1
STAIN Palangka Raya
Relevansi Perilaku Masyarakat Muslim Kota Semarang Dalam Mengupayakan Terwujudnya Kesehatan Reproduksi Perempuan Dengan Konsep Al Qur'an dan Al Hadis yang Sensitif Gender Retno Purnama Irawati dan Singgih Kuswardono*) Abstract Islam placed the position of the women in the high-ranking position and they are appreciated very well. There are many articles in the Qur’an that give and protect the women’s rights. Interpretation on the Qur’anic articles and hadis is absolutely needed together with increasing problems in developing society. One of the problems that emerges is the problem of the rights of the women’s reproduction. There is a gap between precepts in the Qur’an that guard and protect and promote the dignity of the woman in social lives and some practices in society especially among some Muslim scholars, intellectuals and common people, in which women’s rights such as the right to choose a partner, the right to the sexual activity, the right to determine pregnancy including the determination of the distance of pregnancy, denying pregnancy, the use of contraception and abortion, the right to the children rearing, are still dominated by men that play a big role as a decision maker. This research explains the picture of the real situation. This research studies misunderstanding the Semarang city community towards the Qur’anic conception on women’s rights. Qur’anic precepts actually have gender sensitivity about women’s health and women’s reproduction rights. This study found that 43.16% of the community misunderstands in interpreting Qur’anic precepts on women’s health, and 37.87% ignoring women’s right to choose their partner, while 48.14% has a gender-biased perception on the right on women to a sexual activity. Moreover, The Semarang community also has misperception on women’s right to determine pregnancy, which reaches 43.37%, the same percentage as misperception on women’s rights to children upbringing. Keywords: women’s rights to reproduction, women’s health, gender.
*)
Retno Purnama Irawati dan Singgih Kuswardon adalah dosen tetap pada prodi Pendidikan Bahasa Arab (S1), jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
2
STAIN Palangka Raya
Pendahuluan Isu tentang kesetaraan gender akhir-akhir ini sedang marak dibicarakan. Banyak terjadi pemahaman yang salah tentang gender. Salah satunya memahami konsep al-Ouran dan al-Hadis tentang gender. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun. Kata gender berasal sendiri dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin.1 Gender bisa diartikan sebagai suatu konsep yang dipergunakan untuk mendefinisikan perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam pengertian ini adalah suatu bentuk rekayasa sosial masyarakat dan bukanlah sesuatu yang bersifat kodrati. Pengertian gender jelas berbeda dengan pengertian sex atau jenis kelamin. Pengertian gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan lakilaki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Istilah sex lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Tak seorang pun yang memperdebatkan keberadaan sex atau jenis kelamin pria dan wanita. Seorang feminis yang bernama Alice Rossi berpendapat bahwa keragaman jenis kelamin menimbulkan perbedaan peran gender yang mempunyai tujuan fundamental untuk kelangsungan hidup spesies manusia. Menurut Rossi, keragaman peran gender ini muncul dari zaman prasejarah kehidupan mamalia dan evolusi primata. Adanya peran feminim ini timbul karena pengalaman dari proses reproduksi perempuan (hamil, melahirkan, dan menyusui) yang memunculkan sifat insting keibuan.2 Alice Rossi berpendapat bahwa tidak ada satu masyarakat pun yang dapat menggantikan ibu sebagai figur pengasuh. Bila sebuah masyarakat ingin menciptakan pembagian peran reproduksi antara laki-laki dan perempuan maka masyarakat harus sudah siap menerima kemungkinan besar hubungan ibu-anak akan terus mempunyai hubungan emosional yang lebih besar sebagai kenyataan dari proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui; daripada hubungan ayah-anak. Melihat betapa penting peran feminim yang dimainkan seorang perempuan sebagai 1
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1986. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia, hlm. 265. 2 Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda : Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan, hlm. 98.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
3
STAIN Palangka Raya
figur ibu, maka sudah sepantasnya apabila hak-hak reproduksi kaum perempuan dilindungi dan dihargai sesuai dengan prinsip keadilan gender. Bahkan agama telah mengatur hak-hak reproduksi perempuan dalam kitab suci dan ajaran agamanya.3 Kajian-kajian gender menurut Nasarudin Umar, memang tidak bisa dilepaskan dari kajian teologis. Hampir semua agama mempunyai perlakuan khusus terhadap kaum perempuan. Posisi perempuan di dalam beberapa agama dan kepercayaan ditempatkan sebagai the second sex, dan kalau agama mempersepsikan sesuatu biasanya dianggap sebagai as it should be (keadaan sebenarnya), bukan as it is (apa adanya). Ketimpangan peran sosial berdasarkan gender masih tetap dipertahankan dengan dalih doktrin agama. Agama dlibatkan untuk melestarikan kondisi dimana kaum perempuan tidak menganggap dirinya sejajar dengan kaum laki-laki. Tidak mustahil di balik “kesadaran” teologis ini terjadi manipulasi antropologis bertujuan untuk memapankan sturktur patriarkhi, yang secara umum merugikan kaum perempuan dan hanya menguntungkan kelaskelas dalam masyarakat.4 Agama Islam menempatkan posisi perempuan pada posisi yang tinggi dan dihargai. Dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang memberi dan melindungi hakhak perempuan. Penafsiran-penafsiran terhadap ayat-ayat Qur’an dan Hadits mutlak dibutuhkan seiring dengan semakin kompleksnya masalah-masalah umat yang berkembang, semakin luasnya wilayah jangkauan geografi dan lintasan kultural umat. Proses penafsiran ini melibatkan relasi dialektis antara teks dan konteks sosial budaya para penafsir yang jelas berbeda pada masa Nabi. Konteks sosial budaya para penafsir yang mayoritas kaum laki-laki, saat itu lebih didominasi oleh budaya patriarkhi sehingga sedikit banyak mempengaruhi penafsiran mereka.5 Persoalan baru yang muncul adalah masalah hak-hak reproduksi perempuan. Terdapat jurang pemisah antara teori dalam Al-Quran yang menjaga dan melindungi serta mengangkat harkat wanita dalam sosial masyarakat, dengan praktek di masyakat terutama dikalangan ulama, intelektual dan masyarakat awam, dimana hak-hak wanita seperti 1) hak dalam memilih jodoh, 2) hak dalam aktifitas seksual, 3) hak dalam menentukan kehamilan termasuk penentuan jarak kehamilan, menolak kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi, dibebaskan dari risiko kematian 3
Ibid. Nasarudin Umar, “ Perspektif Jender Dalam Islam” dikutip dari Jurnal Pemikiran Islam Paramadina. 5 Dzuhayatin, Siti Ruhaini. 2002. Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hlm. 12. 4
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
4
STAIN Palangka Raya
karena kehamilan, dan aborsi, 4) hak pengasuhan anak, masih didominasi oleh kaum laki yang berperan sebagai pemberi keputusan atau yang menentukan. Ditemukan fakta dalam masyarakat tentang tingginya angka kematian ibu melahirkan itu disebabkan pelanggaran terhadap hak reproduksi mereka oleh negara melalui kebijakan-kebijakan yang tidak menghormati hak asasi manusia. Di antara pelanggaran hak reproduksi itu adalah pemaksaan hubungan seksual di dalam perkawinan, perjodohan paksa, pemaksaan pernikahan dini, larangan menghentikan kehamilan, pelecehan seksual, dan tidak adanya informasi masalah kesehatan reproduksi. Penghentian kehamilan adalah kenyataan di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun diperkirakan ada 2.000.000 penghentian kehamilan, yang berarti sekitar 37 perempuan dari setiap 100 perempuan usia subur 15-49 tahun membutuhkan pelayanan penghentian kehamilan yang bisa menyelamatkan mereka dari risiko perdarahan dan infeksi yang bisa berujung pada kematian, seperti dua kasus yang dipaparkan di atas.6 Data WHO tahun 1998 juga menunjukkan, penelitian di beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia memperkirakan 25-60 persen kejadian penghentian kehamilan adalah penghentian yang disengaja. Berbagai penelitian juga menunjukkan, bertentangan dengan pendapat umum selama ini, penghentian kehamilan juga diminta para istri. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (1997) menunjukkan, kehamilan yang tidak diinginkan paling banyak terjadi pada perempuan istri yang berusia muda (15-19 tahun) yang mencapai 50,9 persen dari jumlah 1.563 perempuan menikah usia subur yang disurvei. Dari jumlah perempuan istri yang tidak menghendaki kehamilan itu, sebanyak 11,9 persen di antaranya berupaya menghentikan kehamilannya dengan cara tradisional ataupun medis. Minum jamu atau ramuan menjadi pilihan tertinggi (49,4 persen), disusul minum pil (27,5 persen).7 Hak atas kesehatan reproduksi dijamin melalui serangkaian konvensi internasional yang juga ditandatangani Pemerintah Indonesia, yaitu UndangUndang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, kesepakatan Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan di Cairo, Mesir, tahun 1994, dan Konferensi Dunia keempat tentang Perempuan di Beijing tahun 1995. Hak atas 6
Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda : Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan, hlm. 98. 7 http://kompas.com/kompas-cetak/0404/19/swara/975360.htm
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
5
STAIN Palangka Raya
kesehatan reproduksi juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, yang menyebutkan bahwa kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia. Sementara itu kasus terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga mengalami peningkatan setiap tahunnya.8 Dengan melihat kondisi seperti tersebut di atas, antara ajaran dalam AlQur’an dan praktek nilai-nilai Al-Qur’an dalam masyarakat yang terdapat kesenjangan, maka penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan pemahaman masyarakat terhadap Al-Qur’an dan hadis. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi masyarakat yaitu pemahaman yang benar tentang hak-hak kesehatan reproduksi perempuan yang berperspektif gender hubungannya dengan Al-Qur’an dan hadis. Dalam penelitian ini akan membatasi permasalahan hak-hak reproduksi perempuan pada kajian tentang : 1. Hak perempuan dalam memilih pasangan 2. Hak perempuan dalam aktivitas seksual (termasuk pada masalah tentang hak menolak hubungan seksual) 3. Hak perempuan dalam menentukan kehamilan (termasuk pada masalah tentang penentuan jarak kehamilan, menolak kehamilan, alat kontrasepsi, dibebaskan dari risiko kematian karena kehamilan, dan aborsi) 4. Hak perempuan dalam pengasuhan anak Permasalahan Masih berlangsungnya pembatasan hak-hak wanita dalam hal reproduksi ini, hal itu kadang perbuatan tersebut karena dilegalkan oleh Al-Quran dan Hadis, hal itu juga karena Al-Quran yang telah ditafsirkan sepihak oleh kaum laki-laki. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana perilaku masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial budaya dalam mengupayakan terwujudnya hak-hak kesehatan reproduksi perempuan? b. Bagaimana pandangan Al Qur’an dan Al-Hadis tentang hak-hak kesehatan reproduksi perempuan? c. Apakah relevan perilaku masyarakat dalam mengupayakan terwujudnya hakhak kesehatan reproduksi perempuan dengan Qur’an dan Hadis yang sensitif gender?
8
http://www.lbh-apik.or.id/kdrt%2098-02%20data.htm
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
6
STAIN Palangka Raya
Landasan Teori 1. Pengertian Gender Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.9 Dalam Women’s Studies Encyclopedia djelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, menatalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. 10 Menurut H.T. Wilson sebagaimana dikutip oleh Nasarudin, bahwa gender sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Agak sejalan dengan pendapat yang dikutip Showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu (Gender is an analityc concept whose meanings we work to elucidate, and a subject matter we proceed to study as we try to define it).11 Dari berbagai defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial-budaya. Gender dalam arti ini mendefenisikan laki-laki dan perempuan dari sudut non-biologis.
2.
Konsep Kesataraan Gender dalam Al-Qur’an Al-Qur’an, menurut Nasarudin Umar, memberikan pandangan optimistis terhadap kedudukan terhadap kedudukan dan keberadaan perempuan. Semua ayat yang membicarakan tentang Adam dan pasangannya, sampai keluar ke bumi, selalu menekankan kedua belah pihak dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang (dlamir musanna), seperti kata huma, misalnya keduanya memanfaatkan fasilitas sorga (Q.S. 2:35), mendapat kualitas godaan yang sama dari setan (Q.S. 7:20), sama-sama memakan buah khuldi dan keduanya menerima akibat terbuang ke 9
Victroria N (ed) Webster’s New World Dictionary, New York Webster’ New World Cleveland, 1984, h.561 10 Helen Tiemey (ed), Women’s Studies Encycloprdia, vol I, New York : Green Wood Press, h. 153 11 Umar, Nasarudin. “Perspektif Gender dalam Islam” dikutip dari Jurnal Pemikiran Islam Paramadina, 1999, hlm. 34.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
7
STAIN Palangka Raya
bumi (Q.S. 7:22), sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan (Q.S. 7:23). Setelah di bumi, antara satu dengan lainnya saling melengkapi, "mereka adalah pakaian bagimu dan kamu juga adalah pakaian bagi mereka” (Q.S. 2 :187).. Secara ontologis, masalah-masalah substansial manusia tidak diuraikan panjang lebar di dalam al-Qur'an. Seperti mengenai roh, tidak dijelaskan karena hal itu dianggap "urusan Tuhan" (Q.S. 17:85). Yang ditekankan ialah eksistensi manusia sebagai hamba/'abid (Q.S. 51:56) dan sebagai wakil Tuhan di bumi/khalifah fi al-ardl (Q.S. 6:165). Manusia adalah satu-satunya makhluk eksistensialis, karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/Q.S. 95:4) tetapi tidak mustahil akan turun ke derajat "paling rendah" (asfala safilin/Q.S. 95:5), bahkan bisa lebih rendah dari pada binatang (Q.S. 7:179). Ukuran kemuliaan di sisi Tuhan adalah prestasi dan kualitas tanpa membedakan etnik dan jenis kelamin (Q.S. 49:13). Al-Qur'an tidak menganut faham the second sex yang memberikan keutamaan kepada jenis kelamin tertentu, atau the first ethnic, yang mengistimewakan suku tertentu. Pria dan wanita dan suku bangsa manapun mempunyai potensi yang sama untuk menjadi 'abid dan khalifah (Q.S. 4:124 dan 16:97). Sosok ideal, perempuan muslimah (syakhshiyah al-ma'rah) digambarkan sebagai kaum yang memiliki kemandirian politik/ al-istiqlal al-siyasah (Q.S. 60:12), seperti sosok Ratu Balqis yang mempunyai kerajaan "superpower"/ 'arsyun 'azhim (Q.S. 27:23); memiliki kemandirian ekonomi/ al-istiqlal al-iqtishadi (Q.S. 16:97), seperti pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di Madyan, wanita mengelola peternakan (Q.S. 28:23), kemandirian di dalam menentukan pilihanpilihan pribadi/ al-istiqlal al-syakhshi yang diyakini kebenarannya, sekalipun harus berhadapan dengan suami bagi wanita yang sudah kawin (Q.S. 66:11) atau menentang pendapat orang banyak (public opinion) bagi perempuan yang belum kawin (Q.S. 66:12). Al-Qur'an mengizinkan kaum perempuan untuk melakukan gerakan "oposisi" terhadap berbagai kebobrokan dan menyampaikan kebenaran (Q.S. 9:71). Bahkan al-Qur'an menyerukan perang terhadap suatu negeri yang menindas kaum perempuan (Q.S. 4:75). Gambaran yang sedemikian ini tidak ditemukan di dalam kitab-kitab suci lain. Tidaklah mengherankan jika pada masa Nabi ditemukan sejumlah perempuan memiliki kemampuan dan prestasi besar sebagaimana layaknya kaum laki-laki.12
12
Ibid.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
8
STAIN Palangka Raya
3.
Praktek Kesetaraan Gender pada Masa Nabi Muhammad Bagaimana praktek kesetaraan gender pada masa Nabi Muhammad? Nasarudin Umar13 menjelaskan, Kehidupan perempuan di masa Nabi perlahanlahan sudah mengarah kepada keadilan gender. Akan tetapi setelah beliau wafat dan wilayah Islam semakin meluas, kondisi ideal yang mulai diterapkan Nabi kembali mengalami kemunduran. Dunia Islam mengalami enkulturasi dengan mengadopsi kultur-kultur androsentris (untuk tidak menyebut kultur misogyny). Wilayah Islam bertambah luas ke bekas wilayah jajahan Persia di Timur, bekas jajahan Romawi dengan pengaruh kebudayaan Yunaninya di Barat, dan ke Afrika, seperti Mesir dengan sisa-sisa kebudayaan Mesir Kunonya di bagian Selatan. Pusat-pusat kebudayaan tua tersebut memperlakukan kaum perempuan sebagai the second sex. Para ulama yang berasal dari wilayah tersebut sulit melepaskan diri dari kebudayaan lokalnya di dalam menafsirkan sumber-sumber ajaran Islam. Akibatnya, fiqh yang berkembang di dalam sejarah Islam adalah fiqh patriarki. Dapat dimaklumi, komunitas Islam yang semakin jauh dari pusat kotanya (heartland), akan semakin kuat mengalami proses enkulturasi. Di dalam memposisikan keberadaan perempuan, kita tidak bisa sepenuhnya merujuk kepada pengalaman di masa Nabi. Meskipun Nabi telah berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan gender equality, tetapi kultur masyarakat belum kondusif untuk mewujudkan hal itu. Seperti diketahui bahwa wahyu baru saja selesai turun Nabi keburu wafat, maka wajar kalau Nabi tidak sempat menyaksikan blueprint ajaran itu sepenuhnya terwujud didalam masyarakat. Terlebih kedudukan perempuan yang berkembang dalam dunia Islam pasca Nabi tidak bisa dijadikan rujukan, karena bukannya semakin mendekati kondisi ideal tetapi malah semakin jauh. Jika dilihat sejarah perkembangan karier kenabian Muhammad, maka kebijakan rekayasa sosialnya semakin mengarah kepada prinsip-prinsip kesetaraan gender (gender equality/al-musawa al-jinsi). Perempuan dan anak-anak di bawah umur semula tidak bisa mendapatkan harta warisan atau hak-hak kebendaan, karena yang bersangkutan oleh hukum adat jahiliyah dianggap tidak cakap untuk mempertahankan qabilah, kemudian al-Qur'an secara bertahap memberikan hakhak kebendaan kepada mereka (Q.S. 4:12). Semula laki-laki bebas mengawini perempuan tanpa batas, kemudian dibatasi menjadi empat, itupun dengan syarat yang sangat ketat (Q.S. 4:3). Semula perempuan tidak boleh menjadi saksi kemudian diberikan kesempatan untuk itu, meskipun dalam beberapa kasus masih 13
Ibid.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
9
STAIN Palangka Raya
dibatasi satu berbanding dua dengan laki-laki (Q.S. 2:228 dan 4:34). Pola dialektis ajaran Islam menganut asas penerapan bertahap (relatifering process/al-tadrij fi altasyri). Di sinilah perlunya mengkaji al-Qur'an secara hermeneutik, guna memahami suasana psikologis latar belakang turunnya sebuah ayat (sabab nuzul) atau munculnya sebuah hadis (sabab wurud). Kedudukan perempuan pada masa Nabi sering dilukiskan dalam syair sebagai dunia mimpi (the dream of woman). Kaum perempuan dalam semua kelas sama-sama mempunyai hak dalam mengembangkan profesinya. Seperti dalam karier politik, ekonomi, dan pendidikan, suatu kejadian yang sangat langka sebelum Islam. Tidak ditemukan ayat atau hadits yang melarang kaum perempuan aktif dalam dunia politik. Sebaliknya al-Qur'an dan hadits banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi. Dalam Q.S. 9:71 dinyatakan bahwa “orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah auliya bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh mengerjakan yang ma'ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat dari Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Kata awliya' dalam ayat tersebut di atas menurut Quraish Shihab mencakup kerjasama, bantuan, dari penguasaan; sedangkan "menyuruh mengerjakan yang ma'ruf" mencakup segala segi kebaikan, termasuk memberi masukan dan kritik terhadap penguasa. Dalam beberapa riwayat disebutkan betapa kaum perempuan dipermulaan Islam memegang peranan penting dalam kegiatan politik. Q.S. 60:12 melegalisir kegiatan politik kaum wanita: "Wahai Nabi, jika datang kepadamu kaum wanita beriman untuk melakukan bai'at dari mereka tidak akan mempersekutukan sesuatupun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dari kaki mereka dari tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia (bay'at) mereka dari mohonkanlah ampun kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Istri-istri Nabi terutama 'A'isyah telah menjalankan peran politik penting. Selain 'A'isyah, juga banyak wanita lain yang terlibat dalam urusan politik, mereka banyak terlibat dalam medan perang, dari tidak sedikit di antara mereka gugur di medan perang, seperti Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyyah, Laylah alGhaffariyah, Ummu Sinam al-Aslamiyah. Sedangkan kaum perempuan yang aktif di dunia politik dikenal misalnya : Fathimah binti Rasulullah, 'A'isyah binti Abu Bakar, 'Atika binti Yazid ibn Mu"awiyah, Ummu Salamah binti Ya'qub, AlKhayzaran binti 'Athok, dan lain sebagainya. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
10
STAIN Palangka Raya
Dalam bidang ekonomi wanita bebas memilih pekerjaan yang halal, baik di dalam atau di luar rumah, mandiri atau kolektif, di lembaga pemerintah atau swasta, selama pekerjaan itu dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, dari tetap menghormati ajaran agamanya. Hal ini dibuktikan oleh sejumlah nama penting seperti Khadijah binti Khuwaylid (istri Nabi) yang dikenal sebagai komisaris perusahaan, Zaynab binti Jahsy, profesinya sebagai penyamak kulit binatang, Ummu Salim binti Malhan yang berprofesi sebagai tukang rias pengantin, istri Abdullah ibn Mas'ud dan Qilat Ummi Bani Anmar dikenal sebagai wiraswastawan yang sukses, al-Syifa' yang berprofesi sebagai sekretaris dan pernah ditugasi oleh Khalifah 'Umar sebagai petugas yang menangani pasar kota Madinah. Begitu aktif kaum wanita pada masa Nabi, maka 'A'isyah pernah mengemukakan suatu riwayat "Alat pemintal di tangan wanita lebih baik dari pada tombak di tangan kaum lakilaki." Dalam riwayat lain Nabi pernah mengatakan "Sebaik-baik permainan seorang wanita muslimah di dalam rumahnya adalah memintal/menenun." Jabatan kontroversi bagi kaum wanita adalah menjadi Kepala Negara. Sebagian ulama masih menganggap jabatan ini tidak layak bagi seorang wanita, namun perkembangan masyarakat dari zaman ke zaman pendukung pendapat ini mulai berkurang. Bahkan al-Mawdudi yang dikenal sebagai ulama yang secara lebih tekstual mempertahankan ajaran Islam sudah memberikan dukungan kepada Fatimah Jinnah sebagai orang nomor satu di Pakistan. Dalam bidang pendidikan tidak perlu diragukan lagi, Al-Qur'an dan hadis banyak memberikan pujian kepada perempuan yang mempunyai prestasi dalam ilmu pengetahuan. Al-Qur'an menyinggung sejumlah tokoh perempuan yang berprestasi tinggi, seperti Ratu Balqis, Maryam, istri Fir'awn, dari sejumlah istri Nabi. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi pernah didatangi kelompok kaum perempuan yang memohon kesediaan Nabi untuk menyisihkan waktunya guna mendapatkan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah Islam klasik ditemukan beberapa nama perempuan menguasai ilmu pengetahuan penting seperti 'A'isyah isteri Nabi, Sayyidah Sakinah, putri Husayn ibn 'Ali ibn Abi Thalib, Al-Syekhah Syuhrah yang digelari dengan "Fikhr al-Nisa" (kebanggaan kaum perempuan), adalah salah seorang guru Imam Syafi'i, Mu'nisat al-Ayyubi (saudara Salahuddin al-Ayyubi), Syamiyat al-Taymi'yah, Zaynab, putri sejarawan al-Bagdadi, Rabi'ah al-Adaw'iyah, dan lain sebagainya.Kemerdekaan perempuan dalam menuntut ilmu pengetahuan banyak dijelaskan dalam beberapa hadits, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bahwa Rasulullah melaknat wanita yang membuat keserupaan diri dengan kaum laki-laki, demikian pula sebaliknya, tetapi tidak dilarang mengadakan perserupaan dalam hal kecerdasan dan amal ma'ruf. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
11
STAIN Palangka Raya
Peran sosial perempuan dalam lintasan sejarah Islam mengalami kemerosotan di abad kedua, setelah para penguasa muslim kembali mengintrodusir tradisi hellenistik di dalam dunia politik. Tradisi hellenistik banyak mengakomodir ajaran Yahudi yang menempatkan kedudukan perempuan hampir tidak ada perannya dalam kehidupan masyarakat. Di samping itu, para ulama--diantaranya dengan sponsor pemerintah--sedang giat-giatnya melakukan standarisasi hukum dengan melaksanakan kodifikasi kitab-kitab fiqh dan kitab-kitab hadits. Apakah ada kaitan antara pembukuan dan pembakuan kitab fiqh dan proses penurunan peran perempuan, masih perlu diteliti lebih jauh.
4.
Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan dalam Al-Qur’an Berbicara mengenai hak kesehantan reproduksi perempuan dalam Al-Qur’an ada baiknya mencermati keterangan KH. Husen Muhammad bahwa sejak awal, AlQur’an sudah mewasiatkan untuk berbuat baik kepada orang tua, terutama kepada ibu. Penekanan akan penghormatan kepada ibu karena ibulah yang memang mengalami kesusahan terutama ketika mengandung dan melahirkan. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh Al-Qur’an, “Kami wasiatkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tua, karena ibunya telah mengandungnya dengan penuh kesusahan di atas kesusahan dan menyusuinya selama dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu, dan hanya kepada-Ku kamu akan kembali”. (Q.S. 31: 412). Hak-hak yang diperhatikan olrh Al-Qur’an dan hadis antara lain adalah sebagai berikut : Pertama, hak menikmati hubungan seksual. Nikah atau kawin pada dasarnya adalah hubungan seksual (persetubuhan). Dalam terminologi social nikah dirumuskan secara berbeda-beda sesuai dengan perspektif dan kecenderungan masing-masing orang. Sebagian orang menyebut nikah sebagai penyatuan laki-laki dan perempuan dalam ikatan yang disahkan oleh hukum. Dalam fiqh, mayoritas ahli fiqh mendefinisikan nikah sebagai hak laki-laki atas tubuh perempuan untuk tujuan penikmatan seksual.Meskipun dengan bahasa yang berbeda-beda tetapi ada kesepakatan mayoritas ulama mazhab empat yang mendefinisikan nikah sebagai akad yang memberikan kepemilikian kepada lakilaki untuk memperoleh kesenangan dari tubuh seorang perempuan, karena mereka sepakat bahwa pemiliki kesenangan seksual adalah laki-laki.14 Islam hadir untuk menyelamatkan dan membebaskan kaum perempuan dari kehidupan yang menyiksa. Al-Qur’an memberikan kepada kaum perempuan hak-hak yang sama 14
Abd. Rahman al-Jauzi, Al-Fiqh ‘ala Mazahib al-Arba’ah, IV, hlm. 2.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
12
STAIN Palangka Raya
dengan laki-laki. Mereka (perempuan) memiliki hak atas laki-laki dengan baik.15 Karena itu bertitik tolak dari pandangan ini kita bisa merumuskan nikah sebagai suatu perjanjian hukum yang memberikan hak seksual kepada laki-laki dan perempuan untuk tujuan-tujuan yang dikehendaki bersama. Kedua, hak menolak hubungan seksual ; Berdasarkan asas keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, persoalan hubungan hubungan seksual sesungguhnya dapat berlaku terhadap suami ketika dia menolak melayani keinginan seks istrinya. Ibnu Abbas pernah mengatakan “aku suka berdandan untuk istriku seperti aku suka dia berdandan untukku”16 Ucapan ini mengandung arti bahwa suami dan istri perlu saling memberi dan menerima dalam suasana hati yang menggairahkan. Ketiga, Hamil pada satu sisi merupakan harapan yang membahagiakan isteri, tetapi boleh jadi pada sisi yang lain merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki. Terlepas apakah kehamilan itu dikehendaki atau tidak, akan tetapi al-Qur’an menyatakan bahwa perempuan yang hamil selalu berada dalam kondisi yang sangat berat dan melemahkan. Tingkat kelemahan itu akan semakin besar menjelang saat melahirkan. Prof. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOg menyebutkan sejumlah masalah gangguan kesehatan yang dialami perempuan yang hamil, antara lain morning sickness (sakit pada pagi hari), hipersalivasi (pengeluaran air liur), kram betis, varises, sinkope (pingsan) dan kaki bengkak. Sementara itu melahirkan bagi perempuan merupakan saat-saat paling kritis dalam kehidupannya. Resiko kematian seakan-akan benar-benar ada di hadapan matanya disebabkan banyak hal. Resiko yang diakibatkan oleh kehamilan dan melahirkan hanya dapat dirasakan oleh perempuan pemilik alat reproduksi. Resikoresiko tersebut yang paling sering terdengar adalah pendarahan dan keguguran. Alangkah sangat bijaknya pernyataan Nabi SAW yang menyatakan “Kesyahidan itu ada tujuh, selain terbunuh dalam perang sabilillah; orang yang mati karena keracunan lambungnya, yang tenggelam dalam air, yang pinggangnya terserang virus, yang terkena lepra, yang terbakar api, yang tertimbun bangunan dan perempuan yang mati karena melahirkan”. (Hadits riwayat Abu Dawud, an-Nasa’i,
15
H.R. Abu Daud dan Tarmizi, dalam Sunan Abi Daud I, hlm.61, dan Sunan atTirmizi, hlm.190 16 Ucapan Ibn Abbas selalu ditemukan dalam literature tafsir dalam kaitannya dengan penafsiran atas QS. Al-Baqarah [2]:228 “dan mereka (perempuan/istri) berhak mendapatkan perlakuan yang baik seperti kewajiban dia (memperlakukan suaminya)”.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
13
STAIN Palangka Raya
Ibn Majah dan Ibn Hibban).17 Dalam hal ini Nabi memberikan jaminan surga bagi perempuan yang mati karena melahirkan. Kedudukannya di hadapan Tuhan disamakan dengan prajurit di medan perang melawan musuh. Pernyataan Nabi tersebut tidak lain merupakan penghargaan yang tinggi bagi perjuangan perempuan yang mati karena melahirkan. Akan tetapi ada anggapan sebagian orang bahwa karena kematian syahid merupakan pahala yang besar dan ada jaminan masuk sorga, maka mereka kadang tidak perlu merasa harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh. Ini jelas merupakan anggapan yang sangat konyol. Hasil penelitian para ahli kependudukan dan kesehatan reproduksi perempuan menunjukkan bahwa komplikasi kehamilan dan persalinan benar-benar merupakan pembunuh utama kaum perempuan usia subur. Keadaan inilah yang menjadikan Indonesia menduduki rangking pertama di Asia Tenggara dan keempat di Asia Pasifik. Mengingat hal ini, maka adalah sangat masuk akal dan sudah seharusnya mendapat pertimbangan kita semua terutama para suami jika perempuan mempunyai hak atau pilihan menolak untuk hamil. Demikian juga dalam menentukan jumlah anak yang diinginkannya. Tidak seorangpun mengingkari bahwa di dalam perut perempuanlah kandungan itu cikal-bakal manusia berada dan meskipun ada peran laki-laki bagi proses pembuahan, tetapi perempuanlah yang merasakan segala persoalannya. Walaupun terdapat kontroversi mengenai siapa yang memiliki hak atas anak tetapi mayoritas ahli fiqh menyatakan bahwa anak adalah hak ayah dan ibunya secara bersama-sama, karena keberadaannya merupakan hasil kerjasama keduanya. Oleh karena itu untuk memutuskan kapan mempunyai anak dan berapa anak yang diinginkannya seharusnya juga menjadi hak istri, dan harus dibicarakan secara bersama-sama. Dan dari sini juga memungkinkan meningkatkan daya tahan para istri atau para ibu sehingga kerentanan pada masa kehamilan dan melahirkan bisa diperkecil sehingga kematian karenanya juga bisa diminimalisir. Penolakan istri untuk hamil dapat dilakukan melalui cara-cara dan alat-alat sebagaimana diatur dalam program Keluarga Berencana. Ia dapat menggunakan cara pantang berkala, Azl (senggama terputus) atau dengan alat-alat kontrasepsi lain yang disediakan. Dan dalam hal penggunanaan alat-alat kontrasepsi ini istri juga berhak menentukan sendiri alat yang sesuai dengan kondisinya. Untuk hal ini adalah logis jika dia juga berhak untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan 17
Lihat al-Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib min al-Hadits asy-Syarif, II hlm.
335.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
14
STAIN Palangka Raya
yang jujur dari pihak-pihak yang ahli mengenainya, seperti dokter atau petugas kesehatan. Apabila dia tidak memiliki pengetahuan mengenai alat-alat kontrasepsi yang sesuai dengan tubuhnya, maka adalah kewajiban dokter atau petugas yang ditunjuk bagi keperluan untuk memberikan yang terbaik baginya. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengungkapkan 1. Mengetahui perilaku masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial budaya tentang masalah hak-hak kesehatan reproduksi perempuan. 2. Mengetahui pandangan Al Qur’an dan Al-Hadis dalam kaitannya dengan hakhak kesehatan reproduksi perempuan yang berspektif gender. 3. Mengetahui kesalahan-kesalahan pemahaman masyarakat kota Semarang terhadap pandangan Al Qur’an dan Al-Hadis tentang hak-hak kesehatan reproduksi perempuan. Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan berguna dan dapat memberi manfaat kepada : 1. Masyarakat, dalam hal ini memberikan wawasan tentang perlindungan hak reproduksi perempuan yang sensitif gender dalam Al-Quran dan Hadis. 2. Agama, dalam hal ini membuka wacana baru yang bertentangan dengan persepsi masyarakat yang sudah mapan mengenai hak-hak reproduksi yang sarat bias gender. 3. Ulama, dalam hal ini mereka yang bertugas mendidik masyarakat, agar mereka memberi fatwa kepada masyarakat bahwa wanita memiliki hak-hak tersendiri mengenai reproduksi yang sensitif gender. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif. Sifat kualitatif penelitian ini mengarah pada pembahasan permasalahan tentang tingkat pemahaman masyarakat mengenai isi al-Al-Quran dan al-Hadis yang mengandung masalah kesehatan reproduksi perempuan yang sensitif gender. Kemudian dalam upaya memecahkan masalah penelitian ini, ada tiga tahapan yang
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
15
STAIN Palangka Raya
dilakukan, yaitu 1) penyediaan data, 2) penganalisaan data dan, 3) penyajian hasil analisa data.18
2.
Data dan Sumber Data Penelitian Data dalam penelitian ini diambil dari berbagai elemen masyarakat yang tersebar di kota Semarang. Pembentukan sasaran penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel acak (random sampling) sehingga tiap unit penelitian atau satuan elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih (Singarimbun dan Effendi, 1989:178). Sasaran penelitian ini dipilih secara acak dengan pertimbangan 1) subyek adalah muslim, 2) subyek berlokasi di kota Semarang. Penelitian ini melibatkan 100 responden yang tersebar di beberapa wilayah kota Semarang.
3.
Metode Pengumpulan Data Data yang akan diperoleh dikumpulkan dengan teknik sebagai berikut : a. Penyebaran kuesioner. Kuesioner dibuat dengan menggunakan model pertanyaan kombinasi terbuka dan tertutup, dimana jawaban kuesioner sudah ditentukan yang disusul dengan pertanyaan terbuka agar responden lebih bebas memberikan jawaban (Singarimbun dan Effendi, 1989:178). Variabel yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatan pertanyaan kuesioner adalah pendapat masyarakat tentang kesetaraan gender dan hak-hak kesehatan reproduksi perempuan dan pendapat masyarakat tentang isi Al Qur’an dan Hadits mengenai hak-hak kesehatan reproduksi perempuan.
b.
Teknik analisa data Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Singarimbun dan Effendi, 1989:178). Proses analisis data dalam penelitian ini selain dengan penghitungan statistik, juga digunakan tiga proses analisa data yang saling berhubungan, yaitu : reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Djannah, 2003:9). Reduksi data melalui penyeleksian dan pemadatan data, lalu dikode dan dikelompokkan. Display data dengan cara menampilkan data-data kualitatif dan statistik dalam bentuk 18
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta : Duta wacana University Press, hlm. 5.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
16
STAIN Palangka Raya
gabungan informasi dan ringkasan terstruktur sehingga memungkinkan untuk dilakukannya penarikan kesimpulan. Proses selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan dan melakukan verifikasi data yang mencakup proses penafsiran, pemaknaan data, dan pengujian data. Hal ini perlu dilakukan apabila ditemukan data-data baru akan terus dilakukan revisi data sehingga data selalu valid dan kesimpulan yang diambil bisa tepat pada tujuan. Hasil dan Pembahasan Dalam tahap pertama kegiatan penelitian, yaitu persiapan penelitian, kegiatan yang dilakukan meliputi: Pertama, penyusunan instrumen penelitian. Intrumen penelitian dalam penelitian ini berupa kuisoner. Kuisoner mempergunakan pertanyaan kombinasi terbuka dan tertutup. Pertanyaan terbuka dan tertutup memungkinkan responden memberikan jawaban yang lebih leluasa sesuai dengan kondisi responden. Kegiatan penyusunan pertanyaan dalam kuisoner dimulai dengan pemilihan ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Nabi yang relevan dengan permasalahan. Ayat-ayat dan hadis beserta istrumen penelitian kami lampirkan. Kedua, koordinasi dan pembagian tugas tim penelitian. Koordinasi tugas tim peneliti dirancang untuk dilaksanakan setiap bulan dua sampai tiga kali dengan agenda kerja yang berkesinambungan diantaranya; (1) Pendokumentasian ayat maupun hadis yang relevan dengan permasalahan, (2) Penyusunan Instrumen Penelitian berupa kuisioner, (3) Penyusunan Pedoman Penilaian/Pengolahan Score, (3) Penetapan Daerah/Tempat distribusi angket penelitian, (4) Pembagian Tugas untuk Distribusi angket penelitian, (5) Penarikan Angket Penelitian, (6) Analisa data dan evaluasi. Ketiga, pemilihan lokasi penelitian. Lokasi Penelitian adalah wilayah administratif Kota Semarang yaitu terdiri dari 16 Kecamatan yaitu meliputi wilayah-wilayah kecamatan; Semarang Tengah, Semarang Utara, Semarang Timur, Gayamsari, Genuk, Pedurungan, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Semarang Barat, Ngaliyan, Mijen , dan Tugu. Mengingat wilayah administratif Kota Semarang yang relatif luas yaitu 373,67 km2 dengan jumlah penduduk yang relatif banyak yaitu lebih dari 1.393.000 tersebar di 16 wilayah kecamatan dan 177 kelurahan maka tim mengambil langkah pendistribusian dengan model sampel secara acak tersebar dibeberapa wilayah kecamatan sebanyak 100 eksemplar diantaranya wilayah kecamatan; Semarang Tengah, Semarang Utara, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Tembalang, Banyumanik, Gunungpati, Semarang Barat, Ngaliyan, dan Mijen. Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
17
STAIN Palangka Raya
Dari 100 angket yang disebar telah kembali 100 % atau 100 eksemplar; 93 angket terisi jawaban dan 7 angket tanpa jawaban atau kosong. Angket di sebar di sebagian wilayah kota Semarang secara acak meliputi beberapa kecamatan seperti kecamatan Semarang Barat, kecamatan Ngaliyan, Kecamatan Mijen, Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Gajah Mungkur dan kecamatan–kecamatan lainnya di wilayah kota Semarang. Ditinjau dari segi profesi responden terdapat beberapa profesi diantaranya; Ibu rumah tangga (55%), guru (9%), Pegawai Negeri Sipil (15%), pedagang (4%), dan sebagainya termasuk pensiunan dan pelajar. Bila ditinjau dari segi umur responden yang menjawab angket, maka sebagian besar responden adalah mereka yang berumur 30 tahun yaitu yang lahir pada tahun 1971 – 1980. Berikut jabaran klasifikasi umur/tahun kelahiran responden. Dari jawaban responden terpaparkan data tingkat kesalahan atau kekeliruan pemahaman masyarakat kota Semarang terhadap konsep Al-Qur’an dan hadis yang sensitif gender tentang kesehatan reproduksi perempuan . Rata-rata tingkat kesalahan atau kekeliruan tersebut mencapai 43,16%. Tingkat kekeliruan masyarakat dalam memandang hak perempuan dalam memilih pasangan mencapai 37,87%. Tingkat kekeliruan masyarakat dalam memandang hak perempuan dalam aktivitas seksual mencapai 48,14%. Tingkat kekeliruan masyarakat dalam memandang hak perempuan dalam menentukan kehamilan mencapai 43,37%. Tingkat kekeliruan masyarakat dalam memandang hak perempuan dalam pengasuhan anak mencapai 43,37%. Jabaran tingkat kekeliruan pandangan tersebut adalah sebagai berikut terpampang dalam tabel. Tabel Tingkat Kesalahpahaman Masyarakat Kota Semarang Terhadap Konsep Al-Qur’an dan Al-Hadis yang Sensitif Gender Tentang Kesehatan Reproduksi Perempuan 1. Hak perempuan dalam memilih pasangan No. 1. 2. 3. 4.
URAIAN Keputusan dalam memilih calon pasangan Keputusan dalam menentukan kriteria calon pasangan Dasar menentukan kriteria calon pasangan Keputusan dalam menolak/menerima calon dengan kriteria faktor keagamaan yang menonjol namun lemah
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Tingkat Kesalahpahaman 60,00 % 59,96 % 38,47 % 26,51 %
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
18
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13.
14. 15. 16. 17.
STAIN Palangka Raya
pada faktor-faktor lainnya Tindakan yang dilakukan apabila calon pasangan beda agama Tindakan yang dilakukan apabila calon pasangan duda Tindakan yang dilakukan apabila calon pasangan janda Seseorang yang dimintai persetujuan saat telah memantapkan pilihan calon pasangan Tindakan yang dilakukan apabila pilihan calon pasangan ditolak/tidak disetujui wali Dasar membuat keputusan apabila pilihan calon pasangan bertekad tidak mau pindah agama sampai saat dilangsungkannya akad nikah Dasar membuat keputusan apabila pasangan pindah agama setelah akad nikah berlangsung Seseorang yang dimintai nasehat/saran oleh istri untuk menyelesaikan masalah apabila terjadi permasalahan dalam rumah tangga Seseorang yang dimintai nasehat/saran oleh suami untuk menyelesaikan masalah apabila terjadi permasalahan dalam rumah tangga Seseorang yang dimintai nasehat/saran untuk mengajukan gugatan perceraian saat terjadi permasalahan dan berujung pada gugatan perceraian Anggapan terhadap ungkapan atau kata-kata keras suami terhadap istri dan sebaliknya Praktik poligami dalam agama Poligami tanpa sepengetahuan istri pertama Rata-rata
23,78 % 46,69 % 50,42 % 3,62 % 15,84 % 20,36 % 40,02 % 30,82 %
44,44 %
23,29 % 39,64 % 70,56 % 49,44 % 37.87 %
2. Hak perempuan dalam aktivitas seksual No. 1. 2.
Tingkat Kesalahpahaman
URAIAN Pandangan bahwa kepuasan suami lebih penting dan lebih diutamakan daripada kepuasan istri Pandangan bahwa penolakan aktivitas seksual oleh
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
49,83 % 62,07 %
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
19
3. 4. 5.
STAIN Palangka Raya
istri merupakan larangan agama Monopoli dalam menentukan kegiatan seksual oleh suami Istri yang dipoligami tidak mendapatkan perlakuan sama dalam aktivitas seksual Keutamaan diberikan kepada istri yang berhias diri dan siap lahir bathin melakukan aktivitas seksual dengan suaminya yang baru pulang dari bepergian Rata-rata
38,70 % 53,67 % 36,43 % 48,14 %
3. Hak perempuan dalam menentukan kehamilan No.
URAIAN
1. 2. 3.
Mempunyai banyak anak merupakan perintah agama Mempunyai banyak anak masih relevan dengan kondisi sekarang Ibu mempunyai hak untuk menolak kehamilan Seseorang yang menentukan penggunaan alat kontrasepsi dalam rumah tangga Istri siap menerima kehamilan sebagai bagian dari reproduksi untuk melestarikan manusia mengabaikan kekuatan ekonomi Istri siap menerima kehamilan sebagai bagian dari reproduksi untuk melestarikan manusia dengan taruhan nyawa sekalipun karena mendapat jaminan syurga Rata-rata
4. 5. 6.
Tingkat Kesalahpahaman 50 % 11,49 % 45,43 % 38,82 % 45,70 % 68,77 % 43,37 %
4. Hak perempuan dalam pengasuhan anak No. 1. 2. 3.
Tingkat Kesalahpahaman
URAIAN Ibu menyusui anaknya dan menyempurnakan penyusunan selama dua tahun Pendidikan anak yang pertama dan utama datang dari ibu Ketentuan bagian warisan wanita lebih sedikit dari lakilaki saat perempuan menjadi orang tua tunggal
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
4,40 % 22,48 % 43,48 %
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
20
STAIN Palangka Raya
Rata-rata
43,37 %
Simpulan 1. Rata-rata tingkat kesalahan atau kekeliruan pemahaman masyarakat kota Semarang terhadap konsep al-Qur’an dan al-Hadis yang sensitif gender tentang kesehatan reproduksi perempuan mencapai 43,16%. 2. Tingkat kekeliruan masyarakat dalam memandang hak perempuan dalam memilih pasangan mencapai 37,87%. Tingkat kekeliruan masyarakat dalam memandang hak perempuan dalam aktivitas seksual mencapai 48,14%. Tingkat kekeliruan masyarakat dalam memandang hak perempuan dalam menentukan kehamilan mencapai 43,37%. Tingkat kekeliruan masyarakat dalam memandang hak perempuan dalam pengasuhan anak mencapai 43,37%. 3. Tingkat kekeliruan pandangan tertinggi adalah pandangan tentang praktik poligami dalam agama yang mencapai 70,56%. Tingkat kekeliruan pandangan terendah adalah pandangan tentang seseorang yang dimintai persetujuan saat telah memantapkan pilihan calon pasangan yang mencapai 3,62%.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010
21
STAIN Palangka Raya
Daftar Pustaka Al-Jauzi, Abd. Rahman. Al-Eiqh ‘ala Mazahib al-Arba’a, jilid IV. Djannah, Fathul, dkk. 2003. Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta : LkiS. Dzuhayatin, Siti Ruhaini. 2002. Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1986. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta : Gramedia. Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda : Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan. Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian SurvEI. Jakarta : Pustaka LP3ES. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta : Duta wacana University Press. Umar, Nasarudin. “Perspektif Gender Dalam Islam” dikutip dari Jurnal Pemikiran Islam PARAMADINA . http://media.isnet.org/islam/index.html http://kompas.com/kompas-cetak/0404/19/swara/975360.htm http://www.lbh-apik.or.id/kdrt%2098-02%20data.htm
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 1, Juni 2010