadi secara orier (idiopatik) maupun sekunder, seperti yang tercantum di bawah ini: IDIOPATIK Setempat Tangan: - nodus Heberden dan Bouchard (nodal) - artritis erosif interfalang
SEKUNDER Trauma − akut − kronik (okupasional, port) Kongenital atau developmental:
6
- karpal-metakarpal I Kaki: - haluks valgus - haluks rigidus - jari kontraktur (hammer/cock-up toes) - talonavikulare Coxa - eksentrik (superior) - konsentrik (aksial, medial) - difus (koksa senilis) Vertebra - sendi apofiseal - sendi intervertebral - spondilosis (osteofit) - ligamentum (hiperostosis, penyakit Forestier, diffuse idiopathic skeletal hyperostosis=DISH) Tempat lainnya: - glenohumeral - akromioklavikular - tibiotalar - sakroiliaka - temporomandibular Menyeluruh: Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut diatas
Gangguan setempat: − Penyakit Leg-Calve-Perthes − Dislokasi koksa kongenital − Slipped epiphysis Faktor mekanik − Panjang tungkai tidak sama − Deformitas valgus / varus − Sindroma hipermobilitas Metabolik − Okronosis (alkaptonuria) − Hemokromatosis − Penyakit Wilson − Penyakit Gaucher Endokrin − Akromegali − Hiperparatiroidisme − Diabetes melitus − Obesitas − Hipotiroidisme Penyakit Deposit Kalsium − deposit kalsium pirofosfat dihidrat − artropati hidroksiapatit Penyakit Tulang dan Sendi lainnya Setempat: − Fraktur −Nekrosis avaskular
(Kellgren-Moore)
Tabel 2.1 Osteoartritis idiopatik dan sekunder, (Setyohadi, 2000) F. Manifestasi klinis Manifestasi klinis dari OA biasanya terjadi secara perlahan-lahan. Awalnya persendian akan terasa nyeri di persendian, kemudian nyeri tersebut akan menjadi persisten atau menetap, kemudian diikuti dengan kekakuan sendi terutama saat pagi hari atau pada posisi tertentu pada waktu yang lama (Subagjo, 2000). Tanda kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun dari tidur atau duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau lebih persendian, terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian digerakkan(Subagjo, 2000). Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot. Terdapatnya luka mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering ditemukan, dan dalam cairan sendi superfisial, penebalan sinovial atau osteofit dapat teraba (Hoaglund, 2001).
7
Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada jarak tertentu; hal ini mungkin disertai dengan krepitasi.Beberapa gerakan lebih terbatas dari yang lainnya oleh karena itu, pada ekstensi panggul, abduksi dan rotasi interna biasanya merupakan gerakan yang paling terbatas. Pada stadium lanjut ketidakstabilan sendi dapat muncul dikarenakan tiga alasan: berkurangnya kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris, dan kelemahan otot (Hoaglund, 2001). Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan reumatologi ringkas berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda sebagai berikut (Moskowitz, 2001) : 1. Nyeri sendi Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada pergerakan dari sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dapat menjalar (radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan lumbal. Claudicatio intermitten merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada osteoartritis lumbal yang telah mengalami stenosis spinal. Predileksi OA pada sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I), Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi apofiseal tulang belakang, lutu, dan paha). 2. Kaku pada pagi hari (morning stiffness) Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena duduk di kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan sering disebutkan kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning stiffness). 3. Hambatan pergerakan sendi Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi 4. Krepitasi Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit. 5. Perubahan bentuk sendi Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berjalan dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi. Seringkali pada lutut atau tangan mengalami perubahan bentuk membesar secara perlahan-lahan. 6. Perubahan gaya berjalan Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir semua pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami perubahan gaya berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri.
8
G. Diagnosis Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) : 1. Klinis: Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini: a.
umur > 50 tahun
b.
kaku sendi < 30 menit
c.
krepitus
d.
nyeri tekan tepi tulang
e.
pembesaran tulang sendi lutut
f.
tidak teraba hangat pada sendi
2. Klinis, dan radiologis: Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini: a.
umur > 50 tahun
b.
kaku sendi <30 menit
c.
krepitus disertai osteofit
3. Klinis dan laboratoris: Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini: a.
usia >50 tahun
b.
kaku sendi <30 menit
c.
Krepitus
d.
nyeri tekan tepi tulang
e.
pembesaran tulang
f.
tidak teraba hangat pada sendi terkena
g.
LED<40 mm/jam
h.
RF <1:40
i.
analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut: 1.
pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2.
pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3.
pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4.
deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
9
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masingmasing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%. H. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Radiologi Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran radiologis. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah: a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada daerah yang menanggung beban) b. Peningkatan
densitas
(sclerosis)
tulang
subkondral c. Kista tulang d. Osteofit pada pinggir sendi e. Perubahan struktur anatomi sendi Berdasarkan pemeriksaan radiologi, Kellgren & Lawrence menyusun gradasi OA lutut menjadi : a.
Grade 0 : tidak ada OA
b.
Grade 1 : sendi dalam batas normal dengan osteofit meragukan
c.
Grade 2 : terdapat osteofit yang jelas tetapi tepi celah sendi baik dan tak nampak deformitas tulang.
d.
Grade 3 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan penyempitan celah sendi.
e.
Grade 4 : terdapat osteofit dan deformitas ujung tulang dan disertai hilangnya celah sendi.
2. Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna. Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis 10
ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein. (Soeroso, 2009) 3. Pemeriksaan Marker Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul yang akan dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin. Beberapa marker molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis, prognostik dan monitor penyakit sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme penyakit pada tingkat molekuler. Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain: Keratan sulfat, Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric matrix protein), metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan sulfat dalam serum dapat digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker sering pula digunakan untuk menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit. Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker prognostik untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA maka hialuronan serum dapat digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut akan terjadinya progresivitas OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat membuat prediksi terhadap progresivitas penggunaan untuk petanda lainnya maka marker untuk prognostik ini masih diteliti lagi secara prospektif dan longitudinal dengan jumlah pasien yang lebih besar. Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons pengobatan. Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan dan yang masih tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi penting dari perangai proses metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan yang dilepaskan dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten dengan aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya terhadap matriks rawan sendi pada OA. Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase. Penelitian penggunaan marker ini sedang dikembangkan. I.
Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah: 1. Meredakan nyeri 11
2. Mengoptimalkan fungsi sendi 3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup 4. Menghambat progresivitas penyakit 5. Mencegah terjadinya komplikasi Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal: 1. Terapi non-farmakologis: a. Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai. Untuk proteksi atau pemeliharaan sendi (Joint Protection) dikenal 12 prinsip sebagai berikut: 1)
Memakai sendi yang terkuat atau terbesar untuk melakukan tugas.
2)
Membagi beban pada beberapa sendi.
3)
Gunakan setiap sendi pada posisi yang paling stabil dan fungsional.
4)
Gunakan mekanisme tubuh yang baik.
5)
Kurangi tenaga yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan.
6)
Hindari terlalu lama mempertahankan posisi sendi yang sama.
7)
Usahakan gerakan sendi penuh dan lengkap dalam aktivitas sehari-hari.
8)
Hindari posisi dan aktivitas sendi.
9)
Organisasikan pekerjaan.
10) Seimbangkan pekerjaan dan istirahat. 11) Gunakan penyimpanan yang efisien. 12) Hilangkan tugas yang tidak penting. b. Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal. c. Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi 1) Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit. 2) Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan sendi. 2. Terapi Farmakologis: a. Obat Sistemik 12
1)
Analgesik oral
2)
Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
3)
Chondroprotective Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: Tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.
4)
Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian) Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep pengobatan tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan peningkatan fungsi dengan efek samping ringan diantara pasien dengan OA lutut dari sedang sampai parah. Tranezumad adalah suatu humanis IgG2 monoklonal antibodi yang bekerja menghambat nerve growth factor yang memblik interaksi antara nerve factor dengan receptor. TrkA dan p75. (Nancy, 2011)
b. Obat topical 1) Krim rubefacients dan capsaicin. Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat counter irritant. 2) Krim NSAIDs Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac. c. Injeksi intraartikular/intra lesi Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi. 13
1) Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone) Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik. Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu obat ini dipakai dan obat ini mampu mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu singkat. Penelitian selanjutnya tidak menunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga hal ini masih kontroversial. Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg. 2) Asam hialuronat Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah memperbaiki viskositas cairan synovial. Obat ini diberikan intra-artikuler. Obat ini memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan. Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masingmasing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex. 3) Stem sells Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan stem sel untuk terapi OA terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran. Dilakukan penelitian selama periode satu tahun, dengan menyuntikan stem sel intraartikular kepada pasien dengan OA lutut yang berat. Didapatkan hasil ysng puas dan tidak ditemukan efek samping lokal atau sistemik. Nyeri, status fungsional lutut, dan 14
berjalan kaki cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi, setelah itu rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien berjalan sedikit menurun. Perbandingan gambar resonansi magnetik (MRI) pada awal dan enam bulan pasca-suntikan sel didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan, perluasan jaringan perbaikan atas tulang subchondral dan penurunan yang cukup besar dalam ukuran patch pembengkakan subchondral dalam tiga dari enam pasien. Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago artikular yang hancur dalam lutut osteoarthritic. Menurut hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa semua parameter dievaluasi muncul semakin meningkatkan hingga enam bulan pasca injeksi. Nilai ini sedikit berkurang sampai 12 bulan pasca injeksi. Untuk alasan ini, dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan membutuhkan enam bulan setelah injeksi pertama. (Emadedin, 2012) d. Pembedahan Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan keuntungannya. Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila : 1) Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi 2) Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitative Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint 1) Realignment osteotomi Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair (Chapman, 2001). 2) Arthroplasty Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density polyethylene (Thomas, 2000). Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis : 1) Partial replacement/unicompartemental 2) High tibial osteotmy : orang muda 3) Patella &condyle resurfacing 15
4) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan. 5) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability (Solomon, 2001). Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi, loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan dari Total Knee Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan mobilitas dan gerakan, koreksi deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas hidup.(Solomon, 2001).
16
BAB III REHABILITASI MEDIK PADA OSTEOARTHRITIS Intervensi rehabilitasi mencakup: 1) pengurangan rasa nyeri; 2) pemeliharaan serta pemulihan rentang sendi (ROM) dan kekuatan otot; 3) pengurangan beban sendi;
4)
pencegahan
atau
pengurangan
kontraktur;
5)
pemeliharaan
susunan/kesegarisan sendi. A.
LATIHAN Latihan atau exercise diperlukan untuk: 1. meningkatkan dan mempertahankan rentang sendi (ROM = Range of Motion) 2. mengajar kembali (re-edukasi) dan menguatkan otot 3. meningkatkan ketahanan statik dan dinamik 4. memungkinkan sendi berfungsi secara biomekanik lebih baik 5. meningkatkan fungsi menyeluruh dan rasa nyaman penderita Latihan terdiri dari : 1. Latihan Aktif dan Pasif ROM Latihan fleksibilitas (ROM) yang dilakukan pada latihan fisik tahap pertama dapat meningkatkan panjang dan elastisitas otot dan jaringan sekitar sendi. Untuk pasien osteoartritis, latihan fleksibilitas ditujukan untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan mobilitas sendi, dan mencegah kontraktur jaringan lunak. 2. Latihan Penguatan Latihan kekuatan otot secara isometrik, isotonik, maupun isokinetik dapat mengurangi nyeri dan disabilitas serta memperbaiki kecepatan berjalan pada pasien osteoartritis. Latihan isotonik memberikan perbaikan lebih besar dalam menghilangkan nyeri. Latihan ini dianjurkan untuk latihan kekuatan awal pada pasien osteoartritis dengan nyeri lutut saat latihan. Latihan isokinetik menghasilkan peningkatan kecepatan berjalan paling besar dan pengurangan disabilitas sesudah terapi dan saat evaluasi, sehingga latihan ini disarankan untuk memperbaiki stabilitas sendi dan ketahanan berjalan.
17
Latihan isometrik diindikasikan apabila sendi mengalami peradangan akut atau sendi tidak stabil. Kontraksi isometrik memberikan tekanan ringan pada sendi dan ditoleransi baik oleh penderita osteoartritis dengan pembengkakan dan nyeri sendi. Latihan ini dapat memperbaiki kekuatan otot dan ketahanan statis dengan cara menyiapkan sendi untuk gerakan yang lebih dinamis dan merupakan titik awal program penguatan. Peningkatan kekuatan terjadi saat kontraksi isometrik dikenakan pada otot saat panjang otot sama dengan kondisi istirahat. Apabila instabilitas sendi dan nyeri berkurang program latihan bertahap diubah ke latihan yang dinamis (isotonik). 3. Latihan Peregangan (Stretching) Teknik peregangan dilakukan untuk memperbaiki ruang gerak sendi. Latihan peregangan ini dilakukan dengan menggerakkan otot-otot, sendisendi dan jaringan sekitar sendi. Semua gerakan sebaiknya menjangkau ruang gerak sendi yang tidak menimbulkan rasa nyeri. 4. Latihan Endurance (Ketahanan) 5. Latihan Aerobic Latihan aerobik penting untuk penderita OA karena pada penderita OA sering terjadi penurunan kapasitas aerobik sebagai akibat kurangnya aktivitas. Manfaat latihan aerobik antara lain meningkatkan kapasitas aerobik, kekuatan otot, daya tahan, serta pengurangan berat badan. Selain itu latihan aerobik juga dapat menyebabkan pelepasan opioid endogen, serta memperbaiki gejala depresi dan kecemasan. Bentuk latihan aerobik yang dianjurkan adalah berjalan, bersepeda, berenang, senam aerobik, dan senam aerobik di kolam. Berenang dan latihan di kolam menimbulkan stress sendi yang lebih ringan dibandingkan bentuk latihan aerobik yang lain. Setiap sesion latihan aerobik harus diawali oleh latihan pemanasan yang terdiri dari latihan ROM dan diikuti oleh pendinginan dan peregangan. Jika latihan jalan kaki atau jogging menyebabkan gejala yang dikeluhkan pasien bertambah berat, intensitas latihan harus dikurangi atau bentuk latihan dirubah. Alas kaki yang baik sangat penting dan latihan
18
lebih baik dilakukan di permukaan yang lunak. Untuk dapat meningkatkan kapasitas aerobik heart rate yang harus dicapai adalah 6080% dari target heart rate untuk latihan selama 20-30 menit, 3-4 kali seminggu. Naik turun tangga juga merupakan bentuk latihan aerobik yang baik, tapi menyebabkan joint loading yang maksimal pada hip dan lutut sehingga tidak dianjurkan untuk pasien OA lutut dan hip. Latihan dengan sepeda statik dilakukan dengan setting lutut ekstensi saat pedal sepeda berada di bawah. Tingkat beban diatur bertahap mulai dari minimal sampai sedang. Latihan dilakukan 5 menit dengan beban ringan selama 2 hari, kemudian beban dinaikkan dan waktu ditambah 5 menit. Setiap peningkatan level dilatih selama 3 hari sampai waktu latihan 20-30 menit. 6. Latihan Rekreasi B.
FISIOTERAPI 1. Cold Therapy Kompres dingin pada sendi rheumatoid akan menghambat aktivitas kolagenase di dalam sinovium dan juga mengurangi spasme otot. Terapi dingin sebagai salah satu modalitas fisik efektif untuk mengurangi nyeri pada semua stadium (terutama stadium akut dan subakut dini). Semua terapi dingin bersifat pendimginan superficial. Transfer energinya secara konduksi, evaporasi dan konveksi. Terapi dingin Cold pack Ice Massage Cold water immersion Cryotherapy-compresion unit Vapocoolant spray Whirlpool bath
Kedalaman Superfisial Superfisial Superfisial Superfisial Superfisial Superfisial
Transfer energi Konduksi Konduksi Konduksi Konduksi Evaporasi Konveksi
Efek fisiologis terapi dingin adalah vasokontriksi pembuluh darah
dan
perlambatan
sirkulasi
darah
sehingga
dapat
untuk
mengurangiatau menghentikan perdarahan, mengurangi edema dan
19
mengurangi inflamasi akut. Sebaliknya, pemberian terapi dingin yang lebih lama terjadi vasodilatasi sekunder yang disebut Hunting response yang dipercaya merupakan mekanisme proteksi jaringan perifer tubuh (tangan, kaki) terhadap cedera dingin berupa kerusakan jaringan (infark, gangren). Efek fisiologis terapi dingin terhadap neuromuskuler yaitu meningkatkan ambang nyeri, menurunkan kecepatan hantaran saraf dan mengurangi spasme otot. Terhadap sendi dan jaringan ikat efek terapi dingin adalah menurunkan temperature intra artrikuler (kurang lebih 4º C), aktivitas kolagenase synovial menurun dan memperlambat kolagenolisis, namun efek negative terapi dingin adalah menurunnya ekstensibilitas tendon dan menigkatkan kaku sendi. Kontraindikasi terapi dingin yang paling sering adalah intoleransi terhadap dingin, neuropraksia atau aksonotmeses yang diinduksi oleh terapi dingin. Di daerah dengan gangguan sensasi dan pasien dengan gangguan kognitif atau komunikasi. Cryopat dapat berupa cryoglobulinemia yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh presipitasi dari kompleks imun pada temperature rendah yang reversibel. Hipersensitivitas terhadap dingin berupa urtikaria akibat suatu proses dengan mediator sel mast. Raynaud disease merupakan kondisi idiopatik yang ditandai dengan spasme arteriol yang dicetuskan oleh suhu dingin, oleh sebab itu pada pemberian terapi dingin diperlukan pengetahuan mengenai indikasi dan kontraindikasi yang tepat untuk keamanan penderita. 2. Heating Therapy a. Superfisial Penggunaan terapi panas superficial untuk penderita arthritis sudah lama diperkenalkan, penderita arthritis yang menggunakan kolam air panas, mandi air hangat, hot pack dan sumber air mineral melaporkan pengurangan nyeri dan pengurangan kaku sendi, terutama pada fase sub akut dan kronik. Terapi panas menurut penetrasinya dibagi menjadi superficial dan dalam, sedangkan menurut mekanisme
20
transfer panasnya dibagi menjadi konduksi, konveksi, radiasi, evaporasi dan konversi. Efek fisiologis terapi panas terhadap hemodinamik adalah meningkatnya aliran darah, vasodilatasi meningkatkan penyerapan nutrisi, lekosit dan antibody dan meningkatkan pembuangan sisa metabolic dan sisa jaringan dan membantu resolusi kondisi inflamasi. Namun vasodilatasi juga menyebabkan peningkatan perdarahan dan edema dan dapat membuat kambuh kondisi inflamasi. Pada neuromuskular, terapi panas meningkatkan ambang nyeri dan meningkatkan kecepatan konduksi saraf. Pada sendi dan jaringan ikat dapat meningkatkan ekstensibilitas tendon dan menurunkan kekakuan sendi. Efek fisiologis lain terapi panas menghasilkan efek analgesik, beberapa mekanisme efek anlgetik meliputi: b.
Efek cutaneus counter irritant
c.
Vasodilatasi yang menghasilkan pengurangan nyeri iskemik
d.
Vasodilatasi yang menghasilkan pembuangan mediator nyeri
e.
Respon dengan mediator endorphin
f.
Perubahan konduksi saraf
g.
Perubahan permeabilitas membrane sel Kontraindikasi penggunaan terapi panas meliputi trauma atau
inflamasi akut, pasien dengan gangguan sirkulasi, diatese hemoragik, edema, jaringan parut yang luas, gangguan sensasi, keganasan, gangguan komunikasi atau kognitif yang tidak dapat melaporkan nyeri. Panas akan mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot, mengurangi kekakuan sendi, menambah ekstensibilitas tendon. b.
Deep ( MWD, SWD, Laser ) 1. MWD (Micro Wave Diathermy) MWD merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak-balik (AC) dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang
21
gelombang 12,25 cm. Penetrasi MWD terhadap jaringan sangat dangkal atau superficial ± 3 cm dan efek termal yang dihasilkan bersifat lokal tepat pada area yang diobati yaitu daerah lutut. Energi elektromagnetik yang dipancarkan sangat kuat dan perubahan temperatur lebih cepat terabsorbsi pada jaringan yang mengandung banyak cairan atau darah Efek dari micro wave diathermy antara lain : a. Efek psikologis Efek
psikologis
yang
dihasilkan
adalah
meningkatkan
temperatur lokal. Dari peningkatan temperatur ini akan menimbulkan 1)
beberapa
Meningkatkan
aktivitas
reaksi
antara
metabolisme.
lain: Dengan
meningkatkan sirkulasi darah, maka pengangkutan sisa metabolisme juga akan meningkat. 2) Meningkatkan aliran darah. Rasa hangat yang dihasilkan MWD dapat memberikan pengaruh vasodilatasi pembuluh darah sehingga suplai O2 dan nutrisi ke jaringan juga semakin meningkat. 3) Menstimulasi reseptor saraf yang terdapat dalam kulit atau jaringan. Efek termal yang dihasilkan MWD dapat menaikkan ambang rangsang nyeri (threshold) dari serabut saraf disekitar lutut sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, sirkulasi darah ke jaringan akan meningkat dan diikuti dengan pembuangan substansi nyeri, sehingga akan didapatkan efek sedatif pada jaringan b. Efek terapeutik. Efek terapeutik yang dihasilkan adalah meningkatkan suplai darah, mengurangi nyeri dan mengurangi spasme otot Adapun kontra indikasi dalam pemberian MWD diantaranya sebagai berikut 1) logam pada tubuh, 2) gangguan peredaran darah/ pembuluh darah, 3) nilon dan bahan lain yang tidak menyerap keringat, 4) jaringan dan organ yang mempunyai
22
banyak cairan seperti mata atau luka yang basah, 5) gangguan sensibilitas, 6) kehamilan, 7) menstruasi. 2. SWD (Short Wave Diathermy) SWD adalah Suatu alat terapi yang menggunakan pemanasan yang pada jaringan dengan merubah energi elektromagnet menjadi energi panas. Kemampuan dari sebuah alat diatermi untuk menghasilkan panas di jaringan tergantung dari besarnya energi yang dihasilkan dari panas. Untuk alat SWD yang berkerja kontinyu energy panas yang dihasilkan berkisar anatara 55-500 W. Energi yang dihasilkan dari diatermi sangat adekuat, karena kebanyakan SWD digunakan untuk meningkatkan suhu dijaringan dengan terapi range yang ekfektif berkisar antara 40ºC-44ºC, energy yang deperlukan berkisar antara 80-120 W. Meskipun range dari puncak arus energy yang dihasilkan dari alat short wave diatermi berkisar antara 1001000W, potensi dari menghasilkan efek panas pada alat ini tergantung dari energy utama yang disalurkan ke jaringan dengan secara berturut-turut. Seperti telah disebutkan diawal, energy utama tertinggi yang dapat disalurkan pada pulsasi SWD (80W) lebih rendah dibandingkan dengan energy yang dihasilkan dari pemakaian kontinyu SWD secara berkelanjutan untuk pengobatan. Efek dari penggunaan SWD pada sirkulasi lutut meningkat sebesar 100 %, sesuai penelitian Harris mengenai clearance radio-sodium dari sendi lutut. Sama seperti penggunaan SWD untuk pengobatan kronik rheumatoid di lutut menunjukan peningkatan sirkulasi sekitar 60%, yang mana pada kebanyakan pengobatan akut rheumatoid lutut didapatkan penurunan dari sirkulasi. Penurunan ini di bandingkan dengan penurunan sirkulasi pada pengobatan dengan hidrokortison. Haris mengatakan SWD dapat digunakan secara rasional pada pemanasan ringan terapi di rematoid arthritis dengan inflamasi akut dari sendi.
23
Beberapa pasien mungkin mengalami luka bakar dangkal. Karena terapi melibatkan panas, maka penggunaannya perlu hati-hati untuk menghindari luka bakar, khususnya pada pasien yang cedera dan telah terjadi penurunan sensitivitas terhadap panas. Selain itu, diatermi dapat mempengaruhi fungsi alat pacu jantung dan pasien wanita yang menerima perawatan di punggung bawah atau daerah panggul dapat mengalami peningkatan aliran menstruasi. 3. Laser LASER (Light amplification by stimulation emission of radiation) yang bertujuan untuk meningkatkan sintesis kolagen, mengurangi resiko
kontaminasi
oleh
microorganisme,
meningkatkan
vaskularisasi, mengurangi nyeri dan peradangan. 3. Elecrotherapy Electrotherapy, atau terapi listrik merupakan terapi dengan menggunakan listrik arus rendah. Arus listrik terjadi karena adanya arus elektron yang melewati konduktor. Arus listrik yang diapliaksikan pada syaraf dapat berupa arus AC (alternating current), DC (direct curent) maupun pulsed. Arus listrik tersebut pada intensitas dan durasi yang memadai dapat meningkatkan kerja syaraf dalam merangsang jaringan yang dipersarafi. Tiga jenis syaraf secara fisiologis dibedakan menjadi: sensoris, motoris dan persepsi nyeri.
Listrik arus rendah dapat
mengurangi nyeri dengan memblokir saraf sensorik. Arus listrik rendah ini juga dapat menstimulasi saraf motorik karena impuls elektrik ini menyerupai impuls saraf otak untuk menstimulasi gerakan otot. Oleh karenanya terapi ini dapat digunakan untuk memperbaiki kelemahan otot. Beberapa
teori
tentang
mekanisme
terapi
listrik
dalam
mengurangi nyeri antara lain adalah lewat mekanisme menghambat transmisi nyeri ke otak (gate control theory) dan teori kedua adalah lewat mekanisme pengeluaran endorphins (suatu hormon dalam otak yang menurunkan kepekaan terhadap nyeri dan mempengaruhi emosi).
24
Alat electrotherapy menggunakan tiga jenis arus yang ketika diaplikasikan pada tubuh mampu mempengaruhi tubuh secara spesifik yakni jenis AC, DC dan gelombang (pulsed). Arus DC (Direct Current) atau galvanik bergerak searah dari kutup positif ke kutup negatif. Arus ini dapat digunakan untuk memodulasi nyeri dan gerakan otot. Sebagian besar alat electrotherapy menggunakan jenis arus ini. Arus AC (Alternating Current) terjadi secara bolak balik. Arus pulsed merupakan arus yang tidak kontinyu, misalkan terdapat beberapa gelombang arus yang secara periodik diikuti dengan waktu istirahat. Arus pulsed disebut juga arus inferential atau arus Rusia. Arus listrik AC, DC maupun pulsed dapat digunakan untuk memodulasi nyeri dan untuk memacu kontraksi otot. Khusus arus DC dapat digunakan untuk ionthoporesis yang merupakan usaha memasukkan bahan topikal dengan menggunakan arus listrik. Modulasi nyeri yang dapat dilakukan arus listrik adalah dengan mekanisme gate control (membiaskan nyeri dengan persepsi sensoris yang lain) dan perangsangan morfin endogen. Sedangkan kontraksi otot yang etrjadi pada electrotherapy terjadi dengan cara arus
listrik
memacu rangsangan motorik melalui peningkatan eksitabilitas syaraf yang pada akhirnya memacu motor end plate otot. Semakin tinggi intensitas arus semakin banyak berkas otot yang dapat dipengaruhi. Kontraksi
otot
tersebut
bermanfaat
untuk
: pemompaan otot,
penguatan otot, pengurangan efek atrofi otot dan reedukasi otot. Pada pasien dengan osteoarthritis, biasanya dilakukan TENS, ES, Biofeedback, EMS. Sebelum dilakukan electrotherapy, ahli fisioterapi harus melacak riwayat penyakit serta mengadakan pemeriksaan fisik dengan fokus utama pada area yang mengalami nyeri. Penilaian terhadap nyeri dilakukan untuk menilai frekuensi, intensitas dan
durasi
nyeri.
Penderita juga harus ditanya apakah nyeri sampai menimbulkan keterbatasan gerakan atau apakah gerakan tertentu dapat meningkatkan atau mengurangi nyeri.
25
Penderita diminta untuk menggambarkan intensitas nyeri dengan skala 0 (tidak nyeri) sampai dengan 10 (nyeri yang tidak tertahankan). Skala ini penting untuk mengevaluasi apakah suatu tindakan dapat mengurangi nyeri. Ahli fisioterapi bertugas untuk menentukan jenis terapi listrik yang paling tepat, frekuensi serta durasi terapi sesuai dengan jenis dan keparahan gangguan. Terapi listrik ini biasanya dikombinasikan dengan jenis terapi lain misalkan manual therapy. Pada umumnya, elektroda atau kumparan kawat diletakkan diatas
bagian yang mengalami gangguan atau bagian yang perlu
stimulasi. Pada beberapa teknik alat-lat ini diimplantasikan dibawah kulit. Elektroda tersebut biasanya dihubungkan pada komputer yang diprogram untuk menghasilkan besar arus yang sesuai dengan kebutuhan. Arus listrik tersebut kemudian akan menstimulasi otot dan saraf pada area tersebut. Komputer dapat pula mengukur respon penderita
terhadap
terapi.
Pada
umumnya
terapi
listrik
tidak
menimbulkan nyeri atau rasa tidak nyaman. Penderita mungkin merasakan
sensasi getaran yang ringan. Penderita biasanya akan
merasakan berkurangnya rasa nyeri setelah perlakuan. Pada beberapa jenis terapi penderita memrlukan beberapa kali terapi sebelum merasakan adanya perbaikan. Beberapa jenis terapi seperti TENS dapat dilakukan sendiri di rumah oleh penderita setelah penderita diberi pelatihan sehingga dapat mengurangi ketergantungan penderita terhadap therapist. Antara electrotherapy yang boleh dilakukan pada pasien osteoarthritis adalah :
Transcutaneous electro nerve stimulation (TENS) yang merupakan alat portable bertenaga baterai yang dapat menghasilkan arus listrik bertegangan rendah yang dialirkan ke kulit lewat elektroda yang diletakkan diatas area yang mengalami gangguan. Arus listrik mengeblok saraf sensorik area tersebut dengan jalan menghambat transmisi nyeri menuju otak.
26
Shortwave diathermy merupakan arus listrik frekuensi tinggi yang dapat meningkatkan suhu jaringan. Modalitas ini dapat meningkatkan
elastisitas jaringan ikat (khususnya kulit), otot,
ligamen dan kapsul sendi.
Transcutaneous electro joint stimulation (TEJS) yang merupakan pemberian arus listrik melalui elektroda yang dilakukan pada permukaan sendi.
Iontophoresis yang merupakan teknik meningkatkan absorbsi obat topical dengan bantuan arus listrik. Teknik ini dapat digunakan untuk terapi nyeri leher, nyeri punggung, arthritis, cedera rotator cuff dan bursitis. Pada teknik ini diperlukan arus DC intensitas rendah dengan mode gelombang kontinyu agar gelombang dapat mendorong obat masuk ke dalam kulit. TENS merupakan salah satu dari sekian banyak modalitas yang
digunakan oleh profesi Fisioterapi di Indonesia. Fisioterapi adalah salah satu dari tenaga medis yang bergerak dalam hal mempebaiki gerak dan fungsi. TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik yang berguna untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk mengurangi berbagai tipe nyeri. TENS mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris ke sistem saraf pusat. Efektivitas TENS dapat diterangkan lewat teori kontrol gerbang (gate control )nya Melzack dan Wall yang diaplikasikan dengan intensitas comfortable. Lewat stimulasi antidromik TENS dapat memblokir hantaran rangsang dari nociceptor ke medulla spinalis. Stimulasi antidromik dapat mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris yang akan berakibat terjadinya vasodilatasi arteriole yang merupakan dasar bagi terjadinya triple responses. Mekanisme
lain
yang
dapat
dicapai
oleh TENS
ialah
mengaktivasi system saraf otonom yang akan menimbulkan tanggap rangsang vasomotor yang dapat mengubah kimiawi jaringan. Postulat lain menyatakan bahwa TENS dapat mengurangi nyeri melalui
27
pelepasan opioid endogen di SSP. TENS dapat juga menimbulkan efek analgetik lewat sistem inhibisi opioid endogen dengan cara mengaktivasi batang otak. Stimulasi listrik yang diberikan cukup jauh dari jaringan yang cidera /rusak, sehingga jaringan yang menimbulkan nyeri tetap efektif untuk memodulasi nyeri. Pada penggunaan TENS perlu diperhatikan beberapa hal yaitu tentang indikasi dan kontra indikasi pada penggunaan TENS. Indikasinya dibagi menjadi 2 yaitu nyeri akut dan nyeri kronis, indikasinya meliputi : Nyeri akibat trauma, musculoskeletal, sindroma kompresi neurovaskuler, neuralgia, causalgia. Sedangkan kontra indikasi dari TENS yaitu pada penderita dengan alat pacu jantung, alat-alat listrik yang ditemukan pada tubuh pasien. Efek samping dari TENS yang sering timbul adalah alergi pada kulit dimana elektroda ditempelkan. Reaksi tersebut biasanya disebabkan oleh gel pada waktu menempelkan elektroda. 4. Hidroterapi Air sebagai terapi digunakan terutama dalam memberikan latihan. Daya apung air akan membuat ringan bagian atau ekstremitas yang direndam sehingga sendi lebih muda digerakkan. Selain itu, suhu air yang hangat membantu mengurangi rasa nyeri. Tujuan dari hidroterapi adalah untuk mempertahankan lingkup gerak sendi, kekuatan atau ketahanan. Manfaat latihan dalam kolam yaitu mengeliminasi gaya tarik (gravitasi) serta efek positif daya apung air yang dapat mengurangi penekanan (kompresi) dan nyeri pada sendi dan menambah relaksasi otot. C.
OKUPASI TERAPI Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas kehidupan sehariharinya dengan posture tubuh, terutama leher yang baik dan benar. Mekanisme badan yang baik (good body mechanism) yang diajarkan adalah: 1. Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher. 2. Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping.
28
3. Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan sehingga mata/ kepala harus keatas/ tengadah untuk kompensasi. 4. Bekerjalah didepan obyek setinggi mata. 5. Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandar dan hindari menyetir mobil terlalu lama. 6. Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV, sehingga kepala bisa bersandar. 7. Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara bahu dan kepala. 8. Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama. D.
ORTESA Ortosis atau alat bantu atau bidai diberikan untuk 1. Mengurangi beban sendi 2. Menstabilkan sendi 3. Mengurangi gerakan sendi 4. Memelihara sendi pada posisi fungsi maksimal 5. Mencegah deformitas Contoh: Knee brace/ insole
E.
PSIKOLOGIS Intervensi psikososial diperlukan pada penderita yang menunjukkan gejala reaksi menyangkal, represi dan depresi serta marah. Hal ini terjadi apabila penyakitnya terutama rasa nyeri sangat mengganggu sehingga selain mengatasi rasa nyeri ia harus menyesuaikan dengan keterbatasan fungsi ataupun deformitas baik karena penyakit maupun akibat sampingan obat;juga reaksi teman, anggota keluarga dan masyarakat. Bantuan psikologis bagi penderita dan keluarga sering diperlukan dan dapat diberikan dalam bentuk terapi kelompok.
F.
EDUKASI DAN HOME EXERCISE PROGRAM
29
Edukasi dan program latihan di rumah merupakan hal yang penting bagi penderita OA. Edukasi yang diberikan terutama tentang penyakit OA, prinsip perlidungan sendi, bagaimana manajemen gejala OA, dan program latihan di rumah. Program yang diberikan adalah latihan yang aman dilakukan di rumah berupa latihan penguatan otot, latihan luas gerak sendi, dan latihan enduran/daya tahan. Pasien dengan berat badan lebih dianjurkan untuk mengurangi berat badannya. Proteksi dan pemeliharaan sendi lutut antara lain dengan menghindari gerakan fleksi yang berlebihan, menghindari memposisikan sendi pada satu posisi dalam waktu yang lama, menghindari overuse, mengontrol berat badan, mengurangi beban pada sendi yang nyeri, menyeimbangkan aktivitas dan istirahat, mendistribusikan tekanan, menggunakan otot dan sendi yang paling kuat, dan menggunakan gerakan dengan biomekanik yang baik.. Home exercise program atau program latihan di rumah sangat penting bagi pasien OA. Kepatuhan jangka panjang untuk melakukan latihan di rumah merupakan tujuan yang utama karena sangat berhubungan dengan perbaikan fungsi fisik penderita OA.
30
BAB IV KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan Osteoarthrosis (OA) atau yang lebih banyak dikenal dengan Osteoarthritis juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. Etiopatogenesis OA sampai saat ini belum dapat dijelaskan melalui satu teori yang pasti. OA diduga merupakan interaksi antara faktor intrinsik dan ekstrinsik. Dengan diagnosis dan terapi yang tepat, termasuk edukasi pasien, dapat meminimalkan gejala dan membantu pasien mempertahankan kualitas hidup. Untuk mengerti tujuan ini, dokter harus mengerti patofisiologi degenerasi sendi dan hubungan antara degenerasi sendi dan sindroma klinis OA kerusakan tulang rawan sendi disebabkan oleh gangguan intergritas struktur kartilago sendi disertai ketidakseimbangan aktivitas anabolik dan katabolik jaringan. Sebagian besar pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri sendi. Banyak pasien dengan osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi. Kebanyakan pasien dengan OA mencari perhatian medis karena nyeri. Pendekatan awal yang paling aman adalah dengan menggunakan analgesik sederhana seperti acetaminofen (mungkin dalam hubungannya dengan terapi topikal). Jika pereda nyeri tidak memadai, oral obat anti-inflamasi nonsteroid atau injeksi intra-artikular produk acidlike hialuronat harus dipertimbangkan. Injeksi intraartikular kortikosteroid dapat menyediakan bantuan jangka pendek nyeri pada penyakit. Selain itu metode baru injeksi intraartikular dengan stemsel sedang dikembangkan dan menghasilkan kepuasan terhadap penggunaannya. Namun metode tersebut masih dalam penelitian. Penanggulangan nyeri tidak mengubah penyakit yang mendasarinya. Perhatian juga harus diberikan kepada tindakan nonpharmacologic seperti pendidikan pasien, penurunan berat badan dan melaksanakan fungsi. Pengurangan rasa sakit dan pemulihan dapat dicapai pada beberapa pasien dengan osteoarthritis awal, terutama jika pendekatan terpadu digunakan.
31
DAFTAR PUSTAKA 1.
Wiken.
2009.
Osteoartritis.
http://www.health&medicine.com/share.
Diakses tanggal 25 Juli 2012. 2.
Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 25 Juli 2012.
3.
Dharmawirya, Mitzy. 2000. Efek Akupunktur pada Osteoartritis Lutut. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLu tut129.pdf/16EfekAkupunkturpadaOsteoartritisLutut129.html,
diakses
4.
tanggal 26 Juli 2012. Ariani, F. 2009.Osteoarthritis Sebabkan Lutut Keropos. Disajikan dalam
5.
Seminar Kesehatan by Fajar Public Makassar 26 Juli 2012. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
6.
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2009. p.2538-2549. Susilo D. Kesesuaian hasil foto rontgen dan diagnosis klinik pada penderita osteoartritis di RSUP Dr. Kariadi 1995-2002. Semarang: Medical Faculty
7.
Diponegoro University; 2002. Salimah K. Hubungan faktor resiko body mass index dengan kejadian osteoartritis lutut pada pasien rawat jalan poli reumatik RS. Dr. Kariadi (Studi kasus tanpa kontrol di bagian penyakit dalam RS. Dr. Kariadi Semarang
periode
Maret-Juni
2005).
Semarang:
Medical
Faculty
8.
Diponegoro University; 2005. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
9.
Airlangga University Press. Setyohadi B, 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. www. technorati favorites.com. Diakses tanggal 28 Desember 2009Adam, W.
2006.Osteoarthritis
and
How
Is
It.
http://arthritis.about.com/od/oa/a/osteoarthritis.htm, diakses tanggal 25 Juli 2012.
32
10. Subagjo, Harry. 2000. Struktur rawan sendi dan perunbahannya. Sub bagian Reumatologi,
Bagian
Ilmu
Penyakit
Dalam,
Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No. 129. Jakarta. 11. Hoaglund, FT. 2001. Primary Osteoarthritis of the Hip: Etiology and Epidemiology. Journal of The American Academy of Orthopedic Surgeon 9:320-327. 12. Moskowitz RW., Howell DS., Altman RD., et al (Eds). Osteoarthritis. 3rd ed. 2001. W.B. Saunders company. Philadelphia. Pennsylvania 13. Klippel JH. Primer on the rheumatic diseases. 12ed. Atlanta: Arthritis foundation. 2001. pp: 637 14. Milne AD, Evans NA, Stanish WD. Nonoperative Management of Knee Osteoarthritis. In: Hartono IM. Studi komparasi antara WOMAC index dengan Kellgren-Lawrence grading system pada penderita osteoartritis genu. Semarang: Medical Faculty Diponegoro University; 2007. p. 12. 15. Woolf CJ. 2004. “Pain: moving from symptom control toward mechanismspecific pharmacologic management”. Ann Intern Medicine ;140:441-451. Abstract. Diakses tanggal 26 Juli 2012. 16. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan
Osteoartritis.
Sub-bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta 17. Birrell, Fraser. 2008. “Osteoarthritis: The care and management of osteoarthritis in adults”.
National Institute for Health and Clinical
Excellence. London. www.nice.org.uk/CG059. Diakses tanggal 27 Juli 2012. 18. Barrack L, Booth E, et all. 2006. OKU: “Orthopaedic Knoelrdge Update 3. Hip and Knee Reconstruction Chapter 16: Osteoarthritis and Arthritis inflamatoric. 19. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine. 20. Fife RS & Brandt KD. 1992. Other approaches to therapy. In : Moskowitz RW, Howell DS, Goldberg VM, Mankin HJ. Eds. Osteoarthritis Diagnosis and Medical/Surgical Management. 2nd ed. W. B. Saunders Coy, Philadelphia, Pennsyvania, USA. pp 511-526
33
21. Chapman, Michael W et al. 2001. Chapman’s Orthopaedic surgery 3rd edition. Chapter 107; Osteotomies of The Knee for Osteoarthritis. Lippincott William & Wilkins. USA. 22. Emadedin M, Aghdami N et al. 2012. Intra-articular Injection of Autologous Mesenchymal Stem Cells in Six Patients with Knee Osteoarthritis; Archives of Iranian Medicine, Volume 15, Number 7. Diakses tanggal 26 Juli 2012. 23. Nancy E, lane, MD, et all. 2010, Tanezumad for the treatment of pain from osteoarthritis of the knee. The new england journal of medicine. 24. Brandt KD. Diagnosis and Nonsurgical Management of Osteoatrhritis. 2nd ed. Professional Communications Inc. Caddo, 2000. p 53-65, 117-135
34