BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1
Teori Konflik
1. Teori Konflik menurut Nimran (2001) a. Pengertian Konflik Robbin dalam Nimran (2001:68) menyatakan konflik sebagai suatu proses dengan mana usaha yang dilakukan oleh A untuk mengimbangi usahausaha B dengan cara merintangi yang menyebabkan B frustasi dalam mencapai tujuan atau meningkatkan keinginannya. Pengertian konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada diantara pihakpihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain. Albanese dalam Nimran (2001:68). Dari kedua definisi diatas dapat dipahami bahwa konflik pada dasarnya adalah proses yang dinamis, dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Jadi, jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik itu dapat dikatakan tidak ada. b. Indikator Konflik Beberapa sebab penting dari konflik yang terpenting diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Saling Bergantungan (Interdependence) Saling bergantungan dalam pekerjaan terjadi jika dua kelompok organisasi atau lebih saling membutuhkan satu sama lain dalam menyelesaikan tugas mereka. Ada tiga macam situasi saling bergantungan diantara kelompok yang perlu diketahui, yaitu : a) Ketergantungan yang dikelompokkan Tiap-tiap kelompok bekerja sendiri-sendiri dan tidak memerlukan interaksi antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Akan tetapi prestasi organisasi secara keseluruhan akan ditentukan oleh prestasi kelompok-kelompok yang ada. b) Ketergantungan yang berurutan Penyelesaian tugas oleh kelompok yang satu akan menentukan pelaksanaan tugas oleh kelompok berikutnya. c) Ketergantungan timbal balik Situasi dimana keluaran (hasil kerja) dari kelompok yang satu menjadi masukan bagi kelompok yang lain. 2) Perbedaan Tujuan Perbedaan tujuan diantara berbagai kelompok atau unit (satuan) dalam organisasi. 3) Perbedaan Persepsi Perbedaan tujuan dapat disertai dengan persepsi yang berbeda tentang suatu realita, dan ketidaksepakatan terhadap penyebab realita itu akan menimbulkan konflik.
c. Jenis-jenis Konflik Jenis-jenis konflik dibagi atau dibedakan dalam beberapa perspektif, diantaranya sebagai berikut : 1) Konflik Intra Individu Yaitu, konflik yang dihadapi atau dialami oleh individu dengan dirinya sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspektasi di luar yang berbeda dengan keinginan atau harapannya. 2) Konflik Antar Individu Yaitu, konflik yang terjadi antara individu yang berada dalam satu kelompok ataupun antara individu yang berada di kelompok yang berbeda. 3) Konflik Antar Kelompok Yaitu, konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. 4) Konflik Organisasi Yaitu, konflik yang terjadi antara unit-unit organisasi yang dapat bersifat struktural dan fungsional. d. Akibat-akibat Konflik Pada hakekatnya konflik mengandung segi negatif, juga segi positif. Maksudnya, konflik juga dapat berdampak positif atau baik bagi organisasi apabila dikelola secara tepat. Secara spesifik, konflik memiliki efek fungsional dan efek disfungsional. Konflik yang fungsional yaitu konflik yang berdampak positif dan menguntungkan bagi efektivitas organisasi. Di lain pihak, konflik yang
disfungsional adalah konflik yang berdampak destruktif dan merusak efektivitas organisasi. e. Macam-macam Strategi Manajemen Konflik Adapun macam-macam strategi manajemen atau penanganan konflik, yaitu sebagai berikut : 1) Kompetisi Sering juga disebut dengan strategi “kalah-menang” yaitu penyelesaian konflik dengan cara menggunakan kekuatan dan kekuasaan. 2) Kolaborasi Sering juga disebut sebagai strategi “menang-menang” dimana pihakpihak yang terlibat mencari cara penyelesaian konflik yang sama-sama menguntungkan kedua pihak. 3) Penghindaran Yaitu strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan mengalihkan persoalan sehingga konfliknya sendiri tidak sampai terjadi atau muncul. 4) Akomodasi Adalah strategi yang menempatkan kepentingan lawan di atas kepentingan diri sendiri. Strategi ini disebut juga dengan “sikap mengalah”. 5) Kompromi Sering disebut dengan strategi “kalah-kalah” dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sama-sama mengorbankan sebagian dari sasarannya, dan mendapatkan hasil yang tidak maksimal.
2. Teori Konflik menurut Rois Arifin, et al. (2003) a. Pengertian Konflik Konflik menurut Robbins dalam Rois Arifin, et al. (2003:99) adalah suatu kondisi dimana satu pihak merasakan pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikan pihak pertama. Sementara Webber dalam Rois Arifin, et al.
(2003:99) mengartikan
konflik sebagai segala macam bentuk hubungan antar manusia yang bersifat berlawanan (antagonistic), ia dapat terlihat secara jelas dan dapat pula tersembunyi. b. Indikator Konflik Edelmann dalam Rois Arifin, et al. (2003:101) membagi faktor penyebab munculnya konflik kedalam empat bagian, seperti yang ditunjukkan dalam gambar 1.
(Sumber : Edelmann dalam Rois Arifin, et al. 2003:101)
Gambar 1. Faktor Penyebab Munculnya Konflik
1) Karakteristik Kelompok Keberadaan kelompok, dalam lingkungan kerja maupun di lingkungan yang
lebih
luas,
secara
umum
dapat
menimbulkan
konflik
interpersonal di tempat kerja. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kelompok adalah kohevisitas kelompok (group cohesiveness), atau peran saling memiliki dan saling berbagi diantara anggota kelompok. Dalam kondisi seperti ini, seringkali terjadi adanya satu kelompok sulit menerima kelompok lain, karena perbedaan ras, agama, jenis kelamin, atau lainnya. 2) Aturan Main Semua pola hubungan antara satu orang dengan lainnya telah di atur oleh serangkaian aturan informal, yaitu tingkah laku yang menurut kebanyakan orang dianggap layak dan tidak layak dalam konteks tertentu. Aturan ini mengarahkan dan menyatukan tingkah laku serta membantu menghindari dari berbagai kesulitan dan konflik. 3) Perselisihan Pribadi Kebanyakan konflik terjadi antara dua orang yang menghadapi situasi sama dengan cara yang berbeda. Hal tersebut disebabkan karena adanya perbedaan karakteristik kepribadian. 4) Perbedaan Gender Banyak hal yang membuat masalah gender dianggap dapat mempengaruhi pelaksanaan kerja dan hubungan kerja. Wanita di dalam organisasi seringkali dianggap lamban di dalam mengambil keputusan, tetapi di satu sisi ka um pria harus mengakui ketelitian dan
ketekunan
dari
wanita.
Perasaan
keterasingan
juga
bisa
cenderung
lebih
memperlihatkan adanya konflik dalam organisasi. 5) Perbedaan Usia Secara
umum,
pekerja
berusia
lebih
tua
berpengalaman dan menempati posisi jabatan yang lebih mapan, sedangkan para pekerja usia muda cenderung memiliki ketrampilan dan pengetahuan terbaru. Dalam hal ini, memisahkan otoritas dari pengetahuan akan dapat menjadi sumber utama terjadi konflik dalam pekerjaan. 6) Persepsi Situasi Konflik memang jarang terlihat, karena masing-masing pihak memiliki persepsi sendiri dan pengertian yang sangat berbeda satu sama lain terhadap suatu peristiwa yang sama. c. Jenis Konflik Menurut J.A Well dan J.S. Adams dalam Hamner dan Organ yang dikutip oleh Rois Arifin, et al. (2003:104) mengemukakan bahwa bentuk konflik secara umum dibagi menjadi tiga macam, yaitu konflik dalam kelompok sendiri (within group conflic), konflik antar kelompok (conflic between groups in particular organization), dan konflik antar organisasi (conflic between organization). 1) Konflik dalam kelompok / konflik antar pribadi Konflik antar pribadi merupakan masalah serius bagi banyak orang. Karena sangat mempengaruhi emosi seseorang. Ada kebutuhan untuk melindungi citra diri dan harga diri dari tindakan orang lain yang
merusaknya. Apabila konsep diri ini terancam, maka timbul kekecewaan yang serius dan menjadikan hubungan dapat terganggu. Secara garis besar sumber konflik antar pribadi menurut Michele Stimac dalam Devis dan Nestrom yang dikutip oleh Rois Arifin, et al. (2003:104) dapat dirumuskan sebagai berikut : a) Adanya perubahan organisasi b) Pertikaian pribadi c) Perangkat nilai yang berbeda d) Ancaman terhadap status e) Perbedaan persepsi dan sudut pandang 2) Konflik antar kelompok Konflik timbul dari hal-hal seperti perbedaan pandangan, loyalitas kelompok, dan persaingan memperebutkan sumber daya. Hamner dan Organ dalam Rois Arifin, et al. (2003:105) membagi konflik antar kelompok ini menjadi tiga kelompok, diantaranya : a) Konflik fungsional Adalah konflik yang terjadi akibat adanya berbagai macam subsistem dalam organisasi. b) Konflik hirarki Yaitu konflik yang terjadi pada suatu keadaan dimana suatu kelompok mendapatkan tekanan dari luar. Tekanan dari luar ini dapat berupa penyediaan anggaran, pemberian status, dan persetujuan pengangkatan pegawai, dan sebagainya.
c) Similarity of function conflict Yaitu kesamaan fungsi yang harus dilakukan oleh berbagai kelompok. Konflik ini menimbulkan atau membangkitkan perilaku permusuhan dan sebaliknya dapat pula menghasilkan perilaku persaingan yang cukup sehat. 3) Konflik antar organisasi Adams dalam Hamner dan Organ yang dikutip oleh Rois Arifin, et al. mengemukakan alasan yang mendasari hal tersebut melalui konsepsi kesisteman, yaitu bahwa efektifitas organisasi atau persoalan intern organisasi banyak sekali bergantung pada lingkungan sekitarnya. d. Strategi Manajemen Konflik Stoner dalam Rois Arifin, et al. (2003:107) mengajukan tiga bentuk pengendalian terhadap konflik (methods for managing conflict) : 1) Conflict Stimultion Methods Situasi dimana konflik terlalu rendah pada umumnya melibatkan orang-orang yang takut untuk membuat masalah. Dengan demikian, cara untuk bisa mengatasi konflik yang tidak tergambarkan secara jelas adalah dengan merangsang konflik itu sendiri. 2) Conflict Reduction Methods Metode ini mengelola tingkat konflik dengan “membandingkan segala sesuatunya”, akan tetapi tidak berurusan dengan masalah yang pada awalnya menimbulkan konflik itu. Raven dan Rubin dalam Rois Arifin, et al.
3) Conflict Resoluting Methods Metode lain yang mungkin dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik adalah mengadakan perubahan dalam struktur organisasi sehingga umpamanya para anggota (unit) yang sedang berkonflik dipisahkan, atau dibentuk sebuah pengaduan. Tiga metode penyelesaian konflik yang paling sering digunakan adalah dominasi (penguasaan), kompromi, dan penyelesaian masalah secara menyeluruh (integrative). 3. Teori Konflik dalam Suprihanto, et al. (2003) a. Pengertian Konflik Menurut Suprihanto, et al. (2003:125) konflik adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama, atau menjalankan kegiatan bersamasama, atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan persepsi yang berbeda. b. Jenis Konflik Menurut Suprihanto, et al. (2003:127) berdasarkan akibatnya, konflik dibedakan antara yang fungsional dengan yang disfungsional. 1) Konflik Fungsional Konflik fungsional adalah konflik yang keberadaannya justru menguntungkan organisasi. Konflik jenis ini akan membantu organisasi-organisasi mencapai tujuannya yang lebih baik.
2) Konflik Disfungsional Konflik jenis kedua adalah konflik yang disfungsional, yaitu konflik yang merugikan organisasi. Keberadaan konflik jenis ini akan merintangi usaha pencapaian tujuan organisasi. c. Strategi Manajemen Konflik 1) Peran Manajer Manajer mempunyai peranan yang sangat besar dalam menangani konflik. Manajer dapat berperan sebagai mediator dalam konflik antar pihak. Sebagai mediator manajer harus memiliki ketrampilan penanganan konflik yang cukup memadai sehingga dinamika konflik dapat diambil manfaatnya. 2) Gaya Manajemen Konflik Beberapa gaya manajemen konflik dapat dirinci sebagai berikut : a) Penghindaran Dalam hal ini manajemen menarik dari situasi konflik. Jadi, konflik dihindari, tidak dihadapi dan dipecahkan. b) Kompetisi dan perintah otoritatif Kompetisi menyangkut penggunaan kekuatan pihak-pihak yang berkonflik untuk mencari pemenangnya. Sedangkan perintah otoritatif menyangkut penggunaan wewenang untuk menyelesaikan konflik guna mencari pemecahan terbaik menurut pendapat manajemen.
c) Penyesuaian dan penghalusan Dalam hal ini pihak-pihak yang terlibat mencoba mengadakan penyesuaian-penyesuaian dan mereduksi perbedaan-perbedaan dengan menekankan kepentingan bersama. d) Kompromi Kompromi merupakan gaya penanganan konflik yang mencoba untuk memuaskan semua pihak dengan jalan mencari pemecahan yang bisa diterima semua pihak, bukan merupakan pemecahan yang terbaik. e) Kerjasama dan pemecahan masalah Kerjasama merupakan cara penanganan konflik yang bisa memuaskan semua pihak di mana masing-masing bekerja melalui perbedaan-perbedaan. Sedangkan pemecahan masalah merupakan penanganan konflik dengan mencoba menemukan sebab-sebab konflik dan memecahkannya sehingga hasilnya memuaskan kedua belah pihak. 2.1.2 Teori Stress Kerja 1. Teori Stress Kerja menurut Nimran (2001) a.
Pengertian Stress Kerja Menurut Nimran (2001:81) stress yang berkenaan dengan dengan lingkungan organisasi adalah stress yang dialami karyawan atau pegawai yang berkaitan dengan pekerjaannya dalam organisasi dimana ia berada.
Mikhail dalam Nimran (2001:82) mengajukan suatu definisi stress sebagai suatu keadaan yang timbul dari kapasitas tuntutan yang tidak seimbang, baik nyata maupun dirasakan, dalam tindakan-tindakan penyesuaian organ dan yang sebagian diwujudkan oleh respon yang nonspesifik. b.
Indikator Stress Kerja Menurut Nimran (2001:85) beberapa indikator penting dari stress kerja diantaranya : 1) Role ambiguity and role conflict (kekaburan peran dan konflik peran) Brief et al dalam Umar Nimran memberi definisi role ambiguity atau kekaburan peran sebagai suatu kesenjangan antara jumlah informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannya untuk dapat melaksanakan perannya dengan tepat. Karenanya kekaburan peran adalah bersifat pembangkit stress sebab ia menghalangi individu untuk melakukan tugasnya dan menyebabkan timbulnya perasaan tidak aman dan tidak menentu. Seseorang dapat dikatakan berada dalam kekaburan peran apabila ia menunjukkan ciri-ciri antara lain sebagai berikut : a) Tidak jelas benar apa tujuan peran yang dimainkannya. b) Tidak jelas kepada siapa ia bertanggung jawab dan siapa yang melapor kepadanya. c) Tidak cukup wewenang untuk melaksanakan tanggung jawabnya. d) Tidak sepenuhnya mengerti apa yang diharapkan dari padanya.
e) Tidak memahami benar peranan dari pada pekerjaannya dalam rangka pencapaian tujuan secara keseluruhan. Di pihak lain, role conflict atau konflik peran didefinisikan oleh Brief et al dalam Umar Nimran sebagai adanya ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran. 2) Work overload (kelebihan beban kerja) Work overload atau kelebihan beban kerja oleh French dan Caplan dalam Umar Nimran dibedakan dalam quantitative overload dan qualitative overload. Keadaan yang disebut kelebihan beban kerja kuantitatif atau quantitative overload menurut Ivancevich dan Matteson dalam Umar Nimran adalah manakala para pekerja merasa bahwa terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan, terlalu beragam hal yang harus dilakukan, atau tidak cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan. Di lain pihak kelebihan beban kerja kualitatif atau qualitative overload terjadi manakala para pekerja merasa bahwa mereka kurang mampu untuk menyelesaikan pekerjaannya atau merasa bahwa standar pekerjaan (performance standart) adalah terlalu tinggi, terlepas dari jumlah waktu yang mereka miliki. 3) Responsibility for people (tanggung jawab atas orang lain) Ditinjau dari urusannya, maka tanggung jawab dapat dibedakan menjadi “tanggung jawab atas orang” dan “tanggung jawab atas barang” (peralatan, uang, dan sebagainya). Tanggung jawab atas orang seringkali dikaitkan dengan kedudukan seseorang sebagai
pemimpin, kepala, atau manajer, dan semacamnya. Oleh karenanya, semakin tinggi jabatan seseorang dalam organisasi semakin besar pula tanggung jawabnya atas orang. 4) Career development (perkembangan karier) Ada dua kelompok utama yang merupakan sumber stress yang potensial di bidang ini, yaitu : a) Kurangnya keamanan kerja, khawatir akan pensiun muda, takut tak terpakai lagi, ketinggalan zaman dan sebagainya. b) Ketidakcocokan status; promosi terlalu tinggi atau terlalu rendah, frustasi karena karier sudah mencapai “puncak”, dan sebagainya. 5) Lack of group cohesiveness (kurangnya kohesi kelompok) Menurut Invencevich dan Matteson dalam Umar Nimran kohesi kelompok artinya adalah kedekatan di antara anggota di dalam suatu kelompok. Oleh karena itu, di dalam keadaan tertentu dimana kohesi kelompok rendah maka hal itu dapat menjadi sumber stress yang potensial bagi pekerja. 6) Inadequate group support (dukungan kelompok yang tidak memadai) Schacter
(Ivancevich
dan
matteson
dalam
Umar
Nimran)
mengemukakan bahwa seseorang membutuhkan orang lain untuk menilai reaksi-reaksi emosionalnya, dan orang lain yang berbeda dalam keadaan emosi yang sama akan dapat memberikan informasi tentang reaksi yang tepat dan sebaliknya. Bagi orang-orang tertentu jika dukungan terhadap kelompok rendah maka akan dapat
menyebabkan timbulnya stress, dan sebaliknya jika dukungan terhadap kelompok tinggi akan dapat mengurangi stress. 7) Organizational structure and climate (struktur dan iklim organisasi) Penelitian yang dilakukan oleh Ivancevich dan Donnelly dalam Umar Nimran bahwa mereka yang berada di struktur organisasi yang lebih datar mengalami kepuasan kerja yang lebih tinggi, tingkat stress yang lebih rendah, dan berprestasi lebih baik daripada rekannya yang berada di struktur organisasi yang sedang dan tinggi. Sedangkan iklim disini menunjukkan kepada karakteristik yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi yang lain (Gibson et al dalam Umar Nimran). 8) Organizational territory (wilayah dalam organisasi) Istilah organizational territory atau wilayah organisasi adalah istilah untuk menggambarkan ruang atau arena dimana seseorang melakukan aktivitasnya. 9) Tasks characteristics (karakteristik tugas) Yang dimaksud dengan karakteristik tugas di sini adalah berbagai atribut yang melekat pada tugas pekerjaan dan dibutuhkan seseorang untuk melaksanakan pekerjaan itu. 10) Leadership influence (pengaruh kepemimpinan) Dalam setiap organisasi, kedudukan seorang pemimpin sangat penting. Ini bisa dipahami karena melalui pengaruhnya pemimpin dapat memberikan dampak yang sangat berarti terhadap aktivitas kerja, iklim organisasi, dan kelompok.
c.
Konsekuensi Stress Kerja Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh stress bisa banyak dan bermacam-macam. Beberapa bersifat positif, misalnya meningkatkan daya dorong atau semangat, dan menambah motivasi diri. Sementara yang bersifat disfungsional dapat merusak dan secara potensial berbahaya. Dalam kaitan ini Cox dalam Nimran (2001:83) mengklasifikasikan akibat-akibat stress sebagai berikut : 1) Subjective effects. Kecemasan, agresif, acuh tak acuh, kebosanan, depresi, kelelahan, frustasi, kemarahan, rendah diri, gugup, dan perasaan kesepian. 2) Behavioral effects. Mengalami musibah, penyalahgunaan obat-obatan, perilaku yang tidak rasional, terlalu banyak minum dan merokok, dapat dipengaruhi, bersikap menurut kata hati, tidak banyak berbicara. 3) Cognitive effects. Ketidakmampuan mengambil keputusan dan berkonsentrasi, sangat peka terhadap kritik, dan rintangan-rintangan mental. 4) Physiological effects. Kenaikan denyut jantung dan kadar gula, tekanan darah tinggi, berkeringat dan tubuh panas dingin. 5) Organizational effects. Ketidakhadiran dan produktivitas yang menurun, disingkirkan rekan sekerja, kurang komitmen dan kesetiaan terhadap organisasi.
2. Teori Stress Kerja menurut Rois Arifin, et al. (2003) a. Pengertian Stress Kerja Berikut pengertian yang dikemukakan oleh para ahli yang telah mengkaji secara mendalam tentang stress : Stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses, pikiran, dan kondisi fisik seseorang. K. Davis dan J. Newstorm dalam Rois Arifin, et al. (2003:208). Gibjadin, et, all dalam Rois Arifin, et al. (2003:208) mendefinisikan stress sebagai suatu tanggapan, penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu atau proses psikologis, yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis atau fisik berlebihan kepada seseorang. Pengertian lain juga dikemukakan oleh Robbins dalam Rois Arifin, et al. (2003:208), stress diartikan sebagai suatu kondisi dinamik, dimana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. b. Sumber-sumber Stress Kerja Terkait dengan beragamnya sumber-sumber stress, Robbins dalam Rois Arifin, et al. (2003:212) mengelompokkan sumber-sumber stress dalam tiga kelompok utama, yaitu : 1) Faktor Lingkungan Ketidakpastian ekonomi, politik, dan teknologi seringkali menjadi sumber utama stress pada individu. Kenaikan harga-harga secara
langsung juga dapat mendorong meningkatnya tekanan-tekanan psikologis bagi karyawan. 2) Faktor Organisasional Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stress. Faktor-faktor utamanya adalah : tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan, dan tahap hidup organisasi itu. Stress akan menjadi berat dan berkepanjangan apabila faktor-faktor itu secara bersamaan muncul dan tidak segera diantisipasi. 3) Faktor Individual Karakteristik-karakteristik yang dimiliki setiap individu cukup beragam. Perbedaan itu sebagai konsekuensi dari interaksi dengan lingkungan luar yang masih terkait dengan keberadaannya. c. Konsekuensi Stress Kerja Untuk dapat menentukan apakah seseorang mengalami stress atau tidak, maka perlu diketahui apa saja indikasi atau gejala-gejala dari adanya stress terhadap seseorang. Gejala-gejala stress dapat menyangkut tiga hal seperti fisik, gejala perilaku, dan gejala di tempat kerja. Kecemasan terhadap akibat-akibat tekanan tampaknya justru menjadi sumber potensial dari stress itu sendiri. Stress dapat bersifat sementara atau jangka panjang, ringan atau berat. Hal itu tergantung pada seberapa lama penyebabnya berlangsung, seberapa kekuatannya, dan seberapa besar
kemampuan karyawan untuk Menghadapinya (Davis dan Newstorm dalam Rois Arifin, et al. 2003:209). d. Mengelola StressKerja Pada tingkat stress yang tinggi, atau bahkan tingkat rendah tetapi berkepanjangan, masalah stress menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Sejalan dengan meningkatnya stress, kinerja cenderung naik, karena stress membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja.
Tinggi
Kinerja
Rendah
Tinggi
Rendah Stress
(Sumber : K. Davis dan J. Newstrom dalam Rois Arifin, et al. 2003:214) Gambar 2 Hubungan Antara Stress dan Pekerjaan Robbins dalam Rois Arifin, et al. menawarkan dua pendekatan utama di dalam mengelola dan mengarahkan stress, yaitu pendekatan individual, dan pendekatan organisasional. Pendekatan pertama lebih dititikberatkan
pada upaya-upaya individu, sedangkan pendekatan yang kedua adalah program dan strategi yang dikembangkan organisasi. 1) Pendekatan Individual Beberapa strategi yang dapat digunakan oleh individu untuk mengurangi tingkat stress antara lain : pengelolaan waktu yang efektif, meningkatkan latihan fisik, relaksasi (pengenduran), dan mencari pertolongan jadisial. 2) Pendekatan Organisasional Tidak sedikit sumber dan penyebab stress berasal dari faktor keorganisasian. Tiga sumber utama yang dikemukakan Robbins dalam Rois Arifin, et al. terkait dengan upaya organisasi dalam mengelola stress yaitu : perbaikan rekruitmen dan penempatan, penetapan tujuan yang realistis, desain pekerjaan, perbaikan komunikasi, dan program peningkatan kesejahteraan karyawan. 3. Teori Stress Kerja menurut Suprihanto, et al. (2003) a. Pengertian Stress Kerja Beberapa definisi mengenai stress menurut John Suprihanto, et al. (2003:62) diantaranya : Stress merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antara individu dan lingkungan, yaitu interaksi antara stimulasi dan respon. Jadi, stress adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada seseorang.
Stress merupakan sebuah kondisi dinamis dimana seseorang dihadapkan pada konfrontasi antara kesempatan, hambatan, atau permintaan akan apa yang dia inginkan dan hasilnya dipersepsikan tidak pasti dan penting. b. Indikator Stress Kerja Berikut ini beberapa penyebab umum mengenai stress, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Penyebab Fisik a) Kebisingan Kebisingan yang terus-menerus dapat menjadi sumber stress bagi banyak orang. Namun perlu diketahui bahwa terlalu tenang juga menyebabkan hal yang sama. b) Kelelahan Masalah kelelahan ini dapat menyebabkan stress karena kemampuan untuk bekerja menurun. Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun, dan tanpa disadari menimbulkan stress. c) Penggeseran kerja Mengubah pola kerja yang terus-menerus dapat menimbulkan stress. Hal ini disebabkan karena seorang karyawan sudah terbiasa dengan pola kerja yang lama dan sudah terbiasa dengan kebiasaankebiasaan lama. d) Jet-Lag
Jet-Lag adalah jenis kelelahan khusus yang disebabkan oleh perubahan waktu sehingga mempengaruhi irama tubuh seseorang.
e) Suhu dan kelembaban Bekerja dalam suatu ruangan yang suhunya terlalu tinggi dapat mempegaruhi tingkat prestasi karyawan. Suhu yang tinggi harus dapat ditoleransi dengan kelembaban yang rendah. 2) Beban Kerja Beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabkan ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stress. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak, dan sebagainya. 3) Sifat Pekerjaan a) Situasi baru dan asing Menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi, seseorang akan merasa sangat tertekan, sehingga dapat menimbulkan stress. b) Ancaman pribadi Suatu tingkat kontrol (pengawasan) yang terlalu ketat dari atasan menyebabkan seseorang merasa terancam kebebasannya. c) Percepatan Stress bisa terjadi apabila ketidakmampuan seseorang untuk memacu pekerjaan.
d) Ambiguitas Kurangnya kejelasan terhadap apa yang harus dikerjakan (dwi arti), akan menimbulkan kebingungan dan keraguan bagi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan. e) Umpan balik Standar kerja yang tidak jelas dapat membuat karyawan tidak puas karena mereka tidak pernah tahu prestasi mereka. Disamping itu, standar kerja yang tidak jelas juga dapat dipergunakan untuk menekan karyawan. 4) Kebebasan Kebebasan yang diberikan karyawan belum tentu merupakan hal yang menyenangkan. Ada sebagian karyawan justru dengan adanya kebebasan membuat mereka merasa ketidakpastian dan ketidakmampuan dalam bertindak. Hal ini dapat merupakan sumber stress bagi seseorang. 5) Kesulitan Kesulitan-kesulitan yang dialami dirumah, seperti ketidakcocokan suami-istri, masalah keuangan, perceraian dapat mempengaruhi prestasi seseorang. Hal-hal seperti ini dapat merupakan sumber stress bagi seseorang. c. Mengelola Stress Kerja Manajemen perlu melakukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stress, diantaranya :
1) Pendekatan Individu Dalam pendekatan individual seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stressnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu : a) Pengelolaan waktu Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. b) Latihan fisik Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi untutan tugas yang berat. c) Latihan relaksasi Dengan dilakukannya kegiatan-kegiatan santai seperti latihan relaksasi dapat mengurangi stress yang dihadapi pekerja. d) Dukungan sosial Strategi yang terakhir untuk mengurangi stress adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran. 2) Pendekatan Organisasi Pada pendekatan organisasi dapat dilihat bahwa beberapa penyebab stress adalah tuntutan dari tugas, dan peran, serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin
digunakan oleh manajemen untuk mengatasi stress karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan. 2.1.3 Teori Kinerja Karyawan 1. Teori Kinerja Karyawan menurut Hadari Nawawi (2008) a. Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik / material maupun non-fisik / non-material. Sedangkan penilaian kinerja merupakan kegiatan intervensi organisasi / perusahaan terhadap kehidupan pekerja sebagai individu yang memiliki hak-hak asasi yang dilindungi. Hadari Nawawi (2008:235) b. Indikator Kinerja Karyawan Berikut beberapa hal yang dapat berpengaruh dalam kinerja karyawan, diantaranya yaitu : 1) Karakteristik Pekerja Karakter atau sifat-sifat pekerja yang sesuai / tidak sesuai untuk dapat melaksanakan suatu pekerjaan secara efektif dan efisien. 2) Tindakan / Perilaku dalam Bekerja Keterampilan / keahlian dalam bekerja yang diperlukan untuk mengetahui kemampuan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang dituntut oleh metode dan teknologi yang paling produktif.
3) Hasil Kerja Kemampuan mencapai target yang telah ditetapkan dan / atau kemampuan menyelesaikan masalah yang berpengaruh pada kuantitas dan kualitas hasil yang dicapai. c.
Persyaratan Penilaian Kinerja Persyaratan yang harus dipenuhi penilaian kinerja agar memperoleh hasil yang obyektif dan sesuai tujuan khususnya adalah sebagai berikut : 1) Persyaratan Ilmiah atau Persyaratan Legal / Formal a) Relevansi Tugas-tugas yang dinilai dalam penilaian kinerja harus relevan (sesuai) dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh pekerja. Dengan kata lain tugas-tugas yang dinilai harus sesuai dengan volume dan beban kerja yang harus dilaksanakan oleh pekerja yang dinilai atau direviu pelaksanaannya. b) Sensitivitas Perkataan sensitif berarti “peka”. Oleh karena itu sensitivitas pada dasarnya berarti penilaian kinerja harus memiliki kepekaan dalam membedakan pekerjaan yang efektif dengan yang tidak efektif, dalam melaksanakan tugas-tugasnya, baik secara individual maupun kelompok. c) Reliabilitas Reliabilitas bermakna sebagai tingkat konsistensi (ketetapan) sebuah instrumen penilaian. Dengan demikian reliabilitas dimaksudkan adalah penilaian kinerja yang baik harus konsisten
hasilnya jika dilakukan berulang-ulang dalam menilai seorang pekerja. 2) Persyaratan Operasional a) Akseptabel Persyaratan akseptabel berarti penilaian kinerja harus mampu mendefinisikan secara jelas dan tepat mengenai bentuk dan tingkatan perilaku / kegiatan dalam melaksanakan pekerjaan di bidangnya masing-masing, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. b) Praktis Penilaian kinerja harus didesain dalam bentuk yang mudah melaksanakannya, baik dari sudut penilai maupun pekerja yang dinilai. Dari sudut penilai berarti mudah melaksanakan dan menafsirkan hasilnya, sedang dari sudut pekerja yang dinilai, penilaian kinerja harus mudah dalam mengerjakannya. 2. Teori Kinerja Karyawan menurut Simamora (2005) a. Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja karyawan (employee performance) adalah tingkat terhadap mana para karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Sedangkan penilaian kinerja (performance assessment) adalah proses yang mengukur kinerja karyawan. (Simamora, 2005:327) b. Indikator Kinerja Karyawan Berikut yang dapat mempengaruhi penilaian kinerja karyawan, diantaranya yaitu :
1) Karakteristik Situasi Iklim organisasional dan lingkungan internal organisasi yang meliputi komunikasi, imbalan, kepemimpinan, dan proses penentuan tujuan diantara lainnya juga dapat mempengaruhi tipe penilaian yang terjadi. 2) Deskripsi Pekerjaan, Spesifikasi Pekerjaan, dan Standar Kinerja Pekerjaan. Penilaian kinerja pastilah berhubungan secara langsung dengan aktivitas-aktivitas yang ada di dalam deskripsi pekerjaan. Spesialis sumber daya manusia ataupun para manajer dapat menggunakan deskripsi pekerjaan, spesifikasi, dan standar kinerja untuk merancang format penilaian kinerja. 3) Tujuan-tujuan Penilaian Kinerja Tujuan pokok sistem penilaian kinerja adalah menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota organisasi. Semakin akurat dan valid informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, semakin besar potensi nilainya terhadap organisasi. 4) Sikap Para Karyawan dan Manajer Terhadap Evaluasi Dalam pendekatan evaluasi seorang manajer menilai kinerja masa lalu seorang karyawan. Teknik evaluatif yang digunakan guna membandingkan semua karyawan satu dengan yang lain atau terhadap beberapa standar sehingga keputusan-keputusan dapat dibuat berdasarkan catatan-catatan kinerja mereka.
3. Teori Kinerja Karyawan menurut Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala (2009) a. Pengertian Kinerja Karyawan Kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Sehingga kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala (2009:548). b. Persyaratan Penilaian Kinerja Karyawan Penilaian dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui kinerja yang lemah, hasil yang baik dan bisa diterima juga harus diidentifikasi sehingga dapat dipakai untuk penilaian lainnya. Untuk itu dalam penilaian kinerja perlu memiliki : 1) Standar Kinerja Sistem penilaian memerlukan standar kinerja yang mencerminkan seberapa jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah dicapai. Agar efektif, standar perlu berhubungan dengan hasil yang diinginkan dari tiap pekerjaan. 2) Ukuran Kinerja Evaluasi kinerja juga memerlukan ukuran / standar kinerja yang dapat diandalkan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja.
Sistem penilaian kinerja yang baik sangat bergantung pada persiapan yang benar-benar baik dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Praktis Keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang adalah bahwa penilaian ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. 2) Kejelasan Standar Standar adalah merupakan tolok ukur seorang dalam melaksanakan pekerjaannya. 3) Kriteria yang Objektif Kriteria yang dimaksud adalah berupa ukuran-ukuran yang memenuhi persyaratan seperti mudah digunakan, handal, dan memberikan informasi tentang perilaku kritikal yang menentukan keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan. 4) Penggunaan
prosedur
baku
perusahaan,
seperti
sifat
tenang,
menerapkan tarif dasar untuk panggilan telepon, dan berpedoman aturan perusahaan. 5) Cara telepon yang menyenangkan, berbicara secara jelas dan berlaku sopan santun. 6) Ketelitian menyampaikan telepon, penempatan operator yang teliti dalam meneruskan permintaan nomor telepon dengan akurat. 2.2 Rerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tinjauan teoritis. Maka digambarkan rerangka pemikiran seperti gambar 8, yang menunjukkan variabel bebas yaitu konflik kerja dan stress kerja mempengaruhi kinerja karyawan pada PT. Citra Alam Abadi Surabaya. Pemahaman Konflik Konflik Kerja Kerja (X (X1) 1)
Kinerja (Y) Pemahaman Stress Kerja (X2)
(Sumber : Sugiyono, 2007:10)
Gambar 3 Rerangka Pemikiran
2.3 Perumusan Hipotesis Hipotesis
merupakan
jawaban
sementara
atau
pendapat
yang
kebenarannya masih rendah atau kadar kebenarannya masih belum meyakinkan, sedangkan kebenaran pendapat tersebut perlu diuji atau dibuktikan. Maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 1. Pemahaman konflik dan stress kerja berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan pada PT. Citra Alam Abadi Surabaya. 2. Pemahanan konflik dan stress kerja berpengaruh secara parsial terhadap kinerja karyawan pada PT. Citra Alam Abadi Surabaya.
3. Diantara variabel pemahaman konflik dan stress kerja mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan pada PT. Citra Alam Abadi Surabaya.