25
BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1
Sejarah Perusahaan Perjalanan Universitas Bina Nusantara dimulai pada tanggal 21 Oktober 1974. Ini berasal dari kursus jangka pendek bernama Kursus Komputer Modern, yang kemudian diperluas karena pondasi yang kuat dan visi yang komprehensif. Karena permintaan tinggi dan perkembangan yang cepat, pada tanggal 1 Juli Komputer (ATK)' atau Akademi Teknis Komputer dengan 'Manajemen Informatika' atau Manajemen Informatika sebagai jurusan pertama. ATK terdaftar pada tanggal 13 Juli 1984 dan setahun setelah itu, tepatnya pada tanggal 1 Juli 1985, lembaga ini berubah menjadi AMIK Jakarta. Pada tanggal 21 September 1985, AMIK Jakarta berganti nama menjadi AMIK Bina Nusantara. AMIK Bina Nusantara mencatat prestasi yang luar biasa di usia yang relatif muda ketika terpilih sebagai Akademi Komputer terbaik oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Dewan Pendidikan Tinggi Distrik III pada tanggal 17 Maret 1986. Kebutuhan pekerja profesional di bidang Teknologi Informasi melaju AMIK lebih lanjut pada pengembangan, dan pada tanggal 1 Juli 1986 itu secara resmi terdaftar sebagai 'Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK)' atau Institut Manajemen Informasi dan Ilmu Komputer Bina Nusantara. Pada tanggal 9 November 1987, penggabungan antara AMIK Bina Nusantara dan STMIK Bina Nusantara terjadi. Lembaga ini menyediakan program Diploma (D-3) dan Sarjana (S-1). Status akreditasi 'Disamakan' atau 'Equalized' untuk semua jurusan dan itu diperoleh pada tanggal 18 Maret 1992. Pada tahun berikutnya, STMIK Bina Nusantara membuka Program Masters pertama (S-2) pada Manajemen Sistem Informasi di Indonesia. Program ini secara resmi terdaftar pada 10 Mei 1993.
26
Setelah melalui dari tahun ke tahun dengan ketekunan dan keras keras, Universitas Bina Nusantara (UBINUS) secara resmi terdaftar dan didirikan pada tanggal 8 Agustus 1996. STMIK Bina Nusantara kemudian bergabung menjadi Universitas Bina Nusantara pada tanggal 20 Desember 1998. Saat itu, UBINUS memiliki Faculty of Computer Science (Fakultas Ilmu Komputer), Faculty of Economy (Fakultas Ekonomi), Faculty of Engineering (Fakultas Teknik), Faculty of Literature (Fakultas Sastra), Faculty of Mathematics and Natural Sciences (Fakultas MIPA) dan Program Master (S-2) pada Manajemen Sistem Informasi. Namun, UBINUS tidak berhenti di situ, hal ini terus memperluas jangkauan mereka pada bidang pendidikan. Pada tanggal 20 April 2007, Universitas Bina Nusantara ditambahkan Faculty of Psychology (Fakultas psikologi) dan Faculty of Communication & Multimedia (Fakultas Komunikasi Dan Multimedia) di tengah-tengah mereka. Karena struktur organisasi baru dari Universitas Bina Nusantara, yang berlaku sejak 19 Agustus 2008, nama-nama beberapa fakultas diubah. Fakultas Ilmu Teknik yang sekarang dikenal sebagai Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Ekonomi yang sekarang dikenal sebagai Fakultas Bisnis & Ekonomi, dan Fakultas Sastra yang sekarang dikenal sebagai Fakultas Bahasa dan Budaya. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam kini bergabung dalam Fakultas Sains dan Teknologi. Sementara itu, pada Program Master (S-2), UBINUS resmi telah menambah program lain, Masters in Informatics Engineering (Magister Teknik Informatika), pada tanggal 31 Agustus 2009. Pada tanggal 7 September 2011, UBINUS melakukan lagi perubahan struktural dalam organisasi. Beberapa perubahan yaitu, Fakultas Ekonomi dan Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Fakultas Bahasa & Budaya yang tergabung dalam Fakultas Ilmu Budaya (Fakultas Humaniora), Fakultas Teknik (Fakultas Teknik), Fakultas Ilmu Komputer, Sekolah Sistem Informasi, Sekolah Bisnis Manajemen, Sekolah Desain, Sistem Komputer Mayor yang sebelumnya terdaftar di Fakultas Ilmu Komputer, sekarang terdaftar di Fakultas Sains dan
27
Teknologi, Matematika dan Statistik Mayor yang sebelumnya terdaftar di Fakultas Sains dan Teknologi sekarang terdaftar di Sekolah Sistem Informasi, Sekolah Akuntansi dan Keuangan, dan Program Magister Sistem Informasi dan Teknik Informatika sekarang di bawah koordinasi Program Pascasarjana BINUS, yang juga mengawasi Doktor Penelitian dalam Manajemen.
4.1.1 Visi “A World-class university … In continuous pursuit of innovation and enterprise” 4.1.2 Misi The mission of BINUS University is to contribute to the global community through the provision of world-class education by : 1.
Recognizing and rewarding the most creative and value-adding talents.
2.
Providing a world-class teaching, learning and research experience that fosters excellence in scholarship, innovation and entrepreneurship.
3.
Creating outstanding leaders for global community.
4.
Conducting professional services with an emphasis on application of knowledge to the society.
5.
Improving the quality of life of Indonesians and the international community.
4.2
Hasil Observasi Lapangan Hasil observasi lapangan yang didapat selama penelitian di Universitas Bina Nusantara berupa kuesioner sebagai alat ukur penelitian yang terdiri dari 47 pertanyaan (43 pertanyaan untuk dosen pengajar dan para staff sebagai karyawan dan 4 pertanyaan untuk mahasiswa sebagai pelanggan). Pertanyaan–pertanyaan tersebut dibuat berdasarkan studi pendahuluan dari beberapa penelitian yang telah menggunakan item test tersebut dan teruji validitasnya (Schulte, Shmulyian, Ostroff, Kinicky, 2009, & Wangenheim, Evanschitzky, Wunderlich, 2007 ), dan beberapa literatur sebagai dasar pembuatan item test baru, yang dapat diandalkan mewakili variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, Punishment,
28
Shift Work, P-E Fit, Fasilitas Manajemen, Well-being dan Kepuasan Pelanggan. Kuesioner disebarkan kepada 900 responden (450 responsen mahasiswa dan 450 responden karyawan), dan tercatat 766 kuesioner (383 dari mahasiswa dan 383 dari karyawan) yang digunakan pada pengolahan data selanjutnya. 4.3
Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.3.1 Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, perlu diketahui berapa besar ukuran sampel yang dibutuhkan. Menurut Sugiyono (2006) menentukan ukuran sampel dari populasi tertentu dengan taraf kesalahan bisa dilakukan dengan dua metode, yaitu dengan melakukan perhitungan dengan rumus penentuan ukuran sampel yang telah dikembangkan oleh isaac dan michael (Sugiyono, 2006) atau dengan melihat tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu dengan taraf kesalahan tertentu yang telah dikembangkan oleh para ahli. Dan dalam penelitian ini penulis menggunakan metode dengan melihat tabel dan menggunakan taraf kesalahan 5%, yang dilaporkan pada tabel (Lampiran). Jumlah populasi mahasiswa Universitas Bina Nusantara kurang lebih 20000 orang (Sumber : SSC BINUS). Kemudian penulis mengasumsikan N = 20000. Sedangkan untuk jumlah populasi karyawan Universitas Bina Nusantara kurang lebih 1100 orang (Sumber : Human Capital BINUS). Tabel penentuan sampel dari populasi tertentu dapat dilihat secara lengkap pada lampiran.
29
4.3.2 Pengolahan Data 4.3.2.1 Uji Statistik dengan SPSS Butir–butir alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan uji reliabilitas dan validitasnya menggunakan perangkat lunak (software) SPSS
(PASW
18)
dengan
teknik
perhitungan
Cronbach’s
Alpha
(Umar,2005). Jika hasil pengolahan statistik menunjukan cronbach alpha > 0.6 maka variabel penelitian dianggap dapat diandalkan (reliable). Hasil uji dari masing-masing variabel menunjukan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian dengan jumlah sampel 383 ini adalah reliable (tabel 4.1), namun ada beberapa item test yang dapat dihapuskan untuk meningkatkan nilai cronbach’s alpha dari variabel dengan kata lain agar item test tersebut lebih dapat diandalkan (reliable) untuk mewakili pengukuran variabel laten. Untuk melihat item test mana saja yang dihapus bisa dilihat pada lampiran. Tabel 4.1 Reliabilitas Variabel (N=383)
Variabel Laten Punishment Shift Work PE Fit
Fasilitas Managemen
Well-Being Kepuasan Pelanggan
Indikator
PO-Fit NS-Fit PJ-Fit Training Managerial Support Kesehatan Work Spillover Service Quality
Jumlah Item Test yang Diuji
Jumlah Item Tes yang Digunakan
3 3 3 3 3 4
2 2 3 3 3 3
5
5
6 3 10
6 3 8
0.900
4
3
0.609
Cronbach's Alpha 0.722 0.805 0.830
0.783
30
4.3.2.2
Mean Variabel Laten dan Indikator Data mean (M),Standar Deviasi dan Korelasi matriks antar variabel laten, data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 , secara ratarata responden memiliki tingkat punishment pada 2.44, shift work pada 3.25, P-E Fit pada 2.91, fasilitas manajemen pada 3.10, wellbeing pada 3.11 dan kepuasan pelanggan pada 2.90. Dengan skala skor 1 – 4 yang mana nilai tengahnya (Median) adalah 2.5 maka dapat disimpulkan bahwa variabel shift work, well-being, kepuasan pelanggan dan P-E Fit memiliki tingkat yang cenderung tinggi (karena angka mean > 2.5) dan tingkat punishment yang dimiliki cenderung rendah (karena angka mean < 2.5).
31
Tabel 4.2 Means, Standar Deviasi, Korelasi dan Reliabilitas (N=383) Skala
Jumlah
Skor
Item
0.56
1–4
8
3.11
0.73
1–4
17
.34
3. Kepuasan Pelanggan
2.90
0.51
1–4
3
.11
.14
4. Punishment
2.44
1.14
1–4
2
-.07
.22
.02
5. Shift Work
3.25
0.82
1–4
2
-.03
.06
.01
.09
6. P-E Fit
2.91
0.56
1–4
9
.95
.54
.14
.05
Variabel
M
SD
1. Fasilitas Manajemen
3.10
2. Well-being
Catatan : Angka dalam kurung sepanjang diagonal menyatakan reliabilitas
1
2
3
4
5
6
(.783) (.903) (.609) (.722) (.805) .01
(.830)
32
Tabel 4.3 Means Indikator Indikator Variabel
Skala
M
SD
Punishment*
2.44
1.14
1-4
Shift Work
3.25
0.82
1-4
P-E Fit :
2.91
0.56
1-4
PO-Fit
2.85
0.52
1-4
NS-Fit
2.85
0.56
1-4
PJ-Fit
3.04
0.56
1-4
Fasilitas Manajemen :
3.10
0.56
1-4
Training
3.07
0.51
1-4
Managerial Support
3.12
0.58
1-4
Well-being :
3.11
0.73
1-4
Kesehatan
3.06
0.76
1-4
Work
3.17
0.78
1-4
Spillover
3.11
0.69
1-4
Kepuasan Pelanggan :
2.90
0.51
1-4
Service Quality
2.90
0.51
1-4
Laten
Skor
Catatan: Punishment* menunjukkan tingkat yang cenderung rendah karena mean < 2.5 (berdasarkan skala skor 1-4).
Gambaran mengenai Means (M) dari indikator masing–masing variabel laten yang dapat dilihat pada tabel 4.3, menunjukan tingkatan yang berbeda-beda. Untuk P-E Fit, secara umum responden dalam penelitian ini memiliki tingkat PJ-Fit (3.04) yang lebih tinggi ,dibandingkan dengan tingkat NS-Fit dan PO-Fit (2.85). Untuk fasilitas manajemen, memiliki tingkat managerial support (3.12) yang lebih tinggi dibanding training (3.07). Kemudian untuk Well-being, tingkat kepuasan kerja (work) (3.17) yang dimiliki lebih tinggi dibandingkan dengan dua indikator lainnya yaitu spillover (3.11) dan kesehatan (3.06). Dan yang terakhir untuk kepuasan
33
pelanggan, dengan satu indikator meliki tingkat service quality (2.90) yang cukup tinggi. 4.3.2.3 Uji Confirmatory Factor Analysis (CFA) Model Pengukuran Confirmatory Factor Analysis (CFA) adalah model pengukuran yang menunjukkan sebuah variabel laten yang diukur oleh satu atau lebih variabel teramati (indikator) (Wijanto, 2008). Dan dari uji CFA akan didapat hasil goodness of fit yang didapat dari masing-masing variabel laten. Goodness of fit dari CFA dapat dilihat dari indeks fit (Chi-Square, CFI dan RMSEA). Dan indeks fit ini memiliki kriteria masing-masing untuk dapat menyatakan bahwa model yang diuji telah memenuhi kriteria yang fit, kriteria–kriteria ini dapat dilihat pada tabel 4.5. Pengujian model pengukuran CFA yang telah terbukti memenuhi kriteria yang fit, akan digunakan untuk pengujian model hipotetik. Tabel 4.4 Kriteria Indeks Fit Indeks Fit Chi-Square (χ2)
Tingkat Kecocokan yang bisa diterima Semakin kecil semakin baik nilai berkisar dari antara 0-1, dengan
Comparative Fit Index (CFI)
nilai lebih tinggi adalah lebih baik. CFI ≥ 0.90 adalah good fit, sedang 0.80≤CFI<0.90 adalah marginal fit
RMSEA Sumber : Wijanto (2008)
RMSEA ≤ 0.08 adalah good fit
34
4.4
Analisis Hasil Data
4.4.1 Analisis
Hasil
Uji Confirmatory
Factor Analysis (CFA) Model
Pengukuran Dalam model pengukuran CFA ini didapat hasil yang menunjukan bahwa model pengukuran terbukti fit dilihat dari angka-angka indeks fit yang sudah ditetapkan yaitu χ2, CFI, dan RMSEA (tabel 4.5). Untuk punishment indeks fit yang dimiliki adalah Chi-square (χ2) = 0.00, RMSEA = 0.00. Shift work memiliki indeks fit Chi-square (χ2) = 0.00, RMSEA = 0.00. P-E Fit memiliki indeks fit Chi-square (χ2) = 47.26, RMSEA = 0.053 dan CFI = 0.99. Fasilitas Manajemen memiliki indeks fit Chi-square (χ2) = 41.41, RMSEA = 0.058 dan CFI = 0.98.Well-being memiliki indeks fit Chi-square (χ2) = 237.74, RMSEA = 0.056 dan CFI = 0.98 dan untuk kepuasan pelanggan memiliki indeks fit Chi-square (χ2) = 0.00, RMSEA = 0.00. Untuk variabel punishment, shift work dan kepuasan pelanggan tidak dimunculkan pada output goodness of fit karena model telah baik (good fit), “The Model is Saturated, The Fit is Perfect”. Untuk mengoptimalkan hasil pengukuran CFA dari variabel kepuasan pelanggan, penulis menghilangkan 1 butir pertanyaan akan tetapi hal ini terbukti tetap memiliki reliabilitas yang tinggi.
35
Tabel 4.5 Confirmatory Factor Analysis (CFA) Model Pengukuran Model fit dan signifikan Skala
Index Fit
Berdasarkan CFA Jumlah
α
item
N=383
Punishment*
2
Shiftwork*
df
χ2
P
0.722
0
0.00
1.00
0.00
2
0.805
0
0.00
1.00
0.00
P-E FIT
9
0.830
23
47.26
0.00
0.99
0.053
Fasilitas Manajemen
8
0.783
18
41.41
0.00
0.98
0.058
Well-being
19
0.903
109
237.74
0.00
0.98
0.056
Kepuasan Pelanggan*
3
0.609
0
0.00
1.00
CFI
RMSEA
0.00
Catatan: 1. Seluruh model pengukuran terbukti fit dengan baik sesuai dengan tiga indeks fit yang telah ditetapkan (χ2, CFI, RMSEA) 2. Seluruh model pengukuran juga terbukti tetap memiliki reabilitas yang cukup tinggi (α dengan N=383 ). Dapat dilihat pada lampiran 3. Untuk model punishment*, shiftwork*, dan kepuasan pelanggan* nilai CFI tidak dimunculkan pada output goodness of fit karena model telah baik (good fit), “The Model is Saturated, The Fit is Perfect”. Laporan lengkap dapat dilihat pada lampiran.
36
Tabel 4.6 Signifikansi Muatan Faktor Model Pengukuran Indikator Variabel Laten
t-values
muatan faktor
Punishment
0.00
1.00
Shift Work
0.00
1.00
P-E Fit : PO-Fit NS-Fit PJ-Fit
10.78 12.55 9.63
0.83 1.00 0.74
Fasilitas Manajemen : Training Managerial Support
10.19 8.65
1.00 1.00
Well-being : Kesehatan Work Spillover
11.09 10.28 10.24
0.97 0.74 0.95
Kepuasan Pelanggan : Service Quality
9.33
1.00
Tabel 4.6 menunjukan hasil uji signifikansi seluruh model pengukuran yang terlibat dalam hipotesis. Untuk lebih rincinya ada di Lampiran 7 (halaman : L16-L52). Setiap muatan faktor dari masing-masing variabel laten memiliki nilai t > 1.96. artinya bahwa indikator-indikator yang diasumsikan dapat mengukur masing-masing variabel laten, terbukti atau dapat diterima sebagai indikator-indikator yang valid.
4.4.2 Analisis Hasil Pengujian Model Hipotetik Dalam path diagram akan ditampilkan standardized solution dan tvalue dari korelasi-korelasinya. Standardized solution akan menampilkan korelasi lengkap dengan angka-angka yang merupakan hasil estimasi yang distandarisir dan angka-angka tersebut dapat digunakan untuk menghitung validitas dan reliabilitas setiap konstruk (model pengukuran) yang ada di dalam model sedangkan T-Values akan menampilkan angka-angka yang
37
menunjukan tingkat signifikansi dari setiap angka hasil estimasi yang terkait, nilai-t yang < 1.96 ditampilkan dengan warna merah dan menunjukan bahwa angka estimasi terkait adalah tidak signifikan atau sama dengan nol (Wijanto,2008). Dari hasil pengujian model hipotetik menunjukan bahwa model hipotetik yang dibuat dalam penelitian ini memenuhi kriteria yang fit, karena dengan melihat indeks fit yang menunjukan nilai Chi-square = 96.99, CFI = , dan RMSEA = 0.043. Model hipotetik ini disajikan dengan dua estimasi, yaitu Standardized Solution dan T-Values.
Gambar 4.1 Koefisien Parameter Model Hipotetik dengan Estimasi Standardized Solution
Gambar 4.2 Koefisien Parameter Model Hipotetik dengan Estimasi T-Values
38
Berdasarkan gambar 4.1 dan 4.2 maka diambil kesimpulan sebagai berikut: Hipotesis 1: Korelasi antar fasilitas manajemen dan punishment r = -0.12 (t = -2.42), Artinya penurunan punishment diikuti dengan peningkatan fasilitas manajemen (|t| > 1.96, signifikan). Hipotesis 2: Korelasi antara fasilitas manajemen dan shift work r = -0.02 (t = -0.90), Artinya penurunan shift work diikuti dengan peningkatan fasilitas manajemen ( |t| < 1.96, tidak signifikan). Hipotesis 3: Korelasi antara fasilitas manajemen dan PE–Fit r = 0.95 (t = 14.97), Artinya peningkatan P-E Fit diikuti dengan peningkatan fasilitas manajemen (|t| > 1.96, signifikan).. Hipotesis 4: Korelasi antara fasilitas manajemen dan well-being r = -1.62 (t = -2.09), Artinya peningkatan fasilitas manajemen diikuti dengan penurunan well-being (|t| > 1.96, signifikan).. Hipotesis 5: Korelasi antara well-being dan kepuasan pelanggan r = 0.09 (t = 1.35), Artinya peningkatan well-being diikuti dengan peningkatan kepuasan pelanggan (|t| < 1.96, tidak signifikan). Hipotesis 6: Korelasi antara P-E Fit dan well-being r = 2.07 (t = 2.60), Artinya peningkatan P-E Fit diikuti dengan peningkatan Wellbeing (|t| > 1.96, signifikan). Hipotesis 7: Korelasi antara P-E Fit dan kepuasan pelanggan r = 0.09 (t = 1.27)Artinya peningkatan P-E Fit diikuti dengan peningkatan kepuasan pelanggan (|t| < 1.96, tidak signifikan). . Model hipotetik yang dibuat dan diuji melalui SEM menunjukan bahwa fasilitas manajemen dan PE-Fit memiliki hubungan yang cukup signifikan terhadap well-being karyawan. Namun, menurut hasil analisis menunjukan bahwa well-being dan PE-Fit terlihat tidak memiliki pengaruh/hubungan yang besar/signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Berikut uraiannya : 1. Stres pada karyawan yang disebabkan oleh tingginya tingkat punishment yang diterima individu cenderung diakibatkan fasilitas manajemen yang minim. Menurut Lerman & Vorndran (2002) punishment/hukuman adalah diberlakukannya stimulus aversif dalam menanggapi sebuah perilaku yang tidak diinginkan,maka secara langsung keberadaan fasilitas
39
manajemen bisa menekan angka pelanggaran (meminimalisir punishment yang diterima karyawan). Tidak mungkin bisa terjadi stres yang disebabkan punishment jika ia tidak menerima punishment. Dengan kata lain, fasilitas manajemen mampu menurunkan tingkat stres yang ditimbulkan oleh punishment (hipotesis 1). Berbeda hal nya dengan punishment, fasilitas manajemen terlihat tidak signifikan mampu menanggulangi stres yang diakibatkan oleh shift work (hipotesis 2). Stres yang ditimbulkan shift kerja mengakibatkan kesehatan fisik yang terganggu dan berkurangnya waktu senggang (Kroemer, 2009), dan hal itu terlihat tidak mampu ditanggulangi hanya dari training dan supervisor support pada fasilitas manajemen. 2. Di sisi lain, keberadaan fasilitas manajemen terlihat sangat mampu membuat karyawan lebih cocok dengan lingkungan kerjanya (hipotesis 3). Training terbukti dapat meningkatan PE-Fit individu (Kim et al, 2005). Dan fasilitas manajemen merupakan mediator yang tepat bagi individu untuk tetap survive dalam menghadapi pekerjaan dan lingkungan kerjanya.
Namun,
fasilitas
manajemen
yang
tinggi
cenderung
memberikan penurunan terhadap well-being karyawan (hipotesis 4), training dengan intensitas tinggi dan jadwal yang padat diindikasikan dapat merampas waktu senggang dan kesehatan individu. Meskipun demikian, kecocokan karyawan dengan lingkungan kerjanya (PE-Fit) berkat fasilitas manajemen dapat menaikan tingkat well-being karyawan (hipotesis 6). 3. Secara umum sudah diketahui bahwa kepuasan pelanggan dan kepuasan kerja karyawan memiliki korelasi positif (Welbourne, Eggerth, Hartley, Andrew, & Sanchez, 2007; Snipes, Oswald, LaTour, & Armenkis, 2005). Kepuasan kerja karyawan (work) merupakan indikator dari well-being karyawan, atau dengan kata lain well-being seharusnya memiliki dampak yang baik terhadap kepuasan pelanggan. Namun menurut data di lapangan, hal itu tidak memiliki hubungan yang kuat (signifikan) untuk sektor pendidikan (hipotesis 5), ditunjukan dari angka positif merah pada t-value korelasi well-being dan kepuasan pelanggan. Dan kecocokan karyawan dengan lingkungan kerjanya (PE-Fit) pun cenderung hampir
40
tidak ada pengaruhnya (korelasi tidak signifikan) terhadap kepuasan pelanggan (hipotesis 7). Penulis berasumsi bahwa ada variabel-variabel atau indikator-indikator lain yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap kepuasan pelanggan itu sendiri namun tidak ada dalam penelitian model uji SEM ini. Mungkin di sektor pendidikan, pelanggan (mahasiswa) memiliki harapan yang lebih untuk apa yang ia dapat di universitas dan hal itu bukan hanya ia dapat dari karyawan (service quality), tetapi bisa dari bobot pelajaran, tingkat peraturan yang berlaku di kampus, dan kenyamanan dirinya dengan kampusnya sendiri.