BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan beberapa temuan studi dari analisis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu dampak perubahan penggunaan lahan terhadap keseimbangan tata air. Selain itu akan dip aparkan beberapa rekomendasi dan temuan studi pada studi kali ini.
5.1
Temuan Studi Berdasarkan hasil dan analisis serta pembahasan yang dilakukan, dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai temuan penelitian mengenai keseimbangan tata air di Kawasan Bandung Utara. Hasil termuan penelitian adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan hasil penelitian potensi persediaan sumberdaya air di Kawasan Bandung Utara, jumlah limpasan air permukaan mengalami penurunan sebesar -0,377%, jumlah air yang terserap ke dalam tanah mengalami penurunan sebesar -0,466% serta laju pertumbuhan total air di Kawasan Bandung Utara mengalami penurunan sebesar
-0,435%.
Diperkirakan di wilayah kajian masih memberikan potensi air sebesar 384,74 juta m3/thn di tahun 2013. b. Berdasarkan hasil penelitian kebutuhan sumberdaya air, diperkirakan pada tahun 2013 Kawasan Bandung Utara membutuhkan sumberdaya air sebesar 196,255 juta m3/thn. Kebutuhan tersebut akan meningkat pada tahun-tahun berikutnya dikarenakan laju pertumbuhan kebutuhan air di Kawasan Bandung Utara mengalami peningkatan sebesar 2,0035%. c. Berdasarkan penilaian IPA(Indeks Penggunaan Air), pada kurun waktu 2001, 2005 dan 2013 menunjukkan nilai rata -rata IPA sebesar 0,42 dan 0,51. Angka tersebut termasuk ke dalam wilayah yang tidak kritis.
99
100
d. Berdasarkan RTRW Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung, kondisi potensi limpasan air permukaan di Kawasan Bandung Utara adalah sebesar 144,051 juta m3/thn. Angka ini lebih kecil daripada angka kondisi potensi air permukaan guna lahan eksisting. Un tuk kondisi potensi air tanah mendapatkan angka sebesar 240,69 juta m3/thn, yang mana angka tersebut lebih besar dari keadaan potensi air yang terserap ke dalam tanah guna lahan ekesisting. Total tambahan potensi sumberdaya air di tahun 2013 berdasarkan RT RW diperkirakan sebesar 384,742 juta m3/thn. Angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan keadaan eksisting. e. Kebutuhan sumberdaya air yang mengacu pada guna lahan RTRW adalah sebesar 176,896 juta m3/thn. Angka kebutuhan sumberdaya air ini lebih kecil daripada angka kebutuhan sumberdaya air yang mengacu pada kecenderungan guna lahan eksisting tahun 2001 dan 2005. f. Berdasarkan penilaian IPA, keseimbangan sumberdaya air di tahun 2013 berdasarkan RTRW dan eksisting, adalah sebesar 0,46 dan 0, 51. Kedua angka tersebut berdasarkan kriteria penggolongan IPA menunjukkan bahwa kondisi keseimbangan sumberdaya air Kawasan Bandung Utara berada dalam kondisi wilayah yang tidak kritis. Meskipun keduanya menunjukkan keadaan wilayah yang tidak kritis, tetapi jika peman faatan ruang dalam RTRW pada tahun 2013 dilaksanakan sesuai rencana, kondisi keseimbangan tata air di Kawasan Bandung Utara adalah lebih baik dibandingkan jika tidak direncanakan dan dibiarkan terjadi sesuai kecenderungan yang ada. g. Perkiraan
keseimbangan
s umberdaya
air
yang
mengacu
pada
kecenderungan guna lahan eksisting pada tahun 2001 dan 2005, akan mengalami defisit sekitar sekitar -1,21 juta m3/thn di tahun 2049 dimana
101
angka ketersediaan sumberdaya air sebesar 398,61 juta m3/thn, sedangkan angka kebutuhan sumberdaya air adalah sebesar 400,47 juta m3/thn. h. Keseimbangan sumberdaya air yang mengacu pada guna lahan RTRW akan mengalami defisit di tahun 2091 yaitu dengan angka ketersediaan sebesar 273,86 juta m3/thn, sedangkan angka kebutuhan sebesar 276,208 juta m3/thn sehingga mengalami defisit sebesar 2,34 juta m3/thn.
5.3
Kesimpulan Penekanan pembangunan pada guna lahan yang telah direncanakan oleh
RTRW (Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung) untuk Kawasan Bandung Utara, selain dengan paling sedi kitnya presentase kawasan budaya di antara guna lahan lainnya. Tambahan potensi sumberdaya air pada guna lahan yang mengacu pada RTRW di tahun 2013 adalah sama dengan tambahan potensi sumberdaya air pada guna lahan yang mengacu pada kondisi eksisting tahun 2001 dan 2005, ini dikarenakan bahwa jumlah tambahan ketersediaan air hanya dipengaruhi curah hujan, evapotranspirasi dan luas guna lahan. Selain itu, besarnya air yang meresap ke dalam tanah juga lebih besar daripada jumlah air yang meresap ke dalam tana h berdasarkan guna lahan eksisting (2001 dan 2005) serta proyeksi (2013). Hal ini dapat disimpulkan pola guna lahan yang mengacu pada guna lahan yang mengacu pada RTRW adalah adalah lebih baik daripada guna lahan kecenderungan dari tahun 2001 dan 2005. Untuk aspek kebutuhan sumberdaya air, guna lahan yang mengacu pada RTRW juga lebih dapat menekan kebutuhan sumberdaya air daripada guna lahan yang mengacu pada kecenderungan guna lahan eksisting tahun 2001 dan 2005 . Di sisi lain, pada tahun 2013; baik berdasarkan pada guna lahan eksisting tahun 2001 dan 2005 maupun dengan guna lahan RTRW ; diperoleh angka IPA sebesar 0,46 untuk guna lahan RTRW dan 0,49 untuk guna laha n eksisting 2001 dan
102
2005. Maka dapat dikatakan bahwa guna lahan rencana lebih baik dari pada guna lahan kecenderungan dari tahun 2001 dan 2005. Kondisi guna lahan pada RTRW lebih baik daripada guna lahan eksisting dari tahun 2001 dan 2005 dapat diperkuat dengan hasil perkiraan
perbandingan
keseimbangan sumberdaya air yang mencakup potensi limpasan air permukaan dan potensi air yang terserap ke dalam tanah dengan dampak guna lahan. Diperkirakan untuk guna lahan yang mengacu pada kecenderungan guna lahan eksisting dari tahun 2001 dan 2005, keseimbangan sumberdaya air akan mengalami defisit di tahun 2 049. Dan jika mengacu pada guna lahan berdasarkan RTRW, keseimbangan sumberdaya air akan mengalami defisit dengan waktu yang lebih lama yaitu tahun 2091.
5.2
Rekomendasi Sehubungan dengan hasil identifikasi kondisi sumberdaya air dimana
kebutuhan terhadap sumberdaya air khususnya air tanah terus meningkat sedangkan potensi air yang terserap ke dalam tanah cenderung menurun karena semakin luasnya lahan terbangun, maka dengan mempertimbangkan kebijaksanaan pengembangan Kawasan Bandung Utara rekomendasi yang dapat diusulkan oleh penulis adalah : a. Upaya peningkatan cadangan air tanah Sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang yang menekankan perlunya perlindungan dan perluasan terhadap daerah resapan air, reservasi kawasan lindung seperti hutan yang berfungsi seba gai daerah resapan air perlu difokuskan. Dalam hal ini daerah di Kawasan Bandung Utara yang dimaksudkan adalah kecamatan yang berada di kemiringan lereng paling tinggi, yaitu di Kecamatan Lembang, Cimenyan dan Cikalong Wetan. Selain itu daerah yang menjadi daerah resapan utama dengan intensitas tinggi juga harus diperhatikan, yaitu Kecamatan Parongpong, Lembang dan Cisarua. Dengan tetap terjaganya daerah resapan air tanah, diharapkan dapat meningkatkan cadangan air tanah yang dampaknya juga meningkatkan ali ran
103
permukaan di musim kemarau sekaligus menurunkan resiko bencana erosi, banjir dan kekeringan. b. Upaya peningkatan cadangan air permukaan Upaya peningkatan cadangan air permukaan dapat dilakukan dengan cara pembangunan bangunan resapan air buatan yang dapa t dilakukan di kawasan permukiman. Cara pembuatannya ialah dengan membuat bangunan jebakan air pada lahan-lahan budidaya dengan kemiringan terjal agar dapat mengurangi
laju
erosi
dan
limpasan
permukaan.
K ecamatan
yang
berkompeten dalam hal ini adalah kecam atan Lembang, Cimahi Utara dan Parongpong. c. Upaya pengendalian lahan Upaya pengendalian lahan perlu dilakukan jika dirasa guna lahan eksisting sudah mengalami penyimpangan pertumbuhan, terutama untuk pertumbuhan kawasan budidaya. Upaya pengendalian lahan da pat dilaksanakan dengan cara pemberlakukan pajak yang besar untuk pembangunan di kawasan -kawasan yang fungsinya sebagai kawasan lindung. d. Pengaturan distribusi secara proposional Upaya ini cenderung sebagai alokasi pemanfaatan lahan, terutama untuk pengembangan kawasan budidaya yaitu kawasan industri dan kawasan perumahan agar lebih memperhatikan lokasi potensi daerah resapan dan zona konservasi air. Rencana relokasi industri dan perumahan sebaiknya dilaksanakan di daerah yang tidak rawan dan krisis air dan ke lokasi yang tersedia air permukaan yang berlimpah, yaitu Kecamatan Cisarua, Cimahi Utara dan Ngamprah. e. Penertiban eksplotasi air tanah secara illegal dalam pengawasan penyadapan air tanah Penertiban eksplotasi harus dilakukan oleh instansi yang berwe nang, dalam hal ini adalah Dinas Pertambangan dengan cara :
104
mengevaluasi kepemilikkan SIP dan SIPA ,
mengecek meter air dari para pemilik sumur bor dan
penerapan sistem sanksi yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan
Praktek eksploitasi air tanah ya ng biasa dilakukan pada kegiatan industri. Oleh karena itu di kecamatan yang dialokasikan pada kegiatan industri perlu dilakukan penertiban eksploitasi air tanah.
5.3
Kelemahan Studi Perhitungan yang dilakukan baik dalam perhitungan tambahan potensi
sumberdaya air maupun perhitungan kebutuhan sumberdaya air dalam penelitian ini belum dilakukan secara akurat sehingga masih banyak kemungkinan -kemungkinan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian. Beberapa hal yang menjadi keterbatasan dari penelitian ini, dan diharapkan menjadi masukan bagi studi selanjutnya, antara lain: a. Aspek Perhitungan Potensi Sumberdaya Air -
Penentuan besaran koefisien limpasan (Cro) harus lebih detail dan lebih mewakili kondisi wilayah kajian, yang antara lain menyangkut faktor kondisi/topografi/ kemiringan lereng, dan keadaan guna lahannya.
-
Nilai
evapotransirasi
(ET)
yang
digunakan
seharusnya
nilai
evapotranspirasi di tahun masing -masing, bukan nilai rata -rata dan diperlukan nilai evapotranspirasi yang lebih detail pada tiap penggunaan lahan. -
Penggunaan satuan analisis perhitungan Kawasan Bandung Utara yang mana batas wilayah Kawasan Bandung Utara tidak secara tepat berhimpitan dengan batas administrasi kecamatan, oleh karena itu sebaiknya digunakan satuan desa atau unit lahan agar mengha silkan perhitungan yang lebih akurat.
105
-
Data guna lahan yang di dapat untuk diproyeksikan hanyalah data guna lahan 2 tahun, yaitu 2001 dan 2005 yang masih dirasa terlalu singkat dan sedikit untuk melihat kecenderungannya.
b. Aspek Perhitungan Kebutuhan Sumber daya Air -
Seperti halnya di atas, unit analisa yang sebaiknya digunakan adalah satuan desa atau unit lahan. Untuk satuan kecamatan yang sudah di jumlahkan ke dalam Administrasi Kota dan Kabupaten Bandung masih sangat umum.
-
Dalam
penentuan
jumlah
fasilitas -fasilitas
yang
menggunakan
sumberdaya air di Kawasan Bandung Utara, penulis menggunakan perbandingan antara kawasan budidaya di tiap -tiap administrasi wilayah dengan kawasan budidaya di Kawasan Bandung Utara, sehingga angka jumlah fasilitas adalah berupa pe rkiraan. -
Penggunaan air oleh PDAM tidak dimasukkan dalam perhitungan menyebabkan hasil perhitungan masih agak kasar. Sama halnya dengan kebutuhan untuk kegiatan yang lain tidak dapat diperkirakan besarannya, seperti kebutuhan untuk kegiatan industri, tidak diperhatikan jenis industrinya, dan beberapa fasilitas lain yang didapat berdasarkan kebutuhan per penduduk dan per guna lahan.
-
Beberapa standar kebutuhan air masih menggunakan asumsi hasil standar yang lama. Sebaiknya jika ada digunakan standar yang terb aru dan relevan.
5.4
Saran Studi Lanjutan Berdasarkan kelemahan-kelemahan dari studi ini, beberapa studi lanjutan
yang kiranya dapat dilakukan menyangkut pemanfaatan sumberdaya air dalam mendukung pengembangan kawasan yang dapat disarankan antara lain:
106
a. Penelitian sejenis disarankan melakukan perhitungan yang lebih detail, yaitu menggunakan satuan unit analisis desa, standar kebutuhan yang lebih aktual, nilai Cro yang yang lebih memperhatikan keadaan fisik, mempertimbangkan kebutuhan air yang lebih detail seperti kebutuhan PDAM serta kebutuhan berbagai fasilitas, dan dalam menentukan kecenderungan, sebaiknya menggunakan data time series yang lebih panjang, agar lebih akurat. b. Penggunaan data curah hujan, juga harus lebih detail dimana memperhatikan keadaan w ilayah, karena beberapa wilayah dengan karakteristik seperti ketinggian, mempunyai curah hujan yang berbeda.