BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Investasi 2.1.1 Pengertian Investasi Menurut Hartono (2011) investasi adalah suatu bentuk penundaan konsumsi saat ini yang dimasukan kedalam proses produksi yang produktif dan hasilnya digunakan untuk konsumsi masa depan. Sementara itu, mengacu pada pendapat Sunariyah (2011:4) pengertian investasi dapat dikemukakan sebagai: “Usaha seseorang untuk menanamkan modalnya pada satu atau lebih asset dengan harapan akan mendapat keuntungan dari penanaman modal tersebut”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. Pada umumnya keinginan seseorang untuk berinvestasi didasari oleh tiga motif, yaitu: untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang, mengurangi tekanan inflasi , serta sebagai dana untuk menghemat pajak. Mengacu pada pendapat Sunariyah (2011) investasi dikelompokan ke dalam 2 jenis, yang pertama adalah investasi dalam bentuk asset berwujud, seperti emas, property, ataupun barang-barang antic. Dan yang kedua adalah investasi dalam bentuk financial asset, seperti saham, obligasi, atau surat berharga lainya.
2.1.2 Return Pada
umumnya
tujuan
utama
investor
dalam
berinvestasi
adalah
memaksimalkan return, namun tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus
9
dihadapinya. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Mengacu pada pendapat Hartono (2011) return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi, return dibedakan menjadi tiga. Pertama, return yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan historis. Kedua, return yang diharapkan (Expected return) akan diperoleh investor dimasa mendatang, dan yang ketiga adalah return total yang merupakan selisih dari untung (rugi) dari suatu investasi.
Masih mengacu pada Hartono (2011) return realisasi merupakan return yang telah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis untuk digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return realisasi ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) yang merupakan return yang diharapkan oleh investor di masa yang akan datang. Return realisasi diukur dengan menggunakan return total (total return), relative return, kumulatif return (return comulative), dan return yang disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu yang terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan selisih untung (rugi) dari harga investasi saat ini, dengan harga pada periode yang lalu.
2.1.3 Risk Mengacu pada pendapat Hartono (2011) seorang investor hendaklah tidak hanya menghitung return saja untuk suatu investasi. Risiko dari investasi juga perlu diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan.
10
Risk atau risiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas, risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diinginkan atau berlawanan dari yang diinginkan. Menurut pendapat Pasaribu (2008:2) ada 2 jenis risiko yang ditimbulkan dari berinvestasi di pasar modal yaitu : Systematic risk and unsystematic risk. Systematic risk as part of the change n assets that can be connected to the common factor which is also referred to as market risk or risks which cannot be divided. Systematic risk is the minimum level of risk that can be obtained for a portfolio through diversification of a large number of randomly chosen assets. Unsystematic risk is the risk that is unique to the company, such as labor strikes by the workers' firm, natural disasters that befall the company, and other similar”. Yang artinya : Risiko terbagi menjadi risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. risiko sistematis adalah bagian dari perubahan aktiva yang dapat dihubungkan kepada faktor umum yang juga disebut sebagai risiko pasar atau risiko yang tidak dapat dibagi. Risiko sistematis merupakan tingkat minimum risiko yang dapat diperoleh suatu portofolio melalui diversifikasi sejumlah besar aktiva yang dipilih secara acak. Risiko tidak sistematis adalah risiko yang unik bagi perusahaan, seperti pemogokan kerja oleh pekerja perusahaan, bencana alam yang menimpa perusahaan, dan sebagainya”.
Namun menurut pendapat Tandelilin (2010) pada dasarnya risiko terbagi dalam tiga jenis yaitu systematic risk, unsystematic risk, serta total risk. Systematic risk, disebut juga dengan market risk atau risiko umum. Risiko sistematis adalah risiko yang
bisa di diversifikasikan atau risiko yang sifatnya mempengaruhi secara
menyeluruh. Sedangkan unsystematic risk, disebut juga dengan risiko spesifik atau risiko yang tidak dapat di diversifikasikan. Risiko yang tidak sistematis hanya membawa dampak pada perusahaan yang terkait saja. Jika suatu perusahaan mengalami unsystematic risk maka kemampuan untuk mengatasinya masih akan bisa dilakukan, karena perusahaan bisa menerapkan berbagai strategi untuk
11
mengatasinya. Total risk adalah gabungan atau penjumlahan antara systematic risk dan unsystematic risk.
2.2 Pasar Modal 2.2.1 Pengertian Pasar Modal Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, pasar modal di definisikan sebagai “Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Hartono (2011:29), mengartikan: “Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal merupakan tempat bertemunya antara pembeli dan penjual dengan risiko untung dam rugi”. Pada dasarnya pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (pemerintah), sebagai kegiatan berinvestasi. Dengan demikian pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan lainnya. Pasar modal yang maju dan berkembang merupakan impian banyak negara. Untuk itu mereka berlomba memajukan pasar modal melalui berbagai kebijakan. Mengacu pada pendapat Darmadji, dan Fakhruddin (2011) pasar modal memiliki peran besar bagi perkonomian dan bisnis suatu negara, karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus: fungsi perekonomian dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi perekonomian karena pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer, pihak yang menerbitkan efek atau emiten). Dengan adanya pasar modal, maka pihak yang
12
memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbal hasil (return), sedangkan pihak issuer dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbal hasil bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Selain yang telah disebutkan di atas, Menurut Darmadji, dan Fakhruddin, (2011:2), pasar modal memberikan 5 manfaat yaitu : Pertama, memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi. Kedua, menyediakan leading indicator bagi tren ekonomi suatu negara. Ketiga, memungkinkan penyebaran kepemilikin perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah. Keempat, menciptakan lapangan kerja/ profesi yang menarik. Kelima, membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha dan memberikan akses control social. 2.2.2 Saham Menurut Darmadji, dan Fakhruddin (2011) saham adalah suatu tanda penyertaan atas pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang atau lembagadisebut pemilik perseroan jika mereka memiliki saham di perseroan tersebut. Menurut pendapat Darmadji, dan Fakhruddin (2011) Jika ditinjau dari dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas 2 jenis, yaitu : saham biasa (common stock) yaitu saham yang menempatkan pemiliknya pada posisi paling junior dalam pembagian dividend dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut di likuidasi. Yang kedua adalah saham preferren (preferred stock), yaitu saham memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi bisa juga tidak mendatangkan hasil seperti yang diinginkan investor.
13
2.2.2.1 Keuntungan Membeli Saham Darmadji, dan Fakhruddin, (2011:9). Menjelaskan bahwa ada tiga keuntungan yang diperoleh ketika seorang investor membeli atau memiliki saham, yaitu: Dividend, capital gain, dan saham bonus. Dividend, adalah pembagian keuntungan yang diberikan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan oleh perseroan. Dividend yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividend tunai dalam jumlah rupiah tertentu, atau dapat pula berupa dividend dalam bentuk saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang investor akan bertambah dengan adanya pembagian dividend tersebut. Sedangkan captal gain, merupakan selisih antara harga beli dengan harga jual. Dimana hal ini terbentuk melalui aktifitas perdagangan saham di pasar sekunder. Dan saham bonus (jika ada), adalah saham yang dibagikan perusahaan kepada pemegang saham yang diambil dari agio saham. Agio saham adalah selisih antara harga jual terhadap harga nominal saham pada saat perusahaan melakukan penawaran umum di pasar perdana.
2.2.2.2 Risiko Membeli Saham Saham dikenal dengan kharakteristik imbal hasil yang tinggi, juga risiko yang tinggi (high risk high return). Artinya, saham merupakan surat berharga yang memberikan potensi keuntungan dan risiko yang tinggi. Di pasar sekunder atau dalam aktifitas perdagangan saham sehari-hari harga saham mengalami fluktuasi naik maupun turun. Hal tersebut dapat membuat investor mengalami kerugian. Adapun menurut pendapat Darmadji, dan Fakhruddin, (2011) terdapat beberapa risiko investor dalam berinvestasi disaham, pertama tidak mendapat dividend, potensi
investor untuk mendapatkan dividend sangat tergantung dari kinerja perusahaan. Jika perusahaan mengalami kerugian maka perusahaan tidak dapat membagikan dividend. Kemudian yang kedua, capital loss, ada kalanya investor harus menjual saham dengan harga yang lebih rendah dari pada harga beli. Hal ini biasanya dilakukan untuk menghindari potensi kerugian semakin besar seiring terus menurunnya harga saham (cut loss). Selanjutnya yang ketiga, perusahaan gulung tikar atau di likuidasi, dalam kondisi perusahaan di likuidasi, maka pemegang saham akam menempati posisi lebih rendah dibandingkan kreditor atau pemegang obligasi. Maka 14
kemungkinan investor untuk mendapatkan haknya semakin kecil. Dan yang keempat Saham dikeluarkan dari bursa, saham perusaham yang di-delist dari bursa biasanya mempunyai kinerja yang buruk . serta yang terakhir, saham diberhentikan sementara, biasanya saham yang di-suspend adalah saham yang mengalami suatu kondisi yang tidak wajar. Suspend biasanya berlangsung dalam waktu yang relative singkat.
2.3 Index LQ-45 Hartono (2011:101), memberikan definisi sebagai berikut: “Index adalah sebuah indikator untuk mengamati pergerakan harga dari sekuritas-sekuritas”. Index berfungsi sebagai indikator tren pasar, artinya pergerakan index menggambarkan kondisi pasar pada saat aktif atau lesu. Mengacu pada pendapat Darmadji, dan Fakhruddin, (2011), Sebuah index diharapkan memiliki 5 fungsi. Pertama, sebagai indikator tren pasar. Kedua, sebagai indikator tingkat keuntungan. Ketiga, sebagai tolak ukur kinerja suatu portofolio. Keempat, memfasilitasi pembentukan strategi portofolio pasif. Kelima, memfasilitasi berkembangnya produk derivative. Menurut Hartono (2011) pasar modal di Indonesia masih tergolong pasar modal yang transaksinya tipis, hal ini dikarenakan banyak saham yang sebagian besar kurang aktif diperdagangkan. Untuk itu pada tanggal 24 Februari 1997 diperkenalkan index LQ-45 (Liquid-45). Index ini terdiri atas 45 saham pilihan dengan mengacu pada dua variabel, yaitu likuiditas perdagangan dan kapitalisasi pasar. Bursa Efek Indonesia secara rutin memantau perkembangan kinerja komponen saham yang masuk dalam penghitungan index LQ45. Setiap tiga bulan sekali dilakukan evaluasi atas pergerakan urutan saham-saham tersebut, dan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus)., terdapat saham-saham baru yang masuk dalam LQ-45
15
tersebut. Dengan demikian saham yang terdapat dalam index tersebut akan selalu berubah. Index LQ-45 mempunyai tujuan sebagai pelengkap IHSG dan khususnya untuk menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan harga dari saham-saham yang aktif diperdagangkan.
2.3.1 Proses Seleksi Saham Index LQ-45 Sejak diluncurkan pada bulan Februari 1997 ukuran utama likuiditas transaksi adalah nilai transaksi di pasar regular. Namun sesuai dengan perkembangan pasar, dan untuk lebih mempertajam kriteria likuiditas, maka sejak review bulan Januari 2005, jumlah hari perdagangan dan frekuensi transaksi dimasukkan sebagai ukuran likuiditas. Sehingga kriteria suatu saham untuk dapat masuk dalam perhitungan index LQ45 ditentukan kedalam empat tahap. Pertama, telah tercatat di BEI minimal 3 bulan. Kedua, masuk dalam 60 saham berdasarkan nilai transaksi di pasar regular, dari 60 saham tersebut, 30 saham dengan nilai transaksi terbesar secara otomatis akan masuk dalam perhitungan index LQ45. Untuk mendapatkan 45 saham akan dipilih 15 saham lagi dengan menggunakan kriteria hari transaksi di pasar reguler, frekuensi transaksi di pasar reguler dan kapitalisasi pasar. Ketiga, dari 30 sisanya, dipilih 25 saham berdasarkan hari transaksi di pasar reguler. Dari 25 saham tersebut akan dipilih 20 saham berdasarkan frekuensi transaksi di pasar reguler. Keempat, dari 20 saham tersebut akan dipilih 15 saham berdasarkan kapitalisasi pasar, sehingga akan didapat 45 saham untuk perhitungan index LQ45. Selain melihat kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar tersebut di atas, akan dilihat juga keadaan keuangan dan prospek pertumbuhan perusahaan tersebut.
16
2.4 Portofolio Efisien dan Optimal Didalam
pembentukan
portofolio,
umumnya
investor
selalu
ingin
memaksimalkan expected return dengan tingkat risisko tertentu yang bersedia ditanggungnya, atau mencari portofolio yang menewarkan risiko terendah dengan tingkat return tertentu. Karakteristik tersebut disebut juga sebagai porofolio efisien (Tandelilin 2010:157). Dari hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa portofolio efisien adalah portofolio yang menyediakan return maksimal bagi investor dengan tingkat risiko tertentu, atau portofolio yang menawarkan risiko terendah dengan tingkat return tertentu. Dalam pembentukan sebuah portofolio yang efisien kita harus mengasumsikan tentang bagaimana perilaku investor dalam pembuatan keputusan investasi yang diambilnya. Salah satu asumsi yang paling penting adalah bahwa seorang investor relative tidak menyukai risiko. Investor seperti ini jika dihadapkan pada dua pilihan investasi yang menawarkan return yang sama dengan risiko yang berbeda, akan cenderung memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah (lain hal nya jika tingkat return yang ditawarkan berbeda).
Mengacu pada pendapat Hartono (2011) yang menyatakan bahwa portofolio yang terbaik adalah portofolio optimal. Hal ini dapat dimengerti karena suatu portofolio efisien hanya mempunyai satu faktor yang baik, yaitu faktor return atau faktor risiko, bukan keduanya. Sedangkan menurut pendapat Hartono (2011)
portofolio optimal adalah
portofolio yang dipilih investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada portofolio efisien. Tentunya portofolio yang dipilih investor adalah portofolio dengan kombinasi return ekspektasian terbaik dan risiko yang dapat diterima.
17
2.5 Single Indeks Model Metode Single Index Model (SIM) adalah metode yang dikembangkan oleh Sharpe pada tahun 1963. Metodea ini memberikan sebuah alternatif analisis varian yang lebih mudah jika dibandingkan dengan analisis model Markowitz, lewat SIM, kita dapat menentukan efficient set portofolio dengan kalkulasi yang lebih mudah, karena SIM menyederhanakan jumlah dan jenis input (data), serta prosedur analisis untuk menentukan portofolio yang optimal. Di samping itu, metode ini dapat juga digunakan untuk menghitung return ekspektasi dan juga risiko portofolio. Metode ini mengasumsikan bahwa tingkat pengembalian antara dua efek atau lebih akan berkorelasi--yaitu akan bergerak bersama-- dan mempunyai reaksi yang sama terhadap satu faktor atau single index yang dimasukkan dalam metode. Menurut Hartono (2011:340) Metode ini mengaitkan perhitungan return setiap asset pada return index pasar. Secara matematis, metode single index adalah sebagai berikut:
Ri = αi + βi . Rm + ei
…..(2.1)
Dimana: Ri = return sekuritas i Rm = return indeks pasar
αi = bagian return sekuritas i yang tidak dipengaruhi kinerja pasar βi = ukuran kepekaan return sekuritas i terhadap perubahan return pasar ei = kesalahan residual Masih Menurut Hartono (2011) Perhitungan return sekuritas dalam metode single index model melibatkan dua komponen utama, yaitu komponen return yang terkait dengan keunikan perusahaan, yang dilambangkan dengan αi, dan komponen return yang terkait dengan pasar, yang dilambangkan dengan βi. 18
2.6 Contant Correlation Model Proses pembentukkan portofolio optimal dengan menggunakan metode constant correlation pada tahapan awal mirip dengan penggunaan metode single index model. Perbedaan kedua metode tersebut baru terlihat saat proses penentuan peringkat saham yang akan masuk dalam portofolio. Pada metode single index model saham yang memenuhi peringkat excess return to betta positive akan dimasukan ke dalam pemilihan portofolio sementara. Namun pada metode constant correlation bukan excess return to betta (ERB) yang digunakan melainkan excess return to standard deviation (ERS). Sehinnga penggunaan betta digantikan dengan standar deviation. Menurut pendapat Rosdiana (2012:39) : “Standar deviasi adalah suatu angka yang mencerminkan total risiko dari investasi. Semakin besar angka standar deviasi berarti semakin besar fluktuasi harga suatu sekuritas”. Perbedaan lainnya juga nampak pada perhitungan cut-off rate (Ci). Pada metode constant correlation terlebih dahulu diharuskan untuk mencari nilai ρ, yang merupakan symbol koefisien korelasi antara tiap-tiap pasang saham di antara saham-saham yang memiliki excess return to standar deviation positive, dimana koefisien korelasi ini diasumsikan konstan. Dengan adanya ρ maka dianggap telah menggambarkan pergerakan bersama secara berpasangan antara saham-saham, karena koefisien korelasi adalah suatu ukuran statistik yang menunjukkan pergerakan bersamaan relatif antara dua variabel. Mengacu pada pendapat Rosdiana (2012) dalam konteks diversifikasi ukuran ini akan menjelaskan sejauh mana return dari suatu sekuritas terkait satu dengan yang lainnya.
19
2.7 Indeks Sharpe Melihat kinerja sebuah portofolio tidak bisa hanya melihat tingkat return yang dihasilkan portofolio tersebut, tetapi kita juga harus memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat risiko portofolio tersebut. Dengan berdasarkan teori pasar modal, beberapa ukuran kinerja portofolio sudah memasukkan factor return dan risiko dalam penghitungannya. Salah satu ukuran kinerja portofolio yang sudah memasukkan faktor risiko adalah metode indeks Sharpe. Sementara itu, Pasaribu (2009:12) memberikan pendapat mengenai indeks sharpe sebagai berikut: Measurement of the performance of a mutual fund can be done by two methods namely the coefficient index, index of Sharpe and Treynor Index. Sharpe index measurement method, based on what is called the risk premium or risk premium. Risk Premium is the difference (difference) between the average portfolio return and risk-free investment (risk-free asset). Sharpe index of risk premium by dividing the standard deviation of the portfolio during the measurement, where the standard deviation is a total risk. Thus, Shape measure of risk premium generated from each unit of the risks that exist. With these calculations, the higher the measurement value, the better the resulting performance. Yang artinya : Pengukuran dengan metode indeks Sharpe, didasarkan pada apa yang disebut premium atas risiko atau risk premium. Premium risiko adalah perbedaan (selisih) antara return rata-rata portofolio dan investasi bebas risiko (risk free asset). Indeks Sharpe membagi risk premium dengan standar deviasi portofolio selama pengukuran, dimana standar deviasi merupakan risiko total. Dengan demikian, Shape mengukur risk premium yang dihasilkan dari setiap unit risiko yang ada.
Pendapat ini hampir sama dengan yang dikemukakan oleh Hirt, Geoffrey A. dan Block, Stanley B. (2008) : “In the sharpe approach, the excess return on a portofolio are compared with the portofolio standard deviation”. Yang artinya dalam pendekatan sharpe excess return (expected return dikurang dengan risk free)
20
portofolio dibagi dengan standar deviasi dari portofolio. Yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
…..(2.2) Keterangan : Si = indeks Sharpe ER = expected return portofolio RF = risk free σi = standar deviasi portofolio
2.8 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang mengkaji tentang pembentukan portofolio saham optimal dengan metode single indeks model dan constant correlation telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu, di antaranya : 1. Penelitian Widyantini (2005), dilakukan dengan memilih sampel saham-saham
yang tergabung dalam
LQ-45, dengan periode pengamatan harga-harga
saham mingguan selama 2 tahun, yaitu mulai Januri 2003 sampai dengan Desember 2004. Ada 17 saham yang masuk kedalam portofolio yang dibentuk dengan single index model dengan return portofolio sebesar 2,382019 %, dengan risiko sebesar 4,117439%. Sedangkan portofolio yang dibentuk dengan constant correlation memiliki 13 saham yang memenuhi kriteria pemilihan return portofolio, dengan return portofolio sebesar 2.523737% dan risiko sebesar 4,08%. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa portofolio yang dibentuk dengan single index model memiliki kinerja yang 21
lebih baik jika dibandingkan dengan portofolio yang dibentuk constant correlation. Penelitian yang dilakuakan Widyantini tidak melakukan perhitungan kriteria tambahan seperti yang dilakukan di dalam penelitian ini, sehingga saham-saham pembentuk portofolio jauh lebih banyak dari penelitian ini. Selain hal tersebut penggunaan periode harga saham dan risk free juga menjadikan pembeda penelitian yang dilakukan Widyantini dengan penelitian ini. 2. Penelitian Umanto Eko (2008), penelitian ini menggunakan data transaksi
harian saham yang tergabung di LQ-45 selama periode 2002 sampai dengan 2007. Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa portofolio yang dibentuk dengan constant correlation lebih unggul jika dibandingkan dengan portofolio yang dibentuk single index model. Hal ini dikarenakan dengan 4 saham yang masuk kedalam portofolio yang dibentuk dengan constant correlation menghasilkan expected return yang 2.298% lebih besar dari pada portofolio yang dibentuk dengan single index model yang memiliki 13 saham pembentuk portofolio. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Umanto tidak melakukan pengujian statistic paired sample t-test seperti yang dilakukan di dalam penelitian ini, sehingga tidak mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara portofolio yang dibentuk dengan kedua metode tersebut. Selain hal tersebut penggunaan periode harga saham dan risk free juga menjadikan pembeda penelitian yang dilakukan Umanto dengan penelitian ini. 3. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Felix (2011) menggunakan Single
Index Model dalam pembentukan portofolio optimal saham dari index LQ45 pada periode 2008-2010. Menyimpulkan bahwa bahwa hasil return yang didapat
22
sebesar 113% ditahun 2010, serta 32%, ditahun 2011. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Felix terletak pada metode yang digunakan dan periode penggunaan harga saham. 4. Kemudian
penelitian yang dilakukan oleh Riska Rosdiana (2012)
menggunakan single index model dan constant correlation. Penelitian ini mengambil sampel saham-saham yang masuk ke dalam indeks JII selama 4 periode
berturut-turut
dari
bulan
Januari
2006–Juni
2010
dengan
menggunakan data saham perbulan. Berdasarkan hasil uji hipotesis beda ratarata (uji t) menunjukan bahwa tingkat return dan riiko portofolio optimal yang dibentuk dengan menggunakan single index model tidak berbeda secara signifikan dengan tingkat return yang dibentuk dengan constant correlation. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Rosdiana terletak pada penggunaan periode harga saham, index yang digunakan dan risk free yang dipakai.
23
2.9 Kerangka Pemikiran Teoritis Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Teoristis Mulai
Pengelompokan Data Data yang diperlukan berkaitan dengan harga penutupan saham- saham LQ-45, Index harga saham gabungan (IHSG), serta rata-rata bunga bank atau SBI.
Pembentukan Portofolio Optimal
Metode Single Indeks Model
Metode Constant correlation
Pelaporan hasil pembentukan portofolio optimal sahamsaham LQ-45 berdasarkan kedua metode
Membandingkan kinerja Return dan Risk portofolio yang disusun berdasarkan kedua metode
24
2.10 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis yang telah dikemukakan, maka dalam
penelitian ini mengajukan 4 buah hipotesis. Hipotesis dapat ditulis dalam bentuk hipotesis nol maupun hipotesis alternative atau pun keduanya. Hipotesis nol adalah hipotesis yang dicoba untuk ditolak, sedangkan hipotesis alternative adalah hiotesis yang dicoba untuk diterima, adapun hipotesis tersebut adalah : •
H01
:
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat return
portofolio optimal yang dibentuk dengan metode single index model dengan tingkat return yang dibentuk dengan metode constant correlation pada saham-saham LQ-45 selama periode penelitian. •
Ha1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat return portofolio optimal yang dibentuk dengan metode single index model dengan tingkat return yang dibentuk dengan metode constant correlation pada saham-saham LQ-45 selama periode penelitian.
•
H02 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat risk portofolio optimal yang dibentuk dengan metode single index model dengan tingkat risk yang dibentuk dengan metode constant correlation pada saham-saham LQ-45 selama periode penelitian.
•
Ha2 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat risk portofolio optimal yang dibentuk dengan metode single index model dengan tingkat risk yang dibentuk dengan metode constant correlation pada saham-saham LQ-45 selama periode penelitian.
25