4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
RANCANG BANGUN MODEL
4.1.1
Konfigurasi Sistem Industri CPO
Sistem industri CPO memiliki elemen-elemen yang banyak, begitu pula dengan rantai pasoknya. Elemen-elemen penyusun sistem industri CPO berdasarkan urutan entitas yang terlibat mulai dari hulu ke hilir adalah sebagai berikut: a. Kebun kelapa sawit; b. Pabrik minyak kelapa sawit; c. Industri hilir pengguna CPO; d. Pelanggan akhir. Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang dipertimbangkan dibatasi pada kebun kelapa sawit (KKS), pabrik kelapa sawit (PKS) dan industri hilir inti minyak kelapa sawit. Dimana penghubung antar elemen-elemen tersebut adalah jaringan dan infrastruktur transportasi. Kebun kelapa sawit yang merupakan suplier bahan baku terdiri dari perkebunan sawit milik rakyat, perkebunan sawit milik negara (BUMN) dan perkebunan sawit milik swasta. Produsen CPO atau pabrik minyak kelapa sawit merupakan pengolah bahan baku tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh kebun kelapa sawit menjadi CPO. Produsen CPO di Indonesia mayoritas milik Negara dan Swasta. Konsumen industri luar negeri minyak sawit meningkat secara signifikan baik dalam volume maupun nilai ekspornya. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS, 2005). Pada tahun 2000 volume ekspor CPO baru mencapai 4.110.027 ton dengan nilai US$ 1.087.278 tetapi kemudian meningkat menjadi 10.375.792 ton dengan nilai US$ 3.756.557 pada tahun 2005. Menurut data dari Kementrian Perdagangan RI (2011) Hasil produksi CPO Indonesia pada tahun 2011 yang baru saja berlalu sebesar 23 juta ton. Dari angka tersebut, 17,5 juta ton diekspor ke berbagai negara dengan China sebagai pembeli utama.
122
Hasil identifikasi sistem dengan batasan-batasan entitas sebagaimana yang telah dijelaskan dan dipaparkan sebelumnya, dapat digambarkan secara lengkap sebagai sebuah sistem rantai usaha agroindustri crude palm oil (CPO) sebagaimana yang digambarkan secara secara sedehana pada gambar Gambar 4-1.
Perkebunan Kelapa Sawit
i = Indeks Kebun Kelapa Sawit j = Indeks Pabrik CPO
Pabrik Kelapa Sawit
Industri Inti
Pasar Industri
In = indeks untuk Industri Inti m = indeks untuk pasar
Gambar 4-1 Pemetaan Elem-elemen Rantai Usaha Agroindustri CPO
Kebun kelapa sawit (KKS) menghasilkan tandan buah segar sebagai bahan baku pabrik minyak kelapa sawit (MKS). Tandan buah segar yang dihasilkan, sangat bergantung dengan umur dari tanaman tersebut. 3 tahun setelah penanaman, KKS dapat menghasilkan sekitar 7 ton per ha nya dan naik terus sampai tahun ke 12 sekitar 28 ton per ha. Selanjutnya produktivitas tanaman kelapa sawit akan menurun secara gradual sampai tahun ke 25 hanya menghasilkan sebesar 17 ton per ha nya. Setelah umur 25 tahun, tanaman kelapa sawit sudah tidak dimungkinkan untuk dipanen karena terlalu tinggi. Setiap ton produk minyak kelapa sawit secara normal membutuhkan kurang lebih 5 ton tandan buah segar (TBS) dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan (Pahan, 2010).
123
Minyak kelapa sawit yang dihasilkan oleh PKS selanjutnya dikirimkan ke pelanggan untuk diproses lebih lanjut melalui pelabuhan-pelabuhan pemuatan yang terdekat dengan lokasi pabrik. Lokasi pelabuhan muat yang ada di Indonesia secara geographis pada umumnya berjarak cukup jauh dari PKS dan memiliki infrastruktur transportasi yang pada umumnya juga belum memadai dibandingkan dengan konstribusi dari komoditas ini terhadap pendapatan Negara. Di pelabuhan muat, sebelum MKS tersebut dikapalkan, kadangkala harus disimpan terlebih dahulu dalam tanki-tanki menunggu kedatangan kapal yang akan memuat ke pelabuhan tujuan. Keterbatasan tanki dan keterbatasan pelabuhan sangat mempengaruhi proses pengiriman dari produk minyak kelapa sawit ini. Selanjutnya MKS ini dikirimkan ke pelabuhan-pelabuhan tujuan yang membutuhkan komoditas tersebut. Kondisi pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan akan mempengaruhi tipe alat transportasi laut yang digunakan. Semakin kecil volume komoditas yang diangkut tentu saja akan meningkatkan biaya transportasi dari komoditas MKS. Penjualan komoditas MKS sebagian besar ditujukan untuk pasar ekspor dibandingkan dengan pasar domestik. 4.1.2
Analisis Kebutuhan
Pelaku-pelaku utama atau pihak-pihak yang berkepentingan yang terlibat atau yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan terkait dengan rantai pasok Agroindustri CPO adalah: 1. Pelaku Agroindustri CPO 2. Penyedia bahan baku TBS 3. Pembeli CPO (Konsumen) 4. Pemerintah 5. Lembaga Keuangan Adapun
kebutuhan-kebutuhan
dari
masing-masing
pelaku
yang
teridentifikasi dalam hal ini adalah seperti yang terlihat pada Tabel 4-1 berikut ini.
124
Tabel 4-1 Kebutuhan-Kebutuhan Para Pihak-Pihak yang Berkepentingan pada Agroindustri CPO
NO 1
STAKEHOLDER Pelaku Agroindustri CPO
2
Penyedia TBS
3
Pembeli (Konsumen)
4
Pemerintah
5
Lembaga Keuangan
Bahan
Baku
CPO
KEBUTUHAN STAKEHOLDER a. Mendapatkan pasokan bahan baku (TBS) yang berkualitas dengan harga yang pantas dan dalam jumlah yang cukup. b. Kontinyuitas supplai bahan baku. c. Kemudahan mendistribusikan produk ke pelanggan. d. Biaya distribusi produk yang minimal. e. Harga jual yang bersaing. f. Terpenuhinya permintaan pelanggan. g. Keuntungan yang layak dari industrinya. h. Pengembangan usaha a. Kemudahan dalam mendapatkan pembeli komoditasnya b. Waktu tempuh menuju pembeli CPO (PKS) kurang dari 8 jam. c. Biaya transportasi yang serendahrendahnya. d. Harga jual komoditas yang sesuai dan bersaing e. Memperoleh keuntungan yang layak a. Kemudahan mendapatkan produk CPO b. Harga beli yang sesuai dan bersaing c. Kualitas CPO yang sesuai. d. Kontinyuitas pasokan. a. Peningkatan pendapatan daerah b. Peningkatan pajak c. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui proyek investasi infrastruktur yang cerdas. a. Penyaluran dana yang optimal b. Kelancaran pengembalian kredit
4.1.3 Penyusunan Konseptual Sistem Konseptual sistem sudah tergambarkan pada identifikasi sistem yang telah dilakukan di awal. Dari identifikasi sistem tersebut diketahui struktur sistem yang sedang dianalisis. Untuk memperkuat konseptual sistem, dibuat diagram sebab akibat (causal loop diagram). Diagram sebab akibat digunakan untuk menggambarkan keterkaitan antar elemen yang menunjukkan kedinamisan dari
125
sistem. Causal loop yang menggambarkan kondisi industri CPO Indonesia adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4-2.
Gambar 4-2 Causal Loop Sistem Usaha Agroindustri CPO
Gambar 4-2 merupakan gambar causal loop yang terdiri dari elemenelemen sistem penyusun rantai usaha CPO yang memiliki hubungan timbal balik antar anggota elemen. Hubungan timbal balik antar elemen dalam causal loop dapat berupa hubungan positif atau negatif. Hubungan positif terjadi jika nilai suatu elemen mengalami peningkatan maka menyebabkan peningkatan pada nilai elemen yang lainnya, atau jika nilai suatu elemen mengalami penurunan maka akan menyebabkan nilai elemen yang lain menjadi turun. Sebaliknya causal negatif antara satu elemen dengan elemen yang lain terjadi apabila peningkatan nilai suatu elemen tertentu akan menyebabkan nilai elemen yang lain turun atau sebaliknya. Investasi pada sebuah usaha tidak terkecuali pada agroindustri CPO bagaimanpun akan memiliki tujuan utama yaitu untuk memperoleh keuntungan (Pearce dan Robinson, 2011). Investasi ini dapat memiliki sumber pendanaan dari Investor/Pengusaha, Perbankan, Lembaga Keuangan Lainnya, Masyarakat (untuk
126
perusahaan publik), maupun Pemerintah. Aktiva produktif yang berasal dari investasi ini selanjutnya dioperasikan sedemikian hingga untuk memperoleh keuntungan. Sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4-3, keuntungan yang diperoleh akan kembali ke pemilik modal baik itu pengusahanya sendiri, perbankan, lembaga keuangan lainnya maupun masyarakat (pada perusahaan publik). Sebuah usaha yang memiliki keuntungan, harus menyetorkan sebagian dari keuntungannya juga sesuai dengan aturan yang ada ke Pemerintah berupa pajak.
Investor/Pengusaha Pendapatan Penjualan CPO Perbankan Agroindustri CPO, Industri Hilir CPO, Infrastruktur Transportasi, Utilitas, dll
-
Keuntungan Industri CPO
Lembaga Keuangan Lainnya
Investasi
Masyarakat Biaya Produk CPO Pemerintah
Gambar 4-3 Siklus Usaha Industri CPO
Keuntungan yang diperoleh industri CPO bersumber dari pendapatan penjualan dari produk CPO yang dihasilkan dikurangi oleh biaya-biaya untuk menghasilkan produk CPO. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh, sangat bergantung dengan selisih antara pendapatan dan biaya yang dihasilkan (Gambar 4-3). Pendapatan penjualan CPO dipengaruhi oleh kuantitas penjualan dan harga jual dari komoditas CPO. Kuantitas penjualan ditentukan oleh permintaan dari industri hilir yang menggunakan bahan baku CPO seperti industri minyak goreng, oleochemical, sabun, margarin dan lain sebagainya, persediaan CPO yang dihasilkan oleh pabrik minyak kelapa sawit dan ketersediaan infrastruktur transportasi yang menghubungkan antara pabrik dengan pelanggan. Produksi CPO akan berjalan dengan lancar sesuai dengan kapasitas produksi yang ditentukan jika tersedia bahan baku tandan buah segar (TBS) yang cukup untuk memenuhi produksi yang ada. Ketersediaan tandan buah segar ini
127
sangat bergantung dengan produksi dari kebun kelapa sawit dan infrastruktur transportasi yang menghubungkan antara kebun kelapa sawit dengan pabrik minyak kelapa sawit. Produksi tandan buah segar dari kebun kelapa sawit dipengaruhi oleh luasan lahan yang dipergunakan untuk perkebunan dan produktivitas yang juga memiliki hubungan yang erat dengan umur tanaman kelapa sawit. Permintaan CPO dari industri hilir bergantung dengan jumlah dan konsumsi industri hilir yang membutuhkan bahan baku CPO. Jumlah dan konsumsi dari industri hilir terhadap produk CPO dipengaruhi oleh investasi pada industri hilir yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta maupun milik Negara. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, keuntungan juga dipengaruhi oleh biaya yang terjadi atas aktivitas usaha yang dilakukan. Biaya produk dari CPO terdiri dari harga pokok produksi yang dihasilkan atas produksi CPO dan beban-beban yang harus ditanggung oleh industri tersebut termasuk dalam hal ini adalah beban transportasi atau distribusi produk menuju ke arah pelanggan. Beban transportasi tersebut bisa saja ditanggung oleh pelanggan sendiri (free on Board atau free on truck) ataupun ditanggung oleh industri CPO (cost, insurance and freight). Namun, bagaimanapun pada dasarnya tetap akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh atas penjualan produk CPO. Ketersediaan infrastruktur transportasi yang merupakan elemen yang sangat kritikal agar industri CPO ini dapat berjalan secara berkesinambungan sangat bergantung pada investasi yang dilakukan oleh pihak swasta maupun Pemerintah. Sumber dana dari pihak swasta bisa bersumber dari modal sendiri. pinjaman atau dana masyarakat. Sementara investasi untuk infrastruktur transportasi yang dilakukan oleh Pemerintah dapat bersumber dari pajak yang diperoleh maupun dari sumber-sumber lainnya. Sebagaimana yang telah tergambarkan diatas, bagaimanapun ketersediaan dan kualitas dari infrastruktur transportasi akan sangat menentukan berjalannya aliran yang berkesinambungan dari komoditas produk CPO ini. Karena potensi industri ini di Indonesia
128
khususnya di kalimantan yang besar, sudah seharusnya Pemerintah memberikan prioritas yang tinggi untuk dapat menyediakan infrastruktur ini dengan baik. 4.1.4 Diagram Input-Output Hal penting berikutnya yang harus dilakukan adalah melanjutkan interpretasi diagram lingkar sebab akibat ke dalam konsep kotak gelap (black-box diagram). Diagram input-output untuk model pendukung keputusan pengembangan agroindustri CPO disajikan pada Gambar 4-4.
INPUT TAK TERKENDALI § § § § § §
Permintaan pasar Kondisi alam Tingkat suku bunga Harga bahan bakar Harga pasar CPO Pesaing (produksi dan harga jualnya)
INPUT LINGKUNGAN § §
Kebijakan pemerintah Kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan
OUTPUT DIKEHENDAKI §
§ § § §
Pasokan bahan baku (TBS) yang berkualitas, harga yang pantas dan dalam jumlah yang cukup. Kontinyuitas supplai bahan baku. Pemenuhan permintaan pasar/ pelanggan. Biaya distribusi yang rendah. Harga jual yang bersaing.
MODEL PENDUKUNG KEPUTUSAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI CPO
OUTPUT TAK DIKEHENDAKI
INPUT TERKENDALI § § § § §
§ § §
Volume produksi Penyediaan lahan Investasi untuk fasilitas pada node transportasi Investasi pada fasilitas link transportasi. Kapasitas pada node jaringan transportasi
Fluktuasi biaya dan harga Supplai terhambat Keuntungan tidak layak.
MANAJEMEN TRANSPORTASI
Gambar 4-4 Diagram Input-Output Model Pendukung Keputusan Pengembangan Agroindustri CPO
4.1.4.1 Ouput Dikehendaki Sebagaimana yang telah teridentifikasi pada analisa kebutuhan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam industri CPO, ada beberapa output yang harus harus dihasilkan dan menjadi tugas dari model yang dibangun. Beberapa output yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mendapatkan pasokan bahan baku (TBS) dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. b. Mendapatkan pasokan bahan baku TBS yang berkualitas. Kualitas bahan baku tandan buah segar (TBS) sangat bergantung dengan kecepatan supply dari kebun kelapa sawit menuju ke pabrik minyak kelapa sawit sejak penebangan sampai di proses di pabrik minyak kelapa sawit.
129
Kualitas minyak kelapa sawit yang dihasilkan merupakan fungsi waktu dari sejak penebangan sampai diproses. c. Mendapatkan pasokan bahan baku dengan harga yang pantas. d. Kontinyuitas supplai bahan baku. e. Kemudahan mendistribusikan produk ke pelanggan. f. Biaya distribusi produk yang minimal. g. Terpenuhinya permintaan pelanggan. h. Keuntungan yang layak dari industrinya. 4.1.4.2 Output Tidak Dikehendaki Merupakan hasil sampingan yang tidak dapat dihindarkan dari sistem yang berfungsi dalam menghasilkan keluaran yang dikehendaki.Beberapa pengaruh negatif yang potensial dapat dihasilkan oleh sistem adalah sebagai berikut: a. Fluktuasi harga dan biaya b. Supplai terhambat c. Keuntungan tidak layak 4.1.4.3 Input Terkendali Input terkendali disini merupakan peubah yang sangat perlu bagi sistem untuk melaksanakan fungsi yang dikehendaki dan sebagai peubah untuk mengubah kinerja sistem dalam pengoperasiannya. Beberapa input terkendali dalam sistem pengembangan industri ini adalah sebagai berikut: a. Volume produksi industri CPO b. Luasan lahan perkebunan sawit c. Produktivitas tanaman d. Investasi jaringan transportasi e. Investasi pelabuhan dan infrastruktur industri hilir inti f. Jumlah alat angkut g. Jenis alat angkut h. Modal i. Jumlah dan Kapasitas tanki timbun di pelabuhan 4.1.4.4 Input Tak Terkendali Input tak terkendali merupakan input yang tidak cukup penting peranannya dalam mengubah sistem namun diperlukan agar sistem dapat berfungsi. Input tak terkendali dalam sistem yang dibangun ini antara lain:
130
a. Permintaan pasar b. Kondisi alam c. Tingkat suku bunga d. Harga bahan bakar e. Harga komoditas CPO f. Produksi pesaing dan harga jualnya. g. Nilai tukar 4.1.4.5 Input Lingkungan Input lingkungan yang mempengaruhi keputusan pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit antara lain terkait dengan (a) Kebijakan pemerintah; (b) Kondisi sosial; (c) Kondisi ekonomi; dan (d) Kondisi lingkungan. 4.1.5 Rancangan Basis Data 4.1.5.1 Proses Digitasi dan Konversi Data Data-data spasial yang terkait dengan agroindustri CPO sebagian diidentifikasi melalui survey langsung dengan menggunakan perangkat Global Positioning System (GPS). Sementara beberapa data spasial yang telah tersedia dengan baik, dalam format hard copy maupun digital, dilakukan proses digitasi untuk memudahkan pengolahan. Pendigitasian dilakukan pada peta kabupaten Kutei Timur dengan cara manual menggunakan perangkat lunak Autocad. Selanjutnya data yang telah didigitasi tersebut dikonversi kedalam format SHP file dari ESRI. 4.1.5.2 Data Entitas, Atribut dan Relasinya Sebagaimana yang terlah teridentifikasi pada konfigurasi sistem industri CPO yang telah digambarkan sebelumnya, ada beberapa entitas spasial yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan pengembangan indutri hilir inti minyak kelapa sawit ini. Entitas-entitas tersebut antara lain adalah kebun kelapa sawit, pabrik minyak kelapa sawit, jaringan jalan, industri hilir serta lahan yang tersedia. Atribut-atribut dari entitas ini baik yang bersifat spasial maupun non spasial diidentifikasi dan disesuaikan dengan tujuan dari sistem pendukung keputusan yang dikembangkan.
131
Entitas-entitas yang telah teridentifikasi diatas selanjutnya diterjemahkan dalam bentuk basis data. Entitas, atribut-atribut yang penting dan keterkaitan antar entitas yang yang menjadi bangunan dari sistem basis data pendukung keputusan pengembangan industri ini digambarkan pada Gambar 4-5 berikut ini.
Jalan Kabupaten Propinsi PK
PK,FK1,FK2,FK3 ID_Kabupaten
ID_Propinsi FK5
ID_Jalur
FK2
ID_Kabupaten Nama_Jalur Longitude Lattitude Length Kondisi Biaya KecMax Max Berat
ID_Propinsi ID_KKS ID_PKS ID_Jalan ID_Jalur
Nama_Propinsi
FK4
KKS
Produktivitas_KKS
PK
ID_KKS
FK5
ID_Kabupaten Nama_KKS Longitude Lattitude Luas_Areal Tahun_Tanam
PK
Alat_Angkut
ID_Umur
PK PK
ID_PKS
FK2
ID_Kabupaten Nama_PKS Longitude Lattitude Kapasitas_Produksi
Kapasitas Kecepatan_Max Biaya
Pelabuhan
ID_Tahun Tahun
ID_Alat_Angkut
PKS
Produktivitas
Supply KKS
Tahun PK
PK
FK2 FK3 FK4
PK
ID_KKS ID_Tahun ID_Umur SP KKS-PKS SP PKS-PORT FK1 FK2 FK4 FK3
ID_KKS ID_PKS ID_AlatAngkut ID_Jalur Cost ID_Alat_Angkut
FK2 FK1 FK4 FK3
ID_Pelabuhan Nama_Pelabuhan Lattitude Longitude Kedalaman Loading Rate Unloading Rate Kapasitas Tanki
ID_PKS ID_Pelabuhan ID_AlatAngkut ID_Jalur Cost ID_Alat_Angkut
Gambar 4-5 Keterkaitan antar Entitas Pembangun Basis Data Sistem Pendukung Keputusan Spasial Pengembangan Industri Hilir CPO
4.1.6
Rancangan Peta Tematik pada GIS
Atas dasar konfigurasi sistem dan entitas yang terlibat dalam sistem agroindustri minyak kelapa sawit ini, selanjutnya dapat dirancang model sistem informasi geografis yang terbagi menjadi beberapa peta tematik seperti yang tergambar pada Gambar 4-6 berikut ini.
132
Jalan (x,y)
Pelabuhan (x,y) Pabrik CPO (x,y)
KKS (x,y)
Kabupaten (Poligon)
Propinsi (Poligon)
Gambar 4-6 Theme-theme dalam Sistem Informasi Geografis yang Dibangun
Secara lebih rinci, peta-peta tematik yang menyimpan data-data spasial maupun non spasial pada sistem pendukung keputusan ini ditampilkan dalam bentuk visual masing-masing sebagai berikut: 1. Peta Propinsi di Indonesia Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai wilayah Propinsi yang ada di Indonesia. File data shapefile peta Propinsi di Indonesia tersebut ditunjukkan pada Gambar 4-7.
133
Gambar 4-7 Peta Propinsi di Indonesia
2. Peta Kabupaten di Indonesia Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai wilayah Propinsi yang ada di Indonesia. Terdapat 440 record kabupaten yang ada di Indonesia. File data shapefile peta Propinsi di Indonesia tersebut ditunjukkan pada Gambar 4-8.
Gambar 4-8 Peta Kabupaten di Indonesia
134
3. Peta Propinsi Kalimantan Timur Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Terdapat 13 record kabupaten yang ada di Propinsi Kalimantan Timur. File data shapefile peta Kabupaten di Propinsi Kalimantan Timur tersebut ditunjukkan pada Gambar 4-9.
Gambar 4-9 Peta Wilayah Kalimantan Timur
4. Peta Area Kebun Kelapa Sawit (Poligon) Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai area kebun kelapa sawit yang berada di Kabupaten Kutei Timur dan beberapa kebun kelapa sawit terdekat.
135
Shapefile peta dari area kebun kelapa sawit yang berada di kabupaten Kutei Timur yang didigitasi dari peta yang tersedia dapat dilihat pada Gambar 4-10 berikut ini.
KK S K a b u p a te n In d o n e s i a K ab . B erau K a b . B u lu n g a n K a b . K u ta i K a b . K u ta i B a ra t K a b . K u t a i T im u r K a b . M a lin a u Kab. Nunuka n K a b . P a s ir K a b . P e n a ja m P a s e r U t a r a K o t a B a lik p a p a n K o ta B o n ta n g K o ta S a m a ri n d a K o ta T a ra k a n
SL C
PB P
N
SK P
PS U SS
AS M K P1 R
KP R BH ST SY B
AJ M
SK L
PM M
KA J
W
SP M JM S LS I LS I1 TS S KL J
PB J
E
KL H
S 100
0
100
200
M i le s
Gambar 4-10 Peta Kebun Kelapa Sawit di Kutei Timur
5. Peta Kebun Kelapa Sawit di Kutei Timur (Centroid Point) Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai titik-titik kebun kelapa sawit yang berada di Kabupaten Kutei Timur dan pemiliknya. Shapefile peta dari titik-titik centroid kebun kelapa sawit yang berada di kabupaten Kutei Timur dapat dilihat pada Gambar 4-11 berikut ini.
136
#Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y ##YY #Y #Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y Y # #Y Y # #Y #Y #Y#Y Y##Y #Y#Y #Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y #Y#Y #Y Y # Y # Y # #Y#Y #Y#Y#Y #Y #Y #Y#Y#Y#Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y#Y#Y#Y#Y #Y #Y Y # Y # Y # Y # Y # #Y#Y #Y#Y #Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y#Y #Y #Y #Y Y# #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y#Y#Y Y# #Y#Y #Y#Y #Y #Y#Y#Y #Y#Y #Y Y # #Y #Y#Y#Y #Y#YY# #Y #Y #Y#Y Y # #Y#Y#Y #Y #Y #Y #Y #Y #Y#Y #Y #Y #Y 100
0
100
KKS NODE K a b u p a te n I n d o n e s i a N
#Y
W
E S
2 0 0 K ilo m e te r s
Gambar 4-11 Peta Centroid Point Kebun Kelapa Sawit di Kutei Timur
6. Peta Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Kutei Timur Peta ini berfungsi untuk menyimpan informasi mengenai titik-titik pabrik minyak kelapa sawit (PKS) yang berada di Kabupaten Kutei Timur. Shapefile peta dari titik-titik pabrik minyak kelapa sawit yang berada di kabupaten Kutei Timur atas dasar survey yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4-12 berikut ini.
Gambar 4-12 Peta Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Kutei Timur
137
8. Peta Jaringan Jalan di Kutei Timur Jaringan jalan di kabupaten Kutei Timur diperoleh dari hasil survey langsung pada jalan-jalan utama dan digitasi dari peta jalan yang diperoleh dari Bakosutranal tahun 2011. Adapun peta jaringan jalan di kabupaten Kutei Timur dan kabupatenkabupaten terdekat di Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar 4-13.
N W
E S
3 0 0
0
3 0 0
6 0 0
Gambar 4-13 Peta Jalan di Kutei Timur dan Kabupaten Terdekat
4.1.7
Rancang Bangun Sub Sistem Model
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada, sistem pendukung keputusan pengembangan industri berbasis spasial ini melibatkan beberapa model dengan fungsi-fungsi yang berbeda antara lain: a. Model GIS Model sistem informasi geographis digunakan untuk menyimpan data-data spasial dan non spasial yang siap untuk diolah. Model ini digunakan untuk meningkatkan akurasi dari atribut-atribut yang diolah dari elemen-elemen spasial yang ada. Dengan menggunakan teknologi GPS dan digitasi,
K ilo m e te r s
138
lokasi-lokasi yang berada di permukaan Bumi akan teridentifikasi dengan tingkat kesalahan yang lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu. Model GIS ini sudah didiskusikan pada sub bab sebelumnya. b. Model Analisis Spasial Model analisis spasial digunakan untuk mengolah data spasial yang melibatkan sejumlah hitungan dan evaluasi logika (matematis) yang dilakukan dalam rangka mencari atau menemukan (potensi) hubungan (relationships) atau pola-pola yang (mungkin) terdapat diantara unsurunsur geographis yang terkandung di dalam data-data digital dengan batasbatas wilayah studi tertentu. c. Model optimasi shortest path Model ini merupakan bagian dari analisis spasial untuk menentukan jalur yang terbaik atas dasar cost yang terendah. Algoritma Djikstra berfungsi untuk mendapatkan jalur/lintasan yang terbaik untuk membawa bahan baku tandan buah segar dari beberapa kebun kelapa sawit yang potensial menuju ke pabrik minyak kelapa sawit. Demikian juga untuk menemukan jalur yang terbaik dari pabrik minyak kelapa sawit menuju ke pelabuhan muat. d. Model Interaksi Spasial Penentuan Volume Interaksi Model ini menggunakan model matematis programma linier digunakan untuk mendapatkan alokasi supplai bahan baku yang terbaik dari kebun kelapa sawit yang potensial menuju ke pabrik kelapa sawit demikian juga dari pabrik kelapa sawit menuju ke alternatif pengembangan industri. e. Model Simulasi Discrete Event Simulation Model simulasi digunakan untuk mengevaluasi konfigurasi interaksi spasial yang terbangun serta untuk menentukan kebutuhan fasilitas tanki timbun dan volumenya pada pelabuhan dalam memenuhi permintaan atau volume angkutan dari pabrik minyak kelapa sawit yang membutuhkan.
139
g. Model Valuasi Usaha Model valuasi usaha ini digunakan untuk menilai investasi infrastruktur untuk pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit. Model ini akan melihat value (nilai) dari kawasan industri yang dibangun dengan mempertimbangkan hasil dari analisis yang sebelumnya. Model keuangan yang dibangun disamping untuk melakukan valuasi usaha sekaligus akan digunakan untuk melihat profil risiko atas parameter-parameter utama yang menentukan nilai dari usaha investasi pengembangan kawasan industri hilir minyak kelapa sawit yang direncanakan. 4.1.8
Rancang Bangun User Interface
Perangkat lunak SDSS yang dibangun mengintegrasikan model-model yang dikembangkan dengan fasilitas spreadsheet untuk memudahkan perhitungan proyeksi yang dikendalikan oleh model matematis yang diotomatisasikan dengan menggunakan VBA. Perangkat lunak tersebut diintegrasikan dengan perangkat lunak GIS untuk melakukan analisis spasial yang dibutuhkan dan visualisasi tampilan input maupun output. Gambaran dari rancangan antar muka perangkat SDSS yang dibangun dapat dilihat pada Gambar 4-14.
Gambar 4-14 Menu Utama SDSS
140
4.2
APLIKASI MODEL DAN VERIFIKASI
4.2.1 Lokasi Pengujian Model Model diaplikasikan pada wilayah Kabupaten Kutei Timur yang memiliki potensi pengembangan agroindustri berbasis kelapa sawit sebagaimana yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Timur maupun Pemerintah Pusat (MenkoEkuin, 2011). Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur telah menetapkan batasan wilayah
Agropolitan
Sangsaka1, dimana Maloy sebagai
pusat
Agroindustri dan pusat pertumbuhan(Nugroho, 2008). Kabupaten Kutai Timur sendiri merupakan salah satu wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai dibentuk berdasarkan UU No. 47 Tahun 1999 tentang pemekaran wilayah propinsi dan kabupaten. Secara geografis,wilayah Kabupaten Kutai Timur berada pada posisi 115°56'26'' BT - 118°58'19'' BB dan 1°17'1'' LS - 1°52'39''. Menurut data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kutei Timur (BapedaKutim, 2011), wilayah Kutei Timur memiliki luas 35.747,50 Km2 atau 17% dari luas Propinsi Kalimantan Timur.Sebagaimana yang tergambar pada Gambar 4-15, batas utara wilayah ini berbatasan dengan Kabupaten Bulungan, sebelah timur dengan Selat Makassar, sebelah selatan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebelah barat dengan Kabupaten Kutai Kartanegara. Kabupaten Kutai Timur memiliki 18 wilayah kecamatan(BPS, 2011), yakni
Kecamatan
Sangatta
(Ibukota
Kabupaten/Ibukota
Kecamatan
Sangkulirang), Kec. Muara Bengkal, Kec. Muara Ancalong, dan Kec. Muara Wahau,Telen, Sandaran, Busang, Kaliorang, Kongbeng, Bengalon, Rantau Pulung, Sangatta Selatan, Teluk Pandan, Karangan, Kaubun, Batu Ampar dan Long Masengat. Total ada sejumlah 135 desa yang tersebar di kecamatankecamatan yang ada di Kutei Timur(BPS, 2011). Peta wilayah Kabupaten Kutei Timur diperlihatkan pada Gambar 4-15.
1
Singkatan dari Sangkulirang, Sangata dan Kaliurang, nama wilayah di kabupaten Kutei Timur
141
Gambar 4-15 Peta Wilayah Kabupaten Kutei Timur
4.2.2
Potensi dan Luas Lahan Perkebunan
Kelapa sawit adalah salah satu dari beberapa tanaman palma penghasil minyak. Berdasarkan data agroklimat, tanaman kelapa sawit sangat cocok ditanam dan diusahakan baik oleh perorangan, kelompok maupun perusahaan. Kesesuaian agroklimat dan ketersediaan lahan disertai dengan kemudahan-kemudahan regulasi yang ditawarkan oleh Pemerintah Daerah, tampaknya berhasil mengundang minat investor untuk berusaha di bidang kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur. Kehadiran investor berusaha pada komoditi kelapa sawit akan memberikan pengaruh signifikan, hal ini ditandai dengan tingginya animo masyarakat untuk berusaha di bidang kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur. Pengembangan pertanian khususnya komoditas kelapa sawit merupakan program strategis yang menjadi prioritas pembangunan ekonomi bagi Pemerintah Daerah Kutei Timur dan didukung oleh Pemerintah Pusat melalui Program Percepatan
Ekonomi
(MenkoEkuin,
2011)
dan
Sistem
Logistik
Nasional(Tamboen, Dewandhono et al., 2008), yang dikenal dengan “Sejuta Hektar Kelapa Sawit” di Kabupaten Kutei Timur. Sejak dicanangkan tahun 2005 hingga 2010, luas tanaman kelapa sawit sudah mencapai 181.282,97 ha (BPS,
142
2011) dengan produksi (TBS) sebanyak 1.005.079,71 ton. Sentra tanaman kelapa sawit di Kutei Timur berada di Kecamatan Wahau dengan luas 8.538,85 ha, Kecamatan Kaubun 6.185 ha dan Kecamatan Bengalon 5.020,39 ha. Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Kutei Timur berdasarkan data BPS (2011) sebagian besar bekerja di bidang Pertanian 54,1%, sisanya bekerja di sektor lain yaitu Pertambangan 12,8%, Industri 2,4%, Listrik dan Air Minum 1,0%, Konstruksi 2%, Perdagangan, Hotel dan Restoran, 12,3%, Angkutan dan Komunikasi 2,3%, Keuangan 1,4% dan Jasa 11,7%. Sesuai dengan kondisi wilayah, agroklimat serta budaya masyarakat di Kabupaten Kutei Timur, pengembangan komoditi perkebunan kelapa sawit dari hulu sampai hilir sangat menjanjikan, terlebih lagi adanya dukungan dari Pemerintah, Swasta dan Perbankan. Perkembangan luas areal dari tahun ke tahun tampaknya tidak diikuti oleh sarana pengolahan, sehingga tanaman kelapa sawit rakyat walaupun telah berproduksi masih kesulitan dalam proses pengolahan dan pemasaran. Masyarakat petani belum memperoleh peluang untuk memanfaatkan potensi ekonomi dalam kegiatan off-farm dan hanya terbatas pada on-farm. Demikian juga pesatnya pertumbuhan perkebunan kelapa sawit belum ditunjang oleh infrastruktur pelabuhan yang memadai untuk saat ini sehingga pabrik-pabrik minyak kelapa sawit yang ada banyak yang harus membawa hasil produksinya ke pelabuhan di luar kabupaten Kutei Timur yang berjarak jauh dari lokasi pabrik dengan konsekuensi biaya produk menjadi lebih tinggi akibat biaya transportasi. Bertitik tolak dari kekurangan dan permasalahan diatas, maka untuk meningkatkan nilai tambah pada kegiatan off-farm sekaligus meningkatkan pendapatan petani, langkah implementasi yang dilakukan adalah mendirikan atau mengembangkan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit. Pabrik pengolahan kelapa sawit yang didirikan dalam rangka mendukung dan memberikan nilai tambah pada usaha perkebunan kelapa sawit rakyat atau kelompok tani akan dapat mengisi pasar domestik, sedangkan CPO yang dihasilkan oleh Perkebunan Besar Swasta untuk tujuan ekspor.
143
4.2.3
Identifikasi Sumber Bahan Baku dengan GIS
Bahan baku agroindustri minyak kelapa sawit berasal dari perkebunan kelapa sawit yang tersebar hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten Kutei Timur. Sebaran dari perkebunan kelapa sawit di Kutei Timur diperlihatkan pada output dari sistem informasi geografis yang dibangun dalam penelitian ini sebagaimana terlihat pada Gambar 4-16. Terdapat 160 Kebun yang teridentifikasi di Kabupaten Kutei Timur. Secara lengkap daftar kebun kelapa sawit yang ada di Kabupaten Kutei Timur dilampirkan pada Lampiran 1.
Gambar 4-16 Kebun Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur
Dari 160 kebun kelapa sawit yang tersebar di kabupaten Kutei Timur, sebagian besar (68,8%) dimiliki oleh perusahaan swasta (110 areal kebun), sebagian lagi sebesar 0,6% dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (1 areal kebun) dan sisanya sebanyak 30,6% dimiliki oleh Koperasi Masyarakat (49 areal kebun). Secara spasial atas dasar kepemilikan areal kebun kelapa sawit, diperlihatkan pada peta di Gambar 4-17.
144
N K K S PO LIG O N BUM N W K op e ras i Sw as ta S K ab u pa te n Ind on e sia
90
0
90
E
180 Kilometer s
Gambar 4-17 Sebaran Kebun Kelapa Sawit Berdasarkan Kepemilikan
4.2.4 Perhitungan Luasan Kebun Menggunakan Analisis Spasial Dengan menggunakan analisis spasial luasan pada poligon-poligon konsesi kebun kelapa sawit yang terdapat di Kabupaten Kutei Timur, diperoleh perkebunan kelapa sawit di Kutei Timur adalah seluas 7.215.481.135 m2 atau seluas 7.215,48 km2. Kalau dikonversi ke ha, maka diperoleh luasan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur seluas 721.548 ha. Tabel 4-2 berikut ini memperlihatkan jumlah dan luasan kebun kelapa sawit
berdasarkan
kepemilikannya
hasil
dari
pengolahan
data
dengan
menggunakan GIS. Tabel 4-2 Konsesi Lahan Perkebunan Sawit di Kutei Timur
No 1 2 3
Pemilik BUMN Koperasi Swasta Jumlah
Jumlah
Luas (ha)
1 49 110
15.960 49.941 655.647 721.548
Dari luasan tersebut, yang telah ditanami lebih kurang 408.881 ha. BUMN 75%, Koperasi dan Masyarakat 100% dan Swasta 52,9%.
145
4.2.5
Potensi Supplai Bahan Baku TBS
Produktivitas tanaman kelapa sawit bergantung dari umur tanamannya (Pahan, 2010). Atas dasar data-data yang tersedia, diperoleh gambaran jumlah kebun kelapa sawit berdasarkan estimasi umurnya sebagaimana yang diperlihatkan pada histrogram pada Gambar 4-18. 25
Jumlah Kebun
20
15
10
5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Umur Tanaman Kelapa Sawit
Gambar 4-18 Histogram Jumlah Kebun Kelapa Sawit di Kutei Timur Berdasarkan Umur Tanaman
Berdasarkan atas estimasi produktivitas dari masing-masing kebun kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur, dapat diperkirakan jumlah produksi atau kapasitas supplai tandan buah segar dari perkebunan-perkebunan yang ada. Dengan menggunakan data yang ada, estimasi kapasitas atau kemampuan supplai bahan baku berupa tandan buah segar dari perkebunan kelapa sawit di kabupaten Kutei Timur pada tahun 2012 adalah sebesar 4.993.099 ton. Produksi tandan buah segar dari masing-masing kelompok pemilik kebun diperlihatkan padaTabel 4-3 dan Gambar 4-19
146
Tabel 4-3 Kapasitas Supplai Tandan Buah Segar di Kabupaten Kutei Timur
No
Pemilik 1 BUMN 2 Koperasi 3 Swasta Jumlah
Jumlah
Produksi (Ton) 1 311.220 49 631.704 110 4.050.175 4.993.099
Estimasi Produksi TBS (Ton) 6%
13% BUMN Koperasi
81%
Swasta
Gambar 4-19 Produksi Tandan Buah Segar di Kutei Timur
4.2.6 Identifikasi Agroindustri CPO dengan GPS Pabrik minyak kelapa sawit umumnya berada di dekat perkebunan kelapa sawit karena alasan teknis yang terkait dengan kualitas. Teknologi GPS dalam hal ini digunakan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi pabrik minyak kelapa sawit di Kabupaten Kutei Timur. Perangkat GPS yang digunakan adalah GPS Garmin tipe 60CSX dengan tingkat ketelitian sampai 4m. Dengan menggunakan perangkat GPS tersebut diperoleh titik-titik pabrik minyak kelapa sawit di Kutei Timur seperti yang digambarkan pada Gambar 4-20.
147
Gambar 4-20 Titik-titik Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Kutei Timur
Terdapat 12 titik pabrik minyak kelapa sawit yang teridentifikasi yang kesemuanya dimiliki oleh perusahaan swasta nasional sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 4-4. Tabel 4-4 Daftar Pabrik Minyak Kelapa Sawit di Kutei Timur dan Koordinat Lokasinya NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
KODE PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012
LONGITUDE LATTITUDE 476879.556336 55721.943393 494671.535207 109349.140899 484406.311217 114442.881480 472429.940240 112745.619270 483979.286921 128874.661294 504722.911819 123356.515504 626846.557856 111707.207726 616364.792927 113613.998922 598393.546786 128466.496051 590480.246941 128251.775707 576789.771227 139284.905707 516289.519266 145001.404311
Catatan: Proyeksi yang digunakan adalah UTM WGS 1984 Zone 50N 4.2.7
Kapasitas Pabrik dan Kebutuhan Bahan Baku
Kapasitas pabrik minyak kelapa sawit untuk masing-masing pabrik yang teridentifikasi sebelumnya diperoleh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kutei Timur. Dengan menggunakan asumsi rata-rata jam operasi pabrik adalah 20 jam
148
sehari dan pabrik beroperasi selama 300 hari per tahunnya, serta rata-rata rendemen 20% sebagaimana yang dilaporkan oleh Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur, diperoleh kebutuhan baku sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel 4-5. Tabel 4-5 Kapasitas Pabrik dan Perkiraan Kebutuhan Bahan Baku Tandan Buah Segar pada tahun 2012 NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
KODE
PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012
NO KODE PERUSAHAAN
1 PKS001 Telen Prima Sentosa Pt. Tapian Nadenggan Pt.2 PKS002 PKS003 Kresna Duta Agroindo3Pt. 4 PKS004 Swakarsa Sinar Sentosa Pt. PKS005 Karya Nusa Eka Daya5Pt. PKS006 Kresna Duta Agroindo6Pt. PKS007 Etam Bersama Lestari7Pt. 8 PKS008 Sumber Kharisma Persada Pt. 9 PKS009 Multi Pasifik Internasional Pt. 10 Pt. PKS010 Sawit Prima Nusantara 11 PKS011 Gunta Samba Pt. 12 PKS012 Gunta Samba Pt. JUMLAH
PERUSAHAAN KAPASITAS JAM HARI KEBUTUHAN KAPASITAS JAM HARI KEBUTUHAN OPERASI/ OPERASI/ TBS/TAHUN (TON OPERASI/ OPERASI/(TON TBS/TAHUN TBS/JAM) HARI TAHUN TBS/JAM) HARI TAHUN Telen Prima Sentosa Pt. 45270.000 20 300 270.000 45 20 300 Tapian Nadenggan 40240.000 20 300 240.000 40 Pt. 20 300 Kresna Duta Agroindo Pt. 20 30180.000 20 300 180.000 30 300 Swakarsa Sinar90Sentosa Pt. 20 90540.000 20 300 540.000 300 Karya Nusa Eka 45270.000 20 300 270.000 45 Daya Pt. 20 300 Kresna Duta Agroindo Pt. 20 15 90.000 20 300 90.000 15 300 Etam Bersama30 Lestari Pt. 20 30180.000 20 300 180.000 300 Sumber Kharisma 45270.000 20 300 270.000 45 Persada Pt. 20 300 Multi Pasifik Internasional Pt.20 45270.000 20 300 270.000 45 300 Sawit Prima Nusantara Pt. 20 45270.000 20 300 270.000 45 300 Gunta Samba Pt. 45270.000 20 300 270.000 45 20 300 Gunta Samba Pt. 30180.000 20 300 180.000 30 20 300 JUMLAH 505 3.030.000 505 3.030.000
Total kapasitas terpasang per tahun pabrik minyak kelapa sawit di kabupaten Kutei Timur adalah sebesar 505 ton per jam. Perkiraan kebutuhan bahan baku tandan buah segar yang dihasilkan oleh kebun kelapa sawit sebesar adalah sebanyak 3.030.000 ton pada tahun 2012. 4.2.8 Analisis Shortage/Surplus Secara agregat, berdasarkan analisis dan perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya, dapat diperkirakan kondisi demand dan supplai tandan buah segar yang ada di daerah Kabupaten Kutei Timur. Grafik pada Gambar 4-21 menunjukkan proyeksi kapasitas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit di kabupaten Kutei Timur dan proyeksi kebutuhan bahan bakunya. Berdasarkan gambaran pada
Gambar 4-21, apat dilihat bahwa di
Kabupaten Kutei Timur terdapat kekurangan kapasitas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit pada tahun 2012 dan sesudahnya. Apabila tidak ada penambahan kapasitas pabrik ke depannya, maka cukup banyak pekebun yang tidak dapat memasarkan produk hasil pertanyaannya di daerah Kutei Timur. Petani mungkin harus membawa hasil pertaniannya ke luar daerah Kutei Timur atau mungkin
149
harus menutup perkebunannya atau menggantikannya dengan komoditas yang lainnya. Sebagaimana kondisi yang ada di lapangan, cukup banyak hasil produksi kebun kelapa sawit yang diproses di daerah lain karena keterbatasan kapasitas yang ada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan peningkatan kapasitas pabrik minyak kelapa sawit di Kutei Timur agar rencana Pemerintah untuk menjadikan daerah ini sebagai pusat klaster industri minyak kelapa sawit dan turunannya dapat terlaksana dengan baik. Kondisi shortage yang setelah tahun 2012 berangsur-angsur menurun jika tidak ada penambahan kapasitas pabrik baru dan juga tidak perubahan volume produksi dari perkebunan yang ada. Penurunan shortage ini terjadi karena umur tanaman kelapa sawit yang semakin tua dan semakin menurun produktivitasnya. Namun, dalam 10 tahun ke depan apabila tidak terjadi perubahan kapasitas pada perkebunan dan industri pengolahan minyak kelapa sawit, maka kondisi shortage ini akan terjadi sampai 10 tahun ke depan dan beberapa tahun berikutnya. Analisis Shortage/Surplus Kapasitas Pabrik Pengolahan MKS 12,000,000
(1,000,000)
10,000,000 (2,000,000) 8,000,000
(3,000,000) (4,000,000)
6,000,000 (5,000,000) 4,000,000
(6,000,000) (7,000,000)
2,000,000
(8,000,000) -
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Kebutuhan KKS
3,030,
3,030,
3,030,
Supply KKS
4,993,
7,237,
8,710,
3,030,
3,030,
3,030,
3,030,
3,030,
3,030,
3,030,
3,030,
3,030,
3,030,
9,845,
10,701 11,196 11,283 11,166 11,081 10,952 10,780 10,277
Surplus/Shortage (1,963
(4,207
(5,680
9,878,
(6,815
(7,671
(6,848
Kebutuhan KKS
(8,166
(8,253
Supply KKS
(8,136
(8,051
(7,922
(7,750
(7,247
Surplus/Shortage
Gambar 4-21 Analisis Surplus/Shortage Kapasitas Pabrik
(9,000,000)
150
4.2.9 Identifikasi Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Melihat kondisi jenis entitas industri yang saat ini ada di wilayah kajian dimana industri hilir minyak kelapa sawit belum berkembang terutama industri hilir inti yang berbahan baku CPO, mau tidak mau agar industri hilir berkembang lebih lanjut maka harus dikembangkan terlebih dahulu industri inti nya. Industri inti ini antara lain adalah industri Fatty acid, Glycerin, Biodiesel, dan Fatty Alcohol. Kapasitas produksi yang ekonomis untuk industri yang akan dikembangkan ini berurut-turut adalah 150.000 ton, 100.000 ton, 75.000 ton, dan 150.000 ton. CPO consumption figure untuk masing-masing industri tersebut masing-masing adalah 94,8%, 10,1%, 98% dan 54,8% (Hambali, 2005). Total kebutuhan CPO per tahun untuk pengembangan industri tersebut adalah sebesar 1.498.914 ton. Sebagaimana yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, penentuan lokasi pengembangan industri merupakan permasalahan yang kompleks karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan. Dari sudut pandang spasial, aspek yang harus dipertimbangkan dalam hal ini adalah terkait dengan kesesuaian lahan berdasarkan
persyaratan-persyaratan
tertentu
dari
industri
yang
akan
dikembangkan (Malczewski, 1999; Sharifi, Boerboom et al., 2006) dan aspekaspek yang terkait dengan interaksi spasial dengan entitas spasial yang lainnya (Malczewski, 1999). Aspek-aspek yang dipertimbangkan tersebut ada bersifat kuantitatif (bisa dihitung) sebagaimana halnya dengan biaya transportasi dan ada aspek-aspek yang bersifat kualiatif. 4.2.9.1 Persyaratan Kesesuaian Lahan Untuk mengidentifikasi alternatif lokasi awal pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit ini, digunakan model analisis spasial yang dikembangkan dalam penelitian ini. Persyaratan-persyaratan yang diidentifikasi dari pakar dalam bidang infrastruktur industri dan pelabuhan ditunjukkan pada Tabel 4-6. Tabel 4-6 Persyaratan Lahan untuk Lokasi Pengembangan Industri Hilir Minyak Kelapa Sawit Aspek Fisik
Aspek Lingkungan
Luas area yang tersedia
Angin
Ketersediaan Utilitas &
Cuaca
Aspek Ekonomi, Sosial Dan Politik Biaya investasi infrastruktur industri Biaya operasional
151
Aspek Fisik infrastruktur Akses (jarak) pada sumber air bersih Kondisi tanah Jarak ke jaringan jalan Kedalaman perairan Alur laut
Aspek Lingkungan
Tinggi gelombang Kecepatan arus Pasang surut Sedimentasi
Aspek Ekonomi, Sosial Dan Politik pengelolaan kawasan Kemudahan perizinan Pajak dan pungutan-pungutan lain Dukungan masyarakat Ketersediaan tenaga kerja
Berdasarkan atas kriteria-kriteria yang ada, selanjutnya ditentukan preferensi atas kriteria yang ada oleh pakar-pakar yang memahami secara teknis persyaratanpersyaratan lokasi dari industri hilir CPO. Model AHP digunakan dalam hal ini untuk menentukan bobot preferensi dari masing-masing kriteria yang selanjutnya bobot tersebut dimasukkan dalam sistem pendukung keputusan yang dibangun pada penelitian ini sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 4-22.
Gambar 4-22 Model Penentuan Lokasi Pengembangan Industri Hilir CPO dengan Spatial Decision Support IKG2012
4.2.9.2 Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit Atas dasar persyaratan-persyaratan yang
dibutuhkan untuk pengembangan
industri hilir inti, Eksekusi model yang dibangun menghasilkan 3 alternatif lokasi lahan dan pelabuhan potensial yang dapat digunakan untuk mengirimkan hasil produksi dari pabrik kelapa sawit yang ada. Lokasi tersebut tidak semuanya
152
berada di Kabupaten Kutei Timur namun masih terjangkau oleh pabrik-pabrik minyak kelapa sawit yang ada di Kutei Timur. Lokasi tersebut adalah di LKI001, LKI002 dan LKI003. Koordinat lokasi masing-masing alternatif lokasi tersebut ditunjukkan pada Tabel 4-7. Tabel 4-7 Daftar Alternatif Lokasi Pengembangan Industri ID KODE 1 LKI001 2 LKI002 3 LKI003
X 609851.000000 621605.000000 553998.000000
Y 101634.000000 251748.000000 19197.000000
Gambar 4-23 Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Kelapa Sawit
153
a. Alternatif Lokasi LKI001 Kawasan LKI001 memiliki letak geografis yang yang sangat strategis, berada di lintasan alur laut kepulauan indonesia II (alki II) yang merupakan lintasan laut perdagangan internasional & berada di kawasan pusat ekonomi dunia masa depan (pacific rim). Kawasan LKI001 sesuai dengan RTRW berada dalam Kawasan Andalan Sasamawa (Sangatta, Sangkulirang dan Muara Wahau). Ke depannya kawasan ini akan dipersiapkan sebagai kawasan pengembangan klaster industri berbasis kelapa sawit. Saat ini pada koordinat UTM 621605, 101634 telah terbangun pelabuhan yang hanya dapat disandari oleh transportasi laut maksimum 5000 ton karena kedalamannya tidak memenuhi syarat untuk berlabuhnya kapalkapal besar. Ke depan, di sekitar lokasi ini akan didirikan pelabuhan yang dapat disandari oleh kapal 100 ribu ton. b. Alternatif Lokasi LKI002 Letak pelabuhan eksisting LKI002 berada pada posisi 02o10’00 w/ 117o-29’00” bt. Panjang alur + 60 mil dengan lebar dari muara sungai ke kiani ± 100 m’ dan dari kiani ke tg.redeb ± 50 m. Kolam pelabuhan yang dimiliki dengan kedalaman 5m’-7m’. Luas kolam = 35.000 m2 dengan panjang dermaga 181.5 m’. Lapangan penumpukan petikemas = 2.262 m² dengan fasilitas pengiriman CPO. Alternatif lokasi yang dipertimbangkan terletak di dekat pelabuhan eksisting yang ada saat ini. c. Alternatif Lokasi LKI003 Diantara alternatif Pelabuhan yang ada, Pelabuhan ini memiliki infrastruktur yang paling mendukung untuk kegiatan pengiriman CPO keluar dari Kutei Timur. Disamping itu, di lokasi dermaga terdapat beberapa industri yang mendukung pengembangan industri hilir minyak kelapa sawit khususnya untuk produksi biodiesel. 4.2.10 Jaringan Transportasi, Aksebilitas dan Kondisinya Panjang jalan di Kabupaten Kutei Timur pada tahun 2010 menurut Badan Pusat Statistik Daerah Kutei Timur (2011) adalah sepanjang 1620 km. Jalan Negara 21%, Jalan Provinsi 18%, Jalan Kabupaten 62%, dan Jalan Usaha tani 0%. Tidak
154
ada penambahan jaringan jalan selama tahun 2010 dan 2011. Jaringan transportasi jalan dibagi menjadi beberapa ruas atas dasar kesamaan kesamaan atribut yang dimiliki terkait dengan kondisi jalan yang dimiliki. Atas dasar kesamaan atribut tersebut terdapat 118 ruas jalan dengan kondisi sebagaimana yang tertera pada tabel berikut ini. Tabel 4-8 Kondisi Ruas Jalan pada Lokasi Kajian KONDISI RUAS JALAN Sangat Baik Baik Rusak TOTAL
JUMLAH 18 52 48 118
KECEPATAN >70 50 - 70 <50
Aksebilitas jaringan jalan terhadap fasilitas-fasilitas yang terkait dengan agroindustri kelapa sawit ini seperti perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit secara umum untuk kondisi saat ini, berdasarkan analisis spasial yang dilakukan, masih dalam kondisi yang cukup baik sebagaimana yang tergambar pada Gambar 4-24. Namun kondisi jalan sebagian besar dalam keadaan tidak memadai dengan kecepatan kendaraan hanya dibawah 50 Km per jam.
Gambar 4-24 Jaringan Jalan dan Aksebilitas terhadap Fasilitas Perkebunan dan Pabrik Pengolahan
155
4.2.11 Shortest Path Dengan menggunakan model Algoritma Djikstra, diperoleh jalur-jalur terbaik dari kebun menuju ke pabrik maupun dari pabrik menuju ke pelabuhan muat atau lokasi pengembangan industri. Jalur terbaik dalam hal ini dapat merupakan jalur terpendek, jalur tercepat maupun jalur termurah. Hasil penggunaan model shortest path dari kebun ke pabrik secara visual diperlihatkan pada Gambar 4-25. Sementara dari pabrik menuju ke lokasi pengembangan dapat dilihat pada Gambar 4-26.
Gambar 4-25 Shortest Path dari Kebun Kelapa Sawit menuju Pabrik CPO (Contoh)
156
Gambar 4-26 Analisis Shortest Path dari Pabrik menuju Pelabuhan Muat dengan Menggunakan Algoritma Djikstra
Hasil analisis jalur terbaik dengan menggunakan algoritma Djikstra ditunjukkan pada Gambar 4-26. Atas dasar hasil yang ada, ternyata jalur yang terpendek tidak selalu sama dengan jalur tercepat dan termurah yang disebabkan oleh kondisi jalan yang ada. Oleh karena itu, berdasarkan gambaran yang diperoleh, sebaiknya Pemerintah dapat melakukan pengembangan infrastruktur secara tepat sehingga kinerja industri CPO di daerah kajian menjadi lebih optimal. 4.2.12 Profil Interaksi Spasial Jarak, Waktu dan Biaya antara Pabrik Pengolahan Minyak Kelapa Sawit PKS dengan Kebun Kelapa Sawit (KKS) Interaksi spasial antara entitas kebun kelapa sawit (KKS) dengan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (PKS) terjadi karena ada kebutuhan bahan baku berupa tandan buah segar dari entitas pabrik pengolahan. Interaksi spasial yang dapat menghasilkan cost yang terendah diperoleh dengan menggunakan kombinasi algoritma Djikstra dan model transportasi. Algoritma Djikstra dalam hal ini digunakan untuk mendapatkan cost yang terendah pada jaringan yang terdiri dari ruas-ruas jalan yang menguhubungkan antara entitas KKS dengan PKS. Model transportasi yang bertujuan meminimalkan cost dalam hal ini digunakan untuk memperoleh kuantitas (tonase) yang optimal dengan adanya interaksi dari KKS dan PKS sebagai akibat dari kebutuhan bahan baku tandan
157
buah segar dari entitas pabrik minyak kelapa sawit (PKS) yang dihasilkan oleh entitas kebun kelapa sawit (KKS). Pola interaksi spasial yang optimal dari kebun kelapa sawit dengan pabrik minyak kelapa sawit dalam hal ini mempertimbangkan atribut spasial yang terkait dengan produktivitas tanaman kelapa sawit sesuai dengan umur tanamannya dan atribut non spasial dari entitas pabrik pengolahan tandan buah segar berupa kapasitas produksinya. Disamping itu, pola interaksi spasial yang optimal dari KKS dan PKS ini juga mempertimbangkan kondisi jaringan jalan yang menghubungkan antara entitas KKS dan PKS dimana ruas-ruas yang terlibat dalam jaringan memiliki karakteristik yang berbeda-beda terkait dengan kualitas infrastruktur yang ada saat ini. Interaksi spasial yang dihasilkan dari perangkat lunak IKG2012 yang terkait dengan jarak sebagai cost antara entitas kebun kelapa sawit dengan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) diperlihatkan pada peta tabel hasil eksekusi model yang dibangun berikut ini:
Gambar 4-27 Hasil Eksekusi Model Interaksi Spasial PKS dengan KKS dengan Jarak sebagai Cost
158
Tabel 4-9 Interaksi Spasial Jarak Sebagai Cost antara Entitas Kebun Kelapa Sawit dengan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur dari Tahun 2012 - 2014 PKS PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) Suplai Suplai 6 4.763.709.799 4 2.918.491.751 7 3.188.585.960 7 3.190.073.468 3 3.666.678.138 3 3.669.887.331 16 20.967.403.484 15 16.573.935.151 7 6.932.387.580 4 3.969.781.297 1 324.163.710 1 324.163.710 10 11.358.239.900 6 4.806.515.185 12 10.444.155.838 9 5.993.528.253 9 7.840.367.246 6 5.671.456.172 12 9.437.411.273 9 3.601.341.021 15 6.441.973.094 15 3.260.768.075 12 2.950.240.523 11 2.442.780.393 110 88.315.316.544 90 56.422.721.807
2014 Jumlah KKS Suplai 4 8 4 13 3 1 6 8 7 8 14 11 87
Cost (Jarak) 2523683806 3188320196 3655079168 14829504798 3600569539 324163710 4066941568 4448071901 4748900876 2644536478 2173590970 2180774257 48.384.137.265
Berdasarkan hasil eksekusi perangkat lunak IKG2012 yang dikembangkan terlihat bahwa proyeksi jumlah pemasok tandan yang terlibat untuk mensuplai pabrik pengolahan bervariasi dari tahun ke tahun mulai tahun 2012 sampai dengan 2014. Jumlah pemasok yang memasok ke masing-masing pabrik pengolahan berbeda-beda tiap tahunnya dan total jumlah pemasok dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Variasi ini disebabkan oleh fluktuasi produksi dari masing-masing kebun kelapa sawit yang diakibatkan oleh umur tanaman. Ketika jumlah produksi dari kebun yang terdekat ke pabrik mengalami peningkatan, maka pabrik akan cenderung memilih pasokan dari kebun yang terdekat untuk meminimalkan total cost pengadaannya. Interaksi spasial yang dihasilkan dari perangkat lunak IKG2012 dengan waktu tempuh sebagai cost antara entitas kebun kelapa sawit dengan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) diperlihatkan pada gambar dan tabel berikut ini:
159
Gambar 4-28 Hasil Eksekusi Model Interaksi Spasial PKS dengan KKS dengan Waktu sebagai Cost Tabel 4-10 Interaksi Spasial Waktu Tempuh Sebagai Cost antara Entitas Kebun Kelapa Sawit dengan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur dari Tahun 2012 - 2014 PKS PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Waktu Jumlah KKS Cost (Waktu Suplai Tempuh) Suplai Tempuh) 6 176.537 4 105.284 7 73.026 7 73.065 4 84.373 5 67.586 13 556.505 12 471.957 8 134.709 5 55.698 1 10.710 1 10.710 10 209.665 6 77.660 12 164.310 9 101.203 9 186.349 6 140.307 12 233.149 9 91.855 15 91.144 15 45.599 12 49.816 11 41.025 109 1.970.294 90 1.281.948
2014 Jumlah KKS Suplai 4 8 7 11 3 1 5 8 6 8 14 11 86
Cost (Waktu Tempuh) 88.166 72.964 54.742 431.069 51.189 10.710 65.778 79.056 125.644 68.515 32.450 36.462 1.116.744
Interaksi spasial yang dihasilkan dari perangkat lunak IKG2012 dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas kebun kelapa sawit dengan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) diperlihatkan pada gambar dan tabel berikut ini:
160
Gambar 4-29 Hasil Eksekusi Model Interaksi Spasial PKS dengan KKS dengan Biaya Transportasi sebagai Cost Tabel 4-11Interaksi Spasial Biaya Transportasi Sebagai Cost antara Entitas Kebun Kelapa Sawit dengan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di Kabupaten Kutei Timur dari Tahun 2012 - 2014 PKS PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Biaya Jumlah KKS Cost (Biaya Suplai Transport) Suplai Transport) 6 6.055.529.562 5 3.485.491.557 7 2.591.428.806 7 2.592.757.845 5 2.704.166.149 5 2.233.915.639 14 19.188.554.111 13 16.013.178.081 6 5.107.540.488 4 2.385.187.210 1 324.163.710 1 324.163.710 10 7.990.992.979 6 3.011.459.848 12 6.628.227.788 9 3.968.934.042 9 6.619.358.754 6 4.892.547.279 12 8.348.724.997 9 3.248.506.203 15 3.564.002.548 15 1.790.163.497 12 1.895.749.540 11 1.561.043.456 109 71.018.439.434 91 45.507.348.368
2014 Jumlah KKS Suplai 4 8 6 12 3 1 5 8 7 8 14 11 87
Cost (Biaya Transport) 2.822.599.649 2.588.959.519 1.972.576.542 14.954.059.581 2.163.351.465 324.163.710 2.625.773.378 3.040.387.043 4.310.402.760 2.389.322.561 1.260.112.848 1.387.482.524 39.839.191.579
4.2.13 Profil Interaksi Spasial Jarak, Waktu dan Biaya Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Interaksi spasial yang dihasilkan dari perangkat lunak IKG2012 dengan beberapa kriteria cost antara lain jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi antara entitas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) dengan alternatif pengembangan industri diperlihatkan pada peta hasil eksekusi model pendukung keputusan spasial berikut ini:
161
Gambar 4-30 Hasil Eksekusi Model Interaksi Spasial Pabrik Pengolahan CPO dengan Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit
Hasil eksekusi model menunjukkan bahwa interaksi spasial antara pabrik pengolahan minyak kelapa sawit dengan industri hilir minyak kelapa sawit yang dikembangkan, dengan berbagai kriteria baik jarak, waktu maupun biaya transportasi, memiliki pola interaksi entitas yang terhubung adalah sama. 4.2.13.1 Alternatif Lokasi Industri LKI001 Berdasarkan analisis interaksi spasial jarak sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI001 dari tahun 2012-2014, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-12 Interaksi Spasial Jarak Sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI001 Dari
Tujuan
Cost/Ton (Km/Ton)
1
2
3
PKS002 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012
LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001
225.177 91.590 76.290 46.436 54.853 79.255 178.235 Total
2012 Alokasi 4 58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
Alokasi (Ton) dan Jarak (Km) Sebagai Cost 2013 2014 Cost Alokasi Cost Alokasi Cost 5 6 7 8 9
13.266.052.916 16.486.155.000 20.598.183.900 12.537.824.490 14.810.410.170 21.398.753.070 32.082.269.040 131.179.648.586
58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
13.266.052.916 16.486.155.000 20.598.183.900 12.537.824.490 14.810.410.170 21.398.753.070 32.082.269.040 131.179.648.586
58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
13.266.052.916 16.486.155.000 20.598.183.900 12.537.824.490 14.810.410.170 21.398.753.070 32.082.269.040 131.179.648.586
Untuk alternatif lokasi LKI001, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010,
162
PKS011 dan PKS012 dengan total cost keseluruhan volume adalah sebesar 131.179.648.586 dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan 2014. Interaksi spasial yang terkait dengan waktu tempuh sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI001 dari tahun 2012-2014, menghasilkan alokasi optimal dan cost sebagai berikut: Tabel 4-13 Interaksi Spasial Waktu Tempuh sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI001 Dari
Tujuan
Cost/Ton (Jam/Ton)
2
3
1 PKS002 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012
LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001
5,2400 2,4070 2,1000 1,1700 1,4200 1,8800 4,5000 Total
Alokasi (Ton) dan dan Waktu Tempuh (Jam) Sebagai 2012 2013 2014 Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost 4 5 6 7 8 9 58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
308.709 433.260 567.000 315.900 383.400 507.600 810.000 3.325.869
58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
308.709 433.260 567.000 315.900 383.400 507.600 810.000 3.325.869
58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
308.709 433.260 567.000 315.900 383.400 507.600 810.000 3.325.869
Untuk alternatif lokasi LKI001, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010, PKS011 dan PKS012 dengan total cost untuk keseluruhan volume pasokan adalah sejumlah 3.325.869 dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan 2014.. Sementara untuk analisis interaksi spasial yang terkait dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI001 dari tahun 2012-2014, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-14 Interaksi Spasial Biaya Transportasi sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI001 Dari 1 PKS002 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012
Tujuan
Cost/Ton (Rp/Ton)
2
3
LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001 LKI001
182.616 81.583 70.108 41.408 49.420 67.111 160.463 Total
Alokasi (Ton) dan Biaya Transportasi sebagai Cost (Rp.) 2012 2013 2014 Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost 4 5 6 7 8 9 58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
10.758.646.388 14.684.952.600 18.929.143.260 11.180.047.140 13.343.310.360 18.120.054.510 28.883.264.040 115.899.418.298
58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
10.758.646.388 14.684.952.600 18.929.143.260 11.180.047.140 13.343.310.360 18.120.054.510 28.883.264.040 115.899.418.298
58.914 180.000 270.000 270.000 270.000 270.000 180.000 1.498.914
10.758.646.388 14.684.952.600 18.929.143.260 11.180.047.140 13.343.310.360 18.120.054.510 28.883.264.040 115.899.418.298
163
Untuk alternatif lokasi LKI001, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010, PKS011 dan PKS012 dengan total biaya transportasi sebagai cost untuk keseluruhan volume pasokan sebesar Rp. 115.899.418.298. 4.2.13.2 Alternatif Lokasi Industri LKI002 Berdasarkan analisis interaksi spasial jarak sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI002 dari tahun 2012-2014, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-15 Interaksi Spasial Jarak Sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI002 Dari 1 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS012
Tujuan
Cost/Ton (Km/Ton)
2
3
LKI002 LKI002 LKI002 LKI002 LKI002 LKI002
346.150 330.583 346.950 342.381 323.117 274.584 Total
Alokasi (Ton) dan Jarak Tempuh sebagai Cost (Km) 2012 2013 2014 Alokasi Biaya Alokasi Biaya Alokasi Biaya 4 5 6 7 8 9 240.000 180.000 538.914 270.000 90.000 180.000 1.498.914
83.076.075.120 59.504.917.500 186.976.010.207 92.442.827.880 29.080.541.250 49.425.170.580 500.505.542.537
240.000 180.000 538.914 270.000 90.000 180.000 1.498.914
83.076.075.120 59.504.917.500 186.976.010.207 92.442.827.880 29.080.541.250 49.425.170.580 500.505.542.537
240.000 180.000 538.914 270.000 90.000 180.000 1.498.914
83.076.075.120 59.504.917.500 186.976.010.207 92.442.827.880 29.080.541.250 49.425.170.580 500.505.542.537
Untuk alternatif lokasi LKI002, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS003, PKS004, PKS005, PKS006, dan
PKS012
dengan
total
cost
keseluruhan
volume
adalah
sebesar
500.505.542.537 dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan 2014. Interaksi spasial yang terkait dengan waktu tempuh sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI002 dari tahun 2012-2014, menghasilkan alokasi optimal dan cost sebagai berikut:
164
Tabel 4-16 Interaksi Spasial Waktu Tempuh sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI002 Dari
Tujuan
Cost/Ton (Jam/Ton)
2
3
1 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS012
LKI002 LKI002 LKI002 LKI002 LKI002 LKI002
Alokasi (Ton) dan Waktu Tempuh sebagai Cost (Km.) 2012 2013 2014 Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost
8,3900 8,0700 8,3800 8,2400 7,8800 6,5800 Total
4
5
6
7
8
9
238.914 180.000 540.000 270.000 90.000 180.000 1.498.914
2.004.488 1.452.600 4.525.200 2.224.800 709.200 1.184.400 12.100.688
238.914 180.000 540.000 270.000 90.000 180.000 1.498.914
2.004.488 1.452.600 4.525.200 2.224.800 709.200 1.184.400 12.100.688
238.914 180.000 540.000 270.000 90.000 180.000 1.498.914
2.004.488 1.452.600 4.525.200 2.224.800 709.200 1.184.400 12.100.688
Untuk alternatif lokasi LKI002, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS003, PKS004, PKS005, PKS006, dan PKS012 dengan total cost untuk keseluruhan volume pasokan adalah sejumlah 12.100.688 dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan 2014.. Sementara untuk analisis interaksi spasial yang terkait dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI002 dari tahun 2012-2014, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-17 Interaksi Spasial Biaya Transportasi sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI002 Dari
1 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS012
Tujuan
Cost/Ton (Rp./Ton)
2
3
LKI002 LKI002 LKI002 LKI002 LKI002 LKI002
292.453 279.908 290.689 287.630 273.954 228.879 Total
Alokasi (Ton) dan Biaya Transportasi sebagai Cost (Rp.) 2012 2013 2014 Alokasi Cost Alokasi Cost Alokasi Cost
4
5
6
7
8
9
238.914 180.000 540.000 270.000 90.000 180.000 1.498.914
69.871.228.093 50.383.445.580 156.972.262.500 77.660.024.130 24.655.885.290 41.198.141.340 420.740.986.933
238.914 180.000 540.000 270.000 90.000 180.000 1.498.914
69.871.228.093 50.383.445.580 156.972.262.500 77.660.024.130 24.655.885.290 41.198.141.340 420.740.986.933
238.914 180.000 540.000 270.000 90.000 180.000 1.498.914
69.871.228.093 50.383.445.580 156.972.262.500 77.660.024.130 24.655.885.290 41.198.141.340 420.740.986.933
Untuk alternatif lokasi LKI002, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS003, PKS004, PKS005, PKS006, dan PKS012 dengan total biaya transportasi sebagai cost untuk keseluruhan volume pasokan sebesar Rp. 420.740.986.933. Interaksi spasial antara entitas pabrik pengolahan minyak kelapa sawit dengan entitas lokasi pengembangan industri pada LKI002 diperlihatkan dalam bentuk peta alokasi sebagaimana yang tergambar berikut ini:
165
4.2.13.3 Alternatif Lokasi Industri LKI003 Berdasarkan analisis interaksi spasial jarak sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI003 dari tahun 2012-2014, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-18 Interaksi Spasial Jarak Sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI003 Dari
Tujuan
Cost/Ton (Km/Ton)
1
2
3
PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005
LKI003 LKI003 LKI003 LKI003 LKI003
2012 Alokasi
269.835 268.156 290.901 291.852 305.765 Total
Alokasi (Ton) dan Jarak sebagai Cost (Km) 2013 2014 Cost Alokasi Cost Alokasi Cost
4
5
6
7
8
9
270.000 240.000 180.000 540.000 268.914 1.498.914
72.855.467.010 64.357.342.560 52.362.247.500 157.600.249.020 82.224.539.766 429.399.845.856
270.000 240.000 180.000 540.000 268.914 1.498.914
72.855.467.010 64.357.342.560 52.362.247.500 157.600.249.020 82.224.539.766 429.399.845.856
270.000 240.000 180.000 540.000 268.914 1.498.914
72.855.467.010 64.357.342.560 52.362.247.500 157.600.249.020 82.224.539.766 429.399.845.856
Untuk alternatif lokasi LKI003, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS001, PKS002, PKS003, PKS004, dan PKS005 dengan total cost keseluruhan volume adalah sebesar 429.399.845.856 dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan 2014. Interaksi spasial yang terkait dengan waktu tempuh sebagai indikator cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI003 dari tahun 2012-2014, menghasilkan alokasi optimal dan cost sebagai berikut: Tabel 4-19 Interaksi Spasial Waktu Tempuh sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI003 Dari
1 PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005
Tujuan
Cost/Ton (Jam/Ton)
2
3
LKI003 LKI003 LKI003 LKI003 LKI003
6,3180 6,0300 6,5100 6,8200 6,7400 Total
2012 Alokasi Cost
Alokasi dan Biaya 2013 Alokasi Cost
2014 Alokasi Cost
4
5
6
7
8
9
270.000 240.000 180.000 538.914 270.000 1.498.914
1.705.860 1.447.200 1.171.800 3.675.393 1.819.800 9.820.053
270.000 240.000 180.000 538.914 270.000 1.498.914
1.705.860 1.447.200 1.171.800 3.675.393 1.819.800 9.820.053
270.000 240.000 180.000 538.914 270.000 1.498.914
1.705.860 1.447.200 1.171.800 3.675.393 1.819.800 9.820.053
Untuk alternatif lokasi LKI003, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS001, PKS002, PKS003, PKS004, dan PKS005 dengan total cost untuk keseluruhan volume pasokan adalah sejumlah 9.820.053 dengan total yang sama dari tahun 2012 sampai dengan 2014..
166
Sementara untuk analisis interaksi spasial yang terkait dengan biaya transportasi sebagai cost antara entitas pabrik pengolahan kelapa sawit dengan alternatif lokasi pengembangan industri di LKI003 dari tahun 2012-2014, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4-20 Interaksi Spasial Biaya Transportasi sebagai Cost antara Entitas Pabrik Pengolahan dengan Lokasi Pengembangan Industri LKI003 Dari
1 PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005
Tujuan
Cost/Ton (Rp./Ton)
2
3
LKI003 LKI003 LKI003 LKI003 LKI003
219.556 212.947 230.922 241.703 240.556 Total
Alokasi (Ton) dan Biaya Transportasi sebagai Cost (Rp.) 2012 2013 2014 Alokasi Biaya Alokasi Biaya Alokasi Biaya
4
5
6
7
8
9
270.000 240.000 180.000 538.914 270.000 1.498.914
59.280.229.620 51.107.340.000 41.565.974.040 130.257.383.293 64.950.195.870 347.161.122.823
270.000 240.000 180.000 538.914 270.000 1.498.914
59.280.229.620 51.107.340.000 41.565.974.040 130.257.383.293 64.950.195.870 347.161.122.823
270.000 240.000 180.000 538.914 270.000 1.498.914
59.280.229.620 51.107.340.000 41.565.974.040 130.257.383.293 64.950.195.870 347.161.122.823
Untuk alternatif lokasi LKI003, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS001, PKS002, PKS003, PKS004, dan PKS005 dengan total biaya transportasi sebagai cost untuk keseluruhan volume pasokan sebesar Rp. 347.161.122.823. 4.2.14 Pemilihan Alternatif Pengembangan Industri Atas Dasar Interaksi Spasial Penggunaan kombinasi algoritma Djikstra dan model transportasi untuk melihat profil interaksi spasial antara pabrik pengolahan kelapa sawit (CPO) dengan lokasi pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit, menghasilkan profil interaksi spasial sebagaimana yang digambarkan pada tabel berikut ini: Tabel 4-21 Profil Interaksi Spasial Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit Indikator Cost Jarak Waktu Biaya Transportasi
Alternatif Lokasi Cost LKI001 LKI002 LKI003 Minimum 131.179.648.586 500.505.542.537 429.399.845.856 131.179.648.586 3.325.869 12.100.688 9.820.053 3.325.869 115.899.418.298 420.740.986.933 347.161.122.823 115.899.418.298
Lokasi Terbaik LKI001 LKI001 LKI001
Berdasarkan atas kriteria Jarak sebagai cost dari sumber pasokan minyak kelapa sawit (CPO) ke alternatif lokasi pengembangan industri hilir inti minyak kelapa sawit, diperoleh hasil nilai yang paling minimal adalah sebesar 131.179.648.586. Total cost yang terendah adalah pada lokasi LKI001. Dengan menggunakan kriteria waktu sebagai cost, diperoleh hasil yang paling minimal sebesar 3.325.869, dimana lokasi yang terbaik adalah berada pada lokasi LKI001.
167
Sementara dengan menggunakan kriteria biaya transportasi, lokasi yang terbaik masih tetap berada pada lokasi LKI001 dengan nilai sebesar 115.899.418.298. Dengan demikian, berdasarkan atas interaksi spasial alternatif lokasi pengembangan industri hilir Inti minyak kelapa sawit di wilayah Kutei Timur, untuk ketiga kriteria cost yang terkait dengan jarak, waktu dan biaya transportasi, lokasi yang terbaik adalah berada pada lokasi LKI001. 4.2.15 Pemilihan Alternatif Pengembangan Industri dengan Pertimbangan Interaksi Spasial antara PKS dengan KKS Jika dipertimbangkan total cost hasil interaksi spasial antara pabrik pengolahan tandan buah segar dengan kebun kelapa sawit, sebagaimana yang telah teridentifikasi sebelumnya, untuk alternatif lokasi LKI001, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS007, PKS008, PKS009, PKS010, PKS011 dan PKS012. Total cost interaksi spasial pabrik-pabrik CPO dengan kebun kelapa sawit yang memasok alternatif lokasi LKI001 untuk kriteria jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi, masing-masing ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 4-22 Total Cost (Jarak sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI001 PKS PKS002 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) Suplai Suplai 7 3.188.585.960 7 3.190.073.468 10 11.358.239.900 6 4.806.515.185 12 10.444.155.838 9 5.993.528.253 9 7.840.367.246 6 5.671.456.172 12 9.437.411.273 9 3.601.341.021 15 6.441.973.094 15 3.260.768.075 12 2.950.240.523 11 2.442.780.393 77 51.660.973.833 63 28.966.462.568
2014 Jumlah KKS Suplai
Cost (Jarak)
8 6 8 7 8 14 11 62
3188320196 4066941568 4448071901 4748900876 2644536478 2173590970 2180774257 23.451.136.245
Tabel 4-23 Total Cost (Waktu Tempuh sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI001 PKS PKS002 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Waktu Jumlah KKS Cost (Waktu Suplai Tempuh) Suplai Tempuh) 7 73.026 7 73.065 10 209.665 6 77.660 12 164.310 9 101.203 9 186.349 6 140.307 12 233.149 9 91.855 15 91.144 15 45.599 12 49.816 11 41.025 77 1.007.461 63 570.713
2014 Jumlah KKS Suplai 8 5 8 6 8 14 11 60
Cost (Waktu Tempuh) 72.964 65.778 79.056 125.644 68.515 32.450 36.462 480.868
168
Tabel 4-24 Total Cost (Biaya Transportasi sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI001 PKS PKS002 PKS007 PKS008 PKS009 PKS010 PKS011 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Biaya Jumlah KKS Cost (Biaya Suplai Transport) Suplai Transport) 7 2.591.428.806 7 2.592.757.845 10 7.990.992.979 6 3.011.459.848 12 6.628.227.788 9 3.968.934.042 9 6.619.358.754 6 4.892.547.279 12 8.348.724.997 9 3.248.506.203 15 3.564.002.548 15 1.790.163.497 12 1.895.749.540 11 1.561.043.456 77 37.638.485.413 63 21.065.412.170
2014 Jumlah KKS Suplai 8 5 8 7 8 14 11 61
Cost (Biaya Transport) 2.588.959.519 2.625.773.378 3.040.387.043 4.310.402.760 2.389.322.561 1.260.112.848 1.387.482.524 17.602.440.633
Untuk alternatif lokasi LKI002, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS002, PKS003, PKS004, PKS005, PKS006, dan PKS012. Total cost interaksi spasial pabrik-pabrik CPO dengan kebun kelapa sawit yang memasok alternatif lokasi pengembangan industri LKI002 untuk kriteria jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi, masing-masing ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 4-25 Total Cost (Jarak sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI002 PKS PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) Suplai Suplai 7 3.188.585.960 7 3.190.073.468 3 3.666.678.138 3 3.669.887.331 16 20.967.403.484 15 16.573.935.151 7 6.932.387.580 4 3.969.781.297 1 324.163.710 1 324.163.710 12 2.950.240.523 11 2.442.780.393 46 38.029.459.395 41 30.170.621.350
2014 Jumlah KKS Suplai
Cost (Jarak)
8 4 13 3 1 11 40
3188320196 3655079168 14829504798 3600569539 324163710 2180774257 27.778.411.667
Tabel 4-26 Total Cost (Waktu Tempuh sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI002 PKS PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Waktu Jumlah KKS Cost (Waktu Suplai Tempuh) Suplai Tempuh) 7 73.026 7 73.065 4 84.373 5 67.586 13 556.505 12 471.957 8 134.709 5 55.698 1 10.710 1 10.710 12 49.816 11 41.025 45 909.140 41 720.041
2014 Jumlah KKS Suplai 8 7 11 3 1 11 41
Cost (Waktu Tempuh) 72.964 54.742 431.069 51.189 10.710 36.462 657.136
Tabel 4-27 Total Cost (Biaya Transportasi sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI002
169
PKS PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 PKS006 PKS012 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Biaya Jumlah KKS Cost (Biaya Suplai Transport) Suplai Transport) 7 2.591.428.806 7 2.592.757.845 5 2.704.166.149 5 2.233.915.639 14 19.188.554.111 13 16.013.178.081 6 5.107.540.488 4 2.385.187.210 1 324.163.710 1 324.163.710 12 1.895.749.540 11 1.561.043.456 45 31.811.602.804 41 25.110.245.943
2014 Jumlah KKS Suplai 8 6 12 3 1 11 41
Cost (Biaya Transport) 2.588.959.519 1.972.576.542 14.954.059.581 2.163.351.465 324.163.710 1.387.482.524 23.390.593.341
Untuk alternatif lokasi LKI003, sumber pasokan yang optimal berasal dari pabrik pengolahan kelapa sawit PKS001, PKS002, PKS003, PKS004, dan PKS005. Total cost interaksi spasial pabrik-pabrik CPO dengan kebun kelapa sawit yang memasok alternatif lokasi pengembangan industri LKI003 untuk kriteria jarak, waktu tempuh dan biaya transportasi, masing-masing ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 4-28 Total Cost (Jarak sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI003 PKS PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Jarak) Jumlah KKS Cost (Jarak) Suplai Suplai 6 4.763.709.799 4 2.918.491.751 7 3.188.585.960 7 3.190.073.468 3 3.666.678.138 3 3.669.887.331 16 20.967.403.484 15 16.573.935.151 7 6.932.387.580 4 3.969.781.297 39 39.518.764.961 33 30.322.168.998
2014 Jumlah KKS Suplai
Cost (Jarak)
4 8 4 13 3 32
2523683806 3188320196 3655079168 14829504798 3600569539 27.797.157.506
Tabel 4-29 Total Cost (Waktu Tempuh sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI003 PKS PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Waktu Jumlah KKS Cost (Waktu Suplai Tempuh) Suplai Tempuh) 6 176.537 4 105.284 7 73.026 7 73.065 4 84.373 5 67.586 13 556.505 12 471.957 8 134.709 5 55.698 38 1.025.150 33 773.591
2014 Jumlah KKS Suplai
Cost (Waktu Tempuh) 88.166 72.964 54.742 431.069 51.189 698.130
4 8 7 11 3 33
Tabel 4-30 Total Cost (Biaya Transportasi sebagai Cost) Entitas PKS yang Memasok Alternatif Lokasi LKI003 PKS PKS001 PKS002 PKS003 PKS004 PKS005 TOTAL
2012 2013 Jumlah KKS Cost (Biaya Jumlah KKS Cost (Biaya Suplai Transport) Suplai Transport) 6 6.055.529.562 5 3.485.491.557 7 2.591.428.806 7 2.592.757.845 5 2.704.166.149 5 2.233.915.639 14 19.188.554.111 13 16.013.178.081 6 5.107.540.488 4 2.385.187.210 38 35.647.219.117 34 26.710.530.333
2014 Jumlah KKS Suplai 4 8 6 12 3 33
Cost (Biaya Transport) 2.822.599.649 2.588.959.519 1.972.576.542 14.954.059.581 2.163.351.465 24.501.546.755
170
Dengan
demikian,
profil
Interaksi
Spasial
Alternatif
Lokasi
Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit yang mempertimbangkan total cost dari entitas PKS yang terkait interaksinya dengan entitas KKS, dapat diringkas sebagai berikut: Tabel 4-31 Profil Interaksi Spasial Alternatif Lokasi Pengembangan Industri Hilir Inti Minyak Kelapa Sawit Mempertimbangkan Interaksi Spasial PKS dan KKS Indikator Cost per Tahun Jarak Tahun ke 1 Tahun ke 2 Tahun ke 3 Waktu Tempuh Tahun ke 1 Tahun ke 2 Tahun ke 3 Biaya Transportasi Tahun ke 1 Tahun ke 2 Tahun ke 3
LKI001
Alternatif Lokasi LKI002
LKI003
Cost Minimum
Lokasi Terbaik
182.840.622.419 160.146.111.154 154.630.784.831
538.535.001.932 530.676.163.887 523.956.678.782
468.918.610.817 459.722.014.854 457.197.003.362
182.840.622.419 160.146.111.154 154.630.784.831
LKI001 LKI001 LKI001
4.333.330 3.896.582 3.806.737
13.009.828 12.820.729 12.757.824
10.845.203 10.593.644 10.518.183
4.333.330 3.896.582 3.806.737
LKI001 LKI001 LKI001
153.537.903.711 136.964.830.468 133.501.858.931
452.552.589.737 445.851.232.876 444.131.580.274
382.808.341.940 373.871.653.156 371.662.669.578
153.537.903.711 136.964.830.468 133.501.858.931
LKI001 LKI001 LKI001
Dengan demikian, berdasarkan atas interaksi spasial alternatif lokasi pengembangan industri hilir Inti minyak kelapa sawit di wilayah pengujian model dengan mempertimbangkan interaksi spasial antara PKS dengan KKS, untuk ketiga kriteria cost yang terkait dengan jarak, waktu dan biaya transportasi, lokasi yang terbaik adalah tetap berada pada lokasi LKI001 sebagaimana yang diperlihatkan pada hasil eksekusi model pada Tabel 4-31. Dengan mempertimbangkan total jarak tempuh, total waktu tempuh dan biaya transportasi dari pabrik pengolahan menuju ke lokasi pengembangan, alternatif lokasi di LKI001 adalah yang terbaik. Namun, alternatif lokasi di LKI001 sampai dengan saat ini belum memiliki infrastruktur transportasi yang memadai sehingga dengan memperhatikan kebutuhan yang mendesak perusahaan (investor) dapat memilih alternatif lokasi di LKI003 yang memiliki kondisi infrastruktur yang lebih baik dibandingkan dengan alternatif lainnya. Lokasi ini juga memiliki luasan areal yang memadai untuk pembangunan pabrik yang dibutuhkan dan memiliki biaya transportasi yang terendah untuk saat ini. Dengan penambahan kapasitas pabrik pengolahan TBS di kecamatan Bengalon, Rantau
171
Pulung dan Muara Bengkal, alternatif lokasi ini juga akan dapat memberikan total jarak, waktu dan biaya yang rendah. 4.2.16 Simulasi Unjuk Kerja Sistem dan Penentuan Kebutuhan Fasilitas Tanki Timbun Interaksi spasial yang optimal dari pabrik kelapa sawit menuju ke lokasi pengembangan industri/pelabuhan belum tentu menghasilkan biaya transportasi yang termurah. Kinerja transportasi masih dipengaruhi oleh fasilitas loading dan unloading kecepatan loading dan unloading, kapasitas tanki timbun, dan kedatangan kapal di pelabuhan untuk mengangkut produk ke tujuannya. Disamping itu, dalam upaya untuk melakukan validasi atas model interaksi spasial yang telah dilakukan sebelumnya, diperlukan sebuah cara untuk melihat unjuk kerja dari model yang telah dibangun sebelumnya. Uji coba langsung di lapangan akan sangat berisiko dan memiliki konsekuensi biaya yang besar. Simulasi dengan menggunakan bantuan komputer akan sangat membantu untuk melihat unjuk kerja dari model. Beberapa batasan yang sulit diakomodasi dalam model optimasi dapat diakomodasi dengan baik dengan menggunakan model simulasi komputer seperti keterbatasan fasilitas loading dan unloading, kapasitas tanki timbun, maupun kedatangan kapal pengangkut. Sebagaimana yang diutarakan oleh Harrington dan Tumay (2000), simulasi merupakan teknik yang dapat membantu organisasi untuk memprediksi, membandingkan, atau mengoptimalkan kinerja dari proses tanpa menimbulkan biaya dan risiko yang signifikan karena mengganggu operasi eksisting atau implementasi dari sistem yang baru. Lebih lanjut lagi diutarakan bahwa simulasi proses merupakan teknik yang memungkinkan representasi dari proses, sumber daya, produk dan jasa dalam sebuah model komputasi yang dinamis. Sebuah model, ketika disimulasikan, akan menirukan operasi dari perusahaan atau prosesproses yang ada sebagaimana yang terdapat dalam sistem nyatanya. Pada tahapan ini akan diimplementasikan model discrete event simulation untuk melihat kinerja suplai minyak kelapa sawit dari pabrik kelapa sawit menuju ke pelabuhan muat sebagaimana proses yang digambarkan pada Gambar 4-31.
172
1. Loading ke Truck
2. Transport ke Pelabuhan
Pabrik
4. Penggunaan CPO 3. Unloading ke Tanki Timbun
5. Penyimpanan di Tanki Timbun 4. Loading ke Kapal
Gambar 4-31 Proses Pengiriman Minyak Kelapa Sawit dari Pabrik Menuju ke Lokasi Pengembangan Industri/Dermaga
4.2.16.1 Parameter-parameter Sistem Berdasarkan konfigurasi pasokan dari pabrik menuju ke pelabuhan muat yang telah dilakukan sebelumnya, analisis simulasi dilakukan atas supplai minyak kelapa sawit dari beberapa pabrik minyak kelapa sawit yang ada di kutei timur menuju ke lokasi terpilih. Untuk pengiriman CPO menuju ke lokasi terpilih, berdasarkan perhitungan sebelumnya ada 7 pabrik CPO yang optimal mengirim produknya melalui pelabuhan tersebut. Parameter-parameter simulasi yang digunakan dan diujicobakan dalam hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 4-32. Tabel 4-32 Parameter-parameter Simulasi No. 3 4 5 9 10 11 12
Jenis Kategori Loading rate ke truck Jumlah fasilitas loading di pabrik Kapasitas truk Unloading rate ke tangki timbun Jumlah unloading facility ke tanki timbun Loading rate di lokasi pengembangan Kapasitas tanki timbun
Nilai 20 1 10 60 3
Satuan Ton/jam Buah Ton Ton/jam Buah
1000 10000
Ton/jam Ton
173
4.2.16.2 Model Simulasi Simulasi sistem dijalankan pada model spasial IKG2012 yang diintegrasikan dengan perangkat lunak Arena 14. Tampilan model animasi simulasi spasial dan kondisi tanki timbun pada PKS dan Industri Hilir ditunjukkan pada Gambar 4-32 dan Gambar 4-33. Animasi yang simulasi yang ditunjukkan merupakan sebagian dari model simulasi yang digunakan untuk keperluan evaluasi konfigurasi interaksi spasial dan penentuan kapasitas tanki timbun di lokasi pengembangan industri. Melalui model simulasi yang dibangun ini, user dapat melihat unjuk kerja sistem secara keseluruhan mulai dari pabrik minyak kelapa sawit sampai di lokasi pengembangan industri dan pada akhirnya produk dikapalkan. Kondisi tanki timbun di PKS dan tanki timbun bersama dapat dilihat fluktuasinya akibat dari kondisi jaringan yang menghubungkan entitas tersebut. Unjuk kerja dari sistem dapat dimonitor dari panel yang dibangun pada sistem pendukung keputusan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4-34.
Gambar 4-32 Animasi Peta dengan 7 Lokasi PKS
174
Gambar 4-33 Animasi Unloading Trucks di Tangki Timbun dan Loading Kapal di Industri Hilir (Dermaga)
Gambar 4-34 Dash Board Monitor Industri Hilir
4.2.16.3 Hasil Simulasi Dengan menggunakan simulasi yang dijalankan pada sistem pendukung keputusan IKG2012 pada peta wilayah kajian yang memiliki beberapa keterbatasan pada jaringan maupun fasilitas untuk mendukung industri hilir, diperoleh hasil bahwa kebutuhan minimal tanki timbun di pelabuhan adalah
175
sebesar 5000 KL dengan jumlah fasilitas pompa untuk unloading sebanyak 2 buah. Sementara PKS yang memasok CPO ke lokasi tersebut pada industri hilir harus memiliki kapasitas minimal masing-masing sebesar 1000 ton untuk PKS002, 800 ton untuk PKS007, 600 ton untuk PKS009 dan dibawah 400 ton untuk PKS lain yang mensuplai lokasi pengembangan industri tersebut. Panel monitor untuk tanki timbun di PKS dan di Industri Hilir yang menggunakan tanki bersama diperlihatkan pada Gambar 4-35 dan Gambar 4-36. Atas dasar kapasitas produksi industri hilir dan loading rate ke kapal, dengan simulasi diperoleh volume maksimum tanki produk industri hilir adalah 1000 ton (lihat lampiran).
Level Tangki PKS 1200
1000
Level (Kilo Liter)
800
600
400
200
1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 99 106 113 120 127 134 141 148 155 162 169 176 183 190 197 204 211 218 225 232 239 246 253 260 267 274 281 288 295
0
PKS009
PKS010
PKS008
PKS011
PKS007
PKS012
PKS002
Gambar 4-35 Panel Monitor Level Tangki PKS Level Tangki Timbun Bersama 6.000,00
5.000,00
4.000,00
3.000,00
2.000,00
1.000,00
1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 99 106 113 120 127 134 141 148 155 162 169 176 183 190 197 204 211 218 225 232 239 246 253 260 267 274 281 288 295
0,00
Tangki 1
Tangki 2
Death Stock Tangki 1
Death Stock Tangki 2
Gambar 4-36 Panel Monitor Level Tangki Timbun Bersama di Industri Hilir
176
4.2.17 Profil Risiko atas Parameter Penting Pengembangan Agroindustri Hilir Dari sisi pengembang kawasan industri berbasis CPO, jumlah kargo yang dikelola sensitif terhadap kelayakan dari investasi. Jumlah kargo yang dikelola ditentukan oleh kapasitas produksi dari industri yang direncanakan. Analisis sensitivitas yang dilakukan menunjukkan bahwa, dengan cost of capital sebesar 12%, jumlah kargo yang dikelola oleh kawasan minimal sejumlah 2.698.044 ton sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4-33. Tabel 4-33 Analisis Sensitivitas Kapasitas Produksi dan Tarif Layanan Kawasan KAPASITAS PRODUKSI
HARGA LAYANAN
IRR 8% 20% 30% 40% 50% 20% #NUM! #NUM! #NUM! #NUM! 30% -12.6% -8.6% -6.6% -5.2% 40% -5.5% -4.2% -3.3% -2.5% 50% -2.9% -2.1% -1.4% -0.7% 60% -1.3% -0.6% 0.1% 0.8% 70% 0.0% 0.7% 1.4% 2.0% 80% 1.2% 1.8% 2.5% 3.1% 90% 2.2% 2.8% 3.5% 4.1% 100% 3.1% 3.7% 4.3% 4.9% 110% 3.9% 4.6% 5.2% 5.8% 120% 4.7% 5.3% 5.9% 6.5% 130% 5.4% 6.0% 6.6% 7.2% 140% 6.1% 6.7% 7.3% 7.9% 150% 6.8% 7.4% 8.0% 8.6% 160% 7.4% 8.0% 8.6% 9.2% 170% 8.1% 8.7% 9.3% 9.9% 180% 8.7% 9.3% 9.9% 10.5% 190% 9.2% 9.8% 10.4% 11.0%
60% -10.0% -4.2% -1.7% 0.0% 1.4% 2.6% 3.7% 4.7% 5.5% 6.3% 7.1% 7.8% 8.5% 9.2% 9.8% 10.5% 11.0% 11.6%
70% -7.7% -3.3% -1.0% 0.7% 2.1% 3.3% 4.3% 5.3% 6.1% 6.9% 7.7% 8.4% 9.1% 9.8% 10.4% 11.0% 11.6% 12.2%
80% -6.1% -2.5% -0.3% 1.3% 2.7% 3.9% 4.9% 5.8% 6.7% 7.5% 8.3% 9.0% 9.7% 10.4% 11.0% 11.6% 12.2% 12.8%
90% -5.0% -1.8% 0.3% 1.9% 3.3% 4.5% 5.5% 6.4% 7.3% 8.1% 8.8% 9.6% 10.3% 10.9% 11.6% 12.2% 12.8% 13.4%
100% -4.1% -1.1% 1.0% 2.5% 3.9% 5.0% 6.1% 7.0% 7.9% 8.7% 9.4% 10.2% 10.8% 11.5% 12.2% 12.8% 13.4% 14.0%
110% -3.2% -0.4% 1.6% 3.1% 4.5% 5.6% 6.6% 7.6% 8.4% 9.2% 10.0% 10.7% 11.4% 12.1% 12.7% 13.4% 14.0% 14.6%
120% -2.5% 0.2% 2.2% 3.7% 5.0% 6.2% 7.2% 8.1% 9.0% 9.8% 10.6% 11.3% 12.0% 12.7% 13.3% 14.0% 14.6% 15.2%
130% -1.8% 0.9% 2.8% 4.3% 5.6% 6.8% 7.8% 8.7% 9.6% 10.4% 11.1% 11.9% 12.6% 13.3% 13.9% 14.5% 15.1% 15.7%
140% -1.1% 1.5% 3.4% 4.9% 6.2% 7.3% 8.3% 9.3% 10.1% 10.9% 11.7% 12.4% 13.1% 13.8% 14.5% 15.1% 15.7% 16.3%
150% -0.4% 2.1% 3.9% 5.5% 6.7% 7.9% 8.9% 9.8% 10.7% 11.5% 12.3% 13.0% 13.7% 14.4% 15.1% 15.7% 16.3% 16.9%
160% 0.2% 2.7% 4.5% 6.0% 7.3% 8.4% 9.4% 10.4% 11.2% 12.1% 12.8% 13.6% 14.3% 15.0% 15.6% 16.3% 16.9% 17.5%
170% 0.8% 3.2% 5.1% 6.6% 7.8% 9.0% 10.0% 10.9% 11.8% 12.6% 13.4% 14.1% 14.9% 15.6% 16.2% 16.9% 17.5% 18.1%
180% 1.4% 3.8% 5.6% 7.1% 8.4% 9.5% 10.5% 11.5% 12.4% 13.2% 14.0% 14.7% 15.4% 16.1% 16.8% 17.4% 18.0% 18.7%
Apabila pengembangan industri yang dilakukan hanya menggantungkan pada pasokan bahan baku dari daerah Kutei Timur, dengan jumlah fasilitas produksi pengolahan tandan buah segar yang masih terbatas, ide pengembangan industri tersebut masih berisiko tinggi karena masih ada sejumlah besar crude palm oil yang diekspor. Masih diperlukan pasokan dari daerah lain atau penambahan kapasitas produksi terutama kapasitas produksi pengolahan tandan buah segar sebagaimana yang ditunjukkan pada analisis shortage yang telah dilakukan.
190% 2.0% 4.4% 6.2% 7.7% 8.9% 10.1% 11.1% 12.0% 12.9% 13.7% 14.5% 15.3% 16.0% 16.7% 17.4% 18.0% 18.6% 19.2%