124
STAIN Palangka Raya
Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Melalui Model Pembelajaran Berbasis Portofolio di MTsN-2 Palangka Raya Asmawati*) Abstract This study aimed to describe how to apply the portfolio as a learning model, and how portfolio models can improve the quality of teaching Civics Education in MTsN-2 Palangka Raya. This research is a class action. The object of this research is the learning process by using portfolio model, and the research subjects are teachers and students who are applying the model. The data are collected using observation, interviews, and documentation. Data analysis was performed since the data collection, it uses an interactive method that consists of 3 steps: 1) data reduction, 2) data display, and 3) withdrawing conclusion. Time used for this research is 4 (four) months. This reseach revealed that portfolios as a learning model can improve the quality of learning. It can be seen from the increased activity of the students in asking and answering questions, as well as increasing the quality of students in conducting group discussions. Keywords:
Kualitas Pembelajaran, Kewarganegaraan
Model
Portofolio,
Pendidikan
Pendahuluan Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.1 Melalui pendidikan nasional diharapkan dapat ditingkatkan kemampuan, mutu kehidupan, dan martabat manusia Indonesia. Untuk itu, pendidikan nasional diharapkan menghasilkan manusia terdidik yang
*)
Asmawati adalah dosen di Jurusan Tarbiyah STAIN Palangka Raya, memperoleh gelar M.Pd. dari Universitas Negeri Yogyakarta. 1 UU No. 20 Pasal 3 Tahun 2003. Jakarta : Sikdiknas, 2000.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
125
STAIN Palangka Raya
beriman, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan, berketerampilan, dan memiliki rasa tanggungjawab. Sistem pendidikan yang sekarang sedang berjalan perlu terus disempurnakan mulai dari perencanaan dan proses pembelajaran. Dalam perencanaan, penyempurnaan terhadap sistem pendidikan dimulai dari upaya meninjau kembali kurikulum yang diterapkan dalam sistem pendidikan nasional selama ini. Sebagai bentuk penyempurnaan itu adalah diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam sistem pendidikan nasional. Proses pembelajaran seharusnya tidak lagi menjadi wahana mengajar (teaching) tetapi lebih diarahkan sebagai wahana belajar (learning), karena pembelajaran di sekolah dan kampus merupakan proses pendewasaan seseorang. Pembelajaran (learning) harus lebih menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan peserta didik, di mana guru dan dosen mampu mengembangkan pola pikir dan mengubah sikap serta perilaku peserta didik. Selama ini aktivitas guru dan dosen sering lebih menonjol daripada siswa. Pendekatan pembelajaran yang dikembangkan lebih didasarkan pada kebutuhan formal administratif daripada kebutuhan riil mahasiswa. Sebagai salah satu akibatnya, dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, pembelajaran lebih cenderung berkembang menjadi budaya belajar mencatat dan menghafal bukan budaya belajar berpikir kritis dan belum mampu membangkitkan budaya belajar learning how to learn pada diri siswa. Suasana pembelajaran tersebut semakin menjauhkan peran kewarganegaraan dalam upaya membentuk warga negara yang baik dan berfikir kritis. Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan nilai demokratis yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada anak didik bahwa demokratis adalah bentuk kehidupan masyarakat yang menjamin hak-hak warga masyarakat. Kelangsungan demokratis terkandung pada kemampuan mentranformasikan nilai-nilai demokratis.2 Setelah peneliti dan guru melakukan pengamatan di kelas VII-A MTsN-2 Palngka Raya, ketika berlangsung proses pembelajaran kewarganaegaraan ada beberapa fenomena yang pantas dicatat yaitu sebagian besar peserta didik mengikuti pelajaran dengan setengah hati, kelihatan ogah-ogahan, kelihatan peserta
2
Jumran, Pendidikan Untuk Demokrasi,Yogyakarta: Bigraf Publising, 2000,
hlm.17.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
126
STAIN Palangka Raya
didik mengikuti pelajaran hanya sekedar melaksanakan kegiatan formal yang sudah dijadwalkan. Proses pembelajaran kelihatan monoton, kaku, tidak bervariasi dan tidak menarik minat siswa. Siswa nampak asik dengan isi materi yang diajarkan guru, siswa di kelas lebih banyak diam tidak ada inisiatif siswa untuk bertanya meskipun guru sudah mencoba memberi kesempatan untuk bertanya, demikian pula ketika siswa diberi pertanyaan guru, siswa tidak segra menjawab pertanyaan, siswa kelihatan ragu-ragu dengan jawaban yang akan disampaikan, kalaupun menjawab haya jawaban sepotong-sepotong bukan jawaban yang untuk atau menyeluruh. Waktu dua jam pelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran lebih banyak didominasi oleh kegiatan guru. Dengan demikian suasana pembelajaran tidak mencerminkan proses pembelajaran yang demokratis. Sangatlah ironis bahwa suatu pelajaran yang mengajarkan nilai-nilai demokratis namun proses pembelajarannya kurang mencerminkan niali-nilai demokratis. Mata pelajaran kewarganegaraan kehilangan hakikatnya sebagai pembelajaran nilai, dikarenakan masih banyak para siswa yang beranggapan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah pelajaran yang hanya berbentuk hafalan saja dan beranggapan bahwa itu ditunjukan dengan tingginya nilai dalam menghafal konsep dan prinsip, terlepas dari pelaksanaannya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pola pikir seperti itu harus diubah, dan salah satu cara untuk mengubahnya adalah dengan cara melakukan proses pembelajaran yang demokratis. Proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif perlu diperhatikan prinsip-prinsip desain pesan pembelajaran. Salah satu prinsip tersebut adalah partisipasi aktif siswa (students active participation). Dalam proses pembelajaran jika siswa aktif berpartisipasi dan interaktif, hasil belajar akan meningkat.3 Oleh karena itu model pembelajaran dalam pendidikan perlu dikelola dengan baik sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam hal ini diperlukan suatu model pembelajaran yang mampu melakukan pembelajaran yang demokratis dan mampu mengembangkan kewarganegaraan siswa. Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) adalah model pembelajaran portofolio. Model ini mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran. Prinsip-prinsip dasar pembelajaran dimaksud adalah prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar 3
Abdul Gafur, Implementasi Penataran Pembelajaran Portofolio, Yogyakarta, 2003, hlm. 281.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
127
STAIN Palangka Raya
kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (reactive teaching). Disamping itu, model pembelajaran portofolio juga menjadikan empat pilar pendidikan yang dicanangkan UNESCO, seperti telah dikemukakan di atas, sebagai landasan model pembelajaran.4 Model pembelajaran portofolio tidak lagi memposisikan mahasiswa sebagai pendengar ceramah dosen laksana botol kosong yang diisi dengan pengetahuan. Melalui model ini mahasiswa diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk pengalaman belajarnya. Siswa dapat berpartisipasi secara aktif hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai identifikasi masalah sampai pada pemilihan masalah untuk kajian kelas. Model pembelajaran portofolio merupakan salah satu bentuk perubahan pola pikir dari teacher centered menuju students centered. Model ini merupakan inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik-empirik. Berangkat dari latar belakang tersebut, penelitian ini berusaha mengembangkan model pembelajaran berbasis Portofolio untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, dalam penelitian ini ada beberapa rumusan masalah yang akan dijadikan fokus bahasan,yaitu bagaimana upaya menerapkan portofolio sebagai model pembelajaran kewarganegaraan dan bagaimana peranan model pembelajaran portofolio dalam meningkatkan kualitas pembelajaran kewarganegaraan. Adapun tujuan penelitian ini adalah ngin mengetahui bagaimana upaya menerapkan portofolio sebagai model pembelajaran kewarganegaraan dan Ingin mengetahui bagaimana peranan model pembelajaran portofolio dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Kajian Pustaka 1. Konsep Dasar Portofolio Portofolio atau portfolio dalam bahasa Inggris dikenal istilah minister without portfolio, artinya adalah menteri yang tidak memimpin departemen atau menteri negara. Dalam lapangan pendidikan dan pengajaran, istilah portofolio relatif masih belum banyak dikenal secara luas. Akan tetapi akhir-akhir ini seiring diberlakukannya KBK, istilah portofolio mulai banyak dibicarakan dan dipelajari, walaupun banyak yang mengidentikan sebagai model evaluasi saja. 4
Dasim Budiansyah, Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung, 2002, hlm. 4.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
128
STAIN Palangka Raya
Portofolio dalam dunia pendidikan berisi hasil pekerjaan terpilih (terbaik) peserta didik yang menunjukkan perubahan perkembangan peserta didik dalam belajar. Para pendidik di barat laut pasifik yang tergabung dalam The Northwest Evaluation Association.5 mengembangkan definisi portofolio sebagai berikut: A portfolio is a purposeful collection of student work that exhibits the student’s efforts, progress and achievements in one or more areas. The collection must include student participation in selecting contens, the criteria for selection; the criteria for judging merit, and evidence of student self-reflection. Portofolio sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu wujud benda fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai suatu benda fisik portofolio itu adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Misalnya hasil tes awal (pre test), tugas-tugas, catatan anekdot, piagam penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur, hasil tes akhir (post test), dan sebagainya. Sebagai suatu proses sosial pedagogis, portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat di dalam pikiran peserta didik baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), maupun nilai dan sikap (afektif). Adapun sebagai suatu adjective portofolio sering kali disandingkan dengan konsep lain, misalnya dengan konsep pembelajaran dan penilaian. Jika disandingkan dengan konsep pembelajaran maka dikenal istilah pembelajaran berbasis portofolio (portfolio based learning), sedangkan jika disandingkan dengan konsep penilaian maka dikenal istilah penilaian berbasis portofolio (portfolio based assessment).6 Portofolio dalam pembelajaran dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: dari segi strategi/metode, media, dan evaluasi. Dari segi strategi/metode, pembelajaran portofolio merupakan penerapan strategi pemecahan masalah. Ditinjau dari segi media, pembelajaran portofolio menyangkut pengembangan dan produksi media. Selanjutnya ditinjau dari segi evaluasi, pembelajaran portofolio merupakan penerapan teknik evaluasi yang unik.7 Setiap portofolio harus memuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan mana yang paling penting 5
Hellen C, Barret, Electronic Portofolio, Educational Technology, 2001, hlm. 1. Ibid., hlm. 1-2 7 Abdul Gafar, Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual, Yogyakarta, 2003, hlm. 68. 6
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
129
STAIN Palangka Raya
untuk ditampilkan. Tampilan portofolio berupa tampilan visual dan audio yang disusun secara sistematis, melukiskan proses berpikir yang didukung oleh seluruh data yang relevan. 2. Teori Belajar yang Mendasari Model Portofolio Dasar dari model pembelajaran portofolio adalah teori belajar konstruktivisme, yang pada prinsipnya menggambarkan bahwa pembelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungannya. Prinsip yang paling umum dan paling esensial yang dapat diturunkan dari konstruktivisme, bahwa dalam merancang suatu pembelajaran adalah anak-anak didik memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah. Pemberian pengalaman belajar yang beragam memberikan kesempatan siswa untuk mengelaborasikannya. Dengan demikian pendidikan dalam hal ini pembelajaran hendaknya memperhatikan hal di atas dan menunjang proses alamiah ini. Melalui pembelajaran portofolio, disamping memperoleh pengalaman fisik terhadap objek dalam pembelajaran, siswa juga memperoleh pengalaman atau terlibat secara mental. Pengalaman fisik dalam arti melibatkan siswa atau mempertemukan siswa dengan objek pembelajaran. Pengalaman mental dalam arti memperhatikan informasi awal yang telah ada pada diri siswa, dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk menyusun (merekonstruksi) sendiri-sendiri informasi yang diperolehnya. Pembelajaran berbasis portofolio memungkinkan siswa untuk: a. Berlatih memadukan antara konsep yang diperoleh dari penjelasan guru atau dari buku/bacaan dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. b. Siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi di luar kelas baik informasi yang sifatnya benda/bacaan, penglihatan (objek langsung, televisi, radio, internet) maupun orang/pakar atau tokoh. c. Membuat alternatif untuk mengatasi topik/objek yang dibahas. d. Membuat suatu keputusan(sesuai kemampuannya) yang berkaitan dengan konsep yang telah dipelajarinya, dengan memperhitungkan nilai-nilai yang ada di masyarakat. e. Merumuskan langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah dan mencegah timbulnya masalah yang berkaitan dengan topik yang dibahas.8
8
Azra Azyumardi, Kata Pengantar: Pendidikan Kewargaan (civic education) : Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani : Jakarta, 2003, hlm. 8.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
130
STAIN Palangka Raya
Model pembelajaran portofolio, memberi keragaman sumber belajar, dan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih sumber belajar yang sesuai sebagai landasan untuk menyusun fenomena alam/masyarakat pada masing-masing siswa. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, yakni berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan. Artinya upaya untuk memandirikan peserta didik untuk belajar, berkolaborasi, membantu teman, mengadakan pengamatan, dan penilaian diri untuk suatu refleksi akan mendorong mereka membangun pengetahuannya sendiri. Dengan demikian baru akan diperoleh melalui pengalaman langsung secara lebih efektif. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator. 3. Portofolio dalam Pembelajaran a. Portofolio sebagai strategi Ditinjau dari segi strategi, pembelajaran portofolio merupakan penerapan strategi pemecahan masalah. Hal ini dapat dilihat dari langkah-langkah pengembangan portofolio yang meliputi: identifikasi masalah, identifikasi alternatif pemecahan masalah, pemilihan alternatif, penentuan rencana tindakan (action plan), pengembangan portofolio, menyajikan portofolio, merefleksikan pengalaman belajar.9 b. Portofolio sebagai media Dari segi media, pembelajaran portofolio menyangkut pengembangan dan produksi media. Hal ini dapat dilihat dari definisi dan spesifikasi portofolio. Portofolio adalah sebuah kumpulan pekerjaan siswa yang bermanfaat, terintegrasi, yang diseleksi menurut garis panduan yang ditetapkan. Garis panduan ini beragam tergantung pada subyek atau disiplin ilmu dan tujuan penilaian portofolio. Spesifikasi portofolio terdiri dari: (1) bagian tayangan, dan (2) bagian dokumentasi.10 c. Portofolio sebagai evaluasi Ditinjau dari segi evaluasi, pembelajaran portofolio merupakan penerapan teknik evaluasi yang unik. Hal ini ditunjukkan dari penilaian produk bagian tayangan dan dokumentasi. Penilaian teknik presentasi oleh dewan juri pada forum kompetisi (show case), dan refleksi diri (self reflection). Masing-masing kelompok 9
Ibid., hlm. 12. Ibid., hlm. 17.
10
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
131
STAIN Palangka Raya
portofolio menyajikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para juri sesuai bagian portofolio mereka masing-masing. Prosedur dengar pendapat yang dilaksanakan dibuat sedemikian rupa, sehingga sama dengan langkah-langkah dengar pendapat yang diadakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan seperti dapat dilihat di televisi. Kegiatan ini akan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.11 Para juri menilai keakuratan presentasi dan hasil tanya jawab menggunakan rambu-rambu atau kriteria yang terdapat dalam formulir penilaian yang tersedia. 4. Portofolio sebagai Model Pembelajaran Langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan menerapakan model portofolio adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi Masalah Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan permasalahan apa saja yang diketahui oleh siswa. Untuk melakukan kegiatan ini seluruh siswa hendaknya membaca dan mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan di masyarakat atau di dalam buku. Agar memudahkan langkah ini, kelas dibagi dalam kelompokkelompok kecil (3-4 oarng). Masing-masing kelompok mendiskusikan satu masalah saja yang berbeda satu sama lain. Hasil disukusi kelompok kecil selanjutnya didiskusikan dengan seluruh anggota kelas. Selain diskusi dalam kelompok kecil, untuk menentukan masalah apa yang akan dijadikan kajian kelas, guru dan dosen dapat memberikan tugas rumah. Hal ini dilakukan supaya masalah yang menjadi kajian kelas merupakan permasalahan yang berkualitas dan penting untuk dipecahkan. Oleh karena itu dalam menentukan masalah yang akan menjadi kajian kelas, memerlukan informasi yang cukup. Terutama mengenai kelayakan masalah untuk dikaji dan ketersediaan sumbersumber informasi yang akan dijadikan rujukan untuk memecahkan masalah tersebut. Tugas pekerjaan rumah yang diberikan kepada siswa untuk mempelajari lebih banyak masalah yang ada di masyarakat berupa tiga tugas, misalnya wawancara, mencari sumber berita media elektronik dan cetak, dan sebagainya. b. Memilih Masalah untuk Kajian Kelas
11
Ibid., hlm. 19.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
132
STAIN Palangka Raya
Memastikan bahwa masalah yang dipilih untuk kajian kelas merupakan masalah yang penting bagi siswa dan masyarakat. Begitu pun dengan informasi yang berkenaan dengan masalah yang dipilih, harus sudah terkumpul dengan lengakap agar dapat membuat sebuah portofolio yang baik. Untuk memudahkan dalam memilih satu masalah khusus sebagai bahan kajian kelas dapat dilakukan dengan langkah-langkah berikut: pertama, membuat daftar masalah. Kelompok-kelompok kecil yang telah diberi tugas untuk mencari masalah yang ada di masyarakat melalui wakil kelompoknya menuliskan permasalahan yang telah didapatkannya dalam daftar masalah di papan tulis. Langkah ini diikuti oleh kelompok-kelompok kecil lainnya, sehingga akan terdapat sejumlah permasalahan yang ada dalam daftar masalah. Misalkan dalam satu kelas ada 10 kelompok kecil, maka kelas akan memiliki 10 masalah. c. Mengumpulkan Informasi Tentang Masalah yang Akan Dikaji Setelah menentukan masalah yang akan menjadi kajian kelas, siswa harus bisa mendapatkan tempat-tempat atau sumber-sumber yang dapat memberikan informasi tambahan. Dalam mencari sumber-sumber informasi tambahan tersebut, diharapkan siswa akan menemukan sumber informasi yang mungkin lebih baik dari yang lainnya. Oleh karena itu sebelummnya siswa perlu untuk melakukan identifikasi. Sumber-sumber informasi mana saja yang akan memberikan informasi lebih banyak dan sumber-sumber mana yang kurang. Selain itu, harus pula diidentifikasi tingkat kesulitan menjangkau sumber-sumber informasi tersebut dan persyaratan yang diminta agar dapat memperoleh informasi yang memadai. d. Mengembangkan Portofolio Kelas Untuk memasuki tahap ini, penelitian sudah mengetahui tentang masalah yang menjadi kajian kelas sudah terselesaikan. Dalam tahap ini kelas akan dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok akan bertanggungjawab untuk mengembangkan satu bagian dari portofolio kelas. Bahan-bahan yang dimasukkan dalam portofolio hendaknya mencakup dokumentasi-dokumentasi yang telah dikumpulkan selama melakukan penelitian masalah yang menjadi kajian kelas. Dokumentasi ini harus mencakup karya-karya asli yang ditulis siswa dengan sentuhan artistik. Untuk mempermudah langkah keempat ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut: 1)
Spesifikasi Portofolio
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
133
STAIN Palangka Raya
Karya dari masing-masing kelompok akan ditampilkan dalam sebuah portofolio kelas. Portofolio kelas terbagi dalam dua bagian, yaitu: pertama, bagian tayangan. Pada bagian ini, karya masing-masing kelompok hendaknya ditempatkan pada satu panel terpisah dari keempat panel lainnya. Masing-masing panel hendaknya terdiri dari empat lembaran papan poster atau papan Styrofoam (busa), atau yang sejenis. 2)
Tugas Kelompok Portofolio Kelas dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk membuat salah satu bagian dari portofolio kelas. Setiap kelompok hendaknya memilih bahan-bahan yang dikumpulkan oleh tim peneliti terutama bahan-bahan yang sangat diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan yang menjadi kajian kelas. Tugas-tugas setiap kelompok portofolio adalah sebagai berikut: a) Kelompok portofolio satu: menjelaskan masalah b) Kelompok portofolio dua: menilai kebijakan alternatif yang disarankan untuk memecahkan masalah c) Kelompok portofolio tiga: mengusulkan kebijakan publik untuk mengatasi masalah d) Kelompok portofolio empat: membuat rencana tindakan 3)
Beberapa petunjuk bagi kelompok portofolio Kerjasama antar kelompok juga harus dilakukan sehingga kelas dapat menghasilkan portofolio terbaik. Masing-masing kelompok hendaknya bekerjasama dalam memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan bahan-bahan apa saja yang akan dimasukkan dalam bagian tayangan dan bagian dokumentasi portofolio. Kerjasama ini penting sekali untuk dilakukan agar tidak terjadi penayangan informasi yang sama lebih dari satu kali. Selain itu, kerjasama juga akan menjamin ketepatan tayangan dan bukti-bukti penelitian yang telah dilakukan. 4)
Menyajikan Portofolio (Show-case) Apabila portofolio kelas sudah selesai, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan hasil pekerjaan di hadapan hadirin. Presentasi dapat juga dilakukan dengan menghadirkan tiga sampai empat orang juri yang mewakili sekolah/kampus dan masyarakat. Dewan juri akan menilai penyajian portofolio atas dasar kriteria yang sama seperti digunakan untuk membuat portofolio kelas.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
134
STAIN Palangka Raya
Melalui kegiatan show-case (gelar kasus) siswa mendapatkan pengalaman berharga dalam menyajikan ide-ide atau gagasan-gagasan kepada orang lain dan belajar bagaimana menyakinkan mereka agar dapat memahami dan menerima ide atau gagasan tersebut. Agar kegiatan ini lebih meriah, dapat saja kelas mengundang bapak/ibu guru dari kelas lain, perwakilan siswa dari kelas lain, atau tokoh-tokoh masyarakat yang berdedikasi terhadap dunia pendidikan. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Objek penelitian ini adalah proses pembelajaran dengan menggunakan model portofolio dan subyek penelitian adalah guru dan siswa yang menerapkan model tersebut. Pengumpulan data di lakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan sejak pengumpulan data, dan menggunakan metode interaktif yang terdiri dari 3 tahap yaitu: 1) reduksi data, 2) display data, dan penarikan kesimpulan.Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama 4 (empat) bulan. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan melalui Model Pembelajaran Berbasis Portofolio di MTsN-2 Palangka Raya Penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis portofolio membawa perubahan positif pada fokus kegiatan, biasanya fokus kegiatan ada pada guru namun sekarang fokus kegiatan sudah mulai berpindah ke siswa. Model ini juga memberi perubahan pada cara siswa memperoleh pengetahuan biasanya guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan namun sekarang siswa sudah mampu memperoleh pengetahuan dari sumber lain meskipun belum mampu memperoleh pengetahuan dari sumber lain meskipun belum mencapai seperti yang diharapkan, karena siswa belum secara optimal mencari sumber informasi dari buku atau surat kabar. 1. Suasana Pembelajaran Suasana pembelajaran para siswa mulai tertarik dengan model ini dan mereka sudah mulai menikmati pembelajaran dengan gembira, karena mereka lebih banyak belajar bersama dengan sesama siswa daripada bersama guru, akibat positifnya mereka semakin berani mengekpresikan dirinya dalam kelompoknya. Meskipun demikian masih dijumpai beberapa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan takut-takut, seperti mendapat tekanan, meskipun guru tidak bermaksud demikian. Namun juga perlu dicatat walaupun ketika para siswa masuk dalam Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
135
STAIN Palangka Raya
kelompok dan akhirnya menikmati kegiatan, tetapi untuk memulai kegiatan siswa masih harus ditegur atau diingatkan guru sehingga untuk memulai kegiatan itu karena dorongan dari guru bukan karena kesadaran sendiri. Model pembelajaran berbasis portofolio yang diterapkan juga memberi kintribusi positif pada aspek pembentukan pembelajaran yang demokratis, hal itu dapat dilihat dari adanya suasana yang lebih kondusif terhadap munculnya interaksi positif antara guru dan siswa. Dari hasil pengamatan menunjukkan interaksi guru dan siswa menunjukkan kualitas yang meningkat, hubungan guru dan siswa sudah tidak begitu kaku atau hubungan yang beku namun hubungan sudah lebih cair, lebih akrab dan familier. Hal itu ditunjukkan dengan mulai banyak dari para siswa meminta bimbingan secara langsung dan berani menanyakan kepada guru tentang kejelasan tugas yang diberikan kepadanya. Meskipun masih dijumpai beberapa siswa yang tidak menunjukkan sikap kooperatif dengan guru, guru masih dipandang sebagai orang luar dari permasalahan yang dihadapinya, sepertinya guru masih dianggap seperti polisi dalam kelas, sehingga masih ada jarak yang jauh antara siswa dan guru. 2. Aktivitas siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan Pada pelaksanaan pertemuan pertama aktivitas siswa bertanya dan menjawab pertanyaan selama proses pembelajaran belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan namun sudah mengarah menuju peningkatan yang lebih baik, meskipun pada proses pembelajaran guru masih lebih banyak melakukan kegiatan daripada siswa dan inisiatif kegiatan masih lebih banyak didominasi guru. Namun pada pertemuan berikutnya model pembelajaran berbasis portofolio membuat aktivitas pembelajaran lebih banyak berorientasi kepada siswa, siswa lebih banyak melakukan sesuatu dari pada hanya mendengarkan penjelasan guru. Waktu pembelajaran lebih banyak dilakukan siswa untuk berdiskusi, mencari data di perpustakaan atau di luar kelas, membuat tampilan portofolio dan aktivitas penyajian lesan portofolio atau presentasi. Dari hasil pengamatan terhadap aktivitass bertanya, menjawab pertanyaan dan menyampaikan usulan menunjukkan hasil yang meningkat meskipun belum meunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Beberapasiswa mulai bernai mengajukan pertanyaan kepada guru dalam suasana formal maupun dalam suasana tidak formal, beberapa siswa mulai tidak ragu-ragu dalam menjawab pertanyaan guru dan berkurang rasa takutnya kepada guru, namun hal itu belum merata pada sebagiaan besar siswa. Aktivitas adu pendapat, saling tanya dan saling jawab dalam
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
136
STAIN Palangka Raya
kegiatan penyajian lesan portofolio mkasih didominasi oleh beberapa anak saja, sedangkan siswa yang lain hanya aktif mendengarkan. 3. Aktivitas dalam diskusi kelompok Kegiatan tersebut mampu memberikan perubahan terhadap aktivitas siswa, dari sekedar medengarkan namun sudah lebih berkembang kepada aktivitas melakukan, namun demikian hasilnya belum memuaskan, karena dari hasil pengamatan selama diskusi berlangsung, siswa tidak langsung mengambil posisi untuk melakukan diskusi, setelah guru ”minta cepat-cepat” baru mereka beranjak dari kursi, terlihat beberapa siswa santai, ngobrol dengan temannya, sebagian lain berjalan kesana-kemari dan ada juga beberapa siswa diam membisu tidak melakukan aktivitas apapun. Kegiatan diskusi yang dilakukan mampu merangsang siswa untuk mengekspresikan pikiran-pirannya, namun dalam kegiatan tersebut masih didominasi oleh siswa yang pandai, sementara siswa yang lain kurang memberikan iuran yang memadai, akibatnya siswa yang banyak memberikan iuran menjadi kesal karena merasa kurang mendapat bantuan dari anggota kelompok. Dari hasil pengamatan terhadap kerjasama dalam kelompok menunjukkan hasil yang beragam. Dari empat kelompok yang ada, dua kelompok menunjukkan bentuk kerjasama yang baik, sementara dua kelompok yang lain belum menunjukkan kerjasama yang baik karena masih dijumpai anggota kelompok yang bekerja sendiri-sendiri, dalam satu kelompok tidak semua anggota kelompok bekerja, pekerjaan hanya dilakukan beberapa anggota kelompok. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran berbasis portofolio dapat meningkatkan kualitas pembelajaran hal itu dapat dilihat meningkatnya aktivitas siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan, serta meningkatnya kualitas siswa dalam melakukan diskusi kelompok. Disamping itu pula hasil penelitian ini juga membawa perubahan-perubahan positif pada proses pembelajaran dan pada siswa. Proses pembelajaran melalui model portofolio yang diterapkan membawa perubahan positif yaitu Model pembelajaran berbasis portofolio menjadikan proses pembelajaran berorientasi pada siswa bukan pada guru, Proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan tidak membosankan, Proses pembelajaran yang demokratis dapat pula sebagai tujuan pembelajaran demokratis dan Proses
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
137
STAIN Palangka Raya
pembelajaran menuntut guru dan siswa untuk mencari sumber belajar yang bervariasi, tidak hanya pada buku. Proses pembelajaran melalui model portofolio yang diterapkan membawa perubahan positif bagi siswa perubahan yang positif yang terjadi meliputi: Siswa lebih peka dengan masalah-masalah yang ada di lingkungan masyarakat, Siswa lebih antusias mengikuti pembelajaran, Siswa memiliki keberanian untuk bertanya dan menjawab pertanyaan, Siswa lebih dapat bekerja sama dengan orang lain, Siswa lebih berani mengekspresikan dirinya, Siswa lebih bertanggung jawab atas suatu tugas, dan Siswa mengikuti pembelajaran dengan gembira.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
138
STAIN Palangka Raya
DAFTAR PUSTAKA Abdul Gafur (2003). “Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dan Disain Pesan dalam Pengembangan Pembelajaran dan Bahan Ajar”. Cakrawala Pendidikan, 0216-1370. __________, (2002). Implementasi Penataran Pembelajaran Portofolio Kewarganegaraan (civic) Bagi Guru SLTP di Propinsi DIY. Hasil penelitian tidak diterbitkan. __________, (2003). Evaluasi Implementasi Hasil Penataran Pembelajaran Portofolio Kewarganegaraan (civic) Guru PPKn SLTP. Jurnal Teknologi Pembelajaran, 0854-7599. Azra, Azyumardi (2003), Kata Pengantar : Dalam Pendidikan Kewargaan (civic education) : Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Tim ICCE UIN Jakarta. Barret, Hellen C. (2001).Electronic Portfolio, educational technology, an encyclopedia, ABC-CLIO. Budiningsih, Asri (2005). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta. Budimansyah, Dasim (2002). Model Pembelajaran dan Penilaian Berbasis Portofolio. Bandung: Genesindo. Dimyati & Mudjiono (2006), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : PT. Rineka Cipta. Direktorat
PLP (2004), Kurikulum 2004, Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Djamarah, Syaiful Bahri (2002), Psikologi Belajar, Jakarta : PT. Rineka Cipat Fajar, Arnie (2004).Portofolio dalam Pembelajaran IPS. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hamalik, Oemar (2003). Proses Belajar Menagajar. Jakarta: Bumi Aksara. Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. Kemmis, S. & McTaggart, R. (1990). The Action Research Reader. Australia: Deakin University Press. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
139
STAIN Palangka Raya
Moleong, Lexy J. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Martin Yamin (2004) Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta : Gaung Persada Press. Martorella, Peter H.(1994), Social Studies for Elementary School Children. New York : Macmillan College Publishing Company. Mulyasa (2005). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya ________, (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung : Remaja Rosda Karya Numan Sumantri, Muhammad (2001), Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung : UPI dan PT. Remaja Rosdakarya. Sardiman A.M. (2005). Interkasi dan Motivasi Belajar Menagajar: Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Silberman, Melvin L. (2004). Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusa Media. Subhaini Zikrillah (2003). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar IPS Siswa SLTP Terbuka, Tesis Magister, tidak diterbitkan, Universutas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Sukamto, dkk. (2000). Penelitian Tindakan (Action Research). Yogyakarta: Lemlit UNY. Sumarno (1996). Pedoman Pelaksanaan Tindakan Kelas Bagian Ketiga: Pemantauan dan Evaluasi. Jakarta: Dirjen Dikti. Suwarsih Madya, (1994). Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lemlit IKIP Yogyakarta. ______________, (2006), Teori Dn Praktik Penelitian Tindakan, Bandung : CV. Alfa Beta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Zamroni, (2001), Pendidikan Untuk Demokrasi, Yogyakarta : Bigraf Publising.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010