BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori Dalam penelitian ini, teori yang digunakan sebagai dasar acuan penelitian
adalah teori sinyal atau signally theory. Teori sinyal atau signally theory adalah teori yang menjelaskan bagaimana perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya karena tidak semua informasi tentang perusahaan diketahui oleh pihak luar perusahaan (investor). Teori sinyal diaplikasikan dalam pasar modal. Teori sinyal memberikan sinyal kepada investor melalui kinerja keuangan melalui analisis rasio-rasio keuangan dan juga harga saham suatu perusahaan sebagai pertimbangan mereka dalam berinvestasi. Bila kinerja perusahaan baik, maka investor akan tertarik untuk membeli saham perusahaan sehingga dapat meningkatkan harga saham perusahaan di pasar modal. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai teori-teori yang mendukung penelitian ini.
2.1.1
Investasi Menurut Kasmir dan Jakfar (2012), “Investasi dapat diartikan sebagai
penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha. Penanaman modal yang ditanamkan dalam arti sempit berupa proyek tertentu baik bersifat fisik atau pun non fisik, seperti proyek pendirian pabrik, jalan, jembatan, pembangunan gedung dan proyek penelitian, dan pengembangan”. Menurut Azis dan Mintarti (2012:229), “Pengertian investasi adalah suatu kegiatan penempatan dana pada satu atau lebih dari suatu asset selama periode tahun tertentu dengan harapan memeroleh penghasilan dan atau peningkatan nilai investasi”.
2.1.2
Tujuan Investasi Menurut Azis dan Mintarti (2012:229), “Tujuan investasi adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan investor, baik sekarang maupun dimasa yang akan datang”. Menurut Tandelilin (2010:8), ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi, yaitu: 11
12 a. Dalam meraih masa depan yang layak, seseorang akan berpikir, berusaha dengan keras dan bertindak dengan bijaksana untuk dapat mempertahankan apa yang dimilikinya sekarang dan meningkatkan pendapatan di masa mendatang. b. Mengurangi tekanan inflasi. Bagi sebagian orang dan perusahaan, investasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari diri dari risiko yang mampu menurunkan nilai kekayaan yang diakibatkan dari pengaruh inflasi. c. Dorongan untuk menghemat pajak. Di beberapa negara, terdapat kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan investasi di masyarakat melalui pemberian fasilitas perpajakan kepada masyarakat yang melakukan investasi pada bidang-bidang tertentu.
2.1.3
Jenis-jenis Investasi Jenis-jenis investasi menurut Martalena dan Malinda (2011:2), investor
dapat melakukan investasi dalam berbagai jenis asset, antara lain real assets dan financial assets. a. Real assets Investasi dalam bentuk nyata (dapat dilihat, diukur, disentuh). Contoh: tanah, bangunan, emas, dan lain-lain. b. Financial assets Investasi dalam bentuk surat berharga. Financial assets yang bersifat jangka pendek diperdagangkan di pasar uang, sedangkan yang bersifat jangka panjang diperdagangkan di pasar modal. Contoh: commercial paper, sertifikat deposito, saham, obiligasi, reksadana. Sedangkan menurut Azis, Mintartim dan Nadir (2015 : 235) jenis-jenis investasi sebagai berikut: a. Investasi Kekayaan Riil (real property) Investasi yang dilakukan terhadap aset yang bersifat nyata seperti tanah dan bangunan yang secara permanen melekat pada tanah. b. Investasi Kekayaan Pribadi yang Tampak (tangible personal property) Investasi yang dilakukan terhadap benda seperti emas, berlian, barang antik atau benda-benda seni seperti lukisan dan lain-lain.
13 c. Investasi Keuangan (financial investment) Investasi yang dilakukan terhadap surat berharga baik yang terdapat di pasar uang (money market) seperti deposito, SBI, SBPU maupun surat berharga yang terdapat di pasar modal (capital market) seperti saham, obligasi, dan berbagai bentuk surat berharga pasar modal lainnya. d. Investasi Komoditas (commodity investment) Investasi yang dilakukan terhadap komoditas atau biasa disebut sebagai perdagangan berjangka. Contoh investasi komoditas seperti investasi yang dilakukan terhadap barang misalnya kopi, kelapa sawit dan lain-lain.
2.1.4
Saham Menurut Azis dan Mintarti (2012:76), “Saham didefinisikan sebagai tanda
penyertaan atau kepemilikan investor individual atau investor institusional atau trader atas investasi mereka atau sejumlah dana yang diinvestasikan dalam suatu perusahaan”. Sedangkan menurut Widoatmodjo (2012:55), secara sederhana saham dapat didefinisikan sebagai: “Tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Selembar saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik (berapapun porsinya) dari suatu perusahaan yang menerbitkan kertas (saham) tersebut, sesuai porsi kepemilikannya yang tertera pada saham”.
2.1.5
Jenis-jenis Saham Menurut Azis dan Mintarti (2012:77), jenis-jenis saham yaitu: 1. Saham biasa (common stock) Saham biasa merupakan jenis saham yang memiliki hak klaim berdasarkan laba atau rugi yang diperoleh perusahaan. Apabila terjadi likuidasi terhadap perusahaan, maka para pemegang saham biasa akan mendapatkan prioritas paling akhir dalam pembagian dividen dari penjualan asset perusahaan. Ciri-ciri dari saham biasa adalah sebagai berikut: a) Dividen dibayarkan adalah dividen yang diperoleh dari laba perusahaan. b) Memiliki hak suara (one share one vote). c) Para pemegang saham dapat memperoleh kekayaan perusahaan apabila semua kewajiban perusahaan telah dilunasi.
14 2. Saham preferen (preffered stock) Saham preferen merupakan jenis saham yang sifat pembagian hasilnya tetap dan apabila perusahaan mengalami kerugian maka pemegang saham preferen akan mendapat prioritas utama dalam pembagian hasil atas penjualan asset. Adapun ciri-ciri dari saham preferen adalah: a) Memiliki hak utama dalam perolehan dividen. b) Tidak memiliki hak suara. c) Dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus. d) Apabila perusahaan dilikuidasi, maka para pemegang saham memiliki hak prioritas dalam memperoleh pembayaran sesuai nominal saham setelah kreditur. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2011:6), ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham, yaitu: 1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas: a. Saham biasa (common stock) merupakan saham yang mewakili klaim kepemilikan terhadap penghasilan dan kekayaan yang dimiliki perusahaan. Para pemegang saham biasa memiliki kewajiban yang terbatas, artinya apabila perusahaan mengalami kebangkrutan, maka kerugian maksimum yang ditanggung oleh pemegang saham adalah sebesar investasi pada saham tersebut. b. Saham preferen (preferred stocks) merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa pendapatan yang dihasilkan tetap (seperti bunga obligasi). Saham preferen memiliki kesamaan dengan saham biasa karena sahamnya dapat mewakili kepemilikan ekuitas dan diterbitkan tanpa tanggal jatuh tempo yang tertulis di atas lembaran saham tersebut dan membayar dividen. 2. Ditinjau dari cara peralihannya saham dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: a. Saham atas unjuk (bearer stocks) Merupakan saham yang tidak menulis siapa nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya.
15 Secara hukum, bagi yang memegang saham tersebut, maka akan diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS. b. Saham atas nama (registered stocks) Merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu, yaitu dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat nama pemegang saham. Apabila
sertifikat ini hilang,
maka pemilik dapat meminta
penggantian. 3. Ditinjau dari kinerja perdagangan maka saham dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Blue-chip stocks Saham biasa dari suatu emiten yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. b. Income stocks Saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan dalam membayar dividen yang lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen secara tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham. c. Growth stocks (well-known) Saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi dan sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock (lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak menjadi leader dalam industri namun memiliki ciri-ciri growth stock. Umumnya saham ini berasal dari daerah yang kurang popular di kalangan emiten. d. Speculative stocks Saham suatu perusahaan yang tidak bisa memperoleh penghasilan secara konsisten dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan untuk memberikan penghasilan yang tinggi di masa mendatang meskipun belum pasti.
16 e. Counter cyclical stocks Saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai dampak dari emiten yang memberikan penghasilan tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam poduk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok dan barang-barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods).
2.1.6
Harga Saham Harga saham merupakan salah satu indikator suatu perusahaan dalam
mencapai keberhasilan (Takarini dan Hendrarini, 2011:93). Menurut Jogiyanto (2008:167), “Harga saham merupakan harga yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu dan harga saham tersebut ditentukan oleh pelaku pasar”. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2012:102), “Harga saham merupakan harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu. Harga saham bisa berubah naik ataupun turun dalam hitungan waktu yang begitu cepat. Ia dapat berubah dalam hitungan menit bahkan dapat berubah dalam hitungan detik. Hal tersebut dimungkinkan karena tergantung dengan permintaan dan penawaran antara pembeli saham dengan penjual saham”.
2.1.7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi naik turunnya harga saham.
Menurut Fahmi (2014), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap naik turunnya harga saham, yaitu : 1. Kondisi mikro dan makro ekonomi. 2. Keputusan perusahaan untuk memperluas usaha seperti membuka kantor cabang, kantor cabang pembantu baik yang dibuka di dalam negeri maupun yang di luar negeri. 3. Pergantian direksi secara tiba-tiba. 4. Adanya pihak komisaris atau direksi yang terlibat dalam tindak pidana dan kasusnya sudah masuk ke pengadilan. 5. Kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan dalam setiap waktunya.
17 6. Risko sistematis, yaitu risiko yang terjadi secara menyeluruh dan telah ikut menyebabkan perusahaan terlibat. 7. Efek psikologi pasar yang ternyata mampu menekan kondisi teknikal jual beli saham.
2.1.8
Analisis Harga Saham Analisis harga saham terdiri dari analisis fundamental dan analisis teknikal.
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:149), “Analisis fundamental memiliki pengertian yaitu salah satu cara untuk melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator yang terkait dengan kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan hingga berbagai indikator keuangan dan manajemen perusahaan. Analisis fundamental ini menitikberatkan pada data-data kunci dalam laporan keuangan untuk memperhitungkan apakah harga saham sudah diapresiasi secara akurat. Data-data dalam laporan keuangan yang mendukung untuk melihat pergerakan harga saham ini dapat dicerminkan dalam rasio-rasio keuangan”. Sedangkan pengertian analisis teknikal menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:160) “adalah salah satu metode yang digunakan untuk penilaian saham, dimana dengan metode ini para analis melakukan evaluasi saham berbasis pada datadata statistik yang dihasilkan dari aktivitas perdagangan saham, seperti harga saham dan volume transaksi. Analisis teknikal merupakan jenis analisis yang lebih mengutamakan pada perilaku pasar, perubahan harga saham di waktu lalu, volume perdagangan, dan indeks harga saham gabungan dari saham tersebut”.
2.1.9
Laporan Keuangan Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield, (2011:5), laporan keuangan
adalah laporan yang menyediakan informasi keuangan suatu entitas yang dapat berguna bagi investor, kreditur, dan kreditor dalam membuat keputusan. Menurut Kasmir (2011:7), “Laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”. Menurut Harahap (2013:1), “Laporan keuangan adalah media informasi yang merangkum semua aktivitas perusahaan”.
18 2.1.10
Kinerja Keuangan Kinerja perusahaan merupakan pedoman bagi perusahaan dalam mengukur
keberhasilan
yang telah
dicapai.
Kinerja
perusahaan yang baik
mampu
menggambarkan kondisi kinerja keuangan yang sehat. Kinerja keuangan yang sehat menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba bagi investor serta membayar hutang perusahaan dengan tepat waktu (Fidhayatin dan Dewi, 2012:205). Menurut Fahmi (2011:2) dalam Maith (2013:621), “Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar”.
2.1.11
Rasio Keuangan Menurut Fahmi (2011:106) “Rasio keuangan adalah hasil yang diperoleh
dari perbandingan jumlah, dari satu jumlah dengan jumlah lainnya”. Sedangkan menurut Harahap (2011:297), “Rasio keuangan didefinisikan sebagai angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan (berarti)”.
2.1.12
Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan sebuah alternatif yang digunakan untuk
menguji suatu informasi keuangan agar dapat bermanfaat dalam memprediksi harga saham (Takarini dan Hendrarini, 2011:94).
Dalam melakukan analisis laporan
keuangan terdapat langkah awal yaitu membaca pernyataan dan catatan yang mendampinginya secara teliti (penelitian Neveu (1985) dalam Meythi, En, dan Rusli, 2011:2675). Menurut Kasmir (2012:128-198), ada empat jenis rasio keuangan, rasio tersebut adalah sebagai berikut: 1. Rasio Likuiditas 2. Rasio Solvabilitas 3. Rasio Aktivitas 4. Rasio Profitabilitas
19 2.1.13
Rasio Likuiditas Menurut
Harahap
(2011:301),
mendefinisikan
“Rasio
likuiditas
menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya”. Rasio-rasio yang termasuk rasio likuiditas adalah: 1. Current Ratio Harahap (2011:301) berpendapat bahwa “current ratio merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajibankewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya”. Rumus untuk menghitung current ratio adalah:
Current Assets Current Ratio = Current Liabilities Sumber : Harahap (2011:301) 2. Quick Ratio Menurut Kasmir (2012:146), “quick ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi, membayar kewajiban atau hutang lancar (hutang jangka pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan inventory”. Rumus untuk menghitung quick ratio adalah:
Current Assets - Inventory Quick Ratio = Current Liabilities Sumber : Kasmir (2012:146) 3. Cash Ratio Menurut Kasmir (2012:138), “cash ratio merupakan alat yang digunakan untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar hutang”. Rumus untuk menghitung cash ratio adalah:
20 Cash or Cash Equivalent Cash Ratio = Current Liabilities Sumber : Kasmir (2012:138) 2.1.14
Rasio Solvabilitas Menurut Kasmir (2012:151), pengertian “Rasio solvabilitas adalah rasio
yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Artinya berapa besar beban hutang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (likuidasi)”. Rasio-rasio yang termasuk rasio solvabilitas adalah: 1. Debt to Asset Ratio (Debt Ratio) Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:675), debt to asset ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur persentase total assets yang dibiayai oleh hutang dan bagaimana perusahaan mampu menahan kerugian
tanpa
mengganggu
kepentingan
kreditur.
Rumus
untuk
menghitung debt to asset ratio adalah:
Total Debt Debt to Asset Ratio = Total Assets Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:675) 2. Debt to Equity Ratio Menurut Kasmir (2012:151), “debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai hutang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh hutang, termasuk hutang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini digunakan untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang
21 dijadikan untuk jaminan hutang”. Rumus untuk menghitung debt to equity ratio adalah:
Total Debt Debt to Equity Ratio = Total Equity Sumber : Kasmir (2012:151) 3. Long Term Debt to Equity Ratio Menurut Kasmir (2011:159), “long term debt to equity ratio merupakan rasio antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dapat dijadikan
jaminan
hutang
jangka
panjang
yaitu
dengan
cara
membandingkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan”. Rumus untuk menghitung long term debt to equity ratio adalah:
Long Term Debt Long Term Debt to Equity Ratio = Total Equity Sumber : Kasmir (2011:159) 4. Time Interest Earned Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:675), times interest earned merupakan rasio yang memberikan indikasi mengenai kemampuan perusahaan untuk memenuhi pembayaran bunga. Sedangkan menurut Weston yang dikutip oleh Kasmir (2012:160) times interest earned merupakan rasio untuk mencari jumlah perolehan bunga. Rumus untuk menghitung times interest earned ada 2 cara diantaranya yaitu:
22 Earning Befor Income Tax (EBIT) Times Interest Earned = Interest Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:675) atau
EBIT + Interest Expense Times Interest Earned = Interest Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:675) 2.1.15
Rasio Aktivitas Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi perusahaan dalam penggunaan sumber daya perusahaan (Meythi, En, dan Rusli, 2011:2677). Menurut Kasmir (2012:176), rasio-rasio yang termasuk rasio aktivitas adalah: 1. Receivable Turnover Menurut Kasmir (2012:176), “receivable turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode”. Rumus untuk menghitung receivable turnover adalah:
Net Sales Receivable Turnover = The Average of Receivable Sumber : Kasmir (2012:176) 2. Inventory Turnover Menurut Kasmir (2011:180), “inventory turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanam dalam persediaan ini berputar dalam satu periode”. Rumus untuk menghitung inventory turnover adalah:
23 Net Sales Inventory Turnover = Inventory Sumber : Kasmir (2011:180) 3. Working Capital Turnover Menurut Kasmir (2011:182), “working capital turnover merupakan rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode atau dalam suatu periode”. Rumus untuk menghitung working capital turnover adalah :
Net Sales Working Capital Turnover = Working Capital Sumber : Kasmir (2011:183) 4. Total Assets Turnover Menurut Kasmir (2012:185), “total assets turnover merupakan rasio pengelolaan aktiva terakhir mengukur perputaran seluruh asset perusahaan dan dihitung dengan membagi penjualan dengan total aset dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva”. Sedangkan menurut Syamsuddin (2011:62), “total assets turnover merupakan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan di dalam menghasilkan volume penjualan tertentu”. Rumus untuk menghitung total assets turnover adalah:
Net Sales Total Assets Turnover = Total Assets Sumber : Kasmir (2012:185)
24 5. Fixed Assets Turnover Menurut Fahmi (2012:134), “fixed assets turnover merupakan rasio untuk melihat sejauh mana aset tetap yang dimiliki oleh suatu perusahaan memiliki tingkat perputarannya secara efektif, dan memberikan dampak pada keuangan perusahaan”. Sedangkan menurut Kasmir (2011:184), “fixed assets turnover merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanamkan dalam aset tetap berputar dalam satu periode”. Rumus untuk menghitung fixed assets turnover adalah :
Net Sales Total Fixed Assets Turnover = Total Fixed Assets Sumber : Kasmir (2011:184) 2.1.16
Rasio Profitabilitas Menurut Harahap (2011:304), “Rasio profitabilitas merupakan rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya”. Menurut Fahmi (2011:135), “Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektivitas secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi”. Menurut Kasmir (2012:196), “Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan”. Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso, rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur keberhasilan pendapatan atau operasi perusahaan untuk jangka waktu tertentu. Rasio-rasio yang termasuk rasio profitabilitas adalah (Weygandt, Kimmel, dan Kieso):
25 1. Profit Margin profit margin atau biasa disebut net profit margin merupakan rasio perbandingan antara laba bersih setelah pajak dan bunga dengan jumlah penjualan perusahaan (Kasmir 2012:200). Rumus untuk menghitung profit margin adalah :
Net Income Profit Margin = Net Sales Sumber : Weygandt, Kimmel dan Kieso (2011:672) 2. Asset Turnover Menurut Weygandt, Kimmel dan Kieso (2011:672), asset turnover merupakan rasio yang mengukur seberapa efisien perusahaan menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan. Rumus untuk menghitung asset turnover adalah :
Net Sales Asset Turnover = Average Assets Sumber : Weygandt, Kimmel dan Kieso (2011:672) 3. Return on Assets Menurut Kasmir (2012:201), “return on assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan”. Rumus untuk menghitung return on assets adalah :
Net Income Return on Assets = Average Assets Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:673)
26 4. Return on Ordinary Shareholders’ Equity Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:673), return on ordinary shareholders’ equity merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas perusahaan dari sudut pandang pemegang saham biasa. Rasio ini menunjukkan berapa banyak pendapatan perusahaan dari laba bersih yang diperoleh untuk setiap jumlah uang yang diinvestasikan oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung return on ordinary shareholder’s equity adalah :
Net Income Return on Ordinary Shareholders’ Equity = Average Ordinary Shareholder’s Equity Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:673) Net Income-Preference Dividends Return on Ordinary Shareholders’ Equity = Average Ordinary Shareholder’s Equity
Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:673) 5. Earnings Per Share Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:674), earnings per share merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih yang diperoleh dari setiap saham biasa. Menurut Kasmir (2012:207), “earnings per share merupakan rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku yang merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham”. Rumus untuk menghitung earnings per share adalah :
27 Net Income Earnings Per Share = Weighted-Average Ordinary Shares Outstanding Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:673) 6. Price Earnings Ratio price earnings ratio merupakan perbandingan antara market price per share (harga pasar per lembar saham) dengan earning per share (laba per lembar saham) (Fahmi, 2012:97). Rumus untuk menghitung price earnings ratio adalah :
Market Price per Share Price Earnings Ratio = Earnings per Share Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:674) 7. Payout Ratio Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso, (2011:675), “payout ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur persentase pendapatan yang didistribusikan dalam bentuk dividen tunai”. Rumus untuk menghitung payout ratio adalah:
Cash Dividends Payout Ratio = Net Income Sumber : Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011:675) Sedangkan menurut Sudana (2011:22), jenis-jenis rasio profitabilitas terdiri dari:
28 1. Return on Total Assets Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki, untuk menghasilkan laba setelah pajak. Rumus untuk menghitung return on total assets adalah:
Earning After Tax Return on Total Assets = Total Assets Sumber : Sudana (2011) 2. Return on Equity Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal perusahaan sendiri. Rumus untuk menghitung return on equity adalah:
Earning After Tax Return on Total Equity = Total Equity Sumber : Sudana (2011) 3. Profit Margin Ratio profit margin ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan mencapai target penjualan. 1) net profit margin net profit margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari penjualan yang dicapai oleh perusahan. Rumus untuk menghitung net profit margin adalah:
29 Earning After Tax Net Profit Margin = Sales Sumber : Sudana (2011) 2) Operating Profit Margin operating
profit
margin
merupakan
rasio
untuk
mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dari pencapaian target penjualan oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung operating profit margin adalah:
Earning Before Tax Operating Profit Margin = Sales Sumber : Sudana (2011) 3) Gross Profit Margin gross profit margin merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba kotor dari pencapaian penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. Rumus untuk menghitung gross profit margin adalah:
Gross Profit Gross Profit Margin = Sales Sumber : Sudana (2011) 2.2
Kerangka Pemikiran Penelitian ini menggunakan lima variabel sebagai variabel independen,
yaitu debt to equity ratio (DER), earnings per share (EPS), return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan net profit margin (NPM). Berdasarkan beberapa teori dan temuan dari penelitian terdahulu diatas, maka model kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:
30
Gambar 2.1: Skema Kerangka Pemikiran Variabel independen terdiri dari debt to equity ratio (DER), earnings per share (EPS), return on assets (ROA), return on equity (ROE) dan net profit margin (NPM). Sedangkan variabel dependen terdiri dari harga saham.
2.3
Pengembangan Hipotesis
2.3.1
Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Harga Saham Rasio DER mencerminkan tingkat risiko perusahaan terkait dengan modal
sendiri yang dimiliki perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya (Dewi dan Suaryana, 2013:219). Tingginya rasio DER suatu perusahaan menunjukkan bahwa semakin besar total hutang perusahaan terhadap total ekuitas perusahaan dan semakin besar juga tingkat risiko perusahaan yang mampu menurunkan harga saham perusahaan. Sebaliknya, rasio DER suatu perusahaan yang rendah menunjukkan total hutang perusahaan yang kecil sehingga tingkat risiko perusahaan menurun dan harga saham perusahaan menjadi naik (Assegaf, 2015). Pengaruh debt to equity ratio terhadap harga saham menjadi hipotesis pertama dalam penelitian ini. H1 : Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap harga saham.
2.3.2
Pengaruh Earnings Per Share (EPS) terhadap Harga Saham Meythi, En, dan Rusli (2011:2678) mengatakan bahwa earnings per share
merupakan laba per lembar saham biasa yang diperoleh perusahaan
untuk
memaksimalkan kesejahteraan para pemegang saham. Kieso (2011), Oleh karena EPS menunjukkan pendapatan yang diperoleh dari masing-masing saham biasa,
31 maka perusahaan melaporkan laba per saham hanya untuk saham biasa saja. Sebelum menanamkan modal di sebuah perusahaan, investor cenderung melihat EPS perusahaan tersebut karena EPS mengandung informasi penting terkait dengan dividen dan harga saham perusahaan. Semakin tinggi laba yang diperoleh investor, maka investor semakin tertarik untuk membeli saham perusahaan sehingga hal ini dapat mempengaruhi naiknya harga saham perusahaan (Takarini dan Hendrarini 2011:97). Pengaruh earnings per share terhadap harga saham menjadi hipotesis kedua dalam penelitian ini. H2 : Earnings Per Share (EPS) berpengaruh terhadap harga saham.
2.3.3
Pengaruh Return on Assets (ROA) terhadap Harga Saham ROA merupakan salah satu faktor yang membuat investor tertarik untuk
membeli saham suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki ROA yang tinggi dianggap bahwa perusahaan tersebut akan tumbuh lebih cepat daripada perusahaan yang memiliki ROA yang rendah tanpa meminjam ataupun menjual saham untuk meningkatkan modal perusahaan (Thim, Choong, dan Asri, 2012:242). Tingginya rasio ROA suatu perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mampu untuk menghasilkan laba dari penggunaan aktiva perusahaan sehingga hal ini mampu mempengaruhi harga saham suatu perusahaan menjadi meningkat (Dini dan Indarti, 2012:6). Pengaruh return on assets terhadap harga saham menjadi hipotesis ketiga dalam penelitian ini. H3 : Return on Assets (ROA) berpengaruh terhadap harga saham.
2.3.4
Pengaruh Return on Equity (ROE) terhadap Harga Saham Jensen Investment (2008) beranggapan bahwa memilih ROE yang tinggi
secara konsisten merupakan cara terbaik dalam memilih saham untuk investasi jangka panjang, karena semakin meningkatnya ROE suatu perusahaan, maka pemegang saham akan lebih banyak menerima return dari investasi mereka. ROE merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan profitabilitas suatu perusahaan di masa yang akan datang. Tingginya ROE perusahaan menggambarkan bahwa perusahaan
mampu memperoleh laba dari modal yang
diinvestasikan sehingga pertumbuhan perusahaan semakin baik dan investor semakin tertarik untuk membeli saham perusahaan. ROE perusahaan yang tinggi dapat mempengaruhi meningkatnya harga saham perusahaan (Takarini dan Hendrarini,
32 2011:97). Pengaruh return on equity terhadap harga saham menjadi hipotesis keempat dalam penelitian ini. H4 : Return on Equity (ROE) berpengaruh terhadap harga saham.
2.3.5
Pengaruh Net Profit Margin (NPM) terhadap Harga Saham Takarini dan Hendrarini (2011:96) menyatakan bahwa net profit margin
(NPM) merupakan gambaran suatu perusahaan dalam meningkatkan earnings dan menghasilkan laba bagi perusahaan. Investor cenderung tertarik berinvestasi pada perusahaan yang memiliki NPM yang tinggi. Semakin tinggi NPM perusahaan, maka semakin tinggi harga saham perusahaan. Pengaruh net profit margin terhadap harga saham menjadi hipotesis kelima dalam penelitian ini. H5 : Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap harga saham.
2.3.6
Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Earnings Per Share (EPS), Return on Assets (ROA),
Return on Equity (ROE), dan Net Profit
Margin (NPM) terhadap Harga Saham Penelitian Murtiningsih (2011) menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio (DER), Earnings Per Share (EPS), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap harga saham. Sedangkan penelitian Thim, Choong, dan Asri (2012) menyatakan bahwa Earnings Per Share (EPS), Return on Assets (ROA), dan Return on Equity (ROE) memiliki pengaruh kuat terhadap harga saham. Dari beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER), Earnings Per Share (EPS), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM) memiliki pengaruh terhadap harga saham. H6 : Debt to Equity Ratio (DER), Earnings Per Share (EPS), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM) berpengaruh terhadap harga saham.
2.4
Penelitian Terdahulu Penelitian tentang pengaruh debt to equity ratio, earnings per share, return
on assets, return on equity dan net profit margin untuk mengetahui pengaruhnya terhadap harga saham pada perusahaan sektor industri barang konsumsi di Bursa
33 Efek Indonesia periode 2011-2014 telah banyak diteliti. Adapun hasil penelitian para peneliti sebelumnya yang mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut: Dewi dan Suaryana (2013) melakukan penelitian mengenai “Pengaruh EPS, DER, dan PBV terhadap Harga Saham pada Perusahaan di Bidang Food and Beverage yang Terdaftar di BEI periode 2009-2011”. Pengaruh EPS dan PBV terhadap harga saham adalah signifikan positif, sedangkan pengaruh DER terhadap harga saham adalah signifikan negatif. Takarini dan Hendrarini (2011) dalam penelitiannya mengenai “Rasio Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Harga Saham Perusahaan yang Terdaftar di Jakarta Islamic Index”, menggunakan variabel net profit margin (NPM), quick ratio (QR), return on equity (ROE), earnings per share (EPS), dan debt to equity ratio (DER) yang memiliki pengaruh terhadap harga saham yang terdaftar di Jakarta Islamic Index (JII). Hasil kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel net profit margin (NPM), return on equity (ROE), earning per share (EPS), dan debt to equity ratio (DER) secara parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan quick ratio (QR) memiliki pengaruh signifikan positif terhadap harga saham. Di dalam penelitian Murtiningsih (2013) mengenai “Pengaruh ROA, ROE, NPM, EPS, dan DER terhadap Tingkat Harga Saham pada Perusahaan Food and Baverages di BEI tahun 2008-2010”, menyatakan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu ROA, ROE, NPM, EPS, dan DER serta variabel dependen yang digunakan yaitu harga saham. Berdasarkan kesimpulan dari penggunaan uji t, hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa ROA, ROE, dan DER tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham, sedangkan NPM dan EPS berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham. Dalam penelitian Meythi, En, dan Rusli (2011) mengenai “Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas terhadap Harga Saham Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, variabel yang digunakan adalah current ratio sebagai proxy untuk likuiditas dan earnings per share sebagai proxy untuk profitabilitas. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa secara parsial likuiditas yang diukur dengan current ratio dan profitabilitas yang diukur dengan earnings per share tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Tetapi, secara simultan likuiditas yang diukur dengan current ratio dan profitabilitas yang diukur dengan earnings per share berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
34 Idawati dan Wahyudi (2015) meneliti tentang “Effect of Earning Per Shares (EPS) and Return on Assets (ROA) against Share Price on Coal Mining Company Listed in Indonesia Stock Exchange”. Penelitian ini menggunakan EPS dan ROA sebagai variabel independen serta menggunakan harga saham sebagai variabel dependen. Kesimpulan dari penelitian ini adalah EPS dan ROA memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap harga saham. Namun, hanya EPS yang memiliki pengaruh secara parsial terhadap harga saham, sedangkan ROA tidak memiliki pengaruh secara parsial terhadap harga saham. Sondakh, Tommy, dan Mangantar (2015) meneliti tentang “Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Asset, Return on Equity Pengaruhnya terhadap Harga Saham pada Indeks LQ45 di BEI Periode 2010-2014”. Penelitian ini menguji beberapa rasio keuangan sebagai variabel independen yang terdiri dari Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Return on Asset (ROA), dan Return on Equity (ROE) sedangkan variabel dependen yang digunakan yaitu harga saham. Penelitian ini menyimpulkan bahwa CR, DER, ROA, dan ROE secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Dini dan Indarti (2012) meneliti tentang “ Pengaruh Net Profit Margin (NPM), Return on Assets (ROA), dan Return on Equity (ROE) Terhadap Harga Saham yang Terdaftar Dalam Indeks Emiten LQ45 Tahun 2008-2010”. Peneitian ini mengambil beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga saham yaitu diantaranya NPM, ROA, dan ROE. Hasil kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa NPM, ROA, dan ROE berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Dalam penelitian Menaje (2012) tentang “Impact of Selected Financial Variables on Share Price of Publicly Listed Firms in the Philippines”, menyatakan bahwa variabel yang digunakan adalah earnings per share (EPS) dan return on assets (ROA). Hasil dari penelitian ini yaitu earnings per share (EPS) memiliki pengaruh positif terhadap harga saham sedangkan return on assets (ROA) memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham. Penelitian Thim, Choong, dan Asri (2012) mengenai “Stock Performance of the Property Sector in Malaysia”, menyatakan bahwa dalam penelitian ini kinerja saham diukur dengan variabel return on assets (ROA), return on equity (ROE), debt ratio (DR), net profit margin (NPM), effective tax rate (ETR), earnings per share (EPS), dan price earning (PE) ratio. Berdasarkan kesimpulan penelitian ini, 7 variabel yang terdiri dari return on assets (ROA), return on equity (ROE), debt ratio
35 (DR), net profit margin (NPM), effective tax rate (ETR), earnings per share (EPS), dan price earning (PE) ratio memiliki pengaruh kuat terhadap harga saham properti. Return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan earnings per share (EPS) merupakan faktor yang paling mempengaruhi harga saham properti. Saeidi dan Okhli (2012) melakukan penelitian mengenai “Studying The Effect of Assets Return Rate on Stock Price of The Companies Accepted in Tehran Stock Exchange”. Dalam penelitian ini, variabel independen yang digunakan adalah assets return rate dan variabel dependen yang digunakan adalah harga saham. Selain itu, variabel company size, company age, dan koefisien beta digunakan sebagai variabel kontrol dari tahun 2001-2010. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu assets return rate memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham yang ada di Tehran Stock Exchange. Menike dan Prabath (2014) meneliti tentang “The Impact of Accounting Variables on Stock Price: Evidence from the Colombo Stock Exchange, Sri Lanka”. Penelitian ini menggunakan faktor-faktor tertentu pada perusahaan seperti dividend per share (DPS), earnings per share (EPS), dan book value per share (BVPS) yang memiliki pengaruh terhadap harga saham. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa EPS, DPS, dan BVPS berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham di Bursa Efek Colombo periode 2008-2012. Perdana, Darminto, dan Sudjana (2013) meneliti tentang “Pengaruh Return on Equity (ROE), Earnings Per Share (EPS) dan Debt to Equity Ratio (DER) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011”.
Penelitian ini menggunakan data
sekunder dan teknik purposive sampling. Variabel independen yang digunakan tediri dari ROE, EPS dan DER, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah harga saham. Berdasarkan uji F, dihasilkan bahwa ROE, EPS dan DER secara simultan memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Sedangkan uji t menyatakan bahwa EPS memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, DER memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham, dan ROE memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap harga saham. Yanti, Nurazi dan Zulkarnain (2012) meneliti tentang “Analisis Pengaruh Price to Book Value (PBV), Earnings Per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER) dan Return on Equity (ROE) terhadap Harga Lima Saham Rekomendasi E-Trading Paling Potensial di Bursa Efek Indonesia”. Periode penelitian ini menggunakan
36 kuartal tahun pertama yaitu tahun 2007 sampai dengan kuartal tahun keempat yaitu tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan data time series. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan bahwa secara parsial PBV, EPS dan ROE memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham sedangkan DER tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham. Hamka (2013) meneliti tentang “Pengaruh Variabel Earnings Per Share (EPS), Price Earnings Ratio (PER) dan Return on Equity (ROE) terhadap Harga Saham. (Studi pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Periode penelitian ini dimulai dari tahun 2008-2011 dengan menggunakan populasi sebanyak 41 perusahaan pertambangan dan sampel sebanyak 12 perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa EPS, PER, dan ROE memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham perusahaan pertambangan.