BAB 2 TINJAUAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Brand (Merek) 1. Pengertian Brand (Merek) Merek adalah penggunaan nama, logo, trade mark, slogan dan identitas visual lainnya untuk membedakan perusahaan-perusahaan dan individu-individu satu sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan secara konsisten, (Buchari 2008:185). Menurut Kotler (2009 : 375) merek adalah norma, istilah, simbol atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang / sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk pesaing. merek adalah penggunaan nama, logo, trade mark, slogan dan identitas visual lainnya untuk membedakan perusahaan-perusahaan dan individu-individu satu sama lain dalam hal apa yang mereka tawarkan secara konsisten. Sedangkan Keller (2008:3) yang sesuai dengan American Marketing association (AMA) menyatakan bahwa merek adalah nama, batasan, tanda, simbol atau desain atau kombinasi diantaranya, untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakan mereka dari pesaingnya. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Aker (2009:9), bahwa merek sebagai nama, simbol, cap, atau kemasan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau kelompok penjual tertentu agar demikian membedakannya dari
barang dan jasa yang dihasilkan oleh competitor dan member tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut. Dari beberapa pendapat diatas mengenai merek terdapat kesamaan inti diantaranya adalah: a. Merek mempunyai beberapa bentuk atau format. b. Merek merupakan alat pembeda bagi produsen terhadap produk pesaingnya dan bagi konsumen membantu dalam mencari produk yang terbaik dari produk sejenis lainnya. c. Pemberian merek merupakan proses differensiasi yang harus dikelola secara baik dan konsisten. Menurut Kotler (2009: 575) merek terbagi menjadi enam tingkat arti : a. Atribut, suatu merek mengingatkan orang kepada atribut produk tertentu. b. Manfaat, atribut yang dapat diartikan menjadi manfaat fungsional dan emosional. c. Nilai, suatu merek dapat menjelaskan mengenai nilai-nilai dari produsennya. d. Budaya, suatu merek dapat mewakilkan suatu budaya tertentu. e. Kepribadian, merek dapat mencerminkan suatu kepribadian tertentu. f. Pengguna merek dapat menunjukkan konsumen yang membeli dan menggunakan produk tersebut. 2. Jenis Merek Jenis merek dapat dikelompokkan menjadi tiga (Aker, 2009:21) antara lain :
a. Merek Dagang Merek dagang merupakan merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenisnya. b. Merek Jasa Merupakan merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. c. Merek kolektif Merupakan merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya. 3. Manfaat Merek Seperti telah dikemukakan mengenai syarat-syarat merek yang baik, perusahaan dan konsumen harus tahu dan mengerti tentang manfaat merek itu. Untuk itu Aker (2009:25) menerangkan lebih jauh di dalam bukunya, memanfaatkan nilai dari suatu merek kedalam dua kategori : a.
Memberikan nilai kepada pelanggan / konsumen dengan menguatkan : 1) Interprestasi / proses informasi 2) Rasa percaya diri dalam keputusan pembelian 3) Pencapaian kepuasan dari pelanggan
b.
Memberikan nilai kepada perusahaan dengan menguatkan : 1) Loyalitas merek 2) Harga / laba 3) Perluasan merek 4) Peningkatan perdagangan 5) Keuntungan kompetitif
2.1.2. Brand Image 1. Pengertian Brand Image Brand Image atau citra merek adalah persepsi dan kepercayaan konsumen terhadap merek barang atau jasa yang memperkuat loyalitas merek dan meningkatkan pembelian ulang. Pemasyarakatan berusaha untuk menciptakan suatu image yang baik, tepat dan sesuai dengan selera konsumen terhadap produk dan jasa yang dihasilkannya. Image atau citra adalah suatu gambaran, penyerupaan kesan utama atau garis besar, bahkan bayangan yang dimiliki oleh seseorang tentang sesuatu, oleh karena itu citra atau image dapat dipertahankan. Menurut Kotler (2009:208) citra merek adalah seperangkat keyakinan ide dan kesan yang terbentuk oleh seseorang terhadap suatu objek. Image atau citra sendiri adalah suatu gambaran, penyerupaan kesan utama atau garis besar bahkan bayangan yang dimiliki oleh seseorang tentang sesuatu. Oleh karena itu citra atau image dapat dipertahankan. Sedangkan menurut Keller (2008:93) citra merek dapat dijelaskan sebagai persepsi tentang sebuah merek yang digambarkan sebagai asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen.
Brand association (asosiasi merek) adalah informasi lain yang dihubungkan dengan merek dalam ingatan dan mengandung arti merek bagi konsumen. Menurut Aaker (2008:109), ”Brand associations is anything linked in memory to a brand”. Asosiasi merek dapat membantu proses mengingat kembali informasi yang berkaitan dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Konsumen akan mengingat kembali informasi suatu merek, umumnya hal ini terjadi bila konsumen ikut dalam pengambilan putusan. Brand image atau citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu (Shimp, 2007:12). Disini pemasar harus mengetahui strategi yang akan dilakukan agar produk atau jasanya bias memperoleh image yang baik atau secara berkala mensurvei publiknya untuk mengetahui apakah aktivitas-aktivitas perusahaan memperbaiki citranya. 2. Strategi Membangun Citra Merek Dengan adanya perubahan yang cepat dalam selera teknologi dan persaingan, maka perusahaan tidak hanya mengandalkan produk yang ada sekarang, perusahaan harus pandai mengembangkan inovasi-inovasi baru pada produk mereka dan juga harus pandai mengelolanya. Dalam usaha membangun brand image, perusahaan harus memberi informasi kepada konsumen mengenai manfaat dari produk mereka secara tepat, mudah diingat dan dikenali konsumen. Dalam penelitian ini penulis merumuskan asumsi bahwa minat beli konsumen dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan promosi terutama iklan sehingga konsumen menjadi tertarik untuk membeli produk
tersebut dan dari kegiatan promosi ini diharapkan dapat membangun image suatu produk. Kegiatan periklanan penting dilakukan karena banyak perusahaan surfing menghasilkan produk yang sama sehingga perusahaan dituntut untuk mengadakan promosi periklanan secara gencar dengan menonjolkan keunggulan-keunggulan produknya untuk membuat konsumen tertarik dan membeli produknya. Persaingan sebaiknya tidak tertuju pada harga karena dapat merugikan perusahaan dan competitor sendiri. Usaha membangun brand image Aaker (2009:121) dilakukan dengan cara : a. Memberikan kualitas produk sebaik mungkin kepada konsumen sehingga mereka merasa puas dengan produk yang digunakan. b. Memiliki teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan produk yang sejenis. c. Melakukan inovasi secara terus menerus seiring dengan perubahan zaman. d. Memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen terhadap produk dan jasa. Menurut Aaker (2009:116) dalam membuat keputusan terhadap image yang akan diluncurkan harus ingat pada 4 (empat) hal, yaitu : a. Image yang akan dikeluarkan haruslah menggambarkan perusahaan atau organisasi tersebut dan bertepatan dengan produk atau jasa yang dijual. b. Mengatakan atau meremajakan kembali image yang sudah ada dan konsisten
terhadap
pandangan
konsumen
akan
lebih
mudah
menyempurnakannya daripada merubah image yang sudah dikenal baik.
c. Sangat sulit merubah image yang sudah dikenal orang. Dalam beberapa kasus, memodifikasi dan mengembangkan image baru tidak dapat dilakukan. d. Pemberitaan yang buruk atau negatif dapat dengan cepat menghancurkan image yang dibuat bertahun-tahun. Mendirikan atau membangun kembali image perusahaan yang pernah hancur membutuhkan waktu yang sangat lama. Adapun level kesadaran merek menurut. Aaker (20097: 92) adalah seperti yang digambarkan dalam piramida kesadaran merek berikut ini :
Puncak kesadaran Pikiran Pengingatan pembuat merek Pengenalan merek Tidak menyadari merek
Sumber : Aker, (2009:102) Gambar 1 Piramida Kesadaran Merek Level pertama adalah level dimana orang-orang belum menyadari tentang keberadaan suatu merek, biasanya hal ini terjadi pada saat-saat suatu produk baru diluncurkan. Dalam hal ini perusahaan harus melakukan cara-cara efektif dalam membangun kesadaran konsumen terhadap merek-mereknya. Ketetapan positioning merek sangat mempengaruhi suatu merek agar mudah untuk dikenali.
Level kedua adalah level pengenalan merek. Di sini merek sudah dikenali sebagai suatu bagian produk dalam kategori tertentu. Konsumen sudah dapat mengenali merek mana yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Level ketiga adalah peringatan kembali, pada level ini konsumen sudah dapat mengenali merek tertentu sebagai merek yang baik diantara produk-produk sejenis. Konsumen diingatkan kembali agar merek tersebut mempunyai posisi istimewa dalam pikiran konsumen. Level terakhir adalah posisi peringatan kembali yang lebih kuat dari kesadaran puncak pikiran. Pada tingkatan ini merek tersebut menjadi pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran seseorang atau dapat dikatakan sebagai merek dominan, yaitu merek yang menempati posisi sebagai satu-satunya merek yang diingat kembali oleh konsumen atau responden (dalam suatu riset) dengan presentasi tertinggi. 3. Kelompok Brand Image Brand association (asosiasi merek) dapat dikelompokkan menjadi tiga, (Aaker, 2009: 102) yakni: a. Attributes (atribut) Adalah penampakan deskriptif yang memberikan karakteristik suatu produk atau jasa seperti produk atau jasa apa yang dipikirkan konsumen dan apa yang mempengaruhi pembelian dan konsumsi. Atribut dapat dibedakan menurut bagaimana berhubungan secara langsung terhadap penampakan produk atau jasa:
1) Product related attributes (atribut yang berkaitan langsung dengan produk) Yaitu unsure-unsur yang diperlukan untuk membentuk fungsi produk atau jasa yang dicari konsumen. atribut ini merujuk pada komposisi fisik suatu produk atau keperluan jasa dan apa yang menjelaskan tabiat dan tingkat dari penampakan produk. 2) Non-product related attributes (atribut yang tidak berkaitan langsung dengan konsumen) Yaitu aspek-aspek eksternal dari produk atau jasa yang seringkali berhubungan pada penjualan atau konsumsi dalam berbagai cara. Atribut ini dapat mempengaruhi proses pembelian atau konsumsi tetapi tidak secara langsung berpengaruh terhadap penampakan suatu produk. Ada lima jenis atribut yang tidak berkaitan langsung dengan produk diantaranya ialah price (harga), user imagery (tipe orang seperti apa yang menggunakan produk atau jasa), usage imagery (tipe situasi apa yang mendasari produk atau jasa untuk digunakan), feelings and experiences (perasaan dan pengalaman), brand personality (kepribadian merek). b. Benefits (keuntungan) Adalah nilai dan arti bagi pribadi konsumen yang melekat pada atribut produk atau jasa yakni apa yang dapat diperoleh konsumen dari produk atau jasa tersebut. Benefits dapat dibedakan menjadi tiga, diantaranya adalah:
1) Functional benefits (keuntungan fungsional) Keuntungan yang lebih intrinsic dari produk atau jasa dan seringkali sesuai dengan product related attributes. 2) Symbolic benefits (keuntungan simbolis) Keuntungan yang lebih ekstrinsik dari produk atau jasa konsumsi dan seringkali sesuai dengan non product related attributes terutama user imagery. 3) Experiental benefits (keuntungan pengalaman) Keuntungan ini berhubungan dengan apa yang dirasakan ketika menggunakan barang dan jasa dan sesuai dengan product related attributes serta non product related attributes seperti usage imagery. c. Attitudes (sikap) Brand attitudes (sikap merek) dapat dijelaskan sebagai evaluasi konsumen terhadap suatu merek secara keseluruhan. Brand attitudes penting karena seringkali membentuk dasar dari actions (perbuatan) dan behavior (perilaku) konsumen terhadap suatu merek (pemilihan merek). Brand attitudes konsumen pada umumnya tergantung pada pertimbangan tertentu mengenai attributes dan benefits suatu merek. Brand image yang baik diciptakan oleh program-program pemasaran yang menghubungkan
asosiasi
merek
yang kuat
(strong),
bermanfaat
(favorable) dan unik (unique) dalam suatu ingatan. 4. Faktor-faktor Pembentuk Brand Image Menurut Keller (2008:103) ada tiga tipe dalam brand association yang akan membentuk brand image, yaitu:
a. Strength of Brand Association Adalah faktor-faktor kritis yang menentukan dari informasi yang diingat oleh konsumen sehingga mempengaruhi keputusan merek mereka. Semakin
seseorang
memikirkan
informasi
suatu
produk
dan
menghubungkannnya dengan pengetahuan merek yang ada, akan menghasilkan asosiasi merek yang kuat. b. Favorability of Brand Association Keberhasilan
program
pemasaran
direfleksikan
dalam
penciptaan
keuntungan asosiasi merek, ketika konsumen percaya bahwa suatu merek memiliki atribut dan keuntungan yang dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan mereka dimana sikap positif suatu merek dibentuk secara keseluruhan. c. Uniqueness of Brand Association Adalah keunikan yang dimiliki suatu merek sebagai suatu kelebihan sehingga memberikan alasan bagi konsumen untuk memilih merek tersebut dibandingkan merek lain. Esensi dari brand positioning adalah suatu merek yang memiliki competitive advantage yang menunjang atau “unique selling proposition” yang memberikan konsumen sebuah alasan yang memaksa mereka membeli suatu merek tertentu. Sedangkan menurut Schifman dan Kanuk (2008 : 21) faktor-faktor pembentuk citra merek antara lain : a. Kualitas atau mutu berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.
b. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang di bentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang di konsumsi. c. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa di manfaatkan oleh konsumen. d. Pelayanan yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya. e. Resiko berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau laba dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen. f. Harga dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi jangka panjang. g. Citra yang di miliki oleh merekitu sendiri yaitu berupa pandangan kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu.
2.1.3. Gaya Hidup 1. Pengertian Gaya Hidup Menurut Mowen dan Minor (2008:282) Gaya Hidup didefinisikan secara sederhana sebagai “bagaimana seseorang hidup”. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana konsumen membelanjakan uangnya dan bagaimana konsumen mengalokasikan waktunya. Meskipun Gaya hidup (manifestasi eksternal dari karakteristik seseorang) berbeda dengan kepribadian (karakteristik internal seseorang). Tetapi gaya hidup dan
kepribadian memiliki keterkaitan sangat kuat. Konsumen yang kepribadiannya dikategorikan berisiko rendah, memiliki gaya hidup yang berspekulasi atau melakukan kesenangan-kesenangan yang baru. Menurut Kotler (2009:189) menyatakan gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang dalam dunia kehidupan sehari-hari yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapat (opini) yang bersangkutan. Gaya hidup melukiskan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup mencerminkan sesuatu yang lebih dari kelas social di satu pihak dan kepribadian di pihak lain. Assael (2008:260) menyatakan bahwa akhir-akhir ini para pemasar semakin tertarik terhadap pengetahuan tentang karakteristik psikografik. Dimana psikografik itu sendiri adalah psychological characteristic
dari
konsumen yang dapat dihitung. Psikografi sendiri diwakili oleh dua jenis variable yaitu: gaya hidup dan kepribadian (Personality). Dari berbagai di atas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu. Faktor-faktor utama pembentuk gaya hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu secara demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya berdasarkan tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari karakteristik konsumen.
2. Tahap Perkembangan Gaya Hidup Terdapat Sembilan gaya hidup berdasarkan gagasan bahwa individuindividu melalui sejumlah tahap perkembangan. (Kotler, 2009:183), antara lain yakni: a. Survivors (Orang yang Berjuang Untuk Hidup) Adalah orang-orang yang kurang beruntung dan cenderung mengalami putus asa, dilanda kemiskinan, menyendiri seperti orang-orang lansia, orang-orang yang memiliki tingkat kesehatan rendah dan tingkat pendidikan rendah. b. Sustainer (Penderita) Adalah orang-orang tidak beruntung yang bergulat untuk lepas dari kemiskinan. c. Belongers (Orang Ingin Serasi Dengan Lingkungannya) Adalah orang yang konvensional, konservatif, merindukan masa lampau, tak berani mencoba hal baru dan lebih suka menyesuaikan diri daripada kelihatan menonjol. d. Emulators (Orang yang Suka Melebihi) Adalah orang-orang yang ambisius, berusaha untuk meningkatkan status dan mereka ingin menjadi lebih besar e. Achievers (Orang Berprestasi) Adalah para pemimpin bangsa yang membuat sesuatu terjadi, suatu system berlangsung dan menikmati hidup yang baik.
f. “I am Me” (Orang yang Suka Memperhatikan Dirinya Sendiri) Adalah orang-orang muda yang hanya memikirkan diri sendiri dan suka berangan-angan g. Experientials (Orang yang Suka Mencoba Sesuatu yang Baru) Adalah orang-orang yang mengejar kekayaan hidup batiniah dan menginginkan untuk mengalami langsung apa yang telah ditawarkan dalam hidup ini. h.
Societally Conscious (Orang yang Memiliki Kesadaran Tinggi Terhadap Masalah Sosial) Adalah orang-orang yang mempunyai rasa tanggung jawab tinggi dan ingin menyempurnakan kondisi dalam masyarakat.
i. Integrateds (Kepribadian Mapan) Adalah orang yang sepenuhnya mencapai kematangan psikologis, yang mampu mengawinkan elemen dalam dirinya dan dari lingkungan sekitarnya. Aktivitas, minat dan opini (AIO) dipergunakan untuk meneliti kategori gaya hidup seorang konsumen seperti kreatifitas dalam memasak, sikap terhadap tayangan televisi, kebersihan rumah, sikap dan penerapan terhadap ajaran agama dan lain sebagainya (Assael, 2008:265). Dibawah ini merupakan inventarisasi Aktivitas, Interest (minat) dan Opini yang dikemukakan oleh Sutisna (2008:145) Untuk mengetahui data ini dikembangkanlah sejumlah pertanyaan dengan memperhatikan AIO konsumen yang tujuannya untuk membatasi segmen konsumen. Kesemua faktor tersebut dianalisa secara bersamaan karena saling berhubungan. Karakteristik gaya hidup dipergunakan untuk empat tujuan yaitu:
a. Untuk menetapkan segmen pasar. b. Untuk menentukan posisi produk. c. Untuk mengembangkan media guidelines. d. Untuk membatasai target produk baru. Sementara itu, kepribadian seorang individu menggambarkan bentuk karakteristik lainnya yang dapat dipergunakan juga untuk menjelaskan segmen konsumen. Pengetahuan tentang kepribadian dipergunakan untuk menjelaskan kondisi pasar berdasarkan teori kepribadian yang dirasakan peneliti paling relevan. Karakteristik kepribadian dapat juga dijadikan sebagai landasan penempatan produk di pasar. Untuk mengetahui apa saja yang terdapat dalam AIO ditunjukkan pada Tabel 1 : Tabel 1 Inventarisasi Gaya Hidup Interest Opini
Aktivitas Bekerja
Keluarga
Diri Mereka Sendiri
Hobi
Rumah
Masalah-Masalah
Peristiwa Sosial
Pekerjaan
Sosial
Liburan
Komunitas
Politik
Hiburan
Rekreasi
Bisnis
Anggota Klub
Pakaian
Ekonomi
Komunitas
Makanan
Pendidikan
Belanja
Media
Produk
Olahraga
Prestasi
Masa Depan Budaya
Sumber:
Sutisna (2008:145)
2.1.4. Perilaku Konsumen 1. Pengertian Perilaku Konsumen Agar suatu perusahaan dapat sukses dalam persaingan syarat yang harus dipenuhi adalah mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Agar tujuan tersebut tercapai, maka setiap perusahaan harus berupaya menghasilkan dan menyampaikan barang dan jasa yang diinginkan konsumen. Dengan demikian, setiap perusahaan harus mampu memahami perilaku konsumen, karena kelangsungan hidup perusahan tersebut tergantung dari kemampuan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang banyak ditemukan dari perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah tindakantindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi yamg berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan (Mangkunegara, 2009:4). Jadi dapat dikatakan bahwa perilaku konsumen merupakan studi tentang bagaimana pembuat keputusan (decisions units), baik individu, kelompok ataupun organisasi, membuat keputusan-keputusan beli atau melakukan transaksi pembelian suatu produk dan mengkonsumsinya. Istilah perilaku konsumen sering kali digunakan untuk menjelaskan perilaku dari masyarakat yang membeli dan menggunakan barang maupun jasa. Perilaku konsumen mencakup proses pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan konsumen secara fisik dalam mengevaluasi, perolehan, penggunaan dan mendapatkan barang atau jasa. Sedangkan menurut Swasta dan Handoko (2010:10) bahwa perilaku konsumen dapat
didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan individu secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Perilaku konsumen merupakan proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Secara sederhana, perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, menggunakan (memakai, mengkonsumsi) dan menghabiskan produk (barang dan jasa) termasuk proses mendahului dan mengikuti tindakan ini. Memahami perilaku konsumen dari pasar sasaran merupakan tugas penting dari manajemen pemasaran. Pasar konsumen terdiri dari semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Pengertian perilaku konsumen menurut Tjiptono (2006:19) merupakan tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh, menggunakan dan menentukan produk dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa pemahaman terhadap perilaku konsumen bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi cukup sulit dan kompleks, khususnya disebabkan oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi dan faktor-faktor
tersebut cenderung saling berinteraksi.
Meskipun demikian, bila hal tersebut dapat dilakukan, maka perusahaan yang bersangkutan akan dapat meraih keuntungan yang jauh lebih besar daripada para pesaingnya karena dengan dipahami perilaku konsumen, perusahaan dapat memberikan kepuasan secara lebih baik kepada konsumennya. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Menurut Mangkunegara (2010:39) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu : a. Faktor Budaya Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreatifitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan adalah hasil karya manusia, proses belajar, mempunyai aturan atau berpola, bagian dari masyarakat, menunjukkan kesamaan tertentu tetapi terdapat pula variasinya, pemenuhan kepuasan dan kemantapan atau ketetapan, penyesuaian, terorganisasi dan terintegrasi secara keseluruhan. b. Faktor Kelas Sosial Kelas sosial adalah stratifikasi sosial menurut ekonomi (menurut Barger). Ekonomi dalam hal ini cukup luas yaitu meliputi sisi pendidikan dan pekerjaan karena pendidikan dan pekerjaan seseorang pada zaman sekarang sangat mempengaruhi kekayaan / perekonomian individu. Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang seimbang dalam masyarakat.
Kelas sosial dapat dikategorikan kedalam kelas sosial golongan atas, kelas sosial golongan menengah dan kelas sosial golongan rendah. c. Faktor Keluarga Keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu inti masyarakat yang terkecil yang perilakunya
sangat
mempengaruhi
dan menentukan dalam
pengambilan keputusan pembelian. d. Faktor Pengalaman Belajar Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat pengalaman sebelumnya. Perilaku konsumen dapat dipelajari karena sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar konsumen akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan membeli. e. Faktor Kepribadian Kepribadian dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada diri individu yang sangat menentukan perilakunya. Kepribadian konsumen sangat ditentukan oleh faktor internal (motif, IQ, emosi, cara berpikir, presepsi) dan faktor eksternal dirinya (lingkungan fisik, keluarga, masyarakat, sekolah). Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli. 2.1.5. Keputusan Pembelian 1. Pengertian Keputusan Pembelian Pengertian keputusan pembelian, menurut Kotler (2009:190) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembelian dimana konsumen
benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu
yang
secara
langsung
terlibat
dalam
mendaptkan
dan
mempergunakan barang yang ditawarkan. Pengambilan keputusan konsumen harus dipelajari dengan baik oleh manajer pemasaran untuk memahami bagaimana informasi diperoleh, bagaimana keyakinan terbentuk, dan produk apa yang dipilih,. Konsumen umumnya melakukan tiga jenis keputusan pembelian yaitu Pembelian yang direncanakan (fully
planned purchase),
Pembelian yang terencana
dengan berbagai
pertimbangan (partially planned purchase). Pembelian yang tidak direncanakan (unplanned purchase). Suatu pembelian yang direncanakan adalah keputusan yang dilakukan konsumen dalam menjatuhkan pilihannya kepada suatu produk akibat dari perencanaan yang matang. Pembelian yang terencana dengan berbagai pertimbangan, bermaksud untuk menjatuhkan pilihan kepada produk yang sudah ada namun pemilihan merek ditunda sampai saat pembelajaran. Pembelian yang tidak direncanakan, adalah pemilihan terhadap jenis produk yang sebelumnya tidak direncanakan untuk dipilih sebelumnya setelah dipicu oleh rangsangan oleh usaha para pemasar.
2. Tahap-Tahap Keputusan Pembelian Pengambilan keputusan oleh konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk diawali oleh adanya kesadaran atas pemenuhan kebutuhan dan keinginan. Selanjutnya jika sudah disadari adanya kebutuhan dan keinginan, maka konsumen akan mencari informasi mengenai keberadaan produk yang diinginkannya. Proses pencarian informasi ini akan dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi yang berhubungan dengan produk yang
diinginkan. Dari berbagai informasi yang diperoleh, konsumen melakukan seleksi atas alternatif-alternatif yang tersedia. Proses seleksi inilah yang disebut sebagai tahap evaluasi informasi. Menurut Kotler dan Armstrong (2009:224) menunjukan bahwa proses pengambilan keputusan pembelian konsumen melewati tahap-tahap tertentu yang digambarkan sebagai berikut : Pengenalan Kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Perilaku setelah pembelian Gambar 2 Proses Keputusan Pembelian, (Kotler dan Armstrong, 2009:224) Dari gambar tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pengenalan kebutuhan Dimana konsumen mengenali permasalahan atau kebutuhan. Pembeli merasakannya adanya perbedaan antara keadaan aktual dan sejumlah keadaan yang
diinginkan. Kebutuhan itu dapat dipicu oleh stimulan
internal ketika salah satu kebutuhan normal lapar, haus, seks , sehingga naik ketingkatan yang cukup tinggi sehingga menjadi pendorong. b. Pencarian Informasi Konsumen yang tergerak mungkin mencari dan mungkin pula tidak mencari informasi tambahan. Jika dorongan konsumen kuat dan produk yang memenuhi kebutuhan berada dalam jangkauannya, ia cenderung akan membelinya. Jika tidak, konsumen akan menyimpan kebutuhan itu ke dalam ingatan atau mengerjakan pencarian informasi yang berhubungan dengan kebutuhan itu. Konsumen dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber. Sumber itu meliputi sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, rekan kerja), sumber komersial (iklan, penjual, pengecer dan situs), sumber publik (media masa, organisasi pemberi peringkat) dan sumber berdasarkan pengalaman (memegang, meneliti, menggunakan produk). c. Evaluasi alternatif Tahap ketiga dari proses keputusan pembelian konsumen dimana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi berbagai merek alternatif di dalam serangkaian pilihan. d. Keputusan pembelian Tahap proses keputusan pembelian oleh konsumen dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian. Ada dua faktor yang muncul di antara kecenderungan pembelian dan keputusan pembelian yaitu faktor pertama adalah sikap orang lain dan faktor kedua adalah situasi yang tak terduga.
e. Perilaku setelah pembelian Tahap proses keputusan pembeli konsumen melakukan tindakan lebih lanjut setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan mereka. Yang menentukan pembeli puas atau tidak puas terhadap pembelian terletak pada hubungan antara harapan konsumen dan kinerja produk yang dirasakan. Jika produk jauh di bawah harapan konsumen, maka konsumen kecewa, jika produk memenuhi harapannya, konsumen terpuaskan,
jika melebihi harapannya, maka konsumen akan sangat
senang. Tjiptono (2009 : 20) membagi proses pengambilan keputusan ke dalam tiga jenis, yaitu: a. Pengambilan Keputusan Luas (Extended Decision Making) Pengambilan keputusan ini bermula dari pengenalan masalah konsumen yang dipecahkan melalui pembelian beberapa produk. Untuk keperluan itu, konsumen mencari informasi tentang produk atau merek dan mengevaluasi. Setelah itu keputusan pembelian dan mengevaluasi hasil keputusan tersebut. Proses pengambilan keputusan ini terjadi untuk kepentingan khusus konsumen yang membutuhkan tingkat keterlibatan tinggi, misalnya pembelian produk mahal, mengandung nilai prestige, dan digunakan untuk waktu yang lama.
b. Pengambilan Keputusan Terbatas (Limited Decision Making) Proses pengambilan keputusan ini terjadi apabila konsumen mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternatif produk atau merek berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa mencari informasi baru. Umumnya berlaku untuk pembelian produk-produk yang kurang penting. Dimungkinkan pula terjadi pada kebutuhan yang bersifat emosional atau juga pada environmental needs, misalnya karena bosan atau ingin mencoba yang baru, maka membeli produk baru. c. Pengambilan Keputusan Kebiasaan (Habitual Decision Making) Yaitu konsumen mengenal masalahnya kemudian langsung memutuskan untuk membeli (tanpa evaluasi alternatif). Evaluasi hanya terjadi bila merek yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Produk yang biasa dibeli melalui proses ini antara lain sabun mandi, pasta gigi, makanan ringan, minyak rambut, dan lain-lain. 2.1.6. Pengaruh Brand Image terhadap Keputusan Pembelian Brand Image (citra merek) merupakan salah satu pertimbangan yang ada di benak konsumen sebagai salah satu pertimbangan sebelum melakukan pembelian suatu produk. Brand image merupakan sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen. Dimana asosiasi adalah segala hal yang berkaitan dengan ikatan mengenai merek, (Rangkuti, 2006:43). Image yang diyakini oleh konsumen terhadap suatu merek sangat bervariasi tergantung pada persepsi masing-masing individu. Saat ini masyarakat mulai terbuka wawasannya mengenai kualitas dan performa atas suatu produk. Apabila suatu produk
memiliki brand image positif dan diyakini oleh konsumen dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka dengan sendirinya akan menumbuhkan keputusan pembelian konsumen akan produk yang ditawarkan. Sebaliknya jika brand image suatu produk negatif dimata konsumen, maka keputusan pembelian konsumen terhadap produk tersebut akan berkurang bahkan bisa juga konsumen tidak melakukan pembelian terhadap produk tersebut. 2.1.7. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Keputusan Pembelian Gaya hidup merupakan identitas kelompok. Gaya hidup setiap kelompok akan memiliki ciri-ciri unit tersendiri. Walaupun demikian gaya hidup akan sangat relevan dengan usaha-usaha pemasar menjual produknya. Kecenderungan yang luas dari gaya hidup seperti perubahan peran pembelian dari pria ke wanita, sehingga mengubah kebiasaan, selera dan perilaku konsumen. Dengan demikian perubahan gaya hidup suatu kelompok akan mempunyai dampak yang luas dari berbagai aspek konsumen. Menurut Assael (2008:382) berpendapat bahwa gaya hidup dapat berpengaruh pada pembelian, perubahan kebiasaan, citarasa serta perilaku pembelian konsumen. Gaya hidup mencerminkan sesuatu yang lebih dari kelas sosial di satu pihak dan kepribadian di pihak lain. Artinya lingkungan dimana kita berada akan dapat mempengaruhi perilaku termasuk selera atas suatu produk. Misalnya orang di sekeliling kita menggunakan suatu jenis handphone merek terbaru kita akan tertarik untuk memiliki produk tersebut. Oleh sebab itu sebagai pelaku pasar senantiasa harus dapat beradaptasi terhadap selera ataupun keputusan membeli pelanggan atas produk atau jasa yang dihasilkan. semakin tinggi gaya
hidup seseorang mencerminkan semakin tinggi kelas sosial mereka. Untuk menunjukkan tingginya kelas sosial mereka menginginkan barang-barang yang masih dianggap “mewah” oleh masyarakat disekitarnya sehingga bila mereka menginginkan sebuah produk maka yang dipilih adalah produk yang mempertegas status mereka dimasyarakat. 2.1.8. Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini, peneliti mengambil beberapa sumber referensi dari penelitian sebelumnya yaitu 1. Firdausy (2011) yang melakukan penelitian berkaitan dengan Pengaruh Gaya Hidup Konsumen Dan Brand Image Serta Layanan Purna Jual Terhadap Keputusan Pembelian Blackberry Mobile Phone Di Selular Shop Tunjungan Plaza. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya hidup konsumen, brand image serta layanan purna jual baik secara simultan maupun parsial terhadap keputusan pembelian Blackberry Mobile Phone di Selular Shop Tunjungan Plaza. Sedangkan teknik analisa yang digunakan adalah analisa regresi linier berganda guna menunjukkan besarnya pengaruh pengaruh gaya hidup konsumen, brand image serta layanan purna jual baik secara simultan maupun parsial terhadap keputusan pembelian Blackberry Mobile Phone di Selular Shop Tunjungan Plaza. Hasil pengujian menunjukkan variabel gaya hidup, brand image serta pelayanan purnajual masing-masing berpengaruh signifikan terhadap keputusan membeli Blackberry Mobile Phone pada Selular Shop Tunjungan Plaza Surabaya. 2. Zulfadly (2012) yang melakukan penelitian berkaitan dengan Pengaruh Kualitas Produk, Harga, Dan Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian
Ulang Produk Yakult Di Kota Padang. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Nanggalo, Padang Utara dan Koto Tangah berjumlah 288.525 orang dengan teknik pengambilan\ sampel menggunakan metode area sehingga didapat 150 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Kualitas Produk, Harga, Dan Brand Image masing-masing berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian ulang. 3. Mawarah (2013) yang melakukan penelitian berkaitan dengan Periklanan Dan Citra Merek Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Kendaraan Bermotor Yamaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh dari hubungan antara variabel bebas (independent variable) yang meliputi periklanan dan citra merek terhadap variabel terikat (dependent variable) keputusan pembelian. populasi dari penelitian ini adalah konsumen motor Yamaha PT. Hasjrat Abadi Cabang Manado – Sudirman pada tahun 20072011 sebanyak 74.794 konsumen. Teknik analisa data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil uji menunjukan periklanan dan citra merek berpengaruh signifikan positif terhadap keputusan pembelian motor Yamaha di PT. Hasjrat Abadi Cabang Manado.
2.1.9. Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
BI1 BI2 BI2
Brand Image (BI) (BI
KP1
Keputusan Pembelian (KP)
KP2 KP3
GH1 GH2
Gaya Hidup (GH)
GH2
Gambar 3 Rerangka Pemikiran Untuk memenangkan persaingan, kebijaksanaan dari perusahaan saja tidak cukup. Tetapi perusahaan mampu untuk mengetahui dan memenuhi apa yang menjadi keinginan para konsumen. Dengan kata lain, harus terdapat keseimbangan antara usaha pemasaran perusahaan dengan keinginan dan harapan konsumen terhadap produk yang dipasarkan. Hal ini tercermin dari perilaku konsumen dalam mengkonsumsi produk tersebut. Banyak faktor-faktor yang menjadi pertimbangan konsumen untuk melakukan keputusan pembelian
sebuah produk. Diantaranya brand image.
Brand image merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Konsumen cenderung membeli suatu merek yang sudah dikenal, karena dengan membeli merek yang sudah dikenal, mereka merasa aman terhindar dari berbagai resiko pemakaian dengan asumsi bahwa merek yang sudah dikenal lebih dapat diandalkan Durianto (2008:71). Citra merek (brand image) merupakan sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak konsumen. Asosiasi adalah segala hal yang berkaitan dengan ikatan mengenai merek, (Rangkuti 2006: 43). semakin baik brand image
(citra merek), maka semakin konsumen memberikan pengakuan terhadap kualitas produknya. Konsumen biasanya mengambil keputusan pembelian secara singkat apabila terdapat beberapa merek yang sejenis yang menawarkan manfaat yang sama. Sehingga citra merek sering digunakan sebagai salah satu faktor untuk menentukan keputusan pembelian suatu produk. Selain peranan brand image, faktor gaya hidup merupakan faktor menjadi pertimbangan konsumen untuk melakukan pembelian. gaya hidup adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu mereka (aktifitas) apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikir tentang diri mereka sendiri dan juga dunia yang ada disekitarnya (pendapat). Gaya hidup akan berkembang pada masing-masing dimensi AIO (aktifitas, Interest, Opini). Gaya hidup mempunyai dampak yang utama pada pembelian dan perilaku konsumsi dari konsumen, dari masa kemasa gaya hidup suatu individu dan kelompok masyarakat tertentu akan bergerak dinamis. Namun demikian gaya hidup tidak cepat berubah, sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif permanen, menurut Setiadi (2008:282). Menurut Mowen dan Minor (2008:282) Gaya hidup didefinisikan secara sederhana yaitu bagaimana seseorang hidup. Bagaimana
mereka
membelanjakan
uangnya
dan
bagaimana
mereka
mengalokasikan waktu mereka. Hal ini berhubungan dengan tindakan dan perilaku sejak lahir, berbeda dengan kepribadian, yang menggambarkan konsumen dari prespektif yang lebih internal yaitu karakteristik pola pikir, perasaan dan memandang konsumen. Namun gaya hidup secara berkala menyediakan motivasi dasar dan panduan untuk pembelian tidak secara langsung tetapi secara halus.
2.2. Hipotesis Berdasarkan pada landasan teori yang berupa teori-teori dan pendapat para ahli di atas maka hipotesis yang dikemukakan penulis adalah sebagai berikut: 1. Brand image mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian pada Starbucks Reserve Galaxy Mall Surabaya. 2. Gaya hidup mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian pada Starbucks Reserve Galaxy Mall Surabaya. 3. Brand image mempunyai pengaruh dominan terhadap keputusan pembelian pada Starbucks Reserve Galaxy Mall Surabaya.