ANALISIS GEMPA TERHADAP STRUKTUR GEDUNG SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) I KOTA TANGERANG SELATAN
TUBAGUS VERRY SNOVILE ARUNDA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Gempa Terhadap Struktur Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Tubagus Verry Snovile Arunda NIM F44120068
ABSTRAK TUBAGUS VERRY SNOVILE ARUNDA. Analisis Gempa Terhadap Struktur Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan. Dibimbing oleh MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA dan MUHAMMAD FAUZAN. Proyek pembangunan Gedung SKPD I berlokasi di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keamanan struktur bangunan Gedung SKPD I terhadap pengaruh kombinasi pembebanan gempa, beban mati, beban hidup, beban hujan, dan beban angin sebagai dasar dalam memperbaiki performa struktur ketika mengalami deformasi akibat pembebanan. Penelitian ini menggunakan metode analisis gempa berupa statik ekuivalen, modal response spectrum, dan fast nonlinear analysis (FNA). Nilai story drift gedung yang diperoleh dari semua metode analisis gempa berada dalam batas aman karena tidak melebihi nilai yang diijinkan. Pengaruh P-delta dapat diabaikan dalam proses analisis, karena dari hasil statik ekuivalen diketahui bahwa koefisien stabilitas kurang dari 0.10. Hasil analisis tulangan menunjukkan beberapa tipe balok anak mampu menahan kombinasi pembebanan gempa statik maupun dinamis, namun tidak untuk balok utama yang tergolong ke dalam collapse prevention dan life safety untuk kondisi kerusakan struktur. Luasan tulangan torsi untuk balok BA3/BA4 dan BA6 tidak mencukupi untuk menahan accidential torsion. Kolom utama di lantai dasar dekat tangga utama maupun kolom lift K5 dan K6 juga tidak dapat menahan gaya geser gempa serta tergolong pula ke dalam collapse prevention dan life safety. Kata kunci: analisis gempa, fast nonlinear analysis, modal response spectrum, statik ekuivalen, story drift
ABSTRACT TUBAGUS VERRY SNOVILE ARUNDA. Seismic Analysis of Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Building Structure at South Tangerang City. Supervised by MACHMUD ARIFIN RAIMADOYA and MUHAMMAD FAUZAN. Construction project of SKPD I Building is located at kelurahan Serua, Ciputat district, South Tangerang. This study aimed to analyse the structural safety of SKPD I Building towards combined effect of earthquake loading, dead loads, live loads, rain loads, and wind loads as a basis to improve deformation of structure performance. This research used seismic analysis methods such as equivalent static, modal response spectrum, and fast nonlinear analysis (FNA). The value of story drift from all buildings earthquake analysis methods were within safe limits because it didn’t exceed the value of permitted story drift. Effect of P-delta can be ignored
in the analysis process, because the results of equivalent static showed that stability coefficient was less than 0.10. Results of the analysis showed that several type of sub-main beam were able to withstand static and dynamic earthquake loading, but not for the main beam that was classified into the collapse prevention and life safety for the conditions of structural damage. Torsion reinforcement area of BA3/BA4 and BA6 beam can’t afford the accidential torsion. Main columns on the ground floor near the main stairs and also lift column of K5 and K6 couldn’t withstand earthquake shear stress and also classified into collapse prevention and life safety. Key words: equivalent static, fast nonlinear analysis, modal response spectrum, seismic analysis, story drift
ANALISIS GEMPA TERHADAP STRUKTUR GEDUNG SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) I KOTA TANGERANG SELATAN
TUBAGUS VERRY SNOVILE ARUNDA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi : Analisis Gempa Terhadap Struktur Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan Nama : Tubagus Verry Snovile Arunda NIM : F44120068
Disetujui oleh
Ir Machmud Arifin Raimadoya, MSc Pembimbing I
Muhammad Fauzan, ST, MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Nora Herdiana Pandjaitan, DEA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan karunia dan rahmat-Nya lah maka karya ilmiah berjudul “Analisis Gempa Terhadap Struktur Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan” ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ir. Machmud Arifin Raimadoya, M. Sc. selaku pembimbing pertama yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Muhammad Fauzan, ST. MT. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan bimbingannya selama melakukan penelitian. 3. Dr. Ir. Meiske Widyarti, M. Eng. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan. 4. PT. Brantas Abipraya (Persero) selaku perusahaan kontraktor BUMN yang telah mengizinkan penggunaan lokasi konstruksi sebagai tempat penelitian. 5. PT. Katama Suryabumi selaku perusahaan pemilik paten pondasi konstruksi sarang laba-laba (KSLL) yang menyediakan data uji tanah dari tempat penelitian. 6. Orang tua, adik, dan keluarga besar yang selalu memberikan doa tulus untuk kelancaran pelaksanaan rangkaian penelitian. 7. Muhammad Nofal, Larasati Swisti Wirabumi, Siti Rahmatika, dan Muhammad Gilang Nugraha selaku teman sebimbingan sebagai tempat bercerita, berbagi ide, diskusi, dan berkeluh kesah. 8. Ario Wisnu Wicaksono, Harits Kusuma Andaerri, dan Muhamad Ridwan yang berjasa dalam membantu mengembangkan bakat menulis karya ilmiah dan ideide penelitian. 9. Seluruh teman-teman SIL angkatan 49 atas keceriaannya selama tiga tahun menjalani kuliah bersama. Terima kasih juga diucapkan kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2016 Tubagus Verry Snovile Arunda
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pembebanan Struktur Metode Analisis Gempa Hysteretic Models dan Hinge Status Konfigurasi Bangunan METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Alat dan Bahan Prosedur Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Input Nilai Story Drift dan Gaya Geser Gedung Kondisi Elemen Struktural Setelah Mengalami Pembebanan Gempa SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 2 2 3 3 5 7 10 10 10 10 11 13 14 15 18 21 21 21 21 24 56
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Nilai batasan IDR terhadap kondisi kerusakan dari bangunan reinforced concrete Nilai koefisien stabilitas pada sumbu x Nilai koefisien stabilitas pada sumbu y Hasil analisis penulangan pelat lantai
9 17 18 19
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Diagram alir proses iterasi metode FNA Kurva model hysteretic non linier Tingkatan performa bangunan Peta lokasi penelitian Diagram alir tahapan penelitian Tampilan tiga dimensi gedung SKPD I (Tekla) Kurva horizontal response spectra desain Synthetic time history desain Hubungan nilai story drift (arah x) terhadap ketinggian gedung Hubungan nilai story drift (arah y) terhadap ketinggian gedung Tampilan story drift maksimum Kurva gaya geser lantai sumbu x Kurva gaya geser lantai sumbu y Detail balok utama (Tekla) Detail kolom utama (Tekla) Hinge status dari struktur gedung Hinge status dari balok struktur lantai satu
7 8 9 11 12 13 14 14 15 15 16 16 17 18 19 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Komponen beban mati tambahan (kg/m2) dalam perencanaan gedung Beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan beban hidup terpusat minimum bangunan Klasifikasi situs Koefisien situs Fa dan Fv Ketidakberaturan horizontal pada struktur Ketidakberaturan vertikal pada struktur Dokumen quality control baja tulangan BJTD 40 dan BJTP 30 Dokumen quality control beton K-400 Dokumen quality control beton K-300 Peta gempa Indonesia percepatan batuan dasar 0.2 detik Peta gempa Indonesia percepatan batuan dasar 1 detik Hasil uji tanah Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan Hasil Dutch Cone Penetration Test Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan Hasil perhitungan story drift statik ekuivalen pada sumbu x dan y Hasil perhitungan story drift modal response spectrum pada sumbu x dan y Hasil perhitungan story drift fast nonlinear analysis (FNA) pada sumbu x dan y Hasil analisis penulangan balok Hasil analisis penulangan kolom Backbone curve dari kolom utama di lantai dasar Backbone curve dari balok utama di lantai satu Diagram alir perhitungan tulangan lentur ganda balok Diagram alir perhitungan tulangan geser balok dan kolom Diagram alir perhitungan tulangan gaya interaksi P-M2-M3 kolom Diagram alir perhitungan tulangan gabungan geser dan torsi balok Validasi gaya-gaya dalam pada balok induk di lantai satu Validasi desain tulangan gaya interaksi Pu-Mu2-Mu3 kolom utama di lantai dua Validasi desain tulangan geser kolom utama di lantai dua Gambar 3D model gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan (ETABS) Gambar 3D model gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan (ETABS extrude)
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 50 52 54 55
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Laju pertambahan jumlah gedung maupun infrastruktur lainnya (perumahan, jalan, jembatan, dan lainnya) terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Di wilayah perkotaan, laju pertumbuhan kawasan pemukiman tercatat mencapai 1.37%/tahun dan penyebab utamanya adalah laju urbanisasi yang mencapai 4.4%/tahun (Dirjen CK 2010). Pertambahan kawasan pemukiman tersebut perlu didukung oleh peningkatan fasilitas-fasilitas umum seperti Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan umum terhadap masyarakat sekitar. Mengacu terhadap fungsinya, maka dalam proses konstruksi fasilitas tersebut harus memenuhi suatu standar nasional yang mengatur proses perencanaan bagian-bagian struktur, kualitas material bangunan, dan pembebanan minimum untuk bangunan. Perancangan struktur bangunan, terutama gedung tinggi memerlukan perhatian lebih terhadap pengaruh beban gempa. Letak geografis Indonesia berada di wilayah yang terkenal sebagai ring of fire dengan jumlah gunung vulkanik yang banyak serta zona patahan pada hampir seluruh daerah di Indonesia. Salah satu kejadian gempa pada tahun 2006 yang ditimbulkan oleh pergerakan lempeng tektonik Eurasia dengan lempeng tektonik Australia mengakibatkan kerusakan yang cukup berat pada kota Yogyakarta dan mengakibatkan korban sebanyak 6 234 orang. Menurut USGS (2006), gempa terukur sebesar 6.2 skala Richter pada kedalaman 33 km selama 57 detik. Korban jiwa dari gempa tersebut dapat ditekan bila struktur bangunan dirancang untuk bertahan terhadap deformasi akibat gempa dengan mematuhi seluruh peraturan pada SNI yang berlaku. Prinsip dasar pendesainan struktur bangunan yang dapat menahan beban gempa didasarkan pada faktor resonansi dan damping yang dimiliki oleh struktur bangunan berdasarkan massa, kekakuan, serta ada tidaknya elemen peredam pada struktur. Secara umum untuk massa dan kekakuan struktur dipengaruhi langsung oleh material pembentuk beton, bentuk penampang, dan tulangannya. Metode untuk menetapkan respon bangunan terhadap gempa salah satunya dapat dilakukan melalui penggunaan response spectrum analysis (RSA). Pada metode ini periode struktural (T) digunakan untuk untuk mendapatkan percepatan spectral dari gempa dan kemudian mendefinisikan besarnya gaya gempa yang timbul serta defleksi pada struktur bangunan (Booth 2014). Faktor damping berhubungan langsung terhadap persamaan dinamik gempa yang berpengaruh terhadap reduksi lendutan yang terjadi pada struktur seiring bertambahnya waktu. Bertambahnya nilai damping umumnya menurunkan besarnya lendutan pada struktur. Pengaruh resonansi berkaitan erat terhadap frekuensi natural bangunan yang didasarkan oleh nilai periode getaran alami struktur bangunan. Frekuensi natural bangunan dalam perencanaan dijaga agar tidak berada di dekat nilai frekuensi natural lingkungan maupun gempa untuk menghindari terjadinya peristiwa resonansi yang dapat meningkatkan efek osilasi pembebanan gempa maupun angin.
2
Perumusan Masalah Mengacu terhadap latar belakang permasalahan pada pendahuluan dengan keterangan garis besar antara lain: 1. Mengevaluasi ketahanan struktur terhadap pembebanan gempa. 2. Membandingkan hasil analisis statik ekuivalen, modal response spectrum, dan fast nonlinear. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan keamanan struktur bangunan Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan terhadap pengaruh kombinasi pembebanan gempa, beban mati, beban hidup, beban hujan, dan beban angin sebagai dasar dalam memperbaiki performa struktur ketika mengalami deformasi akibat pembebanan. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini dapat diketahui seberapa besar ketahanan Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan terhadap beban gempa dan dapat digunakan sebagai tinjauan bagi pemilik gedung untuk melakukan modifikasi terhadap struktur bangunan gedung. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan: 1. Struktur gedung yang dianalisis hanya struktur atas bangunan saja, yaitu struktur dari lantai basement hingga top floor dengan memperhitungkan semua komponen strukturalnya seperti balok, kolom, dan pelat lantai. Shear wall tidak diperhitungkan karena menganut sistem rangka pemikul momen khusus (SRPMK). Pengaruh penggunaan pondasi konstruksi sarang laba-laba (KSLL) diabaikan dan tumpuan kolom lantai dasar dianggap terjepit karena nilai kekakuan dan damping dari pondasi tersebut tidak tersedia untuk memperhatikan efek soil-structure interaction (pondasi dianggap tiang pancang). 2. Analisis dan perhitungan struktur dilakukan dengan menggunakan variasi beban mati, beban hidup, beban angin, beban gempa, dan beban hujan. 3. Analisis beban gempa dilakukan dengan menggunakan tipe analisis gempa statik ekuivalen, modal response spectrum, dan fast nonlinear analysis (FNA). 4. Gaya dalam dan analisis beban gempa dihitung menggunakan program ETABS 2015 dan untuk dimensi struktur disesuaikan dengan shop drawing. 5. Analisis beban gempa menggunakan Peta Gempa Indonesia yang mengacu pada SNI 1726-2012 (BSN 2012).
3
TINJAUAN PUSTAKA
Pembebanan Struktur Beban Mati Beban mati dapat dinyatakan sebagai gaya statis yang disebabkan oleh berat setiap unsur di dalam struktur dan terbagi menjadi beban mati struktural dan beban mati tambahan (super impossed dead load). Gaya-gaya yang menghasilkan beban mati terdiri dari berat unsur pendukung beban dari bangunan, lantai, penyelesaian langit-langit, dinding partisi tetap, penyelesaian fasade, tangki simpan, sistem distribusi mekanis, dan seterusnya. Gabungan beban semua unsur ini merupakan total beban mati dari suatu bangunan (Schueller 2001). Komponen beban mati tambahan yang digunakan dalam perencanaan dapat dilihat pada Lampiran 1 (Direktorat PMB 1983). Beban Hidup Beban hidup berbeda dengan beban mati karena sifatnya (beban ini berubahubah dan sulit diperkirakan). Perubahan beban hidup terjadi tidak hanya sepanjang waktu, tetapi juga sebagai fungsi tempat. Perubahan ini bisa berjangka pendek ataupun panjang sehingga hampir mustahil untuk memperkirakan beban-beban hidup secara statis. Beban yang disebabkan oleh isi benda-benda di dalam atau di atas suatu bangunan disebut beban penghunian (occupancy load). Beban-beban ini mencakup beban peluang untuk berat manusia, perabot, partisi yang dapat dipindahkan, lemari, perlengkapan mekanis, kendaraan bermotor, perlengkapan industri, dan semua beban sementara, tetapi bukan bagian dari struktur dan tidak dianggap sebagai beban mati (Schueller 2001). Beban hidup rencana yang bekerja pada struktur pelat lantai gedung berdasarkan SNI 1727-2013 dapat dilihat di Lampiran 2 (BSN 2013a). Beban Hujan Beban hujan diperhitungkan dalam perencanaan suatu atap dan setiap bagian atap harus mampu menahan beban dari semua air hujan yang terkumpul apabila sistem drainase primer tertutup. Selain itu ditambah pula dengan beban merata yang disebabkan oleh kenaikan air di atas lubang masuk sistem drainase sekunder (BSN 2013a). Beban hujan (R) tersebut dapat dihitung melalui persamaan (1). 𝑅 = 0.0098(𝑑𝑠 + 𝑑ℎ ) (N/mm2)........................................................................... (1) Keterangan: ds = Kedalaman air pada atap di sistem drainase sekunder apabila sistem drainase primer tertutup (mm). dh = Tambahan kedalaman air pada atap di atas lubang masuk sistem drainase sekunder (mm).
4
Beban Angin Beban angin pada bangunan bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh faktorfaktor lengkungan seperti kekasaran dan bentuk permukaan, bentuk kerampingan, dan tekstur fasade struktur itu sendiri serta peletakan bangunan yang berdekatan. Unsur-unsur tesebut mempengaruhi kecepatan, arah, dan perilaku angin ketika bekerja pada bangunan. Kecepatan angin rata-rata pada umumnya meningkat seiring dengan bertambahnya ketinggian bangunan. Namun, tingkat pertambahan kecepatan rata-rata adalah fungsi dari kekasaran permukaan tanah karena perjalanan angin dihambat di dekat permukaan tanah oleh gaya gesek. Semakin banyak pengaruh benda-benda sekitar, semakin meningkat pula ketinggian tempat terjadinya kecepatan maksimum (Vmax) (Schueller 2001). Menurut BSN (2012), beban angin (p) untuk bangunan gedung kaku tertutup dan tertutup sebagian dihitung melalui persamaan (2). 𝑝 = 𝑞𝐺𝐶𝑝 − 𝑞𝑖 (𝐺𝐶𝑝𝑖 ) (N/mm2) ........................................................................... (2) Keterangan: q = qz untuk dinding di sisi angin datang yang diukur pada ketinggian z di atas permukaan tanah, sedangkan qh untuk dinding di sisi angin pergi, dinding samping dan atap yang diukur pada ketinggian h (m/det). qi = qz untuk mengevaluasi tekanan internal negatif, sementara qz untuk mengevaluasi tekanan internal positif pada bangunan tertutup sebagian (m/det). G = Faktor efek tiupan angin. (GCpi) = Koefisien tekanan internal. Beban Gempa Menurut Schodek (1999), gempa bumi dapat terjadi karena fenomena getaran dengan kejutan pada kerak bumi. Faktor utama adalah benturan pergeseran kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Gempa bumi ini menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini mempunyai suatu energi yang dapat menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya menjadi bergetar. Getaran ini nantinya akan menimbulkan gaya-gaya pada struktur bangunan karena struktur cenderung mempunyai gaya (inersia dan kekakuan struktur) untuk mempertahankan dirinya dari gerakan. Analisis dinamik untuk perancangan struktur bangunan tingkat tinggi tahan gempa dapat dilakukan dengan cara elastis maupun inelastis. Pada cara elastis terdapat dua metode, yakni analisis ragam riwayat waktu (time history modal analysis) dan analisis ragam spektrum respon (respons spectrum modal analysis). Analisis ragam riwayat waktu memakai data rekaman percepatan gempa, sedangkan Analisis ragam spektrum respon menggunakan data spektrum respon rencana (design spectra) untuk mendapatkan respon maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi. Analisis dinamis elastis digunakan untuk mendapatkan respon struktur akibat pengaruh gempa yang sangat kuat dengan cara integrasi langsung (direct integration method). Analisis dinamik elastis sering digunakan karena lebih sederhana (Booth 2014).
5
Metode Analisis Gempa Analisis Gempa Statik Ekuivalen Analisis beban statik ekuivalen adalah salah satu cara analisis statik struktur yang memperhatikan pengaruh gempa terhadap struktur dan menganggap bebanbeban statik horizontal hanya boleh diterapkan pada struktur gedung sederhana dan beraturan yang tidak menunjukkan perubahan mencolok dalam perbandingan antara berat dan kekakuan pada tingkat-tingkatnya. Analisis beban gempa statik ekuivalen pada struktur bangunan tiga dimensi secara praktis dapat berperilaku seperti struktur dua dimensi, sehingga respon dinamiknya dapat ditentukan oleh respon ragam pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekuivalen (Diredja et al. 2009). Secara teoritis statik ekuivalen yang tergolong analisis statik dapat menghasilkan bentuk defleksi ekstrim yang akan muncul ketika gempa. Kesamaan yang muncul antara statik ekuivalen dengan analisis dinamik sangat mungkin terjadi bila hanya memperhatikan satu mode modal. Namun apabila mode modal yang diperhatikan lebih dari satu serta pengaruh mode coupled lateraltorsional diperhitungkan, maka diperlukan analisis dinamis yang dapat menggambarkan respon maksimum pada setiap rentang waktu (Booth 2014). Beban geser dasar nominal statik ekuivalen yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung berdasarkan persamaan (3). 𝑉=
𝑆𝐷𝑆 𝑅 𝐼𝑒
( )
𝑊𝑡 (kN) ................................................................................................ (3)
Dengan keterangan SDS adalah nilai parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode pendek (m/det), R adalah faktor modifikasi respons, Ie adalah faktor keutamaan gempa, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang telah disesuaikan (kN) (BSN 2012). Beban geser dasar nominal (V) harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung dan menjadi beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang ditangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i. Nilai Fi dihitung menurut persamaan (4). 𝐹𝑖 =
𝑤𝑥 ℎ𝑥𝑘 𝑘 ∑𝑛 𝑖=1 𝑤𝑖 ℎ𝑖
𝑉 (kN) ......................................................................................... (4)
Dengan Wi dan Wx adalah berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x serta termasuk beban hidup yang sesuai (kN), hi dan hx adalah tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x (m), dan k adalah eksponen yang terkait dengan perioda struktur (BSN 2012). Analisis Gempa Modal Response Spectrum Metode ini dalam mendapatkan gaya lateral gempa melalui proses analisis modal dari struktur, kemudian analisis statik dari struktur dengan gaya lateral ekuivalen pada setiap mode vibrasi yang dilakukan untuk mendapat respon yang diinginkan (Datta 2010). Secara umum prosedur analisis modal response spectrum melalui tahapan seperti berikut: 1. Analisis modal dari struktur dilakukan untuk mendapatkan mode bentuk, frekuensi, dan mode faktor partisipasi dari struktur.
6
2. Beban statik ekuivalen digunakan untuk mendapatkan respon yang sama dengan respon maksimum yang didapatkan pada setiap mode vibrasi, menggunakan acceleration response spectrum dari gempa. 3. Respon modal maksimum kemudian dikombinasikan menggunakan metode square root of sum of squares (SRSS) dan complete quadratic combination rule (CQC) untuk mencari total respon maksimum dari struktur (Datta 2010). Metode tersebut dikembangkan terlebih untuk single degree of freedom (SDOF) dengan single-component earthquake. Namun metode itu dapat digunakan untuk mendapatkan respon struktur dengan kondisi multi degree of freedom (MDOF) melalui beberapa asumsi tambahan (Datta 2010). Proses awal metode ini membutuhkan kurva spektrum respon desain, dengan data-data yang dibutuhkan berupa: 1. Parameter percepatan batuan dasar. 2. Parameter kelas situs (Lampiran 3). 3. Koefisien-koefisien situs dan parameter-parameter percepatan respon spektrum gempa maksimum yang dipertimbangkan berdasarkan resiko tertarget (MCEg) pada Lampiran 4. Data tersebut digunakan untuk menentukan nilai percepatan respon spektrum terhadap periode struktur dan membentuk grafik. Penetapan nilai desain percepatan respon spektrum (Sa) untuk periode lebih kecil dari periode pada waktu nol detik (T0). Nilai Sa ditentukan dengan persamaan (5). 𝑇
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 (0.4 + 0.6 𝑇 ) (m/det2) .......................................................................... (5) 0
Pada periode yang lebih besar dari atau sama dengan T0, serta kurang atau sama dengan periode pendek (Ts), nilai Sa sama dengan parameter respon spektral percepatan desain pada periode pendek (SDS) (BSN 2012). Untuk periode yang lebih besar dari Ts, nilai Sa diambil berdasarkan persamaan (6). 𝑆𝑎 =
𝑆𝐷1 𝑇
(m/det2) ................................................................................................ (6)
Keterangan: SD1 = Parameter percepatan spektrum desain pada periode 1 detik (m/det2). T = Periode struktur (detik) Analisis Gempa Fast Nonlinear Respon dari struktur asli ketika menerima input dinamik yang besar biasanya menyertakan sifat non linier yang signifikan berupa efek-efek dari P-delta effect, large displacements dan atau sifat non linier dari material. FNA dapat menghasilkan respon non linier struktur terhadap gempa secara akurat dan efisiensi melalui penerapan kekakuan serta mass orthogonal load dependent ritz vectors dari sistem struktural elastis. Gaya-gaya di dalam elemen-elemen non linier dihitung melalui iterasi pada akhir dari setiap langkah waktu atau beban (Wilson 2002). Proses iterasi untuk mendapatkan respon non linier struktur dapat dilihat pada Gambar 1 (Wilson 2002).
7
Gambar 1 Diagram alir proses iterasi metode FNA Hysteretic Models dan Hinge Status Hysteretic merupakan fenomena non linier yang terjadi pada berbagai bidang ilmu, salah satunya untuk menjelaskan inelasticity suatu material. Struktur yang mengalami eksitasi kuat terhadap gempa dirancang untuk menghilangkan energi gempa melalui sifat inelastic material, gesekan internal, dan lainnya (Sivaselvan dan Reinhorn 2000). Pengaruh hysteretic sangat penting dalam pemodelan sifat non
8
linier material ketika mengalami pembebanan dalam bentuk siklus (seperti gempa). Model dasar hysteretic dikembangkan untuk analisis SDOF, dengan hubungan pembebanan yang digambarkan oleh tiga garis lurus. Garis ketiga menggambarkan hubungan strain hardening dan dua garis lainnya menjelaskan hubungan unloading. Setengah siklus dari pembebanan yang terkait dengan deformasi inelastic digambarkan oleh perubahan kekakuan struktur (Judi et al. 2002). Dalam memodelkan komponen struktur bangunan, umumnya menggunakan model bilinear, clough, takeda, dan trilinear seperti pada Gambar 2 (Judi et al. 2002).
Gambar 2 Kurva model hysteretic non linier Hinge status menggambarkan kondisi fisik komponen joint dan keseluruhan bangunan setelah mengalami pembebanan gempa. Bangunan yang dianalisis melewati berbagai tingkat performa yang dijelaskan melalui kondisi batas kerusakan untuk bangunan. Ketika displacement maupun deformasi bangunan meningkat, begitu pula dengan tingkat kerusakan seperti pada Gambar 3 (Dya dan Oretaa 2015). Tingkatan performa bangunan umumnya didefinisikan seperti berikut:
9
1. 2. 3.
Immediate occupancy (IO): Kerusakan tergolong ringan dan struktur mempertahankan sebagian besar kekuatan dan kekakuan. Life safety (LS): Kerusakan tergolong menengah dan struktur bangunan telah kehilangan sebagian besar kekuatan dan kekakuan. Collapse prevention (CP): Kerusakan tergolong parah dan hanya sebagian kecil kekuatan dan kekakuan yang tersisa (Srinivasu dan Panduranga 2013).
Gambar 3 Tingkatan performa bangunan Ketiga kategori kerusakan tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan interstory drift ratio (IDR) maksimum. Besar nilai batasan IDR dapat dilihat pada Tabel 1 (El-Esnawy 2007). Interstory drift ratio =
δ h
.................................................................................
Keterangan: h = Ketinggian lantai (m)
(7)
δ = Interstory drift (m)
Tabel 1 Nilai batasan IDR terhadap kondisi kerusakan dari bangunan reinforced concrete
10
Konfigurasi Bangunan Bangunan dengan konfigurasi beraturan dengan massa yang terdistribusi merata serta kekakuan sepanjang denah dan elevasi mengalami kerusakan yang lebih kecil dibandingkan dengan konfigurasi tidak beraturan. Kerusakan pada konfigurasi tidak beraturan lebih besar dikarenakan adanya diskontinuitas pada massa, kekakuan, dan geometri dari struktur yang tergolong dalam konfigurasi tersebut. Kondisi tersebut menyebabkan kelemahan struktural dan diskontinuitas antar lantai sering diasosiasikan dengan perubahan secara mendadak pada geometri frame sepanjang tinggi dari struktur (Athanassiadou 2008). Naik et al. (2015), dalam penelitiannya yang menyelidiki pengaruh ketidakberaturan konfigurasi bangunan terhadap base shear, lateral displacement, dan story drift menyatakan bahwa terdapat keterkaitan yang cukup signifikan antara ketidakberaturan bangunan terhadap variabel yang telah disebutkan sebelumnya. Ketika persentase ketidakberaturan pada elevasi meningkat, nilai base shear menurun dan mengurangi kapasitas tahanan bangunan terhadap beban lateral. Selain itu terdapat penurunan secara signifikan terhadap respon seperti lateral displacement, story drift, dan story, walaupun deformasi meningkat dikarenakan formasi dari mekanisme keruntuhan. Struktur bangunan gedung harus diklasifikasikan sebagai beraturan atau tidak beraturan berdasarkan kriteria yang terdapat pada pasal di SNI 1726-2012 (BSN 2012). Kategori ketidakberaturan terbagi menjadi dua kategori, yakni ketidakberaturan horizontal dan vertikal. Apabila struktur bangunan gedung mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan pada kriteria yang terdapat pada Lampiran 5 dan 6 (BSN 2012), maka struktur bangunan tersebut termasuk ke dalam salah satu golongan ketidakberaturan tersebut. Kondisi keamanan struktur dapat dilihat dari story drift terhadap simpangan antar lantai yang diizinkan (Δa), sebesar 0.020 per ketinggian lantai (mm) untuk SRPMK dengan kategori resiko III (ASCE 2010).
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Februari-April 2016. Pengumpulan data dilakukan di PT. Brantas Abipraya pada proyek pembangunan Gedung SKPD I, yang beralamatkan di Kelurahan Serua, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan yang ditunjukkan pada Gambar 4. Analisis data dilaksanakan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain laptop, software ETABS 2015, microsoft word dan excel, Tekla structure, serta AutoCAD 2014.
11
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu shop drawing struktur (denah, dimensi, dan detail penulangan) dan dokumen quality control material bangunan. Struktur bangunan yang dikaji yaitu kolom, balok induk dan anak, dan pelat lantai. Pembebanan minimum akan mengacu pada SNI 1727-2013 (BSN 2013a) dan super impossed dead load mengacu pada PPIUG 1983 (Direktorat PMB 1983). Analisis gempa akan mengacu pada SNI 1726-2012 (BSN 2012) dan analisis desain struktur beton bangunan mengacu kepada SNI 2847-2013 (BSN 2013b).
Lokasi Proyek
Gambar 4 Peta lokasi penelitian Prosedur Penelitian Tahapan penelitian secara umum terdiri dari pengumpulan data, pemodelan struktur, analisis pembebanan minimum, analisis struktur, evaluasi kondisi struktur, dan penyusunan laporan akhir (Gambar 5). Pemodelan struktur dilakukan dengan program ETABS dan hasil akhir yang didapat berupa model struktur dalam bentuk tiga dimensi. Analisis pembebanan minimum struktur, komponen-elemen struktur, dan elemen-elemen pondasi dirancang besar kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban terfaktor dengan kombinasi seperti pada persamaan (8). Kombinasi pembebanan mati, beban hidup, dan beban gempa: (1.2 + 0.2𝑆𝐷𝑆 )𝐷 + 1.0𝜌𝐸 + 𝐿 ............................................................................. (8) Keterangan: D = Beban mati (kN) L = Beban hidup (kN) E = Beban gempa (kN) 𝜌 = Faktor redundansi
12
Gambar 5 Diagram alir tahapan penelitian Penetapan karakteristik material struktur secara umum mengacu pada dokumen quality control pada Lampiran 7, 8, dan 9. Struktur kolom bangunan menggunakan kualitas beton K-400 serta kualitas beton pada balok dan pelat lantai setara K-300. Untuk baja dengan diameter lebih dari atau sama dengan 10 mm menggunakan jenis baja BJTD-40 dan diameter di bawah itu menggunakan baja BJTP-30. Input analisis diafragma pelat lantai untuk keseluruhan menggunakan tipe rigid. Proses analisis nilai pergerakan tanah dilakukan dengan menetapkan nilai percepatan respon spektrum 1 detik di batuan dasar SB untuk probabilitas 2% dalam 50 tahun (S1) serta nilai percepatan respon spektrum 0.2 detik di batuan dasar SB untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun (Ss) pada Peta Gempa Indonesia di SNI 1726-2012 (BSN 2012). Dengan diketahui nilai S1 dan Ss, maka proses analisis gempa dengan metode statik ekuivalen, modal response spectrum, dan fast nonlinear dapat dilaksanakan. Analisis struktur dilakukan melalui program ETABS 2015 dan microsoft excel. Dalam penganalisisan struktur menggunakan ETABS, gaya-gaya dalam pada struktur bangunan dihitung secara otomatis melalui load cases analysis. Perhitungan kebutuhan tulangan baja yang diatur pada SNI 2847-2013 (BSN 2013b) terbagi menjadi tiga macam, yakni kebutuhan tulangan lentur, geser, dan torsi untuk balok dan kolom hanya gaya interaksi P-M2-M3 dan geser. Perhitungan manual untuk validasi kebutuhan tulangan dilakukan dengan mengikuti acuan SNI
13
2847-2013 (BSN 2013b) dan SNI 1726-2012 (BSN 2012). Batas story drift, nilainya tidak boleh lebih dari nilai simpangan izin (Δa).Untuk pengaruh efek Pdelta, berdasarkan SNI 1726-2012 (BSN 2012) disyaratkan bahwa geser dan momen tingkat, gaya dan momen elemen struktur yang dihasilkan, dan simpangan antar lantai tingkat yang timbul oleh pengaruh ini tidak diperhitungkan bila koefisien stabilitas (θ) sama dengan atau kurang dari 0.10 dan tidak melebihi θmax (BSN 2012). Torsi pada struktur menurut ASCE (2010), terdiri dari torsi bawaan dan tak terduga. Untuk diafragma rigid, distribusi gaya lateral pada setiap lantai memperhatikan efek momen torsi bawaan (Mt) dan momen torsi tak terduga (Mta) dengan adanya eksentrisitas akibat pergeseran pusat massa sebesar 5% terhadap dimensi struktur yang searah dengan gaya yang bekerja (ASCE 2010). Amplifikasi torsi tak terduga untuk struktur yang tergolong kategori desain gempa C, D, E, atau F, dengan ketidakberaturan torsi tipe 1a atau 1b harus memasukkan faktor yang diperhitungkan dengan mengalikan Mta pada setiap lantai dengan faktor amplifikasi torsi (Ax) (ASCE 2010). Evaluasi kondisi struktur dilakukan melalui bentuk kurva hinge status serta kondisi batas kurva sesuai dengan kondisi pada Gambar 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan memiliki luasan tipikal sebesar 576 m per lantai, dengan total tujuh lantai dan rooftop. Ketinggian gedung terhitung sebesar 33.48 m serta rooftop difungsikan sebagai ruangan rapat bagi pegawai SKPD. Detail penampakan struktur bangunan dapat dilihat pada Gambar 6. Bangunan dianalisa melalui dua jenis analisis, yakni statik dan dinamis. Analisis dinamik berupa modal response spectrum (respon spektrum) dan time history non linier yang diwakili oleh metode fast nonlinear. 2
Atap gedung Lantai 7 Lantai 6 Lantai 7 Lantai Lantai 77
Lantai 3A Lantai 7
Lantai 3 Lantai Lantai 77
Lantai 2 Lantai Lantai 77
Lantai 1 Lantai 7
Lantai dasar Lantai 7 Lantai 7
Gambar 6 Tampilan tiga dimensi gedung SKPD I (Tekla)
Lantai 7
Konfigurasi lantai tergolong tipikal.
Lantai 5
14
Parameter Input
Percepatan tanah (m/detik2)
Besar nilai pergerakan tanah awal yang dibutuhkan untuk pembuatan kurva horizontal response spectra didapat dari hasil interpolasi terhadap Peta Gempa Indonesia yang mengacu pada SNI 1726-2012 pada Lampiran 10 dan 11 (BSN 2012). Nilai Ss berada pada interval 0.7–0.8 g dan nilai yang diambil sebesar 0.744 g. Untuk nilai S1 berada pada interval 0.3-0.4 g dan nilai akhir yang diambil sebesar 0.32 g. Nilai Ss dan S1 tersebut tergolong klasifikasi situs SC (tanah keras) berdasarkan hasil uji tanah pada Lampiran 12 dan 13. Kurva horizontal response spectra desain hasil interpolasi disajikan pada Gambar 7. 6 5 4 3 2 1 0 0
2
4
6
8
10
12
Periode (detik) Gambar 7 Kurva horizontal response spectra desain
2
Percepatan tanah (m/detik )
Untuk menentukan gaya lateral ekivalen dibutuhkan nilai periode fundamental bangunan dan nilainya adalah sebesar 1.098 detik. Nilai periode tersebut berasal dari hitungan manual dan dimasukkan pada program ETABS melalui pilihan user define pada earthquake load cases. Pada metode analisis fast nonlinear, kurva pada Gambar 7 dikonversi menjadi synthetic time history menggunakan kaidah fourier transformation pada program ETABS (Datta 2010). Data synthetic time history dari kurva horizontal response spectra desain dapat dilihat pada Gambar 8.
Waktu (detik) Gambar 8 Synthetic time history desain
15
Nilai Story Drift dan Gaya Geser Gedung
Ketinggian lantai (mm)
Kondisi keamanan struktur dapat dilihat dari simpangan antar lantai (Δ) yang dihitung berdasarkan perbedaan defleksi pada pusat massa di tingkat atas dan bawah lantai yang ditinjau (ASCE 2010). Gambar 9 dan 10 menyajikan kurva simpangan antar lantai (story drift) terhadap ketinggian lantai. Simpangan antar lantai desain tidak diperbolehkan melebihi simpangan antar lantai yang diizinkan (Δa) yaitu sebesar 0.020 per ketinggian lantai (mm) untuk SRPMK dengan kategori resiko III (ASCE 2010). 35000 30000 25000
Statik Ekuivalen
20000
Respon Spektrum
15000
Fast Nonlinear Analysis
10000
Allowable Story Drift
5000 0 0
20
40
60
80 100 120 140 160 180 200
Story drift (mm) Gambar 9 Hubungan nilai story drift (arah x) terhadap ketinggian gedung
Ketinggian lantai (mm)
Mengacu pada kurva story drift pada arah sumbu x dan y pada Gambar 9 dan 10, diketahui bahwa story drift gedung untuk semua metode analisis gempa berada dalam batas aman karena tidak melebihi nilai story drift yang diijinkan. Nilai story drift yang terbesar dihasilkan oleh modal response spectrum dan menggambarkan drift maksimum yang diperkirakan terjadi pada struktur gedung ketika menerima satu mode modal dengan respon terbesar. Data perhitungan story drift pada arah x dan y untuk seluruh metode analisis gempa tersaji pada Lampiran 14, 15, dan 16. Gambar 11 menunjukkan tampilan story drift maksimum dari metode modal response spectrum, dengan kondisi modal ritz vector berada di mode 39 saat periode gempa memasuki nilai 0.45 detik. 35000 30000 25000 20000
Statik Ekuivalen
15000
Respon Spektrum
10000
Fast Nonlinear Analysis
5000
Allowable Story Drift
0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90 100
Story drift (mm) Gambar 10 Hubungan nilai story drift (arah y) terhadap ketinggian gedung
16
Story drift maksimum tercatat sebesar 56 mm pada atap gedung.
Gambar 11 Tampilan story drift maksimum Kurva nilai gaya geser per lantai gedung untuk sumbu x dan y yang tertera pada Gambar 12 dan 13 menunjukkan gaya geser yang diperhitungkan melalui metode statik ekuivalen menghasilkan nilai yang paling besar di lantai dasar gedung untuk sumbu y. Meskipun respon spektrum menghasilkan nilai gaya geser dasar yang paling besar pada sumbu x, namun nilai gaya geser sumbu y lebih besar dibanding sumbu x. Dengan nilai gaya geser gempa pada lantai terbawah yang lebih besar pada metode statik ekuivalen, maka metode tersebut digunakan untuk memperhitungkan pengaruh P-delta terhadap respon struktur gedung. 40000
Ketinggian lantai (mm)
35000 30000 25000 20000
Statik Ekuivalen Respon Spektrum
15000
Fast Nonlinear Analysis 10000 5000 0 0
5000
10000
15000
20000
25000
Gaya geser (kN)
Gambar 12 Kurva gaya geser lantai sumbu x
17
40000
Ketinggian lantai (mm)
35000 30000 25000 20000
Statik Ekuivalen Respon Spektrum
15000
Fast Nonlinear Analysis 10000 5000 0 0
10000
20000
30000
40000
Gaya geser (kN)
Gambar 13 Kurva gaya geser lantai sumbu y Perlu atau tidaknya pengaruh P-delta dalam analisis gempa pada struktur gedung menurut SNI 1726-2012 ditentukan berdasarkan koefisien stabilitas (θ) (BSN 2012). Bila nilai θ kurang dari 0.10, pengaruh P-delta dapat diabaikan dalam proses analisis (BSN 2012). Pemeriksaan nilai koefisien stabilitas berdasarkan metode statik ekuivalen disajikan pada Tabel 2 dan 3. Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien stabilitas kurang dari 0.10 untuk seluruh lantai. Tabel 2 Nilai koefisien stabilitas pada sumbu x
18
Tabel 3 Nilai koefisien stabilitas pada sumbu y
Kondisi Elemen Struktural Setelah Mengalami Pembebanan Gempa Kebutuhan luasan tulangan pada balok untuk menghadapi gaya lentur dipengaruhi oleh besarnya momen lentur (M3) akibat kombinasi pembebanan. Dalam perencanaan penentuan luasan tulangan digunakan prinsip tension controlled. Berdasarkan hasil analisis tulangan balok di Lampiran 17, beberapa tipe balok anak mampu menahan kombinasi pembebanan gempa statik maupun dinamis. Namun balok utama tidak mampu menahan gaya geser gempa modal response spectrum karena kurangnya tulangan geser dan torsi yang dibutuhkan akibat kurangnya luasan penampang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan timbulnya retakan flexural-shear pada balok, dengan diawali retakan inclined pada ujung balok dan menyebar ke bagian lain dari balok (Hassoun dan Al-Manaseer 2012). Tampilan balok utama dapat dilihat pada kotak merah di Gambar 14.
Gambar 14 Detail balok utama (Tekla)
19
Momen torsi muncul di balok ketika momen bekerja pada penampang yang paralel terhadap permukaannya (Hassoun dan Al-Manaseer 2012). Momen torsi dapat ditahan dengan tulangan longitudinal maupun sengkang (closed stirrups). Analisis terhadap struktur gedung, balok utama, balok anak BA-3/BA-4, serta BA6 memerlukan tambahan luasan tulangan torsi. Kebutuhan tulangan kolom untuk menahan gaya interaksi P-M2-M3 maupun geser ditunjukkan pada Lampiran 18. Kolom utama yang berada di lantai dasar dan satu tidak dapat menahan gaya interaksi P-M2-M3 dan geser berdasarkan analisis modal response spectrum. Luasan penampang yang dibutuhkan tidak dapat dihitung akibat rasio penulangan melebihi yang diijinkan (luasan penampang kurang). Selain itu, berdasarkan hasil analisis kolom lift K5 dan K6 tergolong tidak aman dan membutuhkan penambahan luasan penampang untuk menampung luasan tulangan yang lebih besar. Tampilan kolom utama struktur ditunjukkan pada kotak merah di Gambar 15.
Gambar 15 Detail kolom utama (Tekla) Analisis pelat lantai dari gedung dilakukan menggunakan metode analisis pelat dua arah, dengan dua sumbu yang diamati (x dan y). Didasari pada hasil perhitungan, tulangan dan tebal pelat lantai eksisting dirancang sesuai dengan peraturan. Data perhitungan pelat lantai dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis penulangan pelat lantai
Kondisi kerusakan pada komponen struktur ditampilkan berupa hinge status dengan batasan keamanan yang ditampilkan pada Gambar 3. Terlihat bahwa kolom utama di lantai dasar dekat tangga utama (di dalam lingkaran merah) tergolong ke collapse prevention yang menandakan kolom mengalami kerusakan parah dan dapat menyebabkan keruntuhan seperti pada Gambar 16. Selain itu balok utama
20
juga tergolong ke dalam collapse prevention dan life safety dikarenakan kurangnya tulangan geser dan torsi, sehingga mengalami kerusakan yang berat. Untuk mengurangi kerusakan struktur akibat gempa dapat digunakan damper dan seismic isolation system pada struktur yang ada. Kasai et al. (2013) melaporkan bahwa dari 327 bangunan yang memakai sistem isolasi gempa, tercatat sebanyak 28% mengalami kerusakan di expansion joints sedangkan sisanya hanya mengalami kerusakan ringan saat gempa Tohoku. Damper dapat pula mengurangi hingga 20% percepatan tanah akibat gempa berdasarkan penelitian Murudi dan Mane (2004) terhadap alat tuned mass damper dan mengurangi respon maksimum bangunan secara signifikan saat gempa. Detail kondisi kerusakan balok utama dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil tersebut ditegaskan dengan backbone curve dari kolom dan balok utama ketika mengalami pembebanan gempa pada Lampiran 19 dan 20.
Gambar 16 Hinge status dari struktur
21
Gambar 17 Hinge status dari balok struktur lantai satu
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Melalui proses analisis menggunakan analisis statik ekuivalen, modal response spectrum, dan FNA, kondisi struktur gedung kurang mampu menahan gaya geser akibat gempa dinamik. Kondisi komponen-komponen struktur yang dianalisis adalah sebagai berikut: a. Pelat lantai tergolong aman dengan memenuhi peraturan pelat dua arah untuk luasan tulangan dan tebal minimum. b. Tulangan balok utama tidak dapat menahan gaya geser gempa, terlebih pada lantai satu yang menerima gaya geser gempa terbesar dan tergolong ke dalam collapse prevention dan life safety. Kondisi balok anak BA-3/BA-4 dan BA-6 kekurangan luasan tulangan untuk menahan torsi. c. Kolom utama, kolom lift K5, serta K6 tidak aman menurut analisis pembebanan gempa dan tidak mampu menahan gaya geser pada lantai dasar dan tergolong ke dalam collapse prevention dan life safety. Saran Respon struktur Gedung SKPD I perlu ditinjau lagi berdasarkan interaksi soilstructure dan pengaruh penggunaan pondasi KSLL untuk meningkatkan akurasi analisis.
22
DAFTAR PUSTAKA
[ASCE] American Society of Civil Engineers. 2010. Minimum Design Loads for Building and Other Structures. ASCE 7-10 2010. Virginia (US): ASCE. Athanassiadou CJ. 2008. Seismic performance of R/C plane frames irregular in elevation. Engineering Structure. 30(1):1250-1261. Booth E. 2014. Earthquake Design Practice For Buildings: Edisi Ketiga. London (GB): ICE. [Direktorat PMB] Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1983. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG). Bandung (ID): Direktorat PMB. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2012. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung. SNI 1726-2012. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013a. Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain. SNI 1727-2013. Jakarta (ID): BSN. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013b. Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung. SNI 2847-2013. Jakarta (ID): BSN. Datta TK. 2010. Seismic Analysis of Structures. Singapura (SG): John Wiley. Diredja NV, Pranata YA, Simatupang R. 2009. Analisis dinamik riwayat waktu gedung beton bertulang akibat gempa utama dan gempa susulan. Dinamika Teknik Sipil. 12(1):70-77. [Dirjen CK] Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2010. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya 2010-2014. Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum. Dya AFC, Oretaa AWC. 2015. Seismic vulnerability assessment of soft story irregular buildings using pushover analysis. Procedia Engineering. 125(5):925-932. El-Esnawy NA. 2007. Evaluation of seismic demands for RC building frames using modal pushover analysis method. Engineering and Applied Science. 54(3): 1347-1362. [FEMA] Federal Emergency Management Agency. 2012. 2009 NEHRP Recommended Seismic Provisions: Design Examples. FEMA P-751 2012. Washington DC (US): National Institute of Building Sciences. Hassoun MN, Al-Manaseer A. 2012. Structural Concrete: Edisi Kelima. New Jersey (US): John Wiley. Judi H, Fenwick RC, Davidson BJ. 2002. Influence of hysteretic form on seismic behaviour of structures. Bulletin of NZSEE. 6(5):39-49. Kasai K, Mita A, Kitamura H. 2013. Performance of seismic protection technologies during the 2011 Tohoku-Oki earthquake. Earthquake Spectra. 29(1):265-293. Murudi MM, Mane SM. 2004. Seismic effectiveness of tuned mass damper (TMD) for different ground motion parameters. WCEE. 13(1):2325-2333. Naik SB, Saleemuddin MZ, Sangle KK. 2015. Seismic performance evaluation of reinforced concrete frame with irregular elevations using non linear static pushover analysis. IJMTER. 2(7):648-653.
23
Schodek DL. 1999. Struktur: Edisi Kedua. Suryoatmono B, penerjemah; Surjaman T, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Structures. Schueller W. 2001. Struktur Bangunan Bertingkat Tinggi. Novieyandi S, penerjemah. Bandung (ID): Refika Aditama. Terjemahan dari: High-Rise Building Structures. Sivaselvan MV, Reinhorn AM. 2000. Hyteretic models for deteriorating inelastic structures. Journal of Engineering Mechanics. 126(6):633-640. Srinivasu A, Panduranga RB. 2013. Non-linear static analysis of multi-storied building. IJETT. 4(10):4629-4633. [USGS] United States Geological Survey. 2006. Magnitude 6.3 – Java, Indonesia 2006 May 22:53:58 UTC. USGS [Internet]. [diunduh 2016 Jan 26]. Tersedia pada: http://earthquake.usgs.gov/eqcenter/eqinthenews/2006/usneb6. Wilson EL. 2002. Three-Dimensional Static and Dynamic Analysis of Structures. California (US): Computers and Structures.
24
Lampiran 1 Komponen beban mati tambahan (kg/m2) dalam perencanaan gedung
25
Lampiran 2 Beban hidup terdistribusi merata minimum (Lo) dan beban hidup terpusat minimum bangunan
26
Lampiran 3 Klasifikasi situs
27
Lampiran 4 Koefisien situs Fa dan Fv
28
Lampiran 5 Ketidakberaturan horizontal pada struktur
29
Lampiran 6 Ketidakberaturan vertikal pada struktur
30
Lampiran 7 Dokumen quality control baja tulangan BJTD 40 dan BJTP 30
Sumber: PT Brantas Abipraya (2015).
31
Lampiran 8 Dokumen quality control beton K-400
Sumber: PT Brantas Abipraya (2015).
32
Lampiran 9 Dokumen quality control beton K-300
Sumber: PT Brantas Abipraya (2015).
33
Lampiran 10 Peta gempa Indonesia percepatan batuan dasar 0.2 detik
Sumber: BSN (2012).
LOKASI
34
Lampiran 11 Peta gempa Indonesia percepatan batuan dasar 1 detik
Sumber: BSN (2012).
LOKASI
35
Lampiran 12 Hasil uji tanah Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan
Sumber: PT Katama Suryabumi (2015).
36
Lampiran 13 Hasil Dutch Cone Penetration Test Gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan
Sumber: PT Katama Suryabumi (2015).
37
Lampiran 14 Hasil perhitungan story drift statik ekuivalen pada sumbu x dan y Story drift izin Story drift Lantai Tinggi (mm) sumbu x Kesimpulan sumbu x (Δa (mm) dalam mm) Rooftop 33480 34.8 669.6 OK Lantai 7 29500 32.6 590 OK Lantai 6 25500 29.5 510 OK Lantai 5 21500 26.4 430 OK Lantai 3A 17500 23.3 350 OK Lantai 3 13500 19.8 270 OK Lantai 2 9500 15.8 190 OK Lantai 1 5500 13.6 110 OK Lantai dasar 0 0 0 OK
Lantai Rooftop Lantai 7 Lantai 6 Lantai 5 Lantai 3A Lantai 3 Lantai 2 Lantai 1 Lantai dasar
33480 29500 25500 21500 17500 13500 9500 5500
Story drift sumbu y (mm) 29.5 26.8 23.8 20.7 17.6 15.0 12.3 9.7
0
0
Tinggi (mm)
Story drift izin sumbu y (Δa Kesimpulan dalam mm) 669.6 OK 590 OK 510 OK 430 OK 350 OK 270 OK 190 OK 110 OK 0
OK
38
Lampiran 15 Hasil perhitungan story drift modal response spectrum pada sumbu x dan y Story drift izin Story drift Lantai Tinggi (mm) sumbu x Kesimpulan sumbu x (Δa (mm) dalam mm) Rooftop 33480 37.7 669.6 OK Lantai 7 29500 41.4 590 OK Lantai 6 25500 41.4 510 OK Lantai 5 21500 39.6 430 OK Lantai 3A 17500 37.6 350 OK Lantai 3 13500 35.3 270 OK Lantai 2 9500 33.0 190 OK Lantai 1 5500 30.4 110 OK Lantai dasar 0 0 0 OK
Lantai Rooftop Lantai 7 Lantai 6 Lantai 5 Lantai 3A Lantai 3 Lantai 2 Lantai 1 Lantai dasar
Tinggi (mm) 33480 29500 25500 21500 17500 13500 9500 5500 0
Story drift sumbu y (mm) 47.5 58.9 56.0 52.7 49.0 44.9 40.1 36.0 0
Story drift izin Kesimpulan sumbu y (Δa dalam mm) 669.6 OK 590 OK 510 OK 430 OK 350 OK 270 OK 190 OK 110 OK 0 OK
39
Lampiran 16 Hasil perhitungan story drift fast nonlinear analysis (FNA) pada sumbu x dan y Story drift izin Story drift sumbu x (Δa Lantai Tinggi (mm) sumbu x Kesimpulan (mm) dalam mm) Rooftop 33480 34.6 669.6 OK Lantai 7 29500 38.6 590 OK Lantai 6 25500 38.4 510 OK Lantai 5 21500 37.5 430 OK Lantai 3A 17500 36.3 350 OK Lantai 3 13500 34.8 270 OK Lantai 2 9500 33.2 190 OK Lantai 1 5500 31.3 110 OK Lantai dasar 0 0 0 OK
Lantai Rooftop Lantai 7 Lantai 6 Lantai 5 Lantai 3A Lantai 3 Lantai 2 Lantai 1 Lantai dasar
Tinggi (mm) 33480 29500 25500 21500 17500 13500 9500 5500 0
Story drift sumbu y (mm) 46.9 58.2 55.5 52.2 48.6 44.5 40.4 36.2 0
Story drift izin Kesimpulan sumbu y (Δa dalam mm) 669.6 OK 590 OK 510 OK 430 OK 350 OK 270 OK 190 OK 110 OK 0 OK
40
Lampiran 17 Hasil analisis penulangan balok
a
Ukuran dimensi penampang balok utama diperbesar hingga ukuran 500 x 900 mm untuk menampung tambahan luasan tulangan momen lentur, geser, dan torsi.
41
Lampiran 18 Hasil analisis penulangan kolom
42
Lampiran 19 Backbone curve dari kolom utama di lantai dasar
Keterangan: = Collapse prevention (CP) = Life safety (LS) = Immediate occupancy (IO)
43
Lampiran 20 Backbone curve dari balok utama di lantai satu Keterangan: = Collapse prevention (CP) = Life safety (LS) = Immediate occupancy (IO)
44
Lampiran 21 Diagram alir perhitungan tulangan lentur ganda balok Data yang dibutuhkan: b, d, d’, As’, Ac’, fy, dan Mu
Nilai 𝜌 =
𝐴𝑠 𝑏𝑑
, 𝜌′ =
Mulai
Persamaan nilai K:
𝐴′𝑠 𝑏𝑑
𝐾= 𝑓′
𝑑′
87
𝑓𝑦
𝑑
87−𝑓𝑦 )
(0.85𝛽1 )( 𝑐 )( )( ρ≥ ρmin
TIDAK
Nilai ρ ditingkatkan
YA
ρ- ρ’ ≥ K (1)
TIDAK
YA
fs’ < fy
fs’ < fy
Nilai c dihitung melalui: 𝐴1 𝑐 2 + 𝐴2 𝑐 + 𝐴3 = 0 𝐴1 = 0.85𝛽1 𝑓𝑐′ 𝑏 𝐴2 = 𝐴′𝑠 (87 − 0.85𝑓𝑐′ ) − 𝐴𝑠 𝑓𝑦 𝐴3 = −87𝐴′𝑠 𝑑 ′
0.003(𝑐 − 𝑑 𝑐
𝑓𝑠′ = 𝐸𝑠 𝜀𝑠′ =
Ubah ρ
𝜀𝑡 = 0.003(𝑑𝑡 − 𝑐)/𝑐
′)
87(𝑐 − 𝑑) 𝑐
YA
Φ = 0.9
εt ≥ 0.005
TIDAK
TIDAK
εt ≥ 0.002
250 𝛷 = 0.65 + (𝜀𝑡 − 0.002)( ) 3 𝑎=
TIDAK
𝑎 = (𝐴𝑠 − 𝐴′𝑠 )𝑓𝑦 /(0.85𝑓𝑐′ 𝑏)
Perhitungan fs’ < fy: 𝜀𝑠′ =
ρmin ≤ ρ-ρ’ ≤ ρmax
YA
YA
Φ = 0.65
(𝐴𝑠 𝑓𝑦 − 𝐴′𝑠 𝑓𝑠′ ) 0.85𝑓𝑐′ 𝑏 𝑎 𝛷 𝑀𝑛 = 𝛷[(𝐴𝑠 𝑓𝑦 − 𝐴′𝑠 𝑓𝑠′ ) (𝑑 − ) + 𝐴′𝑠 𝑓𝑠′ (𝑑 − 𝑑 ′ ) 2
Selesai
)
45
Lampiran 22 Diagram alir perhitungan tulangan geser balok dan kolom Data yang dibutuhkan: bw, d, fc’, fy, dan Vu
Mulai
𝑉𝑐 = 2𝜆√𝑓𝑐′ 𝑏𝑤 𝑑 Φ = 0.75
TIDAK YA
Vu ≥ Φ Vc/2
Tidak perlu tulangan geser
YA
YA
Vu > Φ Vc/2
TIDAK
Pilih tulangan geser minimum.
𝑉𝑠 = (𝑉𝑢 − 𝛷𝑉𝑐 )/𝛷
𝐴𝑣 ≥ 50𝑏𝑤 𝑆/𝑓𝑦 TIDAK
Vs > 4 Vc
YA
𝑏𝑤 𝑆 𝐴𝑣 = 0.75√𝑓𝑐′ ( ) 𝑓𝑦 S ≤ d/2 ≤ 24 in
Perbesar ukuran penampang
𝐴𝑣 = 𝑉𝑠 𝑆/𝑓𝑦 𝑑 atau 𝑆 = 𝐴𝑣 𝑓𝑦 𝑑/𝑉𝑠
YA S ≤ d/4 ≤ 12 in.
Vs > 4 Vc
TIDAK YA
S ≤ d/2 ≤ 24 in. S ≤ Avfy/50bw
Selesai Selesai
Stirrup minimum no. 3 di Smax.
46
Lampiran 23 Diagram alir perhitungan tulangan gaya interaksi P-M2-M3 kolom Data yang dibutuhkan: b, d, d’, As, fy, dan e
TIDAK
Mulai
YA
e > eb
YA
Compression failure
Tension failure
fs < fy
fs = fy
a > ab
a < ab
Φ = 0.65
0.65 ≤ Φ ≤ 0.9
Asumsikan fs’ = fy
Hitung nilai a: 𝐴𝑎3 + 𝐵𝑎2 + 𝐶𝑎 + 𝐷 = 0 𝐴 = 0.85𝑓𝑐′ 𝑏/2
Hitung nilai a:
𝐵 = 0.85𝑓𝑐′ 𝑏(𝑒 ′ − 𝑑)
𝐴𝑎2 + 𝐵𝑎 + 𝐶 = 0
𝐶 = 𝐴′𝑠 (𝑓𝑦 − 0.85𝑓𝑐′ )(𝑒 ′ − 𝑑 + 𝑑 ′ ) − 87𝐴𝑠 𝑒 ′
𝐴 = 0.425𝑓𝑐′ 𝑏 𝐵 = 2𝐴(𝑒 ′ − 𝑑)
′
𝐷 = −87𝐴𝑠 𝑒 𝛽1 𝑑 ′
𝐶 = 𝐴′𝑠 (𝑓𝑦 − 0.85𝑓𝑐′ )(𝑒 ′ − 𝑑 + 𝑑 ′ ) − 𝐴𝑠 𝑓𝑦 𝑒 ′
"
𝑒 = 𝑒 + 𝑑 , 𝑐 = 𝑎/𝛽1
𝑒 ′ = 𝑒 + 𝑑 " , 𝑐 = 𝑎/𝛽1 𝑓𝑠′ = [
87(𝑐 − 𝑑 ′ ) ] ≤ 𝑓𝑦 𝑐
𝑓𝑠 = [
87(𝑑 − 𝑐) ] ≤ 𝑓𝑦 𝑐 𝑇 = 𝐴𝑠 𝑓𝑠
TIDAK YA
𝑓𝑠′ = [
εs’ ≥ εy
YA
𝑓𝑠′ = 𝑓𝑦
87(𝑐 − 𝑑 ′ ) ] ≤ 𝑓𝑦 𝑐
𝑇 = 𝐴𝑠 𝑓𝑠 𝜀𝑠′
′
= 0.003 ( 𝜀𝑦 =
𝑐−𝑑 ) 𝑐 𝑓𝑦 𝐸𝑠
𝐶𝑐 = 0.85𝑓𝑐′ 𝑎𝑏 𝐶𝑠 = 𝐴′𝑠 (𝑓𝑠′ − 0.85𝑓𝑐′ ) ≥ 0 𝑃𝑛 = 𝐶𝑐 + 𝐶𝑠 − 𝑇 𝑀𝑛 = 𝑃𝑛 𝑒
Selesai
47
Lampiran 24 Diagram alir perhitungan tulangan gabungan geser dan torsi balok Data yang dibutuhkan: b, h, Vu, Tu, closed stirrups, dan A1
Mulai
Nilai 𝑥0 = 𝑏, 𝑦0 = ℎ, 𝛷 = 0.75 Nilai 𝑥1 = (𝑏 − 3.5 𝑖𝑛. ), 𝑦1 = (ℎ − 3.5 𝑖𝑛. ) 𝐴𝑐𝑝 = 𝑥0 𝑦0 , 𝑃𝑐𝑝 = 2(𝑥0 + 𝑦0 ) 𝐴0 = 0.85 𝑥1 𝑦1 = 0.85𝐴0ℎ 𝑃ℎ = 2(𝑥1 + 𝑦1 ) Nilai 𝑄 = (𝛷𝜆√𝑓𝑐′ )𝐴2𝑐𝑝 /𝑃𝑐𝑝
Tu > Q
YA
TIDAK
YA
Tu diabaikan. Pengecekan terhadap nilai Vu.
YA
Tu > 4Q
YA
TIDAK
Nilai Tu = 4Q Gunakan Tu
√(
YA
𝐴𝑡 𝑆
𝑉𝑢 2 𝑇𝑢 𝑃ℎ 2 𝑉𝑐 ) +( ) ≤ 𝛷[( ) + (8√𝑓𝑐′ )] 2 𝑏𝑤 𝑑 𝑏𝑤 𝑑 1.7𝐴0ℎ
= 𝑇𝑢 /(2𝐴0 𝑓𝑦𝑡 𝑐𝑜𝑡 𝜃)
𝑓𝑦𝑡 𝐴1 𝐴1 = ( ) 𝑃ℎ ( ) 𝑐𝑜𝑡 2 𝜃 𝑆 𝑓𝑦 𝐴1,𝑚𝑖𝑛 =
5√𝑓𝑐′ 𝐴𝑐𝑝 𝑓𝑦𝑡 𝐴 𝑓𝑦 − ( 1 )𝑃ℎ ( ) 𝑆 𝑓𝑦
Tingkatkan luasan penampang.
TIDAK YA
Total luasan closed stirrups: 𝐴𝑣𝑡 = 2𝐴𝑡 + 𝐴𝑣 𝐴𝑣𝑡 ≥ (
50𝑏𝑤 𝑆 ) 𝑓𝑦𝑡
(Av dari geser)
𝐴1,𝑚𝑖𝑛 = 25𝑏𝑤 /𝑓𝑦𝑡 Diameter tulangan min. = 0.042S ≥ no. 3
Spacing dari stirrups = luasan tulangan/ Atot Max S = Ph/8 ≤ 12 in.
Selesai
48
Lampiran 25 Validasi gaya-gaya dalam pada balok induk di lantai satu A. Penentuan beban merata terhadap balok utama berdasarkan kombinasi beban mati dan hidup: 1. Beban struktur beton balok utama: 0.75 m x 0.4 m x 21.6282 kN/m3 x 1.2 = 7.79 kN/m. 2. Beban pelat lantai: 0.13 m x 4 m x 21.6282 kN/m3 x 1.2 = 13.5 kN/m. 3. Beban hidup: 2.4 kN/m2 x 4 m x 1.6 = 15.36 kN/m. 4. Beban super dead: 1.3 kN/m2 x 4 m x 1.2 = 6.24 kN/m. 5. Beban tulangan baja: 4.94 x 10-3 m2 x 76.9729 kN/m3 x 1.2 = 0.46 kN/m. 6. Beban merata total: 43.35 kN/m. B. Analisis struktural balok utama:
w = 43.35 kN/m 4m
≈
A
B
8m
m 346.8 kN m Bm m B
Rax
Ray
A Rbx
m Ma mB
mMb mB A
4m
4m
m m m B∑Fy = 0 m B+
B
m mB
m mB
Rby
m mB
Ray + Rby = 0 Ray = 346.8 – 173.4 = 173.4 kN
346.8 kN
m mB 8m
m mB
+ ∑Maz = 0 Rby . 8 – 346.8 . 4 = 0 Rby = 173.4 kN -Ma = Mb = qL2/12 = 43.35 x 82/12 = 231.2 kN.m
Untuk 0 ≤ x ≤ 4 m -231.2 kN.m
w = 40.08 kN/m Fx Vx
A 173.4 kN
x
Mx
+ ∑Fy = 0 -173.4 + 43.35x + Vx = 0 Vx = 173.4 – 43.35x
∑Mx = 0 231.2 - 173.4x + [(43.35x)x/2] - Mx =0 Mx = -231.2 + 173.4x - 21.675x2
B
49
Lampiran 25 Lanjutan Kesimpulan: a) Nilai Vx saat di 0 m dan 8 m = 173.4 kN (hampir sama dengan hasil ETABS). b) Nilai Mx saat 4 m = 115.6 kN.m (hampir sama dengan hasil ETABS).
50
Lampiran 26 Validasi desain tulangan gaya interaksi Pu-Mu2-Mu3 kolom utama di lantai dua Nilai tulangan Diameter desain Jumlah fy fc d cb ab Es tulangan ETABS tulangan (ksi) (ksi) (mm) (mm) (mm) (ksi) (mm) (mm2) 17412
32
22
66.86 5.80 586.74 417.83
317.5
29000
Di zona kompresi: Cc (k)
fs' (ksi)
Cs1 (k)
fs2 (ksi)
Cs2 (k)
fs3 (ksi)
Cs3 (k)
1736.69
74.30
545.15
46.07
103.90
17.84
33.49
Di zona tarik: εy
εs4
fs4 (ksi)
T1 (k)
εs5
fs5 (ksi)
T2 (k)
T3 (k)
0.002305
0.00068
19.61
48.91
0.00149
43.23
107.81
583.64
Gaya aksial dan momen lentur kolom yang dapat ditahan kolom utama: φMb Pb (kN) Mb (k.m) eb (mm) φPb (kN) (kN.m) 7467.94
3911.82
523.75
4854.16
2542.68
Kesimpulan: a) Nilai φPb hitungan manual = 4854.16 kN (lebih besar dibandingkan gaya aksial yang bekerja pada kolom utama). b) Nilai φMb hitungan manual = 2542.68 kN.m (lebih besar dibandingkan momen lentur yang bekerja pada kolom utama).
51
Lampiran 26 Lanjutan
52
Lampiran 27 Validasi desain tulangan geser kolom utama di lantai dua Vu dari Vu dari ETABS ETABS b (mm) d (mm) fc (ksi) fy (ksi) (k) (kN) 54.50
242.44
800.10
739.14
5.80
66.86
bw (in)
φVc (k)
1/2φVc (k)
Vc1 (k)
Vc2 (k)
31.5
104.72
52.36
279.24
558.48
Bila Vu > 1/2φVc maka shear reinforcement dibutuhkan dan digunakan lima tie bars dengan diameter 10 mm atau 0.394 in dengan h = b = 70 cm atau 27.56 in. Av (luasan tie bars dalam cm2) 392.86
Spacing Spacing 1 (cm) 2 (cm) 44.91
36.95
Spacing 3 (cm) 65.61
Maka digunakan spacing kontrol 1 dengan maksimum 300 mm (ditetapkan dari nilai spacing 1 = 36.95 cm) dan luasan tulangan tie bars akhir dengan spacing 300 mm adalah 1514.429 mm2/m. Kesimpulan: Luasan tulangan tie bars untuk menahan gaya geser gempa berdasarkan hitungan manual adalah sebesar 1514.429 mm2/m (hampir sama dengan hasil ETABS).
53
Lampiran 27 Lanjutan
54
Lampiran 28 Gambar 3D model gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan (ETABS)
55
Lampiran 29 Gambar 3D model gedung SKPD I Kota Tangerang Selatan (ETABS extrude)
56
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 20 Mei 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ir. Tubagus Imron dan Ibu Siti Rohani, SE. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2005 di SD Negeri Polisi 5 Bogor, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2011. Di tahun yang sama penulis diterima di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan pada tahun 2012 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan jalur Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri Tulis (SNMPTN Tulis). Penulis memilih Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama masa kemahasiswaan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan. Penulis menjadi anggota Departemen Riset dan Teknologi Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2013-2014. Selain berorganisasi, penulis juga memiliki prestasi akademik selama masa kemahasiswaan yaitu semifinalis lomba karya tulis ilmiah EPW ITS pada tahun 2014 dan 2015. Selain itu penulis juga lolos dalam seleksi untuk menjadi presenter karya ilmiah dalam ajang 12th Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting (HISAS) di Universitas Hokkaido, Sapporo, Jepang pada tahun 2015. Penulis juga pernah aktif menjadi asisten mata kuliah Teknologi Kontrol Lingkungan pada tahun 2015. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan software seperti: SAP2000, AutoCAD, ETABS, dan TEKLA Structure, seminar/diskusi “Innovation in Concrete Technology; Roadshow Indocement Award” pada tahun 2014, dan pelatihan “Environmental Management System berbasis pada ISO 14001:2004” pada tahun 2014, “Softskill: Public Speaking, Etika dan Manner, Personal Branding, Service Excellent, dan Teknik Wawancara” pada tahun 2015, serta Pelatihan Uji Sondir pada tahun 2015. Penulis pun berkesempatan menjadi penerima Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) IPB pada tahun 2015 hingga 2016. Penulis telah melaksanakan kegiatan Praktik Lapang pada tahun 2015 di Proyek Pembangunan Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan dengan Kontraktor PT. Brantas Abipraya (Persero) dan Konsultan Pengawas Rekacipta Bangun Struktur serta menyusun laporan berjudul “Pemanfaatan Software Tekla Structure Terhadap Pelaksanaan Pembangunan Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Tangerang Selatan”. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST), penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Gempa Terhadap Struktur Gedung Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) I Kota Tangerang Selatan” di bawah bimbingan Ir. Machmud Arifin Raimadoya, M. Sc. dan Bapak Muhammad Fauzan, ST., MT.