17
STAIN Palangka Raya
KONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA DAN RELASI GENDER TERHADAP MITOS KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN SUKU DAYAK DI PALANGKARAYA oleh: Siminto dan Retno Purnama Irawati ABSTRACT This study is to explore the people’ perceptions about the Dayaknese women reproduction health myth and gender relation that is related to women Dayaknese health in Palangkaraya. This study used descriptive qualitative type. To take sample of this study was done by random sampling. The population target of this study were choosen by using special selection that of the subject of this study were the inhabitant who lives in Palangka Raya without using gender discriminated. The mythes which are related to dayaknese women reproduction health showed that there were some related construction to social and cultural which were full gender imbalances. If they are related to the myth, so the distinction system between woman and man are constructed to some mythes. The above mythes declared that the real constructions were from the way of men to think, so it showed that the wowen had restrictiveness to make action in their daily life. The above mythes declared that the pregnant woman should not sew the cloth, go fishing, sit with the legs crossed, should use rings in her anklet, should abstain to eat some food. It showed that the systems of men thoughts were to delimitate of women actions. The main positive of this study showed the most respondents have got the different perception to this myth of this time. The responses of respondents considered that the mythes were not significant anymore at the present time. The perceptions of respondents came out like this because there are some changes to the way of thinking and their educational level are more and more getting better. Besides that, the old generations had not informed anymore about mythes to their children, with the result that there are some young generation did not know about mythes.
Key words: myth, reproduction, cultural social construction, gender relation
A. PENDAHULUAN Suku Dayak ialah penduduk asli pulau Kalimantan. Kalimantan yang luasnya lima setengah kali pulau Jawa, terbagi menjadi empat propinsi, salah satunya Kalimantan Tengah. Suku Dayak di Kalimantan Tengah terbagi menjadi beberapa suku, diantaranya, suku Dayak Ma’anyan, suku Dayak Ot Danum, suku Dayak Ngaju. Secara geografis, Kalimantan Tengah berada pada posisi 0045’ LU (Lintang Utara) – 3031’ LS (Lintang Selatan) dan antara 1110 – 1160 BT (Bujur Timur). Wilayah Kalimantan Tengah berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur di sebelah Utara, Laut Jawa di sebelah Selatan,
Siminto adalah dosen pada STAIN Palangka Raya dan Retno Purnama Irawati adalah dosen FBS Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
18
STAIN Palangka Raya
Propinsi Kalimantan Barat di sebelah Barat, Propinsi Kalimantan Selatan dan Propinsi Kalimantan Timur di sebelah Timur. Keyakinan asli yang dimiliki oleh suku Dayak ialah Kaharingan atau agama helu, dan keyakinan tersebut, pegang peranan penting dalam adat istiadat dan budaya suku Dayak. Oleh karena itu, mengenal Kaharingan akan memperkuat pemahaman tentang suku Dayak. Kaharingan, asal kata Haring, yang artinya hidup. Kaharingan tidak dimulai sejak zaman tertentu. Keluarga suku Dayak mengenal sistem parentallbilateral, yaitu garis keturunan diambil baik dari pihak ibu maupun pihak bapak. Tempat tinggal setelah perkawinan pada umumnya adalah matrilokal (suami mengikuti isteri). Dalam kehidupan rumah tangga, sejak dulu kala, perempuan Dayak lebih banyak mengerjakan pekerjaan pada ruang domestik, sedangkan laki-laki mendominasi ruang publik. Misalnya laki-laki bertanggung jawab pada masalah keamanan dan keselamatan keluarga, mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, keamanan, politik, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Perempuan lebih banyak hanya terlibat pada kegiatan ritual keagamaan. Dalam kehidupan politik dan pemerintahan, perempuan Dayak masih jauh tertinggal (Widen, 2003). Muncul anggapan, dari segi mentalitas, perempuan Dayak kalah gesit daripada perempuan lainnya di luar Dayak seperti perempuan Jawa, Batak, Manado, Banjar, Sunda, dan lain-lain. Perempuan Dayak boleh dikatakan kurang gesit, lamban, pasif, kurang kreatif, kurang berwibawa, kurang percaya diri dan kurang independen. Kehadiran seorang lelaki baru pada keluarga perempuan memiliki nilai positif karena ia adalah tenaga kerja tambahan dalam keluarga perempuan. Oleh sebab itu kehadiran seorang laki-laki memberikan simbol penting dalam keluarga Dayak, baik ia hadir sebagai menantu atau kelahiran seorang anak laki-laki. Sejak kecilpun anak laki-laki dan perempuan sudah diajarkan untuk bekerja dan mengerjakan pekerjaan sesuai jenis kelaminnya dan sesuai ruang (domestik dan publik) yang dialami oleh ibu dan bapak mereka. Pimpinan adat, tokoh masyarakat, dan yang bisa menjadi wali asbah dalam keluarga (inti dan kerabat), dan yang menjadi saksi dalam pemikahan adalah laki-laki. Status sosial paling tinggi perempuan pada komunitas Dayak hanyalah sebagai wadian atau basir (belian) baik pada ritual penyembuhan orang sakit maupun pada ritual kematian. Kehidupan komunal orang Dayak, baik dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan hukum adat, pemerintahan dan politik masih didominasi oleh kaum lelaki, yaitu dominasi patriarki. Dominasi patriarki, demikian menurut Widen (2003), memang dibentuk oleh nilai-nilai budaya dan pengalaman masa laIu yang kemudian tersosialiasi dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Akibatnya, bahkan hingga sekarang ini, budaya patriarki, secara umum dianggap sebagai "budaya" yang tidak bisa diubah, dan beberapa komunitas di Indonesia, termasuk Dayak menganggap hal itu sebagai bagian dari "kodrat" kaum perempuan. Pada masyarakat suku Dayak di Kalimantan. Pembedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan awalnya tidak ada. Tetapi seiring zaman, telah terjadi pergeseran dari keadaan semula. Pada masa-masa awal, masyarakat suku Dayak tidak mengenal adanya pembedaan dalarn pembagian peran dan juga tanggung jawab, semua sarna. Pemikiran akan adanya kesamaan
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
19
STAIN Palangka Raya
peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan tercipta karena adanya mitos tentang asal-usul laki-laki dan perempuan. Mitos ini menyatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan berasal dari apa yang disebut "Batang Garing". Masyarakat Dayak mengenal sistem kekerabatan bilateral atau bilineal, artinya, garis keturunan dalam satu keluarga Dayak tidak hanya dilihat dari garis ayah (patrilineal), tetapi juga dari garis keturunan ibu (matrilineal). Dalam lingkungan masyarakat, laki-laki dan perempuan Dayak memiliki peran dan tanggung jawab yang sarna. Misalnya, dalam pertemuan kampung tidak hanya dihadiri oleh kaum laki-laki tetapi juga kamu perempuannya, karena adanya paham bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan suara yang sama. Selain itu, laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Dayak juga memiliki andil yang sarna dalam hal penjagaan keamanan. Bahkan dalarn ritual pengobatan, perempuanlah yang menjadi pemeran utama (atau apa yang dalarn masyarakat Dayak disebut dengan balian). Dalam sebuah keluarga, yang menjadi kepala keluarga adalah ayah dan ibu (parental). Berbagai uraian tersebut menunjukan bahwa ada pemahaman tentang persamaan dan kesederajatan dalarn berbagai aspek kehidupan orang Dayak. Akan tetapi, pemahaman ini pun akhirnya tergantikan. Meskipun tidak semua aspek kehidupan orang Dayak mengalami perubahan, tetapi pemahaman tentang kesamaan gender mulai pudar. Pada masa sekarang yang terjadi pada masyarakat Dayak adalah sistem yang menilai segala sesuatunya dengan ukuran laki-laki. Isu tentang gender dan relasi yang ditimbulkan dari perbedaan gender selalu menarik untuk dibicarakan. Banyak terjadi pemahaman yang salah tentang gender. Hal ini mengakibatkan semakin meningkatnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun. Kata gender berasal sendiri dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin (Echols dan Shadily,1986:265). Gender bisa diartikan sebagai suatu konsep yang dipergunakan untuk mendefinisikan perbedaan lakilaki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam pengertian ini adalah suatu bentuk rekayasa sosial masyarakat dan bukanlah sesuatu yang bersifat kodrati. Pengertian gender jelas berbeda dengan pengertian sex atau jenis kelamin. Pengertian gender menurut Nasaruddin Umar dalam http://media.isnet.org/islam/index.html secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi. Istilah sex lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya. Tak seorang pun yang memperdebatkan keberadaan sex atau jenis kelamin pria dan wanita. Seorang feminis menurut Alice Rossi dalam Ratna Megawangi (1999:98) berpendapat bahwa keragaman jenis kelamin menimbulkan perbedaan peran gender yang mempunyai tujuan fundamental untuk kelangsungan hidup spesies manusia. Menurut Rossi, keragaman peran gender ini muncul dari zaman prasejarah kehidupan mamalia dan evolusi primata. Adanya peran feminim ini timbul karena
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
20
STAIN Palangka Raya
pengalaman dari proses reproduksi perempuan (hamil, melahirkan, dan menyusui) yang memunculkan sifat insting keibuan. Alice Rossi dalam Ratna Megawangi (1999) berpendapat bahwa tidak ada satu masyarakat pun yang dapat menggantikan ibu sebagai figur pengasuh. Bila sebuah masyarakat ingin menciptakan pembagian peran reproduksi antara lakilaki dan perempuan maka masyarakat harus sudah siap menerima kemungkinan besar hubungan ibu-anak akan terus mempunyai hubungan emosional yang lebih besar sebagai kenyataan dari proses kehamilan, melahirkan, dan menyusui; daripada hubungan ayah-anak. Melihat betapa penting peran feminim yang dimainkan seorang perempuan sebagai figur ibu, maka sudah sepantasnya apabila hak-hak reproduksi kaum perempuan dilindungi dan dihargai sesuai dengan prinsip keadilan gender. Bahkan agama telah mengatur hak-hak reproduksi perempuan dalam kitab suci dan ajaran agamanya. Kajian-kajian gender menurut Nasarudin Umar, memang tidak bisa dilepaskan dari kajian teologis. Hampir semua agama mempunyai perlakuan khusus terhadap kaum perempuan. Posisi perempuan di dalam beberapa agama dan kepercayaan ditempatkan sebagai the second sex, dan kalau agama mempersepsikan sesuatu biasanya dianggap sebagai as it should be (keadaan sebenarnya), bukan as it is (apa adanya). Ketimpangan peran sosial berdasarkan gender masih tetap dipertahankan dengan dalih doktrin agama. Agama dlibatkan untuk melestarikan kondisi dimana kaum perempuan tidak menganggap dirinya sejajar dengan kaum laki-laki. Tidak mustahil di balik “kesadaran” teologis ini terjadi manipulasi antropologis bertujuan untuk memapankan sturktur patriarkhi, yang secara umum merugikan kaum perempuan dan hanya menguntungkan kelaskelas dalam masyarakat (Nasarudin Umar.1 Relasi gender yang terjalin antara laki-laki dan perempuan suku Dayak ini, yang pada awalnya berjalan serasi, kemudian bergeser menurut sudut pandang laki-laki. Persoalan baru yang muncul adalah masalah hak-hak kesehatan reproduksi perempuan. Mitos-mitos yang berkembang pada masyarakat suku Dayak yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan, masih berpihak kepada laki-laki. Mitos adalah wujud simbolisasi yang dilakukan oleh manusia. Sebagai sebuah ekspresi simbolis, mitos hampir dapat ditemui dalam berbagai gejala kebudayaan di semua masyarakat. Menurut Ernst Casirer (1995), meskipun dalam nalar ilmiah, jalan cerita mitos nampak kacau dan tidak logis, tetapi cerita mitos tidak kehilangan segi penalaran. Koherensinya tergantung pada segi perasaan, bukan logika. Logika mitos menurut Casirer bukanlah logika empiris atau kebenaran ilmiah. Logika itu lebih bermakna filosofis. Mitos menyembunyikan artinya di balik berbagai cerita dan simbol. Mitos adalah buah emosi, dan latar belakang emosional itu mewarnai bauah-buahnya dengan warna khas2. Apa yang dikemukakan oleh Casirer tersebut sejalan dengan pandangan teori strukturalisme Levi-Strauss. Keberadaan mitos dalam suatu masyarakat, menurut Levi-Strauss adalah dalam rangka mengatasi atau memecahkan berbagai 1 2
Nasarudin Umar, “ Perspektif Jender Dalam Islam” dikutip dari Jurnal Pemikiran Islam PARAMADINA
http://dayakbukitmeratus.blogspot.com/2011/08/mitos-simbolis-datu-ayuh-dalam-religi.html
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
21
STAIN Palangka Raya
persoalan dalam masyarakat yang secara empiris tidak terpahami dalam nalar manusia.3 Untuk dapat dipahami secara empiris, maka berbagai persoalan tersebut ditata melalui simbol-simbol. Melalui simbol-simbol inilah manusia kemudian dapat memahami berbagai persoalan yang ada di luar nalar empiris manusia, sehingga apa yang sebelumnya tampak tidak beraturan menjadi tertata rapi. Jadi lewat mitos manusia menciptakan ilusi-ilusi bagi dirinya bahwa sesuatu itu bersifat “logis”. Mitos dengan demikian mampu menjadi media bagi interaksi antar manusia dan kelompok budaya. Mitos dapat menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai dan ajaran tertentu bagi masyarakat. Adapun hak-hak kesehatan reproduksi perempuan seperti 1) hak dalam memilih jodoh, 2) hak dalam aktifitas seksual, 3) hak dalam menentukan kehamilan termasuk penentuan jarak kehamilan, menolak kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi, dibebaskan dari risiko kematian karena kehamilan, dan aborsi, 4) hak pengasuhan anak, masih didominasi oleh kaum laki yang berperan sebagai pemberi keputusan atau yang menentukan. Berbicara mengenai hak kesehatan reproduksi perempuan, sejak awal, alQur’an sudah mewasiatkan untuk berbuat baik kepada orang tua, terutama kepada ibu. Penekanan akan penghormatan kepada ibu karena ibulah yang memang mengalami kesusahan terutama ketika mengandung dan melahirkan. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh al-Qur’an : “Kami wasiatkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tua, karena ibunya telah mengandungnya dengan penuh kesusahan di atas kesusahan dan menyusuinya selama dua tahun, bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu, dan hanya kepada-Ku kamu akan kembali”4. Apa saja hak-hak yang diperhatikan oleh AlQuran dan Hadis yaitu : Pertama, hak menikmati hubungan seksual: Nikah atau kawin pada dasarnya adalah hubungan seksual (persetubuhan). Dalam terminologi sosial, sebagian orang menyebut nikah sebagai penyatuan laki-laki dan perempuan dalam ikatan yang disahkan oleh hukum. Dalam fiqh, mayoritas ahli fiqh mendefinisikan nikah sebagai hak laki-laki atas tubuh perempuan untuk tujuan penikmatan seksual. Meskipun dengan bahasa yang berbeda-beda tetapi ada kesepakatan mayoritas ulama mazhab empat yang mendefinisikan nikah sebagai akad yang memberikan kepemilikian kepada laki-laki untuk memperoleh kesenangan dari tubuh seorang perempuan, karena mereka sepakat bahwa pemilik kesenangan seksual adalah laki-laki.5 Islam hadir untuk menyelamatkan dan membebaskan kaum perempuan dari kehidupan yang menyiksa. Al-Qur’an memberikan kepada kaum perempuan hak-hak yang sama dengan laki-laki. Mereka (perempuan) memiliki hak atas lakilaki dengan baik.6 Karena itu bertitik tolak dari pandangan ini kita bisa merumuskan nikah sebagai suatu perjanjian hukum yang memberikan hak seksual kepada laki-laki dan perempuan untuk tujuan-tujuan yang dikehendaki bersama.
3
Ahimsa-Putra, H.S. Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta : Galang Press. 2001 h. 75-79 4 QS. Luqman, 31: 412 5 Abd. Rahman al-Jauzi, Al-Eiqh ‘ala Mazahib al-Arba’ah, IV, h.2 6 H.R. Abu Daud dan Tarmizi, dalam Sunan Abi Daud I, Hal.61, dan Sunan Tarmizi, hal.190
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
22
STAIN Palangka Raya
Kedua, hak menolak hubungan seksual. Berdasarkan asas keadilan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan, persoalan hubungan hubungan seksual sesungguhnya dapat berlaku terhadap suami ketika dia menolak melayani keinginan seks istrinya. Ibnu Abbas pernah mengatakan “aku suka berdandan untuk istriku seperti aku suka dia berdandan untukku”7 Ucapan ini mengandung arti bahwa suami dan istri perlu saling memberi dan menerima dalam suasana hati yang menggairahkan. Ketiga, hamil pada satu sisi merupakan harapan yang membahagiakan isteri, tetapi boleh jadi pada sisi yang lain merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki. Terlepas apakah kehamilan itu dikehendaki atau tidak, akan tetapi al-Qur’an menyatakan bahwa perempuan yang hamil selalu berada dalam kondisi yang sangat berat dan melemahkan. Tingkat kelemahan itu akan semakin besar menjelang saat melahirkan. Prof. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOg menyebutkan sejumlah masalah gangguan kesehatan yang dialami perempuan yang hamil, antara lain morning sickness (sakit pada pagi hari), hipersalivasi (pengeluaran air liur), kram betis, varises, sinkope (pingsan) dan kaki bengkak. Sementara itu melahirkan bagi perempuan merupakan saat-saat paling kritis dalam kehidupannya. Resiko kematian seakan-akan benar-benar ada di hadapan matanya disebabkan banyak hal. Resiko yang diakibatkan oleh kehamilan dan melahirkan hanya dapat dirasakan oleh perempuan pemilik alat reproduksi. Resiko-resiko tersebut yang paling sering terdengar adalah pendarahan dan keguguran. Alangkah sangat bijaknya pernyataan Nabi SAW yang menyatakan “Kesyahidan itu ada tujuh, selain terbunuh dalam perang sabilillah; orang yang mati karena keracunan lambungnya, yang tenggelam dalam air, yang pinggangnya terserang virus, yang terkena lepra, yang terbakar api, yang tertimbun bangunan dan perempuan yang mati karena melahirkan”. (Hadits riwayat Abu Dawud, anNasai, Ibn Majah dan Ibn Hibban, lihat: al-Mundziri, at-Targhib wa at-Tarhib min al-Hadits asy-Syarif, II/335). Dalam hal ini Nabi memberikan jaminan surga bagi perempuan yang mati karena melahirkan. Kedudukannya di hadapan Tuhan disamakan dengan prajurit di medan perang melawan musuh. Pernyataan Nabi tersebut tidak lain merupakan penghargaan yang tinggi bagi perjuangan perempuan yang mati karena melahirkan. Akan tetapi ada anggapan sebagian orang bahwa karena kematian syahid merupakan pahala yang besar dan ada jaminan masuk sorga, maka mereka kadang tidak perlu merasa harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh. Ini jelas merupakan anggapan yang sangat konyol. Hak atas kesehatan reproduksi dijamin melalui serangkaian konvensi internasional yang juga ditandatangani Pemerintah Indonesia, yaitu UndangUndang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, kesepakatan Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan di Cairo, Mesir, tahun 1994, dan Konferensi Dunia keempat tentang Perempuan di Beijing tahun 1995. Hak atas Ucapan Ibn Abbas selalu ditemukan dalam literature tafsir dalam kaitannya dengan penafsiran atas QS. Al-Baqarah :228 ” dan mereka (perempuan/istri) berhak mendapatkan perlakuan yang baik seperti kewajiban dia (memperlakukan suaminya) 7
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
23
STAIN Palangka Raya
kesehatan reproduksi juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, yang menyebutkan bahwa kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah pandangan masyarakat kota Palangkaraya terhadap mitos kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak di Palangkaraya dan relasi gender yang terjalin berkaitan dengan mitos kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak di Palangkaraya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang pandangan masyarakat kota Palangkaraya terhadap mitos kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak di Palangkaraya dan relasi gender yang terjalin berkaitan dengan mitos kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak di Palangkaraya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami 8. Bogdan dan Taylor dalam Moleong, mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orangorang dan perilaku yang diamati9. Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan. Sifat kualitatif penelitian ini mengarah pada pembahasan permasalahan tentang konstruksi sosial budaya yang membangun mitos kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak di Palangkaraya serta tentang relasi gender yang terjalin berkaitan dengan mitos kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak di Palangkaraya. Kemudian dalam upaya memecahkan masalah penelitian ini, ada tiga tahapan yang dilakukan, yaitu 1) penyediaan data, 2) penganalisaan data dan, 3) penyajian hasil analisa data10. Penentuan sasaran penelitian ini dilakukan dengan cara pengambilan sampel acak (random sampling) sehingga tiap unit penelitian atau satuan elemen populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih11. Sasaran penelitian ini dipilih secara acak dengan pertimbangan subjek adalah masyarakat suku Dayak yang tinggal di kota Palangkaraya, tanpa membedakan jenis kelamin. Data yang akan diperoleh dikumpulkan dengan teknik pengajuan kuesioner dan wawancara bebas. Untuk mendapatkan data tentang mitos kesehatan reproduksi masyarakat suku Dayak, maka teknik pengajuan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah 8
Creswell, J. W. Qualitatif Inquiry and Research Design. California: Sage Publications, Inc. 1998 h.15 9 Moleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya. 1995 h.3 10 Sudaryanto. Metede Dan teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. 1993. h. 5 11 Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. Metode Penelitian Survei, Jakarta : Pustaka LP3ES. 1989. h. 178
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
24
STAIN Palangka Raya
dipersiapkan. Kuesioner dibuat dengan menggunakan model pertanyaan kombinasi terbuka dan tertutup, dimana jawaban kuesioner sudah ditentukan yang disusul dengan pertanyaan terbuka agar responden lebih bebas memberikan jawaban12. Model wawancara terbuka yang dipergunakan adalah wawancara bebas yang mendalam terhadap narasumber, sehingga mampu mendapatkan informasi yang seluas-luasnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Wawancara bebas ini dilaksanakan terhadap narasumber yang merupakan masyarakat suku Dayak yang tinggal di kota Palangkaraya, tanpa membedakan jenis kelamin yang menjadi subjek penelitian ini. Proses analisis data dalam penelitian ini selain dengan penghitungan statistik, juga digunakan tiga proses analisa data yang saling berhubungan, yaitu : reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi 13. Reduksi data melalui penyeleksian dan pemadatan data, lalu dikode dan dikelompokkan. Display data dengan cara menampilkan data-data kualitatif dan statistik dalam bentuk gabungan informasi dan ringkasan terstruktur sehingga memungkinkan untuk dilakukannya penarikan kesimpulan. Proses selanjutnya yaitu penarikan kesimpulan dan melakukan verifikasi data yang mencakup proses penafsiran, pemaknaan data, dan pengujian data. Hal ini perlu dilakukan apabila ditemukan data-data baru akan terus dilakukan revisi data sehingga data selalu valid dan kesimpulan yang diambil bisa tepat pada tujuan. Pemaparan hasil analisis data ini merupakan langkah selanjutnya setelah selesai menganalisis data. Pemaparan hasil analisis ini berisi mengenai segala hal yang ditemuklan dalam penelitian. Pemaparan hasil penelitian dilakukan dengan dua cara yakni dengan mernggunakan metode formal dan informal. Metode formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang. Metode informal adalah penyajian hasil analisis data dengan perumusan mempergunakan kata-kata atau kalimat biasa. Adapun teknik pemaparan hasil analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode informal yang berisi rincian hasil analisis data14. B. PEMBAHASAN Dalam tahap pertama kegiatan penelitian, yaitu persiapan penelitian, kegiatan yang dilakukan meliputi: 1. Penyusunan Instrumen Penelitian Instrumen penelitian dalam penelitian ini berupa kuesioner. Kuesioner mempergunakan pertanyaan kombinasi terbuka dan tertutup. Pertanyaan terbuka dan tertutup memungkinkan responden memberikan jawaban yang lebih leluasa sesuai dengan kondisi responden. Kegiatan penyusunan pertanyaan dalam kuesioner dimulai dengan pemilihan pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui konstruksi sosial budaya yang membangun mitos kesehatan reproduksi 12
ibid Djannah, Fathul, dkk. 2003. Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta : LkiS. 14 Sudaryanto. 1993. Metede Dan teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.1993. h. 145 13
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
25
STAIN Palangka Raya
perempuan Suku Dayak di Palangkaraya serta tentang relasi gender yang terjalin berkaitan dengan mitos kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak di Palangkaraya. 2.
Koordinasi dan Pembagian Tugas Tim Penelitian Koordinasi tugas tim peneliti dirancang untuk dilaksanakan setiap bulan dua sampai tiga kali dengan agenda kerja yang berkesinambungan diantaranya: (1) pendokumentasian pertanyaan yang relevan dengan permasalahan, (2) penyusunan instrumen penelitian berupa kuesioner, (3) penyusunan pedoman penilaian/ pengolahan score, (4) penetapan daerah/tempat distribusi kuesioner, (5) pembagian tugas untuk distribusi kuesioner, (6) penarikan kuesioner, (7) rekam kegiatan subyek penelitian, dan (8) analisis data dan evaluasi. 3.
Hasil dan Pembahasan Sebanyak 100 eksemplar kuesioner disebar secara acak kemudian disebarkan secara acak pula ke masyarakat kota Palangkaraya tanpa mengenal perbedaan jenis kelamin, status pernikahan, dan profesi. Dari 100 kuesioner yang disebar telah kembali 77 eksemplar atau 77 %. Sebanyak 27 Orang (35%) responden berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 50 orang (65%) responden berjenis kelamin perempuan. Adapun sebaran responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Jenis kelamin responden no 1 2
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Jumlah responden Prosentase 27 50
35 65
Adapun total kuesioner yang masuk ditemukan data berupa jawaban responden yang diklasifikasikan sebagai berikut: a. Pandangan Masyarakat Kota Palangkaraya Terhadap Mitos Kesehatan Reproduksi Perempuan Suku Dayak Di Palangka Raya Sebanyak 42 orang (55%) responden masih mempercayai adanya mitos tetapi tidak meyakini kebenarannya. Sedangkan sebanyak 23 (30%) responden mempercayai adanya mitos dan meyakini kebenarannya. Dari jawaban dengan prosentase tertinggi ditemukan fakta bahwa pada mitos “seorang perempuan hamil tidak boleh melihat apalagi sampai menertawakan makhluk hidup yang tidak sempurna fisiknya” menunjukkan angka 38% atau 29 orang responden masih mempercayai keberadaan adanya mitos, mempercayai kebenaran dari mitos tersebut, dan menganggapnya masih relevan untuk masa sekarang. Hanya sebanyak 17 orang (22%) responden yang menganggap mitos tersebut sudah tidak relevan lagi di masa sekarang meskipun mengetahui maksud mitos tersebut. Hal tersebut tampak pada diagram berikut.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
26
STAIN Palangka Raya
Pada mitos “seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh memotong rambut dan bersisir” diperoleh fakta bahwa sebanyak 26 orang (34%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Hanya sebanyak 17 orang (22%) responden yang menganggap mitos tersebut masih relevan untuk masa sekarang. Hal tersebut tampak pada diagram berikut.
Mitos tentang “seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan pisang berimpit (kembar)” didapatkan data dengan prosentase tertinggi sebanyak 27 orang (35%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tahu maksudnya, tetapi menganggap tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Prosentase tertinggi kedua bahwa sebanyak 22 orang (29%) responden masih mempercayai keberadaan adanya mitos, mempercayai kebenaran dari mitos tersebut, dan menganggapnya masih relevan untuk masa sekarang. Gambaran prosentase tersebut tampak pada diagram berikut.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
27
STAIN Palangka Raya
Pada mitos “Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan nanas (sedikit maupun banyak)” didapatkan data bahwa sebanyak 27 orang (35%) responden masih mempercayai keberadaan adanya mitos, mempercayai kebenaran dari mitos tersebut, dan menganggapnya masih relevan untuk masa sekarang. Sedangkan sebanyak 17 orang (22%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Gambaran prosentase tersebut tampak pada diagram berikut.
Adapun pada mitos-mitos yang lain, prosentase tertinggi menunjukkan fakta bahwa responden belum pernah mendengar mitos-mitos tersebut sehingga tidak tahu maksudnya dan menganggap bahwa mitos-mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Data selengkapnya sebagai termuat dalam tabel berikut: Tabel 2. Pandangan Masyarakat Kota Palangkaraya Terhadap Mitos Kesehatan Reproduksi Perempuan Suku Dayak Di Palangka Raya No. 1
Mitos yang Berkembang Seorang perempuan hamil tidak boleh melihat apalagi
Jawaban Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Total Jawaban
Prosentase
29
38
17
22
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
28
STAIN Palangka Raya
sampai menertawakan makhluk hidup yang tidak sempurna fisiknya
2
3
4
5
6
Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh memasak
Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh membuat tapai
Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh memotong rambut dan bersisir
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan sulur (umbutumbutan)
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan nangka
tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
16
21
10
13
5
6
7
9
5
7
14
18
32
42
18
24
16
21
7
9
11
14
29
38
14
18
17
22
12
16
26
34
13
17
9
12
4
5
4
5
18
24
36
47
14
18
8
10
3
4
9
12
46
60
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
29
7
8
9
10
11
12
STAIN Palangka Raya
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan pisang berimpit (kembar)
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan daging
Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh makan ikan yang licin (tidak bersisik)
Seorang perempuan yang telah melahirkan tidak boleh makan ikan yang licin (tidak bersisik)
Seorang perempuan yang telah melahirkan tidak boleh makan makanan yang berbumbu Seorang perempuan
maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
11
14
22
29
27
35
16
21
7
9
5
6
5
6
3
4
10
13
41
53
18
23
3
4
4
5
15
20
40
54
15
20
3
4
3
4
20
26
41
54
9
12
10
13
6
8
25
32
28
36
8 1
10 1
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
30
STAIN Palangka Raya
yang telah melahirkan tidak boleh makan labu kuning (pumkin kuning)
13
14
15
16
17
Seorang perempuan yang telah melahirkan tidak boleh makan sayur nangka
Seorang perempuan yang telah melahirkan tidak boleh makan telur
Seorang perempuan yang telah melahirkan tidak boleh makan ikan kecuali ikan kering
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh minum es
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan nanas (sedikit maupun banyak)
relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya,
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
3
4
12
16
43
57
17
22
12
16
8
10
17
22
34
44
6
8
3
4
6
8
15
19
41
53
12
16
8
10
10
13
16
21
33
43
10
13
14
18
11
14
14
18
24
31
14
18
27
35
13
17
17
22
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
31
18
19
20
STAIN Palangka Raya
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan jantung pisang
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan kulit sapi yang dikeringkan
Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh makan nasi yang telah menginap satu malam (nasi yang dimasak kemarin)
sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu
16
21
4
5
4
5
5
6
17
22
44
57
7
9
3
4
0
0
5
6
62
81
7
9
4
5
6
8
14
18
39
51
14
18
b. Relasi Gender yang Terjalin Berkaitan Dengan Mitos Kesehatan Reproduksi Perempuan Suku Dayak Di Palangkaraya Mitos-mitos yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak ini juga memperlihatkan adanya konstruksi yang berkaitan dengan gender. Beberapa mitos menunjukkan konstruksi yang sebenarnya berasal dari pola pemikiran kaum laki-laki, sehingga memperlihatkan bahwa seorang perempuan mempunyai keterbatasan-keterbatasan bertindak dalam kehidupan keseharian mereka. Seiring dengan berkembangnya jaman, mitos-mitos seputar kesehatan reproduksi perempuan yang timpang gender tersebut, menurut pendapat responden sudah tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini. Hanya pada beberapa mitos saja, responden masih mempercayai mitos tersebut. Pada sebuah mitos “seorang perempuan yang sedang hamil harus diberi gelang pada kedua kakinya” sebanyak 25 orang (33%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Sedangkan
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
32
STAIN Palangka Raya
sebanyak 15 orang (20%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tahu maksudnya, menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Jumlah yang sama besar yaitu 15 orang (20%) responden menyatakan jika belum pernah mendengar mitos tersebut, sehingga tidak tahu maksudnya dan mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Hal tersebut tampak pada diagram berikut ini.
Sementara itu, pada mitos “seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh mandi rambut dibasahi (keramas)” sebanyak 24 orang (31%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Sebanyak 29 orang (38%) responden menyatakan belum pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Hal tersebut tampak pada diagram berikut ini.
Pada mitos “seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh memotong kuku pada malam hari” sebanyak 29 orang (38%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Sebanyak 20 orang (26%) responden juga menyatakan belum pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Hal tersebut tampak pada diagram berikut ini.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
33
STAIN Palangka Raya
Adapun pada mitos-mitos yang lain, prosentase tertinggi menunjukkan fakta bahwa responden belum pernah mendengar mitos-mitos tersebut sehingga tidak tahu maksudnya dan menganggap bahwa mitos-mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Data selengkapnya termuat dalam tabel berikut : Tabel 3. Relasi Gender yang Terjalin Berkaitan Dengan Mitos Kesehatan Reproduksi Perempuan Suku Dayak Di Palangkaraya No.
1
2
3
4
Mitos yang Berkembang Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh satu tempat tidur dengan suaminya
Seorang perempuan yang sedang hamil harus diberi gelang pada kedua kakinya
Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh duduk di depan rumah Seorang perempuan yang
Jawaban Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Total Jawaban
Prosent ase
3
4
5
7
9
12
41
54
18
24
12
16
15
20
25
33
15
20
9
12
5
6
11
14
18
23
28
36
15
19
4
5
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
34
STAIN Palangka Raya
sedang haid tidak boleh menanam pohon
5
6
7
8
9
10
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh memakai jilbab yang dililitkan atau diikatkan di leher Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh memakai handuk yang diikatkan/dililitkan di bahu Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh duduk di depan jendela
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh duduk dengan kaki disilangkan
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh menjahit Seorang
Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
5
7
11
14
31
41
25
33
14
18
13
17
11
14
29
38
10
13
8
10
10
13
16
21
32
42
11
14
6
8
7
9
19
25
35
46
9
12
7
9
7
9
21
28
33
43
8
11
7
9
5
7
9
12
42
55
13 6
17 8
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
35
STAIN Palangka Raya
perempuan yang sedang hamil tidak boleh memakai sarung yang dimulai dari kaki
11
12
13
14
15
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh melangkahi sapu ijuk
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh memancing
seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh menembak dan atau menyembelih binatang Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh mandi rambut dibasahi (keramas)
Seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh memotong kuku pada malam hari
masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
5
7
13
17
42
56
9
12
0
0
1
1
19
25
42
55
15
19
5
6
8
10
16
21
32
42
16
21
20
26
15
20
17
23
23
31
2
3
6
8
12
16
24
31
22
29
13
17
12
16
8
10
29
38
20
26
8
10
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
36
16
17
18
19
20
21
STAIN Palangka Raya
Seorang perempuan yang masih gadis tidak boleh melihat orang yang (sedang) melahirkan Seorang perempuan yang telah melahirkan, baju anaknya (baju anak yang baru dilahirkan tersebut) tidak boleh diperas selama 40 hari Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh membelah kayu
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh dekat-dekat sama kucing
Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh berhubungan intim dengan suaminya Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh menjemur baju dibekas kayu yang ditebang
Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Tidak pernah tahu Pernah mendengar, tahu maksudnya, masih relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang Belum pernah mendengar, tidak tahu maksudnya, sudah tidak relevan di masa sekarang
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
8
10
14
18
17
22
27
35
11
14
14
18
7
9
14
18
30
39
12
16
10
13
10
13
14
18
35
45
8
10
12
16
7
9
13
17
33
43
12
16
9
12
10
13
19
25
23
30
16
21
2
3
4
5
11
14
49
64
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
37
STAIN Palangka Raya
Tidak pernah tahu
11
14
c. Analisis Konstruksi Sosial Budaya Dan Relasi Gender Terhadap Mitos Kesehatan Reproduksi Perempuan Suku Dayak Di Palangkaraya Berdasarkan hasil analisis data, dapat dikemukakan hasil analisis tentang konstruksi sosial budaya dan relasi gender terhadap mitos kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak di Palangkaraya, sebagai berikut. 1) konstruksi gender dalam mitos Mitos-mitos yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi perempuan Suku Dayak ini juga memperlihatkan adanya konstruksi yang berkaitan dengan sosial, budaya, yang sarat dengan ketimpangan gender. Konstruksi sosial budaya tentang laki dan perempuan tampaknya cukup melekat di masyarakat. Hal ini setidaknya terefleksi melalui data kualitatif, yang mana perbedaan laki dan perempuan secara biologis dianggap sebagai hal yang juga mendasari perbedaan secara biologis pada sejumlah hal, misalnya : a) Dari segi fisik laki-laki badannya lebih besar, perempuan lebih kecil. b) Perempuan sangat berbeda dengan laki-laki, perempuan lebih menggunakan perasaan sedangkan laki-laki lebih menggunakan logika. c) Laki-laki lebih kuat dan besar badannya daripada dengan perempuan, hanya kalau perempuan dari segi fisik ada bagian tubuh yang menonjol, seperti: payudara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan laki-laki berbeda dengan perempuan, baik di rumah maupun di luar rumah. Kalau di rumah perempuan membantu ibu dalam mengurus adik, membersihkan rumah, menyiapkan makanan, dan lain sebagainya. Sementara laki-laki lebih banyak bermain, paling mengantar ibu. Pola-pola seperti ini terus terbangun hingga sekarang. Jika dikaitkan dengan mitos, maka pola-pola pembedaan antara laki-laki dan perempuan terbangun pada beberapa mitos. Mitos-mitos tersebut menunjukkan konstruksi yang sebenarnya berasal dari pola pemikiran kaum laki-laki, sehingga memperlihatkan bahwa seorang perempuan mempunyai keterbatasan-keterbatasan bertindak dalam kehidupan keseharian mereka. Mitos-mitos tersebut, misalnya, perempuan hamil tidak boleh menjahit, memancing, tidak boleh duduk dengan menyilangkan kaki, harus memakai gelang kaki, menunjukkan pola-pola pemikiran kaum laki-laki untuk membatasi gerak langkah perempuan. 2) kurangnya pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang kesehatan reproduksi perempuan Kurangnya pengetahuan responden tentang haid (menstruasi) juga tercermin dari masih banyaknya mitos-mitos seputar haid yang direproduksi dan diajarkan pada responden penelitian. Di Kota Palangkaraya, misalnya, ketika responden diminta untuk menyebutkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan saat haid, jawaban terbanyak (54%) adalah saat haid tidak boleh boleh minum es karena darah menjadi beku, selama haid tidak boleh memakan makanan yang pedas, dan tidak boleh tidur siang karena darah haid akan naik menuju mata. Orang tua atau saudara perempuan ketika mengajari atau menasehati responden
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
38
STAIN Palangka Raya
penelitian ini mereproduksi mitos-mitos budaya seputar haid yang tidak berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Berbagai mitos seputar haid tersebut yang terus menerus direproduksi dan diyakini bahkan dijalani oleh informan dan responden penelitian ini merefleksikan skenario budaya (cultural script) dalam masyarakat kita tentang haid yaitu cenderung dipandang patologis, sehingga banyak kekhawatiran terhadap darah menstruasi misalnya dapat dilihat dari pantangan makanan. Pandangan yang salah terhadap aturan agama juga mempengaruhi pandangan terhadap haid, karena saat haid perempuan dilarang untuk sholat dan berpuasa, maka pada masa tersebut perempuan dianggap rentan dekat setan atau mahluk gaib lainnya, sehingga perempuan dilarang keluar malam hari karena akan diikuti oleh setan. Darah haid juga dianggap darah 'kotor' dan tubuh perempuan juga dianggap sedang tidak “suci” oleh karena itu perempuan tidak boleh membuang bagian tubuhnya (menggunting rambut dan kuku) saat haid. Hal ini terkait dengan budaya Islam yang menganggap manusia meninggal harus kembali pada Tuhan dalam keadaan telah disucikan. Dalam pandangan agama Islam, menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut istilah, haid ialah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena sesuatu sebab, dan pada waktu tertentu. Darah haid bersifat normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau pun kelahiran. Darah haid berasal dari penebalan dinding rahim untuk mempersiapkan proses pembentukan janin yang nantinya berfungsi sebagai sumber makanan bagi janin yang ada dalam kandungan seorang ibu. Oleh karenanya, seorang wanita yang hamil, tidak akan mendapatkan haid lagi, begitu juga dengan wanita yang menyusui, biasanya tidak akan mendapatkan haid terutama diawal masa penyusuan. Darah haid pada umumnya berwarna merah kehitaman dan berbau tidak sedap dan keluarnya tidak mengucur seperti keluarnya urine, serta terjadi pada kelaziman masa haid. Seorang wanita yang mendapati darahnya berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman, jika hal itu terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun masa terjadinya haid, para ulama juga berbeda pendapat. Ibnu Mundzir mengatakan: "Ada kelompok yang berpendapat bahwa masa haid tidak mempunyai batasan berapa hari minimal atau maksimalnya". Pendapat ini didukung juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dan memang itulah yang benar berdasarkan Al Quran, Sunnah dan logika. Dalil-dalilnya sebagai berikut: Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri"15. 15
Al-Baqarah: 222
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
39
STAIN Palangka Raya
Adapun maksud "jangan mendekati" disini adalah dilarang bersenggama ketika wanita tersebut sedang mendapatkan haid. Dalam pandangan agama Islam, hukum-hukum agama yang berkaitan dengan perempuan haid adalah sebagai berikut. a) Shalat, diharamkan bagi perempuan haid mengerjakan shalat, baik shalat fardhu maupun shalat sunat dan tidak perlu meng-qadha-nya setelah suci, kecuali jika ia mendapatkan sebagian dari waktunya sebanyak satu rakaat sempurna, baik pada awal maupun akhir waktu shalat tersebut. Hal tersebut dapat diketahui dari hadits berikut. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fathimah binti Hubaisy, “Maka apabila datang haidmu, tinggalkan shalat. Dan apabila telah selesai, cucilah darah darimu (mandilah), lalu laksanakan shalat!” (HR. Al-Bukhari) b) Puasa, diharamkan bagi perempuan haid berpuasa dan berhak mengqadha-nya di hari lain jika yang ditinggalkannya merupakan puasa wajib. Berdasarkan hadist dari Aisyah Radhiyallahu anha : "Ketika kami mengalami haid, diperintahkan kepada kami meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan meng-qadha shalat" (Muttafaqun’alaih). “Dari Abi Said Al-Khudhri ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bukankah bila wanita mendapat haid, dia tidak boleh shalat dan puasa?” (Muttafaqun’alaih). c) Membaca Al-Qur’an, walaupun tidak ada dalil yang melarang wanita haid untuk membaca Al-qur’an, tetapi banyak ulama yang mengharamkannya. Syaikh Utsaimin berpendapat bahwa lebih utama bagi wanita haid tidak membaca Al-Qur’an secara lisan, kecuali jika diperlukan. Misalnya seorang guru yang sedang mengajar murid-muridnya, atau siswa yang sedang belajar dikelas. Adapun aktivitas dzikr yang lain diperbolehkan bahkan dianjurkan. d) Thawaf, diharamkan bagi wanita haid melakukan thawaf di ka’bah, baik yang wajib maupun yang sunat. Dalilnya adalah sebagai berikut. “Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bila kamu mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf di sekeliling Ka`bah hingga kamu suci” (Muttafaqun ‘alaihi). e) Jima (senggama), diharamkan bagi seorang suami menggauli istrinya sampai benar-benar dia dalam keadaan suci. Diharamkan pula bagi sang istri memberi kesempatan kepada suami untuk melakukan hal tersebut. Dalilnya dapat kita lihat kembali dalam Qs. Al-Baqarah ayat 222 di atas. Rasulullah bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, "Lakukan apa saja, kecuali nikah", nikah disini adalah jima. Adapun bercumbu diperbolehkan asal tidak sampai jima. Sedangkan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat Palangkaraya, juga menyebutkan larangan untuk memotong kuku, memotong rambut, dan mencuci rambut selama masa haid. Menurut responden, darah haid merupakan darah 'kotor' dan tubuh perempuan juga dianggap sedang dalam
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
40
STAIN Palangka Raya
keadaan tidak “suci”, oleh karena itu perempuan tidak boleh membuang bagian tubuhnya (menggunting rambut dan kuku) saat haid. Jika sudah selesai haid, maka harus bersuci dan mensucikan potongan kuku dan rambut-rambut yang ikut terlepas. Hal ini terkait dengan budaya Islam yang menganggap manusia meninggal harus kembali pada Tuhan dalam keadaan telah disucikan. Pandangan masyarakat tersebut jika dikaitkan dengan agama Islam secara syar’i, nyata-nyata tidak beralasan. Perempuan haid hanya dilarang untuk shalat, puasa, thawaf, membaca al-Qur’an, dan bersenggama. Saat bersuci ketika sudah selesai masa haid pun, tidak diperintahkan untuk mencuci kuku yang terpotong atau rambut-rambut yang terlepas. 3) faktor sosial dan budaya pembangun mitos Para ahli antropologi, memandang kebiasaan makan merupakan kompleks keseluruhan dari aktifitas yang berhubungan dengan dapur, kegemaran, dan ketidaksukaan pada suatu jenis makanan, pepatah-pepatah rakyat, kepercayaan, larangan-larangan dan takhyul yang berhubungan dengan produksi, persiapan pengolahan makanan dan konsumsi makan sebagai kategori pokok dari kebudayaan (Anderson, 1978). Kebiasaan makan pada kelompok yang didasarkan status hubungan rumah tangga mempengaruhi distribusi makanan kepada anggota kelompok, yang menyangkut mutu dan jumlah makanan. Distribusi makanan didasarkan pada status hubungan antar anggota rumah tangga dan bukan atas pertimbanganpertimbangan kebutuhan gizi (Khumaidi, 1994). Makanan yang sering dimakan oleh sekelompok masyarakat mungkin berbeda dengan makanan yang biasa dimakan kelompok masyarakat lain. Tetapi makanan yang dimakan oleh anggota-anggota satu kelompok masyarakat umumnya tidak banyak berbeda. Pola makan (food pattern) adalah kebiasaan memilih dan mengkonsumsi bahan makanan oleh sekelompok individu. Pola makan dapat memberi gambaran mengenai kualitas makanan masyarakat (Suparlan, 1993). Pola makan pada dasarnya merupakan konsep budaya bertalian dengan makanan yang banyak dipengaruhi oleh unsur sosial budaya yang berlaku dalam kelompok masyarakat itu, seperti nilai sosial, norma sosial dan norma budaya bertalian dengan makanan, makanan apa yang dianggap baik dan tidak baik (Sediaoetama, 1999). Faktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan dalam masyarakat, rumah tangga dan individu menurut Koentjaraningrat meliputi apa yang dipikirkan, diketahui dan dirasakan menjadi persepsi orang tentang makanan dan apa yang dilakukan, dipraktekkan orang tentang makanan. Kebiasaan makan juga dipengaruhi oleh lingkungan (ekologi, kependudukan, ekonomi) dan ketersediaan bahan makanan. Pola makan penduduk di suatu negara atau daerah biasanya berkembang dari makanan yang tersedia setempat atau dari makanan yang ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Di samping itu kelangkaan makanan dan kebiasaan bekerja rumah tangga berpengaruh pula terhadap pola makan (Suhardjo, 1989).
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
41
STAIN Palangka Raya
Kebutuhan makan bukanlah satu-satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar, di samping itu ada kebutuhan fisiologis, seperti pemenuhan gizi ikut mempengaruhi. Setiap strata atau kelompok sosial masyarakat mempunyai pola tersendiri dalam memperoleh, menggunakan, dan menilai makanan yang merupakan ciri dari strata atau kelompok sosial masing-masing (Suhardjo, 1989). Hal ini sesuai Hukum Bennet dengan adanya pembagian strata dalam masyarakat berdasarkan ekonomi, yaitu semakin tinggi pendapatan menyebabkan semakin beragam konsumsi jenis makanan pokok (Hardinsyah dan Suhardjo, 1987). Lingkungan sosial memberikan gambaran jelas tentang perbedaan pola makan. Setiap masyarakat atau suku mempunyai kebiasaan makan berbeda sesuai kebiasaan yang dianut. Masyarakat mengkonsumsi bahan makanan tertentu yang mempunyai nilai sosial sesuai dengan tingkat status sosial yang terdapat pada masyarakat tersebut (Suhardjo, 1989). Konsumsi makanan adalah jumlah makanan baik tunggal atau beragam yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Dalam aspek gizi, tujuan mengkonsumsi makanan adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi makanan dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kualitatif dilakukan dengan melihat jenis-jenis makanan tersebut. Pengukuran kuantitatif dilakukan dengan menggunakan recall konsumsi makanan jangka waktu tertentu dan metode penimbangan, yaitu pengukuran secara langsung pada berat setiap jenis makanan yang dikonsumsi (Gibson, 2005). Pola konsumsi makanan bermutu gizi seimbang mensyaratkan perlunya diverisifikasi makanan dalam menu sehari-hari. Ini berarti menuntut adanya ketersediaan sumber zat tenaga (karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral). Makanan yang beraneka ragam sangat penting karena tidak ada satu jenis makanan yang dapat menyediakan gizi bagi seseorang secara lengkap (Khomsan, 2004). Konsumsi makanan yang beranekaragam, akan menghindari terjadinya kekurangan zat gizi, karena susunan zat gizi pada makanan saling melengkapi antara satu jenis dengan jenis lainnya, sehingga diperoleh masukan zat gizi seimbang (Depkes RI, 2003). Kesadaran pentingnya konsumsi makanan beraneka ragam menyebabkan ketergantungan pada satu jenis makanan (beras) dapat dihindari, sehingga mencegah ancaman ketahanan makanan (Khomsan, 2004). Hidayat (2005) menyatakan rendahnya konsumsi makanan atau tidak seimbangnya gizi makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta menurunnya aktifitas dan produktivitas kerja. Madanijah (2004) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan antara lain faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio budaya, dan religi dan kepercayaan. Banyak simbol religi atau magis yang dikaitkan pada makanan. Dalam agam Islam, kambing sering dikaitkan dengan upacara-upacara penting dalam kehidupan, seperti pada upacara selamatan bayi baru lahir, atau pada khitanan. Dalam agama Katolik, anggur diibaratkan darah Kristus dan roti tubuhnya. Pada
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
42
STAIN Palangka Raya
masyarakat Jawa pada berbagai upacara selamatan dihidangkan nasi tumpeng atau nasi kuning (Almatsier, 2001). Mitos masyarakat Dayak tentang makanan dan pantangan makanan, terbangun dari konstruksi sosial budaya masyarakat suku Dayak sendiri. Sosial budaya yang membangun mitos-mitos tersebut salah satunya berkaitan dengan religi dan kepercayaan, yang terwujud dalam mitos. Beberapa mitos masyarakat suku Dayak menunjukkan pantangan makanan, seperti pantangan bagi perempuan haid, hamil, dan nifas untuk memakan nanas, pisang (terutama pisang kembar), daging, telur, ikan bersisik, ikan tidak bersisik, nangka, dan umbi-umbi yang menjalar. Pantangan makan ini muncul karena ada kepercayaan bahwa makananmakanan tersebut berdampak negatif pada perempuan yang mengkonsumsinya. Mitos masyarakat Dayak tentang makanan dan pantangan makanan juga berkaitan iklim dan cuaca. Masyarakat suku Dayak hidup di hutan Kalimantan yang beriklim tropis, mempunyai flora dan fauna yang khas pada iklim tropis. Buah nanas, pisang, beberapa jenis ikan tertentu (lele dan belut misalnya), dan bahan makanan lain merupakan produk makanan khas iklim tropis. Mitos-mitos yang berkembang di masyarakat Dayak ini banyak yang berkaitan dengan pantangan memakan makanan-makanan tertentu. Dapat dikatakan bahwa persoalan pantangan atau tabu dalam mengkonsumsi makanan tertentu terdapat secara universal di seluruh dunia. Pantangan atau tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya (Sediaoetama, 1999). Dalam ancaman bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu adanya kekuatan superpower yang berbau mistik, yang akan menghukum orang-orang yang melanggar pantangan atau tabu tersebut. Garine yang dikutip oleh Fieldhouse (1995) menyatakan bahwa tabu adalah kebijaksanaan pembatasan/ larangan untuk menghindari makanan tertentu. Beberapa alasan tabu diantaranya adalah: khawatir terjadi keracunan, tidak biasa, takut mandul, kebiasaan yang bersifat pribadi, khawatir, menimbulkan penyakit, kebersihan–kesehatan, larangan agama, pembatasan makanan hewani, karena adanya hewan-hewan tertentu yang disucikan, dan adat/budaya. Garine membagi klasifikasi tabu menjadi: (1) Dipandang dari sudut waktu, tabu sementara dan tabu permanen. (2) Menurut kelompok orang: tabu untuk masyarakat tertentu, secara umum untuk seluruh masyarakat, orang lelaki atau perempuan, tingkat sosial tertentu. Penghindaran sementara diantaranya pada wanita hamil, melahirkan, menyusui, sedang menstruasi, pada bayi, anak selama penyapihan, anak-anak, remaja, dan saat sakit. Leach yang dikutip oleh Fieldhouse (1995) penyebab tabu sampai sekarang masih diperdebatkan, diantaranya berpendapat karena: makanan/hewan tertentu dianggap suci, atau untuk persembahan, mengandung bahaya, mempunyai kekuatan tertentu, dan alasan yang tidak dapat dirumuskan atau tidak diketahui alasannya. Tabu harus dibedakan secara hati-hati dengan penghindaran secara individu dan impirik. Penyebab menghindarinya makanan tertentu karena pengalaman yang terjadi karena pengalaman nyata secara individual, contoh setelah mengkonsumsi berry pasti muntah, atau tidak makan pisang saat hamil,
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
43
STAIN Palangka Raya
karena khawatir bayinya terjadi bercak–bercak coklat pada kulit bayinya (Fieldhouse, 1995). Pantangan makanan harus dibedakan berdasarkan agama dan yang bukan berdasarkan agama atau kepercayaan. Pantangan yang berdasarkan larangan oleh agama atau kepercayaan bersifat absolut, tidak dapat ditawar lagi bagi penganut agama atau kepercayaan tersebut, sedang pantangan atau tabu lainnya masih dapat diubah atau bahkan dihilangkan, jika diperlukan. Tidak semua tabu itu merugikan atau jelek bagi kondisi gizi dan kesehatan. Pantangan merupakan sesuatu yang diwariskan dari leluhur melalui orang tua, terus ke generasi-generasi yang akan datang. Orang tidak lagi mengetahui kapan suatu pantangan atau tabu makanan dimulai dan apa sebabnya. Orang yang menganut suatu pantangan, biasanya percaya bahwa bila pantangan itu dilanggar akan memberikan akibat kerugian yang dianggap sebagai suatu hukuman. Pada kenyataan hukuman ini tidak selalu terjadi bahkan sering tidak terjadi sama sekali. Pantangan atau tabu yang tidak berdasarkan agama atau kepercayaan dapat kita hadapi menurut katagori: (1) tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan. Sebaiknya diusahakan untuk mengurangi, bahkan kalau dapat menghapuskannya, (2) tabu yang memang menguntungkan keadaan gizi dan kesehatan, diusahakan memperkuatnya dan melestarikannya, dan (3) tabu yang tidak jelas pengaruhnya bagi kondisi gizi dan kesehatan, dibiarkan, sambil dipelajari terus pengaruhnya untuk jangka panjang (Sediaoetama, 1999). Harus diakui bahwa tidak semua tabu itu berakibat negatif terhadap kodisi gizi dan kesehatan. Untuk mengambil tindakan yang tepat terhadap suatu tabu, sebaiknya kita telusuri terjadinya tabu tersebut, untuk dapat mengambil kesimpulan, apakah mudah ditanggulangi atau tidak. Tabu makanan sangat erat berhubungan dengan emosi, sehingga tidak mengherankan bahwa pantangan pangan terutama dilakukan oleh wanita atau dikenakan kepada anak-anak yang ada di bawah asuhan atau pengawasan para wanita tersebut. Tampaknya berbagai pantangan atau tabu pada mulanya dimaksudkan untuk melindungi kesehatan anak-anak dan ibunya, tetapi tujuan ini bahkan ada yang berakibat sebaliknya, yaitu merugikan kondisi gizi dan kesehatan. Margaret Mead yang dikutip oleh Soeharjo mengemukakan contoh tabu agama dalam penggunaan sumber pangan, yang dikemukakan pula oleh Marvin Hariss dkk bahwa masyarakat pedesaan India menganggap sapi merupakan binatang yang suci, sehingga tidak diperkenankan dagingnya untuk dimakan. Di beberapa negara berkembang umumnya ditemukan larangan, pantangan atau tabu tertentu bagi makanan ibu hamil. Latar belakang pantangan atau tabu tersebut didasarkan pada kepercayaan agar tidak mengalami kesulitan pada waktu melahirkan dan bayinya tidak terlalu besar. Ada pula penduduk di negara negara Asia yang mempunyai kepercayaan bahwa makanan yang mengandung protein hewani menyebabkan air susu ibu beracun bagi anak bayinya (Suhardjo, 2003). Di dalam wilayah Indonesia ada keyakinan bahwa wanita yang masih hamil tidak boleh makan lele, ikan sembilan, udang, telur, dan nanas. Sayuran tertentu tak boleh dikonsumsi, seperti daun lembayung, pare, dan makanan yang digoreng dengan minyak. Setelah melahirkan atau operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam/nganyep, dilarang banyak makan dan minum,
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
44
STAIN Palangka Raya
makanan harus disangan/dibakar, bahkan setelah maghrib sama sekali ibu tidak diperbolehkan makan (Dinkes Pemalang, 2000). Clark yang dikutip oleh Bobak menulis bahwa wanita-wanita MeksikoAmerika dilarang makan makanan “dingin” seperti cabe, acar (makanan yang disajikan dengan cuka), tomat, bayam, produk-produk dari daging babi dan sebagian besar buah-buahan. Buah-buahan seperti pisang dan anggur serta buahbuahan yang asam lainnya harus dihindari karena keasamannya dan karena buahbuahan tersebut dipercayai menyebabkan pembuluh mekar pada ibu-ibu. Walaupun buah-buahan dan sayur-sayuran juga dilarang dimakan oleh wanitawanita Vietnam yang sedang hamil, kaki dan tulang kaki babi diijinkan untuk dimakan karena kaki babi dipercaya dapat memperbaiki pengeluaran air susu (Bobak, 2002; Sanjur, 1982). Menurut mitos pada masyarakat suku Dayak, makanan yang banyak dipantang oleh perempuan yang sedang haid, hamil, dan nifas; lebih banyak merupakan sumber protein hewani, seperti cumi, udang, ikan sembilan, lele (semua ikan yang berpatil), bahkan ada yang berpantang semua jenis ikan, telur, daging kambing, nanas, durian, terong, jantung pisang, es, gula jawa, dan alkohol. Pantangan makanan tersebut bertujuan agar perempuan yang berpantang makanan tersebut tetap sehat, demikian juga bayi yang dikandung atau dilahirkannya. Responden yang mengetahui makna mitos-mitos tersebut berpendapat cumi harus dihindari karena cumi mempunyai tinta yang berwarna ungu/biru, khawatir saat lahir anaknya pun biru, sebagian lagi khawatir anaknya comong, dan kulitnya berwarna hitam. Ada juga yang menyatakan sebaiknya jangan makan cumi supaya saat lahir anaknya sehat, dan tidak menderita asphiksia dan ada hemangium serta takut kulitnya hitam. Udang merupakan salah satu yang dipantang pada perempuan hamil, karena udang mempunyai sungut, berbentuk membengkok/ melengkung dan dapat berjalan mundur sehingga kalau melahirkan dapat terhalang sungut dan waktunya mundur, sehingga proses persalinannya berjalan lama, dan setelah lahir bayinya tidak bergerak. Responden yang mengetahui makna mitos juga menyatakan bahwa perempuan hamil berpantang makan ikan sembilan, lele, dan semua ikan yang berpatil dan licin, karena bayinya dapat mati dalam kandungan. Menurut mitos, perempuan hamil tidak diperbolehkan untuk memakan semua jenis ikan, karena bila melahirkan darahnya akan amis, sebagian berpendapat daerah sekitar perineum akan berbau amis, sebagian berpendapat air susunya akan berbau amis, sehingga bayinya tidak mau menyusu. Ada juga mitos yang menyatakan bahwa perempuan hamil berpantang makan telur, karena khawatir kalau bayinya lahir nanti akan tidak lincah dan menjadi bodoh. Perempuan hamil juga harus berpantang makan daging kambing, nanas dan durian pada kehamilan muda, karena diyakini dapat menyebabkan abortus. Perempuan hamil muda sebaiknya tidak makan nanas, durian dan daging kambing takut bayinya lahir sebelum waktunya, namun mengkonsumsi nanas setelah hamil tua justru dianjurkan supaya bayinya bersih. Masih menurut mitos yang berkembang di masyarakat suku Dayak adalah adanya jenis sayuran yang dipantang oleh perempuan hamil, yaitu terong dan jantung pisang. Perempuan
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
45
STAIN Palangka Raya
hamil tidak boleh mengkonsumsi terong, karena khawatir kalau bayinya lahir nanti akan mengecil walaupun lahirnya besar. Menurut tinjauan medis, mengkonsumsi pisang, nanas, dan mentimun justru disarankan karena kaya akan viatamin C dan serat yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan melancarkan proses pembuangan sisa-sisa pencernaan. Selain itu, secara medis, perempuan hamil boleh saja mengkonsumsi daging kambing dengan porsi yang wajar, kecuali perempuan hamil yang menderita kelebihan kolesterol atau penyakit jantung. Daging kambing mengandung kadar lemak jenuh yang tinggi sehingga mempengaruhi metabolesme asam urat yang berbahaya bagi penderita koleterol tinggi ataupun penderita penyakit jantung. Ada pula mitos yang menyatakan bahwa perempuan hamil tua tidak diperkenankan minum es karena bayinya akan besar, sehingga akan mempersulit proses persalinan. Menurut tinjauan medis, minum es selama kehamilan tidak akan menyebabkan janin menjadi besar, kecuali jika ibu hamil minum es yang ditambah sirup, madu, atau gula secara berlebihan. Kandungan karbohidrat yang terkandung dalam gula inilah yang menyebabkan bayi memiliki berat di atas normal. Selain kelebihan gula, ukuran janin juga ditentukan oleh faktor genetik dan asupan nutrisi. Orang tua yang bertubuh besar sangat mungkin akan melahirkan bayi yang juga besar. Asupan nutrisi yang baik sangat mempengaruhi perkembangan fisik janin, sehingga janin akan berkembang dengan baik. Beberapa penyakit tertentu, seperti diabetes, juga bisa menyebabkan bayi yang dilahirkan memiliki berat badan yang lebih besar. 4) mitos menurut sudut pandang ilmu medis dan kesehatan Jika ditinjau dari sudut pandang ilmu kesehatan, beberapa mitos tersebut justru membatasi perempuan untuk mendapatkan asupan gizi yang baik selama perempuan tersebut berada pada kondisi haid, hamil, nifas, dan menyusui. Larangan mengkonsumsi daging, ikan, telur, labu kuning, buah nangka, nanas, dan pisang kembar bagi perempuan yang sedang dalam kondisi haid, hamil, nifas, dan menyusui, justru merugikan kesehatan mereka. Akibatnya, muncul masalah kurangnya asupan gizi. Soekirman (2000) mengemukakan bahwa penyebab kekurangan gizi oleh Unicef 1998 tercantum bahwa meski secara tidak langsung namun tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi. Dari sudut sosial ekonomi, tingkat pendidikan ibu rumah tangga merupakan salah satu aspek yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Tingkat pendidikan formal seorang ibu seringkali berhubungan positif dengan peningkatan pola konsumsi makanan rumah tangga. Hal ini termasuk upaya mencapai status gizi yang baik pada anak-anaknya (Koblinsky, et.al, 1997). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita, 2004). Untuk masa sekarang, sebagian besar responden sudah mempunyai pandangan yang berbeda tentang mitos. Responden menganggap bahwa mitosmitos tersebut sudah tidak lagi relevan untuk jaman modern seperti saat ini. Pandangan seperti ini muncul karena perubahan cara berpikir dan tingkat
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
46
STAIN Palangka Raya
pendidikan yang semakin maju. Selain itu, generasi tua sudah tidak lagi menuturkan mitos-mitos tersebut, sehingga banyak generasi muda yang tidak mengetahui mitos-mitos tersebut. C. PENUTUP 1. Pada mitos “seorang perempuan hamil tidak boleh melihat apalagi sampai menertawakan makhluk hidup yang tidak sempurna fisiknya” dari jawaban dengan prosentase tertinggi ditemukan fakta bahwa sebanyak 38% atau 29 orang responden masih mempercayai keberadaan adanya mitos, mempercayai kebenaran dari mitos tersebut, dan menganggapnya masih relevan untuk masa sekarang. Hanya sebanyak 17 orang (22%) responden yang menganggap mitos tersebut sudah tidak relevan lagi di masa sekarang meskipun mengetahui maksud mitos tersebut. Mitos “seorang perempuan hamil tidak boleh melihat apalagi sampai menertawakan makhluk hidup yang tidak sempurna fisiknya” mempunyai maksud bahwa agar seorang manusia, terutama perempuan yang sedang hamil, harus menghargai semua makhluk ciptaan Tuhan bagaimana pun rupa makhluk tersebut. Dari mitos tersebut terkandung keyakinan bahwa adanya ketakutan dan kekhawatiran jika anak yang dikandung akan terlahir cacat atau menyerupai makhluk yang dilihat dan atau ditertawakan oleh ibu si bayi. 2. Pada mitos “seorang perempuan yang sedang haid tidak boleh memotong rambut dan bersisir” diperoleh fakta bahwa sebanyak 26 orang (34%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Hanya sebanyak 17 orang (22%) responden yang menganggap mitos tersebut masih relevan untuk masa sekarang. Dari mitos tersebut terkandung keyakinan bahwa seorang perempuan pada masa menstruasi berada dalam kondisi tidak suci, sehingga tidak boleh melakukan ritual ibadah agama sampai berada dalam kondisi suci. Ketika masa menstruasi usai, seorang perempuan diwajibkan untuk bersuci kembali, termasuk mensucikan rambut-rambut yang terlepas saat bersisir. 3. Mitos lain yang berkaitan dengan perempuan yang sedang haid adalah seorang perempuan haid tidak boleh satu tempat tidur dengan suaminya, karena dikhawatirkan akan melakukan hubungan intim. Larangan tidak boleh tidur seranjang dengan suami memang tidak bisa diterima akal sehat, tetapi larangan untuk berhubungan intim (senggama) semasa haid memang benar secara medis. Bersenggama saat haid menyebabkan infeksi rahim lebih mudah terjadi. Dapat pula terjadi regurgivitasi yaitu darah haid akan masuk ke saluran telur dan mengenai permukaan alat-alt genitalia interna lainnya sepertiindung telur, bagian-bagian uterus (rahim), kandung kemih atau permukaan usus. Bercak-bercak ini disebut endometriosis yaitu endometrium (sel-sel selaput lendir rahim ) yang tumbuh membentuk kista dalam otot rahim, indung telur atau bagian lain dalam panggul. 4. Mitos tentang “seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan pisang berimpit (kembar)” didapatkan data dengan prosentase tertinggi sebanyak 27 orang (35%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tahu
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
47
5.
6.
7.
8.
STAIN Palangka Raya
maksudnya, tetapi menganggap tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Prosentase tertinggi kedua bahwa sebanyak 22 orang (29%) responden masih mempercayai keberadaan adanya mitos, mempercayai kebenaran dari mitos tersebut, dan menganggapnya masih relevan untuk masa sekarang. Dari mitos tersebut terkandung keyakinan bahwa ditakutkan anak yang dikandung akan lahir kembar siam. Pada mitos “Seorang perempuan yang sedang hamil tidak boleh makan nanas (sedikit maupun banyak)” didapatkan data bahwa sebanyak 27 orang (35%) responden masih mempercayai keberadaan adanya mitos, mempercayai kebenaran dari mitos tersebut, dan menganggapnya masih relevan untuk masa sekarang. Sedangkan sebanyak 17 orang (22%) responden pernah mendengar mitos tersebut, tetapi tidak tahu maksudnya, sehingga menganggap bahwa mitos tersebut sudah tidak relevan untuk masa sekarang. Dari mitos tersebut terkandung keyakinan bahwa zat terkandung dalam nanas tidak baik bagi kandungan, menyebabkan janin gagal tumbuh yang mengakibatkan keguguran. Mitos lain yang berkaitan dengan perempuan hamil antara lain perempuan hamil tidak boleh berhubungan intim dengan suaminya, karena ditakutkan menyebabkan keguguran. Menurut tinjauan medis, belum ada penelitian yang membuktikan bahwa hubungan intim menyebabkan keguguran. Jadi sepanjang hal itu tidak menyakitkan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan, ibu hamil boleh-boleh saja melakukannya. Seorang perempuan hamil, dalam mitos suku Dayak di Palangkaraya, tidak diperbolehkan menjahit, melangkahi sapu ijuk, memakai sarung dari kaki, memakai handuk atau kain yang dililitkan di leher. Mitos-mitos tersebut mengandung makna bahwa jika perempuan hamil melakukan pantanganpantangan tersebut, maka ia akan mengalami kesulitan saat persalinan, mengalami pendarahan, dan bayi yang dikandung akan terlilit tali plasenta. Untuk masa sekarang, sebagian besar responden sudah mempunyai pandangan yang berbeda tentang mitos. Responden menganggap bahwa mitos-mitos tersebut sudah tidak lagi relevan untuk jaman modern seperti saat ini. Pandangan seperti ini muncul karena perubahan cara berpikir dan tingkat pendidikan yang semakin maju. Selain itu, generasi tua sudah tidak lagi menuturkan mitos-mitos tersebut, sehingga banyak generasi muda yang tidak mengetahui mitos-mitos tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Ahimsa-Putra, H.S. 1986. “Etnosains dan Ethnometodologi: Sebuah Perbandingan.” Masyarakat Indonesia. XII : 103-133. ________________ 2001. Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta : Galang Press. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. California: Sage Publications, Inc.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
48
STAIN Palangka Raya
Djannah, Fathul, dkk. 2003. Kekerasan Terhadap Istri. Yogyakarta : LkiS. Hardinsyah & Suhardjo. 1987. Ekonomi Gizi. Bogor: Jurusan GMSK IPB. Khumaidi. 1994. Gizi Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Moleong, J. Lexy. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya. Nasaruddin Umar, Perspektif Gender Dalam Islam, dalam http://media.isnet.org/islam/index.html diunduh tanggal 10 Maret 2012. Ratna Megawangi. 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, Bandung:Mizan Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survei, Jakarta : Pustaka LP3ES. Sudaryanto. 1993. Metede Dan teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Suhardjo. 1985. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bogor: Depdikbud, PAU Pangan dan Gizi, dan Institut Pertanian,. Suhardjo. 1989. Sosial Budaya Gizi. Bogor: IPB Press. Suparlan, P. 1993. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 7, Nomor 1, Juni 2013