Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 1
BAB 3 RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
3.1.
Arah Kebijakan Ekonomi Daerah A. Kondisi Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi
perekonomian
suatu
negara
secara
berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu.
Pembangunan memiliki makna
pertumbuhan (growth) dan perubahan (change). Pertumbuhan dapat diukur dari bermacammacam ukuran, diantaranya pendapatan per kapita, produk domestik bruto, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Makin tinggi angka pertumbuhan makin tinggi pula keberhasilan pembangunan tersebut. Sedangkan perubahan (change) dapat diukur antara lain dari pemerataan pendapatan, keadilan dan sebagainya. Sebagai daerah agraris, dimana sektor pertanian menjadi sektor dominan dalam aktivitas perekonomian masyarakat, corak perekonomian Kabupaten Banjarnegara jika menggunakan dikotomi Provinsi Jawa Tengah masuk ke dalam corak perekonomian yang berkategori kabupaten (agrarismanufaktur). Daerah yang berkategori kabupaten mempunyai ciri yaitu masih mengandalkan sektor primer dalam menopang perekonomian. Catatan menarik justru terjadi pada perubahan sektor dominan, dimana Kabupaten Banjarnegara yang semula bercorak pertanianjasaindustri (tipe 193) berubah menjadi pertanianjasaperdagangan (tipe 196). Hal ini disebabkan karena kontribusi sektor perdagangan meningkat melebihi dan menggantikan posisi sektor industri sebagai salah satu sektor dominannya. Selama tahun 2014, perekonomian Kabupaten Banjarnegara tumbuh sebesar 5,37%. Bila dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada tahun 2013 yang sebesar
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 2
5,28%, laju pertumbuhan tahun 2014 mengalami percepatan sebesar 0,9%. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Banjarnegara, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan menunjukkan nilai yang terus meningkat pada setiap tahunnya. Berdasarkan angka sangat sementara, total nilai PDRB Kabupaten Banjarnegara tahun 2014 menurut harga berlaku adalah sebesar (dalam jutaan) Rp 10.119.955,48,, dengan kontributor terbesar dalam PDRB adalah sektor pertanian sebesar (dalam jutaan) Rp 3.566.128,58, atau sebesar 35,24%, kemudian diikuti oleh
sektor jasajasa sebesar
(dalam jutaan)
Rp 1.774.864,95, atau sebesar 17,54%. Sedangkan sektor dengan kontribusi terendah dalam PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar (dalam jutaan) Rp 48.409,41, (0,48%) dan sektor listrik, gas & air bersih sebesar (dalam jutaan) Rp 50.238,50, atau sebesar 0,50% dari total PDRB Kabupaten. Nilai dan kontribusi per sektor dalam PDRB Kabupaten Banjarnegara dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.1. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2014*) Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Tahun 2000 Kabupaten Banjarnegara (dalam jutaan rupiah)
No
Sektor
Hb Rp
Hk %
Rp
%
1
Pertanian
3.566.128,58
35,24
1.135.725,62
32,10
2
Pertambangan & Penggalian
48.409,41
0,48
18.217,25
0,51
3
Industri
1.303.607,56
12,88
468.554,27
13,24
4
Listrik,Gas & Air bersih
50.238,50
0,50
18.221,31
0,51
5
Bangunan
6
Perdagangan
7
720.533,53
7,12
252.410,28
7,13
1.438.779,24
14,22
467.355,80
13,21
Angkutan
491.066,27
4,85
171.358,10
4,84
8
Bank & Lembaga Keuangan
726.327,44
7,18
242.916,05
6,86
9
Lainnya Jasajasa
1.774.864,95
17,54
763.729,59
21,58
10.119.955,48
100
3.538.488,28
100
P D R B
*) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara Tahun 2015
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 3
Selama tahun 2014, pertumbuhan ekonomi sebagian besar ditopang oleh sektorsektor tersier. Sektor dengan pertumbuhan paling tinggi adalah sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya (8,12%), sektor Perdagangan (7,91%), serta sektor Industri (7,83%). Sedangkan sektor dengan pertumbuhan PDRB terendah adalah sektor pertanian (1,47%), sektor Pertambangan dan Penggalian (3,63%), serta sektor Angkutan (6,17%). Pertumbuhan sektor Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Banjarnegara untuk tahun 2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.2. Pertumbuhan Sektor PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) dan Harga Konstan (Hk) Tahun 2000 Kabupaten Banjarnegara Tahun 2014*) No
Sektor
1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Listrik, Gas & Air bersih Bangunan Perdagangan Angkutan Bank & Lembaga Keuangan Lainnya 9 Jasajasa PDRB
Pertumbuhan Hb Hk % % 3,96 8,45 15,40 14,67 15,25 16,05 12,47 18,29
1,47 3,63 7,83 6,83 7,23 7,91 6,17 8,12
9,16 10,12
6,80 5,37
*) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS Kabupaten Banjarnegara Tahun 2015
Bila laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banjarnegara digunakan sebagai dasar dalam mengevaluasi kinerja pertumbuhan sektorsektor ekonomi, maka kinerja per sektor PDRB dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Sektor dengan pertumbuhan di atas ratarata kabupaten. Sektor ini terdiri atas sektor Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Perdagangan, Industri, Listrik, Gas & Air Bersih, Jasajasa, Bangunan, serta Angkutan & Komunikasi.
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 4
2. Sektor dengan pertumbuhan di bawah ratarata
kabupaten. Sektor ini terdiri atas sektor Pertanian serta sektor Pertambangan & Penggalian. Sejalan dengan naiknya PDRB, produktivitas penduduk yang digambarkan melalui indikator PDRB per kapita penduduk atas dasar harga berlaku pada tahun 2014 (angka sangat sementara) adalah sebesar Rp 11.294.770,, atau tumbuh sebesar 9,38% dari PDRB per kapita pada tahun 2013 yang sebesar Rp 10.326.504,. Laju inflasi bulanan selama tahun 2014 secara umum lebih stabil dan hanya berfluktuasi secara normal bila dibandingkan dengan angka inflasi pada tahun 2013. Adanya fluktuasi inflasi bulanan selama tahun 2014 ini, sebagian besar dipicu oleh meningkatnya permintaan masyarakat atas beberapa kelompok barang (khususnya pada kelompok bahan makanan dan makanan jadi) pada bulanbulan menjelang hari raya dan tahun baru. Selain hal tersebut, inflasi tinggi pada bulan November disebabkan oleh dinaikannya harga BBM, Tarif Dasar Listrik, dan LPG. Inflasi tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 1,86% dengan inflatoar terbesar pada kelompok bahan makanan khususnya pada sub kelompok telur, susu dan hasilnya serta kelompok sayuran. Pada tahun 2014, hargaharga juga tercatat sempat mengalami deflasi pada bulan April sebesar 0,25%, dengan penyumbang deflasi adalah kelompok bahan makanan yang pada beberapa komoditasnya mengalami penurunan harga dan kelompok sandang yang mengalami penurunan harga pada sub kelompok barang pribadi & sandang lainnya.
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 5
Inflasi (%) Inflasi (%) 1.67 1.86 0.95 Jan
0.62
0.27 0.19 0.12 Feb Mar Apr-0.25 Mei Jun
1.09 0.56
0.44 0.03 Jul Agust Sep Okt Nop Des
Sumber: Indeks Harga Konsumen (IHK) Kabupaten Banjarnegara 2014
Gambar 3.1. Grafik Perkembangan Laju Inflasi per Bulan
Inflasi secara umum pada tahun 2014 adalah sebesar 7,78% (yoy), membaik bila dibandingkan dengan angka inflasi pada tahun 2013 yang sebesar 8,35%. Inflatoar terbesar selama tahun 2014 adalah kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi sebesar 13,02%; kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami inflasi sebesar 12,29%; serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar yang mengalami inflasi sebesar 6,27%; serta kelompok makanan jadi, rokok, dan tembakau yang mengalami inflasi sebesar 4,39%. Sedangkan yang menjadi penyumbang inflasi terendah adalah kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 2,93%; kelompok sandang sebesar 3,73%; dan kelompok kesehatan sebesar 4,08%. Inflasi di Kabupaten Banjarnegara masih masuk dalam kategori inflasi ringan (di bawah 10% per tahun). Wilayah Kabupaten Banjarnegara secara administratif terbagi atas 20 kecamatan yang relatif memiliki perbedaan pada karakter geografis, demografis, dan sumber daya yang secara alami akan menimbulkan ketimpangan pada perkembangan perekonomian. Pada tahun 2013, kesenjangan ekonomi antar kecamatan di wilayah Kabupaten Banjarnegara yang digambarkan melalui indeks Williamson adalah sebesar 0,55 yang masih termasuk dalam kategori ketimpangan rendah. Selain pemerataan PDRB
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 6
wilayah, ukuran pemerataan juga diukur melalui ukuran pemerataan pendapatan penduduk yang ditunjukkan melalui angka indeks gini. Indeks gini pada tahun 2013 untuk Kabupaten Banjarnegara adalah sebesar 0,39, naik bila dibandingkan dengan angka indeks pada tahun 2012 yang sebesar 0,33. Meski naik, kriteria ketimpangan pendapatan di Kabupaten Banjarnegara masih masuk dalam kategori ketimpangan rendah. Gambaran dan pola struktur pertumbuhan masing masing kecamatan yang merepresentasikan kesejahteraan penduduknya dapat diketahui dengan menggunakan tipologi daerah yang berdasar 2 indikator utama yakni pertumbuhan kecamatan dan pendapatan per kapita kecamatan. Tipologi tersebut menghasilkan empat kuadran dengan klasifikasi sebagai berikut (kondisi tahun 2013): 1. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) yakni kecamatan dengan ratarata PDRB per kapita di atas ratarata PDRB per kapita kabupaten, serta ratarata laju pertumbuhan ekonomi kecamatan di atas ratarata laju pertumbuhan ekonomi kabupaten. Kecamatan yang masuk pada kuadran ini adalah Kecamatan Sigaluh, Madukara, Purwareja Klampok, dan Banjarnegara. 2. Daerah berkembang cepat (high growth but low income) yakni kecamatan dengan ratarata PDRB per kapita di bawah ratarata PDRB per kapita kabupaten, tapi rata rata laju pertumbuhan ekonomi kecamatan di atas rata rata laju pertumbuhan ekonomi kabupaten. Kecamatan yang masuk pada kuadran ini meliputi Kecamatan Pagentan, Susukan, Rakit, Kalibening, Bawang, Purwanegara, Mandiraja, Banjarmangu, Karangkobar, dan Wanadadi. 3. Daerah maju tapi tertekan (low growth but high income)
yakni kecamatan dengan ratarata PDRB per kapita di atas ratarata PDRB per kapita kabupaten, tapi rata
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 7
rata laju pertumbuhan ekonomi kecamatan berada di bawah ratarata laju pertumbuhan ekonomi kabupaten. Kecamatan yang termasuk dalam kuadran ini meliputi Kecamatan Batur dan Pejawaran. 4. Daerah relatif tertinggal (low growth and low income) yakni kecamatan dengan ratarata PDRB per kapita di bawah ratarata PDRB per kapita kabupaten dan memiliki ratarata laju pertumbuhan ekonomi kecamatan di bawah ratarata laju pertumbuhan ekonomi kabupaten. Kecamatan yang masuk dalam kuadran ini meliputi Kecamatan Pagedongan, Pandanarum, Punggelan, dan Wanayasa. Kemiskinan dan pengangguran masih menjadi fokus pembenahan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan jumlah pengurangan rumah tidak layak huni, penyediaan cakupan pelayanan air minum, jambanisasi, maupun kegiatan padat karya, meski begitu angka kemiskinan di Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2013 belum mengalami penurunan yang signifikan. Angka kemiskinan pada tahun 2013 adalah sebesar 18,71, hanya turun 0,16% dari angka kemiskinan pada tahun 2012 yang sebesar 18,87%. B. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah
Di awal tahun 2015, perekonomian Indonesia masih belum menunjukkan kestabilan. Indikasi ini terlihat pada masih berlanjutnya pelemahan rupiah dan prediksi inflasi yang masih bergerak untuk melakukan stabilisasi pasca kenaikan bahan bakar minyak. Tahun 2015, secara resmi Asean Economic Community (AEC) dimulai. Konsep dasar AEC yang implementasinya mencakup arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal, dan arus bebas tenaga kerja terampil menjadi tantangan tersendiri bagi daerah, di mana setiap daerah seharusnya berusaha memposisikan diri sebagai basis produksi ketimbang sebagai pasar bagi negara
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 8
lain. Beberapa hal yang masih menjadi kendala bagi daerah di Indonesia dalam menghadapi AEC antara lain adalah lemahnya daya saing, infrastruktur dan konektivitas antardaerah. Halhal tersebut perlu mendapat perhatian untuk meningkatkan competitive advantage bagi daerah agar dapat memenangkan persaingan. Menyikapi hal tersebut pembenahan infrastruktur mutlak dilakukan, utamanya dalam menunjang efisiensi produksi dan memberikan daya dukung daerah pada peningkatan produksi dan produktivitas daerah. Dibukanya AEC, di satu sisi dapat merupakan ancaman, karena potensi akan banyak beredarnya produk negara lain di pasar domestik, tapi di sisi lain hal ini merupakan prospek bagi daerah untuk memanfaatkan AEC untuk mengembangkan perekonomiannya. Tantangan bagi perekonomian daerah ke depan di antaranya adalah: 1. Tantangan yang bersumber dari dinamika global yang dapat menyebabkan rentannya pemulihan ekonomi global; 2. Kemungkinan penerapan kebijakan administered price
terutama hargaharga energi (BBM bersubsidi, tarif tenaga listrik, dan LPG) dan kebijakan tarif yang ditetapkan oleh daerah. Secara historis, laju inflasi di daerah memiliki sensitivitas yang cukup tinggi terhadap adanya perubahan administered prices. Kondisi ini memerlukan respons koordinasi yang lebih baik di daerah untuk meminimalkan dampak lanjutan dari kemungkinan diterapkannya kebijakan ini, terutama terkait dengan pengendalian tarif angkutan dan jasa kemasyarakatan lainnya; 3. Masih kurangnya kuatnya daya saing daerah. Mengatasi
hal ini, upaya untuk mendorong kenaikan daya saing daerah perlu ditempuh bersamasama oleh para penentu kebijakan di daerah, terutama dalam hal
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 9
peningkatan kapasitas infrastruktur dan penciptaan iklim investasi; 4. Masih kurang optimalnya koordinasi pembangunan antarsektor, sehingga pelaksanaan pembangunan masih kurang selaras dan serasi. 3.2.
Arah Kebijakan Keuangan Daerah Kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang akan ditempuh pada tahun 2016 sebagai pelaksanaan agenda RPJMD tahun 20112016, tidak terlepas dari kapasitas anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten. Oleh karena
itu,
kebutuhan
belanja
daerah
akan
mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah sebagai salah satu penopang strategis dalam implementasi RKPD tahun 2016. A. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan Rencana pendapatan daerah dalam kerangka pendanaan daerah merupakan perkiraan yang terukur, rasional serta memiliki kepastian dasar hukum dalam penerimaannya. Pendapatan Daerah meliputi komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lainlain Pendapatan Daerah yang sah. Mencermati berbagai dinamika, khususnya dalam melihat pemanfaatan potensi pendapatan daerah serta realisasi penerimaan tahun sebelumnya maupun dengan proyeksi tahun anggaran 2016, maka proyeksi keuangan daerah dan kerangka pendanaan adalah sebagai berikut:
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 10
Tabel 3.3. Pendapatan Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 20142016 (dalam jutaan rupiah) 2014 APBDP
2015 APBD
2016 Proyeksi
1.313.162,4
1.479.807,7
1.382.217,1
0 127.171,03 29.150,00 30.358,27 6.790,10
5 135.711,38 33.440,00 25.009,46 7.707,00
6 146.000,00 35.500,00 30.000,00 9.000,00
60.872,66
69.554,92
71.500,00
913.491,56 26.381,10
952.922,83 26.381,10
889.191,65 26.381,10
826.044,42 61.066,04
862.810,55 63.731,18
862.810,55
3. Lainlain Pendapatan
272.499,82
391.173,54
347.025,51
Daerah yang Sah a. Dana Bagi Hasil Pajak
36.252,39
54.542,18
60.000,00
Penyesuaian
186.275,27
249.474,67
249.474,67
dan Otonomi Khusus c. Dana Desa c. Bantuan Keuangan
49.972,15
36.300,83 49.605,84
36.300,83
1.250,00
1.250,00
URAIAN PENDAPATAN DAERAH 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lainlain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 2. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi
hasil
Bukan Pajak b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus
dari Provinsi dan dari Pemerintah Daerah Lainnya b. Dana
dari Provinsi atau Pemerintah Daerah Lainnya d. Pendapatan Hibah
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 11
B. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
Dalam memproyeksikan struktur keuangan daerah, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara memberlakukan struktur yang seimbang. Yang artinya defisit pada struktur keuangan merupakan defisit yang dapat ditutup melalui pembiayaan tanpa memerlukan pinjaman daerah atau sering disebut defisit anggaran. 1. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah Arah kebijakan pendapatan daerah meliputi beberapa aspek yaitu: a.
Kebijakan perencanaan pendapatan daerah, pajak daerah yang merupakan komponen dari Pendapatan Asli Daerah menjadi salah satu pos yang mendapat perhatian bagi Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. Sub sektor pajak hotel, restoran, dan tempat hiburan merupakan pos yang masih sangat potensial jika melihat perkembangan sektor tersebut di Kabupaten Banjarnegara pada saat ini.
b.
Upayaupaya pemerintah daerah dalam mencapai target, antara lain:
(1)
Intensifikasi dan
ekstensifikasi pendapatan daerah baik dari sektor pajak daerah, retribusi daerah maupun penerimaan daerah yang sah; (2) Memperbaiki sistem dan mekanisme pemungutan pajak dan retribusi daerah; (3) Meningkatkan kualitas SDM pemungut pajak dan retribusi; (4) Meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD; dan (5) Memperkuat peran serta BUMD dalam rangka peningkatan PAD dari sektor BUMD. 2. Arah Kebijakan Belanja Daerah
Belanja daerah menurut pengelolaannya terbagi menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung. Dengan perbedaan pengelolaan tentunya membutuhkan perbedaan dalam penerapan kebijakan.
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 12
Kebijakan belanja daerah tahun 2016 disusun untuk mencapai targettarget pembangunan daerah melalui pendanaan pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan, dengan meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan menekankan pada efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, serta fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. a) Belanja Tidak Langsung Penganggaran rencana belanja tidak langsung dalam RKPD tahun 2016 dialokasikan pada pospos sebagai berikut: 1. Belanja Pegawai Penganggaran belanja pegawai tersebut dengan memperhatikan halhal sebagai berikut: (1) Besarnya penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan PNSD disesuaikan dengan hasil rekonsiliasi
mengenai
jumlah
pegawai,
memperhatikan realisasi belanja pegawai Tahun Anggaran 2014 dengan memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok, kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat dan tunjangan PNSD serta pemberian gaji ketiga belas; (2) Pemenuhan kebutuhan uang representasi pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan Bupati/Wakil Bupati; (3) Pemenuhan kebutuhan pembayaran tunjangan profesi guru; (4) Pemberian tambahan penghasilan bagi PNSD dan CPNSD dengan memperhatikan kemampuan keuangan
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 13
daerah; dan (5) Pemberian insentif atas pemungutan pajak dan retribusi daerah. 2. Belanja Hibah Pemberian hibah berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas anggaran daerah, penganggaran untuk hibah mempertimbangkan asas manfaat, keadilan dan kepatutan, mulai dari landasan pertimbangan pemberian, penggunaan sampai pengawasannya.
3. Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bagi
4. Belanja
Hasil
Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa Sesuai ketentuan Pasal 72 ayat (1) huruf c dan ayat (3) UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014, mulai tahun 2015 ketentuan alokasi belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kepada pemerintah desa adalah minimal sebesar 10% dari proyeksi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah.
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
5. Belanja
3 14
Bantuan
keuangan
Kepada
Provinsi/Kabupaten/Kota Pemerintahan Desa dan Partai Politik Pemerintah Daerah mengganggarkan bantuan keuangan untuk desa secara proporsional dalam rangka menunjang fungsifungsi penyelenggaran pemerintahan
dan
untuk
percepatan
pembangunan desa sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Sesuai ketentuan Pasal 72 ayat (4) dan ayat (6) UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014, mulai tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Banjarnegara menganggarkan alokasi dana desa sebesar minimal 10% dari dana perimbangan yang diterima kabupaten setelah dikurangi DAK. 6. Belanja Tidak Terduga Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan pada tahun 2015. Penetapan anggaran tidak terduga dilakukan secara rasional dan kemungkinan adanya kegiatan–kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, di luar kendali dan pengaruh Pemerintah Daerah.
b) Belanja Langsung
Kebijakan
pengalokasian
belanja langsung
mempertimbangkan kegiatankegiatan rutin SKPD sebagai belanja operasional, kegiatankegiatan yang mempunyai ketentuan peraturan perundang undangan yang harus dilaksanakan, dan kegiatan kegiatan yang mendukung program visi misi Bupati Banjarnegara yang tertuang dalam RPJMD 20112016 yang telah diselaraskan dengan programprogram
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 15
Nasional maupun Provinsi Jawa Tengah. Serta kegiatankegiatan yang sifatnya mendesak. Pagu belanja langsung merupakan upaya Pemerintah Kabupaten di dalam meraih target kinerja pembangunan seperti yang tercantum dalam RPJMD Tahun 20112016 dimana pada beberapa aspek yang ada masih membutuhkan kerja keras. Tabel 3.4. Belanja Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 20142016 (dalam jutaan rupiah) 2014 APBDP
2015 APBD
2016 Proyeksi
1.576.371,7
1.608.499,8
1.436.620,6
1. Belanja Tidak Langsung
0 976.289,85
7 1.023.713,0
6 1.040.101,0
a. Belanja Pegawai b. Belanja Hibah c. Belanja Bantuan
869.808,71 47.494,94 15.652,50
9 890.109,79 13.473,25 7.881,00
8 890.109,79 10.000,00 5.000,00
Sosial d. Belanja Bagi Hasil
1.662,95
2.605,45
3.386,95
39.170,75
107.143,60
129.104,34
Desa f. Belanja Tidak Terduga
2.500,00
2.500,00
2.500,00
2. Belanja Langsung Belanja Pegawai, Barang
600.081,86 600.081,86
584.786,78 584.786,78
495.523,05 495.523,05
URAIAN BELANJA DAERAH
Kepada
Provinsi/
Kabupaten/Kota/dan Pemerintah Desa e. Belanja Bantuan Keuangan
Kepada
Provinsi/Kabupaten/ Kota/dan Pemerintah
dan Jasa, dan Belanja Modal 3. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah
Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
Bab 3 Rancangan Kerangka Ekonomi dan Kebijakan Keuangan Daerah
|
3 16
bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Rencana pembiayaan daerah Tahun Anggaran 2016 berisikan tentang proyeksi penerimaan pembiayaan daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah. Proyeksi pembiayaan daerah adalah sebagai berikut: Tabel 3.5. Pembiayaan Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 20142016 (dalam jutaan rupiah) 2014 APBDP
URAIAN
2015 APBD
2016 Proyeksi
PEMBIAYAAN DAERAH
263.209,30
128.692,12
54.403,50
NETO 1.
Penerimaan
269.915,80
134.895,62
60.000,00
Pembiayaan Sisa lebih perhitungan
269.915,80
134.895,62
60.000,00
6.706,50
6.203,50
5.596,50
Modal
200,00
1.500,00
200,00
PDAM b. Penyertaan Modal PD
677,50
427,50
427,50
BKK Banjarnegara c. Penyertaan Modal
200,00
200,00
200,00
anggaran
tahun
sebelumnya (SiLPA) 2.
Pengeluaran
Pembiayaan a. Penyertaan
Percetakan
Karya
Praja d. Penyertaan
Modal
3.300,00
1.550,00
1.550,00
BPR BKK Mandiraja e. Penyertaan Modal
2.329,00
2.526,00
3.219,00
Bank Jawa Tengah