BAB 2 LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu bidang strategis dari organisasi, manajemen sumber daya manusia perlu dilihat sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola tenaga kerja secara efektif dan untuk itu membutuhkan
pengetahuan
tentang
perilaku
manusia
dan
kemampuan
mengelolanya. Manajemen sumber daya manusia menurut pandangan para ahli:
Menurut Dessler (2013:4), mengatakan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, selain itu juga memperhatikan hubungan kerja para karyawan, kesehatan dan keamanan, serta masalah keadilan.
Menurut Hanggraeni (2012:4), manajemen sumber daya manusia memiliki hubungan atas bagaimana sebuah organisasi merancang system formal yang menjamin pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif dan efisien guna mendukung visi misi dan rencana strategis organisasi.
Sedangkan menurut Sutrisno (2014:7), manajemen sumber daya manusia berdefinisi sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasi, pemeliharaan, dan juga pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai visi dan misi organisasi perusahaan secara terpadu. Dengan begitu Fungsi-Fungsi Manajemen dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Perencanaan Perencanaan adalah kegiatan perencanaa tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya visi dan misi perusahaan. 13
14
b. Pengorganisasian Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi.
c. Pengarahan Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
d. Pengendalian Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan agar menaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan, dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
2.2 Definisi Insentif Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para karyawan untuk bekerja dengan kemampuan yang optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra di luar gaji atau upah yang telah di tentukan. Pemberian insentif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan para karyawan dan keluarga mereka. Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan rencana - rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan berbagai standar kinerja karyawan atau profitabilitas organisasi. Definisi insentif menurut pandangan para ahli:
Menurut Sarwoto (2010:144), insentif merupakan suatu sarana motivasi yang diberikan oleh perusahaan sebagai perangsang atau pendorong yang diberikan secara sengaja kepada para pekerja agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi.
Menurut Moekijat (2010:180), insentif yang bentuknya sederhana adalah standard potongan yang menghubungkan pendapatan dengan produktifitas dan dapat
15
menggunakan premi, bonus atau berbagai macam standarisasi perusahaan untuk memberikan imbalan jasa kepada pelaksanaan pekerjaan agar lebih baik.
Menurut Rivai & Sagala (2010:767), insentif diartikan sebagai bentuk pembayaran yang dikaitkan dengan kinerja dan gainsharing, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan karena telah meningkatkan produktivitas dan juga penghematan biaya.
Dengan bagitu insentif dapat dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai kepada karyawan yang prestasinya melebihi standar yang telah ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi karyawan untuk bekerja lebih baik agar kinerja karyawan dapat meningkat. Jadi menurut pendapat - pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan, bahwa Insentif adalah dorongan pada seseorang agar mau bekerja dengan baik dan agar lebih dapat mencapai tingkat kinerja yang lebih tinggi sehingga dapat menambah kemauan kerja dan motivasi seorang karyawan agar terciptanya suatu kinerja yang berkualitas sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
2.2.1 Tujuan Pemberian Insentif Insentif yang berfungsi sebagai perangsang motivasi kerja karyawan memiliki berbagai tujuan yang bermacam – macam, menurut Notoatmidjo, Edy Sutrisno (2011:188-189) menyatakan berbagai macam tujuan pemberian insentif, yaitu:
a. Menghargai prestasi kerja. b. Menjamin keadilan. c. Mempertahankan karyawan. d. Memperoleh karyawan yang bermutu. e. Pengendalian biaya. f. Memenuhi peraturan. 2.2.2 Indikator Pemberian Insentif Dalam penerapan insentif yang terdapat diperusahaan, terdapat berbagai aspek pengukuran dalam menilai pemberian insentif dalam perusahaan. Menurut Hasibuan (2010:184) memiliki dasar yang banyak untuk mengukur tingkat insentif karyawan suatu organisasi, yaitu:
16
a. Non material insentif yaitu adanya perangsang yang diberikan kepada karyawan yang berbentuk penghargaan / pengukuhan berdasarkan prestasi kerjanya. Dapat diberikan dalam bentuk: •
Piagam Penghargaan
•
Jaminan Sosial
•
Pujian lisan
b) Material insentif, yaitu daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya. Dapat diberikan dalam bentuk: • Kompensasi yang ditangguhkan • Bantuan hari tua c) Sosial insentif, yaitu pemberian daya perangsang kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya berupa fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan kemampuanya. Dapat diberikan dalam bentuk: • Promosi • Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan • Kegiatan Keagamaan
2.3 Definisi Lingkungan Kerja Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Lingkungan kerja adalah suasana kerja dimana karyawan melakukan aktivitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah ditempat kerjanya, melakukan aktivitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja karyawan. Beberapa ahli mendifinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut:
17
Menurut Marwansyah (2010) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugastugas yang diembankan.
Sedangkan menurut Sedarmayanti (2011:2) Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok.
2.3.2 Faktor Lingkungan Kerja Dalam penerapan lingkungan kerja yang terdapat diperusahaan, terdapat berbagai aspek pengukuran dalam menilai kondisi lingkungan kerja dalam perusahaan. Menurut Nuraini (2013:103) untuk dapat menciptakan lingkungan kerja yang efektif dalam perusahaan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan yaitu : a. Cahaya Cahaya penerangan yang cukup memancarkan dengan tepat akan menambah efisiensi kerja para karyawan/karyawan, karna mereka dapatbekerja dengan lebih cepat lebih sedikit membuat kesalahan dan matanya tak lekas menjadi lelah. b. Warna Warna merupakan salah satu faktor yang penting untuk memperbesar efisiensi kerja para karyawan, khususnya warna akan mempengaruhi keadaan jiwa mereka dengan memakai warna yang tepat pada dinding ruang dan alat-alat lainnya kegembiraan dan ketenangan bekerja para karyawan akan terpelihara. c. Udara Mengenai faktor udara ini, yang sering sekali adalah suhu udara dan banyaknya uap air pada udara itu. d. Suara Untuk mengatasi terjadinya kegaduhan, perlu kiranya meletakkan alat-alat yang memiliki suara yang keras, seperti mesin ketik pesawat telpon, parkir motor, dan lain-lain. Pada ruang khusus, sehingga tidak mengganggu pekerja lainnya dalam melaksanakan tugasnya.
18
2.3.3 Indikator Lingkungan Kerja Menurut Suwatno dan Priansa (2011:163) secara umum lingkungan kerja terdiri dari lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja psikis:
a. Faktor Lingkungan Fisik Faktor lingkungan fisik adalah lingkungan yang berada disekitar pekerja itu sendiri. Kondisi di lingkungan kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang meliputi: •
Prosedur Pekerjaan
Meliputi peralatan kerja dan prosedur kerja atau metode kerja, peralatan kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya akan mempengaruhi kesehatan hasil kerja karywan. •
Kondisi Lingkungan Kerja
Penerangan dan kebisingan sangat berhubungan dengan kenyamanan para pekerja dalam bekerja. Sirkulasi udara, suhu ruangan dan penerangan yang sesuai sangat mempengaruhi kondisi seseorang dalam menjalankan tugasnya. •
Tingkat Visual Privacy dan Acoustical Privacy
Dalam tingkat pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang dapat memberi privasi bagi karyawannya. Yang dimaksud privasi disini adalah sebagai “ keleluasan pribadi “ terhadap hal hal yang menyangkut dirinya dan kelompoknya. Sedangkan acoustical privasi berhubungan dengan pendengaran.
b. Faktor Lingkungan Psikis Faktor lingkungan psikis adalah hal-hal yang menyangkut dengan hubungan sosial dan keorganisasian. Kondisi psikis yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah: •
Beban kerja (load work)
Pekerjaan yang berlebihan dengan waktu yang terbatas atau mendesak dalam penyelesaian suatu pekerjaan akan menimbulkan penekanan dan ketegangan terhadap karyawan, sehingga hasil yang didapat kurang maksimal.
19 •
Sistem Pengawasan
Sistem pengawasan yang buruk dan tidak efisien dapat menimbulkan ketidak puasaan lainnya, seperti ketidak stabilan suasana politik dan kurangnya umpan balik prestasi kerja. •
Frustasi
Frustasi dapat berdampak pada terhambatnya usaha pencapaian tujuan, misalnya harapan perusahaan tidak sesuai dengan harapan karyawan, apabila hal ini berlangsung terus menerus akan menimbulkan frustasi bagi karyawan.
2.4 Definisi Disiplin Kerja Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap Tugas - tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak factor yang mempengaruhinya. Beberapa ahli mendifinisikan disiplin kerja antara lain sebagai berikut:
Menurut Rivai, Hartatik (2014: 183) menyatakan bahwa disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan pemimpin untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan serta norma-norma sosial yang berlaku
Sedangkan menurut Hartatik (2014 :182) disiplin kerja bermanfaat mendidik karyawan untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada. Kurangnya pengetahuan tentang peraturan, prosedur dan kebijakan akan menyebabkan tindakan indisipliner.
2.4.1 Macam-Macam Disiplin Kerja Menurut Mangkunegara (2011:129) ada dua bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif.
20
a. Disiplin preventif, adalah suatu upaya untuk menggerakkan karyawan mengikuti dan mematuhi peraturan kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya adalah untuk menggerakkan karyawan berdisiplin diri. Dengan cara preventif, karyawan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan-peraturan perusahaan.
b. Disiplin korektif, adalah suatu upaya menggerakkan karyawan dalam penyatuan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mengatuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan. Pada disiplin korelatif, karyawan yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah agar karyawan tidak mengulangi pelanggaran, memelihara peraturan yang berlaku, dan memberikan pelajaran kepada pelanggar.
2.4.2 Indikator Disiplin Kerja Dalam penerapan disiplin kerja diperusahaan, terdapat berbagai aspek pengukuran dalam menilai tingkat kedisiplinan kerja di perusahaan. Menurut Fathoni, Hartatik (2014:200), indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya sebagai berikut:
1. Tujuan dan Kemampuan Tujuan dan kemampuan staf dalam memahami peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi sangat berpengaruh pada tingkat kedisiplinan karyawan. Kurang pengetahuan tentang peraturan, prosedur, dan kebijakan yang ada, menjadi penyebab terbanyak tindakan indisipliner. 2. Teladan Pimpinan Seorang pemimpin harus dapat memberikan contoh pada staf dan menjadi role model/panutan bagi bawahannya. Apabila pimpinan tidak bisa menjadi contoh yang baik bagi bawahannya maka setiap aturan dan kebijakan yang dibuat tidak akan dilaksanakan oleh staf secara maksimal. Oleh karena itu seorang pimpinan harus dapat mempertahankan perilaku yang positif sesuai harapan staf.
21
3. Keadilan Aturan-aturan yang dibuat harus diberlakukan untuk semua staf tanpa memandang kedudukan. Bila ada yang melanggar maka harus dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. 4. Pengawasan Melekat Pengawasan melekat ialah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Sebab,dengan pengawasan melekat ini, berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada atau hadir ditempat kerja. Jadi pengawasan melekat ini menuntut adanya kebersamaan aktif antara atasan dengan bawahan dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. 5. Ketegasan Ketegasan seorang pimpinan dalam memberikan sanksi terhadap staf yang melakukan pelanggaran difokuskan untuk mengoreksi penampilan kerja agar peraturan kerja dapat diberlakukan secara konsisten. 6. Hubungan kemanusiaan Disiplin bermanfaat mendidik karyawan untuk mematuhi dan menyenangi peraturan, prosedur, maupun kebijakan yang ada, sehingga dapat menghasilkan kinerja yang baik.
2.5 Definisi Kepuasan Kerja Menurut para ahli kepuasan kerja memiliki definisi sebagai berikut:
Menurut Mcshane, et al. (2010:108), memandang kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekerjaan dengan penilaian terhadap karakteristik pekerjaan, lingkungan kerja dan pengalaman emosional di pekerjaan yang dirasakan.
Menurut Colquitt, et al. (Wibowo, 2013:131) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja.
22
Menurut Robbins, et al. (2011:114) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakteristiknya. Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijakan organisasi, memenuhi semua standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja kurang ideal.
2.5.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang tidaklah hanya gaji, tetapi terkait dengan perkjaan itu sendiri, dengan factor lain seperti hubungan dengan atasan, rekan sekerja, lingkungan kerja, dan aturan-aturan. Menurut Sutrisno (2010:80), kepuasan kerja karyawan mempengaruhi banyak faktor, meliputi:
a. Faktor Kepuasan Psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan kcjiwaan karyawan. Hal ini meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan. b. Faktor Kepuasan Sosial yaitu Faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda Jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar.
c. Faktor Kepuasan Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisiklingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, kondisi kesehatan karyawan
d. Faktor Kepuasan Finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka seharihari sehingga kepuasan kerja bagi karyawan dapat terpenuhi. Hal ini meliputi sistem dan besamya gaji, jaminan sosial, macam – macam tunjangan, fasilitas yang diberikan serta promosi.
2.5.2 Indikator Kepuasan Kerja Pengukuran kepuasan kerja menurut para ahli mengenai pengukuran kepuasan kerja, berdasarkan pandangan Herzberg, Setyorini (2011:304), menyatakan
23
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja terbagi menjadi dua faktor, yaitu: a. Faktor Ekstrinsik • Gaji atau upah Gaji yang memadai akan meningkatkan nilai sosial ekonomi karyawan. • Kondisi Kerja Karyawan akan bekerja dengan nyaman apabila suasana kerja kondusif, terdapat kerja sama yang baik serta harmonis dengan rekan kerja. • Status Status (kedudukan) yang meningkat berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai. • Mutu Teknik Pengawasan Standart Operational Procedure (SOP) yang dijalankan dengan tepat serta pengawasan yang baik dapat meningkatkan kinerja pegawai.
b.Faktor Intrinsik • Pengakuan (Recognition) Penghargaan dan pengakuan merupakan perangsang yang akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi. • Tanggung Jawab (Responsibility) Adanya rasa kepemilikan (sense of belonging) akan menimbulkan motivasi untuk turut merasa bertanggung jawab. • Pekerjaan itu Sendiri (Work it Self) Karyawan yang mencintai pekerjaannya akan memberikan kepuasan kerja dalam dirinya sehingga dapat melaksanakan tugas dengan baik. • Kemungkinan untuk Berkembang (Possibility of Growth) Kesempatan untuk mengembangkan diri dapat memacu karyawan untuk mencapai kesuksesan karir.
2.6 Hipotesis Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki variabel yang menyerupai penelitian kali ini. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut: a. Hubungan antara insentif (X1) dengan kepuasan kerja (Y)
24 • Majoor (2012), ditemukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kepuasan kerja dan intensitas insentif selama insentif moneter cukup besar. • Atallah (2014), menyatakan bahwa bahwa bank-bank yang berda di Saudi tertarik pada kepuasan karyawan mereka dengan menawarkan insentif keuangan, imbalan bagi karyawan dibedakan, memberikan kepada mereka upah dan gaji yang sesuai dengan ukuran pekerjaan dan tanggung jawab.
Hipotesis 1 : Ada pengaruh antara insentif terhadap kepuasan kerja
b. Hubungan antara lingkungan kerja (X2) dengan kepuasan kerja (Y) • Kaur (2014), menyatakan bahwa kondisi kerja yang baik, penyemangat & fasilitas hiburan, fasilitas kesehatan & keselamatan, dan hal hal yang menyenangkan di tempat kerja akan meningkatkan derajat kepuasan kerja. • Yasa & Utama (2012), menyatakan bahwa, kompensasi dan lingkungan kerja secara langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Hipotesis 2 : Ada pengaruh lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja
c. Hubungan antara disiplin kerja (X3) dengan kepuasan kerja (Y) • Ebuara & Coker (2012), menyatakan bahwa berdasarkan temuan penelitian ini, hasil menunjukkan bahwa kepuasan kerja guru tidak tergantung pada tingkat disiplin. • Darsono (2010), menyatakan bahwa variabel disiplin kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja artinya meningkatnya disiplin kerja di Distrik Navigasi Kelas II Semarang akan meningkatkan kepuasan kerja para karyawan Distrik Navigasi Klealas II Semarang.
Hipotesis 3 : Ada pengaruh antara disiplin kerja terhadap kepuasan kerja
25
d. Hubungan antara Insentif (X1), Lingkungan Kerja (X2) dan Disiplin Kerja (X3) terhadap Kepuasan Kerja (Y)
Hipotesis 4: Ho : Tidak ada pengaruh antara insentif, lingkungan kerja, disiplin kerja terhadap disiplin kerja karyawan pada PT Hume Sakti Indonesia Cabang Cakung. Ha : Ada pengaruh antara insentif, lingkungan kerja, disiplin kerja terhadap disiplin kerja karyawan pada PT Hume Sakti Indonesia Cabang Cakung.
2.7 Kerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan materi diatas, dapat digambarkan kerangka pemikiran mengenai pengaruh insentif, lingkungan dan disiplin kerja terhadap kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti 2015
26