29
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Potensi Wisata Bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo Suatu kawasan yang akan digunakan sebagai obyek wisata bahari perlu
mempertimbangkan daya dukung dari kawasan tersebut sebelum dibangun. Pentingnya mengetahui daya dukung dari kawasan agar setiap kegiatan pemanfaatan tidak mengganggu atau merusak lingkungan fisik, biota dan lingkungan sosial. Daya dukung untuk wisata ada yang intensif, terbatas dan tertutup. Daya dukung intensif adalah penggunaan kawasan secara keseluruhan untuk kegiatan parawisata, secara terbatas adalah sebagian kawasan digunakan untuk kegiatan pariwisata dan secara tertutup dapat diartikan sebagai pemanfaatan kawasan tidak boleh membangun penggunaan fisik, tetapi hanya diperbolehkan untuk melihat keindahan alamnya. Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo diproyeksikan menjadi kawasan wisata bahari di Kabupaten Halmahera. Letak kedua pulau tersebut di depan ibu kota Halmahera Utara yaitu Tobelo. Pulau Tagalaya dapat ditempuh sekitar 20 menit dari Tobelo dengan menggunakan speedboat dan taxi (perahu motor tempel 5 pk). Pulau ini memiliki panorama pantai pasir putih dan hutan bakau yang masih alami, sehingga menjadi keunikan tersendiri selain keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau Kumo dapat ditempuh dari kota Tobelo sekitar 10 menit dengan menggunakan taxi (perahu motor tempel). Pulau ini juga memiliki pasir putih, air laut yang jernih, arus yang tenang dan terdapat keanekaragaman jenis ikan dan terumbu karang. Hasil penilaian kriteria kesesuaian wisata bahari menunjukkan bahwa, Pulau Tagalaya memiliki nilai 708 dengan kriteria sanagt sesuai (S1), dan Pulau Kumo memiliki nilai 676 dengan kriteria sesuai (S2), disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Hal ini menunjukkan kedua pulau tersebut memiliki kriteria S1 dan S2, artinya memiliki potensi yang sangat bagus untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata bahari. Dengan kondisi parameter tersebut, kedua pulau itu dapat dimanfaatkan untuk menyuguhkan atraksi wisata bahari berupa berenang, selancar angin, berperahu dan memancing.
30
Tabel 6 Hasil penilaian kesesuaian Pulau Tagalaya untuk wisata bahari Parameter Kriteria Bobot Skor Jumlah Kecerahan perairan (%) > 75 10 20 200 Tutupan karang hidup (%) > 50 - 75 8 14 112 Jenis terumbu karang (Sp) > 100 8 16 128 Jenis ikan karang (sp) > 50 - 70 8 14 112 Kecepatan arus (m/det) > 0,17 -0,34 6 12 72 Kedalaman dasar (m) > 10 -25 6 14 84 708 Total Keterangan :
S1 (sangat sesuai) S2 (sesuai) S3 (cukup sesuai) S4 (tidak sesuai)
= = = =
700 – 740 620 – 699 360 – 619 < 360
Tingkat kesesuaian wisata ini didukung dengan penilaian potensi wisata berdasarkan beberapa faktor-faktor pendukung wisata, seperti tersaji pada Tabel 8. Hasil penilaian potensi wisata, menunjukkan bahwa Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo memang memiliki potensi yang tinggi dengan nilai kriteria sebesar 29 untuk dikembangkan menjadi obyek tujuan wisata. Dalam hal ini obyek wisata bahari dengan pelbagai atraksi, seperti: menyelam (diving), snorkling, berenang, photo hanting, berperahu, memancing dan berbagai kegiatan wisata di pantai. Kegitan wisata tersebut cocok untuk perairan yang menghadap ke barat (pulau Halmahera) karena perairannya tenang berada di antara pulau-pulau kecil dan Teluk Kao, sedangkan untuk kegiatan ski air dan surfing cocok untuk perairan pantai pulau yang menhadap ke timur (Laut Halmahera dan Samudera Pasifik) Tabel 7 Hasil penilaian kesesuaian Pulau Kumo untuk wisata bahari. Parameter Kecerahan perairan (%) Tutupan karang hidup (%) Jenis terumbu karang (Sp) Jenis ikan karang (sp) Kecepatan Arus (m/det) Kedalaman dasar (m) Total
Kriteria > 75 > 25 – 50 > 75 -100 > 20 – 50 > 0,17 -0,34 > 10 -25
Bobot 10 8 8 8 6 6
Skor 20 14 14 12 12 14
Jumlah 200 112 112 96 72 84 676
Mengingat begitu tingginya potensi daya dukung sumberdaya pesisir dengan nilai 29 (tabel 8), maka diharapkan kedua pulau tersebut dapat menjadi kawasan wisata bahari. Jika obyek wisata bahari ini dikelola dengan baik akan meningkatkan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya: bagi masyarakat sekitar kawasan
dapat
meningkatkan
kesejahteraan,
sumberdaya
pesisir
dijaga
31
kelestariannya, bagi pemerintah daerah meningkatkan PAD dan bagi negara mendapatkan devisa.
Tabel 8 Hasil penilaian potensi wisata berdasarkan faktor pendukung kegiatan wisata. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Parameter Jenis pantai Kejernihan air Bentuk tubir (morfologi dasar) Keanekaragaman ekosistem Keaslian ekosistem Kenaekaragaman ikan Keanekaragaman karang Estetika Aksesibilitas Keamanan dan keselamatan Rekreasi bawah air Berlayar (perahu, kanoing) Rekreasi pantai Memancing Transportasi Air bersih Listrik Ketersediaan fasilitas pendukung Total Keterangan :
4.2 4.2.1
Potensi tinggi
: jika total nilai berkisar antara 26 – 38
Potensi sedang
: jika total nilai berkisar antara 13 – 25
Potensi rendah
: jika total nilai berkisar antara 0 – 12
Nilai 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 0 1 29
Persepsi Terhadap Wisata Bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo Sarana dan prasarana wisata bahari Minimnya sarana dan prasarana menyebabkan tingkat kunjungan masih
relatif kecil di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo, khususnya fasilitas transfortasi dan infrastruktur wisata. Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Halmahera Utara, laporan kunjungan wisata di bulan Oktober 2009 tercatat hanya 93 orang, terdiri dari: 90 wisatawan lokal dan 3 orang wisatawan manca negara. Dari 27 orang responden yang dijadikan sample penelitan ini, sekitar 65,63% menyatakan sarana dan prasarana sangat kurang dan 28,13% menyatakan kurang (Gambar 1). Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Tagalaya adalah darmaga kayu tempat sandar kapal, saung-saung untuk istirahat dan toilet, sedangkan di Pulau Kumo hanya baru ada saung-saung untuk istirahat dan toilet. Restoran
32
(tempat makan) tidak tersedia di sini, jadi pengunjung harus bawa makanan sendiri sebelum menuju obyek wisata di sini, hanya pada hari minggu baru ada masyarakat di kawasan tersebut berjualan makanan.
70,00
65,63
Persentase (%)
60,00 50,00 40,00 28,13
30,00 20,00
6,25
10,00 0,00 Sangat kurang
kurang
Cukup
Pernyataan responden
Gambar 1
4.2.2
Persepsi wisatawan terhadap sarana dan prasarana wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo.
Akses transportasi wisata bahari Untuk akses transportasi menuju obyek daerah wisata Pulau Tagalaya dan
Pulau Kumo, persepsi responden sekitar 43,75% mengaku kurang puas dan 40.63% merasa sulit. Dari Gambar 2, menunjukkan fasilitas transportasi obyek wisata bahari masih kurang mendukung bagi peningkatan kunjungan wisatawan. Hal ini disebabkan jika wisatawan ingin berkunjung ke Pulau Tagalaya harus sewa/carter taxi (perahu motor tempel 5PK). Sedangkan untuk menuju Pulau Kumo relatif lancar, karena jarak yang dekat dari Tobelo dan tersedia taxi (perahu motor tempel 5PK) secara reguler. Di Kabupaten Halmahera Utara terdapat bandara udara Kao dengan kapasitas yang masih terbatas hanya untuk pesawat kecil. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dari luar Halmahera Utara maka bandara Kao sudah selayaknya diperluas sahingga pesawat lebih besar dapat mendarat. Untuk jadwal penerbangan pesawat selama ini dari Jakarta menuju Tobelo melalui
33
Manado dan itupun hanya tersedia pada hari-hari tertentu. Transportasi udara setiap hari hanya tersedia dari Jakarta ke Ternate. Untuk perjalanan dari Ternate ke Tobelo dilanjutkan dengan speedboat yang tersedia dari pulul 05.00 – 19.00 dan selanjutnya ditempuh dengan jalur darat berupa kendaraan umum tersedia dari pulul 05.00 – 19.00.
50 43,75
45
40,625
Persentase (%)
40 35 30 25 20 15,625 15 10 5 0 Cukup
Kurang
sulit
Pernyataan responden
Gambar 2
Persepsi wisatawan terhadap transportasi menuju wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo.
Selain fasilitas akses transportasi, sarana dan prasarana wisata bahari yang masih minim, rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke wisata bahari di Kabupaten Halmahera Utara disebabkan secara nasional kawasan ini belum termasuk kawasan destinasi pariwisata nasional. Hal ini diduga menyebabkan belum banyaknya dikenal oleh para wisatawan. Sebagai kabupaten yang masih baru berdiri sejak 2003, maka masih banyak sarana dan prasarana infrastruktur yang perlu dibenahi termasuk sektor pariwisata. 4.2.3
Kesan wisatawan terhadap obyek wisata bahari Sebagian besar wisatawan yang menjadi responden survei mengakui
keindahan obyek wisata kawasan Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo yang masih alami dan asri. Obyek-obyek wisata rekreasi pantai di kedua pulau tersebut
34
disajikan pada Lampiran 2. Kesan wisatawan terhadap kawasan wisata di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo, menunjukkan bahwa obyek wisata kedua pulau tersebut menjadi daya tarik. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan bahwa 62,5% responden menyatakan menarik dan 28,13 cukup menarik, seperti disajikan pada Gambar 3. Daya tari obyek wisata ini disebabkan kondisi perairan di kedua pulau sangat indah dengan pasir putih, terumbu karang yang masih bagus, arus perairan tenang dan jernih, maka mengundang wisatawan untuk menikmati rekreasi pantai, berenang, menyelam, selancar, berperahu dan memancing.
70
62,5
Persentase (%)
60 50 40 28,125
30 20
9,375 10 0 Menarik
Cukup
kurang
Pernyataan responden
Gambar 3
4.2.4
Kesan wisatawan terhadap wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo.
Keterlibatan masyarakat terhadap wisata bahari Partisipasi masyarakat kawasan wisata merupakan keharusan dalam
pengembangan manajemen wisata bahari berbasis masyarakat. Masyarakat dinilai lebih memahami dinamika perkembangan isu lokal dan berkepentingan untuk menyelesaikan masalah yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan mereka. Persepsi mayarakat kawasan wisata terhadap pengelolaan kawasan wisata di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo disajikan pada Gambar 4.
35
90 80 80
Persentase (%)
70 60 50 40 30 20
15
10
5
0 Berpatisipasi
Kurang Berpartisipasi
tidak terlibat
Pernyataan Responden
Gambar 4
Tingkat partisipasi masyarakat lokal terhadap wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo.
Berdasarkan hasil interview dengan masyarakat setempat kedua pulau tersebut, menunjukan bahwa 83% responden mengatakan masyarakat setempat terlibat dalam pengelolaan wisata bahari. Pada saat ini pengelolaan wisata bahari dikelola oleh kaum muda di kedua pulau tersebut, untuk menjaga kebersihan dan keamanan dalam berekreasi. Kaum muda ini berperan hanya pada waktu jumlah wisatawan yang berkunjung banyak, yaitu pada hari minggu dan hari libur nasional. Kaum muda ini melakukan pungutan terhadap wisatawan sebesar Rp 1000 rupiah per orang. Hasil pungutan itu dialokasikan untuk Gereja sebesar Rp 200 rupiah, desa sebesar 200 rupiah, kebersihan Rp 100 rupiah dan pengelola 500 rupiah. Selain kaum muda, ibu-ibu berperan juga dalam kebersihan kawasan wisata dari sampah, setiap hari sabtu atau sehari sebelum hari libur nasional. Pengelolaan Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo sebagai kawasan wisata bahari dengan melibatkan masyarakat kawasan adalah sangat penting dan sudah tepat, mengingat peran pemerintah di kawasan ini masih minim (belum ada pegawai pemda yang ditempatkan dilokasi ini). Selain itu, tujuan dari pengelolaan wisata bahari adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat kawasan, integritas kultural, dan terpeliharanya keanekaragaman sumberdaya hayati. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan memberikan beberapa manfaat, yaitu (1)
36
peningkatan pendapatan masyarakat, (2) menjaga kelestarian sumberdaya pesisir, (3) menjaga integritas kultural masyarakat, jika hal ini tidak dipertahankan maka akan timbul permasalahan yang baru lagi. Untuk itu pengelolaan berbasis masyarakat (community base management) sangat penting di pertahankan dan diseuaikan dengan pendekatan konsep ko-manajemen (kemitraan antara masyarakat, pemerintah dan stakholders terkait lainnya). 4.3 4.3.1
Analisis Strategi Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Identifikasi isu dan permasalahan Isu di bidang pengelolaan wisata bahari yang dapat diidentifikasi di wilayah
pesisir Kabupaten Halmahera Utara cukup beragam. Dari permasalahan beragam itu yang terungkap dari kelompok masyarakat pesisir di wilayah ini, umumnya bermuara pada beberapa permasalahan kunci. Namun demikian, sebagian masalah juga merupakan penyebab bagi timbulnya masalah lainnya. Beberapa penyebab masalah tersebut antara lain adalah (1) Pengawasan yang kurang/terbatas terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah wisata bahari; (2) Kurangnya infrastruktur (sarana prasarana) pendukung wisata bahari (tranportasi, listrik, air bersih, telekomunikasi); (3) Akses masyarakat terbatas terhadap modal, pasar, dan pendidikan; (4) rendahnya kemampuan pengelolaan kegiatan wisata bahari; dan (5) kerjasama antara pemerintah dan masyarakat belum terjalin baik. Akibat dari permasalahan tersebut, yang sering muncul adalah; (1) kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam wisata bahari; (2) pertumbuhan ekonomi yang lambat berkembang (3) pendapatan masyarakat yang relatif rendah dibandingkan dengan kawasan non pesisir; (4) obyek daya tarik wisata bahari belum memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat sehingga pengembangan kegiatan pariwisata menjadi rendah; dan (5) belum optimalnya pembagian peran antara pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan dari kegiatan wisata bahari. 4.3.2
Penentuan faktor strategis internal Hasil identifikasi jenis-jenis masalah dari hasil wawancara dengan
beberapa responden (pelaku usaha, masyarakat lokal, pengunjung, dan pemerintah
37
daerah), maka diperoleh 10 faktor utama yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan pengembangan kegiatan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo, disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Hasil penilaian faktor internal pengembangan wisata bahari di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo Kabupaten Halmahera Utara. No
Parameter Kunci
1 2
Potensi keindahan SDA Akses permodalan dan pemasaran masih rendah
3
Dukungan masyarakat
4
Potensi tenaga kerja
5
SDM masih rendah
6
Kelembagaan masyarakat lokal
7
Diversifikasi usaha pariwisata masih rendah
8
Dukungan pemerintah daerah
9
Sarana prasarana wisata bahari belum memadai Akses transportasi masih terbatas
10
Indikator Kinerja
K/L
SDA masih alami dan asri Keterbatasan permodalan yang dimiliki masyarakat setempat sehingga kegiatan usaha hanya berlangsung pada hari minggu dan hari libur nasional yang tingkat wisatawan/pengunjung relative banyak, belum ada system pemasaran obyek wisata yang dikelola dengan baik Keterlibatan masyarakat sebagai pelaku wisata Penyerapan tenaga kerja masyarakat kawasan wisata Tingkat pendidikan sebagian besar rendah Mulai terbangunnya tatanan di masyarakat lokal untuk mengelola wisata bahari Tidak ada variasi kegiatan usaha wisata bahari, seperti kios-kios makanan dan cendramata Komitmen PEMDA mendukung kebijakan wisata bahari melalui berbagai program pembangunan Kurangnya fasilitas publik untuk mendukung kegiatan pariwisata Hanya tersedia perahu motor tempel (taxi) untuk lalulintas antar pulau dengan kapasitas 5 orang
K
L K K L
K
L
K L
L
Keterangan : K=kekuatan, L=kelemahan Dari tabel 9, terlihat
bahwa lima faktor merupakan kekuatan internal
dalam pengembangan wisata bahari terdiri dari: (1) potensi keindahan SDA; (2) potensi tenaga kerja; (3) kelembagaan lokal; (4) dukungan masyarakat; dan (5) dukungan pemerintah daerah. Lima faktor kelemahannya terdiri dari: (1) SDM masih rendah; (2) akses permodalan dan pemasaran masih rendah; (3) akses transportasi masih terbatas; (4) sarana prasarana wisata bahari belum memadai; dan (5) diversifikasi usaha pariwisata masih rendah.
38
Berbagai informasi faktor internal yang mempengaruhi pengembangan rumusan strategi perbaikan bagi pengembangan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo. Untuk perumusan faktor strategi internal kebijakan pengembangan wisata bahari digunakan model matriks Internal Faktors Analysis Summary (IFAS). Penggunan matriks IFAS ini untuk mengukur sejauhmana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dari kegiatan wisata bahari. Dengan melakukan pembobotan dan penilaian rating terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki wisata bahari tersebut akan diperoleh skor penilaian terhadap masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan tersebut, seperti tersaji pada Tabel 10. Tabel 10 Matrik IFAS pengelolaan wisata bahari di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo Kabupaten Halmahera Utara Faktor-faktor Internal Kekuatan (Strengths) 1. Potensi keindahan SDA (S1) 2. Dukungan pemerintah daerah (S2) 3. Dukungan dari masyarakat (S3) 4. Potensi tenaga kerja (S4) 5. Kelembagaan masyarakat lokal (S5) Total Kekuatan Kelemahan (Weakness) 1. Akses permodalan dan pemasaran masih rendah (W1) 2. SDM masih rendah (W2) 3. Akses transportasi sangat terbatas (W3) 4. Prasarana dan sarana wisata bahari belum memadai (W4) 5. Diversifikasi usaha pariwisata rendah (W5) Total Kelamahan Total Faktor Internal
Keterangan reting : 1 = sangat lemah 3 = agak kuat
Bobot
Rating
0.15 0.13 0.14 0.12 0.12
4 4 3 3 2
0.58 0.54 0.43 0.36 0.25 2.17
0.05 0.07 0.06
2 2 2
0.10 0.13 0.12
0.05 0.10
2 1
0.11 0.10 0.56 2.7
1
Skor
2 = agak lemah 4 = sangat kuat
Hasil perhitungan IFAS menunjukkah bahwa faktor internal yang memiliki kekuatan utama adalah potensi SDA dengan skor 0,58, dukungan pemerintah dan masyarakat masing-masing dengan skor 0,54 dan 0,43. Kelemahan utama pelibatan masyarakat dalam pengembangan wisata bahari adalah SDM masih rendah dengan skor nilai 0,13 dan keterbatasan akses transfortasi dengan skor
39
nilai 0,12. Apabila ketiga kekuatan itu dioptimalkan akan mengatasi berbagai kelemahan yang ada. Hal ini didukung dengan nilai total skor pada matrik IFAS sebesar 2,7 ≥ 2,5 yang artinya kondisi internal memiliki kekuatan untuk mengatasi situasi/permasahalan (kelemahan). 4.3.3
Penentuan faktor strategis eksternal Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa responden, diperoleh 10
faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan wisata bahari baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Faktor eksternal berpengaruh positif adalah peluang dan berpengaruh negatif adalah ancaman, disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil penilaian faktor eksternal pengembangan wisata bahari No 1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter Kunci Meningkatnya minat wisatawan terhadap pariwisata bahari
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor wisata bahari Kesempatan berusaha
Peningkatan kesempatan kerja
Pangsa pasar wisata bahari terbuka Persaingan pasar wisata bahari cukup tinggi
Kondisi sosial-politik yang rentan konflik
Konflik pemanfaatan ruang dengan kegiatan perikanan
Indikator Kinerja Terus meningkatnya kunjungan wisatawan, baik lokal, regional maupun internasional berdampak positif bagi pengembangan wisata bahari Dukungan pemerintah yang kuat dalam meperbaiki aspek kegiatan wisata bahari, seperti prasarana dan sarana, akses transportasi, dan kegiatan promosi Penduduk Halmahera Utara sebagian besar tinggal di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tergantung pada sector perikanan. Dengan berkembangnya wisata bahari di wilayah mereka akan mendorong untuk tumbuhnya usaha-usaha baru yang mendukung wisata bahari, seperti: tempat makan, kios cendramata, penginapan dll. Pengembangan wisata bahari dapat menciptakan lapangan kerja baru atau sampingan yang meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Dengan promosi melalui website membuka akses pemasaran dan investasi secara luas baik lokal, domestik maupun internasional Wilayah wisata bahari kabupaten Halmahera Utara berdekatan dengan Bunaken, Wakatobi, Bandanera dan Raja ampat yang sama-sama mempromosikan wisata bahari Mengingat wilayah Halmahera Utara baru mengalami kerusuhan diawal tahun 2000, perlu pencitraan bahwa di wilayah ini kondisinya sudah kondusif Perlu penegasan dan pengaturan kegiatan yang jelas, agar dua kegiatan ini saling mendukung bukannya saling konflik dalam pemanfaatan ruang perairan
P/A
P
P
P
P
P
A
A
A
40
No 9
10
Parameter Kunci
Indikator Kinerja
Pencemaran lingkungan
P/A
Pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan destructive fishing, penambangan karang dan penambangan emas masih belum terkendali. Kebiasaan masyarakat membuang sampah rumah tangga ke laut. Menjalin kerjasama dan koordinasi antar instasi terkait dalam rangka pengembangan wisata bahari masih belum berjalan optimal
Koordinasi antar sektor terkait masih lemah
Keterangan : P=peluang A=ancaman
Untuk
penilaian
faktor
strategi
eksternal
yang
mempengaruhi
pengembangan wisata bahari digunakan model matriks Eksternal Faktors Analysis Summary (EFAS). Penggunan matriks EFAS ini untuk menilai sejauhmana peluang dan ancaman faktor eksternal terhadap pengembangan wisata bahari. Dengan melakukan pembobotan dan penilaian rating terhadap peluang dan ancaman kegiatan wisata bahari, maka akan diperoleh skor penilaian terhadap masing-masing faktor peluang dan ancaman tersebut yang hasilnya akan berdampak negatif atau positif, seperti tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 Matrik EFAS pengelolaan wisata bahari di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo Kabupaten Halmahera Utara. Faktor-faktor Eksternal Peluang (Opportunities) 1. Minat wisatawan terhadap pariwisata bahari terus meningkat (O1) 2. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor wisata bahari (O2) 3. Peluang berusaha (O3) 4. Peningkatan kesempatan kerja (O4) 5. Pangsa pasar wisata terbuka (O5) Total Kekuatan Ancaman (Threats) 1. Persaingan pasar wisata bahari cukup tinggi (T1) 2. Kondisi sosial-politik yang rentan konflik (T2) 3. Konflik ruang dengan kegiatan perikanan (T3) 4. Pencemaran lingkungan (T4) 5. Koordinasi antar sektor masih lemah (T5) Total Kelamahan Total Faktor Internal
Bobot
Rating
0.11
3
0.33
0.15 0.12 0.12 0.13
4 3 2 2
0.60 0.35 0.23 0.26 1.74
0.11 0.07 0.07 0.07 0.07
3 3 1 1 2
0.32 0.21 0.07 0.07 0.14 0.82 2.6
1
Skor
A
A
41
Hasil analisis tabel EFAS diatas menunjukkah bahwa faktor eksternal utama yang mempengaruhi pengembangan wisata bahari adalah kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor wisata bahari dengan skor 0,60 dan meningkatnya wawasan dan peluang berusaha bagi masyarakat dengan skor 0,35. Sedangkan ancaman yang utama adalah persaingan pasar wisata bahari cukup tinggi dengan skor 0,32. Hal ini dimungkinkan karena kawasan wisata bahari di Halmahera Utara berdampingan dengan wisata bahari Wakatobi, Bunaken dan Raja ampat yang sudah terkenal di dunia. Akan tetapi, jika semua peluang dapat dimanfaatkan dengan optimal akan dapat mengatasi berbagai ancaman tersebut. Hal ini didukung nilai total skor pada matrik EFAS sebesar 2,6 ≥ 2,5 artinya sistem mampu merespon situasi eksternal yang ada. 4.3.4
Dampak kegiatan wisata bahari terhadap masyarakat Dari hasil perhitungan IFAS dan EFAS dapat diketahui dampak positif dan
dampak negatif dari kegiatan wisata bahari terhadap masyarakat. Dampak positif dapat dilihat dari kekuatan dan peluang sedangkan dampak negatif dapat dilihat dari kelemahan dan ancaman terhadap kegiatan wisata bahari. Hasil skor yang didapat dari perhitungan IFAS dan EFAS untuk kekuatan dan peluang sebesar 3,91 atau 73.1 % berdampak positif terhadap masyarakat. Perhitungan kelemahan dan ancaman sebesar 1,38 atau 26,9% berdampak negatif terhadap masyarakat. Nilai Negatif (1,38) 26,9%
Nilai Positif (3,91) 73,1%
Gambar 5 Dampak kegiatan wisata bahari terhadap masyarakat. Berdasarkan nilai yang diperoleh tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak pengembangan wisata bahari dalam pengelolaan Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo memberikan nilai positif bagi masyarakat. Hal ini menunjukkan
42
masyarakat menginginkan pengembangan wisata bahari di tempat tinggal mereka. Dalam pengelolaan wisata bahari, masyarakat diberi peran besar ikut serta dalam pengelolaan wisata bahari di kedua pulau tersebut. Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat ini, selain dapat meningkatkan pendapatan masyarakat juga dapat menjaga kelestarian sumberdaya pesisir. Dengan kata lain, masyarakat diberikan tanggung jawab mengelola wisata bahari maka dengan sendirinya meraka akan menjaga kelestarian sumberdaya pesisir yang merupakan obyek wisata. Jika mereka merusak sumberdaya tersebut sama halnya memutus usaha dan pendapatan mereka.
4.3.5
Perumusan alternatif strategi kebijakan wisata bahari Untuk merumuskan alternatif strategi kebijakan pengembangan wisata
bahari di Halmahera Utara, pemerintah daerah dan masyarakat dapat menggunakan kekuatan-peluang yang dimiliki dan meminimalkan kelemahanancaman yang dihadapi. Berdasarkan semua analisis faktor internal dan eksternal dapat dirumuskan berbagai alternatif strategi kebijakan bagi pengembangan wisata bahari dengan menggunakan analisis matriks SWOT,
sebagaimana
disajikan pada Tabel 13. Hasil matriks SWOT menunjukkan bahwa ada tujuh alternatif strategi kebijakan yang mendukung pengembangan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo Kabupaten di Halmahera Utara, yaitu: 1) Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat. 2) Peningkatan promosi dan publikasi objek wisata. 3) Peningkatan akses transportasi dan sarana prasarana penunjang wisata bahari. 4) Pembinaan dan pelatihan wisata bahari. 5) Peningkatan stabilitas keamanan wilayah. 6) Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata. 7) Peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk menghadapi persaingan yang tinggi.
43
Tabel 13 Matriks SWOT pengembangan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo Kabupaten Halmahera Utara. Kekuatan (Strengths)
Internal Faktor
Eksternal Faktor Peluang (Opportunities) Minat wisatawan terhadap pariwisata bahari terus meningkat (O1) Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor wisata bahari (O2) Kesempatan berusaha (O3)
Peningkatan kesempatan kerja (O4) Pangsa pasar wisata terbuka lebar (O5) Ancaman (Threats) Persaingan pasar wisata bahari cukup tinggi (T1) Kondisi sosial-politik yang rentan konflik (T2) Konflik pemanfaatan ruang dengan kegiatan perikanan (T3) Kerusakan lingkungan (T4) Koordinasi antar sektor dan daerah masih lemah (T5)
Kelemahan (Weakness)
Potensi keindahan SDA (S1)
o SDM masih rendah (W1)
Potensi tenaga kerja (S2)
o Diversifikasi usaha pariwisata masih rendah (W2) o Akses transportasi yang masih terbatas (W3) o Sarana Prasarana belum memadai (W4) o Akses permodalan dan pemasaran (W5) Strategi WO :
Kelembagaan masyarakat local (S3) Dukungan masyarakat (S4) Dukungan pemerintah daerah (S5) Strategi SO : Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat (S1s/d S4 dgn O1 s/d O4)
Peningkatan dan pembinaan pengelolaan wisata bahari (W1, W2, W4 dgn O2, O3, O5)
Peningkatan akses transportasi dan sarana prasarana wisata bahari (W3, W4 dgn (O2, O5)
Peningkatan promosi dan publikasi objek wisata (S5, O5) Strategi ST :
Peningkatan promosi dan publikasi objek wisata (W5, O5) Strategi WT :
.
Peningkatkan kerjasama antar sektor terkait untuk menghadapi persaingan yang tinggi (W1, W5, dgn T1,T5)
Peningkatan stabilitas keamanan wilayah (S4, S5 dgn T2, T4) Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata (S4, S5 dgn T3 s/d T4)
44
4.3.6
Pemilihan alternatif strategi kebijakan wisata bahari Setelah berbagai alternatif strategi dianalis menggunakan matrik SWOT,
tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusan. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud adalah menentukan atau memilih strategi prioritas pengembangan wisata bahari di Pulau Tagalaya dan Kumo sesuai dengan kondisi internal dan eksternal suatu sistem. Untuk menentukan strategi kebijakan pengembangan wisata bahari di kedua pulau tersebut digunakan metode AHP. Metode AHP merupakan teknik yang secara obyektif untuk memilih strategi altematif secara prioritas dari berbagai alternatif strategi yang telah dirumuskan dengan metode SWOT. Berdasarkan proses hirarki AHP terhadap sistem pengembangan wisata bahari terdapat lima tingkatan, yaitu: (1) level 1 merupakan fokus atau tujuan model pengembangan wisata bahari; (2) level 2 adalah aktor, pelaku yang terlibat dalam sistem pengembangan wisata bahari baik langsung maupun tidak langsung yaitu masyarakat pelaku usaha (MPU), pengunjung/wisatawan (PNJ), tokoh masyarakat (TKM), Pemerintah Daerah (PMD); (3) level 3 dan 4, kriteria dan subkriteria untuk penentuan strategi kebijakan; dan level 5, rumusan model strategi pengembangan wisata bahari yang merupakan hasil analisis SWOT (Tabel 11). Hirarki model strategi pengembangan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Kumo di Kabupaten Halmahera Utara, disajikan pada Gambar 6. Hasil analisis AHP pada tingkat pertama diperoleh vektor prioritas dari pihak-pihak yang berkepentingan (aktor) terhadap pemberdayaan masyarakat pesisir, yaitu: Pemerintah Daerah (66,3%), Pengunjung (14,3%), Masyarakat Pelaku Usaha (13,4), dan Tokoh Masyarakat (6%). Hal ini menggambarkan bahwa Pemerintah Daerah merupakan pihak yang berperan penting dalam menentukan kebijakan pengembangan wisata bahari di Pulau Tagalaya dan Kumo di Kabupaten Halmahera Utara. Hal ini dapat dilihat dengan besarnya dukungan pemerintah terhadap pengembangan wisata bahari, seperti: pembangunan dermaga kayu dan tempat-tempat beristirahat (Lampiran X). Pihak Urutan kedua yang berperan penting adalah pengunjung/wisatawan, hal ini dapat dilihat kegiatan wisata bahari baru ada pada saat kunjungan wisata banyak seperti hari sabtu dan minggu, serta hari libur. Pihak urutan ketiga yang berperan penting adalah
45
masyarakat pelaku usaha. Masyarakat ini yang menikmati langsung dari kegiatan wisata bahari, keterlibatan mereka pada saat tingkat kunjungan wisatawan banyak seperti: menjual makanan, penarikan uang kebersiahan dan menjadi taxi perahu. Pihak yang berperan urutan terakhir adalah tokoh masyarakat, pihak ini tidak berperan langsung dalam kegiatan wisata bahari tetapi lebih terbatas pada memberikan pembinaan dilingkungan kaum bapak dan kaum muda agar kegiatan wisata tersebut dapat berjalan dengan baik dan tidak merusak lingkungan serta tidak mengganggu kehidupan masyarakat pulau.
Alternatif Pengembangan Wisata Bahari di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo
FOKUS/TUJUAN
AKTOR
KRITERIA
ALTERNATIF PENGEMBANGAN
46
47
MASYARAKAT PELAKU USAHA
BIOLOGI
Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat
PENGUNJUNG
EKONOMI
Pemanfaatan teknologi informasi
Peningkatan akses transportasi, prasarana dan sarana
PEMERINTAH DAERAH
SOSIAL
Peningkatan pembinaan dan pelatihan
TOKOH MASYARAKAT
KEBIJAKAN
Peningkatan stabilitas keamanan wilayah
INFRASTRUKTUR
Peningkatan kerjasama antar sektor
Gambar 6 Hirarki model strategi pengembangan wisata bahari di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo.
Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata
47
Hasil analisis AHP secara keseluruhan sercara keseluruhan dengan kriteria Bilologi (BIO), Infrastruktur (INF), Ekonomi (EKO), Sosial (SOS) dan kebijakan (KBJ) diperoleh skala prioritas strategi kebijakan sebagai berikut: 1) Peningkatan infrastruktur wisata bahari (prioritas ke-1). 2) Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat (prioritas ke-2). 3) Promosi dan publikasi objek wisata (prioritas ke-3). 4) Peningkatkan kerjasama antar sektor terkait (prioritas ke-4). 5) Pembinaan dan pelatihan wisata bahari (prioritas ke-5). 6) Peningkatan stabilitas keamanan wilayah (prioritas ke-6). 7) Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata (prioritas ke-7).
Gambar 7
Prioritas strategi pengembangan wisata bahari Pulau Tagala dan Kumo di Kabupaten Halmahera.
48
1) Peningkatan infrastruktur wisata bahari Infrastruktur seperti akses transportasi dan sarana prasaran penunjang merupakan urat nadi dari kegiatan parawisata. Ketersediaan dari infratruktur tersebut sangat mempengaruhi berkembangnya kegiatan wisata bahari di suatu daerah. Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur wisata bahari merupakan prioritas utama dalam pengembangan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo di Halmahera Utara. Alternatif kebijakan ini merupakan solusi terhadap masalah kurang minatnya wisatawan datang ke Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo. Oleh karena itu, pemerintah daerah serius mendukung wisata bahari sebagaimana tertuang dalan rencana strategis tahun 2009 perlu segera dilakukannya pembangunan fisik seperti kampung wisatawan, homestay, kios wisata, restoran, pusat budaya adat, wahana kegiatan pariwisata (diving center, selancar,
dan
kanoing). Dengan terbangunnya sarana dan prasarana wisata bahari diharapkan akan meningkatkan daya tarik wisata untuk datang ke pulau-pulau ini. Selain itu, pembangunan infrastruktur wisata bahari akan menyerap tenaga kerja bagi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kawasan pulau. Penyediaan akses transportasi, seyogyanya pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta untuk menyediakan tranportasi laut yang layak dan aman untuk menuju daerah wisata. Hal ini disebabkan jika wisatawan ingin berkunjung ke Pulau Tagalaya harus sewa perahu motor tempel 5PK (taxi) sebagai alat transportasi antar pulau. internasional,
pemerintah
Sedangkan untuk menarik wisatawan domestik dan Kabupaten
Halmahera
utara
sudah
waktunya
memperluas bandara udara Kao yang kapasitas masih terbatas (hanya untuk pesawat kecil), agar pesawat ukuran lebih besar dapat mendarat di bandara ini. Sehingga jadwal penerbangan Jakarta ke Tobelo yang biasanya hanya tersedia hari (tertentu Jumat dan Senin) bisa dilakukan setiap hari. Menurut Youti, Marpaung dan Suyitno (1999) , menyatakan ketersediaan infrastruktur dan destinasi fakta yang jelas dan mudah dijangkau wisatawan merupakan faktor penting dalam pengembangan pariwisata. Infrastruktur dan akses transportasi yang Dengan tersedia dengan baik, sehingga jarak yang ditempuh akan lebih mudah dan cepat serta waktu yang dibutuhkan menuju obyek wisata akan lebih singkat. Dengan tersedianya
49
infrastruktur tersebut diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara dan berdampak meningkatkan perekonomian masarakat peisir di kedua pulau tersebut pada khususnya dan masyarakat Kabupaten Halmahera Utara pada umumnya.
2) Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat Pengelolaan wisata bahari berbasis masyarakat merupakan strategi prioritas kedua. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan wisata bahari dapat diakomodasi dalam manajemen pariwisata partisipatori. Manajemen ini dapat berupa manajemen berbasis masyarakat yang disebut Pomeroy (1998) sebagai suatu elemen sentral dari ko-manajemen. Manajemen berbasis masyarakat berfokus pada masyarakat, sedangkan ko-manajemen merupakan kemitraan antara pemerintah, masyarakat serta pengguna sumberdaya lainnya. Pengelolaan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo dilakukan oleh masyarakat sudah merupakan pilihan yang tepat, mengingat keterbatasan yang dimiliki pemerintah daerah yang baru berdiri sejak tahun 2003. Terutama karena masih sedikitnya staf pemerintah dan terbatasnya dana operasional khususnya sektor pariwisata, maka belum semua pulau obyek daerah tujuan wisata ada petugas yang mengawasi dan membina kawasan wisata tersebut, seperti halnya di Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo. Sehingga pengelolaan wisata bahari di kedua pulau ini dengan sendirinya mendorong masyarakat baik langsung maupun tidak untuk mengelola obyek wisata tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wisata bahari sangat penting, mengingat tujuan dari pengelolaan adalah agar tercapainnya kesejahteraan masyarakat, integritas kultural, terperiharanya keanekaragaman hayati dan sistem pendukung lainnya. Keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan memberikan manfaat, yaitu : (1) penyerapan tenaga keraja, peningkatan wawasan dan pengetahuan, peningkatan pendapatan masyarakat melalui usaha pariwisata; (2) masyarakat juga akan menjaga kelestaraian dan kelangsungan sumberdaya alam yang merupakan aset mereka dalam melakukan kegiatan pariwisata, jika sumberdaya alam rusak akan berampak penurunan pengunjung dan mengurangi
50
penghasilan pelaku pariwisata; dan (3) integritas kultural masyarakat akan terjaga, jika hal ini tidak diperlihara maka akan timbul permasalahan yang baru lagi. Menurut Manafe dan Tanaamah (2004) menyatakan Pengembangan pariwisata tentu tidak dapat dipisahkan dengan partisipasi. Masyarakat tidak lagi ditempatkan sebagai objek yang hanya menerima segala apa yang diputuskan dari atas (pemerintah), tetapi masyarakat pada saat ini juga harus dilibatkan dalam kerangka
pengembangan
pariwisata.
Keterlibatan
masyarakat
dalam
pengembangan pariwisata menimbul-kan perasaan memiliki dan ingin turut memelihara pariwisata di daerahnya. Untuk itu, pengelolaan berbasis masyarakat sudah tepat menjadi pilihan strategi kebijakan prioritas kedua tetapi agar pengelolaannya lebih optimal harus disesuaikan dengan pendekatan konsep komanajemen (pembagian peran antara pemerintah, masyarakat dan pengguna sumberdaya lainnya). Ko-manajemen adalah konsep manajemen pengelolaan bersama, artinya pelbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) setuju saling berbagi peran dalam pengelolaan, hak dan tanggung jawab, atas suatu kawasan atau sumberdaya alam yang dimaksud. Dengan tujuan utama agar pengelolaan lebih tepat, efisien, adil dan merata.
Tujuan utama ini lebih nyata ukuran keberhasilannya bila
dikaitkan dengan tujuan sekunder. Tiga tujuan sekunder adalah (1) ko-manajemen merupakan jalan ke arah terwujudnya pembangunan berbasis masyarakat; (2) komanajemen merupakan cara untuk mewujudkan proses pengambilan keputusan secara desentralisasi sehingga dapat memberikan hasil yang lebih efektif; dan (3) ko-manajemen merupakan mekanisme untuk mencapai visi dan misi pelaku serta mengurangi konflik melalui proses demokrasi partisipatif. Melalui proses ko-manajemen ini, diharapkan agar terbangun proses koordinasi yang kuat dan harmonis antara stakeholders (masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pengusaha/swasta, dan pemerintah) sehingga mampu untuk mengakomodasikan pelbagai kepentingan yanga ada di kawasan wisata bahari tersebut. Proses mekanisme pemabagian peran, tugas dan wewenang serta tanggung jawab dapat diformulasikan secara bersama anatara stakeholders, seperti:
51
(1) Obyek dan daya tarik wisata, termasuk atraksi dikelola oleh masyarakat karena obyek wisata berada dimana masyarakat tinggal. (2) Akomodasi, dikelola oleh swasta didukung oleh masyarakat. (3) Promosi, informasi dan pelayanan, serta regulasi, dikelola oleh pemerintah daerah. Dengan pembagian peran secara proposional dan profesional, diharapkan pengelolan wisata bahari Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo lebih efektif, efisien dan adil, sehingga nantinya bermuara pada peningkatan kesejateraan masyarakat, mengatasi konflik pemanfaatan sumberdaya alam, peningkatan PAD dan mendatangkan devisa bagi negara.
3) Promosi dan publikasi objek wisata Wisata bawah laut merupakan objek yang banyak diminati khususnya oleh wisatawan mancanegara. Menurut Rencana Induk Pengembangan Pemerintah Daerah (RIPDA) tahun 2008, menunjukkan bahwa wilayah perairan Halamhera Utara memiliki potensi terumbu karang yang masih relatif terjaga kondisinya dan memiliki keragaman biota yang menarik untuk dijadikan objek wisata selam (diving). Keunikan sumber daya alam tersebut merupakan suatu potensi, jika dikelola dengan baik dapat memberikan keuntungan kepada berbagai pihak. Akan tetapi, keindahan alam pantai dan laut wilayah ini belum dimanfaatan dengan baik (pemanfaatannya masih relatif rendah untuk beberapa objek wisata). Apalagi letak wisata bahari Kabupaten Halmahera Utara diapit oleh obyek wisata bahari yang sudah terkenal di mancanegara, yaitu Wakatobi, taman laut Bunaken, Kepulauan Sangihe dan Raja Ampat. Kondisi ini menjadikan pasar wisata bahari di kawasan timur menjadi lebih kompetitif. Persaingan dalam bisnis pariwisata yang semakin ketat harus ditanggapi secara positif untuk terus menggali potensi wisata alam agar berdaya jual, diminati dan dikunjungi oleh wisatawan. Keunikan sumber daya alam yang dimiliki perlu dikelola dengan baik, sehingga dapat menjadi daya tarik wisata yang berdaya jual tinggi dan memiliki kelebihan serta keunikan dibandingkan objek wisata di lokasi lain. Halmahera Utara Go Internasional 2010 merupakan sebuah upaya dalam mengangkat sektor pariwisata sebagai salah satu sektor
52
unggulan. Oleh karena itu diperlukan promosi dan publikasi objek wisata Halmahera Utara secara intensif salah satunya dengan membangun website parawisata Halmahera Utara. Pada tahun 2009 website pariwisata tersebut telah berfungsi dan berisi agenda dan produk pariwisata secara up to date. Namun demikian pemanfaatannya masih belum optimal karena terkendala berbagai faktor diantaranya sumber daya manusia dan jaringan internet yang masih terbatas. Kondisi ini, sering ditemui di Indonesia bagian timur, seperti yang dihadapi Menado yang menyongsong kota wisata (Ramon 2009).
4) Peningkatan kerjasama antar sektor Pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Halmahera Utara sangat terkait dengan sektor lainnya, seperti: perhubungan, kelautan dan perikanan, pekerjaan umum, pendidikan, dan keamanan.
Untuk itu diperlukan adanya
sinergisitas antar sektor terkait sehingga pengembangan pariwisata dapat dilakukan secara terpadu untuk mendapatkan manfaat yang optimal dengan dampak negatif seminimal mungkin. Pada tahap awal, pengembangan sektor ini harus didukung dengan akses transportasi yang memadai, pembangunan infrastruktur pendukung (listrik, air bersih, dan telekomunikasi), serta adanya kegiatan promosi yang terpogram dan terencana dengan baik. Supaya tidak terjadi komplik pemanfaatan ruang pesisir antara sektor perhubungan, pekerjaan umum, perikanan dan pariwisata diperlukan koordinasi antar sektor secara terpadu agar pentaaan ruang pesisir sesaui dengan peruntukannya. Perencanaan lanskap diperlukan agar pembangunan fasilitas sarana dan prasarana penunjang pariwisata memiliki penggunaan ruang yang jelas, alur pelayaran yang aman, pembagian zonasi yang proposional. Penataan kembali tata ruang perairan pesisir dengan maksud supaya fasilitas penunjang wisata bahari menjadi teratur sesuai dengan kondisi fisik, karakter kultural setempat dan lingkungan. Begitu pula, pemanfaatan ruang perairan harus jelas antara areal budidaya perikanan, penangkapan ikan, alur perhubungan dan pariwisata sehingga tidak terjadi konflik dalam pemanfaatan ruang peraiaran pesisir.
53
5) Pembinaan dan pelatihan wisata bahari Skala prioritas kelima adalah pentingnya pembianaan dan pelatihan terhadap masyarakat dalam mengembangkan wisata bahari. Pembinaan dan pelatihan dari pemerintah daerah khususnya intansi terkait yaitu Dinas Pariwisata dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara sangat dibutuhkan bagi pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat. Kedua kegiatan ini merupakan bagian peran pemerintah dari ko-manajemen dalam memberikan pelayanan bagi peningkatan wawasan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam pengembangan wisata bahari. Hal terpenting dari kegiatan ini adalah mendorong modal sosial masyarakat agar lebih berdaya dan mendiri dalam menggerakan perkonomiannya melalui kegiatan wisata bahari di daerahnya. Pembinaan dan palatihan diharapkan dapat menjadi triger (pemicu) tumbuh kembangnya inovasi dan diversifikasi usaha pariwisata di masyarakat sehingga tidak hanya mengandalkan dari pungutan masuk obyek wisata semata, tetapi potensi sosial ekonomi yang ada dapat dikelola dan dikembangkan dalam mendukung pariwisata baharinya, seperti diantaranya: (1) Menyediakan pondok wisata yang berbasis sumberdaya alam setempat, khususnya pohon kelapa dan kayu hutan. Pondok wisata tersebut tentunya didesain
sedemikian
rupa
dengan memperhatikan lingkungan kultural
yang ada, seperti rumah panggung. (2) Menyediakan produk-produk khas lokal baik dalam bentuk makanan maupun kerajinan yang menjadi cinderamata bagi wisatawan. (3) Mengembangkan usaha sarana rekreasi pantai, seperti penyewaan kanoing, perahu untuk berlayar dan memancing, selancar, snorkling dan diving. Selain aspek ekonomi, pembinaan dan pelatihan perlu adanya sosialisasi pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya alam sebagai daya tarik wisata dan konsep ekowisata kepada pelaku wisata bahari dan masyarakat pulau lainnya secara rutin dan berkelanjutan. Dengan peningkatan pemahaman dan wawasan bahwa sumberdaya pesisir itu merupakan modal dan kekayaan berharga bagi masyarakat, dengan sendirinya masyarakat akan memelihara dan menjaga agar dapat dimanfaatkan sampai generasi mendatang.
54
6) Peningkatan stabilitas keamanan wilayah Selain daya tarik wisata, keamanan atau rasa aman memegang faktor penting dalam penembangan pariwisata. Meskipun suatu daerah mempunyai keindahan alam yang sangat menawan dan keanekaragaman budaya yang sangat unik, wisatawan tidak akan berani berkunjung ke daerah itu bila mereka menganggap daerah tersebut tidak aman bagi dirinya (Ingkadijaya 1999). Menurut Richter (1992) pengaruh keamanan terhadap pariwisata sebetulnya sangat jelas, tetapi banyak negara-negara berkembang tidak memasukkannya dalam perencanaan pengembangan pariwisata mereka sebelum masalah-masalah yang ditimbulkan oleh faktor ketidakamanan terjadi. Untuk itu faktor keamanan ini perlu mendapat porsi yang sewajarnya dalam perencanaan pariwisata
nasional
maupun
daerah.
Adapun
faktor-faktor
yang
dapat
menyebabkan atau menimbulkan ketidakamanan (insecurity), antara lain adalah: wabah penyakit, kriminalitas, kesenjangan sosial-ekonomi, instabilitas politik di daerah. Semua faktor yang dapat menyebabkan ketidakamanan tersebut di atas harus ditangani secara komprehensif. Untuk itu perlu adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga/instansi-instansi untuk menjaga keamanan secara kondusif. Dengan menimba pengalaman dari kejadian-kejadian gangguan keamanan belakangan ini yang sangat tidak menguntungkan bagi berkembangnya sektor pariwisata, dalam pengembangan sektor ini perlu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan pariwisata di masa-masa mendatang. Berbagai pihak perlu menciptakan citra aman dan kondusif, karena dengan situasi aman-tentram berbagai aktivitas usaha akan berjalan dengan baik termasuk sektor pariwisata. Perhatian terhadap faktor keamanan ini akan semakin penting lagi bilamana ternyata sektor pariwisata benar-benar menjadi sektor andalan peraih PAD dan devisa negara.
7) Pembagian zonasi pemanfaatan perikanan dan pariwisata Berdasarkan hasil survei secara visual, beberapa ekosistem terumbu karang di perairan sekitar Pulau Tagalaya dan Pulau Kumo menunjukkan kondisi kerusakan akibat kegiatan penangkapan ikan yang bersifat merusak (destructive
55
fishing) dengan menggunakan abat bius dan bom, adanya penambangan karang untuk bahan bangunan dan limbah rumah tangga. Dengan demikian daya dukung lingkungan khususnya lingkungan terumbu karang yang menjadi objek wisata selam di beberapa wilayah berada dalam kondisi yang menurun, sehingga perlu direhabilitasi. Oleh karena itu, pengembangan kawasan wisata bahari perlu didasarkan pada sistem zonasi berbagai bentuk pemanfaatan dan prinsip-prinsip ekologis. Dengan kata lain diperlukan pembagian zonasi pemanfaatan, seperti pemanfaatan untuk kepentingan konservasi, kepentingan masyarakat lokal dan kepentingan untuk ekowisata. Atas dasar itu, perlu pembagian zona pemanfaatan perairan yang jelas khususnya kegiatan pariwisata dan perikanan. Untuk sumberdaya potensial di Pulau Tagalaya yaitu terumbu karang yang relatif masih bagus, perlu dibuatkan daerah perlindungan laut (marine protecter areas). Daerah ini ditujukan untuk rekreasi wisata bawah laut. Pemilihan lokasi daerah perlindungan laut yang ditetapkan disini, berdasarkan keindahan terumbu karang, kerentanan, keunikan dan kealamian. Adanya daerah perlindungan laut ini, dimaksudkan agar terumbu karang yang sangat penting bagi biota dan pulau Tagalaya sendiri, sehingga diharapkan keutuhan dan kelestarian terumbu karang terjamin. Sedangkan untuk Pulau Kumo yang terumbu karangnya mengalami penurunan diarahkan menjadi wisata untuk kegiatan memancing, selancar dan berenang. Untuk zonasi pemanfaatan perikanan lebih didorong ke arah laut Halmahera dengan memiliki potensi sumberdaya ikan yang masih tinggi. Berdasrkan laporan KKLD Kabupaten Halmahera Utara 2008, zona penangkapan ikan dibagi tiga, yaitu: (1)
Daerah penangkapan ikan (DPI) 1, yakni semua perairan pantai yang berjarak mulai dari 0 hingga 4 mil laut. DPI-1 memiliki potensi untuk pengembangan perikanan karang (seperti: ikan kerapu, beronang, biji nangka, dan kakaktua), demersal (seperti: ikan bobara dan kakap merah) dan pelagis kecil (seperti: ikan teri, julung-julung, layang dan kembung);
(2)
Daerah penangkapan ikan (DPI) 2, yakni semua perairan laut yang berjarak mulai dari 4 hingga 12 mil laut.
DPI-2 memiliki potensi untuk
56
pengembangan perikanan demersal, pelagis kecil, dan pelagis besar (seperti: ikan tongkol, cakalang, dan tuna); (3)
Daerah penangkapan ikan (DPI) 3, yakni semua perairan laut yang berjarak diatas 12 mil laut hingga batas terluar atau wilayah ZEE Indonesia. DPI-3 memiliki potensi untuk pengembangan perikanan pelagis besar dan perikanan demersal laut dalam.