16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas mengenai kajian simulasi dan kajian terapan. Simulasi dilakukan untuk mengevaluasi penduga yang diperoleh dengan menggunakan metode pendugaan klasik dan metode pendugaan kekar Huber. Evaluasi dilakukan dengan melihat nilai RB, RRMSE, dan rata-rata MAPE. Nilai-nilai tersebut diperoleh dari hasil simulasi yang diulang sebanyak B=500 kali. Setelah menyelidiki metode mana yang lebih kekar terhadap pencilan, selanjutnya metode tersebut akan diaplikasikan pada data terapan yang terkontaminasi pencilan. Data terapan merupakan data yang diperoleh dari studi longitudinal pada percobaan klinis terhadap pasien penderita HIV.
4.1 Kajian Simulasi Kontaminasi Pencilan Simulasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh kontaminasi pencilan pada data longitudinal dengan tiga kondisi kontaminasi. Kondisi kontaminasi pencilan tersebut adalah kontaminasi pencilan pada galat intra-subyek (pencilan-e), kontaminasi pencilan pada pengaruh intersep acak (pencilan-b), dan kontaminasi pada keduanya (pencilan-eb). Simulasi juga dikaji pada proporsi pencilan yang berbeda-beda, yaitu pada proporsi 0% (tanpa pencilan), 5%, 10%, dan 15%. Simulasi dibangun berdasarkan model linier campuran. Model yang digunakan model linier campuran dengan intersep acak (b0i). =
0
1
time
0
,
=1, 2, …, 100, =1, 2, …, 5.
Pengaruh pencilan tersebut dievaluasi pada dua parameter yang diduga dengan model linier campuran, yaitu pengaruh tetap β0 dan β1. Selain itu hasil prediksi juga dievaluasi dengan rata-rata MAPE. Pendugaan dilakukan menggunakan dua metode yaitu metode pendugaan klasik dan metode pendugaan kekar Huber. Gambaran secara grafis dari RB pada kasus kontaminasi pencilan untuk setiap parameter disajikan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 (a) untuk pengaruh tetap 0 memperlihatkan bahwa semakin besar persen kontaminasi pencilan yang dicobakan, maka semakin besar nilai RB atau resiko bias yang dihasilkan. Selain itu, penerapan metode pendugaan kekar pada ketiga kasus kontaminasi pencilan selalu menghasilkan nilai RB yang lebih kecil daripada penerapan metode pendugaan klasik. Pencilan-eb menghasilkan nilai RB paling besar dibandingkan kasus kontaminasi pencilan lainnya. Hal ini berarti bahwa pencilan-eb sangat berisiko jika terdapat pada data yang dicobakan. Pengaruh tetap waktu ( 1) pada Gambar 3 (b) menghasilkan nilai RB yang relatif kecil dan tidak berbeda jauh, sehingga ketiga kasus pencilan kurang berpengaruh pada pendugaan pengaruh tetap, terutama pengaruh slope. Hal ini karena sifat dari kontaminasi pencilan yang diberikan, yaitu acak dan model yang digunakan hanya mengandung intersep acak saja.
17
(a)
(b)
Gambar 3 Nilai RB(%) penduga parameter model linier campuran dengan dan tanpa kontaminasi pencilan (a) β0 (b) β1. Nilai-nilai RRMSE untuk parameter β0 dan β1 diberikan pada Gambar 4. Nilai-nilai yang diperoleh juga memberikan gambaran yang sama dengan nilainilai pada RB, namun berbeda untuk parameter β1. Parameter β1 pada Gambar 4 (b) memberikan gambaran yang hampir sama dengan β0, yaitu semakin besar persen kontaminasi pencilan yang dicobakan, maka semakin besar nilai RRMSE yang dihasilkan. MSE mengandung 2 komponen, yaitu keragaman penduga (ketepatan) dan biasnya (keakuratan) (Casella dan Berger 2002). Penduga dengan sifat MSE yang baik merupakan penduga yang mengontrol keragaman dan bias. Nilai RRMSE yang besar menunjukkan keragaman penduga yang besar, sehingga semakin beresiko pada hasil pendugaan, yaitu ketepatan pendugaannya semakin rendah.
(a)
Gambar 4
(b)
Nilai RRMSE (%) penduga parameter model linier campuran dengan dan tanpa kontaminasi pencilan
18 Suatu penduga yang baik seharusnya memiliki ragam dan bias yang kecil. Oleh karena itu, metode pendugaan yang dapat mengontrol bias dan ragam penduga sangat diperlukan agar statistik yang dihasilkan efisien dan presisi dugaannya tinggi. Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4, metode pendugaan kekar sudah cukup baik dalam mengontrol hal tersebut. Kedua grafik pada Gambar 4, baik pada penduga β0 maupun β1 memperlihatkan bahwa pencilan-b tidak mempengaruhi keakuratan kedua penduga yang didukung dari nilai RRMSE yang sangat kecil atau mendekati nilai nol, hal ini berbeda dengan pencilan pencilan-e dan pencilan-eb. Kedua pencilan tersebut dapat mempengaruhi kekauratan pendugaan yang juga didukung dari nilai RRMSE yang lebih besar dari pada pencilan-b. Pendugaan pada respon bukan hanya menggunakan penduga bagi parameter tatapnya saja (β0 dan β1), tapi juga memerlukan penduga bagi ragam. Pada model yang digunakan untuk simulasi hanya ada dua ragam, yaitu ragam bagi pengaruh acak spesifik subyek ( b0) dan ragam bagi pengaruh galat intra-subyek ( ε). Metode pendugaan klasik menggunakan metode REMLE untuk menduga ragam, sedangkan metode pendugaan kekar menggunakan metode DAS. Tabel 1 memperlihatkan bahwa semakin besar persen kontaminasi pencilan yang dicobakan, maka semakin besar nilai MAPE yang dihasilkan. Selain itu, penerapan metode pendugaan kekar pada ketiga kasus kontaminasi pencilan menghasilkan nilai MAPE yang hampir sama dengan penerapan metode pendugaan klasik. Hal ini karena metode pendugaan klasik mempunyai prinsip meminimumkan ragam galat. Pencilan-eb menghasilkan nilai MAPE paling besar dibandingkan kasus kontaminasi pencilan lainnya, sehingga pencilan ini sangat berisiko jika terdapat pada data. Tabel 1 Rata-rata MAPE (%) penduga respon ( ̂) dari model linier dengan dan tanpa kontaminasi pencilan Persen pencilan Kontaminasi Metode pencilan 0 5 10 Pencilan.e 3,700 5,566 7,282 Pencilan.b 3,700 4,553 5,419 Klasik Pencilan.eb 3,700 6,258 8,439 Pencilan.e 3,669 4,847 7,336 Kekar Pencilan.b 3,669 4,463 5,254 Pencilan.eb 3,669 5,729 7,441
campuran
15 8,966 5,890 10,847 7,731 5,665 11,182
Pada kasus riil sangat sulit untuk membedakan kedua pencilan tersebut, sehingga penerapan metode pendugaan kekar Huber pada ketiga kondisi kontaminasi pencilan tersebut sangat diperlukan. Metode pendugaan ini secara umum dapat memperbaiki keakuratan penduga dalam menduga parameter β0 dan β1 agar diperoleh prediksi yang lebih kekar terhadap pencilan dan keakuratan dalam memprediksi respon lebih tinggi. Nilai-nilai RB, RRMSE untuk penduga parameter dan MAPE untuk setiap subyek pada kasus kontaminasi pencilan dapat dilihat pada Lampiran 1-2.
19 4.2 Kajian Simulasi Ketaknormalan Pengaruh Acak Simulasi ini digunakan untuk melihat pengaruh tidak terpenuhinya asumsi sebaran normal pada intersep acak dan galat intra subyek, keduanya dikondisikan menyebar t mewakili sebaran simetrik dan menyebar chi-square mewakili sebaran nonsimetrik. Simulasi pada skenario 10-13 dibangun berdasarkan model campuran linier dengan intersep acak. Pengaruh tersebut dievaluasi sama seperti pada kajian simulasi kontaminasi pencilan sebelumnya. 4.2.1
Pendekatan kekar untuk pengaruh intersep acak Simulasi ini dibangun dari skenario 10 dan 12, yaitu pengaruh intersep acak menyebar t dan menyebar chi-square. Gambaran secara grafis dari bias relatif (RB) untuk setiap parameter dengan pengaruh intersep acak menyebar t disajikan pada Gambar 5. Grafik pada Gambar 5 memperlihatkan bahwa nilai RB dari penduga β0 yang diduga menggunakan metode pendugaan klasik kurang stabil dibandingkan dengan metode pendugaan kekar, terutama pada db=1. Kedua metode pendugaan untuk pengaruh intersep acak yang menyebar t memberikan nilai RB yang tidak berbeda jauh dan memiliki nilai yang sangat kecil (mendekati nol) untuk parameter 1. Hal ini karena sifat dari sebaran t yang simetris, memiliki ekor lebih panjang daripada normal dan semakin mendekati normal jika db sebaran semakin besar. Selain itu, model yang digunakan hanya mengandung intersep acak saja, sehingga kurang berpengaruh pada hasil penduga 1.
(a)
β0
(b) β1
Gambar 5 Nilai RB (%) penduga parameter model linier campuran dengan pengaruh intersep acak menyebar t Nilai RRMSE untuk penduga parameter model linier campuran dengan pengaruh intersep acak menyebar t disajikan dengan grafik pada Gambar 6. Nilai RRMSE secara umum memberikan gambaran yang hampir sama dengan nilai RB, yaitu memberikan resiko yang sangat besar pada db=1untuk penduga β0 dan kurang berpengaruh terhadap penduga β1. Oleh karena itu, metode pendugaan kekar cukup lebih stabil dalam menangani pengaruh spesifik subyek yang menyebar sebaran simetrik namun memiliki ekor yang lebih panjang dari pada normal (sebaran t).
20
(b) β0 Gambar 6
(b) β1
Nilai RRMSE (%) penduga parameter model linier campuran dengan pengaruh intersep acak menyebar t
Gambaran secara grafis nilai RB dari penduga parameter untuk skenario 12, yaitu pengaruh intersep acak menyebar chi-square yang mewakili sebaran nonsimetrik diperlihatkan pada Gambar 7. Nilai RB pada penduga o semakin besar seiring membesarnya derajat bebas yang dicobakan. Distribusi chi-square memiliki karakteristik distribusi yang menjulur ke kanan, positif dan nilai tengahnya semakin besar seiring membesarnya derajat bebas yang dicobakan (Casella dan Berger 2002). Hal ini dapat mempengaruhi sifat penduga β0, yaitu biasnya semakin besar. Hal yang berbeda ditunjukkan pada penduga β1, nilai RB yang dihasilkan kecil (mendekati nol), sehingga pengaruh intersep acak menyebar chi-square tidak berpengaruh terhadap pendugaan β1. Kedua metode penduga memberikan nilai RB yang tidak berbeda jauh dan penduga parameter β0 atau β1 memiliki pola fluktuatif yang hampir sama pada setiap derajat bebas yang dicobakan. Grafik pada Gambar 7(a) untuk parameter β0 memperlihatkan bahwa metode pendugaan klasik dan metode pendugaan kekar memiliki pola nilai RB yang sama, selain itu kedua metode menghasilkan penduga yang berbias ke atas. Hal ini dapat dilihat juga pada penduga β1 (b), walaupun pada setiap derajat bebas yang dicobakan memiliki pola yang berbeda, namun nilai RB kecil (mendekati nol).
(a) β0
(b) β1
Gambar 7 Nilai RB (%) penduga parameter model linier campuran dengan pengaruh intersep acak menyebar chi-square Nilai RRMSE untuk penduga parameter model linier campuran dengan pengaruh intersep acak menyebar chi-square disajikan dengan grafik pada
21 Gambar 8. Gafik ini memperlihatkan bahwa nilai RRMSE untuk penduga β0 menggunakan kedua metode hampir sama untuk setiap derajat bebas yang dicobakan, selain itu terlihat juga bahwa grafik metode pendugaan kekar memiliki fluktuasi yang lebih stabil daripada metode pendugaan klasik. Hal ini menunjukkan bahwa metode pendugaan kekar lebih akurat dibandingkan metode pendugaan klasik pada derajat bebas yang dicobakan. Nilai RRMSE pada penduga β1 juga memiliki pola yang sama untuk kedua metode pendugaan, kecuali pada derajat bebas 1, 2, dan 3, kemudian nilai RRMSE menurun seiring membesarnya derajat bebas yang dicobakan. Nilai-nilai RB dan RRMSE untuk penduga parameter pada kasus pengaruh intersep acak menyebar t dan chi-square dapat dilihat pada Lampiran 3-4.
(a) β0
(b) β1
Gambar 8 Nilai RRMSE (%) penduga parameter model linier campuran dengan pengaruh intersep acak menyebar chi-square Tabel 2 menerangkan bahwa nilai MAPE untuk kasus pengaruh intersep acak menyebar t adalah stabil untuk kedua metode pendugaan dan nilainya tidak berbeda jauh, walaupun metode pendugaan kekar lebih kecil dibandingkan metode pendugaan klasik. Sedangkan untuk kasus pengaruh intersep acak menyebar chi-square, nilai MAPE semakin kecil seiring besarnya derajat bebas yang dicobakan, namun tidak berbeda jauh. Oleh karena kedua metode penduga memberikan nilai RB, RRMSE, dan MAPE yang tidak berbeda jauh, maka kedua metode dapat digunakan pada kasus pengaruh intersep acak menyebar t atau chisquare, namun secara umum metode pendugaan kekar menghasilkan penduga yang lebih stabil dibandingkan metode pendugaan klasik. Tabel 2 Nilai rata-rata MAPE (%) penduga respon ( ̂) dari model linier campuran dengan pengaruh intersep acak menyebar t dan menyebar chi-square bi ~ t bi ~ chi-square derajat bebas Klasik Kekar Klasik Kekar 1 2,497 2,454 2,578 2,618 2 2,564 2,526 2,454 2,421 3 2,512 2,474 2,344 2,306 4 2,573 2,524 2,251 2,219 5 2,553 2,518 2,152 2,122 6 2,539 2,481 2,14 2,106
22 4.2.2 Pendekatan kekar untuk galat intra-subyek Simulasi ini dibangun dari skenario 11 dan 13, yaitu galat intra-subyek menyebar t dan menyebar chi-square. Gambaran secara grafis dari bias relatif (RB) untuk setiap parameter dengan galat intra subyek menyebar t disajikan pada Gambar 9. Grafik pada Gambar 9 memperlihatkan bahwa nilai RB untuk penduga β0 yang diduga menggunakan kedua metode pendugaan hampir memiliki pola yang sama, namun metode pendugaan klasik tidak stabil pada db = 1. Metode pendugaan kekar menghasilkan nilai RB yang stabil disekitar nol untuk setiap derajat bebas yang dicobakan. Pada Gambar 9 dapat dilihat juga bahwa penduga β1 memiliki pola fluktuasi bias relatif yang hampir sama untuk kedua metode pendugaan. Sama seperti pada penduga β0, metode pendugaan kekar tetap stabil disekitar nol, sedangkan metode pendugaan klasik pada db=1 menghasilkan nilai RB yang lebih besar dibandingkan derajat bebas lainnya yang dicobakan.
(a) β0
(b) β1
Gambar 9 Nilai RB (%) penduga parameter model linier campuran dengan galat intra subyek menyebar t
(a) β0
(b) β1
Gambar 10 Nilai RRMSE (%) penduga parameter model linier campuran dengan galat intra subyek menyebar t Nilai RRMSE untuk penduga parameter model linier campuran dengan galat intra subyek menyebar t disajikan dengan grafik pada Gambar 10. Gafik pada Gambar 10 memperlihatkan bahwa nilai RRMSE untuk penduga β0 dari kedua metode pendugaan hampir sama, tetapi nilai RRMSE pada derajat bebas 1 yang diduga dengan metode pendugaan kekar tetap stabil dibandingkan metode klasik. Penduga β1 memperlihatkan hal yang sama dengan penduga β0, yakni memiliki
23 pola yang sama untuk kedua metode pendugaan. Oleh karena metode pendugaan kekar memiliki nilai yang lebih stabil pada setiap derajat bebas yang dicobakan, maka metode ini lebih tepat digunakan dalam menduga parameter model linier campuran ketika galat intra subyek menyebar sebaran simetrik yang ekornya lebih panjang dari pada normal (sebaran t). Grafik pada Gambar 9 dan Gambar 10 secara umum memperlihatkan metode pendugaan kekar menghasilkan penduga yang lebih baik dari pada metode pendugaan klasik dalam menangani pengaruh galat intra subyek yang menyebar sebaran simetrik (sebaran t). Gambar 11 memperlihatkan nilai bias relatif dari penduga β0 dan β1 menggunakan dua metode penduga dimana data diketahui galat intra subyek menyebar chi-square. Gambar 11 (a) memberikan gambaran nilai RB dari penduga β0. Gambar ini memperlihatkan bahwa untuk kedua metode pendugaan nilai bias relatif semakin besar seiring bertambah besar derajat bebas yang dicobakan. Selain itu juga nilai bias relatif yang diperoleh dari metode pendugaan kekar selalu berada dibawah metode pendugaan klasik, namun perbedaannya sangat kecil. Nilai bias relatif untuk penduga β1 dapat dilihat pada Gambar 11 (b). Grafik pada gambar tersebut memperlihatkan hal yang berbeda dari penduga β0. Kedua metode pendugaan memberikan pola bias relatif yang hampir sama pada setiap derajat bebas yang dicobakan dan memiliki nilai disekitar nol. Hal ini berarti galat intra subyek menyebar chi-square tidak pempengaruhi penduga β1 untuk setiap derajat bebas yang dicobakan. Hal ini karena model yang digunakan hanya mengandung intersep acak saja dan pengamatan berulang yang dicobakan untuk setiap subjek sedikit.
(a) β0
(b) β1
Gambar 11 Nilai RB (%) penduga parameter model linier campuran dengan galat intra subyek menyebar chi-square Nilai RRMSE untuk penduga parameter model linier campuran dengan galat intra subyek menyebar chi-square disajikan dengan grafik pada Gambar 12. Gafik pada Gambar 12 memperlihatkan bahwa nilai RRMSE untuk penduga β0 dari kedua metode penduga menghasilkan pola trend yang sama, walaupun pada derajat bebas 2 nilai RRMSE yang dihasilkan lebih besar dibanding metode klasik. Hal ini disebabkan adanya pencilan pada nilai RRMSE. Nilai RRMSE pada penduga β1 diperlihatkan pada Gambar 12 (b). Gambar tersebut memperlihatkan bahwa kedua metode penduga memberikan pola yang hampir sama untuk RRMSE, yaitu semakin besar seiring besarnya derajat bebas sebaran
24 yang dicobakan. Kedua metode penduga menghasilkan nilai yang tidak berbeda jauh pada setiap derajat bebas yang dicobakan. Nilai-nilai RB dan RRMSE untuk penduga parameter pada kasus galat intra-subyek menyebar t dan chi-square dapat dilihat pada Lampiran 5-6.
(a) β0
(b) β1
Gambar 12 Nilai RRMSE (%) penduga parameter model linier campuran dengan galat intra subyek menyebar chi-square Tabel 3 menerangkan bahwa nilai MAPE untuk kasus galat intra subyek menyebar t semakin mengecil seiring membesarnya derajat bebas yang dicobakan. Hal ini karena semakin besar derajat bebas sebaran t, maka semakin menuju normal sebarannya. Metode pendugaan kekar memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan metode pendugaan klasik, terutama pada db=1 menghasilkan nilai MAPE paling besar. Sedangkan untuk kasus pengaruh galat intra subyek menyebar chi-square, rata-rata MAPE semakin besar seiring besarnya derajat bebas yang dicobakan. Metode pendugaan kekar secara umum menghasilkan ratarata MAPE yang lebih kecil dibanding metode pendugaan klasik, tapi nilainya tidak berbeda jauh. Tabel 3 Rata-rata MAPE (%) penduga respon ( ̂) dari model linier campuran dengan galat intra subyek menyebar t dan menyebar chi-square ~t ~ chi-square derajat bebas Klasik Kekar Klasik Kekar 1 2 3 4 5 6
22,092
18,236
3,098
2,700
6,118 4,074 3,305 3,356 3,379
5,791 3,970 3,221 3,315 3,366
4,477 5,267 5,599 6,689 7,203
4,150 5,151 6,109 7,237 7,641
4.3 Kajian Terapan Pada subbab ini dibahas penerapan data longitudinal untuk menerapkan metode pendugaan kekar dalam menangani pencilan pada suatu percobaan klinis untuk membandingkan kemanjuran dan keamanan dua jenis obat antiretroviral pada pasien terinfeksi HIV, serta memprediksi keadaan pasien pada kondisi dan
25 waktu tertentu. Data longitudinal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 7. Pertama dilakukan eksplorasi terhadap data sebelum dimodelkan dengan model linier campuran. Plot data jumlah sel CD4+ untuk setiap pasien yang diukur pada awal studi dan kunjungan bulan ke 2, 6, 12 dan 18 disajikan pada Gambar 13. Gambar 13 memperlihatkan bahwa hanya beberapa pasien yang melakukan pengukuran hingga bulan ke-18. Pada bulan ke 2 terdapat 368 pasien, bulan ke 6 menjadi 310 pasien, 226 pasien pada bulan ke 12, dan hanya 37 pasien pada bulan ke 18, selain itu terlihat juga bahwa pengaruh waktu terhadap jumlah sel CD4+ pasien berbeda-beda untuk setiap pasien dan beberapa pasien memiliki jumlah sel CD4+ yang semakin menurun untuk tiap kunjungan berikutmya, tetapi ada juga yang semakin bertambah jumlahnya. Oleh karena itu, model linier campuran yang digunakan untuk memprediksi adalah model dengan intersep acak dan slope acak. Pada gambar tersebut dapat juga dilihat ada banyak pencilan, baik pencilan pada galat intra subyek maupun pencilan pada pengaruh spesifik subyek. Hal ini mengindikasikan bahwa penanganan pencilan perlu dilakukan sebelum memprediksi, sehingga perlu diatasi agar nilai prediksi yang diperoleh tepat dan akurat. Boxplot jumlah sel CD4+ pada lima titik waktu pengamatan disajikan pada Gambar 14. Boxplot pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa sebar
Gambar 13 Plot jumlah sel CD4+ setiap pasien yang diukur pada 5 titik waktu an sel CD4+ menjulur ke kanan dengan banyak pencilan. Hal ini mengindikasikan bahwa penanganan pencilan perlu dilakukan sebelum memprediksi. Dalam penelitian ini dilakukan penanganan terhadap pencilan dengan dua metode pendugaan. Kedua metode tersebut adalah metode pendugaan klasik dengan data asal perlu ditransformasi terlebih dahulu dan metode pendugaan kekar menggunakan data asal.
26
Gambar 14
Boxplot data asal jumlah sel CD4+ pasien pada 5 titik waktu pengamatan.
4.3.1 Penanganan pencilan dengan transformasi Transformasi Box-Cox yang dipilih untuk data tersebut adalah transformasi akar. Transformasi akar dipilih karena karakteristik dari transformasi ini dapat mengurangi kemenjuluran pola sebaran sekaligus untuk menstabilkan ragam, selain itu juga dikarenakan data jumlah sel CD4+ merupakan data cacahan. Boxplot setelah data ditransformasi dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 memperlihatkan bahwa hasil trasnformasi data asal lebih homogen dan simetrik dari sebelumnya (Gambar 14). Setelah memeperhatikan boxplot dari banyaknya sel CD4+ yang telah ditransformasi akar, selanjutnya data longitudinal tersebut dimodelkan menggunakan model linier campuran dengan persamaan sebagai berikut: √ a 1,2,…, 467
1,2,
sedangkan b(=׳b0i,b1i) ~ ׳N2(η,∑ dan εij ~ N(0, 2). Dalam hal ini = β0, β1, β2, β3, β4, β5) merupakan parameter pengaruh tetap, sedangkan b(=׳b0i,b1i) ׳merupakan parameter pengaruh acak untuk pasien ke-i, yaitu b0i merupakan intersep acak untuk pasien ke-i, dan b1i merupakan laju perubahan banyak sel CD4+ per satuan waktu untuk pasien ke-i. alam model juga terdapat εij yang merupakan galat intra-subyek yang diasumsikan menyebar normal dengan ragam homogen. Model ini selanjutnya disebut model 1.
27
Gambar 15 Boxplot data transformasi akar dari jumlah sel CD4+ pasien pada 5 titik waktu pengamatan. Penduga parameter berdasarkan model linier campuran di atas ditentukan dengan menggunakan metode pendugaan klasik. Pendugaan parameter pada model linier campuran dengan menggunakan metode pendugaan klasik melalui program R 2.15.3 dengan paket nlme disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai dugaan parameter beserta hasil uji dari metode pendugaan klasik Parameter Nilai SE db t-value p-value Intersep (β0) 7,83 0,40 939 19,48 0,00 TIME (β1) -0,16 0,02 939 -7,85 0,00 Gender (β3) -0,16 0,33 462 -0,49 0,63 prevOI (β4) -2,31 0,24 462 -9,67 0,00 Stratum (β5) -0,13 0,24 462 -0,54 0,59 TIME×drug (β2) 0,02 0,03 939 0,75 0,45 2 16,06 σ bo -0,19 σbo,b1 2 0,03 σ b1 2 3,07 σε Tabel 4 memperlihatkan nilai-nilai dugaan parameter pada model linier campuran yang telah ditentukan dari awal dan telah digunakan oleh Guo dan Carlin (2004), selain itu peubah bebas yang berpengaruh nyata pada banyaknya sel CD4+ penderita HIV adalah time dan prevOI dengan nilai-p kurang dari 0,0001. Model yang digunakan untuk memprediksi banyaknya sel CD4+ pasien pada kondisi dan waktu tertentu berdasarkan Tabel 4 adalah: √̂ =
0,16 0,13
a
0,16 0
1
2,31
28 dengan nilai b0i dan b1i untuk setiap pasien ke-i disajikan pada Lampiran 8. Berdasarkan model dugaan diatas diperoleh nilai galat intra-subyek untuk setiap amatan yang diasumsikan menyebar normal dengan ragam homogen. Boxplot dari nilai-nilai galat intra-subyek yang telah dibakukan akan disajikan pada Gambar 16.
Gambar 16 Boxplot sisaan baku dari metode pendugaan klasik Gambar 16 memperlihatkan bahwa galat intra-subyek yang telah dibakukan pada 5 titik waktu menyimpulkan hal yang sama dengan boxplot pada Gambar 15, yaitu lebih homogen dan simetrik, walaupun ekornya menjulur sedikit lebih panjang dari normal. Gambar 17 menyajikan gambaran mengenai sebaran dari pengaruh spesifik subyek. Gambar 17 memperlihatkan hal yang sama seperti pada galat intra subyek, yaitu boxplot yang disajikan lebih homogen dan simetrik, terutama pada (b) slope acak, walaupun ekornya menjulur lebih panjang dari normal.
(a) (b) Gambar 17 Boxplot pengaruh acak baku dari metode pendugaan klasik (a) intersep acak (b) slop acak Metode transformasi sudah cukup baik dalam menangani pencilan. Metode ini cukup sederhana jika suatu penelitian hanya mengharapkan pendugaan titik saja, tetapi penggunaan metode ini akan mengalami kesulitan pada analisis lebih lanjut, misalnya menduga selang kepercayaannya. Metode pendugaan kekar
29 merupakan suatu metode yang dapat diterapkan langsung pada data asal, sehingga jika diinginkan penduga selang tidak perlu transfomasi kembali . 4.3.2
Penanganan pencilan dengan metode pendugaan kekar Metode pendugaan kekar yang digunakan untuk menduga parameter pengaruh tetap dan pengaruh spesifik subyek adalah metode yang dikembangkan oleh Kooler (2013). Metode pendugaan ini diharapkan lebih kekar terhadap pencilan pada banyaknya sel CD4+ pasien, selain itu jika diperlukan analisis lebih lanjut, seperti pandugaan selang, metode ini lebih disarankan dari pada menggunakan metode sebelumnya. Metode yang digunakan untuk menduga θ dan adalah metode DAS. Fungsi Huber yang digunakan dalam metode ini untuk pengaruh tetap dan pengaruh acak adalah smoothed Huber dengan k = 1.345 dan s = 10. Data longitudinal yang diperlihatkan pada Lampiran 7 dimodelkan menggunakan model linier campuran dengan persamaan sebagai berikut:
a 1,2,…, 467
1,2,
sedangkan b(=׳b0i,b1i ’ ~ N2(η,∑ dan εij ~ N 0,σ2). Penduga parameter berdasarkan model linier campuran di atas ditentukan dengan menggunakan metode pendugaan kekar yang telah disebutkan sebelumnya. Model ini selanjutnya akan disebut model 2. Pendugaan parameter pada model linier campuran dengan menggunakan metode pendugaan kekar melalui program R 2.15.3 dengan paket robustlmm disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai dugaan parameter beserta hasil uji dari metode pendugaan kekar Kategorik Parameter Estimate Std. Error t value Intersep (β0) 73,808 6,755 10,926 TIME (β1) -2,052 0.224 -9,160 ddI = 1, ddC = 0 Drug 6,616 6,666 0,993 Lk = 1, Pr =0 Gender (β3) -3,240 5,449 -0,595 AIDS = 1, prevOI (β4) -34,717 3,974 -8,737 Tdk.AIDS = 0 Gagal =1, AZT (β5) -1,699 3,938 -0,432 Intolerance = 0 TIME×drug (β2) 0,143 0,318 0,450 2 σ bo 4457,328 σbo,b1 -35,560 σ2b1 0,284 Tabel 5 memperlihatkan nilai-nilai dugaan parameter pada model linier campuran yang telah ditentukan. Jumlah sel CD4+ awal pasien berjenis kelamin laki-laki yang terdiagnosis AIDS, menggunakan obat ddI, dan gagal terhadap terapi AZT adalah sebesar 74 sel/ml3 darah. Peubah TIME sangat mempengaruhi jumlah sel CD4+ pasien, sehingga jumlah sel CD4+ menurun tiap bulannya
30 sebanyak 2 sel/ml3 darah. Nilai koefisien peubah prevOI menunjukkan bahwa penderita yang terdeteksi AIDS pada awal studi memiliki jumlah sel CD4 + lebih rendah dibandingkan yang tidak terdeteksi AIDS, dengan rata-rata perbedaan jumlah sel CD4+ sebesar 35 sel/ml3 darah. Berdasarkan Tabel 5 model yang digunakan untuk memprediksi banyaknya sel CD4+ pasien pada kondisi dan waktu tertentu adalah: ŷ =73,8082 2,0522 1,6994
0,1432 b0i b1i
i
3,2395
i
34,7172
dengan nilai b0i dan b1i untuk setiap pasien ke-i disajikan pada Lampiran 8. Model dugaan pada metode pendugaan kekar sangat berbeda jauh dengan model dugaan sebelumnya. Pada model sebelumnya, setelah menghitung nilai dugaan dari respon maka untuk mengetahui nilai sebenarnya perlu ditansformasi balik, yaitu dipangkat kuadrat. Berdasarkan model dugaan diatas diperoleh nilai galat intrasubyek untuk setiap amatan yang diasumsikan menyebar normal dengan ragam homogen. Boxplot dari nilai-nilai galat intra-subyek yang dibakukan disajikan pada Gambar 18. Gambar 18 memperlihatkan bahwa galat intra-subyek yang telah dibakukan pada 5 titik waktu. Boxplot pada Gambar 18 terlihat homogen dan simetrik, walaupun ekornya menjulur lebih panjang dari normal.
Gambar 18 Boxplot sisaan baku dari metode pendugaan kekar Gambar 19 menyajikan gambaran mengenai sebaran dari pengaruh spesifik subyek. Gambar 19 memperlihatkan hal yang berbeda dari sebelumnya (model 1), terutama pada slope acak. Slope acak pada Gambar 17 (b) yang diperoleh pada metode pendugaan ini menjulur ke kiri, sedangkan metode pendugaan sebelumnya lebih simetris. Pada Gambar 17 (a), intersep acak yang dihasilkan juga memperlihatkan hal yang sama dengan metode pendugaan sebelumnya, yaitu menjulur ke kanan, tetapi pada metode ini lebih banyak pencilan yang dihasilkan dari pada metode sebelumnya.
Slope acak baku
Intersep acak baku
31
(a ) (b) Gambar 19 Boxplot pengaruh acak yang dibakukan dari metode pendugaan kekar (a) intersep acak (b) slop acak Korelasi antara intersep dan slope adalah negatif, hubungan keduanya dapat dilihat secara grafis pada Gambar 20. Gambar 20 merupakan diagram pencar antara intersep dan slope. Pada gambar tersebut terlihat ada hubungan yang sangat kuat antara intersep dan slope. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai peragam antara intersep dan slope adalah sebesar -35,59 . Nilai ini menunjukkan bahwa penurunan jumlah sel CD4+ antar pasien dipengaruhi oleh jumlah sel CD4+ yang dimiliki pada awal studi. Semakin besar jumlah sel CD4+ yang dimiliki pada awal studi, maka semakin rendah laju penurunan jumlah sel CD4+ perbulan.
Gambar 20
Diagram pencar antara kedua pengaruh spesifik subyek (intersep acak dan slope acak)
Prediksi jumlah sel CD4+ pasien Model yang digunakan untuk prediksi jumlah sel CD4+ pasien adalah model yang diduga dengan metode pendugaan kekar. Metode pendugaan kekar diharapkan menghasilkan nilai prediksi yang tepat dan akurat, agar tidak terjadi kesalahan pada saat pengambilan keputusan terhadap pasien penderita HIV. Pada percobaan klinis tersebut dicobakan dua jenis obat antiretroviral dalam menangani pasien-pasien yang gagal atau tidak toleran terhadap terapi zidovudine (AZT). 4.3.3
32 Pasien ke-91 merupakan pasien laki-laki dengan status tidak terdiagnosis AIDS pada awal studi (bulan ke-0). Pasien ini menerima obat ddC pada saat pengobatan dan memiliki status tidak toleran terhadap terapi zidovudine (AZT). Pasien tersebut selalu datang setiap 5 kunjungan untuk mengecek kembali status sel CD4+. Jumlah sel CD4+ pasien pada empat kunjungan pertama berturut-turut adalah 65, 51, 46, 5 dan 37, maka dengan menggunakan model 2 jumlah sel CD4+ pasien pada 5 bulan kunjungan adalah 52, 49, 42, 33 dan 23. Jika diprediksi jumlah sel CD4+ pasien pada kunjungan ke-6 atau bulan ke-24, maka dengan menggunakan model tersebut jumlah sel CD4+ menjadi 13. Nilai dugaan bagi intersep acak dan slope acak untuk pasien ke-91 adalah -25,40 dan 0,20. Hal ini berarti bahwa penurunan jumlah sel CD4+ pasien ke-91 adalah -2,052 - 0,20 = 2,252 perbulannya. Tabel 6 Dugaan dan prediksi jumlah sel CD4+ pasien pada lima titik waktu Pasien ke Bulan keAktual Prediksi 91 0 65 52 2 51 49 6 46 42 12 5 33 18 37 23 24 13 167 0 47 52 2 110 49 6 63 43 12 20 34 18 24 24 15 460 0 247 240 2 300 232 6 220 218 12 242 195 18 173 24 151 Pasien ke-167 merupakan pasien laki-laki dengan status tidak terdiagnosis AIDS pada awal studi (bulan ke-0). Pasien ini menerima obat ddI pada saat pengobatan dan memiliki status tidak toleran terhadap terapi zidovudine (AZT). Pada kunjungan ke-18 pasien tersebut tidak datang untuk mengecek kembali status sel CD4+. Jumlah sel CD4+ pasien pada empat kunjungan pertama berturutturut adalah 47, 110, 63 dan 20, maka dengan menggunakan model 2 jumlah sel CD4+ pasien pada 5 bulan kunjungan adalah 52, 49, 43, 34 dan 24. Jika diprediksi jumlah sel CD4+ pasien pada kunjungan ke-6 atau bulan ke-24, maka dengan menggunakan model tersebut jumlah sel CD4+ menjadi 15. Nilai dugaan bagi inetrsep acak dan slope acak untuk pasien ke-91 adalah -75,69 dan 0,60. Hal ini
33 berarti bahwa penurunan jumlah sel CD4+ pasien ke-167 adalah -2,052 - 0,60 + 0,143 = -2,509 perbulannya. Pasien ke-460 merupakan pasien perempuan dengan status terdiagnosis AIDS pada awal studi (bulan ke-0). Pasien ini menerima obat ddI pada saat pengobatan dan memiliki status gagal terhadap terapi zidovudine (AZT). Pada kunjungan ke-18 pasien tersebut tidak datang untuk mengecek kembali status sel CD4+. Jumlah sel CD4+ pasien pada empat kunjungan pertama berturut-turut adalah 247, 300, 220 dan 242, maka dengan menggunakan model 2 jumlah sel CD4+ pasien pada 4 bulan kunjungan adalah 240, 232, 218 dan 195. Jika diprediksi jumlah sel CD4+ pasien pada kunjungan ke-5 dan ke-6 atau bulan ke-18 dan ke-24, maka dengan menggunakan model tersebut jumlah sel CD4+ menjadi 173 dan 151. Nilai dugaan bagi intersep acak dan slope acak untuk pasien ke-91 adalah 258,19 dan -2,04. Hal ini berarti bahwa kenaikan jumlah sel CD4+ pasien ke-91 adalah -2,052 2,04 + 0,143 = -3,949 perbulannya. Perbandingan nilai aktual dan prediksi dapat dilihat pada Tabel 6.