BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Konsep Auditing 2.1.1.1 Pengertian Auditing Boyton, W.C., Johnson, R.N., & Kell, W.G. (2006) edisi 8 “The report of the committee Basic Auditing Concepts of the American Accounting”(Accounting Review, vol. 47) dalam buku memberikan definisi auditing sebagai “A systematic process of objectively and evaluating evidence regarding assertion about economic actions and events to ascertain the degree of correspondence between those assertions and established criteria and communicating the results to interested users” Sedangkan menurut Alvin Arens (2010) “The accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person” Auditing adalah proses pengumpulan dan penilaian bukti atau pengevaluasian bukti mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antar informasi tersebut dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Berdasarkan dari definisi di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa auditing adalah pemeriksaan yang sistematis terhadap laporan keuangan untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif
dimana nantinya laporan
keungan tersebut akan dilihat nilai kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
2.1.1.2 Jenis-Jenis Auditor Jenis-jenis auditor dalam Boynton,Johson, and kell (2006:10-11) adalah : 1.
Auditor Independen (independent auditors) Auditor independen (independent auditors) di Amerika Serikat biasanya adalah CPA yang bertindak sebagai praktisi perorangan 9
10 ataupun anggota kantor akuntan publik yang memberikan jasa auditing profesional kepada klien. Pada umumnya lisensi kepada mereka yang telah lulus dalam ujian persamaan CPA serta memiliki pengalam praktik dalam bidang auditing. 2.
Auditor Internal (internal auditors) Auditor Internal (internal auditors) adalah pegawai dari organisasi yang diaudit. Auditor jenis ini melibatkan diri dalam suatu kegiatan penilaian independen, yang dinamakan audit internal, dalam lingkungan organisasi sebagai suatu bentuk jasa bagi organisasi. Tujuan audit internal adalah untuk membantu manajemen organisasi dalam memberikan pertanggung jawaban yang efektif.
3.
Auditor Pemerintah (Government auditors) Auditor Pemerintah (Government auditors) dipekerjakan oleh berbagai kantor pemerintahan ditingkat federal, Negara bagian, dan local di AS.
2.1.1.3 Standar Auditing Menurut PSA No. 01 SA Seksi 150 (SPAP: 2011:150.1) 1.
Standar Umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam
semua
hal
yang
berhubungan
dengan
perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2.
Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
11 memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3.
Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keungan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keungan di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan. Keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasanya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
2.1.1.4 Jenis Opini Audit Opini auditor terdiri dari 5 jenis (Mulyadi, 2008), yaitu: a.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima secara umum di Indonesia. Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi: - Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan. - Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh auditor.
12 - Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan. - Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima secara umum di Indonesia. - Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit. b.
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Languange) Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah: - Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi yang diterima secara umum. - Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas. - Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. - Penekanan atas suatu hal. - Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
c.
Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) Pendapat
wajar
dengan
pengecualian
diberikan
apabila
audit
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang meterial sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima secara umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan: - Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit. - Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang diterima secara umum di Indonesia, yang
13 berdampak material, dan Ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. d.
Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan audit tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
e.
Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan audit yang auditor memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.1.1.5 Program Audit Standar audit yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan serta harus mempersiapkan suatu program audit tertulis untuk setiap audit. Program audit tersebut menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor merupakan hal yang penting untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program audit akan sangat beragam tergantung pada kondisi audit, praktik, serta kebijakan kantor akuntan tersebut. Maksud suatu program audit adalah untuk mengatur secara sistematis prosedur audit yang akan dilaksanakan selama audit berlangsung. Auditor menentukan tujuan audit spesifik yang telah dikembangkan berdasarkan asersi audit ketika mengembangkan program audit. Kertas kerja sebagai catatan yang disimpan oleh auditor tentang prosedur audit yang ditetapkan pengujian yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan tentang masalah yang dicapai dalam audit. Adapun jenis kertas kerja meliputi: a.
Kertas kerja neraca saldo/ merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam audit. Karena menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan item-item yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual
14 Mengidentifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukti audit bagi setiap item laporan keuangan. b.
Skedul dan analisis; digunakan secara bergantian untuk menggambarkan setiap kertas kerja yang memuat bukti yang mendukung item-item dalam kertas kerja neraca saldo.
c.
Memoranda audit dan dokumentasi informasi penguat, merujuk pada data tertulis yang disusun oleh auditor dalam bentuk naratif. Memoranda meliputi komentar atas pelaksanaan prosedur audit yang meliputi : (1) Lingkup Pekerjaan (2) Temuan-temuan (3) Kesimpulan Audit.
d.
Ayat jurnal penyesuaian dan reklasifikasi. Ayat jurnal penyesuaian merupakan koreksi atas kesalahan klien sebagai akibat pengabaian atau salah penerapan GAAP, sedangkan ayat jurnal reklasifikasi berkaitan dengan penyajian laporan keuangan yang benar dengan saldo akun yang sesuai. Ada empat tehnik dasar yang digunakan dalam pembuatan kertas kerja.
Keempat tehnik tersebut adalah : 1.
Pembuatan heading Setiap kertas kerja haus berisi nama klien, judul deskripsi identifikasi isi dari kertas kerja, dan tanggal neraca atau periode yang dicakup oleh audit.
2.
Nomor indeks Setiap kertas kerja diberikan indeks atau nomor referensi, seperti A-1, B-2, dan sebagainya, untuk diidentifikasi dan mengisi tujuan.
3.
Cross-referencing Data pada kertas kerja yang diambil dari kertas kerja lain atau yang dipindahkan kekertas kerja harus diacu-silang dengan nomor indeks dari mereka kerja.
4.
Tick marks Adalah simbol, seperti tanda cek, yang digunakan pada kertas kerja untuk menunjukkan bahwa auditor telah melakukan beberapa prosedur pada item yang terdapat tick marks, atau bahwa informasi tambahan tentang item tersebut tersedia di tempat lain pada kertas kerja.
15 Pencantuman tanda tangan pembuat maupun penelaah, dan tanggal pembuatan serta penelaahan.
2.1.2 Kinerja Audit Ramadhan (2011) mengemukakan bahwa Kinerja auditor adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan padanya, dan menjadi salah satu tolak ukur yang digunakan untuk menentukan apakah suatu pekerjaan yang dilakukan akan baik atau sebaliknya. Ramadhan (2011) menyatakan bahwa terdapat 4 dimensi personalitas, antara lain : 1)
Kemampuan Auditor yang mempunyai kemampuan dalam hal auditing, maka akan cakap dalam hal menyelesaikan tugasnya.
2)
Komitmen professional Auditor yang berkomitmen terhadap profesinya, maka akan loyal terhadap profesinya seperti yang dipersepsikan oleh auditor tersebut.
3)
Motivasi Motivasi yang dimiliki seorang auditor akan mendorong keinginan individu auditor tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan.
4)
Kepuasan kerja Kepuasan kerja auditor adalah tingkat kepuasan individu auditor dengan posisinya dalam organisasi secara relatif dibandingkan dengan teman sekerja atau teman seprofesi lainnya. Menurut Asih (2006) definisi kinerja audit adalah sebagai sebuah penelitian
yang sistematis dan objektif dari bukti-bukti audit yang ditujukan untuk memberikan suatu penilaian yang independen terhadap kinerja dari sebuah organisasi perusahaan yang meliputi program aktivitas dan fungsinya dalam rangka memberikan informasi untuk meningkatkan akuntabilitas publik dan memfasilitasi pengambilan keputusan secara bersama-sama dengan rasa tanggung jawab untuk mengevaluasi atau melakukan tindakan perbaikan secara nyata. Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi (2008) adalah “Akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut disajikan secara wajar sesuai dengan
16 prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan”. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2007) kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Trisnaningsih (2007) mengemukakan bahwa kinerja auditor sebagai evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri dan bawahan langsung. Menurut penulis kinerja auditor yang berkualitas adalah auditor yang selalu bertanggung jawab untuk setiap pekerjaan yang diberikan dengan disertai kepatuhan setiap aturan ataupun norma yang ada sebagai auditor, dan menggunakan keprofesionalannya dengan sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang maksimal dan memuaskan.
2.1.3 Teori Peran Peran merupakan suatu perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi, jabatan,
serta kedudukan
maupun
status sosial
seseorang dan
sekaligus
mencerminkan hak dan kewajiban seseorang. Peran akan bermakna ketika dikaitkan oleh orang lain, komunitas sosial dan politik. Jika peran yang dijalankan seseorang tidak mencerminkan harapan yang diinginkan, maka akan timbul konflik peran. Dapat juga apabila seseorang memiliki 2 peran yang dijalankan memiliki tujuan yang sama namun memiliki perilaku yang berbeda itu juga akan menimbulkan konflik peran. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya konflik peran, maka individu harus menjalankan suatu cara tertentu sesuai apa yang diharapkan. Menurut Khan (1964) dalam Agustina (2009), teori peran (role theory) merupakan penekanan sifat individual sebagai pelaku sosial yang mempelajari perilaku yang sesuai dengan posisi yang ditempati di masyarakat. Menurut Shaw dan Constanzo (1970) dalam Agustina (2009), peran adalah konsep sentral dari teori peran. Dengan demikian, pembahasan mengenai teori peran tidak lepas dari definisi peran dan berbagai istilah perilaku di dalamnya. Sebagaimana diungkapkan juga oleh Kats dan Kahn (dalam Damajanti, 2003)dalam Chariri, Gartiria HutamiAnis (2011) bahwa individu akan mengalami konflik dalam dirinya apabila terdapat dua tekanan atau lebih yang terjadi secara bersamaan yang ditujukan pada diri individu tersebut. Konflik pada setiap individu
17 disebabkan karena individu tersebut harus menyandang dua peran yang berbeda dalam waktu yang sama. Menurut Ahmad dan Taylor (2009) dalam Chariri, Gartiria Hutami Anis (2011) Teori peran juga menyatakan bahwa ketika perilaku yang diharapkan oleh individu tidak konsisten, maka mereka dapat mengalami stress, depresi, merasa tidak puas, dan kinerja mereka akan kurang efektif daripada jika pada harapan tersebut tidak mengandung konflik. Jadi, dapat dikatakan bahwa konflik peran dapat memberikan pengaruh negatif terhadap cara berpikir seseorang. Dengan kata lain, konflik peran dapat menurunkan tingkat komitmen independensi seseorang Menurut penulis, peran menunjukan bahwa setiap orang memiliki peran sesuai dengan hak dan kewajibannya. Dan peran yang dijalankan harus sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga menghindari untuk terjadinya konflik peran.
2.1.4
Struktur Audit Struktur audit adalah sebuah pendekatan sistematis terhadap auditing yang
dikarakteristikan oleh langkah-langkah penentuan audit, prosedur rangkaian logis, keputusan, dokumentasi, dan menggunakan sekumpulan alat-alat dan kebijakan audit yang komprehensif dan terintergrasi untuk membantu auditor melakukan audit sebagaimana disebutkan oleh Ramadhan (2011). Sebelum melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh informasi umum organisasi guna mendapatkan pemahaman yang memadai tentang lingkungan organisasi yang diaudit, struktur organisasi, misi organisasi, proses kerja serta sistem informasi dan pelaporan. Pemahaman lingkungan masing-masing organisasi akan memberikan dasar untuk memperoleh penjelasan dan analisis yang lebih mendalam mengenai sistem pengendalian manajemen. Struktur audit membantu auditor senior dalam memberikan perintah kepada staf auditnya mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan. Setiap staf audit harus memiliki pengetahuan tentang struktur audit yang baku. Karena tanpa pengetahuan tersebut staf audit cenderung mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini berkaitan dengan koordinasi arus kerja, wewenang yang dimiliki, komunikasi dan kemampuan beradaptasi (Bamber 1989). Pemahaman struktur dalam organisasi merupakan suatu konsep akvitas yang diharapkan dilakukan secara rutin oleh semua anggota organisasi. Setiap aktivitas yang dilakukan semua bagian organisasi merupakan perwujudan dari tujuan
18 organisasi itu sendiri, dengan kata lain setiap aktivitas yang dilakukan harus dijalankan secara sistematis dan terstruktur agar dapat mencapai tujuan bersama (Asih 2006). Menurut Fanani, Hanif dan Subroto (2008) penggunaan struktur audit dapat membantu auditor dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja auditor. Penggunaaan pendekatan struktur audit memiliki keuntungan yaitu mendorong efektivitas, mendorong efisiensi, mengurangi litigasi yang dihadapi KAP, mempunyai dampak positif terhadap konsekuensi sumber daya manusia, dan dapat memfasilitasi diferensiasi pelayanan atau kualitas sehingga diduga dapat meningkatkan kinerja auditor. Hasil penelitian terdahulu yang meneliti variabel struktur audit adalah penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2011) yang menunjukkan bahwa struktur audit memiliki pengaruh positif terhadap kinerja auditor. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fanani et al. (2008) yang juga menyimpulkan bahwa struktur audit memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja auditor. Hasil penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Asih (2006) yang menyatakan bahwa struktur audit juga memiliki pengaruh positif terhadap kinerja auditor. Hasil yang sama pun ditunjukan oleh penelitian Bamber et al. (1989) yang mendapatkan hasil bahwa Kantor Akuntan Publik yang menggunakan struktur audit akan meningkatkan kinerja auditor, sebaliknya Kantor Akuntan Publik yang tidak menggunakan struktur audit memilki potensi meningkatkan konflik peran dan ketidakjelasan peran yang dirasakan oleh staf audit. Menurut penulis, struktur audit ini dapat digunakan oleh auditor untuk menjalankan tugasnya dengan baik karena lebih memiliki arahan yang jelas sebagai auditor dan sebagian besar auditor yang kurang menjalani struktur audit yang baik dapat menurunkan kinerjanya sebagai auditor. Sebaliknya, apabila auditor memahami struktur audit dengan baik dan menjalani struktur audit tersebut dengan baik maka akan meningkatkan kinerja auditor yang ada.
2.1.5 Konflik Peran Menurut Ramadhan (2011) konflik peran adalah suatu gejala psikologis yang dialami oleh anggota organisasi yang bias menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan secara potensial bias menurunkan kinerja secara keseluruhan. Terdapat dua macam konflik peran, yaitu konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan
19 konflik dalam satu peran tunggal. Satu atau lebih peran mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Dalam peran tunggal mungkin ada konflik inheren. Adanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama dinamakan role strain. Dalam penelitian yang dilakukan Fanani et al. (2008) konflik peran adalah suatu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokrasi organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian professional. Konflik peran dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan bisa menurunkan motivasi kerja karena mempunyai dampak negatif terhadap perilaku individu
seperti
timbulnya ketegangan kerja, banyak terjadi perpindahan pekerja, dan penurunan kepuasan kerja sehingga bisa menurunkan kinerja auditor secara keseluruhan. Efek potensial dari konflik peran dan ketidakjelasan peran sangatlah rawan, tidak hanya bagi individual dalam pengertian konsekuensi emosional seperti tekanan tinggi yang berhubungan dengan pekerjaan, kepuasan kerja, dan menurunnya kinerja, tetapi juga bagi organisasi dalam pengertian kualitas kinerja yang lebih rendah. Menurut Ramadhan (2011) tugas dan tanggung jawab auditor yang didefinisikan dengan jelas dapat membantu dalam menentukan mana yang lebih penting dikerjakan atau dipenuhi terlebih dahulu. Meskipun sudah ada tugas pokok dan fungsi auditor, namun pada saat tertentu ketika volume pekerjaan meningkat (misalnya pada saat kantor akuntan publik mendapatkan banyak pekerjaan) auditor data menjalankan tugas yang dianggap lebih penting oleh auditor dan bersifat tidak tetap meskipun tidak sesuai tugas pokok dan fungsi auditor. Menurut penulis konflik peran yang sering terjadi di dalam kinerja auditor dikarenakan ketidaksesuaian dengan apa yang diinginkan oleh auditor dalam menjalankan pekerjaannya, sehingga auditor mengalami tekanan secara psikologis sehingga menurunkan kinerja
2.1.6 Ketidakjelasan Peran Ketidakjelasan peran adalah tidak cukupnya informasi yang dimiliki serta tidak adanya arah dan kebijakan yang jelas, ketidakpastian tentang otoritas, kewajiban dan hubungan dengan lainnya, dan ketidakpastian sangsi dan ganjaran terhadap prilaku yang dilakukan. Ketidakjelasan peran muncul karena tidak cukupnya informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan cara yang memuaskan (Ramadhan, 2011).
20 Menrut fanani et al. (2008) setiap individu yang mengalami ketidakjelasan peran akan mengalami kecemasan, menjadi lebih tidak puas, dan melakukan pekerjaan dengan kurang efektif dibanding individu lain sehingga menurunkan kinerja mereka. Individu dapat mengalami ketidakjelasan peran jika mereka merasa tidak adanya kejelasan sehubungan dengan ekspektasi pekerjaan, seperti kurangnya informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan atau tidak memperoleh kejelasan mengenai tugas-tugas dari pekerjaanya. Menurut Gibson et al. (1997) dalam Amilin (2008), ketidakjelasan peran (role ambiguity) adalah kurangnya pemahaman atas hak-hak, hak-hak istimewa, dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan. Individu dapat mengalami ketidakjelasan peran jika mereka merasa tidak adanya kejelasan sehubungan dengan ekspektasi pekerjaan, seperti kurangnya informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan atau tidak memperoleh kejelasan mengenai tugas-tugas dari pekerjaannya. Sama seperti dengan konflik peran, ketidakjelasan peran juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan bisa menurunkan motivasi kerja karena mempunyai dampak negatif terhadap perilaku individu, seperti timbulnya ketegangan kerja, banyaknya terjadi perpindahan pekerja, penurunan kepuasan kerja sehingga bisa menurunkan kinerja auditor secara keseluruhan. Menurut penulis ketidakjelasan peran dapat terjadi karena kurangnya informasi yang didapat untuk menjelaskan pekerjaan yang diberikan kepadanya maka akan menimbulkan rasa kurang nyaman dalam bekerja dan auditor juga merasa kurang puas terhadap apa yang sudah dikerjakannya. Sehingga dapat menurunkan kinerja auditor.
2.1.7 Pemahaman Good Governance Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha atau berkarya. Good governance merupakan prinsip pengelolaan perusahaan yang bertujuan mendorong kinerja perusahaan, serta memberikan nilai ekonomis bagi pemegang saham maupun masyarakat secara umum. Tujuan akhir Good governance adalah meningkatkan kemakmuran pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya. (Ramadhan, 2011).
21 Menurut trisnaningsih (2007) pemahaman good governance merupakan wujud respek terhadap sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan produktivitas usaha. Adapun prinsip dasar konsep good governance pada organisasi KAP meliputi : 1)
fairness(keadilan) : akuntan publik dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, harus bersikap independen dan menegakkan keadilan terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri.
2)
Transparency (transparansi) : hendaknya berusaha untuk selalu transparansi terhadap informasi laporan keuangan klien yang diaudit.
3)
Accountability
:
menjelaskan
peran
dan
tanggung
jawabnya
dalam
melaksanakan pemeriksaan dan kedisplinan dalam melengkapi pekerjaan, juga pelaporan. 4)
Responsibility (pertanggungjawaban) : memastikan dipatuhinya prinsip akuntansi yang berlaku umum dan standard profesional akuntan publik selama menjalankan profesinya. Yuskar dan Devisia (2011) mengemukakan dengan melaksanakan good
governance dapat menciptakan proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. Menurut Kapler dan Love dalam Yuskar dan Devisia (2011) penemuan penting lainnya dari penelitian mereka adalah bahwa penerapan good governance di tingkat perusahaan lebih memiliki arti dalam Negara berkembang dibandingkan Negara maju. Menurut penulis pemahaman good governance dimiliki oleh masing-masing auditor, banyak auditor yang mengetahui mengenai pemahaman good governance namun banyak juga auditor yang tidak menjalankannya dengan baik sehingga terjadi penurunan kinerja auditor.
2.1.8 Penelitian-Penelitian Terdahulu 2.1.8.1 Struktur Audit dan Kinerja Auditor Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2011) hasil pengujiannya menyatakan bahwa Variabel struktur audit memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Dimana penggunaan pendekatan struktur audit memiliki keuntungan yaitu dapat mendorong efektifitas dan efisiensi, mengurangi litigasi yang
22 dihadapi KAP, mempunyai dampak positif terhadap konsekuensi sumber daya manusia, dan dapat memfasilitasi diferensiasi pelayanan atau kualitas. Hasil penelitian Ramadhan (2011) sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fanani et al. (2008). Bahwa struktur audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan struktur audit dapat membantu auditor dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja auditor. Menurut Penelitian Asih (2006) menunjukan bahwa struktur audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja audit, artinya semakin terstruktur kantor akuntan publik maka kinerja audit semakin tinggi dan kinerja audit pada kantor akuntan publik yang terstruktur lebih tinggi daripada kinerja audit yang dihasilkan oleh kantor akuntan publik yang tidak terstruktur.
2.1.8.2 Konflik Peran dan Kinerja Auditor Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2011) menunjukan bahwa variabel konflik peran tidak memiliki signifikan terhadap kinerja auditor. Konflik peran muncul karena adanya ketidaksesuain antara harapan yang disampaikan pada individual di dalam organisasi dengan orang lain di dalam dan diluar organisasi. Konflik peran dapat terjadi ketika seseorang menghadapi inkosistensi antara peran yang tidak dapat ditolak dan perilaku peran tersebut. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Fanani et al. (2008) konflik peran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Hal ini menunjukan bahwa konflik peran yang merupakan suatu gejala psikologis yang dialami oleh auditor yang timbul karena adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman dalam bekerja secara potensial bisa menurunkan motivasi kerja, sehingga bisa menurunkan kinerja secara keseluruhan. Menurut penelitian Agustina (2009) konflik peran memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. Konflik peran timbul karena adanya dua “perintah” berbeda yang diterima secara bersamaan dan pelaksanaan atas salah satu perintah saja akan mengakibatkan diabaikannya perintah lain.
23 2.1.8.3 Ketidakjelasan Peran dan Kinerja Auditor Menurut penelitian Ramadhan (2011) variabel ketidakjelasan peran memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Individu mengalami ketidakjelasan peran apabila mereka merasa tidak adanya kejelasan ekspektasi pekerjaan
mereka,
seperti
kurangnya
informasi
yang
dibutuhkan
untuk
menyelesaikan pekerjaan mereka atau tidak memperoleh kejelasan mengenai deskripsi tugas dari pekerjaan mereka. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2009) ketidakjelasan peran memberikan pengaruh negatif yang signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. Ketidakjelasan peran adalah tidak adanya informasi yang memadai yang diperlukan seseorang
untuk
menjalankan
perannya
dengan
cara
yang
memuaskan.
Ketidakjelasan peran juga mengacu pada kurangnya kejelasan mengenai harapanharapan pekerjaan, metoda-metoda untuk memenuhi harapan-harapan yang dikenal, dan atau konsekuensi dari kinerja atau peranan tertentu. Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Fanani et al. (2008) ketidakjelasan peran tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Hal ini disebabkan karena kebanyakan responden adalah auditor pemula yang memiliki pengalaman kerja yang relatif singkat (0-2 tahun) dan usia yang relatif muda, sehingga belum merasakan ketidakjelasan peran.
2.1.8.4 Pemahaman Good Governance dan Kinerja Auditor Variabel pemahaman good governance tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja auditor hal ini dikemukakan oleh ramadhan (2011) Penerapan good governance dalam KAP berarti membangun kultur, nilai-nilai serta etika bisnis yang melandasi
pengembangan
perilaku
professional
akuntan.
Penerapan
good
governance pada KAP diharapkan akan memberikan arahan yang jelas pada perilaku kinerja auditor, serta etika profesi pada organisasi KAP. Upaya ini dimaksudkan agar produk jasa yang dihasilkan akan lebih aktual dan terpercaya untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dan optimal. Menurut penelitian yang dilakukan Trisnanigsih (2007) pemahaman good governance tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Temuan ini mengindikasikan bahwa auditor yang hanya memahami good governance tetapi dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak menegakkan independensinya maka tidak akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Secara implisit pemahaman good governance
24 dapat meningkatkan kinerja auditor jika auditor tersebut selama dalam pelaksanaan pemeriksaan selalu menegakkan independensi auditor. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuskar dan Devisia (2011) bahwa good governance secara persendirian tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja auditor sehingga baik atau kurangnya pemahaman auditor tentang good governance tidak akan mempengaruhi secara langsung kinerja auditor pada perusahaan tersebut.
2.1.9 Model Penelitian Gambar 2.1 Model Penelitian
Struktur Audit Konflik Peran Kinerja Auditor Ketidakjelasaan Peran Pemahaman Good Governance
2.2
Hipotesis
2.2.1 Pengaruh Struktur Audit Terhadap Kinerja Auditor Struktur audit dapat menjadikan dampak yang positif dalam sumber daya manusia, dapat juga meningkatkan kualitas karena dapat juga membantu auditor dalam membuat tugas dan menjalankan tugasnya dengan jelas dan teratur serta dapat memberikan keuntungan. Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2011) hasil pengujiannya menyatakan bahwa Variabel struktur audit memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Dimana penggunaan pendekatan struktur audit memiliki keuntungan yaitu dapat mendorong efektifitas dan efisiensi, mengurangi litigasi yang dihadapi KAP, mempunyai dampak positif terhadap konsekuensi sumber daya manusia, dan dapat memfasilitasi diferensiasi pelayanan atau kualitas.
25 Hasil penelitian Ramadhan (2011) sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fanani et al. (2008). Bahwa struktur audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja auditor. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan struktur audit dapat membantu auditor dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja auditor. Ha1 : Struktur Audit berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik Wilayah DKI Jakarta.
2.2.2 Pengaruh Konflik Peran Terhadap Kinerja Auditor Dalam menjalankan tugas, seorang professional sering menerima dua perintah secara bersamaan yang pertama berasal dari kode etik profesi dan yang kedua berasal dari system pengendalian yang berlaku di perusahaan. Maka biasanya ketika seorang karyawan professional yang menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etiknya, biasanya mereka akan merasa tidak bertindak seperti karyawan perusahaan yang baik. Sebaliknya ketika ia menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan perusahaan, maka ia akan merasa bertindak tidak professional. Terkadang situasi seperti inilah yang disebut dengan konflik peran yang dapat menimbulkan penurunan dalam motivasi bekerja karena memiliki dampak yang negatif terhadap sesama karyawan, kurang nyaman dalam bekerja, seperti adanya perpindahan karyawan, tidak maksimal dalam bekerja, sehingga menurunkan kinerja auditor secara keseluruhan. Khoo dan Sim (1997) dalam Fanani et al. (2008) meneliti tentang konflik auditor dengan membahas latar belakang konflik peran auditor dan me-review secara empiris masalah lingkungan audit di Korea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama dari konflik auditor di Korea adalah inkonsistensi peranan struktural, konflik peran, dan jarak pengharapan. Hasil survei menunjukkan bahwa auditor di Korea mengalami konflik peran yang signifikan, sehingga dalam bekerja mereka cenderung berkompromi dengan motif ekonomi dan kurang memperhatikan etika profesional. Akibatnya, kinerja tidak menjadi perhatian utamanya. Fried (1998) dalam Fanani et al. (2008), yang menguji pengaruh konflik peran dan ketidakjelasan peran terhadap kinerja pegawai perusahaan industrial Israel, menyatakan bahwa konflik peran berpengaruh pada level kinerja yang lebih rendah. Sedangkan Fisher (2001) menyampaikan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konflik peran berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor. Konflik peran mempengaruhi kinerja
26 auditor secara negatif. Artinya, semakin tinggi konflik peran yang dihadapi auditor, semakin menurun pula kinerjanya. Sebaliknya, semakin rendah konflik peran yang dihadapi auditor, maka kinerjanya akan semakin meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha2 : Konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik Wilayah DKI Jakarta.
2.2.3
Pengaruh Ketidakjelasan Peran Terhadap Kinerja Auditor Ketidakjelasan peran ini akan menimbulkan ketidakpuasan atau kurang
maksimal dalam bekerja, kecemasan, sehingga pekerjaan yang dilakukan individu yang mengalami ketidakjelasan peran ini akan menurunkan kinerja sehingga kurang efektif dibandingkan dengan pekerja yang lain. Biasanya individu seperti ini karena mengalami kekurangan informasi dalam menjalankan pekerjaannya sehingga mengalami kesulitan dalam berpikir secara jelas dan efektif. Hal ini didukung oleh penelitian Fried (1998) dalam Fanani et al. (2008) yang menunjukkan bahwa ketidakjelasan peran berpengaruh negatif terhadap kinerja auditor. Pengaruh tersebut seperti timbulnya ketegangan kerja, terjadinya perpindahan pekerja, penurunan kepuasan kerja yang berakibat menurunkan kinerja auditor secara keseluruhan. Ketidakjelasan peran mempengaruhi kinerja auditor secara negatif. Artinya, semakin besar ketidakjelasan peran yang dihadapi auditor, semakin menurun pula kinerjanya. Sebaliknya, semakin kecil ketidakjelasan peran yang dihadapi auditor, maka kinerjanya akan semakin meningkat. Dengan demikian, hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha3 : Ketidakjelasan peran berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik Wilayah DKI Jakarta.
2.2.4 Pengaruh Pemahaman Good GovernanceTerhadap Kinerja Auditor Pemahaman good governance tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam kinerja auditor ini. Menurut penelitian yang dilakukan Trisnanigsih (2007) pemahaman good governance tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Temuan ini mengindikasikan bahwa auditor yang hanya memahami good governance tetapi dalam pelaksanaan pemeriksaan tidak menegakkan independensinya maka tidak akan berpengaruh terhadap kinerjanya. Secara implisit pemahaman good governance
27 dapat meningkatkan kinerja auditor jika auditor tersebut selama dalam pelaksanaan pemeriksaan selalu menegakkan independensi auditor. Ha3 : Pemahaman good governance berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik Wilayah DKI Jakarta.
2.2.5
Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, Ketidakjelasan Peran, dan Pemahaman Good Governance secara Simultan (Bersama-Sama) Terhadap Kinerja Auditor Faktor-faktor yang berhubungan dengan keperilakuan auditor seperti struktur
audit, konflik peran (role conflict), ketidakjelasan peran (role ambiguity), dan pemahaman Good Governance secara simultan (bersama-sama) juga dapat mempengaruhi kinerja auditor secara signifikan, baik pengaruh secara positif maupun negatif. Dimana dari keempat variable diatas dapat menimbulkan dampak yang terasa bagi kinerja auditor secara keseluruhan di Kantor Akuntan Publik. Dengan demikian, hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Ha5 : Struktur audit, konflik peran, ketidakjelasan peran, dan pemahaman good governance, berpengaruh simultan dan signifikan terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik Wilayah DKI Jakarta.
28