ISSN 2086-4256 DJM 13(3) 161-236 October 2014
DAMIANUS Journal of Medicine VOLUME 13, NOMOR 3, 2014
PUBLISHED SINCE 2002
October 2014
ARTIKEL PENELITIAN 161-172
173-182 183-190 191-198 199-207
PENGARUH BLOK KEDOKTERAN ADIKSI TERHADAP PERSEPSI TENTANG ADIKSI ZAT PSIKOAKTIF PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA Michael Jaya, Yeremias Jena, Astri Parawita Ayu, Satya Joewana PERSEPSI TERHADAP ADIKSI ZAT PSIKOAKTIF PADA MAHASISWA PESERTA PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI DAN DOKTER UMUM PESERTA PROGRAM INTERNSHIP Mahaputra, Astri Parawita Ayu PENGARUH PEMBERIAN DOSIS MINIMAL KAFEIN TERHADAP PENINGKATAN ATENSI MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA Julia Rahadian, Laurensia Scovani GIGI KARIES DAN KELAINAN JARINGAN PERIODONTAL PADA PENGGUNA HEROIN YANG MENJALANI TERAPI RUMATAN METADON Isadora Gracia, Rensa, Minawati, Teguh Sarry Hartono, Surilena
GAMBARAN MASALAH EMOSI DAN PERILAKU PADA PELAJAR SMA REGINA PACIS JAKARTA DENGAN ADIKSI INTERNET Adrian, Ana Lucia Ekowati, Eva Suryani
208-217
WHY ADOLESCENT SMOKE? A CASE STUDY OF NORTH JAKARTA, INDONESIA Regina Satya Wiraharja, Charles Surjadi
TINJAUAN PUSTAKA 218-223
EFEKTIVITAS BERBAGAI PRODUK NICOTINE REPLACEMENT THERAPY SEBAGAI TERAPI UNTUK BERHENTI MEROKOK Bernardus Mario Vito, Irene
LAPORAN KASUS 224-232 KETERGANTUNGAN ALPRAZOLAM PADA LANJUT USIA DENGAN INSOMNIA DAN DEPRESI Surilena
ARTIKEL KHUSUS 233-236
MENGENAL KEDOKTERAN ADIKSI DI NIJMEGEN INSTITUTE FOR SCIENTIST PRACTIONERS IN ADDICTION Eva Suryani, Isadora Gracia
Damianus Journal of Medicine; Vol.13 No.3 Oktober 2014: hlm. 173-182
ARTIKEL PENELITIAN
PERSEPSI TERHADAP ADIKSI ZAT PSIKOAKTIF PADA MAHASISWA PESERTA PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI DAN DOKTER UMUM PESERTA PROGRAM INTERNSHIP THE PERCEPTION TOWARDS SUBSTANCE ADDICTION AMONG MAGISTRATE STUDENTS OF PSYCHOLOGY AND MEDICAL DOCTORS IN INTERNSHIP PROGRAM Mahaputra1, Astri Parawita Ayu1,2
Kelompok Studi Kedokteran Adiksi Atma Jaya (KSKA), Jalan Pluit Raya 2, Jakarta Utara 14440
ABSTRACT
Nijmegen Institute for ScientistPractitioners in Addiction Radboud University Nijmegen, Toernooiveld 5 6525 ED Nijmegen, Netherlands
years. Government need to make regulation related to medical service for addiction
1
2
Korespondensi: Mahaputra, Kelompok Studi Kedokteran Adiksi Atma Jaya. E-mail:
[email protected]
Introduction: There is increase of prevalence from 1.75% to 2.2% in these 8 patients. The stigma of the addiction becomes challenge in treating addiction patients. Seeing substance dependent as personality weakness and personal choice, caregiver is inhibited to provide effective care. Basic data of perception for further intervention related to perception changes for addiction disease is needed. Objectives: The main purpose is knowing the descriptions of addiction perception of student of magistrate program and general physician in Indonesia. Specific purposes are to elaborate the description of addiction perception on student of magistrate program of Atma Jaya Catholic University of Indonesia and general physician and then the differences between them. Methods: This study is observational descriptive and continue with analysis of the difference between two sample group, magistrate student and general physician. The perceptions of addiction were gotten by distributing the questionnaires of IPQ-RA in bahasa. Results: The mean of perception in the sequence of timeline, consequence, personal control, treatment control, illness coherence, timeline cyclical, emotional representation, psychological attribution, risk, immune, and accident were 3.41; 4.08; 3.99; 3.73; 3.06; 3.28; 4.05; 3.80; 3.04; 2.30; 2.65; and then the perception of general physician were 3.32; 4.15; 3.98; 3.68; 3.34; 3.40; 3.46; 4.16; 3.23; 2.17; 2.55. The analysis of both groups found emotional representation (p=0.000), psychological attribution (p=0.000), and risk (p=0.032). Conclusion: There were some addiction perception on both group which not compatible with real nature of addiction disease. Key Words: Addiction, perception, psychoactive substance
ABSTRAK Latar Belakang: Terdapat peningkatan prevalensi dari 1,75% menjadi 2,2% dalam waktu 8 tahun. Diperlukan kebijakan khusus dalam bidang pelayanan medis penderita adiksi. Stigma yang kuat menjadi tantangan dan hambatan bagi
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
173
DAMIANUS Journal of Medicine
pelayanan di bidang adiksi. Diperlukan persepsi tenaga kesehatan yang sesuai dengan penyakit adiksi yang sebenarnya. Diperlukan tolok ukur intervensi untuk penyesuaian persepsi terhadap keadaan penyakit yang sebenarnya. Tujuan: Tujuan umum adalah mengetahui gambaran persepsi penyakit adiksi NAPZA pada magister psikologi dan dokter umum Indonesia. Tujuan khusus adalah menilai persepsi penyakit adiksi NAPZA pada dokter umum dan mahasiswa magister psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, kemudian menilai perbandingan persepsi kedua kelompok tersebut. Metode: Penelitian observasional dekskriptif untuk menilai gambaran persepsi pada dokter umum dan Magister Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dilakukan analisis perbandingan pada kedua populasi tersebut. Populasi terjangkau penelitian ini adalah dokter umum program internship provinsi Kalimantan Selatan dan mahasiswa Magister Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya tahun pertama di mana dilakukan penyebaran kuesioner IPQ-RA bahasa Indonesia untuk menilai persepsi responden. Hasil: Persepsi mahasiswa magister psikologi memiliki rerata subkategori timeline, consequence, personal control, treatment control, illness coherence, timeline cyclical, emotional representation, psychological attribution, risk, immune, dan accident, yakni: 3,41; 4,08; 3,99; 3,73; 3,06; 3,28; 4,05; 3,80; 3,04; 2,30; 2,65; hasil persepsi dokter umum 3,32; 4,15; 3,98; 3,68; 3,34; 3,40; 3,46; 4,16; 3,23; 2,17; 2,55. Hasil analisis antara 2 kelompok yang bermakna, yakni emotional representation (p=0,000), psychological attribution (p=0,000), dan risk (p=0,032). Kesimpulan: Terdapat persepsi yang tidak sesuai dengan perjalanan penyakit adiksi pada kelompok mahasiswa Magister Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya dan kelompok dokter umum program internship. Kata Kunci: Adiksi, persepsi, NAPZA
PENDAHULUAN
Nasional (BNN) dan Pusat Penelitian Kesehatan
Isu adiksi zat psikoaktif atau yang lebih dikenal oleh masyarakat umum sebagai Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Berbahaya lainnya) cukup berkembang di Indonesia. Awalnya pada tahun 1980-an isu yang muncul di Indonesia didominasi oleh tembakau, alkohol, dan ganja di kalangan remaja. Pada tahun 1999, adiksi mulai menjadi perhatian khusus, muncul banyak aktivitas promosi kesehatan
(Puslitkes) Universitas Indonesia tahun 2011 menunjukkan bahwa 3,8-4,2 juta jiwa atau 2,2% dari populasi penduduk Indonesia yang berusia 10-59 tahun menyalahgunakan zat psikoaktif.2 Hal ini sangat jauh berbeda pada tahun 2004 yang prevalensinya hanya 1,75%.3 Melihat fakta ini, tidak dapat dipungkiri bahwa angka kejadian adiksi zat psikoaktif di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.
terkait Narkoba. Hal ini diperkirakan karena
Adiksi zat psikoaktif merupakan masalah yang
adanya pergeseran penggunaan ke arah zat-zat
mengkhawatirkan, khususnya bagi masa depan
psikoaktif yang berefek adiksi lebih berat, seperti
sumber daya manusia Indonesia. Pengaruh zat
heroin dan kokain.1 Hasil survei Badan Narkotika
psikoaktif pada otak akan menyebabkan keru-
174
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
Persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa peserta program studi magister psikologi dan dokter umum peserta program internship
sakan dan gangguan fungsi sehari-hari.4 Kondisi
risiko, patofisiologi, kriteria diagnosis, dan tata
tersebut tentunya dapat berujung pada terham-
laksana, sehingga sama dengan penyakit me-
batnya perwujudan mental individual yang sehat.
dis lainnya. Tentunya apabila tenaga kesehatan
Perubahan perilaku dan emosi akibat penggunaan zat psikoaktif dapat menyebabkan perselisihan di antara kerabat dan orang
tidak memiliki pengetahuan ini, penanganan medis untuk pasien dengan adiksi zat psikoaktif tidak akan maksimal.
terdekat, khususnya pasangan hidup, yang
Saat ini sudah terdapat instrumen yang dapat
berujung meningkatnya angka perceraian di
digunakan untuk menilai persepsi individu ter-
masyarakat. Keadaan perceraian ini akan
hadap adiksi, yakni IPQ-RA (Illness Perception
meningkatkan risiko penelantaran anak atau
Questionaire Revised version for Addiction) yang
gangguan perkembangan sosial anak. Karena
sedang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia.
masalah finansial yang dimiliki, pengguna zat
Dengan instrumen ini dapat diketahui persepsi
psikoaktif cenderung melakukan kejahatan untuk
terhadap adiksi zat psikoaktif secara kuantitatif
mendapatkan uang, sehingga menyebabkan
pada seseorang, termasuk tenaga kesehatan.
5
peningkatan angka kriminalitas. Masalah kriminalitas akan berdampak pada kerugian ekonomi negara.4
Sampai saat ini belum pernah dilakukan di Indonesia penilaian persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif secara kuantitatif, baik terhadap ma-
Dengan adanya masalah-masalah tersebut
syarakat maupun terhadap tenaga kesehatan,
maka diperlukan strategi penanggulangan yang
sehingga belum ada data yang valid. Persepsi
komprehensif dari berbagai bidang. Khusus di bidang kesehatan, diperlukan tenaga-tenaga profesional yang memahami adiksi zat psikoaktif. Saat ini, stigma di Indonesia terhadap orang dengan adiksi zat psikoaktif masih sangat kuat.6
terhadap adiksi pada tenaga kesehatan menjadi penting karena akan memengaruhi sikap mereka dalam menangani pasien dengan penggunaan zat psikoaktif.
Masih banyak yang mengganggap bahwa adiksi
Dokter umum yang merupakan dokter keluarga
zat psikoaktif disebabkan oleh kesalahan orang
atau yang bekerja di instalasi gawat darurat
tersebut atau akibat pilihan mereka sendiri. Ma-
memiliki kesempatan menangani pasien dengan
syarakat juga menganggap bahwa terjatuhnya
adiksi zat psikoaktif dalam fase akut, intoksikasi,
seseorang ke dalam lingkaran adiksi karena
atau putus zat. Psikolog adalah profesional yang
kelemahan pribadi mereka. Persepsi seperti ini
dapat melakukan deteksi dini dan psikoterapi
tentunya mengurangi keprihatinan masyarakat
terkait adiksi zat psikoaktif. Penelitian ini ber-
terhadap orang dengan adiksi.7 Dapat diba-
tujuan untuk mengetahui persepsi terhadap
yangkan apabila tenaga kesehatan memiliki
adiksi zat psikoaktif pada tenaga kesehatan,
persepsi yang sama seperti masyarakat. Secara
khususnya mahasiswa magister psikologi dan
ilmu kedokteran, sebenarnya adiksi merupakan
dokter umum internship. Peneliti memilih kedua
penyakit otak.8 Adiksi memiliki etiologi, faktor
kelompok tersebut karena berpotensi menjadi
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
175
DAMIANUS Journal of Medicine
tenaga kesehatan yang bertemu dan menangani
bisa memahami adiksi), timeline cyclical (adiksi
orang dengan adiksi zat psikoaktif pertama kali di
adalah kondisi yang mempunyai siklus beru-
layanan kesehatan. Tujuan umum penelitian ini
lang), emotional representative (adiksi adalah
adalah mengetahui persepsi tentang adiksi zat
kondisi yang menyebabkan emosional stres).
psikoaktif pada mahasiswa magister psikologi
Skala attribution mempunyai 4 subskala, yaitu
dan dokter umum.
psychological attribution (adiksi disebabkan oleh faktor-faktor psikologis); risk factor (ada faktorfaktor risiko yang menyebabkan adiksi); immunity
METODE
(adiksi disebabkan oleh gangguan sistem imun);
Penelitian ini merupakan penelitian dekskriptif untuk mengetahui persepsi pada dokter umum
accident and chance (adiksi terjadi dalam kondisi yang tidak disengaja dan adanya kesempatan).
dan mahasiswa Magister Psikologi. Responden
Hasil persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif dari
adalah mahasiswa Magister Psikologi Uni-
kedua kelompok akan disajikan dalam bentuk
versitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya
tabel kemudian akan dilakukan perbandingan
dan dokter umum program internship di kota
dari kedua kelompok dengan uji t-test parametrik
Martapura dan Banjarmasin. Pengambilan data
dengan SPSS 16.
penelitian dilakukan pada waktu dan tempat berbeda. Pengambilan data pada kelompok magister psikologi dilakukan pada bulan Mei 2013 di Kampus Semanggi Unika Atma Jaya,
HASIL
sedangkan pengambilan data pada kelompok
Pada kelompok dokter umum didapatkan 59
dokter umum dilakukan di Kota Martapura dan
orang dengan usia 23-27 tahun yang terdiri dari
Banjarmasin pada bulan Juli 2014.
18 orang (30,5%) laki-laki dan 41 orang (69,5%)
Instrumen IPQ-RA digunakan dalam penelitian ini untuk menilai persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif pada responden penelitian. Instrumen ini menghasilkan 2 skala, yaitu skala persepsi
perempuan. Data dari kelompok mahasiswa magister psikologi sejumlah 35 orang dengan usia 22-30 tahun yang terdiri dari 8 orang (22,9%) laki-laki dan 27 orang (77,1%) perempuan.
(yang menggambarkan persepsi terhadap adiksi)
Persepsi mahasiswa magister psikologi terha-
dan skala attribution (yang menggambarkan
dap adiksi zat psikoaktif adalah sebagai berikut:
persepsi terhadap penyebab dari adiksi). Skala
subskala timeline memiliki rerata dan standar
persepsi mempunyai 7 subskala, yaitu: timeline
deviasi 3,41±0,61; consequence 4,08±0,36;
(adiksi adalah penyakit kronis), consequences
personal control 3,99±0,36; treatment control
(adiksi mempunyai konsekuensi yang buruk),
3,73±0,45; illness coherence 3,06±0,52; timeline
patient control (pasien dapat mengendalikan
cyclical 3,28±0,43; emotional representation
adiksi), treatment control (terapi dapat me-
4,05±0,49; psychological attribution 3,80±0,45;
ngendalikan adiksi), illness coherence (saya
risk 3,04±0,44; immune 2,30±0,60; dan accident
176
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
Persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa peserta program studi magister psikologi dan dokter umum peserta program internship
Hasil analisis di antara 2 kelompok tersebut
2,65±0,63. (Tabel 1) Pada kelompok dokter umum didapatkan persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif, yaitu subskala timeline memiliki rerata dan standar deviasi 3,32±0,45; consequence 4,15±0,39;
mendapatkan perbedaan yang bermakna pada subskala emotional representation (p=0,000), psychological attribution (p=0,000), dan risk factor (p=0,032).
personal control 3,98±0,42; treatment control 3,68±0,40; illness coherence 3,34±0,56; timeline cyclical 3,40±0,54; emotional representation
PEMBAHASAN
3,46±0,67; psychological attribution 4,16±0,39;
Hasil yang didapatkan menunjukkan persepsi
risk 3,23±0,39; immune 2,17±0,62; dan accident
responden pada kedua kelompok terhadap adiksi
2,55±0,80. (Tabel 2)
zat psikoaktif. Nilai subskala timeline dari kedua
Tabel 1. Persepsi Mahasiswa Magister Psikologi terhadap Adiksi Zat Psikoaktif Subskala
Rerata ± standar deviasi
Timeline
3,41 ± 0,61
Consequence
4,08 ± 0,36
Personal Control
3,99 ± 0,36
Treatment Control
3,73 ± 0,45
Illness Coherence
3,06 ± 0,52
Timeline Cyclical
3,28 ± 0,43
Emotional Representation
4,05 ± 0,49
Psychological Attribution
3,80 ± 0,45
Risk Factors
3,04 ± 0,44
Immunity
2,30 ± 0,60
Accident and Chance
2,65 ± 0,63
Tabel 2. Persepsi terhadap Adiksi Zat Psikoaktif pada Dokter Umum Subskala
Rerata ± standar deviasi
Timeline
3,32 ± 0,45
Consequence
4,15 ± 0,39
Personal Control
3,98 ± 0,42
Treatment Control
3,68 ± 0,40
Illness Coherence
3,34 ± 0,56
Timeline Cyclical
3,40 ± 0,54
Emotional Representation
3,46 ± 0,67
Psychological Attribution
4,16 ± 0,39
Risk Factors
3,23 ± 0,39
Immunity
2,17 ± 0,62
Accident and Chance
2,55 ± 0,80
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
177
DAMIANUS Journal of Medicine
kelompok menunjukkan bahwa kedua kelom-
dari berbagai faktor biopsikososial. Adiksi dapat
pok setuju bahwa adiksi zat psikoaktif adalah
dikendalikan oleh orang yang bersangkutan
penyakit kronis. Hal ini sesuai dengan teori dan
merupakan stigma seperti yang diyakini oleh
penelitian-penelitian di bidang ilmu kedokteran
masyarakat. Secara teori dan terbukti melalui
yang menyatakan bahwa adiksi adalah penyakit
penelitian ilmiah, pada orang dengan adiksi
otak kronis berulang.9 Persepsi bahwa adiksi
zat psikoaktif terjadi perubahan fisiologis pada
adalah penyakit kronis yang dimiliki oleh tenaga
jalur saraf dopaminergik. Neuron-neuron pada
kesehatan diharapkan akan membuat mereka
Ventral-Tegmental-Area (VTA) memiliki proyeksi
mau memberikan layanan kesehatan bagi pasien
pada regio kortikal dan limbik, khususnya
dengan adiksi zat psikoaktif.
nucleus accumbens (NA), yang merupakan
Subskala consequence menunjukkan bahwa responden pada kedua kelompok sangat setuju bahwa adiksi zat psikoaktif memiliki konsekuensi yang buruk. Hasil tersebut sesuai dengan teori bahwa adiksi zat psikoaktif memiliki dampak yang besar dan berat pada orang yang mengalaminya. Dampak buruk terjadi pada aspek fisik,
jalur yang berperan dalam proses reward dan mediator utama untuk zat psikoaktif, seperti amfetamin dan kokain. Jalur ini disebut sebagai brain reward-circuitry. Ketika zat psikoaktif masuk ke susunan saraf pusat maka terjadi aktivasi pada neuron-neuron VTA yang didominasi oleh neurotransmitter
mental, sosial, termasuk dapat menyebabkan
dopamin kemudian menyebabkan teraktivasinya
kematian dan bervariasi pada tiap individu ter-
reward-system.9 Aktivasi brain reward-system
gantung dari zat yang digunakan.10 Dampak fisik
membuat individu yang menggunakan zat
bervariasi dari malnutrisi sampai infeksi (baik
tersebut mengalami perasaan nikmat dan
lewat suntikan maupun saluran napas), gang-
muncul keinginan untuk terus menggunakan zat.
guan tidur, gelisah, perilaku agresif, dan depresi,
Penggunaan zat psikoaktif yang terus menerus
merupakan gejala-gejala yang muncul sebagai
akan menyebabkan peningkatan jumlah reseptor
dampak mental. Dampak sosial dapat berupa
zat tersebut di otak, sehingga kebutuhan akan
gangguan fungsi sosial, kecelakaan, sampai
zat semakin meningkat. Kondisi tersebut yang
masalah hukum. Kematian dapat terjadi akibat
dinamakan toleransi dan memicu perilaku
overdosis maupun tindakan bunuh diri.
mencari zat terkait. Proses lain yang juga terjadi
Pada subskala personal control, responden dari kedua kelompok mempunyai persepsi bahwa adiksi zat psikoaktif dapat dikendalikan oleh pasien adiksi sendiri. Persepsi ini berbeda dengan teori adiksi. Adiksi zat psikoaktif sulit dikendalikan oleh individu yang bersangkutan.
adalah munculnya gejala yang berlawanan dengan efek zat saat dosisnya dikurangi atau penggunaannya dihentikan sama sekali, yaitu gejala lepas zat.11 Proses biologis inilah yang membuat orang dengan adiksi zat psikoaktif sulit mengendalikan penggunaan zatnya.
Kemampuan mengendalikan adiksi sangat
Hasil pada subskala treatment control menun-
bervariasi di antara individu dan tergantung
jukkan bahwa responden dari kedua kelompok
178
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
Persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa peserta program studi magister psikologi dan dokter umum peserta program internship
setuju bahwa adiksi dapat dikendalikan dengan
ini. Pada pendidikan kedokteran aspek emosi
terapi medis. Tujuan dari terapi adiksi dapat
dari pasien lebih banyak didapatkan pada topik
bervariasi dari abstinensia, mengurangi frekuensi
psikiatri dan hanya sedikit pada topik kasus
penggunaan dan kekambuhan, serta perbaikan
medis lainnya. Pada pendidikan psikologi, aspek
fungsi psikologi dan sosial dalam masyarakat.
emosi tentunya menjadi fokus utama dalam pen-
Di Indonesia, tata laksana adiksi zat psikoaktif
didikan tersebut, sehingga mahasiswa psikologi
dimulai dengan fase penilaian dan detoksifi-
cenderung menghubungkan adiksi dengan ma-
kasi, dilanjutkan dengan terapi (farmakoterapi,
salah emosi.
psikoterapi, rehabilitasi), sampai pada tata laksana pascaterapi (after care). Sampai saat ini, konsep terapi ini cukup efektif dalam tata laksana adiksi zat psikoaktif.
Nilai subskala immunity serta accident and chance menunjukkan bahwa responden pada kedua kelompok mempunyai persepsi bahwa adiksi bukan disebabkan oleh gangguan sistem
Subskala timeline cyclical menunjukkan hasil
imun maupun faktor ketidaksengajaan dan ada-
bahwa responden pada kedua kelompok setuju
nya kesempatan.
kalau adiksi adalah kondisi yang dapat terjadi berulang. Literatur menunjukkan bahwa angka yang tinggi untuk kekambuhan atau relaps dari adiksi zat psikoaktif.12
Sesuai dengan teori adiksi, nilai subskala psychological attribution menunjukkan bahwa responden dari kedua kelompok setuju bahwa adiksi disebabkan oleh faktor psikologis. Res-
Pada subskala illness coherence menunjukkan
ponden pada kelompok dokter lebih setuju
hasil bahwa responden dari kedua kelompok
bahwa faktor psikologis merupakan penyebab
menyatakan netral sampai sedikit setuju me-
terjadinya adiksi dibanding kelompok mahasiswa
ngenai apakah mereka mengerti mengapa gejala
magister psikologi. Hal ini mungkin disebabkan
maupun perilaku abnormal terjadi pada penderita
kelompok dokter lebih menghubungkan aspek
adiksi. Ini menunjukkan bahwa kedua kelompok
kepribadian, masalah psikologi atau psikiatri
belum mengerti dengan jelas alasan timbulnya
dengan penggunaan zat (baik saat pemakaian
gejala-gejala yang terjadi pada penderita.
awal maupun pemakaian berulang). Kelompok
Nilai subskala emotional representation pada kedua kelompok juga berbeda secara bermakna. Kelompok mahasiswa magister psikologi lebih setuju bahwa kondisi adiksi sangat menekan
psikolog cenderung mempertimbangkan adanya masalah sosial (di samping hanya faktor psikologis), seperti mudah beredarnya zat-zat psikoaktif ilegal.
secara emosional dibanding kelompok dokter.
Nilai pada subskala risk factor menunjukkan
Dari literatur diketahui bahwa orang dengan
bahwa responden pada kelompok dokter lebih
adiksi cenderung tertekan secara emosional,
mempunyai persepsi bahwa ada faktor-faktor
baik oleh gejala fisik maupun lingkungan sosial.13
risiko yang menyebabkan adiksi. Dari pendidikan
Perbedaan konsep pendidikan kedokteran dan
kedokteran, para dokter dapat mengetahui bahwa
psikologi mungkin menjadi penyebab perbedaan
kerentanan adiksi dipengaruhi oleh berbagai
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
179
DAMIANUS Journal of Medicine
faktor biopsikososial. Adiksi adalah penyakit
merepresentasikan kondisi tenaga kesehatan (baik
otak, yaitu pada orang dengan adiksi ditemukan
dokter maupun psikolog) di Indonesia. Kelompok
adanya perubahan proses kimiawi otak yang
dokter umum yang menjadi responden penelitian
dicetuskan oleh berbagai faktor biologis termasuk
ini merupakan dokter-dokter yang baru lulus dari
genetik.14 Faktor psikologis, seperti proses
Ujian Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) di tahun
perkembangan remaja, juga memengaruhi
yang sama dengan masuknya program internship
terjadinya adiksi. Masa remaja terkait dengan
dan belum memiliki pengalaman kerja khusus
perilaku berisiko, mencari pengakuan, serta
di bidang adiksi. Namun demikian, responden
dipengaruhi oleh kelompok sebaya. Berbagai
ini dapat memberikan gambaran untuk evaluasi
faktor tersebut akan meningkatkan risiko remaja
pendidikan dokter Indonesia tentang adiksi yang
untuk menggunakan zat psikoaktif.15
disetarakan dengan Standar Kompetensi Dokter
Beberapa penelitian menunjukkan sikap tenaga kesehatan terhadap adiksi zat psikoaktif. Chan et al. melakukan penelitian mengenai stigma mahasiswa keperawatan terhadap pengguna zat psikoaktif suntik yang mendapatkan bahwa mereka menjauhi pengguna zat psikoaktif suntik.16 Rao et al. menemukan bahwa tenaga kesehatan lebih menjauhi pasien dengan adiksi yang masih mengonsumsi zat psikoaktif dibandingkan dengan pasien yang mengikuti program rehabilitasi.17 Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa
Indonesia (SKDI). Faktor yang perlu diperhatikan adalah asal Fakultas Kedokteran (FK) mungkin juga memengaruhi persepsi. Responden dokter umum yang berpartisipasi pada penelitian ini berasal dari berbagai FK di Indonesia, namun belum mencakup seluruh FK di Indonesia, yaitu Universitas YARSI, Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA), Universitas Trisakti, Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Pelita Harapan (UPH), Unika Atma Jaya, dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
tenaga kesehatan masih mempunyai sikap negatif
Responden mahasiswa magister psikologi juga
terhadap orang yang menggunakan zat psikoaktif.
tidak mewakili populasi psikolog di Indonesia.
Penelitian ini secara umum menunjukkan
Tidak semua responden tersebut memiliki ke-
persepsi yang positif dari responden terhadap
tertarikan pada bidang medis karena responden
orang dengan adiksi zat psikoaktif. Satu persepsi
adalah mahasiswa magister Psikologi dari ber-
yang cenderung negatif adalah bahwa pasien
bagai keminatan termasuk yang tidak berhu-
sendiri dapat mengendalikan adiksi (personal
bungan dengan klinis, seperti Psikologi Industri
control). Persepsi yang positif diharapkan akan
dan Organisasi (PIO) dan Psikologi pendidikan.
memunculkan sikap yang positif pula, namun
Responden hanya berasal dari satu universitas,
penelitian ini tidak bisa memberikan gambaran
yaitu Unika Atma Jaya, sehingga tidak bisa me-
mengenai sikap responden karena instrumen
wakili populasi Indonesia.
yang digunakan khusus untuk menilai persepsi.
Illness Perception Questionnaire (IPQ) telah ter-
Salah satu kelemahan dari penelitian ini
bukti mempunyai validitas dan reliabilitas yang
adalah responden penelitian yang kurang
baik untuk penyakit rematoid artritis dan gagal
180
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
Persepsi terhadap adiksi zat psikoaktif pada mahasiswa peserta program studi magister psikologi dan dokter umum peserta program internship
ginjal.18 Instrumen yang digunakan dalam pene-
gambarkan persepsi tenaga kesehatan tentang
litian ini adalah versi bahasa Indonesia dari IPQ-
adiksi zat psikoaktif secara nasional. Diperlukan
RA yang merupakan adaptasi dari IPQ khusus
juga gambaran persepsi terhadap adiksi zat
untuk adiksi. Versi bahasa Indonesia dari IPQ-RA
psikoaktif dari mahasiswa yang ada di berbagai
belum memiliki data psikometrik yang menun-
fakultas yang berhubungan dengan kesehatan,
jang penggunaannya pada populasi tertentu,
seperti: fakultas kedokteran, fakultas psikologi,
sehingga menjadi kelemahan penelitian ini.
fakultas kesehatan masyarakat. Persepsi dari pasien, keluarga pasien,dan masyarakat secara umum terhadap adiksi zat psikoaktif juga perlu
KESIMPULAN
dievaluasi. Studi psikometrik perlu dilakukan
Penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa
untuk membuktikan validitas dan reliabilitas dari
Magister Psikologi Unika Atma Jaya dan dokter
versi bahasa Indonesia IPQ-RA.
umum program internship di Kalimantan Selatan mempunyai persepsi yang sama, yaitu adiksi adalah penyakit kronis dan merupakan kondisi yang bisa berulang (kambuh), adiksi mempunyai konsekuensi yang buruk, adiksi dapat dikendalikan oleh orang yang bersangkutan, adiksi dapat dikendalikan dengan terapi. Mereka juga mempunyai persepsi bahwa adiksi tidak disebabkan oleh gangguan sistem imun serta faktor ketidaksengajaan dan adanya kesempatan.
DAFTAR PUSTAKA 1. Joewana S. Epidemiologi. In: Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif: penyalahgunaan napza/narkoba. 2nd ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2005. pp.35-8. 2. Badan Narkotika Nasional. Ringkasan eksekutif survei nasional perkembangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia tahun
Perbedaan bermakna ditemukan pada persepsi
2011 (kerugian sosial dan ekonomi). Jakarta:
bahwa adiksi menimbulkan stres emosional
Badan Narkotika Nasional; 2011. Available
yang lebih merupakan persepsi dari mahasiswa
from: http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/
psikologi. Dokter umum lebih mempunyai per-
post/2012/05/29/20120529145842-10263.
sepsi bahwa mereka memahami adiksi, adiksi
pdf.
disebabkan oleh faktor psikologis, dan ada faktor-faktor risiko yang menyebabkan adiksi. Dengan hasil penelitian ini, disarankan adanya pendidikan terkait adiksi di fakultas kedokteran maupun psikologi untuk mengoptimalkan kompetensi tenaga kesehatan dalam memberikan
3. Badan Narkotika Nasional, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. Laporan survei penyalahgunaan narkoba di Indonesia: studi kerugian ekonomi dan sosial akibat narkoba tahun 2008. Depok: Badan Narkotika Nasional; 2009. Available from: http://bnn.go.id/portalbaru/portal/file/
layanan bagi pasien dengan adiksi zat psikoaktif.
hasil_penelitian/Summary%20eksekutif%20
Penelitian serupa disarankan untuk dilakukan
sosek%20BNN%202008_4_FINAL%20
dan sebaiknya dipilih sampel yang dapat meng-
29%20APRIL%2009.pdf.
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014
181
DAMIANUS Journal of Medicine
4. Volkow ND, Ting Kai Li. Drug addiction: the
11. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Synopsis
neurobiology of behavior gone awry. In:
of psychiatry behavioral sciences/clinical
Ries RK, Miller SC, Fiellin DA, Saitz R, edi-
psychiatry. 11th ed. Philadelphia: Wolters
tor. Principles of addiction medicine. 4th ed.
Kluwer; 2014. pp. 616-623.
Philadelphia: Lippincott williams & wilkins; 2009. pp. 4-9.
12. Morein-Zamir S, Robbins TW. Frontostriatal circuits in response inhibition:
5. Joewana S. Komplikasi medis dan akibat
relevance to addiction. Brain res. 2014.
lain. In: Gangguan mental dan perilaku
Available from :http://dx.doi.org/10.1016/j.
akibat penggunaan zat psikoaktif: penyalah-
brainres.2014.09.012.
gunaan napza/narkoba. 2nd ed. Jakarta:
13. Koob GF, Buck CL, Cohen A, Edwards S,
Penerbit buku kedokteran EGC; 2005.pp.
Park PE, Schlosburg JE, et al. Addiction as a
205-8.
stress surfeit disorder. Neuropharmacology.
6. Badan Narkotika Nasional. Ubah stigma
2014;76(1)B:370-82.
dengan tingkatkan produktivitas. Sinar BNN
14. Ersche KD, Williams GB, Robbins TW, Bulll-
[newspaper on the Internet]. 2014 [cited
more ET. Meta analysis of structural brain
2014 Jun 20]; pp. 1-3. Available from: http://
abnormalities associated with stimulant drug
www.bnn.go.id/portal / Uploads/post/ 2014/
dependence and neuroimaging of addiction
02/24/majalahsinaredisijanuari2014revisi.
vulnerability and resilience. Curr Opin Neu-
pdf.
robiol. 2013;23(4):615-24.
7 . Corrigan PW, Kuwabara SA, O’Shaughnessy
15. Spear LP. The adolescent brain and age-
J. The public stigma of mental illness and
related behavioral manifestations. Neurosci
drug addiction findings from a stratified
Biobehav Rev. 2000;24:417-63.
random sample. Journal of social work. 2009;9(2):139-47
16. Chan KY, Stoové MA, Sringernyuang L, Reidpath DD. Stigmatization of AIDS patients:
8. Hammer R, Dingel M, Ostergen J, Partridge
disentangling thai nursing students’ attitudes
B, McCormick J, Koenig BA. Addiction: Cur-
towards HIV/AIDS, drug use, and commer-
rent criticism of the brain disease paradigm.
cial sex. AIDS Behav. 2008;12:146–57.
AJOB Neurosci. 2013;4(3):27-32.
17. Rao H, Mahadevappa H, Pillay P, Sessay M,
9 . Ross S, Peselow E. The neurobiology of
Abraham A. A study of stigmatized attitudes
addictive disorders. Clin Neuropharmacol.
towards people with mental health problems
2009;32(5):269-76.
among health professionals. J Psychiatr
10. Husin AB, Siste K. Gangguan penggunaan
182
Ment Health Nurs. 2009;16:279–84.
zat. In: Elvira SD, Hadisukanto G, editor.
18. Moss-Moris R, Weinman J, Petrie KJ, Cam-
Buku ajar psikiatri. 2nd ed. Jakarta: Badan
eron L, Buick D. The Revised Illness Percep-
penerbit fakultas kedokteran universitas
tion Questionnaire (IPQ-R). Psychology and
Indonesia; 2013.
Health. 2002;17(1):1-16.
Vol. 13, No. 3, Oktober 2014