BAB 5 KONKLUSI DAN REKOMENDASI
1.1
Konklusi Kewajiban
mengimplementasikan
akuntansi
akrual
untuk
pemerintah pusat dan pemerintah daerah paling lambat mulai tahun 2015 telah mengubah basis akuntansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi berbasis akrual. SAP PP 71 Tahun 2010 merupakan peraturan pemerintah yang menjadi acuan utama penerapan akuntansi akrual. Setiap pemda mempunyai fleksibilitas untuk menetapkan kebijakan akuntansinya sendiri tetapi harus mengacu pada SAP. Penelitian ini bertujuan menganalisis kebijakan dan praktik akuntansi yang diimplementasikan pemda setelah penerapan akuntansi akrual. Perbedaan antara akuntansi berbasis kas dan berbasis akrual terletak pada pengakuan, yaitu basis akuntansi akrual mengakui suatu transaksi atau kejadian saat terjadinya dan tidak berdasarkan saat kas diterima atau dibayarkan. Penelitian ini fokus pada aspek pengakuan aset tetap. Konteks penelitian ialah kabupaten/kota di Jawa Tengah dan DIY. Temuan dari penelitian ini bermanfaat bagi pemda untuk meningkatkan implementasi akuntansi akrual pemda pada waktu yang akan datang dan bagi akademisi sebagai landasan penelitian berikutnya tentang akuntansi akrual pemda. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif studi kasus.
Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis wawancara dan dokumen penelitian ialah sebagai berikut: 1. Kebijakan Akuntansi Aset Tetap Pemda a. Lima kabupaten/kota telah menggunakan aplikasi keuangan dan aset tetap untuk menjalankan sistem akuntansi pemda. Aplikasi yang digunakan di setiap kabupaten/kota berbeda-beda dan dikembangkan oleh pihak yang berbeda pula. Semua aplikasi tersebut telah berjalan atau digunakan oleh pemda untuk membantu menyusun laporan keuangan pemda, kecuali aplikasi aset tetap pada Kota Magelang yang belum digunakan karena kendala teknis dan nonteknis. Pada lima kabupaten/kota tidak terdapat aplikasi yang terintegrasi. b. Kebijakan
akuntansi
untuk
kriteria
umum
pengakuan
setiap
klasifikasi aset tetap pada lima kabupaten/kota hampir sama dan semua sesuai dengan SAP PP 71 Tahun 2010. Dua pemda yaitu Kabupaten Temanggung dan Kota Magelang merumuskan kebijakan akuntansinya secara terinci untuk setiap klasifikasi aset tetap. c. Perbedaan kebijakan akuntansi antara satu pemda dengan pemda yang lain terletak pada kebijakan kapitalisasi untuk batas minimum nilai kapitalisasi pengadaan baru aset tetap. Kebijakan nilai kapitalisasi
aset
tetap
pada
Kota
Yogyakarta,
Kabupaten
Temanggung, dan Kabupaten Magelang telah sesuai dengan SAP PP 71 Tahun 2010 dan Buletin Teknis Nomor 15 Tahun 2014. Sedangkan Kabupaten Sleman dan Kota Magelang juga menetapkan batas minimum nilai kapitalisasi untuk jalan, irigasi, dan jaringan. Hal
tersebut tidak sesuai dengan Buletin Teknis Nomor 15 Tahun 2014 yang menyebutkan untuk jalan, irigasi, dan jaringan tidak terdapat batasan nilai kapitalisasi untuk diakui sebagai aset tetap. 2. Praktik Akuntansi Aset Tetap Pemda a. Praktik pengakuan aset tetap untuk setiap kabupaten/kota berbedabeda. Setiap pemda menggunakan dasar pencatatan yang beragam, tetapi dapat dikategorikan dalam tiga dokumen yaitu BAST, SPP, dan tagihan. Pada Kota Yogyakarta dan Kota Magelang, dokumen sumber manual tidak dapat diakses. Sedangkan pada Kabupaten Sleman dua klasifikasi aset tetap yang dapat diakses yaitu hanya transaksi aset tetap tanah dan peralatan dan mesin yang terdapat pada SKPD partisipan. b. Skor tertinggi sampai dengan terendah untuk pengakuan aset tetap berbasis akrual ditemukan pada Kabupaten Magelang 83,33%, Kota Magelang 80%, Kabupaten Sleman 80%, Kota Yogyakarta 75%, dan Kabupaten Temanggung 60%. Dari hasil tersebut ditemukan bahwa pada dua pemda yang memperoleh opini WDP dalam LHP BPK justru memperoleh skor tinggi. c. Praktik
akuntansi
aset
tetap
yang
dilaksanakan
di
lima
kabupaten/kota untuk klasifikasi tanah; peralatan dan mesin; jalan, irigasi, dan jaringan; dan aset tetap lainnya telah dilaksanakan sesuai dengan SAP dan kebijakan akuntansi kabupaten/kota bersangkutan. Ketidaksesuaian Yogyakarta
dan
ditemukan Kabupaten
pada
pengakuan
Temanggung,
KDP
di
sedangkan
Kota untuk
Kabupaten
Sleman
tidak
terdapat
akses
pada
transaksi
bersangkutan.
1.2
Keterbatasan Riset Keterbatasan dalam penelitian ini, antara lain, sebagai berikut.
1. Pada beberapa pemda peneliti menemui keterbatasan akses sehingga dimungkinkan jika pemda lebih membuka aksesnya untuk penelitian serupa, praktik akuntansi berbasis akrual aset tetap pemda akan lebih dapat dianalisis terkait tingkat kesesuaiannya dengan SAP dan peraturan terkait. 2. Terkait dengan skor ketepatan waktu praktik akuntansi akrual aset tetap yang diperoleh pemda, penelitian ini lebih menggunakan metode analisis deskriptif
tentang
kebijakan
dan
praktik
akuntansi
yang
diimplementasikan pemda sehingga tidak meneliti alasan dan faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kesesuaian akuntansi akrual pemda. 3. Penelitian ini tidak menetapkan indeks atau skala untuk mengukur kategori tingkat keakrualan pemda berdasarkan skor yang diperoleh. 4. Penelitian ini hanya mengambil satu transaksi untuk setiap klasifikasi aset tetap sehingga transaksi aset tetap yang dianalisis kurang beragam.
1.3
Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan rekomendasi
sebagai berikut.
1. Rekomendasi bagi Pemda a. Dari lima kabupaten/kota belum terdapat aplikasi keuangan dan aset tetap yang terintegrasi, sehingga peneliti menyarankan pemda agar membuat kebijakan mengupayakan pengintegrasian aplikasi untuk meningkatkan praktik akuntansi aset tetap. b. Pemda agar meningkatkan kualitas kebijakan akuntansi aset tetap berbasis akrual agar lebih terinci dan mudah dipahami untuk meningkatkan kualitas praktik akuntansi akrual aset tetap agar semakin sesuai dengan SAP. c. Pemda Kabupaten Sleman dan Kota Magelang agar me-review kembali kebijakan akuntansinya terkait kebijakan akuntansi batas nilai kapitalisasi jalan, irigasi, dan jaringan agar sesuai dengan SAP dan peraturan terkait seperti Buletin Teknis tentang akuntansi akrual aset tetap. d. Pemda Kota Yogyakarta dan Kabupaten Temanggung agar me-review praktik
akuntansi
KDP
dengan
lebih
menyesuaikan
praktik
pengakuan KDP sesuai SAP dan peraturan terkait tentang akuntansi aset tetap akrual. 2. Rekomendasi bagi akademis a. Terkait temuan penelitian tentang skor ketepatan waktu praktik akuntansi akrual aset tetap pemda, dapat menjadi peluang bagi penelitian berikutnya untuk mengkaitkan opini BPK dengan tingkat kesesuaian praktik akuntansi akrual yang diimplementasikan pemda.
b. Penelitian berikutnya diharapkan dapat membuat indeks atau skala kategori tingkat kesesuaian akuntansi akrual aset tetap pada pemda untuk lebih memberikan interpretasi kualitatif atas skor yang diperoleh. c. Peneliti berikutnya agar menambah ragam transaksi aset tetap yang dianalisis
sehingga
skor
yang
diperoleh
pemda
dapat
lebih
mencerminkan tingkat kesesuaian praktik akuntansi akrual aset tetap pemda dengan SAP.