BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Definisi Laporan Keuangan Laporan keuangan menurut Kieso, et al (2011:5), “Financial statements are the principal means through which financial information is communicated to those outside an enterprise. The statements provide the company’s history qualified in money terms.” (Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan utama kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan ini menampilkan sejarah perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter). Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan pada Standar Akuntansi Keuangan (2012:1) menyatakan definisi laporan keuangan adalah: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain, serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga.” Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan merupakan pelaporan perusahaan yang dibuat manajemen sebagai tanggung jawab atas penggunaan sumber daya perusahaan yang biasanya berkaitan dengan uang, dan berisi informasi - informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan, bagi para pemakai laporan keuangan internal maupun eksternal meliputi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat. Informasi-informasi yang diberikan dapat digunakan oleh pihak internal maupun eksternal untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan perusahaan, baik itu investasi maupun kebijakan keuangan perusahaan. 11
12 2.1.1.1 Tujuan Laporan Keuangan Kieso, et al (2011:7) menjelaskan bahwa tujuan laporan keuangan adalah: (1) Menyajikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditur yang ada dan potensial serta pemakai lainnya dalam membuat keputusan untuk investasi, pemberian kredit, dan keputusan lainnya. Informasi yang disajikan kepada mereka harus komprehensif dan memiliki pemahaman yang memadai tentang aktivitasaktivitas ekonomi dan bisnis. (2) Menyajikan informasi yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan terutama dalam menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan arus kas masa datang dan menilai kemampuan manajemen untuk melindungi dan mengembangkan modal perusahaan. Tujuan laporan keuangan menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan pada Standar Akuntansi Keuangan (2012:3) adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan tanggung jawab manajemen atas penggunaan sumber- sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Jadi, laporan keuangan bertujuan untuk evaluasi kinerja keuangan secara berkala dan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukannya untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan terhadap keputusan yang diambilnya. 2.1.1.2 Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan yang terdapat dalam Standar Akuntansi Keuangan (2012:5), karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat laporan keuangan berguna bagi penggunanya, yaitu sebagai berikut: (1)
Dapat dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pengguna, yang diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. (2)
Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan membantu mereka
13 mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu. (3) Keandalan Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keandalan yaitu: (a)
Penyajian jujur
Agar dapat diandalkan, informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. (b)
Substansi mengungguli bentuk
Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. (c)
Netralitas
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pengguna, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. (d)
Pertimbangan sehat
Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan liabilitas atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah. (e)
Kelengkapan
Agar dapat diandalkan, informasi dalam laporan keuangan harus lengkap dalam batasan materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan (omission) mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna ditinjau dari segi relevansi. (f)
Dapat dibandingkan
Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan. Laporan keuangan antar entitas juga harus dapat diperbandingkan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang
14 serupa harus dilakukan secara konsisten untuk entitas tersebut, antarperiode entitas yang sama dan untuk entitas yang berbeda. Karakteristik laporan keuangan harus relevan, andal, dapat dipahami, dan dapat dibandingkan agar laporan keuangan dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan keuangan. 2.1.1.3 Pengguna Laporan Keuangan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan pada Standar Akuntansi Keuangan (2012:2) menjelaskan terdapat tujuh pengguna laporan keuangan, yaitu: (1)
Investor
Para investor membutuhkan informasi dalam laporan keuangan untuk mengambil keputusan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen. (2)
Karyawan
Karyawan membutuhkan laporan keuangan untuk mengetahui tentang stabilitas dan profitabilitas perusahaan serta untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pascakerja, dan kesempatan kerja. (3)
Pemberi pinjaman
Pemberi pinjaman membutuhkan laporan keuangan untuk menilai apakah kondisi ekonomi perusahaan cukup memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman. (4)
Pemasok dan kreditor dan usaha lainnya
Pemasok dan kreditor lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. (5)
Pelanggan
Para pelanggan tertarik dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan tersebut terutama jika mereka terlibat perjanjian jangka panjang dengan perusahaan tersebut. (6)
Pemerintah
Pemerintah memerlukan laporan keuangan sebagai bahan pertimbangan untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional, dan sebagainya. (7)
Masyarakat
15 Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (tren) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya. Pengguna laporan keuangan dibagi dua yaitu pihak internal dan eksternal. Biasanya pihak internal memakai laporan keuangan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan dan memikirkan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan kinerja dari perusahaan tersebut. Dan dari pihak eksternal, biasanya pemakai laporan keuangan menggunakannya untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan pemberian kredit, investasi yang akan dilakukan maupun keputusan yang berkaitan dengan keuangan terhadap perusahaan tersebut. 2.1.1.4 Komponen Laporan Keuangan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 1 Paragraf 11 (2012:1.4) dan Weygandt et al (2012), laporan keuangan yang lengkap terdiri atas komponen- komponen sebagai berikut: (1) Laporan laba rugi, yaitu laporan yang menunjukkan hasil usaha dan biaya-biaya selama suatu periode akuntansi. (2) Laporan perubahan ekuitas, yaitu laporan yang menunjukkan sebab-sebab perubahan ekuitas dari jumlah pada awal periode menjadi jumlah ekuitas pada akhir periode. (3) Neraca, yaitu laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu perusahaan pada tanggal tertentu. (4) Laporan arus kas, yaitu laporan yang menunjukkan arus kas masuk dan keluar yang dibedakan menjadi arus kas operasi, arus kas investasi, dan arus kas pendanaan. (5) Catatan atas laporan keuangan sebagai bagian integral dari laporan keuangan. Komponen-komponen laporan keuangan memiliki fungsinya masing-masing dan harus dibuat oleh perusahaan untuk melihat kinerja keuangan perusahaan baik dari sisi aset, hutang, dan lain-lain.
2.1.2 Agency Problem 2.1.2.1 Agency Theory Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest),
16 (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya (Haris, 2004). Konsep agency theory menurut Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Ma’ruf (2006) adalah hubungan atau kontak antara principal dan agent. Principal merupakan pihak yang mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal. Biasanya principal digambarkan sebagai pemegang saham dan agent digambarkan sebagai manajemen yang biasanya mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. 2.1.2.2 Agency Conflict Seringkali agent tidak bertindak sesuai dengan keinginan principal (Jensen dan Meckling,1976), hal ini disebabkan karena adanya perilaku yang cenderung untuk mementingkan
dirinya
sendiri.
Perilaku
mementingkan
diri
sendiri
ini
memungkinkan manajemen bertindak tidak sesuai dengan etika dan dapat merugikan para pemegang saham sebagai principal. Beberapa konflik kepentingan yang terjadi berkaitan dengan pengambilan keputusan yang berbeda seperti keputusan pendanaan dimana investor akan lebih peduli terhadap risiko dari keseluruhan perusahaan tetapi manajer sering kali tidak mempertimbangkan hal tersebut dan manajer cenderung melakukan pengeluaran konsumtif seperti kenaikan gaji dan jabatan yang menguntungkan pribadinya sendiri. Menurut Fama (1980), ada dua alasan yang mendasari hal tersebut yaitu : 1.
Bagian dari kekayaan mereka di dalam spesifik human capital badan
usaha yang membuat kekayaan tersebut menjadi non diversifiable. 2.
Manajer akan terancam reputasinya, demikian juga kemampuan
menghasilkan earning badan usaha, jika badan usaha mengalami kebangkrutan Konflik antara dua kepentingan ini dapat membuat tindakan tidak bermoral dilakukan oleh manajer untuk memenuhi keinginan kedua belah pihak. Hal ini dapat memicu adanya Earnings management dalam laporan keuangan agar laporan keuangan tetap menarik bagi investor walaupun pada kenyataannya laporan keuangan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kinerja perusahaan yang sebenarnya.
17 2.1.2.3 Agency Cost Biasanya untuk menghindari penyimpangan ini, principal membatasi gap kepentingannya dengan memberikan imbalan yang layak kepada agent serta mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring cost) agar agent bertindak sesuai yang diharapkan oleh principal. Teori keagenan mendorong peranan akuntansi dalam menyediakan informasi terutama dalam mengungkap adanya asimetri informasi. Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider ownership), b) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c) meningkatkan sumber pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional holdings). Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk
meningkatkan
meningkatkan kemakmuran
pemegang
kinerja
saham
dan bertanggung
karena
sama-sama
jawab
memiliki
kepentingan yang sejalan. Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu, Moh’d et al, (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar
(outside
shareholders)
yaitu institutional
investor dan shareholders
dispersion dapat mengurangi biaya keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan dalam perusahaan. Jadi, dapat dikemukakan bahwa biaya agen meliputi monitoring cost, biayabiaya yang berkaitan dengan pengelolaan dana perusahaan baik yang melalui ekuitas maupun hutang karena kepentingan pihak-pihak ini banyak yang memiliki tujuan yang saling bertolak belakang dan membuat adanya indikasi perilaku manajemen laba di dalam perusahaan.
18 2.1.3 Asymmetric Information Theory 2.1.3.1 Asymmetric Information Theory Teori ini menjelaskan situasi dimana terdapat perbedaan informasi yang diterima antara manajer dengan investor terkait dengan kondisi perusahaan. Perbedaan tersebut terjadi karena pihak manajemen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan investor. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi manajemen untuk memanipulasi laporan keuangan sebagai usaha untuk memperbesar perusahaannya. Salah satu cara untuk mengurangi permasalahan terkait dengan informasi asimetri ini adalah dengan mengungkapkan informasi yang dapat dipercaya terkait dengan perusahan kepada pihak luar untuk mengurangi ketidakpastian. 2.1.3.2 Tipe Asimetri Informasi a) Adverse selection Jenis asimetri informasi dimana pihak yang melakukan transaksi usaha memiliki informasi lebih banyak apabila dibandingkan dengan pihakpihak lainnya. Contohnya, manajer perusahaan lebih mengetahui mengenai kondisi dan prospek perusahaan untuk ke depannya daripada investor luar. b) Moral hazard Jenis asimetri informasi dimana pihak yang melakukan transaksi usaha mengamati tindakan-tindakan yang mereka lakukan dalam penyelesaian transaksinya, sementara pihak lain tidak. Tipe asimetri informasi ini timbul karena adanya pemisahan kepemilikan dengan pengendalian.
2.1.4 Efisiensi Pasar Pasar yang efisien adalah keadaan dimana keadaan pasar mencerminkan informasi yang digunakan untuk menilai harga. Apabila harga berfluktuasi mengikuti informasi maka pasar telah menjadi efisien. Efisiensi pasar dibagi ke dalam tiga kategori: kategori lemah (weak form), kategori cukup kuat (semi strong form) dan kategori kuat (strong form). Pembedaan ketiga bentuk efisiensi informasi tersebut didasarkan atas jenis data yang digunakan dalam analisis dan valuasi saham. Menurut Jogiyanto, 1993 EficientMarket Hypothesis dibedakan menjadi tiga macam, antara lain:
19 a. Efficient-Market-Hypothesis (Weak Form) Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga-harga dari sekuritas tercermin secara penuh dalam informasi masa lalu. Ini berarti bahwa dalam pasar yang efisiensi lemah, pelaku pasar tidak dapat menggunakan informasi masa lalu dalam mendapatkan keuntungan karena data masa lalu tidak dapat berhubungan dengan nilai sekarang. b. Efficient-Market-Hypothesis (Semi strong form) Pasar dikatakan setengah kuat jika harga-harga sekuritas mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan termasuk informasi dalam laporan keuangan perusahaan. Menurut Jogiyanto (2003), informasi yang dipublikasikan dapat berupa: 1. Informasi yang dipublikasikan yang hanya mempengaruhi harga sekuritas dari perusahaan yang mempublikasikan informasi tersebut. Contohnya : informasi laba, dividen, pengumuman pergantian pemimpin dan lain sebagainya. 2. Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi harga-harga sekuritas sejumlah perusahaan. Contohnya: regulasi untuk meningkatkan kebutuhan cadangan yang harus dipenuhi oleh semua bank. 3. Informasi yang dipublikasikan yang mempengaruhi harga-harga sekuritas semua perusahaan yang terdaftar dalam pasar saham. Contohnya: peraturan akuntansi untuk semua perusahaan. c.
Efficient-Market-Hypothesis (Strong Form) Pasar dikatakan efisiensi dalam bentuk kuat jika harga-harga sekuritas
secara penuh mencerminkan semua informasi yang tersedia termasuk informasi privat. Tidak semua pelaku pasar memiliki informasi privat, hanya sebagian pelaku pasar yang memiliki informasi ini sehingga dapat memperoleh keuntungan tidak normal (abnormal return).
2.1.5 Value Relevance 2.1.5.1 Value Relevance Relevansi nilai (value relevance) informasi akuntansi mempunyai arti seberapa besar informasi akuntansi dapat menggambarkan dan menjelaskan nilai perusahaan (Beaver, 1968 dalam Margani Pinasti, 2004). Penelitian mengenai value relevance menjadi penting karena terdapat klaim yang menyatakan bahwa laporan keuangan berbasis biaya historis telah kehilangan sebagian besar relevansinya bagi investor yang diakibatkan oleh perubahan perekonomian, yaitu dari perekonomian industrial
20 ke prekonomian berteknologi tinggi dan berorientasi jasa (Francis dan Schipper, 1999). Kegunaan informasi akuntansi, khususnya laba, arus kas dan nilai buku semakin memburuk karena dampak perubahan operasi perusahaan dan perubahan kondisi perekonomian tidak terefleksi dalam sistem pelaporan keuangan (Lev dan Zarowin, 1999). Lev (1999) menyebutkan bahwa relevansi nilai akuntansi dicirikan oleh kualitas informasi akuntansi. Francis dan Schipper (1999) memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dengan menyebutkan empat kemungkinan interpretasi konstruk relevansi nilai. Pertama, informasi laporan keuangan mempengaruhi harga saham karena mengandung nilai intrinsik saham sehingga berpengaruh pada harga saham. Kedua, informasi laporan keuangan merupakan nilai yang relevan bila mengandung variabel yang dapat digunakan dalam model penilaian atau memprediksi variabel-variabel tersebut. Ketiga, hubungan statistik digunakan untuk mengukur apakah investor benar-benar menggunakan informasi tersebut dalam penetapan harga, sehingga nilai relevan diukur dengan kemampuan informasi laporan keuangan untuk mengubah harga saham karena menyebabkan investor memperbaiki ekspektasinya. Terakhir, relevansi nilai diukur dengan kemampuan informasi laporan keuangan untuk menangkap berbagai macam informasi yang mempengaruhi nilai saham. Penelitian relevansi nilai dirancang untuk menetapkan manfaat nilai-nilai akuntansi terhadap penilaian ekuitas perusahaan. Konsep relevansi nilai tidak terlepas dari kriteria relevan dari standar akuntansi keuangan karena jumlah suatu angka akuntansi akan relevan jika jumlah yang disajikan merefleksikan informasiinformasi yang relevan dengan penilaian suatu perusahaan (Sekar Mayang Sari, 2004). Meningkatnya persaingan informasi di pasar modal menyebabkan pentingnya mengetahui komponen-komponen laporan keuangan. Di sinilah letak kegunaan value relevance: menggambarkan kegunaan informasi laporan keuangan bagi investor relatif terhadap seluruh informasi yang digunakan oleh investor pada pasar modal (Lev dan Zarowin, 1999). Juniarti (2005) membandingkan antara laba dan cash flow manakah yang memiliki value
relevance,
penelitian
tersebut
membuktikan
bahwa
pada
tahap growth, cash flow lebih memiliki value relevance dibanding laba. Tetapi, untuk tahap mature, laba tidak dapat dibuktikan memiliki value relevance dibanding cash flow. Beaver (1968) dalam Margani Pinasti (2004) telah memberikan defenisi relevansi nilai sebagai kemampuan menjelaskan (explanatory power) dari informasi
21 akuntansi dalam kaitannya dengan nilai perusahaan. Gu (2002) memberikan definisi yang tidak jauh berbeda, yaitu relevansi nilai adalah kemampuan menjelaskan (explanatory power) informasi akuntansi terhadap harga saham atau return saham. Dalam perkembangannya, penelitian-penelitian mengenai relevansi nilai memang diarahkan untuk menginvestigasi hubungan empiris antara nilai pasar modal (stock market value) dengan berbagai angka akuntansi, yang dimaksudkan untuk menilai kegunaan angka-angka akuntansi itu dalam penilaian ekuitas. Pengujian hubungan antara informasi akuntansi dengan nilai saham memerlukan suatu model penilaian. Terdapat dua tipe model penilaian yang umumnya digunakan untuk menginvestigasi hubungan tersebut, yaitu model harga (price model) dan model return (return model) yang dikenal sebagai model informasi linier (linier informasi model). Pengujian ini dikembangkan oleh Ohlson (1995). Francis dan Schipper (1999) dalam Linda dan Syam (2005) mengungkapkan alternatif interpretasi dari relevansi nilai informasi keuangan antara lain : 1. Informasi keuangan mempengaruhi harga saham dengan melihat nilai intrinsik saham berdasarkan pergerakan harga saham, terutama harga saham penutupan. 2. Informasi keuangan merupakan nilai relevan, jika informasi tersebut berisi variabel-variabel yang digunakan dalam model penilaian atau membantu dalam memprediksi variabel-variabel tersebut. 3. Nilai relevan akan diukur oleh kemampuan informasi laporan keuangan untuk mengubah semua informasi yang ada dalam pasar. Interpretasi ini menyatakan bahawa nilai relevan diukur berkenaan dengan “informasi” yang menyatakan secara tidak langsung bahwa informasi nilai yang relevan mengubah harga saham, karena informasi tersebut membuat investor merevisi ekspetasi mereka. Untuk melihat relevansi nilai ini dengan menggunakan hubungan statistik antara informasi keuangan dengan market value 4. Nilai relevan diukur berdasarkan kemampuan informasi laporan keuangan yang dapat mempengaruhi harga saham, dimana laporan keuangan tidak harus menjadi informasi awal. 2.1.5.2 Perhitungan Value Relevance Terdapat 2 model pengukuran nilai data akuntansi yaitu price model dan return model (Kothari dan Zimmerman, 1995). Price model merupakan cara pengukuran dengan menguji hubungan antara stock price, book value, dan earnings. Sedangkan return model merupakan cara pengukuran dengan menguji hubungan antara stock
22 return, earnings, dan perubahan earnings. Ketika price model digunakan sebagai cara untuk mengukur relevansi nilai, maka nilai R2 akan lebih besar dibandingkan dengan penggunaan return model untuk pengujian penelitian yang sama. Penggunaan Price Model akan memperlihatkan relevansi nilai akuntansi yang akan berguna untuk penilaian ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan sedangkan penggunaan return model hanya memperlihatkan sedikit gambaran untuk pasar saham. Untuk mengukur relevansi nilai akan digunakan price model yang didasarkan pada penelitian Ohlson (1995) dengan rumus sebagai berikut : Pt = Dimana : Pt = harga saham ban usaha pada tahun t Xt = laba untuk periode t bt = nilai buku dari ekuitas pada tahun t
2.1.6 Laba Akuntansi 2.1.6.1 Definisi Laba Menurut Suwardjono (2008:460), laba akuntansi adalah: “Laba akuntansi adalah laba dari kaca mata perekayasa akuntansi atau kesatuan usaha karena keperluan untuk menyajikan informasi secara objektif dan terandalkan.” Menurut Ahmed Riahi-Belkaoui (2004:480), laba akuntansi adalah: “Perbedaan antara pendapatan yang direalisasi yang timbul dari transaksi periode tersebut dan biaya historis yang sepadan dengannya.” Jadi, laba merupakan hasil dari pengelolaan keuangan dimana laporan keuangan surplus dari periode sebelumnya yang menggambarkan adanya pendapatan lebih dari pengeluaran yang dilakukan untuk aktivitas perusahaan, investasi, dan pendanaan. 2.1.6.2 Konsep Laba Menurut Hendriksen dan Brenda (2001:311-319), terdapat 3 konsep laba yaitu: (1)
Konsep laba pada tingkat sintaktik/struktural
Laba Akuntansi merupakan pengukuran yang baik atas prestasi perusahan dan bahwa laba akuntansi digunakan dalam memprediksi arus kas yang akan datang (FASB SFAC No.1) . Ada 2 pengukuran laba yang digunakan yaitu: (a)
Pendekatan transaksi terhadap pengukuran laba
23 Merupakan pendekatan yang lebih konvesional yang digunakan oleh para akuntan. Pendekatan ini melibatkan pencatatan perubahaan dalam penilaian aktiva dan kewajiban bahwa perubahan ini tidak diperhitungkan apabila perubahan ini timbul dari perubaahan penilaian pasar atau perubahan harapan belaka. (b)
Pendekatan kegiatan terhadap pengukuran laba Pendekatan ini berfokus pada deskripsi kegiatan perusahaan daripada pelaporan
transaksi. Artinya, laba dianggap timbul bila kegiatan atau kejadian tertentu terjadi, dan bukan hanya pada hasil transaksi tertentu. Salah satu keunggulan pendekatan ini adalah pendekatan ini memungkinkan pengukuran beberapa konsep laba yang berbeda, yang dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda-beda. (2)
Konsep laba pada tingkat semantik
Pemegang saham, khususnya pemegang saham biasa berkepentingan dalam efisiensi manajemen. Para pemegang ekuitas yang sekarang dapat melakukan langkahlangkah yang perlu untuk memperoleh manajemen baru, jika manajemen yang sekarang tidak beroperasi secara efisien, atau mereka dapat memberikan bonus kepada manajemen yang efisien. Pemegang saham prospektif akan berusaha mengevaluasi efisiensi manajemen sebelum berinvestasi atau memberi nilai saham perusahaan. Efisiensi adalah suatu istilah yang relatif dan hanya mempunyai arti bila dibandingkan dengan yang ideal atau beberapa dasar lain. (3)
Konsep laba pada tingkat pragmatik
Berkaitan dengan proses keputusan para investor dan kreditor, reaksi pasar surat berharga di pasar yang terorganisasi terhadap pelaporan laba, keputusan pengeluaran modal dari manajemen, dan reaksi umpan balik manajemen dan para akuntan. 2.1.6.3 Earnings Per Share Darmadji dan Fakhuruddin (2001) mengatakan : “bahwa yang dimaksud dengan Earning per share (EPS) adalah rasio yang menunjukkan seberapa besar keuntungan (return) yang diperoleh investor atau pemegang saham per saham.” Sedangkan menurut Halim (2003) menyatakan bahwa:“Earning per share (EPS), adalah perbandingan antara keuntungan bersih setelah pajak yang diperoleh emiten dengan jumlah saham yang beredar.” Menurut Marpaung (2003) Earning per share ialah : “Laba per lembar saham (earning per share) merupakan keuntungan yang diperoleh dari pembagian laba bersih setelah pajak (EAT) dengan total saham” Earning per share menurut Siamat
24 (2004) adalah sebagai berikut; “Earning per share (EPS) adalah laba bersih yang berhasil diperoleh perusahaan untuk setiap unit saham selama suatu periode tertentu” Menurut Tandelilin (2001), “Earning per share atau laba per lembar saham menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan atau jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Bagi para investor, informasi EPS merupakan informasi yang paling mendasar dan berguna, karena bisa menggambarkan prospek earning perusahaan di masa mendatang.” Menurut PSAK 56 (2009), EPS merupakan data yang digunakan sebagai alat untuk analisis keuangan. Dari EPS, akan terlihat kinerja badan usaha yang dikaitkan dengan jumlah saham beredar ketika dihubungkan dengan harga saham.
2.1.7 Nilai Buku Tryfino (2009:9) mengatakan bahwa Book value (BV) adalah nilai/harga buku per lembar dari suatu saham yang diterbitkan. Book value per lembar saham yang diterbitkan pada dasarnya mewakili jumlah aset/ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Nilai buku (Book value) per lembar saham menunjukkan aktiva bersih (net asset) yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Karena aktiva bersih adalah sama dengan total ekuitas pemegang saham, maka nilai buku per lembar saham adalah total ekuitas dibagi dengan jumlah saham yang beredar. (Jogiyanto 2003:82). Pengertian Price to Book value menurut Husnan, S dan Pudjiastuti (2006:258) : “Price to Book value merupakan perbandingan antara harga pasar dan nilai buku saham. Untuk perusahaan – perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya rasio ini mencapai di atas satu, yang menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Semakin besar rasio PBV semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal relatif dibandingkan dengan dana yang telah ditanamkan di perusahaan.” Rasio ini berfungsi untuk melengkapi analisis Book value. Jika pada analisis Book value, investor hanya mengetahui kapasitas per lembar saham, pada rasio PBV investor dapat mengetahui langsung sudah berapa kali market value suatu saham dihargai dari book value-nya. Sawir (2002:22) berpendapat bahwa rasio Price to Book value menggambarkan nilai pasar keuangan terhadap manajemen dan
25 organisasi dari perusahaan yang sedang berjalan (going concern). Suatu perusahaan yang berjalan baik dengan staf manajemen yang kuat dan organisai yang berfungsi kurangnya sama dengan nilai buku aktivanya.
2.1.8 Manajemen Laba Scott (2000) menyatakan bahwa “Earnings management is the choice by a manager of accounting policies so as to achive some specific objective”. Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa manajemen laba merupakan pilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk berbagai tujuan spesifik. Terdapat dua cara untuk melihat perilaku manajemen laba yaitu perilaku opportunistic manajemen untuk memaksimumkan utilitas mereka mengenai kompensasi, debt contract, dan political cost; serta manajemen laba dari perspektif efficient contracting. Healy (1985) menyatakan bahwa ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendeteksi perilaku manajemen me-manage laba yaitu mengontrol jenis akrual, dimana akrual secara luas didefinisikan sebagai porsi item penerimaan dan pengeluaran
(revenue
and
expenses) pada
laporan
laba-rugi
yang
tidak
direpresentasikan oleh arus kas; dan kedua, perubahan kebijakan akuntansi. Kebijakan manajemen yang didasari oleh motivasi opportunistic cenderung melakukan manipulasi laba melalui berbagai macam dimensi, seperti dimensidimensi earning opacity: earnings aggressiveness, loss avoidance, dan earnings smoothing (Bhattacharya et al., 2003). Earnings aggressiveness adalah output dari kebijakan aggressive accounting dan merupakan cara terbaik yang digunakan oleh manajemen dalam memanipulasi laba, terutama dengan cara meningkatkan laba secara temporer (Penman, 2003). Kothari (2001) menyatakan bahwa dampak dari perusahaan yang melakukan aggressive accounting adalah nilai buku sekarang (current book value) aktiva dan laba lebih tinggi daripada nilai yang sesungguhnya. Beaver (2002) juga menunjukkan bahwa dalam manajemen akrual, perusahaan dapat melakukan manajemen laba melalui beberapa karakteriksik perusahaan (seperti: overstate earnings, loss avoidance, dan income smoothing). Motivasi manajemen akrual dikelompokkan ke dalam motivasi opportunistic dan signaling. Motivasi opportunistic mendorong manajemen menyajikan laporan keuangan (khususnya laporan laba) lebih tinggi daripada yang sesungguhnya (Penman, 2003). Manajemen yang opportunistic melakukan smoothing laba
26 mempunyai harapan bahwa kompensasi (reward) yang diterima dapat memuaskan dan adanya jaminan kompensasi dalam jangka panjang. Sesuai dengan literatur income smoothing, manajemen lebih banyak menggunakan metode akuntansi untuk mengurangi fluktuasi laba daripada memaksimalkan atau meminimalkan laba (Moses, 1987). Tindakan ini dilakukan untuk menjaga stabilitas laporan laba dari waktu ke waktu dengan harapan kinerja perusahaan dipandang sustainable. Motivasi opportunistic dapat dilakukan oleh manajemen melalui kebijakan aggressive accounting yang mengarah pada overstate earnings (earnings aggressiveness) dan earnings smoothing. Bhattacharya et al. (2003) menyatakan bahwa earnings aggressiveness dan earnings smoothing akan menciptakan earnings opacity. Pada teori keagenan, manajemen berkewajiban meningkatkan kemakmuran pemegang saham (principals); dan pada sisi lain, manajemen juga mempunyai harapan untuk meningkatkan utilitas dan insentif yang akan diterima oleh manajemen melalui kompensasi. Pada motivasi signaling, manajemen melakukan manajemen laba dalam rangka memberikan sinyal kemakmuran pemegang saham. Pada motivasi signaling ini, manajemen harus dapat menyajikan laporan yang mempunyai kualitas tinggi (persisten). Persistensi laba mengandung makna bahwa laba saat ini dapat digunakan sebagai indikator laba periode berikutnya. Berbagai konsep tersebut disajikan secara mendalam berikut. Jadi, manajemen laba dilakukan manajemen dalam rangka mempercantik laporan keuangan agar tetap menarik bagi investor dan pemakai laporan keuangna eksternal supaya posisi keuangan dari perusahaan terlihat baik. 2.1.8.1 Bentuk Manajemen Laba Bentuk manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im dalam Pramudji dan Trihartati (2010) adalah : 1.
Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi
Cara manajemen untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, dan estimasi biaya garansi. 2.
Mengubah metode akuntansi
Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk memcatat suatu transaksi. 3.
Menggeser periode biaya atau pendapatan
27 Beberapa orang menyebut rekayasa jenis ini sebagai manipulasi keputusan operasional (Fisher dan Rosenzweig, 1995). Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian sampai periode akuntansi berikutnya.
Pola manajemen laba yang lain menurut Scott (2014: 447) adalah: 1.
Taking a Bath
Taking a bath terjadi selama periode di mana perusahaan mengalami kondisi reorganisasi seperti pemilihan CEO baru. Teknik ini mengakui biaya-biaya pada periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan ketika perusahaan dalam keadaan buruk yang tidak menguntungkan dan tidak bisa dihindari pada periode berjalan. Manajemen akan menghapus beberapa aktiva, membebankan perkiraanperkiraan biaya mendatang. Akibatnya, laba pada periode berikutnya akan lebih tinggi dari seharusnya. 2. Income
Income Minimization minimization
hampir
sama
dengan
taking
a
bath.
Income
minimizationbiasanya dilakukan pada saat perusahaan memperoleh laba yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis.Kebijakan yang diambil dapat berupa pembebanan pengeluaran iklan, riset, dan pengembangan yang cepat dan sebagainya. 3.
Income Maximization
Tindakan atas income maximization bertujuan untuk mendapatkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan dan untuk menghindar dari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang.Income maximization dilakukan dengan cara mempercepat pencatatan pendapatan, atau menunda biaya dan memindahkan biaya untuk periode lain. 4.
Income Smoothing
Income smoothing merupakan cara yang paling popular dan sering dilakukan. Pihak manajemen dengan sengaja menurunkan atau meningkatkan laba untuk mengurangi gejolak dalam pelaporan laba, sehingga perusahaan terlihat stabil atau tidak berisiko tinggi.
28 2.1.9 Saham 2.1.9.1 Definisi Saham Menurut Tjiptono Darmadji dan Hendry M. Fakhruddin (2006:6), saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang
atau badan
dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (PT). Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Saham yang merupakan bukti pemilikan PT mempunyai beberapa hak sebagai berikut: (1)
Hak untuk berpartisipasi dalam menentukan arah dan tujuan perusahaan,
yaitu melalui hak suara dalam rapat pemegang saham (2)
Hak untuk memperoleh laba dari perusahaan dalam bentuk dividen yang
dibagi oleh perusahaan (3)
Hak untuk membeli saham baru yang dikeluarkan perusahaan agar proporsi
pemilikan saham masing-masing pemegang saham dapat tidak berubah (4)
Hak untuk menerima pembagian aktiva perusahaan dalam hal perusahaan
dilikuidasi 2.1.9.2 Harga Saham Harga pasar saham menurut Kieso et al (2011a:533), mencerminkan penilaian subjektif dari ribuan pemegang saham dan prospective investors tentang potensi perusahaan untuk mendapatkan laba dan dividen di masa mendatang. Bodi, Kane, dan Markus (2008) menyatakan bahwa perubahan harga saham dapat dianalisa dengan mempertimbangkan dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam dan dari luar perusahaan. Faktor dari dalam perusahaan meliputi seluruh hal yang berkaitan dengan kondisi internal perusahaan, seperti siklus bisnis perusahaan, kualitas manajemen, dan keadaan keuangan perusahaan. Faktor dari luar perusahaan meliputi seluruh hal yang berkaitan dengan eksternal perusahaan, seperti keadaan ekonomi global, kondisi makroekonomi, kebijakan pemerintah, kebijakan moneter, kondisi pasar modal, kondisi industri, dan lain-lain. 2.1.9.3 Jenis Saham Dalam transaksi jual-beli di Bursa Efek, saham merupakan instrumen yang paling dominan diperdagangkan. Saham dapat dibedakan antara saham biasa (common stocks) dan saham preferen (preferred stocks).
29 (1)
Saham Biasa (Common Stocks)
Saham biasa adalah efek dari pernyataan pemilikan (equity security) dari badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas. Saham biasa memberikan jaminan untuk turut serta dalam pembagian laba dalam bentuk dividen, apabila perusahaan tersebut memperoleh laba. (2)
Saham Preferen (Preferred Stocks)
Merupakan saham yang mempunyai sifat gabungan antara obligasi dan saham biasa. Adapun ciri-ciri dari saham preferen menurut Dahlan Siamat (1995:385) yaitu memiliki hak paling dahulu memperoleh dividen, tidak memiliki hak suara, dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus, dan memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditur apabila perusahaan dilikuidasi.
2.2
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai landasan penelitian ini, antara lain:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No
Judul
Peneliti
1.
Masalah
Aulia dan
Keagenan Aliran
Variabel
Metode Penelitian
Kesimpulan
Dependen :
a.
Ulfi
Harga
Manajemen
(2010)
Saham
laba
Independen : Regresi
menurunkan
dan Relevansi
Manajemen
relevansi
Nilai Informasi
Laba,
nilai
Earnings
informasi
Per Share,
akuntansi,
Book Value,
baik laba
Free Cash
maupun nilai
Flow, Price
buku
to Book
b. Pengaruh
Ratio
negatif
Kas Bebas, Manajemen Laba
Akuntansi
berganda
30 manajemen laba terhadap relevansi informasi akuntansi lebih besar pada perusahaan yang memiliki Free Cash Flow Agency Conflict yang menyebabkan investor bereaksi lebih negatif dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki Free Cash Flow Agency Conflict
31 2.
Dampak
Hadri
Dependen:
Kusuma
Book Value
terhadap
EPS
seluruh
Relevansi
Independen:
perusahaan
Informasi
Earnings
pada
Akuntansi: Bukti
Management
2003-2005
Manajemen Laba terhadap
(2006)
Regression Penelitian
tahun
Empiris dari
menyatakan
Indonesia
bahwa manajemen laba
tidak
memiliki relevansi nilai
laba
maupun nilai buku. 3.
Changes In The
Collins et
Dependen :
Value Relevance
al (1997)
Harga
relevansi
Saham
nilai
Independen :
earnings dan
Earnings
book
value
Per Share,
yang
selalu
Book Value
meningkat
of Earnings and Book Values Over The Past Forty Years
Regresi
Terdapat
antara
selama periode penelitian yang dilakukan.
32 4.
The Effect of
Rahman
Dependen:
Regresi
Free cash flow
dan Saleh
Price
hubungan
Agency problem
(2008)
Independen:
negatif Free
On The Value
Free Cash
Cash
Relevance of
Flow
Agency
Earnings and
Agency
Problem
Book Value di
Problem
dengan
Malaysia
Terjadi
Flow
relevansi earnings dan book value
5.
Pengaruh
Yusriati
Penetapan
Nur
Corporate
Farida,
Governance
Dependen :
Regresi
Pengaruh
Kinerja
earnings
Keuangan
management
Yuli
Independen :
terhadap
terhadap
Prasetyo,
Manajemen
kinerja
timbulnya
dan Eliada
laba dan
perbankan
Earnings
Herwiyanti GCG
Management
(2010)
tidaklah terbukti karena pertumbuhan laba perbankan tidak mampu sepenuhnya memberikan penjelasan mengenai kondisi keuangan suatu bank.
2.3 Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka peneliti membuat kerangka teoritis sebagai berikut:
33 Gambar 2.1 Kerangka Teoritis (Sesuai Ohlson Price Model) EPS BV
Price
EM Interaksi Earnings Management dan Earnings Per Share
H1 H2
Interaksi Earnings Management dan Book Value Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan: a)
Variabel dependen Price of stocks
b)
Variabel independen:
1.
Earnings Per Share
2.
Book Value
3.
Earnings Management
4.
Interaksi Earnings Management dan EPS
5.
Interaksi Earnings Management dan BV
2.3.1 Hubungan earnings dan book value dengan harga saham Earnings dan book value memiliki hubungan relevansi, hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Collins et al (1997) dengan menggunakan price model dimana relevansi antara earnings dan book value meningkat ketika relevansi nilai incremental dari laba “bottom line” menurun menyebabkan relevansi nilai book value meningkat. Begitu pula pada penelitian yang dilakukan oleh Linda dan Syam (2005) yang melakukan penelitian tentang hubungan informasi laba akuntansi. Pada penelitian tersebut memperlihatkan relevansi nilai informasi akuntansi karena para investor menggunakan informasi-informasi yang ada sebagai dasar ekspektasi masa depan. Dan pada penelitian Almilia dan Sulistyowati (2007) memperlihatkan pula bahwa laba menjadi tidak relevan pada saat perusahaan mengalami kerugian dan krisis sehingga book value dijadikan sebagai dasar penilaian. Berdasarkan hasil regresi secara parsial dari penelitian Almilia dan Sulistyowati (2007) membuktikan bahwa ketika masa non-krisis maka laba dan arus
34 kas berpengaruh signifikan terhadap harga saham namun saat krisis maka nilai buku yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham.
2.3.2 Hubungan Manajemen Laba dan Informasi Akuntansi Penelitian akuntansi telah memberi perhatian kepada pengaruh manajemen laba terhadap relevansi nilai informasi akuntansi (Whelan dan McNamara, 2004; Habib, 2004). Hal ini karena, menurut Lang et al. (1991), manajemen laba bisa dijadikan proksi kepada kualitas informasi akuntansi. Manajemen laba yang tinggi bisa berarti bahwa terdapat kecenderungan manajemen untuk secara oportunis memanipulasi laporan keuangan. Implikasinya ialah manajeman laba bisa mengurangi relevansi informasi akuntansi. Manajemen laba yang bertujuan untuk memanipulasi laporan keuangan yang dapat menurunkan relevansi nilai karena hal tersebut mengurangi kemampuan investor dalam memprediksi harga saham (nilai pasar perusahaan). Whelan dan McNamara (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh manajemen laba terhadap relevansi nilai informasi akuntansi. Mereka menemukan bahwa manajemen laba mengurangi relevansi nilai laba. Hal ini karena investor menganggap manajemen laba sebagai isyarat mengenai rendahnya kualitas laba. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Habib (2004) yang mengkaji pengaruh manajemen laba terhadap relevansi nilai informasi akuntansi untuk data di pasar modal Jepang. Habib (2004) menyatakan bahwa jika investor menganggap manajemen laba sebagai suatu bentuk perilaku oportunis, maka investor akan bereaksi negatif. Hal ini dilihat dari turunnya relevansi nilai informasi akuntansi. Hasil penelitian Habib (2004) menunjukkan bahwa manajemen laba mengurangi relevansi nilai informasi akuntansi. Maka itu penulis merumuskan dua hipotesis yang yaitu : H1 : Manajemen laba memiliki pengaruh terhadap relevansi nilai laba perbankan dan lembaga keuangan non perbankan H2
:
Manajemen laba memiliki pengaruh terhadap relevansi nilai buku
perbankan dan lembaga keuangan non perbankan