1
STAIN Palangka Raya
Strategi Belajar Structure Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya (UNPAR) Apni Ranti Abstract This study was aimed at: 1) describing the students’ ‘Structure’ learning strategies, 2) revealing the factors that stimulate the students to apply certain learning strategies, 3) categorizing strategies supported the students to achieve satisfied score, 4) learning obstacles faced by the students. This research was a naturalistic descriptive. The subjects of the research were students of the English Education Study Program of Palangka Raya University who attended ‘Structure’ IV class established by using snowball sampling. Data were collected through observation, in-depth interview, and documentation. The data were analyzed using the techniques proposed by Miles and Huberman, which included data collection, data reduction, data display, and verification. The results of the study show that the English Education Study Program students of Palangka Raya University apply 6 learning strategies. They are cognitive (repeating the lesson, doing the exercises, making notes, highlighting, making summaries, comprehending, remembering, using prior knowledge, and translating), metacognitive (focusing on attention, linking the information, and preparing before class), memory (making sentence patterns), social (asking questions and discussing), compensation (guessing, switching first language (L1) to target language (TL), looking for other references, and using the dictionary), and affective (using relaxation and breathing deeply). The factors that stimulate students to use certain learning strategies are divided into two kinds, namely internal and external factors. Internal factors include attitude, motivation, concentration, intelligence, and habits. External factors include study material, environment, and the lecturer. The most supporting learning strategies in gaining satisfactory scores are cognitive, metacognitive, and memory strategies by doing the exercises, rereading the material, paraphrasing the material, comprehending the material, focusing on attention, and memorizing. Key word: Strategy, Structure Penulis adalah dosen pada Program Studi TBI STAIN Palangka Raya. Menyelesaikan program Magister Humaniora (M.Hum.) di Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2005 Program Studi Linguistik Terapan Konsentrasi Pembelajaran Bahasa. Alamat rumah jalan Christopel Mihing IV No. 10 Palangka Raya, Kode Pos 73111. A. Pendahuluan Pebelajar seusia mahasiswa perguruan tinggi merupakan individu yang dapat digolongkan sebagai orang dewasa. Mahasiswa sebagai pebelajar usia dewasa adalah lebih baik jika diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan karakteristik mereka, khususnya karakteristik psikologis agar mahasiswa tersebut dapat lebih mengembangkan potensi dirinya untuk memilih karakter yang mendukung keberhasilan belajar. Karakterisik psikologis dapat mempengaruhi keberhasilan belajar mahasiswa, yaitu bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain (khususnya saat belajar di kelas), memecahkan masalah, membuat keputusan, membuat rencana belajar, dan juga cara penentuan strategi belajar secara umum.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
2
STAIN Palangka Raya
Mahasiswa dapat dipastikan menyadari bahwa strategi belajar yang digunakan dan diterapkan untuk mempelajari bahan belajar memiliki kemungkinan berbeda dengan apa yang digunakan dan diterapkan oleh mahasiswa lain. Misalnya sebagian mahasiswa lebih senang belajar dengan berdiskusi atau bertanya, dan sebagian yang lain lebih senang belajar sendiri. Sebagian mahasiswa lebih suka memperoleh informasi dengan membaca dan memahami sendiri, sedang yang lain lebih suka mendapatkan informasi lewat berbagai aktivitas. Penentuan strategi belajar dapat disebabkan oleh gaya belajar (learning style), yaitu karakteristik dan preferensi atau pilihan seorang pebelajar dalam belajar. Oxford menyatakan bahwa gaya belajar merupakan salah satu kunci penentu pemilihan strategi 1. Sebagai contoh seorang mahasiswa yang gaya belajarnya cukup santai, apabila menemukan kesulitan dalam menggambarkan atau memaknai kalimat yang tidak diketahui keseluruhan arti kata dalam kalimat tersebut, maka ia akan memilih menggunakan strategi seperti menebak, scanning, atau memprediksi. Berbeda dengan mahasiswa yang analitis, strategi belajar yang digunakan lebih banyak dengan menganalisa perbedaan, mengatur pebelajaran, atau memilah kata dan frase. Akan tetapi, tidak ada satu pun strategi belajar yang lebih baik dari strategi belajar yang lain. Masalahnya, satu strategi mungkin cocok atau sesuai digunakan untuk satu situasi atau satu materi tertentu, tetapi belum tentu untuk situasi atau materi yang berbeda2. Penggunaan strategi belajar seorang mahasiswa dengan mahasiswa lain yang berbeda-beda untuk memahami dan menyerap ilmu yang dipelajari, secara tidak langsung dapat menyebabkan pemerolehan hasil belajar yang berbeda-beda pula. Pebedaan ini secara umum terlihat melalui nilai atau hasil belajar yang diperoleh. Dari sisi mahasiswa, hasil belajar merupakan akhir dari proses belajar dan penentu berhasil atau tidaknya strategi yang digunakan dan diterapkan dalam proses belajar itu sendiri. Akan tetapi, tidak semua mahasiswa mengetahui bahwa cara yang digunakannya untuk belajar disebut dengan strategi belajar. Terdapat beberapa kemungkinan kalau sebenarnya mahasiswa belum mengetahui apa sebenarnya strategi belajar. Kemungkinan mereka hanya merasa nyaman dan mudah apabila menggunakan cara tertentu saat mempelajari bahan belajar, tapi belum mengetahui bahwa sebenarnya cara tersebut merupakan bentuk dari strategi belajar. Mata Kuliah (MK) Structure adalah salah satu Mata Kuliah Keahlian (MKK) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya. Berdasarkan struktur kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya, MK Structure dibagi menjadi empat bagian, yaitu Structure I s.d. IV. MKK ini merupakan salah satu subjek yang cukup sukar dipelajari, khususnya bagi mahasiswa yang tidak mengambil jurusan bahasa semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Sebagian besar mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya terhambat menyelesaikan studi tepat waktu antara lain disebabkan beberapa mata kuliah bersyarat tidak boleh diikuti apabila tidak lulus Structure I. Pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya, mahasiswa yang 1
Oxford, RL., 2002. Language Learning Strategies in a Nutshell: Update and USL Sugestions. Jack C. Richards and Willy A. Renandya (Eds.). Cambridge: Cambridge University Press pg. 127 2 Zaini H., Munthe, B,. Aryani SA, et.al. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Umar Sidik (Ed.). Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan Kalijaga, Pg. 122.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
3
STAIN Palangka Raya
tidak lulus MK Structure I tidak diperkenankan untuk mengikuti MK Structure IIIV dan MK Writing I-IV3. Proses pebelajaran MK Structure menuntut mahasiswa untuk dapat memahami dan mengikuti perkuliahan dengan baik, karena memahami isi perkuliahan tersebut merupakan dasar untuk memahami mata kuliah keahlian lainnya (Listening, Speaking, Reading dan Writing). Untuk dapat memahami dan mengikuti perkuliahan dengan baik, mahasiswa memerlukan strategi yang baik dan tepat guna. Mahasiswa yang tidak atau belum menerapkan strategi untuk belajar Structure memiliki kemungkinan memperoleh hasil belajar yang tidak atau kurang memuaskan. Kemungkinan tersebut dapat dilihat pada lembar jawaban atau hasil kerja mahasiswa yang terwujud dalam nilai. Dari keseluruhan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya yang memprogramkan MK Structure, apabila dilihat dari nilai akhir semester yang diperoleh untuk Structure I s.d. Structure IV, terlihat hasil yang kurang memuaskan. Pada Structure I hampir setengah dari jumlah keseluruhan mahasiswa memperoleh nilai berkisar antara D dan E. Hal ini mengakibatkan jumlah mahasiswa yang sebelumnya 100% pada Structure I, seringkali hanya berjumlah sekitar 25%-30% saja pada Structure IV. Fenomena seperti ini sudah merupakan hal yang umum dan selalu terjadi pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Univeritas Palangka Raya semenjak penulis masih menjadi mahasiswa pada Program Studi tersebut. Memperhatikan nilai akhir MK Structure yang diperoleh dan jumlah mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya yang memprogramkan MK Structure selalu berkurang, menunjukkan diperlukannya suatu investigasi tentang mahasiswa sebagai pelaku belajar (pebelajar). Sehubungan dengan hal itu, penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian deskriptif tentang strategi belajar mahasiswa, khususnya untuk mata kuliah Structure sebagai Mata Kuliah Keahlian (MKK) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya. Beberapa hal yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa saja strategi belajar Structure mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya ? 2. Faktor apa saja yang menyebabkan mahasiswa menggunakan strategi belajar yang telah dipilih? 3. Strategi belajar yang bagaimana dikategorikan sebagai strategi mendukung mahasiswa memperoleh hasil belajar yang memuaskan? 4. Hambatan belajar apa saja yang dihadapi oleh mahasiswa? B. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku pebelajar yang kompleks4. Sebagai tindakan, belajar hanya dialami oleh pebelajar itu sendiri. Pebelajar adalah penentu terjadi atau tidaknya proses belajar. Proses belajar terjadi 3
Tim Penyusun Buku Pedoman. 2003. Buku Pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNPAR Tahun 2000-2004. Palangka Raya: FKIP-UNPAR 4 Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan pembelajaran (Cet. ke-2). Jakarta: PT Rineka Cipta. Pg. 7
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
4
STAIN Palangka Raya
berkat pebelajar memperoleh sesuatu dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Lingkungan yang dipelajari oleh pebelajar dapat berupa keadaan alam, bendabenda, tumbuh-tumbuhan, manusia, hewan, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Oleh karena itu, yang paling mengetahui besarnya manfaat dari kegiatan belajar yang dilakukan adalah pebelajar itu sendiri. Kegiatan belajar menghasilkan perubahan pada diri orang yang belajar. Perubahan pada diri orang yang belajar tersebut ada yang dapat diamati, dan ada yang tidak5. Kegiatan belajar yang dapat diamati misalnya keterampilan mengetik, dan yang tidak dapat diamati seperti berpikir dan mengingat. Dapat dikatakan bahwa belajar tidak berhasil jika setelah beberapa waktu kegiatan belajar berlangsung tidak terjadi perubahan pada diri orang yang belajar tersebut. Sebaliknya proses belajar dinyatakan berhasil apabila terjadi perubahan pada diri orang yang belajar, sesuai dengan tujuan belajar. Belajar adalah suatu proses yang aktif. Maksudnya, orang yang belajar ikut serta dalam proses belajar secara aktif. Orang yang belajar memberikan reaksi atau tanggapan terhadap apa yang terjadi sewaktu berlangsung proses belajar. Jika tidak ada tanggapan, maka hasil belajar tidak ada. Banyak ahli telah mencoba untuk merumuskan dan membuat tafsiran tentang belajar. Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakannya yang berhubungan dengan belajar, dan setiap orang yang mempunyai pandangan berbeda tentang belajar. Misalnya seorang pebelajar yang mengartikan belajar sebagai kegiatan menghapal, akan lain cara belajarnya dengan pebelajar lain yang mengartikan bahwa belajar sebagai suatu proses penerapan prinsip. Oleh karena itu bukanlah hal yang mengherankan apabila perumusan dan tafsiran belajar antara satu ahli dengan ahli yang lain berbeda. Salah satu tokoh behaviorisme, Skinner6, menyatakan bahwa belajar merupakan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan lingkungan, dan terpusat pada hubungan antara perilaku dan konsekuensinya. Sebagai contoh, bila perilaku seseorang diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan, maka ia akan menjadi lebih sering terlibat atau melakukan perilaku tersebut. Misalnya, menyanyikan sebuah lagu, memberikan konsekuensi berupa pujian, tepuk tangan, uang, dan sebagainya, yang mendorong orang tersebut menjadi lebih sering menyanyi. Piaget memandang belajar sebagai perilaku berinteraksi antara individu dan lingkungan sehingga terjadi perkembangan intelek individu. Perkembangan intelektual didasarkan pada tiga pandangan, yaitu: 1) proses dasar, yaitu interaksi terhadap lingkungan, 2) cara bagaimana pengetahuan disusun, dan 3) perbedaan cara berpikir pada tingkatan perkembangan yang berbeda7. Perkembangan intelek setiap individu itu sendiri menurut Piaget melalui empat fase8. Fase pertama sensori motor (usia 0;0-2;0 tahun) yaitu mengenal 5
Hutabarat, E.P. 1995. Cara belajar (Cet. Ke-3). Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Pg. 5 Bell-Gredler, M.E. (1986). Learning and instruction: Theory into practice. New York: Macmillan. Pg. 80-81 7 ibid. Pg. 197-198 8 Flavell, J.H. (1963). The developmental of Jean Piaget. New York: D. Van Nostrand Company. Pg. 86 6
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
5
STAIN Palangka Raya
lingkungan dengan kemampuan sensorik dan motorik. Fase kedua praoperasional (usia 2;0-7;0 tahun), yaitu mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakannya. Pada fase ini individu telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Fase ketiga operasional konkret (usia 7;0-11;0 tahun), yaitu mengembangkan pikiran logis. Individu dapat mengikuti penalaran logis, walau terkadang memecahkan masalah dengan “trial and error”. Fase terakhir operasi formal (usia 11;0-15;0). Pada fase ini individu telah dapat berpikir abstrak seperti orang dewasa. Menurut Gagne, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan melalui pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru9. Timbulnya kapabilitas dirangsang oleh lingkungan, sedang proses kognitif dilakukan oleh pebelajar. Setelah belajar, orang akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Gagne menggambarkan bahwa belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan kegiatan belajar. Akan tetapi, tidak semua bagian dari komponen belajar yang diajukan oleh Gagne ketika belajar bahasa diperoleh oleh pebelajar. Hasil belajar yang diperoleh dari kondisi internal dengan melakukan kegiatan belajar, yaitu keterampilan motorik tidak diperoleh saat belajar bahasa. Bower dan Hilgard menyatakan bahwa: “learning refers to the change in a subject’s behavior potential to a given situation brought about by the subject’s repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explained on the basis of the subject’s native response tendencies maturation, or temporary states”10. Dari beberapa pengertian tentang belajar di atas, dapat diambil suatu pemahaman bahwa belajar merupakan proses internal yang kompleks meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi juga mengalami. Belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri pebelajar setelah beberapa waktu kegiatan belajar berlangsung. Dengan kata lain, hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan atau tingkah laku. 2. Faktor yang Berpengaruh pada Proses Belajar Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses belajar adalah dari faktor internal dan eksternal seorang pebelajar. Proses belajar merupakan hal yang kompleks. Yang menentukan terjadi atau tidaknya belajar, kesemuanya ditentukan oleh pebelajar itu sendiri. Untuk bertindak belajar, seorang pebelajar menghadapi masalah-masalah secara internal. Jika pebelajar tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak dapat belajar dengan baik. Faktor internal yang dialami oleh seorang pebelajar yang berpengaruh pada proses 9
Gagne, M.G. & Briggs, L.J. (1979). Principles of instructional design (2nd ed.). New York: Holt, Rinenhart and Winston. Pg. 7-11 10 Bower, B.S. & Hilgard, E.R. (1981). Theories of learning (5th ed.). Englewood Cliffs: Prentice-Hall. Pg. 5
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
6
STAIN Palangka Raya
belajarnya, antara lain yaitu: 1) sikap terhadap belajar, 2) motivasi belajar, 3) konsentrasi belajar, 4) mengolah bahan belajar, 5) menyimpan perolehan hasil belajar, 6) menggali hasil belajar yang tersimpan, 7) kemampuan berprestasi, 8) rasa percaya diri pebelajar, 9) intelegensi dan keberhasilan belajar, 10) kebiasaan belajar, 11) cita-cita pebelajar11. Selain didorong oleh faktor internal, proses belajar juga didorong oleh faktor eksternal, yang antara lain dapat berasal dari keluarga, sekolah dan lingkungan12. Dari keluarga dapat berupa keadaan ekonomi keluarga. Bagi pebelajar yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke atas, biasanya dapat terpenuhi kebutuhan belajarnya dengan cukup baik, seperti buku-buku atau fasilitas pendukung belajar lainnya. Fasilitas belajar yang cukup lengkap dapat membantu proses belajar lebih baik untuk memperoleh hasil belajar yang diinginkan. Namun, sebaliknya bagi pebelajar yang berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah. Untuk dapat memperoleh hasil belajar yang cukup memuaskan diperlukan usaha keras. Dengan buku-buku dan fasilitas belajar yang terbatas, ia harus pandai mengolah cara belajarnya sedemikian rupa. Mungkin saat KBM di kelas pebelajar tersebut berusaha mencatat, mendengarkan, dan memahami penjelasan pengajar sebaik-baiknya, atau bisa pula dengan cara meminjam buku dari teman dan/atau dari perpustakaan. 3. Pengertian Strategi Belajar Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa Yunani. Sebagai kata benda, strategos, merupakan gabungan kata dari stratos (militer) dan ago (memimpin). Sebagai kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan)13. Pada awalnya strategi berarti kegiatan memimpin militer dalam menjalankan tugas-tugasnya di lapangan. Namun sekarang istilah tersebut sudah diterapkan pula dalam bidang manajemen, bisnis, pengadilan dan juga pendidikan. Apabila diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar, strategi dapat diartikan sebagai suatu seni dan ilmu untuk belajar sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dengan makin luasnya penerapan strategi, Oxford mengemukakan bahwa strategi memiliki hubungan dengan kata taktik – taktik adalah alat untuk memperoleh keberhasilan strategi 14. Menurut Oxford strategi belajar terbagi atas 2 (dua) kelas yaitu strategi langsung (direct strategies) dan strategi tak langsung (indirect strategies)15. Strategi langsung terdiri atas 3 (tiga) kelompok, yaitu strategi memori, strategi kognitif dan strategi kompensasi. Disebut strategi langsung karena pebelajar terlibat secara langsung dengan target pembelajaran. Salah satu contoh misalnya strategi memori, seperti mengelompokkan materi belajar dalam bentuk ringkasan tertulis yang dapat membantu pebelajar lebih mudah mengingat. Untuk mengingat pengelompokan tersebut dapat berupa
11
Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan pembelajaran (Cet. ke-2). Jakarta: PT Rineka Cipta.Pg. 260 Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Ed. rev.). Jakarta: Rineka Cipta. Pg.63 13 Djudju Sudjana, S. (2000). Strategi pembelajaran (Ed. rev.). Bandung: Falah Production. Pg.5 14 Oxford, R.L. (1990). Language learning strategies: What every teacher should know. Boston: Heinle and Heinle. Pg. 7 15 ibid. pg.16-22 12
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
7
STAIN Palangka Raya
penggunaan akronim, atau dengan cara menggunakan warna yang berbeda untuk tiap kelompok. Strategi tak langsung juga terdiri atas 3 (tiga) kelompok, yaitu strategi metakognitif, strategi afektif dan strategi sosial. Disebut strategi tak langsung karena strategi-strategi tersebut mendukung dan mengatur pembelajaran tanpa terlibat secara langsung pada target belajar. Salah satu contoh misalnya strategi afektif, yaitu menenangkan diri dari perasaan gelisah dengan cara mengambil nafas panjang dan dalam. Oxford juga mengatakan bahwa direct dan indirect strategies saling memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Skema strategi belajar yang diajukan oleh Oxford dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 1 Strategi Belajar No
Strategi Belajar
1
Strategi Langsung
2
Strategi Tidak Langsung
Kelompok Strategi Belajar 1. Strategi memori 2. Strategi kognitif 3. Strategi kompensasi 1. Strategi metakognitif 2. Strategi afektif 3. Strategi sosial
4. Pengertian ‘Structure’ (Grammar) Dalam bahasa Inggris, kalimat disusun atas beberapa bentuk bagian kalimat yang berbeda dan digabung berdasarkan aturan gramatikal. Sistem bahasa tersebut merupakan suatu bentuk mekanisme formal untuk mempermudah penyampaian informasi16. Untuk membentuk kalimat berbahasa Inggris yang benar harus diketahui hubungan antar pola, misalnya bentuk kata kerja dan waktu terjadinya kegiatan yang lebih dikenal dengan sebutan tenses. Bagi manusia, bahasa merupakan fungsi kognitif terpenting yang ditampilkan. Bukanlah hal yang mengherankan jikalau pada akhirnya penelitian tentang bahasa menjadi suatu dasar dari penelitian proses informasi manusia. Menurut Kridalaksana17, Grammar atau tata bahasa disebut pula dengan istilah struktur, tata bahasa, struktur gramatikal, atau kaidah bahasa. Istilahistilah tersebut merujuk pada pengertian yang sama dengan gramatikal, yaitu sebagai subsistem dalam organisasi bahasa di mana satuan-satuan bermakna bergabung untuk membentuk satuan-satuan yang lebih besar. Candlin menyatakan bahwa tata bahasa merupakan jembatan antara konsep dan konteks18. Melalui tata bahasa, pebelajar dapat membuat kalimat yang efektif dan dapat berbaur dalam lingkungan komunikasinya. Tata bahasa sebagai alat sosial mendorong saling ketergantungan antara bentuk dan fungsi, 16
Lindsay, P.H. & Norman, D.A. (1977). Human information processing: An introduction to psychology. (2nd ed.). London: Academic Press, Inc. Ltd. Pg. 493 17 Nurgiyantoro B., (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. (Ed. Ke-3). Yogyakarta: PT BPEE. Pg. 200 18 Rutherford, W.E. (1987). Second language grammar: Learning and teaching. New York: Longman Pg. viii
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
8
STAIN Palangka Raya
sehingga dapat difahami tata bahasa dalam hubungannya dengan semantik dan pragmatik yang benar-benar disusun dalam konteks penggunaan bahasa. Seorang anak memperoleh atau belajar bahasa ibu (L1) dengan jalan mengetahui struktur dan fungsi bahasa, dan secara aktif ia berusaha untuk mengembangkan keterampilan berbahasa menurut cara yang diperolehnya dari lingkungan. Gorrel dan Laird menyatakan bahwa grammar merupakan suatu pembelajaran penting sebagai bagian dari informasi esensial untuk banyak dasar pendidikan19. Pebelajaran tata bahasa Inggris haruslah difokuskan pada pola dasar kalimat, karena pola utama kalimat berbahasa Inggris diasumsikan memiliki inti penting dari banyaknya pertimbangan tata bahasa. Gorrel dan Laird juga menyatakan bahwa pengetahuan seseorang tentang tata bahasa dikatakan dapat membantu meningkatkan kemampuan bahasanya sebagai seorang penulis atau pembicara. Tidak dapat dipungkiri bahwa tata bahasa merupakan alat untuk memperlancar jalannya komunikasi20. Contoh sederhana misalnya: “Hi, I am Yasya” atau “Hai, (nama) saya Yasya”. Dalam hal ini pembicara menggunakan pengetahuan tata bahasanya dan menunjukkan bagaimana pengetahuan tentang tata bahasa tersebut dalam penggunaan yang seharusnya. Dari pernyataan yang diucapkan pembicara, lawan bicaranya dapat memahami maksud pembicaraan pembicara dengan baik, yaitu memperkenalkan diri. Lain halnya jika pembicara tidak memiliki pengetahuan tentang tata bahasa dan mengucapkan kalimat tersebut dengan “Yasya hi I (am)” atau “Yasya hai saya”. Keadaan seperti ini besar kemungkinan memunculkan kebingungan pada lawan bicara, dan menghambat kelancaran komunikasi. Brown dalam Teaching by Principles memberikan definisi tentang tata bahasa sebagai sistem penentu kaidah penyusunan dan hubungan kata di dalam kalimat yang secara tekhnis lebih mengacu pada kaidah tataran kalimat21. Menurut Richards, Platt dan Weber grammar is a description of the structure of a language and the way in which linguistic units such as words and phrases are combined to produce sentences in the language22. Grammar merupakan suatu deskripsi tentang susunan bahasa dan cara bagaimana satuan bahasa seperti kata dan frase dikombinasikan untuk dapat menghasilkan kalimat dalam bahasa yang diinginkan. Nunan memberi tiga gambaran tentang grammar: a. Suatu analisis susunan bahasa. b. Suatu analisis struktural yang menggambarkan bahasa yang digunakan oleh manusia c. Suatu tingkatan susunan struktural yang dapat dipelajari secara terpisah dari bidang fonologi dan semantik.
19
Gorrel, R.M. & Laird, C. (1962). Modern English handbook (3rd ed.). Cambridge: Prentice-Hall. Pg. 201-203
20
O’Shannessy, C. (1995). Testing grammar. Guidelines a periodical for classroom language teachers. Vol 17 No.2 December 1995, 43. pg.32 21 Brown,HD.(2001). Teaching by principles: An interactive approach to language pedagogy (2nd ed.). New York: Longman. Pg.362 22 Nunan, D. (1999). Second language teaching and learning. Boston: Heinle & Heinle. Pg.97
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
9
STAIN Palangka Raya
Secara umum yang dipelajari dalam tata bahasa (grammar) adalah tentang kata dan fungsi bahasa yang mencakup bidang fonologi (pelafalan), morfologi (bentuk-bentuk infleksi/perubahan), syntax (hubungan antar kata dalam frase, klausa, dan kalimat) dan semantik (pemaknaan kata)23. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa tata bahasa (grammar) merupakan suatu subsistem dalam organisasi bahasa di mana satuan-satuan bermakna bergabung untuk membentuk satuansatuan yang lebih besar, seperti kata-kata yang disusun menjadi frase, klausa, kalimat, atau paragraf. Tata bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan orang lain, yaitu sebagai alat memperlancar jalannya komunikasi. Selain itu, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang tata bahasa juga dapat membantu meningkatkan kemampuan bahasanya sebagai seorang penulis atau pembicara. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan bertempat di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya. Penelitian ini merupakan penelitian naturalistik kualitatif, dengan objek penelitian adalah strategi belajar Structure yang digunakan oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris dan subjek penelitian adalah 7 (tujuh) mahasiwa yang dipilih dengan menggunakan tekhnik snowball sampling. Data diperoleh dengan menggunakan tekhnik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian dianalisis dengan menggunakan model yang ditawarkan oleh Miles and Huberman yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan24. D. HASIL PENELITIAN 1.
Strategi Belajar Structure Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya (UNPAR) Berdasarkan temuan penelitian, strategi belajar yang ditunjukkan oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris selama penelitian memperlihatkan kecenderungan mahasiswa lebih banyak menggunakan strategi kognitif, metakognitif, dan sosial. Menurut dosen pengampu MK Structure, keadaan yang dilihat selama penelitian merupakan tindakan yang juga dilakukan mahasiswa dalam kelas-kelas MK Structure sebelum penulis melakukan penelitian. Menurut mahasiswa, dengan menggunakan strategi kognitif, metakognitif, dan sosial untuk belajar Structure lebih memudahkan mereka memahami materi. Selain itu, tindakan yang dilakukan mahasiswa di kelas terlihat tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapinya saat itu. Di dalam kelas mahasiswa kebanyakan mengandalkan beberapa kegiatan yang dapat dikatakan sebagai 23 24
House, H.C. & Harman, S.E. (1950). Descriptive English grammar (Revised by Susan Emolyn Harman). New York: Prentice-Hall.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis data kualitatif (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press. Pg.20
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
10
STAIN Palangka Raya
strategi belajar untuk memahami materi MK Structure. Di saat suasana kelas terasa cukup menyenangkan, mahasiswa akan bertanya atau berdiskusi dengan sesama mahasiswa atau pada dosen pengampu sesekali untuk mengerjakan soal-soal latihan individual atau kelompok. Mahasiswa juga menggunakan kamus atau referensi lain seperti buku Let’s write English yang sebenarnya merupakan bahan ajar MK Writing yang menunjukkan mahasiswa menggunakan strategi kompensasi. Apabila suasana kelas terasa kurang menyenangkan, maka mahasiswa menggunakan strategi afektif, yaitu dengan lebih banyak diam dan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan di dalam kelas baik selama perkuliahan berlangsung atau pada saat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh dosen. Akan tetapi, penggunaan strategi afektif paling jarang digunakan oleh mahasiswa, karena perasaan takut dan was-was tidak selalu muncul pada tiap mahasiswa. Seperti kegiatan perkuliahan pada umumnya, dosen menjelaskan materi dan mahasiswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh dosen. Demikian pula pengkondisian KBM Structure IV yang terlihat selama penelitian. Dalam kegiatan timbal balik tersebut, mahasiswa memperhatikan penjelasan yang diberikan oleh dosen dan sering membuat catatan atau menandai hal-hal yang mereka anggap penting. Saat jawaban soal latihan dibahas bersama, mahasiswa yang tidak mendapat giliran akan mendengarkan jawaban yang diberikan oleh mahasiswa lain yang mendapat giliran. Mereka mencocokan jawaban yang mereka buat dengan jawaban yang dibuat oleh mahasiswa tersebut dan mencatat kembali jikalau jawaban yang dibuat salah atau kurang tepat. Tindakan yang dilakukan mahasiswa dengan memperhatikan penjelasan dosen, memahami materi, mengulang-ulang pelajaran, mengerjakan latihanlatihan, membuat catatan, dan menandai hal-hal yang dianggap penting, merupakan beberapa bentuk dari strategi belajar metakognitif dan kognitif. Dengan menggunakan strategi metakognitif, mahasiswa dapat mengontrol kognisinya sendiri untuk memfokuskan diri pada materi yang dipelajari. Umpan balik dari strategi kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan tepat, dan dapat mengoreksi kesalahan belajar yang dilakukan mahasiswa. Mahasiswa dapat menggunakan pemahaman dan catatan yang dibuatnya untuk dapat lebih memahami materi selanjutnya. Dengan mengulang-ulang pelajaran dan sering latihan, mahasiswa juga menjadi lebih mudah ingat dan hapal tentang materi yang dipelajarinya. Belajar dengan memanfaatkan kognisi sifatnya lebih permanen dan informasi yang dimiliki lebih memungkinkan untuk dipanggil kembali jika diperlukan, dan dapat pula ditransferkan. Berdasarkan kegiatan belajar yang dilakukan mahasiswa – baik sebelum, saat dan sesudah KBM, terdapat enam strategi utama yang digunakan untuk mempelajari Structure, yaitu kognitif, metakognitif, sosial, kompensasi, memori, dan afektif. Skema strategi belajar Structure yang digunakan oleh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
11
STAIN Palangka Raya
Tabel 2 Strategi Belajar Structure Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris UNPAR No
Kelompok Strategi Belajar
1
Kognitif
2
Metakognitif
3
Sosial
4
Memori
5
Kompensasi
6
Afektif
Strategi Belajar 1. Mengulang pelajaran 2. Mengerjakan latihan 3. Membuat catatan 4. Meringkas 5. Menandai hal-hal penting 6. Memahami 7. Mengingat-ingat materi 8. Menerjemahkan 9. Memperhatikan 10. Menggunakan pengetahuan yang dimiliki 11. Mengaitkan informasi yang telah diketahui dengan yang belum 12. Mempersiapkan diri sebelum perkuliahan 13. Bertanya 14. Berdiskusi 15. Membuat pola-pola kalimat/menghapal 16. Menebak 17. Mengganti dari L1 ke TL 18. Mencari atau menggunakan referensi lain 19. Menggunakan kamus 20. Menggunakan relaksasi 21. Menarik nafas panjang
Tabel 3 Kelompok Strategi yang Digunakan Responden Penelitian No.
Responden
No. Strategi *
Total
% (N=75)
1.
Z.F.
6, 7, 13, 14, 15, 16, 18, 19
8
10,7
2.
A.K.
1, 2, 6, 7, 10, 11, 13, 14, 15, 16
10
13,4
3.
L.A.
1, 2, 3, 5, 7, 10, 11, 13, 14, 15, 17, 18, 19
13
17,3
4.
J.F.R.
1, 2, 3, 5, 6, 8, 11, 12, 13, 14, 15, 18
12
16
5.
Mw.
2, 3, 5, 6, 7, 9, 11, 13, 14, 20
10
13,4
6.
N.F.
1, 2, 3, 5, 6, 9, 13, 14, 15, 18, 21
11
14,6
7.
Ag.
1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 13, 14, 15, 18
11
14,6
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
12
STAIN Palangka Raya
TOTAL
75
100
* Lihat lampiran
Dalam penelitian ini, untuk mengelompokkan penggunaan strategi belajar digunakan analisis rataan SILL (Strategy Inventory for Language Learning) yang ditawarkan oleh Oxford25, sebagai berikut: Classification
Frequency of use
Average score
High
Always or almost always true of me Usually used
4.5 to 5.0
Medium
Sometimes used Generally not used
2.5 to 3.4
Low
Never or almost never used
1.0 to 1.4
3.5 to 4.4
1.5 to 2.4
Tabel 4 Penggunaan Strategi Belajar Structure Berdasarkan Analisis Rataan SILL No.
Responden
Kognitif
Metakog.
Memori
Sosial
Kompens.
Afektif
1
Zulfan, F.
3
0
2
5
3
0
2
Aspania Klorinsa
5
4
3
3
3
0
3
Lia Agustina
5
4
2
4
5
0
4
Juli Fajriatur Ridha
4
4
3
4
4
0
5
Maswanah
4
5
0
3
0
2
6
Nailul Fauziah
4
4
2
4
3
2
7
Anggriani
5
4
3
4
3
0
TOTAL
30
27
15
27
21
4
Mean
4,28
3,85
2,14
3,85
3
0,57
Klasifikasi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah
Berdasarkan tabel di atas, penggunaan strategi kognitif, metakognitif, dan sosial yang digunakan oleh mahasiswa masuk dalam kelompok tinggi, yaitu kognitif (4,28), metakognitif dan sosial (3,85). Strategi memori dan kompensasi masuk dalam kelompok sedang, yaitu memori (2,14) dan kompensasi (3). Sedang strategi afektif masuk pada kelompok rendah, yaitu (0,57). Profil keseluruhan strategi yang digunakan oleh tujuh responden penelitian dapat ditampilkan dalam kurva, sebagai berikut:
25
Kayad, F.G. (1999). Language learning strategies: A Malaysian perspective. Christoper Ward dan Willy Renandya (Eds.). Singapura: SEAMEO Regional Language Centre.Pg.26
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
13
STAIN Palangka Raya
5
4
3
2
1
Mean 0 Kognitif
Metakognitif
Memori
Sosial
Kompensasi
Afektif
Strategi Belajar
Gambar. Kurva Strategi Belajar Structure Mahasiswa Program Studi Pend. Bahasa Inggris UNPAR 2. Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Strategi Belajar Faktor yang mempengaruhi belajar dapat berasal dari dalam diri (internal) ataupun dari luar (eksternal) mahasiswa26. Faktor internal yang diperoleh selama penelitian yang berpengaruh pada proses dan penggunaan strategi belajar mahasiswa adalah sebagai berikut: a. Sikap terhadap belajar Sikap yang mahasiswa tunjukkan saat perkuliahan Structure menunjukkan beberapa hal yang menentukan gaya belajarnya. Ada mahasiswa yang menunjukkan sikap suka, gugup, atau biasa-biasa saja saat perkuliahan Structure. Apabila mahasiswa sedang merasa senang dan merasa nyaman mengikuti KBM, mahasiswa akan berpartisipasi aktif di dalam KBM dengan cara bertanya, menjawab, atau berdiskusi dengan teman atau dosen. Berbeda dengan mahasiswa yang merasa takut atau gugup. Mahasiswa akan menjadi lebih banyak diam dan berusaha bertindak aman dengan tidak banyak berbicara dan bertanya walau ia kurang memahami materi yang diajarkan. b. Motivasi belajar Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Agar mahasiswa memiliki motivasi belajar yang kuat, perlu diciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Suasana kelas yang nyaman dan tidak tegang seperti pada kelas Structure IV yang diampu oleh pengampu II,
26
Suwarna Pringgawidagda. (2002). Strategi penguasaan berbahasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. pg.90
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
14
STAIN Palangka Raya
memotivasi mahasiswa untuk mau belajar lebih giat dengan banyak bertanya pada dosen kapanpun mahasiswa merasa membutuhkan bantuan. c. Konsentrasi belajar Konsentrasi belajar merupakan kemampuan mahasiswa memusatkan perhatian pada pelajaran. Salah satu cara yang digunakan mahasiswa untuk belajar Structure adalah dengan menunda berbicara tentang hal lain sementara dosen menjelaskan materi. Cara yang digunakan mahasiswa tersebut merupakan salah satu bagian dari strategi metakognitif, yaitu mahasiswa menentukan sendiri cara yang diinginkannya agar dapat lebih mudah memfokuskan perhatiannya pada pelajaran. d. Intelegensi Mahasiswa yang memiliki intelegensi di bawah rata-rata lebih memilih untuk banyak diam dan mengalir saja mengikuti irama yang diterapkan dalam KBM. Untuk memahami materi yang kurang atau belum dipahami, biasanya mahasiswa tersebut akan lebih banyak bertanya pada teman yang dianggapnya lebih menguasai tentang materi yang belum dipahaminya. Lain halnya dengan mahasiswa yang memiliki intelegensi rata-rata atau di atas normal. Mereka akan menggunakan macam cara atau strategi untuk dapat memahami materi Structure yang kurang atau belum dipahami. e. Kebiasaan belajar Ada kebiasaan belajar mahasiswa yang kurang baik seperti, belajar hanya pada saat akan ujian. Misalnya ada ujian Structure, sehari sebelum ujian diadakan mahasiswa tersebut baru sibuk mempelajari bahan belajar atau materi yang akan diujikan. Selain itu, belajarnya juga tidak teratur – semaunya, kapanpun ia ingin belajar. Salah satu kebiasaan belajar kurang baik lainnya adalah menyia-nyiakan kesempatan belajar. Misalnya ketika mahasiswa memiliki kesempatan untuk lebih memahami materi yang kurang atau belum dipahaminya dengan bertanya pada dosen, mahasiswa tidak memanfaatkan kesempatan tersebut. Sebaliknya dengan kebiasaan belajar yang baik. Sebagai contoh mahasiswa yang diberikan oleh dosen pekerjaan rumah. Mahasiswa yang baik langsung mengerjakan pekerjaan yang diberikan ketika sampai di rumah meski tidak dapat diselesaikan semua dalam satu waktu. Namun, ia tetap berusaha menyelesaikan tanpa menya-nyiakan waktu yang tersedia untuk belajar. Kebiasaan lainnya adalah mahasiswa yang merangkum catatan yang dibuatnya di kelas dengan menggunakan bahasa sendiri untuk mempermudah memahami materi. Mahasiswa yang memiliki kebiasaan belajar yang baik, pasti akan memanfaatkan segala kesempatan belajar yang dapat membantunya untuk lebih memahami materi yang kurang atau belum dipahaminya. Selain beberapa faktor internal tersebut di atas, terdapat pula faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi strategi belajar mahasiswa, sebagai berikut: a. Bahan Belajar Bahan belajar Structure yang cukup sulit dapat menyebabkan mahasiswa memilih alternatif berupa penggunaan referensi lain yang lebih mudah dipelajari dan dipahami untuk memperjelas bahan belajar yang cukup sulit dipahaminya. Usaha lain yang dilakukan mahasiswa selain hal tersebut
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
15
STAIN Palangka Raya
adalah dengan melakukan diskusi dengan sesama mahasiswa atau bertanya langsung dengan dosen. b. Lingkungan Apabila lingkungan belajar di sekitar mahasiswa merupakan lingkungan yang lebih memilih untuk belajar dari pada bermain atau chatting, terkadang dapat membuatnya terbawa pada apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya tersebut. Misalnya seorang mahasiswa yang memiliki pertemanan dengan mahasiswa yang terbiasa untuk memfokuskan diri pada pebelajaran sedikit banyak akan terpengaruh untuk ikut berbuat seperti temannya, dan demikian pula sebaliknya. c. Dosen Dosen adalah subjek pebelajar yang berhubungan langsung dengan mahasiswa. Dosen dapat menyebabkan seorang mahasiswa menentukan strategi yang digunakannya dalam belajar. Apabila mahasiswa merasa nyaman dengan pebelajaran dan suasana yang diberikan oleh dosen, maka ia akan senang hati bertanya pada dosen tanpa beban dan memusatkan perhatian belajarnya. Sebaliknya jika merasa kurang nyaman dengan pebelajaran dan suasana yang diberikan oleh dosen, mahasiswa menjadi malas bertanya dan memiliki kesukaran untuk memusatkan perhatiannya. Dosen dengan penampilan dan pembawaan yang berwibawa terkadang juga dapat menyebabkan mahasiswa merasa tertekan dan takut untuk melakukan kesalahan. Padahal dalam pebelajaran, membuat sedikit kesalahan merupakan hal yang alami. Disebabkan rasa tertekan, segan, dan takut berbuat salah, mahasiswa lebih memilih untuk bertanya atau berdiskusi dengan sesama mahasiswa dari pada bertanya dengan dosen yang bersangkutan, atau berusaha mencari referensi lain yang lebih mudah untuk dipahami. 3.
Strategi Belajar yang Mendukung Perolehan Hasil Belajar Strategi belajar yang diterapkan oleh mahasiswa untuk mempelajari Structure memiliki peran penting menentukan nilai akhir, entah itu memuaskan, cukup memuaskan, dan kurang memuaskan. Dengan bertanya dan berdiskusi – baik dengan sesama teman satu angkatan, kakak tingkat, atau dosen, mencari referensi lain, atau menggunakan bantuan kamus, sedikit banyak membantu mahasiswa lebih mudah memahami materi. Dengan memahami materi lebih baik, mahasiswa berharap dapat memperoleh nilai akhir sesuai dengan apa yang diinginkannya. Nilai akhir yang diperoleh mahasiswa pada akhir semester sebenarnya tidak dapat menentukan secara pasti bahwa strategi yang digunakannya tepat, ataupun kurang tepat. Berdasarkan Tabel 8 di atas, strategi belajar yang cukup mendukung mahasiswa untuk memperoleh hasil belajar Structure yang memuaskan adalah dengan menggunakan strategi kognitif, metakognitif, dan memori, diikuti oleh strategi kompensasi, afektif, dan sosial. Dengan memadukan strategi belajar tersebut mahasiswa memiliki banyak kesempatan untuk lebih memahami materi Structure. Apabila dilihat secara keseluruhan, hasil belajar Structure terlihat lebih memuaskan karena didukung oleh kesemua strategi belajar. Alasannya adalah, untuk memahami materi mahasiswa perlu memperhatikan penjelasan dosen. Dari
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
16
STAIN Palangka Raya
apa yang dijelaskan oleh dosen, mahasiswa mencatat dan menarik kesimpulan, kemudian membuat peta-peta semantik yang dapat memudahkan untuk mengingat/menghapal materi. Pada saat mahasiswa mengalami kesukaran untuk memahami materi, mahasiswa memerlukan wadah bertanya dan berdiskusi, serta referensi lain yang mendukung. Kemudian pada saat mahasiswa merasa kurang nyaman, ia akan menenangkan diri untuk mempermudah mengikuti dan memahami materi dalam KBM. Keberhasilan suatu strategi belajar dapat dilihat dari semakin bertambahnya pengetahuan mahasiswa tentang tata bahasa yang dipelajarinya selama mengikuti perkuliahan Structure. Sebagai contoh, mahasiswa yang pada awalnya tidak tahu atau kurang mengerti seperti apa adjective phrase, menjadi lebih tahu tentang hal tersebut setelah melalui banyak proses. Misalnya dengan mengerjakan latihanlatihan, mencari referensi yang menjelaskan tentang adjective phrase, bertanya, berdiskusi, dsb. Nilai akhir semester yang diperolehnya bisa jadi hanya “C”. Akan tetapi hurup C bukan berarti bahwa mahasiswa tersebut tidak mengerti atau tidak memiliki pengetahuan tentang materi yang diujikan. Suatu penyebab yang selalu mungkin terjadi antara lain adalah karena kekuranghatian mahasiswa saat menjawab soal. Sebenarnya ia tahu jawaban yang benar dan tepat untuk suatu soal, tetapi karena kecerobohannyalah maka nilai akhir yang diperoleh tidak seperti yang diharapkan. 4. Hambatan Belajar Structure yang Dihadapi Mahasiswa Segala sesuatu yang dilakukan oleh seseorang secara umum tidak semuanya dapat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Seperti itu pula kiranya yang dihadapi oleh mahasiswa. Saat belajar Structure banyak hambatan yang harus mereka hadapi, entah itu bahan belajar yang sulit, referensi yang kurang, masalah motivasi, prasarana, suasana, dan ingatan. Bahan belajar Structure pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya biasanya diadakan dari dosen pengampu MK, yang juga merupakan bahan ajar pengajar. Menurut B. Widharyanto, bahan ajar hendaklah bersifat comprehensible (sesuai dengan tingkat penguasaan pebelajar) dan authentic (diambil dari pemakaian bahasa sehari-hari). Bahan ajar sekaligus bahan belajar yang terlalu sulit terkadang cukup menyusahkan mahasiswa memahami materi27. Mahasiswa berharap bahan yang diberikan oleh dosen memuat banyak penjelasan dan tidak melulu hanya diisi dengan soal-soal latihan. Karena kurangnya penjelasan yang ada dalam bahan, mereka mau tidak mau harus mencari referensi lain yang memuat penjelasan tentang materi yang ada dalam bahan belajar. Permasalahannya adalah, buku yang diperlukan yang ada di perpustakaan jumlahnya terbatas, sedang toko buku tidak menjual buku yang mereka perlukan tersebut. Selain karena bahan belajar dan kurangnya buku pendukung, mahasiswa juga kurang memiliki motivasi untuk belajar. Mereka belajar kapan pun mereka ingin belajar. Bahkan ada di antara mahasiswa yang merasa, walaupun sudah belajar dengan keras, nilai yang mereka peroleh sering tidak sesuai dengan apa yang
27
Widharyanto, B. (1999). Pemanfaatan temuan penelitian kelas bahasa kedua dalam pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing. Widya Dharma. Edisi Oktober 1999 ISSN: 0853-0920: 71-89. pg.83
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
17
STAIN Palangka Raya
diharapkan. Hal ini menyebabkan mereka patah semangat, ditambah lagi apabila mereka tidak memiliki teman belajar yang dapat diajak berdiskusi. Suasana belajar yang dirasakan mahasiswa juga seringkali menjadi faktor penghambat belajar Structure. Bila mahasiswa sudah terlebih dahulu merasa kurang nyaman mengikuti KBM karena merasa tegang atau takut, hal ini dapat menyebabkan buyarnya konsentrasi mahasiswa. Dengan konsentrasi yang terganggu, mahasiswa menjadi lebih sulit memahami materi walau mereka ingin. Rasa tegang dan takut yang dirasakan mahasiswa sebenarnya muncul karena melihat wibawa yang dibawa dan ditampilkan oleh dosen. Menurut mereka sebenarnya dosen bukanlah seorang yang temperamental, hanya saja ada sesuatu dalam diri dosen yang membuat mereka merasa demikian. Untuk menekan rasa tersebut, mahasiswa berusaha untuk tidak melakukan kesalahan dengan banyak diam atau menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. Faktor lain yang juga sangat menentukan dalam keberhasilan mahasiswa, namun juga sering menghambat adalah masalah ingatan. Mahasiswa sering lupa tentang apa-apa yang telah dipelajari karena sebegitu banyaknya yang harus mereka pelajari, hapalkan, dan ingat. Sebagai mahasiswa, tentu yang dipelajari tidak hanya satu hal saja. Masih banyak hal lain yang harus mereka posisikan sama seperti memposisikan MK Structure. Untuk mengatasi kelupaan yang mereka hadapi, mahasiswa berusaha membuat ringkasan materi dan menandai hal-hal yang mereka anggap penting. Jadi semisalnya apa yang harus mereka ingat ternyata terlupakan, mahasiswa dapat dengan mudah menyegarkan ingatan dengan membuka catatan yang telah dibuatnya. Dari temuan-temuan tersebut dapat digarisbawahi bahwa mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya menggunakan enam kategori strategi belajar, yaitu kognitif, metakognitif, sosial, kompensasi, afektif, dan memori. Mahasiswa lebih sering menggunakan strategi kognitif untuk lebih memahami materi dengan mencatat, meringkas, menandai hal-hal penting, memahami, mengingat-ingat materi, mengerjakan latihan-latihan, mengulang-ulang pelajaran, menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang materi, dan menerjemahkan. Penggunaan strategi metakognitif lebih pada bagaimana mereka dapat fokus pada pebelajaran, yaitu dengan memperhatikan, mengaitkan pengetahuan tentang materi yang telah diketahui dengan yang belum diketahui, dan mempersiapkan diri dengan terlebih dahulu berusaha untuk memahami atau mengerjakan soal-soal latihan sebelum KBM. Strategi sosial digunakan mahasiswa untuk memecahkan masalah belajar yang dihadapi dengan bertanya atau melakukan diskusi. Mahasiswa lebih sering bertanya pada sesama mahasiswa – satu angkatan atau kakak tingkat – dari pada ke dosen dengan alasan merasa segan atau takut jika bertanya pada dosen. Sebagian mahasiswa terkadang juga menggunakan strategi belajar lainnya untuk membantu memahami materi. Strategi yang digunakan adalah dengan mencari buku-buku yang berhubungan dengan materi di perpustakaan, toko buku, atau meminjam dari teman. Apabila menemukan kesukaran dalam penerjemahan atau untuk menemukan penggolongan suatu kata, mahasiswa akan memilih untuk menggunakan kamus, mengganti L1 ke dalam TL, atau menebak saja. Untuk memudahkan belajar, selain dengan keempat strategi belajar di atas, mahasiswa juga membuat pola-pola kalimat dan memberikan penjelasan tentang
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
18
STAIN Palangka Raya
pola-pola tersebut dengan menggunakan bahasanya sendiri agar lebih mudah dihapal. Apabila mahasiswa merasakan suasana yang kurang nyaman untuk mengikuti perkuliahan, misalnya karena dosen yang akan mengajar adalah dosen senior yang cukup disegani sampai-sampai menimbulkan rasa takut dan cemas, mahasiswa berusaha menenangkan diri dengan menarik nafas panjang, atau bertindak bijaksana dengan tidak melakukan kesalahan saat KBM. Tindakan ini merupakan salah satu bagian dari strategi afektif yang digambarkan oleh Oxford dalam bukunya. E. PENUTUP Setelah keseluruhan prosedur penelitian dilalui, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan secara ringkas dari strategi belajar MK Structure mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Palangka Raya, sebagai berikut: 1. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa strategi belajar yang digunakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris UNPAR untuk belajar Structure adalah strategi kognitif, metakognitif, memori, sosial, kompensasi, dan afektif. Strategi belajar yang digunakan mahasiswa dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Strategi kognitif: mengulang-ulang pelajaran, mengerjakan latihan-latihan, membuat catatan, menandai hal-hal penting, meringkas, memahami, mengingat-ingat materi, menggunakan pengetahuan yang dimiliki, dan menerjemahkan. b. Strategi metakognitif: memperhatikan, mengaitkan informasi yang telah diketahui dengan yang belum, dan mempersiapkan diri sebelum perkuliahan dimulai. c. Strategi memori: menghapal dan membuat pola-pola kalimat yang diberikan penjelasan dengan menggunakan bahasa sendiri. d. Strategi sosial: bertanya dan berdiskusi. e. Strategi kompensasi: menebak, mengganti dari L1 ke TL, mencari referensi lain, dan menggunakan kamus. f. Strategi afektif: menggunakan relaksasi (menarik nafas panjang), dan bertindak bijaksana dengan berusaha untuk tidak melakukan kesalahan. Penggunaan strategi kognitif, metakognitif, dan sosial yang digunakan oleh mahasiswa masuk dalam kelompok high, yaitu kognitif (4,28), metakognitif dan sosial (3,85). Strategi memori dan kompensasi masuk dalam kelompok medium, yaitu memori (2,14) dan kompensasi (3). Sedang strategi afektif masuk pada kelompok low, yaitu (0,57).Dari keenam kelompok strategi belajar tersebut di atas, strategi belajar yang cukup mendukung mahasiswa memperoleh hasil belajar memuaskan adalah strategi kognitif dan metakognitif. Namun, hasil belajar yang memuaskan itu sendiri sebenarnya tak lepas dari dukungan strategi-strategi belajar yang lain. Lingkungan belajar mahasiswa memiliki peranan yang cukup besar untuk dapat mencapai tujuan belajar. Suasana kelas yang terlalu tegang dapat menyebabkan mahasiswa bertindak pasif, hingga mereka lebih memilih untuk
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
19
STAIN Palangka Raya
bertanya atau berdiskusi dengan sesama mahasiswa dari pada bertanya pada dosen. Pelaksanaan kegiatan belajar mahasiswa masih berpusat pada dosen. Dosen masih bertindak sebagai instruktur dan belum menjadi fasilitator. Selama KBM berlangsung mahasiswa mendengarkan, memperhatikan, mencatat, dan menandai hal-hal penting dari materi. Mahasiswa jarang bertanya pada dosen. Mahasiswa lebih memilih untuk memahami sendiri, menggunakan referensi lain, bertanya, atau berdiskusi dengan sesama mahasiswa. Untuk lebih mudah memahami materi, mahasiswa mengulangulang pelajaran, mengerjakan latihan-latihan, dan membuat rangkuman/ringkasan. Hubungan antara mahasiswa dan dosen pada satu sisi memotivasi mahasiswa untuk belajar dengan cara meminta mereka mengerjakan soal-soal latihan atau membuat contoh-contoh kalimat. Mahasiswa juga merasa termotivasi jika jawaban soal yang mereka berikan dipuji oleh dosen dan tidak disalahkan. Mahasiswa juga merasa terbantu jika suasana kelas yang diciptakan oleh pengajar nyaman dan tidak tegang. 2. Faktor yang mempengaruhi penggunaan strategi belajar Structure mahasiswa a. Faktor dari dalam diri mahasiswa (internal) 1) Sikap mahasiswa terhadap belajar. Jika mahasiswa mengikuti KBM dengan senang, ia dapat memahami materi dengan lebih baik, dan dapat bertanya dengan dosen dengan lebih santai tentang kesulitan belajarnya. Sebaliknya jika mahasiswa merasa tidak nyaman, ia akan memilih untuk bertanya atau berdiskusi dengan teman sesama mahasiswa dari pada bertanya dengan dosen, atau malah berusaha memahami sendiri semampunya dengan bantuan referensi lain. 2) Motivasi belajar. Kuatnya dorongan untuk belajar membuat mahasiswa akan memperhatikan dan mengikuti perkuliahan dengan baik. Namun terkadang motivasi belajar mahasiswa masih cukup lemah untuk mendorong dirinya belajar dengan baik. Mahasiswa merasa walaupun sudah belajar, terkadang nilai yang diperolehnya tidak sebanding dengan apa yang dibuat. Ditambah lagi suasana belajar yang tegang yang menyulitkan dirinya untuk memahami materi, tentu akan semakin mengurangi semangat mahasiswa untuk belajar. 3) Konsentrasi belajar mahasiswa. Mahasiswa yang menggunakan strategi metakognitif dapat menentukan sendiri cara yang diinginkannya agar lebih mudah memfokuskan perhatian pada pelajaran. Mahasiswa dengan meninjau dan mengaitkan informasi yang telah diketahuinya, serta menunda melakukan pembicaraan tentang hal lain sementara dosen memberikan penjelasan dapat terbantu untuk lebih memahami materi. 4) Intelegensi. Kemampuan seorang mahasiswa untuk menentukan strategi belajar yang tepat diterapkannya dalam belajar memang tergantung pada
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
20
STAIN Palangka Raya
intelegensi mahasiswa itu sendiri. Bagi mahasiswa yang memiliki intelegensi di bawah normal biasanya akan belajar seadanya. Namun tidak demikian kiranya dengan mahasiswa yang memiliki intelegensi normal atau di atas normal, ia akan menggunakan macam strategi belajar agar tujuan belajarnya tercapai. 5) Kebiasaan belajar. Bagi mahasiswa yang sudah terbiasa untuk belajar selain di dalam kelas (KBM), ia akan lebih mudah memahami materi dan lebih tahu bagaimana mengatasi ketidakpahamannya akan materi. Sebaliknya, mahasiswa yang tidak memiliki kebiasaan belajar - kecuali belajar di saat akan ujian, hal ini dapat menimbulkan kesulitan untuk memahami materi. b. Faktor dari luar diri mahasiswa (eksternal) 1) Bahan belajar. Bahan belajar yang cukup sulit meyebabkan mahasiswa menggunakan beberapa cara untuk memudahkannya memahami materi tersebut, yang antara lain dengan cara mencari referensi lain yang lebih mudah, bertanya dengan dosen, atau bertanya sekaligus berdiskusi dengan sesama mahasiswa. 2) Lingkungan. Apabila lingkungan sekitar mahasiswa merupakan sebuah lingkungan belajar, mahasiswa sedikit banyak akan terpengaruh dengan apa yang terjadi di sekitarnya tersebut. Bila orang atau mahasiswa lain di lingkungan belajarnya belajar dengan cara berdiskusi, ia pasti akan terbawa untuk ikut berdiskusi. 3) Dosen. Seorang pengajar yang menciptakan suasana belajar yang santai, nyaman, tapi serius, dapat menimbulkan minat dalam diri mahasiswa untuk memperhatikan materi yang diberikan dan tanpa segan akan menanyakan hal-hal yang belum atau kurang dimengerti tentang materi secara langsung. 3. Strategi Belajar yang Mendukung Perolehan Hasil Belajar Structure. Strategi belajar yang cukup mendukung mahasiswa untuk memperoleh hasil belajar yang memuaskan adalah strategi kognitif, metakognitif, dan memori. Dengan memadukan ketiga strategi belajar tersebut mahasiswa memiliki banyak kesempatan untuk lebih memahami materi MK Structure. Akan tetapi apabila dilihat secara keseluruhan, hasil belajar terlihat lebih memuaskan karena didukung oleh kesemua strategi belajar. 4. Mahasiswa menghadapi beberapa hambatan dalam belajar Structure, seperti bahan belajar yang cukup sulit, kurangnya buku referensi dan suasana yang dihadirkan pengajar. Untuk bahan belajar yang cukup sulit disertai kurangnya buku referensi, seharusnya dapat diantisipasi oleh mahasiswa dengan bertanya pada dosen secara langsung apabila tidak ditemui referensi lain yang mendukung. Akan tetapi karena mahasiswa merasa segan dan takut bertanya pada dosen, mereka pun tidak berani bertanya. Perasaan segan dan takut yang dirasakan mahasiswa mungkin disebabkan dosen yang mengajar adalah salah satu dosen senior pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. Sebab saat
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
21
STAIN Palangka Raya
diajar oleh dosen muda, mahasiswa dapat lebih nyaman bertanya dengan dosen tersebut. Masalah motivasi yang dihadapi mahasiswa di sini merupakan masalah internal. Dorongan dari dalam diri mahasiswa itu sendiri untuk belajar cukup minim, dan hal ini adalah salah satu hambatan yang untuk mengatasinya diperlukan keinginan dari diri mahasiswa tersebut. Ingatan juga merupakan salah satu kunci keberhasilan sekaligus hambatan bagi belajar mahasiswa. Dikatakan hambatan karena untuk mengingat sebegitu banyak hal terkadang terdapat kelupaan. Lupa dapat menimbulkan frustasi dan mematahkan semangat mahasiswa. F. DAFTAR PUSTAKA Bell-Gredler, M.E. (1986). Learning and Instruction: Theory into Practice. New York: Macmillan. Bower, B.S. & Hilgard, E.R. (1981). Theories of Learning (5th ed.). Englewood Cliffs: Prentice-Hall. Brown, H.D. (2001). Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy (2nd ed.). New York: Longman. Burhan Nurgiyantoro. (2001). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra (Ed. Ke-3). Yogyakarta: PT BPFE. Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran (Cet. ke-2). Jakarta: PT Rineka Cipta. Flavell, J.H. (1963). The Developmental of Jean Piaget. New York: D. Van Nostrand Company. Gagne, M.G. & Briggs, L.J. (1979). Principles of Instructional Design (2nd ed.). New York: Holt, Rinenhart and Winston. Gorrel, R.M. & Laird, C. (1962). Modern English Handbook (3rd ed.). Cambridge: Prentice-Hall. Djudju Sudjana, S. (2000). Strategi Pembelajaran (Ed. rev.). Bandung: Falah Production. Hisyam Zaini, Bermawy Munthe, Sekar Ayu Aryani, et al. (2002). Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Umar Sidik (Ed.). Yogyakarta : CTSD IAIN Sunan Kalijaga. House, H.C. & Harman, S.E. (1950). Descriptive English Grammar (Revised by Susan Emolyn Harman). New York: Prentice-Hall. Hutabarat, E.P. 1995. Cara Belajar (Cet. Ke-3). Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
22
STAIN Palangka Raya
Kayad, F.G. (1999). Language Learning Strategies: A Malaysian perspective. Christoper Ward dan Willy Renandya (Eds.). Singapura: SEAMEO Regional Language Centre. Lindsay, P.H. & Norman, D.A. (1977). Human Information Processing: An Introduction to Psychology. (2nd ed.). London: Academic Press, Inc. Ltd. Miles, M.B. & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI-Press. Nunan, D. (1999). Second Language Teaching and Learning. Boston: Heinle & Heinle. Oxford, R.L. (1990). Language Learning Strategies: What Every Teacher Should Know. Boston: Heinle and Heinle. _________. (2002). Language Learning Strategies in a Nutshell: Update and USL Suggestions. Jack C. Richards and Willy A. Renandya (Eds.). Cambridge: Cambridge University Press. O’Shannessy, C. (1995). Testing grammar. Guidelines a Periodical for Classroom Language Teachers. Vol 17 No.2 December 1995, 43. Rutherford, W.E. (1987). Second Language Grammar: Learning and Teaching. New York: Longman Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Ed. rev.). Jakarta: Rineka Cipta. Suwarna Pringgawidagda. (2002). Strategi Penguasaan Berbahasa. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Tim Penyusun Buku Pedoman. (2003). Buku Pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Palangka Raya Tahun 2000-2004. Palangka Raya: FKIP-Universitas Palangka Raya. Widharyanto, B. (1999). Pemanfaatan Temuan Penelitian Kelas Bahasa Kedua dalam Pengajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Widya Dharma. Edisi Oktober 1999 ISSN: 0853-0920: 71-89.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010
23
STAIN Palangka Raya
DAFTAR KELOMPOK STRATEGI BELAJAR YANG DIGUNAKAN MAHASISWA PRODI. BING. UNPAR KOGNITIF 1. Mengulang pelajaran 2. Mengerjakan latihan 3. Membuat catatan 4. Meringkas 5. Menandai hal-hal penting 6. Memahami 7. Mengingat-ingat materi 8. Menerjemahkan METAKOGNITIF 9. Memperhatikan 10. Menggunakan pengetahuan yang dimiliki 11. Mengaitkan informasi yang telah diketahui dengan yang belum 12. Mempersiapkan diri sebelum perkuliahan SOSIAL 13. Bertanya 14. Berdiskusi MEMORI 15. Membuat pola-pola kalimat/menghapal KOMPENSASI 16. Menebak 17. Mengganti L1 ke TL 18. Mencari atau menggunakan referensi lain 19. Menggunakan kamus AFEKTIF 20. Menggunakan relaksasi 21. Menarik nafas panjang
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 4, Nomor 2, Desember 2010