ISSN 2086-4256 DJM 12(1) 1-88 February 2013
DAMIANUS Journal of Medicine VOLUME 12, NOMOR 1, 2013
PUBLISHED SINCE 2002
February 2013
ARTIKEL PENELITIAN 1-7
KETEBALAN TUNIKA INTIMA-MEDIA ARTERI KAROTIS PADA DEWASA MUDA Poppy Kristina Sasmita, Herlina Uinarni, Tena Djuartina
8-15
UJI MIKROBIOLOGIS ES BATU KONSUMSI DI KANTIN SEKITAR LINGKUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA Yulia Tanti Narwati, Ignatio Rika, Dicky Adi Putra, Maria Clarissa Wiraputranto
16-24 25-32
GAMBARAN KADAR KOLESTEROL TOTAL SERUM KARYAWAN RUMAH SAKIT ATMA JAYA DENGAN OBESITAS SENTRAL Andika Surya Atmadja, Sheella R Bororing, Nanny Djaja PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU TERHADAP KELENGKAPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI KECAMATAN PENJARINGAN, JAKARTA Meiliyana Wijaya, Elsye Angella Wanda, Nelly Tina Widjaja
TINJAUAN PUSTAKA 33-41 potensi sel nk untuk imunosurveilans kerentanan, prognosis, dan tingkat keparahan penyakit kronis Daniel Edbert Liang, Yossico Ria Wibowo 42-52
STEM CELL SEBAGAI MODALITAS TERAPI SIROSIS HEPATIS Randy Adiwinata, Ana Lucia Ekowati, Tena Djuartina
53-60
PENGHAMBATAN SPHINGOSINE KINASE 1 PADA PENGOBATAN SEPSIS Sandy Vitria Kurniawan
61-67
PERAN ANGKAK DALAM MENURUNKAN KADAR KOLESTEROL DARAH Riki Tenggara, Alice Angelina, Marissa Gondo Suwito, Andika Surya Atmadja
LAPORAN KASUS 68-81 82-88
PENATALAKSANAAN ANESTESI KASUS SINDROM PRUNE-BELLY PADA BAYI PEREMPUAN USIA 6 BULAN DI RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO Tommy Nugroho Tanumihardja SARKOMA STROMA ENDOMETRIUM: SEBUAH LAPORAN KASUS DAN RELEVANSI DIAGNOSTIK IMUNOHISPATOLOGIKNYA Dyonesia Ary Harjanti, Cyprianus Murtono, Matius Lesmana
Damianus Journal of Medicine; Vol.12 No.1 Februari 2013: hlm. 53-60
ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA
PENGHAMBATAN SPHINGOSINE KINASE 1 PADA PENGOBATAN SEPSIS SPHINGOSINE KINASE 1 INHIBITION IN THE TREATMENT OF SEPSIS Sandy Vitria Kurniawan
Departemen Farmakologi dan Farmasi, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jalan Pluit Raya No.2 Jakarta Utara 14440
ABSTRACT
Korespondensi: Sandy Vitria Kurniawan. Departemen Farmakologi dan Farmasi, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. E-mail:
[email protected]
activation of body’s immune system, such as the complement system. Activation
Introduction: Sepsis is a common cause of death in critically ill patients. In sepsis, there is an excessive process of infection and inflammation, resulting in of the complement system will produce anaphylatoxin, such as C3a, C4a, and C5a. C5a anaphylatoxin has potent proinflammatory properties. Stimulation C5a anaphylatoxin can increase the activity of sphingosine kinase 1. This enzyme will catalyze the formation of sphingosine 1 phosphate from sphingosine. Sphingosine kinase 1 can mediate the secretion of proinflammatory mediators triggered by C5a anaphylatoxin, and also regulate the recruitment of leukocytes and macrophages to the inflammation site. Inhibition to sphingosine kinase 1 shows inhibition to the inflammatory response triggered by C5a anaphylatoxin. Furthermore, inhibition to sphingosine kinase 1 is expected to control bacterial infections in patients with sepsis, together with antimicrobial agent. This discovery will lead us a new hope in the treatment of sepsis. Key Words: C5a anaphylatoxin, sepsis, sphingosine kinase 1
ABSTRAK Latar Belakang: Sepsis adalah penyebab umum kematian pada pasien-pasien dengan penyakit kritis yang memiliki insiden yang meningkat setiap tahunnya. Pada sepsis, ada proses infeksi dan inflamasi yang berlebihan, sehingga dapat mengaktifkan sistem kekebalan tubuh, salah satunya adalah sistem komplemen. Aktivasi terhadap sistem komplemen akan menghasilkan berbagai anafilatoksin, seperti C3a, C4a, dan C5a. Anafilatoksin C5a memiliki sifat proinflamasi yang kuat. Stimulasi terhadap anafilatoksin C5a dapat meningkatkan aktivitas enzim sphingosine kinase 1. Enzim ini akan mengkatalisasi pembentukan sphingosine 1 fosfat dari sphingosine. Sphingosine kinase 1 dapat memediasi sekresi mediator proinflamasi yang dipicu oleh anafilatoksin C5a, dan juga mengatur rekrutmen leukosit dan makrofag ke situs-situs peradangan. Penghambatan terhadap sphingosine kinase 1 menunjukkan penghambatan pada respons inflamasi yang dipicu oleh anafilatoksin C5a. Selain itu, hambatan terhadap sphingosine kinase 1 diharapkan dapat mengendalikan infeksi bakteri pada pasien dengan sepsis, bersama-sama dengan obat antimikroba. Penemuan ini telah membawa kita pada sebuah harapan baru dalam pengobatan sepsis. Kata Kunci: Anafilatoksin C5a, sepsis, sphingosine kinase 1
Vol. 12, No. 1, Februari 2013
53
DAMIANUS Journal of Medicine
PENDAHULUAN
inflamasi yang terjadi pada pasien sepsis.4
Sepsis merupakan penyebab kematian tersering pada pasien kritis. Insiden sepsis meningkat tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, insiden ini mening-
PEMBAHASAN
kat 1,5% per tahun.1 Peningkatan ini sejalan de-
Definisi Sepsis
ngan semakin banyaknya penggunaan antibiotik
SIRS (Systemic Inflammatory Response Syn-
spektrum luas, sehingga resistensi antibiotik
drome) merupakan suatu respons tubuh ter-
dan infeksi nosokomial meningkat. Penggunaan
hadap penyakit yang disebabkan oleh infeksi
teknologi maju untuk mempertahankan kehidup-
atau noninfeksi. SIRS dapat didiagnosis dengan
an (seperti alat bantu pernafasan), peningkatan
memperhatikan minimal 2 dari 4 tanda utama,
pasien dengan masalah imun (kanker dan HIV),
yaitu demam (hipertermi) atau hipotermi, taki-
bertambahnya jumlah pasien geriatri (insiden
kardi, lekositosis atau lekopeni, dan takipnea.
ini meningkat >100 kali lipat sejalan dengan
Sepsis adalah SIRS yang disebabkan oleh infek-
pertambahan usia) dan pasien penyakit kronik,
si. Sepsis yang dihubungkan dengan disfungsi
serta meningkatkan kerentanan orang terhadap
dari organ yang jauh dari tempat infeksi disebut
sepsis.
dengan sepsis berat. Sepsis berat dapat disertai
2
Berdasarkan data epidemiologi di Amerika Serikat, setiap tahunnya terjadi 751.000 kasus sepsis, dan lebih dari 210.000 di antaranya meninggal. Dana yang dihabiskan dalam setiap kasus yang dihadapi berkisar U$22.100 atau 16,7 milyar rupiah setiap tahunnya.1,3 Sepsis merupakan masalah yang banyak terjadi, membutuhkan biaya yang mahal dan dalam setiap
dengan hipotensi atau hipoperfusi. Hipotensi yang tidak dapat dikoreksi dengan terapi cairan, dikenal sebagai septik syok. Definisi ini diusulkan oleh consensus conference committees pada tahun 1992 dan 2001. Sepsis biasanya masih reversibel, tetapi pasien dengan syok septik terkadang tidak bisa diatasi walaupun dengan terapi yang agresif.5,6
kasusnya menimbulkan angka kematian yang cukup tinggi. Penanganan yang lebih baik dan
Patofisiologi Sepsis Berat
komprehensif dibutuhkan dalam tata laksana
Sepsis berat dapat diawali dengan suatu infeksi
pasien sepsis. Ilmuwan berusaha untuk mene-
di salah satu bagian tubuh, seperti paru-paru,
mukan obat yang dapat mempercepat kesem-
abdomen, kulit, jaringan lunak, traktus urinarius,
buhan dan meningkatkan angka harapan hidup
ataupun darah. Pada umumnya, sepsis dipicu
pasien. Dalam penelitian terkini, telah ditemukan
oleh infeksi bakteri atau jamur. Kondisi ini tidak
suatu penghambat sphingosine kinase 1 telah
menyebabkan penyakit sistemik pada orang
memberikan suatu harapan bagi pasien dengan
dengan sistem imun yang baik, sebaliknya, pada
sepsis. Sphingosine kinase 1 diketahui memiliki
orang dengan defisiensi imun, kondisi tersebut
fungsi proinflamasi, sehingga hambatan terha-
dapat menimbulkan sepsis. Mikroba patogen
dap sphingosine kinase 1 ini dapat mengurangi
dapat menghindari sistem imun tubuh dengan
54
Vol. 12, No. 1, Februari 2013
Penghambatan sphingosine kinase 1 pada pengobatan sepsis
mengeluarkan toksin atau faktor virulensi lain-
mieloid. C5aR banyak terdapat pada neutrofil.
nya. Pada kedua kasus tersebut, tubuh tidak
Monosit memiliki C5aR lebih sedikit dibanding
mampu melawan kuman yang masuk, sehingga
neutrofil. C5a memiliki fungsi-fungsi biologis,
terjadi reaksi inflamasi yang hebat dan dapat
seperti melindungi sel fagosit (neutrofil dan
menimbulkan sepsis berat.5
makrofag), meningkatkan kemampuan neutrofil
Sepsis menyebabkan aktivasi sistem komplemen yang berlebihan dan menyebabkan fungsi sistem imun bawaan pada sel fagosit menjadi lemah akibat aktivasi komplemen, yaitu C5a. Adanya C5a dalam darah pada sepsis memperlihatkan hilangnya kontrol dari aktivasi komplemen dan menyebabkan penurunan pertahanan sistem imun bawaan. Kondisi ini menyebabkan disregulasi sistem pembekuan dan fibrinolisis. Hal ini akan memicu apoptosis limfosit, yang diduga menjadi penyebab imunosupresi pada sepsis.7
membunuh bakteri, serta meningkatkan fungsi imun bawaan pada sel fagositik melalui peningkatan fungsi leukosit melepas enzim granula dan pembentukan anion superoksida. Selain itu, C5a juga memicu respons kemotaktik neutrofil. Salah satu efek yang menarik dari C5a pada neutrofil adalah perpanjangan masa hidup neutrofil yang setelah terpapar dengan C5a, sehingga menjadi resisten terhadap apoptosis. Stimulasi C5a menyebabkan fosforilasi protein Akt dan Bad pada neutrofil serta menurunkan aktivitas caspase-9.7,8 C5a juga meningkatkan fungsi sel endotelial ter-
Sistem komplemen akan diaktifkan melalui 3 jalur
hadap LPS, menyebabkan peningkatan produksi
berbeda, menghasilkan 3 anafilatoksin, yaitu
IL-8, kemokin, dan IL-6.
C3a, C4a, dan C5a, yang memicu perubahan pada respons inflamasi akut.8,9 C5a merupakan produk aktivasi komplemen yang memiliki sifat proinflamasi yang paling poten. C5a tidak hanya dihasilkan melalui jalur aktivasi komplemen, tetapi juga diproduksi lokal melalui sel fagosit (berhubungan dengan serine protease dengan aktivitas C5 convertase).8 Pada sepsis, diduga ada 2 jalur sistem komplemen yang berperan, yaitu jalur lektin (terlihat dari adanya interaksi antara bakteria dengan MBL (Mannose Binding Lectin) melalui residu yang mengandung manose pada permukaan bakteri) dan jalur alternatif (terlihat dari adanya lipopolisakarida (LPS) dari bakteri gram negatif). Namun, pendapat ini masih harus divalidasi lebih lanjut.7
Peningkatan pembentukan C5a, seperti pada sepsis, menyebabkan beberapa perubahan seperti yang terlihat pada Diagram 1. Pada sepsis, kadar C5a dalam darah dapat mencapai 10-100 nM. Kadar C5a yang tinggi dapat menyebabkan hilangnya ekspresi C5aR dari permukaan neutrofil berkaitan dengan pembentukan kompleks C5a-C5aR. Adanya gangguan pada neutrofil menyebabkan ketidakmampuan untuk memfosforilasi enzim kinase ekstraseluler yang merupakan faktor penting pada jalur sinyal MAPK (Mitogen Activated Protein Kinase). Hal ini menyebabkan neutrofil tidak dapat memfosforilasi p47phox (faktor kunci sitosol yang harus di translokasi ke permukaan sel untuk pembentukan NADPH oksidase).7,8 C5a menstimulasi aktivitas sphi-
Setelah C5a dilepas, C5a berinteraksi dengan
ngosine kinase pada neutrofil, sehingga mem-
C5a reseptor (C5aR) pada sel mieloid dan non-
bentuk sphingosine 1 phosphate yang bersifat
Vol. 12, No. 1, Februari 2013
55
DAMIANUS Journal of Medicine
dasar pasien, dan kerentanan bakteri terhadap
proinflamatory.10 Kadar tinggi C5a tidak memberikan gangguan pada makrofag sebesar gangguan pada neutrofil. C5a akan meningkatkan kemampuan makrofag memproduksi mediator proinflamasi, seperti TNF dan berbagai kemokin, yang dapat menyebab-
antimikroba yang digunakan.5 Fokus infeksi harus dicari dan ditangani dengan segera. Jika peralatan infus dicurigai menjadi sebab, maka harus segera diangkat setelah didapat akses vaskular yang baru.2
kan terjadinya badai sitokin/kemokin (cytokine/
Keadaan metabolik, pernapasan, dan hemo-
chemokine storm) yang ditemukan pada pasien
dinamik yang adekuat sangat dibutuhkan bagi
sepsis.7 Hal ini dapat meningkatkan risiko keru-
pasien sepsis. Berbagai macam usaha dilaku-
sakan pada banyak organ.
kan untuk mempertahankannya. Kondisi umum
Pada sel endotelial, kadar C5a yang tinggi mempunyai 2 efek, yaitu meningkatkan produksi
pasien juga harus dijaga dengan baik. Pemberian tambahan nutrisi enteral dapat diberikan pada sepsis berat. Tambahan nutrisi total melalui
mediator proinflamasi (IL-8) dan pembentukan
parenteral dapat dilakukan terhadap pasien
produk yang merusak (memiliki aktivitas protrom-
dengan sepsis abdominal, bedah, atau trauma
botik yang poten), sehingga dapat menyebabkan
abdomen.12 Pemberian terapi agresif bagi pasien
koagulasi intravaskular. Pembentukan C5a pada
sepsis berat dapat mengurangi angka kematian
sepsis juga dihubungkan dengan apoptosis thy-
yang disebabkan oleh sepsis. Pendekatan baru
mosit dan mungkin sel limfoid lainnya, melalui
telah dicoba untuk mengurangi angka kematian
aktivasi caspase 3,6, dan 9.
akibat sepsis, seperti endotoxin neutralizing
7,8,11
protein, antikoagulan, imunoglobulin poliklonal, Terapi Sepsis
glukokortikoid, antagonis TNF α, IL-1, PAF,
Pasien yang dicurigai sepsis harus diterapi
dan bradikinin. Tidak ada salah satu dari yang
dengan cepat dan tepat. Terapi yang baik mem-
disebutkan di atas dapat memperbaiki angka
butuhkan tindakan yang cepat untuk mengatasi
harapan hidup pada pasien sepsis berat.5
infeksi dan menyediakan keadaan hemodinamik,
Pemberian recombinant activated protein C
metabolik, dan pernapasan yang baik. Penilaian
(aPC) pada pasien sepsis merupakan suatu
dan diagnosis yang cepat sangat diperlukan.
upaya yang memberikan harapan. Namun, ada
Pemberian terapi antimikroba sebaiknya dimulai secepat mungkin, disesuaikan dengan jenis kuman yang menginfeksi. Selama menunggu hasil kultur, antimikroba spektrum luas dapat digunakan terlebih dahulu. Antimikroba diberikan
banyak masalah yang ditimbulkan sehubungan dengan penggunaan protein sebagai obat, seperti masalah imunogenisitas, harga yang terlampau mahal, mudah didegradasi oleh protease darah atau traktus gastrointestinal.10,13,14
paling sedikit 1 minggu. Lamanya terapi tergan-
Saat ini sedang dikembangkan suatu cara peng-
tung dari beberapa faktor, seperti lokasi infeksi,
obatan terbaru menggunakan penghambat
drainase pascaoperasi yang adekuat, penyakit
sphingosine kinase 1 yang dapat digabungkan
56
Vol. 12, No. 1, Februari 2013
Penghambatan sphingosine kinase 1 pada pengobatan sepsis
dengan antimikroba yang mungkin berguna
fMLP, ditemukan meningkat pada stimulasi SphK
untuk mengatasi sepsis dan juga septik syok.
yang memproduksi sphingosine 1 phospate.
Penemuan ini dimaksudkan untuk mendapatkan
Kedua, hambatan pada stimulasi SphK akan
suatu molekul yang lebih stabil, biaya pembuatan
mengurangi atau bahkan mencegah terjadinya
yang lebih murah, dan mempunyai bioavaibilitas
hal-hal yang berkaitan dengan reseptor ini, se-
yang lebih baik.
perti sintesis reseptor stimulated DNA, mobilisasi Ca2+, dan vesicular trafficing.10,13-15
Penghambat Sphingosine Kinase 1 pada Terapi Sepsis
Pada dinding pembuluh darah, sphingosine 1 phospate merupakan stimulator angiogenesis
a. Sphingosine Kinase 1
yang poten dan faktor kemotaktik untuk sel
Reaksi sphingosine menjadi sphingosine 1 pho-
endotel.15 Sphingosine 1 fosfat memiliki fungsi
spate dikatalisis oleh enzim sphingosine kinase
proinflamasi sebagai respons terhadap sitokin
yang terdapat di sitosol dan retikulum endoplas-
tertentu dan LPS bakteri.4
mik. Terdapat dua macam sphingosine kinase, yaitu tipe 1 dan 2 (SphK1 dan SphK2), yang
b. Mekanisme Kerja Penghambat Sphingo-
tersebar dalam banyak jaringan, terutama pada
sine Kinase 1 pada Terapi Sepsis
eritrosit dan sel epitel. SphK1 banyak terdapat
Pada pasien sepsis, ekspresi SphK1 meningkat
pada sitosol, sehingga enzim ini yang meregu-
oleh bakteri ekstraseluler, lipopolisakarida (LPS),
lasi kadar sphingosine 1 phosphate pada sitosol
dan bakteri lipoprotein (BLP). SphK1 teraktivasi
dan ekstraseluler, sedangkan SphK2 banyak
dengan cepat pada makrofag manusia dengan
terdapat pada nukleus.4
LPS atau BLP.16
Beberapa tahun belakangan ini mulai diketahui bahwa metabolit sphingolipid, yaitu ceramide dan sphingosine 1 phosphate, telah menjadi suatu molekul bioaktif yang poten dan mempunyai dampak pada berbagai proses seluler, seperti diferensiasi, apoptosis, dan proliferasi.13 Fungsi sphingosine 1 phospate terhadap sel adalah sebagai ligan ekstraseluler yang mengaktivasi reseptor terikat protein G dan sebagai second messenger intraseluler. Ada beberapa hal yang telah ditemukan sehubungan dengan perannya sebagai second messenger intraseluler. Per-
Baru-baru ini ditemukan pada neutrofil dan makrofag manusia, C5a menstimulasi aktivitas SphK neutrofil dan differentiated HL-60 cells. Penghambatan terhadap aktivitas SphK oleh N,N-dimethyl-sphingosine (DMS) menunjukkan penghambatan terhadap mobilisasi Ca2+ yang distimulasi oleh C5a, pelepasan enzim, kemotaksis, produksi sitokin, dan aktivasi NADPH oksidase. Hal ini menunjukan adanya peran dari SphK pada respons inflamasi yang dipicu oleh C5a.10,14
tama, aktivasi reseptor beberapa plasma mem-
Aktivasi C5aR menstimulasi produksi sphingo-
bran, seperti the platelet derived growth factor
sine 1 phospate dan aktivitas SphK. Pengham-
reseptor, reseptor FcεRI dan FcγRI Ag, reseptor
batan aktivitas SphK1 dengan oligonukleotida
Vol. 12, No. 1, Februari 2013
57
DAMIANUS Journal of Medicine
antisense yang spesifik dapat menghambat
dilakukan oleh Vlasenko et al., menunjukkan
respons makrofag terhadap C5a, sehingga
neutropenia yang dipicu oleh C5a dan peritoni-
menunjukkan SphK1 mempunyai peran penting
tis dapat dikurangi dengan hambatan SphK.14
dalam respons proinflamasi yang dipicu oleh
Infiltrasi neutrofil dan monosit yang dipicu oleh
makrofag, yang distimulasi oleh C5a.13
C5a pada daerah peritoneal dihambat pada tikus
C5a mempunyai kemampuan untuk memicu migrasi makrofag, hambatan pada SphK1 menunjukkan adanya hambatan pada kemotaksis yang dipicu oleh C5a. Aktivitas SphK penting dalam respons fisiologis yang dipicu oleh sel efektor imun. SphK meregulasi neutrofil sebagai suatu pertahanan terhadap infeksi dengan membawa neutrofil sirkulasi ke tempat infeksi. Aktivitas
yang sebelumnya diberi penghambat SphK. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah sitokin, yaitu TNFα dan IL-6, di serum dan cairan peritoneal. Hal ini menunjukkan suatu peran SphK dalam memicu respons inflamasi melalui C5a.14 Ekspresi SphK1 meningkat pada neutrofil dan makrofag yang diisolasi dari cavum peritoneal pasien dengan syok septik.
SphK1 juga penting untuk membawa leukosit
Pada penelitian Puneet et al., penghambatan
selama proses inflamasi. Dalam penelitian yang
SphK1 dilakukan dengan memberikan pengham-
Sepsis
Produksi C5a berlebihan
Neutrofil
Makrofag
Sel Endotelial
Jalur MAPK terganggu
Meningkatkan produksi sitokin/kemokin
Produksi faktor jaringan, ketidakseimbangan regulasi koagulasi
Translokasi p47phox terganggu
Cytokine/chemokine storm
Ketidakmampuaan membentuk NADPH oksidase
Inflamasi tidak terkontrol
Hilangnya kemampuan membunuh bakteri
Kegagalan multi organ
Timosit
Peningkatan ekspresi C5aR Aktivasi caspase 3,6,9
DIC Apoptosis Kematian Imunodefisiensi
Bakteremia yang mematikan Gambar 1. Dampak pembentukan C5a yang berlebih pada pasien sepsis.6 58
Vol. 12, No. 1, Februari 2013
Penghambatan sphingosine kinase 1 pada pengobatan sepsis
bat SphK1 spesifik 5c dan memberikan suatu
pada pasien kritis, dengan insiden yang mening-
small interfering RNA (siRNA).16 Percobaan ini
kat setiap tahunnya. Berbagai macam penemuan
menunjukkan bahwa SphK1 diperlukan untuk
dan pengembangan obat telah dilakukan dalam
mengaktivasi faktor transkripsi faktor inti κB (NF-
usaha untuk memperbaiki angka kesembu-
κB), memicu sekresi sitokin proinflamasi (TNFα,
hannya. Penemuan penghambat sphingosine
Interleukin 1β (IL-1β), dan IL-6), dan protein pro-
kinase 1 telah memberikan suatu harapan baru
inflamasi HMGB1 (High Mobility Group Protein
dalam menangani sepsis. Kemampuan Sphingo-
B1), tetapi bukan interferon α tipe I (IFNα) atau
sine kinase 1 untuk memediasi sekresi mediator
IFNβ.16 NF-κB memiliki peran dalam meregulasi
proinflamasi yang dipicu oleh anafilatoksin C5a
respons imun terhadap infeksi.
membawa kita untuk mempelajari lebih jauh perannya pada inflamasi yang disebabkan oleh
c. Penghambat Sphingosine Kinase 1 Pada saat ini telah ada beberapa penelitian mengenai penghambat sphingosine kinase 1. Yatomi et al., meneliti bahwa pemberian N,N
endotoksin dan sepsis. Hambatan terhadap sphingosine kinase 1 dapat mengurangi respons inflamasi dan mengontrol infeksi bakteri pada pasien sepsis.
dimethylsphingosine (DMS) dapat menghambat pembentukan sphingosine 1 phosphate dan meningkatkan jumlah sphingosine.17 Selain itu, DMS juga dapat menghambat pelepasan sphingosine 1 phosphate dari platelet dan menghambat agregasi platelet.
DAFTAR PUSTAKA 1. Angus DC, Linde-Zwirble WT, Lidicker J, Clermont G, Carcillo J, Pinsky MR. Epidemiology of severe sepsis in the united states. Crit Care Med. 2001;1303-10
Pada tahun 2012, Schnute et al., menemukan PF-543, suatu penghambat sphingosine kinase 1 yang poten, 100 kali lebih selektif terhadap sphingosine kinase 1 dibandingkan bentuk sphingosine kinase 2. PF-543 merupakan suatu 18
penghambat sphingosine kinase 1 reversibel, yang berikatan langsung pada tempat aktif enzim serta menghambat aktivitasnya. Penelitian yang ada pada saat ini masih dalam tahap in vitro. Diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut di masa yang akan datang.
2. Qureshi K, Rajah A. Septic shock: a review article. BJMP. 2008; 1(2)7-12 3. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med. 2003; 348:138-50 4. Christie WW. Sphingosine 1 Phosphate. AOCS Lipid Library [serial online]. 2010 [cited 2010 Oktober 23]. Available from: http://lipidlibrary.aocs.org/Lipids/sph_1_p/ file.pdf 5. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Severe sepsis and septic shock. In: Harrison’s prin-
KESIMPULAN
cipal of internal medicine. 17th ed. New York:
Sepsis merupakan penyebab kematian tersering
Mc Graw Hill; 2008. p.1695-1702
Vol. 12, No. 1, Februari 2013
59
DAMIANUS Journal of Medicine
6. Larosa SP. Sepsis: menu of new approaches replaces one therapy for all. Cleve Clin J Med. 2002;69:65-73
taxis. J Immunol. 2004;173:1596-603 14. Vlasenko LP, Melendez AJ. A critical role for sphingosine kinase in anaphylatoxin induced
7. Ward PA. The dark side of C5a in sepsis.
neutropenia, peritonitis, and cytokine production in vivo. J Immunol. 2005;174(10):6456-
Nat Rev Immunol. 2004;4:133-42 8. Guo RF, Riedemann NC, Ward PA. Role of C5a-C5aR interaction in sepsis. Shock.
61 15. Wadgaonkar R, Patel V, Grinkina N, Romano C, Liu J, Zhao Y, et al. Differential regula-
2004;21(1):1-7 9. Huber-Lang M, Sarma VJ, Lu KT, McGuire SR, Padgaonkar VA, Guo RF, et al. Role of C5a in multiorgan failure during sepsis. J
tion of sphingosine kinase 1 and 2 in lung injury. Am J Physiol Lung Cell Mol Physiol. 2009;296(4): L603-13 16. Puneet P, Yap CT, Wong L, Lam Y, Koh
Immunol. 2001;166(2):1193-9 10. Ibrahim FB, Pang SJ, Melendez AJ. Anaphylatoxin signaling in human neutrophils. J Biol Chem. 2004;279(43):44802-11 11. Riedemann NC, Guo RF, Ward PA. A key role of C5a/C5aR activation for the development of sepsis. J Leukoc Biol. 2003;74(6):966-70 12. Russel JA. Drug therapy: management of sepsis. N Engl J Med. 2006;355:1699-713
DR, Moochhala S, et al. SphK1 regulates proinflammatory responses associated with endotoxin and polymicrobial sepsis. Science. 2010;328:1290-4. 17. Yatomi Y, Ruan F, Meqidish T, Toyokuni T, Hakomori S, Igarashi Y. N,N dimethylsphingosine inhibition of sphingosine kinase and sphingosine 1 phosphate activity in human platelets. Biochem J. 1996;35(2):626-33
13. Melendez AJ, Ibrahim FB. Antisense knock-
18. Schnute ME, McReynolds MD, Kasten T,
down of sphingosine kinase 1 in human mac-
Yates M, Jerome G, Rains JW, et al. Modu-
rophages inhibits C5a receptor-dependent
lation of cellular S1P levels with a novel,
signal transduction, Ca2+ signals, enzyme
potent and specific inhibitor of sphingosine
release, cytokine production, and chemo-
kinase-1. Biochem J. 2012;444(1):79-88.
60
Vol. 12, No. 1, Februari 2013