BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Auditing 2.1.1.1Pengertian Auditing Boyton, W.C., Johnson, R.N., & Kell, W.G. (2006) edisi 8 “The report of the committee Basic Auditing Concepts of the American Accounting”( Accounting Review, vol. 47) dalam buku memberikan definisi auditing sebagai “A systematic process of objectively and evaluating evidence regarding assertion about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to interested users” Sedangkan menurut Alvin Arens (2010) “The accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person” Auditing adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti atau pengevaluasian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antar informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen. Berdasarkan dari definisi diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa auditing adalah pemeriksaan yang sistematis terhadap laporan keuangan untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif dimana nantinya laporan keuangan tersebut akan diliat nilai kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
7
8 2.1.1.2 Tujuan Audit Menurut Alvin A. Arens, Randal J. Elder, Mark S. Beasley, terdapat dua tujuan spesifik audit yaitu : 1. Tujuan umum berkait – saldo berikut ini akan dibahas secara singkat mengenai tujuan audit umum berkait – saldo : a. Eksistensi Tujuan ini menyangkut apakah angka-angka dimasukan dalam laporan keuangan memang seharusnya dimasukan. b. Kelengkapan Tujuan ini menyangkut apakah semua angka–angka yang seharusnya dimasukan memang diikutsertakan secara lengkap. c. Akurasi Tujuan akurasi mengacu ke jumlah yang dimasukan dengan jumlah yang benar. d. Klasifikasi Klasifikasi digunakan untuk menujukan apakah setiap pos dalam daftar klien telah dimasukan dalam akun yang benar. e. Pisah batas Tujuan menguji pisah batas adalah untuk memutuskan apakah transaksi telah dicatat dalam periode yang tepat. f. Kecocokan rincian Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa rincian dalam daftar memang dibuat dengan akurat, dijumlahkan secara benar, dan sesuai dengan buku besar. g. Nilai realisasi
9
Tujuan ini berkaitan dengan apakah satu saldo akun telah dikurangi untuk penurunan dari biaya historis menjadi nilai realisasi. h. Hak dan kewaijiban Tujuan ini merupakan cara auditor untuk memenuhi asersi mengenai hak dan kewajiban. i. Penyajian dan pengungkapan Untuk mencapai tujuan penyajian dan pengungkapan, auditor melakukan pengujian untuk meyakinkan bahwa semua akun neraca dan laporan laba rugi serta informasi yang berkaitan telah disajikan dengan benar dalam laporan keuangan dan dijelaskan dengan pantas dalam isi catatan kaki laporan itu. 2. Tujuan audit umum berkait – transaksi a. Eksistensi Tujuan ini berkenaan dengan apakah transaksi yang dicatat secara actual memang terjadi. b. Kelengkapan Tujuan ini menyangkut apakah seluruh transaksi yang seharusnya ada dalam jurnal, secara aktual telah dimasukan. c. Akurasi Tujuan ini menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi. d. Klasifikasi Transaksi yang dicantumkan dalam jurnal diklasifikasikan dengan tepat. e. Saat pencatatan Kesalahan saat pencatatan terjadi jika transaksi tidak dicatat pada tanggal transaksi terjadi.
10 f. Posting Pengikhtisaran Transaksi yang tercatat secara tepat dimasukan dalam berkas induk dan diikhtisarkan dengan benar”.
2.1.1.3 Jenis Audit Jenis audit dalam Boyton, Johson, and kell (2006:8-9) adalah 1. Audit laporan keuangan (Financial statement audit) Audit laporan keuangan (financial statement audit) berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti tentang laporan-laporan entitas dengan maksud agar dapat memberikan pendapat apakah laporan-laporan tersebut telah disajikan secara wajar sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan, yaitu prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum(GAAP). 2. Audit kepatuhan (Compliance Audit) Audit kepatuhan (compliance audit) berkaitan dengan kegiatan memperoleh dan memeriksa bukti-bukti untuk menetapkan apakah kegiatan keuangan atau operasi suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan, atau peraturan tertentu. 3. Audit Operasional (Operational Audit) Audit operasional (operational audit) berkaitan kegiatan memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi dan efektifitas kegiatan operasi entitas dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan tertentu. 4. Audit Pengendalian Kontrol (Internal control Audit) Audit
pengendalian
control
(internal
control)
berkaitan
dengan
mengevaluaasi pengendalian internal atas pelaporan keuangan dan pelaporan evaluasi kepada pemegang saham dan penggunaan laporan keuangan lainnya . 2.1.1.4 Jenis-jenis Auditor Jenis-jenis auditor dalam Boynton,Johson, and kell (2006:10-11) adalah 1. Auditor Independen (independent auditors) Auditor independen (independent auditors)di Amerika Serikat biasanya adalah CPA yang bertindak sebagai praktisi perorangan ataupun anggota kantor akuntan
11
publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Pada umumnya liesensi kepada mereka yang telah lulus dalam ujian persamaan CPA serta memiliki pengalam praktik dalam bidang auditing. 2. Auditor Internal (internal auditors) Auditor Internal (internal auditors) adalah pegawai dari organisasi yang diaudit. Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independen, yang dinamakan audit internal, dalam lingkungan organisasi sebagai suatu bentul jasa bagi organisasi. Tujuan audit internal adalah untuk membantu manajemen organisasi dalam memberikan pertanggung jawaban yang efektif. 3. Auditor Pemerintah (Government auditors) Auditor Pemerintah (Government auditors) dipekerjakan oleh berbagai kantor pemerintahan ditingkat federal, Negara bagian, dan local di AS.
2.1.1.5 Standar Auditing Menurut PSA No. 01 SA Seksi 150 (SPAP: 2011:150.1) 1. Standar Umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
12 memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prnsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan Keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasanya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporang keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
2.1.1.6 Jenis Opini Audit Opini auditor terdiri dari 5 jenis (Mulyadi, 2008), yaitu: a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi: - Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.
13
- Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor. - Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan. - Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. - Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion ) Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah: - Ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum. - Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas. - Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. - Penekanan atas suatu hal. - Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat
wajar
dengan
pengecualian
diberikan
apabila
auditi
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang meterial sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia,
14 kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan: - Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit. - Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditi tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
e. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan audit yang auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.1.2
Independensi Dalam PSA No. 04 SA seksi 220 (SPAP:2011) “Independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum(dibedakan dalam hal ia berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Namun, independensi dalam hal ini tidak berarti seperti sikap seorang penuntun dalam perkara pengadilan, namun lebih dapat disamakan dengan sikap tidak memihaknya seorang hakim. Auditor mengakui kewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain
15
yang meletakan kepercayaan (paling tidak sebagian) atas laporan auditor indepennden, sepertri calon-calon pemilik dan kreditur. Sedangkan dalam buku modern auditing Boynton,Johson, and kell (2006) Independensi merupakan dasar dari profesi auditing. Hal ini berarti bahwa auditor akan bersikap netral terhadap entitas, dan oleh karena itu akan bersikap objektif. Publik dapat mempercayai fungsi audit karena auditor bersikap tidak memihak serta mengakui adanya kewajiban untuk bersikap adil. Dari uraian pengertian dari independensi diatas, penulis dapat menyimpulkan arti independensi adalah seorang auditor melaksakan profesi nya harus memili sifat yang tidak memihak kesiapapun, harus bersikap adil dan tidak memberikan pernyataan palsu, dengan kata lain tidak memihak kepada siapapun, memberikan pendapat sesuai dengan bukti yang ada.
2.2.1.1 Independence Standards Board (ISB) Dewan Standar Independen ( Independence Standards Board) didirikan pada tahun 1997 berdasarkan hasil diskusi antara AICPA dengn perwakilan dari profesi dan SEC. misi yang dikembangkan oleh ISB (www.cpaindepedence.org) menurut terbitan mereka adalah untuk menetapkan standar independensi yang dapat diterapkan pada audit atas entitas publik dalam rangka melayani kepentingan masyarakat serta melindungi daan meningkatkan kepercayaan investor dalam pasar bursa. Untuk mencapai maksud tersebut, dewan mengambil langkah sebagai berikut: •
Pada awalnya akan mengambil standar independen yang ada pada SEC.
•
Mengembangkan kerangka kerja konseptual tentang independensi yang dapat diterapkan pada audit atas entitas publik yang akan digunakan sebagai pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis standar independensi.
•
Mengumumkan standar, melakukan review dan ratifikasi, melakukan consensus dengan Komite Masalah Independensi (Independence Issues Committee) serta
16 melakukan interpretasi atas masalah-masalah yang dapat mempengaruhi independensi. •
Menyediakan fungsi konsultasi bagi para praktisi dan registran yang ingin menanyakan tentang standar independensi. Pada bulan april 1999, ISB menerbitkan Independence Stand, (standards Board standard No. 1 (Standar Dewan Standar Independen No. 1), tentang Independence Discussions with audit committees. Standar ini dapat diterapkan pada setiap auditor yang bermaksud untuk bersikap independen pada setiap entitas sesuai dengan yang dikehendaki oleh Securities Act yang dikelola oleh SEC. setidaknya setahun sekali, auditor tersebut harus: • Mengungkapkan secara tertulis kepada komite audit perusahaan, nahwa menurut pertimbangan professional auditor, se,mua hubungan yang ada antara auditor dengan entitas terkait telah secara layak dianggap memiliki independensi. • Mengkonfirmasikan
dalam
surat
tersebut
bahwa
pertimbangan
professional yang diberikan telah cukup independen terhadap perusahaan sesuai dengan apa yang dimaksud dalam undang-undang SEC. • Membahas independensi auditor dengan komite audit. Proyek ISB lainnya meliputi proyek kerangka kerja konseptual, pekerjaan bersama klien audit, hubungan keluarga, perubahan bentuk struktur perusahaan, dana bersama, jasa taksiran dan penilaian, jasa hukum, dan alihdaya (outsourcing).
2.2.1.2 Klasifikasi Independensi Arens (2003:83) mengkategorikan independensi kedalam dua aspek, yaitu: 1. Independensi dalam fakta (Indepnedence in fact) Akan ada apabila pada kenyataan auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.
17
2. Independensi dalam penampilan (Independence in appearance) Mwrupakan pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit. Meskipun auditor independen telah menjalankan audit secara independen dan objektif, pendapatnya yang dinyakatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh para pemakai jasa auditor independen bila tidak mampu mempertahankan independensi dalam penampilan.
2.2.1.3 Interpretasi Independensi Terdapat beberapa tema dalam interpretasi independensi, yang meliputi penru dari (1) kepentingan keuangan, (2) hubungan bisnis, (3) arti ungkapan CPA atau kantor akuntan public, (4) jasa lainnya yangmeliputi jasa akuntasi, jasa audit yang diperluas, dan jasa konsultasi manajemen, (5) litigasi, dan (6) imbalan yangbelum dibayar ole klien. Setiap masalah akan dibahas berikut ini. 1. Kepentingan Keuangan Larangan terhadap kepentingan keuangan bersifat sangat eksplisit. Pertama, CPA atau kantor akuntan publik tidak boleh mempunyai keentingan keuangan langsung dengan klien. Oleh karena itu, seorang CPA tidak boleh meiliki atau mempunyai opsi untuk membeli satu lembarsaham pun dari klien. Dalam interpretasi ini disebutkan bahwa kepemilikan saham melalui perusahaan investasi digolongkan juga sebagai kepentingan keuangan langsung. Akan ada kepentingan keuangan tidak langsung apabila (1) CPA atau kantor akuntan publik memiliki saham dalam bentuk dana bersama (mutual fund) yang pada gilirannya akan meiliki saham klien. Kedua, seorang CPA tidak diperken bersihankan memiliki hubungan kerjasama atau memegang investasi bisnis dengan perusahaan klien, komisaris, direktur, atau pemegang saham utama dalam perusahaan tersebut yang bersifat material bagi CPA ataupun aktiva besih perusahaan. Ketiga,seorang CPA tidak diperkenankan memiliki pinjaman kepada atau dari perusahaan klien, komisaris, direktur, atau pemegang saham utama dalam perusahaan tersebut, kecuali memeng diperbolehkan sesuani dengan interpretasi
18 101-5 yang mejelaskan pinjaman dari lembaga keuangan klien serta terminologi terkait: pada umumnya independensi CPA akan menjadi lemah apabila CPAA tersebut mempunyai pinjaman pada atau dari perusahaan atau komisarios, direktur atau pimpinan pemegang saham perusahaan. Interpretasi ini menjelaskan beberapa pengecualian pada peraturan yang bersifat umum ini. 2. Hubungan Bisnis seorang CPA tidak memeberikan layanan kapasitas sebagai anggota manajemen atau sebagai pegawai dalam kapasitas sebagai anggota manajemen atau sebagai pegawai klien, karena dapat memperlemah indepnedensi. Penerapan interpretasi ini akan menjadi semakin kompleks apabila CPA memiliki anggota keluarga yang justru menjadi anggota manajemen atau menjadi pegawai klien. 3. Arti Ungkapan “CPA atau kantor akuntan publik” Interpretais 101-9 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan CPA atau kantor akuntan publik (member or member’s firm) meliputi semua dari berikut ini: •
Semua orang (dari setiap tingkatan) yang berpartisipasi dalam perikatan, kecuali mereka yang hanya melaksanakan fungsi klerk rutin, seperti juru ketik atau operator foto kopi.
•
Semua orang yang memiliki posisi manajerial dan berlokasi dalam kantor yang berpatisipasi signifikan dalam perikatan (misalnya direktur sumberdaya manusia).
•
Semua pemilik, partner, atau pemegang saham dari kantor akuntan publik.
•
Sebuah entitas (misalnya kemitraan, perwalian, atau kerjasama) yang kebujakan usaha, keuangan, atau akuntasinya dapat dikendalikan oleh seorang atau lebih dari orang-orang yang telah disebutkan diatas atau oleh dua orang atau lebih yang dipilih dan ditunjuk untuk bertindak bersama-sama.
4. Jasa lain Bagi Klien CPA yang melakukan praktik sedemikian harus memenuhi persyaratan berikut agara dapat mempertahankan penampilannya bahwa ia bukan klien, sehingga
19
dapat menjadi kurang independen menurut pandangan seorang pengamat yang layak. • CPA tidak dperkenankan memilki hubungan lain, seperti kepentingan keuangan yang dapat memperlemah objektivitasnya. • Klien harus bertanggung jawab penuh atas laporan keuanganya. • CPA tidak diperbolehkan melakukan peran lain sebagai pegawai atau manajemen salah usaha klien (misalnya, CPA tidak diperbolehkan melakukan transaksi atau menandatangani cek). • CPA harus bekerja sesuai standart professional dalam melaksanakan perikatan atestasi. 5. Litigasi Litigasi
melibatkan
CPAA
dan
klienya
yang
mempertanyakan
independensi CPA. Pada umumnya, independensi akan melebah apabila keberadaan atau potensi ancaman litigasi telah berubah secara signifikan, atau diharapkan hubungan antara klien dengan CPA akan berubah secara material. Litigasi mengakibatkan memburuknya posisi antara klien dengan CPA, atau justru menyatukan manajemen dengan CPAA untuk berkonspirasi dalam menghambat informasi dari emegnag saham, dapat melemahkan independensi CPA. Sebaliknya, litigasi diajukan pemegang saham terhadap CPAA tidak harus mempengaruhi independensi. 6. Imbalan yang Belum Dibayar Imbalan yang belum dibayar untuk jasa professional yang telah diberikan akan dianggap sebagai pinjaman yang diberikan anggota kepada klien, sesuai dengan apa yang di maksudkan dalam peraturan 101 dan interpretasinya. Oleh Karena itu, independensi kantor akuntan publik dapat dianggap melemah apabila CPA telah menerbitkan laporan audit untuk tahun berjalan bagi klien, namun CPA belum menerima imbalan, baik telah ditagihkan atau belum ditagihkan selama lebih dari satu tahun. Ketapam ini tidak berlaku bagi imbalan yang belum dibayar akibat pailiynya klien.
20 2.1.3
Due Professional Care Due professional care memiliki arti kemahiran profesional yang cermat dan
seksama (PSA No. 04 SPAP 2011). Dalam standar umum ketiga menjelaskan bahwa auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Standar ini menuntut auditor independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesinal dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap profesional yang bekerja organisasi auditor independen untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya tersebut. Selanjutnya dalam seksi ini dibahas tanggung jawab auditor dalam hubungannya dengan pekerjaan audit. Seorang auditor harus memliki “tingkat keterampilan yang umumnya dimiliki” oleh auditor pada umumunya dan harus menggunakan keterampilan tersebut dengan “kecermatan yang wajar”. Didalam seksi 130 SPAP (2011) Prinsip-prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesioanal mewajibkan setiap praktisi untuk: (a) Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja; dan (b) Menggunakan kemahiran jasa profesional dengan seksama sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan keahlian profesional. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut:
21
(a) Pencapaian kompetensi profesional;dan (b) Pemeliharaan kompetensi profesional. Dalam seksi 150 SPAP (2011) tentang perilaku profesional Prinsip profesional mewajibkan setiap praktisi untuk mematuhi setiap ketentuan hokum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi. Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaanya, setiap praktisi tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan sebagai berikut: (a) Mebuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimilki, atau pengalaman yang teah diperoleh; atau (b) Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil pekerjaan praktisi lain.
2.1.4
Kualitas audit Kualitas audit sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya. Dengan
memiliki kualitas audit yang baik, maka seorang auditor dapat memberikan pernyataan nya dengan baik dan sesuai dengan bukti yang ada. Setiap auditor perlu meningkatkan kualitas auditnya, guna untuk menjaga eksistensi nya sebagai auditor yang baik. Dalam Penelitian (Putri:2013) melakukan penelitian tentang empat hal yang dianggap memiliki hubungan dengan kualitas audit yaitu (1) lama waktu auditor melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan, semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka akan menghasilkan kualitas audit yang semakin rendah, (2) jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit
22 semakin baik karena auditor akan berusaha menjaga reputasinya, (3) kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka ada kecenderungan klien tersebut menekan auditor agar tidak mengikuti standar, (4) review oleh pihak ketiga, kualitas audit akan meningkat jika auditor mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan diriview oleh pihak ketiga.
2.2
Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini, dapat disebutkan beberapa hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu: Penelitian Putri (2013) Hasil penelitian menunjukkan bahwa independensi, pengalaman, due professional care, akuntabilitas, kompleksitas audit, dan time budget pressure mempengaruhi kualitas audit secara simultan. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa independensi, pengalaman, due professional care, akuntabilitas, dan time budget pressure secara parsial mempengaruhi kualitas audit, sedangkan kompleksitas audit tidak berpengaruh pada kualitas audit. Penelitian Nur Aini (2009) Hasil penelitian ini menunjukan bahwa independensi auditor, pengalaman auditor, dan etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Hasil uji t menunjukan bahwa nilai signifikan dari variabel independensi auditor adalah 0.000, variabel pengalamn auditor sebesar 0.026, dan variabel etika auditor sebesar 0.048. Pada penelitian Febri riani (2008) Hasil penelitian membuktikan bahwa: 1) pengetahuan audit berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas hasil kerja auditor, dimana nilai signifikansi 0,017 < α 0,05 yang berarti H1 diterima. 2) akuntabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas hasil kerja auditor, dimana nilai signifikansi 0,023 < 0,05 yang berarti H2 diterima. 3) independensi berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas hasil kerja auditor, dimana nilai signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti H3 diterima. Penelitian
Elisha
dan
Icuk
(2010)
memberikan
kesimpulan
bahwa
(1)independensi, penglaman, due professional care, dan akuntabilitas secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit.(2) Independensi , due professional care dan
23
akuntabilitasisecara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. (3) independensi merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kualitas audit. Penelitian Mahdi Salehi (2009) memberikan kesimpulan Auditor independen sangat penting karena pemisahan kepemilikan dari manajemen; faktor independen adalah dasar dari akuntan publik profesi dan setelah pemeliharaan tergantung kekuatan profesi dan perawakannya. Kemerdekaan merupakan hal mendasar untuk keandalan laporan auditor. Penyebab untuk mengurangi kemandirian adalah ketergantungan ekonomi auditor pada klien; mengaudit persaingan pasar; penyediaan layanan non-audit (NAS); kerangka peraturan. Karena ini menyebabkan auditor tidak mampu menghasilkan sebuah laporan yang adil. Oleh karena itu "independensi auditor merupakan elemen kunci dari audit harapan gap ". Jika auditor independen mengurangi kesenjangan harapan. Tabel 2.1 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu
No.
Penelitian Terdahulu 1. Putri (2013)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Variabel
Pengaruh Independensi, Variabel
independensi,
Pengalaman,
Due independen:
pengalaman, due
Professional
Care, Independensi,
professional care,
Akuntabilitas,
Pengalaman,
Kompleksitas Audit, dan Professional
Due akuntabilitas,kom Care, pleksitas
Time Budget Pressure Akuntabilitas, terhadap Kualitas Audit
audit,
dan time budget
Kompleksitas Audit, pressure dan
Time
Budget mempengaruhi
Pressure Variabel
kualitas dependen:
kualitas audit.
audit
secara
simultan.
Selain
itu,
penelitian ini juga
24 membuktikan bahwa independensi, pengalaman, due professional care, akuntabilitas, dan time
budget
pressure
secara
parsial mempengaruhi kualitas
audit,
sedangkan kompleksitas audit
tidak
berpengaruh pada kualitas audit.
2.
Nur (2009)
Aini Pengaruh Auditor, Auditor
Independensi Variabel
independensi
Pengalaman independen: dan
Etika Independensi
auditor, pengalaman
Auditor
Auditor, Pengalaman auditor, dan etika
Terhadap Kualitas Audit.
Auditor dan Etika auditor Auditor Variabel
berpengaruh dependen: secara signifikan
kualitas audit
terhadap kualitas audit. Hasil uji t menunjukan bahwa
nilai
signifikan
dari
variabel
25
independensi auditor 0.000,
adalah variabel
pengalamn auditor
sebesar
0.026,
dan
variabel auditor
etika sebesar
0.048.
3 Febri riani Pengaruh (2008)
Pengetahuan Variabel
1)
Audit, Akuntabilitas dan independen: Independensi
audit berpengaruh
Terhadap Pengetahuan Audit, signifikan positif
Kualitas Hasil Kinerja Akuntabilitas Auditor
pengetahuan
dan terhadap kualitas
Independensi Variable dependen: kualitas hasil kinerja auditor
hasil
kerja
auditor,
dimana
nilai signifikansi 0,017 < α 0,05 yang berarti H1 diterima. 2)
akuntabilitas
berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas hasil auditor,
kerja dimana
nilai signifikansi 0,023 < 0,05 yang
26 berarti
H2
diterima. 3)
independensi
berpengaruh signifikan positif terhadap kualitas hasil auditor,
kerja dimana
nilai signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti
H3
diterima.
4.
Elisha
dan Pengaruh Independensi, Variabel
Icuk (2010)
Pengalaman, Due Professional
Care
Akuntabilitas Kualitas Audit.
(1)independensi,
independen:
penglaman,
due
dan Independensi,
professional care,
terhadap Pengalaman, Due
dan akuntabilitas
Professional
Care secara
dan Akuntabilitas Variabel
dependen:
kualitas audit
simultan
berpengaruh terhadap kualitas audit. (2) Independensi , due professional care
dan
akuntabilitasiseca ra
parsial
berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan
27
pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. (3) independensi merupakan variabel
yang
dominan berpengaruh terhadap kualitas audit.
2.3 Pengembangan Hipotesis Dibawah ini merupakan kerangka pemikiran dimana terdapat variabel independen yaitu Independensi (X1), Due Professional Care (X2), (X3) Independensi dan Due Professional Care dan variabel dependen yaitu Kualitas audit (Y)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
Variabel Dependen
(X1)Independensi
(X2)Due Prefessional Care
(X3) Independensi
dan due professional care
(Y) Kualitas Audit
28
Setiap auditor harus bersikap Independen, tanpa memihak siapun. Menurut Nur Aini (2009) dalam penelitiannya tentang Pengaruh Independensi Auditor, Pengalaman Auditor dan Etika Auditor
Terhadap Kualitas Audit, dan
haasil penelitian ini
menunjukan bahwa independensi auditor, pengalaman auditor, dan etika auditor berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit. Hasil uji t menunjukan bahwa nilai signifikan dari variabel independensi auditor adalah 0.000, variabel pengalamn auditor sebesar 0.026, dan variabel etika auditor sebesar 0.048. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penulis menyimpulkan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Seorang auditor juga dituntut harus memilki sifat due professional care, didalam PSA No. 4 SPAP 2011, arti dari Due professional care adalah kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Seorang auditor harus memiliki kecermatan dalam melakukan auditnya, dengan menggunakan seluruh kemampuan yang auditor miliki, maka hasil dari tanggapan laporan keuangan tersebut juga akan baik. Dalam penelitian Elisha dan Icuk (2010) tentang Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Professional Care dan Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit, dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1)independensi, penglaman, due professional care, dan akuntabilitas secara simultan berpengaruh terhadap kualitas audit.(2) Independensi , due professional care dan akuntabilitasisecara parsial berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan pengalaman tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. (3) independensi merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kualitas audit. Dengan dari hasil penelitian terdahulum , maka penulis menyimpulkan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: H2: Due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit. Seorang auditor harus memiliki sikap due professional care dan independensi secara seimbang, sehingga dalam menjalakan tugasnya auditor bisa bersikap tidak memihak kemana pun aatau bersikap secara mandiri sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain dengan kata lain bersikap independensi . selain itu seorang auditor juga
29
harus menggunakan keahlian nya secara profesional dengan cermat dan seksama (due professional care) dalam setiap penugasanya. H3: Independensi dan due professional care berpengaruh terhadap kualitas audit