DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 59
PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN TENTANG MATERI PERATURAN PERUNDANG–UNDANGAN TINGKAT PUSAT DAN DAERAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH DI KELAS V SD NEGERI I DOROPAYUNG Slamet Sujiharno*) NIP 19660108 198803 1 008 SD Negeri 1 Doropayung UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang *)
e-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Doropayung Tahun Pelajaran 2015/2016 dalam pembelajaran PKn melalui metode diskusi dan pembelajaran make a match.. Subyek penelitian adalah guru dan siswa kelas V SDN 1 Doropayung yang berjumlah 19 siswa. Sedangkan obyeknya adalah aktifitas dan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Prosedur penelitian meliputi (1)rencana tindakan (2) pelaksanaan tindakan (3) observasi dan (4) refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui tes dan non tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis interaktif. Teknik pembelajaran menggunakan tipe pembelajaran make a match. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Siklus I menunjukkan peningkatan aktifitas belajar siswa yang berjumlah 11 siswa atau 58% dari keseluruhan siswa kelas V SDN 1 Doropayung. Pada Siklus II menunjukkan peningkatan aktifitas yang lebih signifikan, yaitu sejumlah 17 siswa atau 89% dari jumlah keseluruhan siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi make a match dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar pada mata pelajaran PKn siswa kelas V SDN 1 Doropayung tahun pelajaran 2015/2016. Kata kunci: aktivitas dan hasil belajar, model Make a Math
1.
Pendahuluan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) diberikan sejak SD sampai SLTA. Dengan PKn seseorang akan memiliki kemampuan untuk mengenal dan memahami karakter dan budaya bangsa serta menjadikan warga negara yang siap bersaing di dunia internasional tanpa meninggalkan jati diri bangsa. Melalui PKn setiap warga negara dapat mawas diri dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini yang memberi dampak positif dan negatif. PKn juga bermanfaat untuk membekali peserta didik agar memiliki kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Pada kenyataannya, PKn dianggap ilmu yang sukar dan sulit dipahami. PKn adalah pelajaran formal yang berupa sejarah masa lampau, perkembangan sosial budaya, perkembangan teknologi, tata cara hidup bersosial, serta peraturan kenegaraan. Begitu luasnya materi PKn menyebabkan anak sulit untuk diajak berfikir kritis dan kreatif dalam menyikapi masalah yang berbeda. Sementara anak usia sekolah dasar tahap berfikir mereka
masih belum formal, karena mereka baru berada pada tahap Operasi Onal Konkret (Peaget: 1920). Apa yang dianggap logis, jelas dan dapat dipelajari bagi orang dewasa, kadang – kadang merupakan hal yang tidak masuk akal dan membingungkan bagi siswa. Akibatnya banyak siswa yang tidak memahami konsep PKn. Berdasarkan temuan penulis, sebagian besar siswa kurang aktif dan berfikir kritis dalam materi peraturan perundang – undangan tingkat pusat dan daerah. Apabila anak menghadapi masalah kontekstual baru yang berbeda dengan yang dicontohkan, anak belum mampu berfikir kritis dan menemukan solusi dengan benar sehingga banyak anak yang menjawab salah, dan dengan alasan soalnya sulit. Karena itu wajar setiap kali diadakan tes, nilai pelajaran PKn selalu rendah dengan rata – rata kurang dari KKM. Seperti yang dialami penulis sendiri, setiap ulangan PKn nilai rata – rata anak di bawah 70. Termasuk pada materi peraturan perundang – undangan tingkat pusat dan daerah. Nilai rata – rata formatif hanya 55,8. Dari 19 siswa hanya 4 siswa 21 % yang memperoleh nilai 70 ke atas. Sedangkan 15 siswa yang lain 79 % mendapat nilai dibawah 70. Kondisi demikian apabila
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 60
terus dibiarkan akan berdampak buruk terhadap kualitas pembelajaran mata pelajaran PKn di kelas V. Salah satu alternatif pemecahan masalah diatas yang mungkin untuk dilaksanakan guru adalah dengan mengadakan penelitian tindakan kelas. Perbaikan yang penulis akan lakukan adalah bagaimana penerapan pembelajaran make a mach pada materi peraturan perundang – undangan tingkat pusat dan daerah.dapat dilaksanakan dengan menyenangkan tetapi juga menghasilkan pembelajaran yang meningkat. Harapan penulis adalah terjadinya pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan serta lebih bermakna dan adanya keberanian peserta didik yang tuntas untuk menyelesaikan masalah kontektual dengan benar serta untuk lebih menguasai pelajaran.
2. Materi dan Metode 2.1. Materi A. 1.
Teori Yang Melandasi Model Pembelajaran Make A Match Teori Vygotski
Karya Vygotski didasarkan pada tiga ide utama: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide- ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran peserta didik (Nur, 2000 : 10). Hal terpenting dari teorinya adalah pentingnya interaksi antara aspek internal dan eksternal pembelajaran dengan menekankan aspek lingkungan sosial pembelajaran. Vygotski yakin bahwa pembelajaran terjadi ketika peserta didik bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal development). Secara terperinci, dikemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan “zona per-kembangan proksima” adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potesial. Tingkat perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa melalui kerja sama dengan rekan sebaya yang lebih mampu. Dengan demikian, maka tingkat perkembangan potensial dapat disalurkan melalui model pembelajaran kooperatif Ide penting lain dari Vygotski adalah scaffolding. Scaffolding adalah pemberian sejumlah kemampuan oleh guru kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu (Slavin, 2000 : 94). Kemampuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan,
memberi contoh, ataupun hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik tumbuh sendiri (Slavin,2000:95). Jelas bahwa scaffolding merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran kooperatif. Jadi kesimpulannya dalam teori Vygotski menurut peneliti bahwa ada hubungan secara langsung antara domain kognitif dengan sosio budaya. Kualitas berfikir peserta didik dibina dan aktivitas sosial peserta didik dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara peserta didik dengan peserta didik lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dan guru. 2. Teori Behaviorisme Menurut teori ini belajar adalah perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Misalnya, seorang peserta didik belum bisa membaca maka betapapun gurunya berusaha sebaik mungkin mengajar atau bahkan sudah hafal huruf A sampai Z di luar kepala, namun bila peserta didik itu gagal mendemonstrasikan kemampuannya dalam membaca, maka peserta didik itu belum bisa dikatakan belajar. Ia dikatakan telah belajar apabila ia menunjukkan suatu perubahan dalam tingkah laku ( dari tidak bisa menjadi bisa membaca ). Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000 : 143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behaviorisme adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi / dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat. Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997): Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si pelajar ikut berpartisipasi secara aktif di dalamnya. Materi pelajaran dibentuk dalam bentuk unitunit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 61
sehingga si pelajar mudah mempelajarinya .Tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si pelajar dapat mengetahui apakah respon yang diberikan telah benar atau belum. Setiap kali si pelajar memberikan respon yang benar maka ia perlu diberikan penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif. (dikutip dari http://dian75.wordpress.com) Dapat peneliti simpulkan bahwa menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yaitu berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi diantara stimulus dan respons itu dianggap tidak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Yang bisa diamati adalah stimulus dan respons, misalnya stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada peserta didik tersebut dalam rangka membantu peserta didik untuk belajar. Dengan demikian peneliti ini mengacu pada teori belajar Vygotski dan Behaviorisme yang menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku, seseorang dianggap belajar sesuatu bila ada menunjukkan perubahan tingkah laku. Hal ini dapat dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara peserta didik dengan peserta didik lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dan guru, sehingga kualitas berfikir dan aktivitas peserta didik dapat lebih dibina. 3. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22). Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh kemampuan peserta didik dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah professional yang dimiliki oleh guru. Artinya kemampuan dasar guru baik dibidang kognitif (intelektual), bidang sikap (afektif) dan bidang perilaku (psikomotorik). Kemampuan peserta didik dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan dapat diketahui berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh guru. Salah satu upaya mengukur hasil belajar peserta didik dilihat dari hasil belajar peserta didik itu sendiri. Bukti dari usaha yang dilakukan dalam proses belajar adalah hasil belajar yang diukur melalui tes. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ahmadi (1984) dalam http://id.shvoong.com bahwa “Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar dalam perwujudan prestasi belajar peserta didik yang dilihat pada setiap mengikuti tes. Dari beberapa pendapat di atas, maka kesimpulannya menurut peneliti adalah hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dari dalam individu peserta didik berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri peserta didik yakni
lingkungan termasuk guru di dalamnya. Dengan demikian hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh peserta didik berkat adanya usaha atau fikiran dimana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak pada diri individu perubahan tingkah Laku yang kuantitatif. 4. Pengertian Model Pembelajaran Make A Match Model pembelajaran make a match artinya model pembelajaran mencari pasangan. Setiap peserta didik mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran make a match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan. Salah satu keunggulan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan model make a match atau mencari pasangan yang dikembangkan oleh Lorna Curran (1994) adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah penerapan model make a match sebagai berikut: 1. Guru mengelompokkan peserta didik menjadi beberapa kelompok yang heterogen (beragam). Tiap kelompok terdiri atas 4-6 siswa. 2. Guru membagikan bahan ajar untuk didiskusikan oleh kelompok. 3. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya adalah kartu jawaban. 4. Pecahkan siswa menjadi dua kelompok, misalnya menjadi kelompok A dan kelompok B. 5. Bagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B. 6. Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan jawaban. 7. Tiap siswa yang mendapatkan kartu soal memikirkan jawaban dari kartu yang dipegangnya. 8. Siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya. 9. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin. 10. Setelah satu babak, kartu dikocok kembali dan setiap siswa bergantian peran. Siswa yang semula berperan sebagai pembawa kartu soal menjadi pembawa kartu jawaban di babak berikutnya. 11. Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. 12. Guru bersama dengan siswa kemudian membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran yang berhasil didapatkannya.
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 62
a. Kelebihan Model Pembelajaran "MAKE A MATCH" Ini adalah beberapa kelebihan yang dimiliki jika guru/pengajar melakukan metode pembelajaran dengan cara "Make a Match" diantaranya: 1. Siswa terlibat langsung dalam menjawab soal yang disampaikan kepadanya melalui kartu. 2. Meningkatkan kreatifitas belajar para siswa. 3. Menghindari kejenuhan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar dan mengajar. 4. Pembelajaran lebih menyenangkan karena melibatkan media pembelajaran yang dibuat oleh guru. b. Kekurangan Model Pembelajaran "MAKE A MATCH" Selain kelebihan yang dimiliki oleh model pembelajaran semacam ini, ada juga kekurangan yang dirasakan saat melakukan prosesnya, diantaranya : 1. Sulit bagi guru mempersiapkan kartu-kartu yang baik dan bagus sesuai dengan materi pelajaran. 2. Sulit mengatur ritme atau jalannya proses pembelajaran. 3. Sulit membuat siswa berkonsentrasi karena lebih mengutamakan aktifitas yang lebih c. Aktivitas Belajar Keberhasilan peserta didik dalam belajar tergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran. Aktivitas belajar adalah segenap rangkaian atau kegiatan secara sadar yang dilakukan seseorang yang mengakibatkan perubahan dalam dirinya, baik berupa perubahan atau kemahiran yang sifatnya tergantung pada sedikit banyaknya perbahan. (Gie, 1985:6) “Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar”(Sardiman, 2001:93). Banyak macammacam kegiatan (aktivitas belajar) yang dapat dilakukan anak-anak di kelas, tidak hanya mendengarkan atau mencatat. Keaktifan peserta didik selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi peserta didik untuk belajar. Peserta didik dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan cirri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau peserta didik lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya. d. Hakekat Pembelajaran PKn SD Menurut Sudjana, (2003:4) Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosiokultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945. Menurut Sudjatmiko, (2008:12) Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu
warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa, Tujuan negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan Menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah : Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. Pembelajaran PKn merupakan salah satu pelajaran yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan cenderung pada pendidikan efektif. Menurut corey ( 2005), pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang dikelolah secara disengaja untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu, sehingga dalam kondisi-kondisi khusus akan menghasilkan respon terhadap situasi tertentu juga. Menurut Nurani (2003) konsep pembelajaran merupakn sistem lingkungan yang dapat menciptakan proses belajar pada diri siswa selaku peserta didik dan guru sebagai pendidik, dengan didukung oleh seperangkat kelengkapan sehingga terjadi pembelajaran.. jadi , dalam pembelajaran semua kegiatan guru diarahkan untuk membantu siswa mempelajarisuatu materi tertentu baik berupa pelajaran, keterampilan, sikap, kerohanian, dan sebagainnya untuk dapat membantu siswa secara baik, guru harus benarbenar merencanakan pembelajaran dengan matang dan untuk itu guru perlu mengetahui latar belakang serta kemampuan dasar siswa. Latar belakang siswa yang dimaksud bukan sekedar latar belakang ekonomi, lingkungan, asal sekolah, orang tua, dan sebagainya, tetapi juga keberadaan siswa di kelas Berdasarkan pendapat para ahli di atas tentang pemahaman dan Tujuan pembelajaran PKn di SD, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan berorientasi pada penanaman konsep Kenegaraan dan juga bersifat implementatif dalam kehidupan sehari - hari. Adapun harapan yang ingin
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 63
dicapai setelah pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan ini, maka akan didapatkan generasi yang menjaga keutuhan dan persatuan bangsa. B. Kerangka Berpikir Penggunaan model pembelajaran yang tidak bervariatif dalam pembelajaran PKn membuat siswa merasa bosan dan enggan dalam belajar PKn sehingga hasil belajar PKn cenderung rendah. Melalui model pembelajaran make a match (mencari pasangan) dapat menjadi alternatif dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar PKn kelas V, karena melalui penerapan model pembelajaran make a match membuat peserta didik lebih aktif, kreatif, lebih tertarik, berani dan bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Tahap perkembangan anak usia SD yang masih dalam tahap operasional konkret, menuntut guru untuk aktif dalam mengombinasikan media pembelajaran sehingga siswa menjadi lebih tertantang dan dapat terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang diharapkan, usaha yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan memperhatikan peserta didik, menguasai materi pelajaran dan memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satu model cooperative learning adalah make a match (mencari pasangan), dimana model pembelajaran ini melibatkan aktivitas seluruh peserta didik tanpa harus ada perbedaan status. Make a match (mencari pasangan) sebagai model pembelajaran baru belum banyak diketahui bahkan diterapkan di sekolah-sekolah. Dengan demikian kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan sebagai sebagai berikut: Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Kondisi Awal
Tindakan di kelas
Kondisi Akhir
Guru/Peneliti : Belum memanfaatkan model pembelajaran
Memanfaatka n model pembelajaran Make A Match
Diduga melalui Pemanfaatan model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar anak
Siswa/yang diteliti Aktivitas dan hasil belajar rendah
Siklus I Memanfaatkan model pembelajaran yang didemonstrasikan oleh siswa. (Permainan dilakukan satu kali ) Siklus II Memanfaatkan model pembelajaran yang didemonstrasikan oleh siswa. (Permainan dilakukan dua kali)
2.2. Metode Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan informasi bagaimana tindakan yang tepat untuk meningkatkan aktifitas peserta didik dengan pembelajaran Make a Match yang berdampak pada peningkatan aktivitas dan hasil belajar peserta didik. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam bentuk siklussiklus. Peneliti mencoba mencari pemecahan masalah proses pembelajaran PKn, hal ini penting dilaksanakan karena berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan melalui tahap-tahap yaitu: (1) perencanaan (2) pelaksanaan (3) pengamatan dan (4) refleksi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (1982) meliputi empat tahapan yaitu rencana, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian tindakan kelas ini bercirikan adanya perubahan yang terus menerus. Penelitian akan berakhir apabila indikator yang telah ditentukan dapat tercapai atau sudah mencapai tingkat kejenuhan dimana hasil hanya bergeser sedikit atau tidak berubah sama sekali. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara kolaburatif dengan satu orang mitra guru SD Negeri 1 Doropayung Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang. Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) pada semester I tahun 2015/2016 dilaksanakan tiga kali yaitu : a. Pembelajaran Awal : Senin, 5 Oktober 2015 Pukul : 09.00 – 10.10 b. Siklus I : Senin, 12 Oktober 2015 Pukul : 09.00 – 10.10 c. Siklus II : Senin, 19 Oktober 2015 Pukul : 09.00 – 10.10 Penelitian dilakukan di SD Negeri 1 Doropayung, yang beralamatkan Desa Doropayung Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 1 Doropayung sebanyak 19 siswa yang terdiri dari 9 laki – laki dan 10 siswa perempuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam mendukung penelitian tindakan kelas terdiri dari dua instrumen yaitu tes dan non Tes Dari instrumen penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam pembuatan laporan penelitian, dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Tes Analisis hasil belajar dilakukan setelah kegiatan pembelajaran selesai dari masing-masing siklus pembelajaran. Dari kegiatan ini akan diketahui data tentang capaian hasil belajar siswa, tingkat ketuntasan, rata-rata klasikal, dan tingkat perkembangan prestasi belajar siswa.
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 64
b. Non Tes Hasil pengamatan pembelajaran berasal dari pengisian lembar pengamatan yang dilakukan oleh penulis sebagai pelaksana pembelajaran dan dibantu teman sejawat dalam pembelajaran, yang berisi perilaku guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung. Pengembangan instrumen penelitian diaplikasikan dengan tahapan dan bentuk penelitian yang dilakukan, dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas, penulis hanya menggunakan satu sekolah saja yang dijadikan objek penelitian, yaitu SD Negeri 1 Doropayung Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang, sehingga dalam pelaksanaanya tidak mengganggu atau bergantung pada sekolah dan kelas lain. Guna mempermudah pemahaman akan proses penyusunan dan hasil Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan, penulis menyusun pengembangan instrumen penelitian dalam 4 bagian, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Adapun teknik yang digunakan penulis dalam penelitian tindakan kelas guna tercapainya tujuan penelitian adalah: Pelaksanaan dari teknik analisis dengan melakukan perbandingan aktifitas/perilaku siswa dalam pembelajaran dan capaian hasil belajar siswa dari masing-masing tahapan pembelajaran. Proses pembelajaran PKn dikatakan baik dicerminkan dengan banyaknya siswa aktif. Banyaknya siswa dikategorikan aktif apabila dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran make a match mendapat kategori “baik” bila banyaknya siswa yang aktif mencapai ≥ 70% yang diukur dengan Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran PKn dengan kriteria aktif bila 5 komponen aktivitas terpenuhi (a) skor di bawah 2%=sangat kurang; (b) skor antara 2% sampai 40% = kurang; (c) skor 40% sampai 60% = cukup; (d) skor 60% sampai 80% = baik; dan (e) skor di atas 80% = baik sekali. Tindakan dinyatakan berhasil jika skor nilai aktivitas siswa meningkat setiap siklusnya. Siklus dihentikan jika skor nilai aktivitas siswa mencapai nilai 70 atau lebih Persentase prestasi belajar siswa diharapkan terjadi peningkatan pada setiap siklus. Tindakan dinyatakan berhasil jika prestasi belajar siswa meningkat setiap siklusnya. Siklus dihentikan jika persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar minimum 80% dari jumlah siswa secara klasikal minimum sama dengan nilai KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Penelitian ini dirancang untuk menerapkan model pembelajaran make a match bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pembelajaran di kelas, mata pelajaran PKn. Pada hakekatnya, peneliti telah melakukan tindakan dengan cara mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul dan ditemui di kelas. Selanjutnya menganalisis faktor-faktor yang timbul. Setelah dianalisis kemudian dicarikan suatu tindakan untuk mengatasi masalah tersebut dengan tepat. Dan akhirnya dibuat suatu perencanaan yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang timbul. Konsep penelitian tindakan kelas dikenal dengan adanya tindakan-
tindakan yang beraturan atau sistematis yang membentuk suatu rangkaian. Apabila dalam siklus pertama belum berhasil dilanjutkan ke siklus selanjutnya, yang berupa perbaikan tindakan. Adapun siklus terdiri dari (1) rencana tindakan (2) pelaksanaan tindakan (3) observasi dan (4) refleksi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Metode penelitian ini akan direncanakan melalui dua siklus, setiap siklus dilakukan 2 x 35 menit yang terdiri dari empat tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. A. Rencana Prosedur Siklus I 1. Perencanaan Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada tahap ini sebagai berikut : a. Membuat rencana pembelajaran yang akan diterapkan di kelas b. Membuat skenario pembelajaran dengan pembelajaran make a match c. Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran d. Mempersiapkan soal-soal untuk mengetahui prestasi belajar siswa. e. Mempersiapkan alat dan media pembelajaran yang diperlukan. f. Mempersiapkan lembar pengamatan yang diperlukan. 2.
Pelaksanaan a. Kegiatan persiapan 1) Identifikasi kebutuhan siswa 2) 2) Selesai pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari. 3) Seleksi bahan dan problem / tugas-tugas 4) Mempersiapkan seting kelas dan alat-alat yang diperlukan. b. Kegiatan inti pembelajaran 1) Guru merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya dan dengan perumusan jelas. 2) Membantu memperjelas problema / tugas yang akan dipelajari, serta peranan siswa masingmasing 3) Guru memperhatikan kemampuan pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan 4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapat. 5) Membagi siswa dalam dua kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 1 siswa sebagai pembawa soal dan 1 siswa sebagai pembawa jawaban dan sebaliknya ( dalam pembelajaran dilakukan satu kali dalam permainan) 6) Kelompok yang lain diberi kesempatan untuk menanggapi atau bertanya. 7) Guru merangsang terjadinya interaksi sesama siswa.
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 65
8) Guru memberikan pujian terhadap pasangan yang menjawab pertanyaan dengan benar 9) Guru menyimpulkan tentang bahan diskusi tersebut. 10) Guru memberi test formatif berupa isian untuk mengetahui prestasi belajar siswa. 11) Guru menganalisa hasil tes formatif c. Penutup pembelajaran 1) Melakukan refleksi atau membuat kesimpulan dengan melibatkan siswa. 2) Melakukan evaluasi dan tindak lanjut berupa PR untuk perbaikan dan pengayaan. Pelaksanaan selengkapnya RPP Siklus 1, beserta instrumennyta secara rinci dapat dilihat pada lampiran 3. Pengamatan Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pembelajaran oleh teman sejawat dengan menggunakan lembar observasi berisi observasi untuk kegiatan guru, peserta didik, dan interaksi pembelajaran beserta indikatornya dapat dilihat pada lampiran lembar observasi siklus 1 4. Refleksi Teman sejawat menyampaikan hasil observasi kepada peneliti, catatan yang belum tercantum indikatornya dalam lembar observasi sel;anjutnya didiskusikan .Selain itu peneliti juga mengkaji hasil tes formatif, dengan tujuan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan selama proses pembelajaran. Apabila menemui kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil tes formatif, maka akan dicari solusi yang tepat untuk selanjutnya akan peneliti gunakan sebagai bahan acuan dalam melakukan pembelajaran berikutnya. B. Rencana Prosedur Siklus II 1. Perencanaan Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada tahap ini sebagai berikut : a. Membuat rencana pembelajaran yang akan diterapkan di kelas b. Membuat skenario pembelajaran dengan pembelajaran make a match c. Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran d. Mempersiapkan soal-soal untuk mengetahui prestasi belajar siswa. e. Mempersiapkan alat dan media pembelajaran yang diperlukan. f. Mempersiapkan lembar pengamatan yang diperlukan. 2. Pelaksanaan a. Kegiatan persiapan 1) Identifikasi kebutuhan siswa 2) Selesai pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi yang akan dipelajari. 3) Seleksi bahan dan problem / tugas-tugas
4) Mempersiapkan seting kelas dan alat-alat yang diperlukan. b. Kegiatan inti pembelajaran 1) Guru merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya dan dengan perumusan jelas. 2) Membantu memperjelas problema / tugas yang akan dipelajari, serta peranan siswa masingmasing 3) Guru memperhatikan kemampuan pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan 4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau mengemukakan pendapat. 5) Membagi siswa dalam dua kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 1 siswa sebagai pembawa soal dan 1 siswa sebagai pembawa jawaban dan sebaliknya ( dalam pembelajaran dilakukan dua kali dalam permainan ) 6) Kelompok yang lain diberi kesempatan untuk menanggapi atau bertanya. 7) Guru merangsang terjadinya interaksi sesama siswa. 8) Guru memberikan pujian terhadap pasangan yang menjawab pertanyaan dengan benar 9) Guru menyimpulkan tentang bahan diskusi tersebut. 10) Guru memberi test formatif berupa isian untuk mengetahui prestasi belajar siswa. 11) Guru menganalisa hasil tes formatif c. Penutup pembelajaran 1) Melakukan refleksi atau membuat kesimpulan dengan melibatkan siswa. 2) Melakukan evaluasi dan tindak lanjut berupa PR untuk perbaikan dan pengayaan. Pelaksanaan selengkapnya RPP Siklus 2, beserta instrumennyta secara rinci dapat dilihat pada lampiran 3. Pengamatan Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap pembelajaran oleh teman sejawat dengan menggunakan lembar observasi berisi observasi untuk kegiatan guru, peserta didik, dan interaksi pembelajaran beserta indikatornya dapat dilihat pada lampiran lembar observasi siklus 2 4. Refleksi Teman sejawat menyampaikan hasil observasi kepada peneliti, catatan yang belum tercantum indikatornya dalam lembar observasi selanjutnya didiskusikan. Selain itu peneliti juga menkaji hasil tes formatif, dengan tujuan untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan selama proses pembelajaran. Apabila menemui kekurangan yang dapat mempengaruhi hasil tes, formatif, maka akan dicari solusi yang tepat untuk selanjutnya akan peneliti gunakan
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 66
sebagai bahan acuan dalam melakukan pembelajaran berikutnya.
Berdasarkan tabel di atas maka dapat dibuat grafik di bawah ini
3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Deskripsi Kondisi Awal
Grafik 1.1
Rencana pembelajaran awal ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 5 Oktober 2015 pada pukul 09.00 – 10.10 di kelas V SD Negeri 1 Doropayung Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang, dengan diamati oleh satu orang yaitu Lien Tarsan,S.Pd. sebagai teman sejawat. Proses jalannya penelitian lebih efektif karena teman sejawat yang dipilih bisa bekerjasama karena sudah pernah melaksanakan hal serupa sehingga bisa mempermudah dalam pelaksanaannya. Dalam menjalankan tugas pengamatannya, posisi tempat duduk pengamat berada di belakang terpisah dengan tempat duduk siswa, dengan maksud supaya pengamat lebih leluasa dalam mengamati baik terhadap siswa maupun terhadap peneliti tanpa mengintervensi kegiatan pembelajaran.Pengamat bebas melakukan kegiatan karena pada dasarnya yang dilakukan pengamat adalah membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian Pada pembelajaran awal ini belum diadakan perbaikan pembelajaran. Nilai tes formatif dengan KD 2.1. Menjelaskan pengertian dan pentingnya peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah. hasilnya kurang memuaskan,adapun hasil tes tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini Tabel 1.1 Hasil Analisa Tes Formatif Pembelajaran Awal NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19
NAMA Ahmad feri Afandi Ardhea Pramesti.R Ferdi amin Mustofa Tuli Sofiana Putri Nur azizah Ahmad Taufiqurroh Ahmad Ulil abhsor Alif Prayoga Aulan anggul Majid Eka Wahyu .C Fazatun Ni’matul .U Firda Nur Kafidoh Kamaluddin Eko.P Kaunarfi Qusfarros Mohamad Burhanudin Oktavia Yunda.I Putri Nur afifah Ulfa Sofiatun.H Yogi Eka Prihartini Jumlah Rata – Rata Persentase
NILAI 30 60 60 50 50 40 70 60 60 100 90 40 60 60 100 30 30 40 30 1.060 55,8 -
KETUNTASAN T B B B B B B B T B B T T B B B T B B B B 4 15 21 % 79%
Berdasarkan hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah peserta didik 19 siswa, yang mendapat nilai lebih dari 70 sebanyak 4 siswa atau bisa dipersentase hanya 21 %, sedang siswa yang nilainya kurang dari 70 sebanyak 15 siswa atau 79 %.
150 100 50 0
Siswa yang tuntas
Siswa yang tidak tuntas
Dengan nilai rata – rata 55,8. Untuk lebih jelasnya dari tabel 1.1 dapat diperoleh rekapitulasi hasil tes seperti tabel 1.3 Tabel 1.3 Rekapitulasi Hasil tes formatif PKn Pembelajaran Awal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rentang Nilai 0 -1 15 – 2 25 – 30 35– 40 45 - 50 55 -60 65 –70 75 -80 85 -90 95-100 Jumlah
Banyaknya Siswa 4 3 2 6 1 1 2 19 Siswa
Pada tabel 1.3 diatas menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa. Siswa yang memperoleh nilai 25 - 30 ada 4 siswa, nilai 35- 40 ada 3 siswa, nilai 45 – 50 ada 2, nilai 55 -60 ada 6. nilai 65 –70 ada 1, nilai 85 -90 ada 1, nilai 95-100 ada 2 siswa. Tingkat ketuntasan baru mencapai 21%. Oleh sebab itu peneliti memutuskan untuk mengadakan perbaikan pembelajaran siklus I
3.2. Deskripsi Tiap Siklus 3.2.1. Deskripsi Siklus I Perbaikan pembelajaran siklus I ini dilaksanakan pada hari Senin 12 Oktober 2015, dengan obyek penelitian siswa Kelas V SDN 1 Doropayung Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang, dengan diamati oleh satu orang yaitu Lien Tarsan,S.Pd. sebagai teman sejawat. Proses jalannya penelitian lebih efektif karena teman sejawat yang dipilih bisa bekerjasama karena sudah pernah melaksanakan hal serupa sehingga bisa mempermudah dalam pelaksanaannya. Dalam menjalankan tugas pengamatannya, posisi tempat duduk pengamat berada di belakang terpisah dengan tempat duduk siswa, dengan makdud supaya pengamat lebih leluasa dalam mengamati baik terhadap siswa maupun terhadap peneliti tanpa mengintervensi kegiatan pembelajaran.Pengamat bebas melakukan kegiatan karena pada dasarnya yang dilakukan pengamat adalah
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 67
membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Secara lengkap hasil tes formatif pada perbaikan pembelajaran siklus I dapat dilihat pada tabel 1.4 Tabel 1.4 Hasil Analisa Tes Formatif Siklus I NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19
NAMA Ahmad feri Afandi Ardhea Pramesti.R Ferdi amin Mustofa Tuli Sofiana Putri Nur azizah Ahmad Taufiqurroh Ahmad Ulil abhsor Alif Prayoga Aulan anggul Majid Eka Wahyu .C Fazatun Ni’matul .U Firda Nur Kafidoh Kamaluddin Eko.P Kaunarfi Qusfarros Mohamad Burhanudin Oktavia Yunda.I Putri Nur afifah Ulfa Sofiatun.H Yogi Eka Prihartini Jumlah Rata – Rata Persentase
NILAI 40 80 80 70 50 50 80 80 80 100 100 60 70 70 100 40 60 50 50 1310 69 -
KETUNTASAN T B B T T T B B T T T T T B T T T B B B B 11 8 58 % 42%
Berdasarkan hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah peserta didik 19 siswa, yang mendapat nilai lebih dari 70 sebanyak 11 siswa atau bisa dipersentase hanya 58 %, sedang siswa yang nilainya kurang dari 70 sebanyak 8 siswa atau 42 %. Dengan nilai rata – rata 69. Dapat dilihat pada grafik di bawah ini. Grafik 1.5
200 100 0
Siswa yang tuntas Siswa yang tidak tuntas
Untuk lebih jelasnya dari tabel 1.4 dapat diperoleh rekapitulasi hasil tes seperti tabel 1.6 Tabel 1.6 Rekapitulasi Hasil tes formatif PKn Siklus I No
Rentang Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 -1 15 – 2 25 – 30 35– 40 45 - 50 55 -60 65 –70 75 -80 85 -90 95-100 Jumlah
Banyaknya Siswa 2 4 2 3 5 3 19 Siswa
Pada tabel 1.6 diatas menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa. Siswa yang memperoleh nilai 35 - 40 ada 2 siswa, nilai 45 - 50 ada 4 siswa, nilai 55 – 60 ada 2, nilai 65 -70 ada 3, nilai 75 –80 ada 5, nilai 95-100 ada 3 siswa. Tingkat ketuntasan sudah mencapai 58 % , Oleh sebab itu peneliti berusaha lagi untuk mengadakan perbaikan pembelajaran siklus II
3.2.2. Deskripsi Siklus II Perbaikan pembelajaran siklus II ini dilaksanakan pada hari Senin, 19 Oktoberr 2015, dengan obyek penelitian siswa Kelas V SDN 1 Doropayung Kecamatan Pancur Kabupaten Rembang dengan diamati oleh satu orang guru yaitu Lien Tarsan,S.Pd sebagai teman sejawat. Dalam menjalankan tugas pengamatannya, pengamat bebas melakukan kegiatan karena pada dasarnya yang dilakukan pengamat adalah membantu peneliti dalam mengumpulkan data penelitian.Secara lengkap hasil tes formatif pada perbaikan pembelajaran siklus II dapat dilihat pada tabel 1.7 Tabel 1.7 Hasil Analisa Tes Formatif Siklus II NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19
NAMA Ahmad feri Afandi Ardhea Pramesti.R Ferdi amin Mustofa Tuli Sofiana Putri Nur azizah Ahmad Taufiqurroh Ahmad Ulil abhsor Alif Prayoga Aulan anggul Majid Eka Wahyu .C Fazatun Ni’matul .U Firda Nur Kafidoh Kamaluddin Eko.P Kaunarfi Qusfarros Mohamad Burhanudin Oktavia Yunda.I Putri Nur afifah Ulfa Sofiatun.H Yogi Eka Prihartini Jumlah Rata – Rata Persentase
NILAI 60 60 90 90 90 90 90 90 100 100 100 80 90 90 100 70 70 70 70 1585 83 -
KETUNTASAN T B B B T T T T T T T T T T T T T T T T T 17 2 89% 11%
Berdasarkan hasil tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah peserta didik 19 siswa, yang mendapat nilai lebih dari 70 sebanyak 17 siswa atau bisa dipersentase hanya 89 %, sedang siswa yang nilainya kurang dari 70 sebanyak 2 siswa atau 11 %. Dengan niali rata – rata 83.
DIDAKTIKA PGRI, 2, (1), 2016, 68
Untuk lebih jelasnya dapat dibuat grafik di bawah ini.
Grafik 1.9 150
Grafik 1.8
100
150 100 50 0
Siswa yang tuntas
50
0
Siswa yang tidak tuntas
Untuk lebih jelasnya dari tabel 1.7 dapat diperoleh rekapitulasi hasil tes seperti tabel tabel 1.9 Tabel 1.9 Rekapitulasi Hasil tes formatif PKn Siklus II No 1 2 3 4 5
Rentang Nilai 55 -60 65 –70 75 -80 85 -90 95-100 Jumlah
Banyaknya Siswa 2 6 7 4 19 Siswa
Pada tabel 1.9 diatas menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa. Siswa yang memperoleh nilai 55 - 60 ada 2 siswa, nilai 65 - 70 tidak ada siswa, nilai 75 – 80 ada 6, nilai 85 -90 ada 7, nilai 95 - 100 ada 4 siswa. Tingkat ketuntasan sudah mencapai 89 % .
3.3. Pembahasan Dari hasil pembelajaran awal sampai perbaikan pembelajaran siklus II hasilnya selalu ada kenaikan baik jumlah siswa yang tuntas maupun hasil rata – rata kelasnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.8 berikut ini : Tabel 1.8 Ketuntasan Tiga Siklus Mata Pelajaran PKn Ulangan Data Remidial Pengayaan Jumlah
Presentase
Pemb. Pemb Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II awal awal 15 8 2 79% 42 % 11 % 4 11 17 21% 58 % 89 % 100 100 19 19 19 100 % % %
Ketuntasan Tiga Siklus dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Siswa yang tuntas Siswa yang tidak tuntas Jumlah prosentase
4. Simpulan Dari hasil Penelitian Tindakan Kelas yang penulis lakukan, menunjukkan dengan jelas, baik secara teoritis maupun kenyataan, bahwa dengan metode diskusi dan menerapkan pembelajaran model make a match dapat mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN 1 Doropayung, Kecamatan Pancur. Dengan demikian sebagai kesimpulan akhir dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut: Penerapan metode diskusi dan model pembelajaran make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar mata pelajaran PKn tentang peraturan perundang – undangan tingkat pusat dan daerah yang semula rata – rata mencapai 21% menjadi 89%. Hal ini dapat dilihat pada perubahan hasil tes akhir setiap pembelajaran yang telah mengalami perubahan yang lebih baik. Pada pembelajaran awal dari 19 siswa yang belum tuntas 15, yang tuntas 4 siswa dengan nilai rata – rata 55,8 Siklus I dari 19 siswa yang belum tuntas 9, yang tuntas 11 siswa dengan nilai rata – rata 69. Siklus II dari 19 siswa yang belum tuntas 2, yang tuntas 17 siswa dengan nilai rata – rata 83.
Referensi Sapriya. Winaputra. (2002). Materi dan Pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan SD. Jakarta : Gramedia Pustaka Ikhwal Sapto Darmono, Sudarsih,. 2008. Pendidikan kewarganegaraan kelas 5 SD. Jakarta : Pusat Pembukuan, Defartemen Pendidikan Nasional Widihastuti Setiati,Rahayuningsih Fajar. 2008. Pendidikan kewarganegaraan 5 SD /MI. Jakarta: Pusat Pembukuan, Defartemen Pendidikan Nasional http :// WWW. Crayonpedia./ Mw / Peraturan perundang – undangan Tingkat Pusat dan Daerah BS E S.I