DITERBITKAN OLEH : DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 91 / X / 2011
DAFTAR ISI DAFTAR ISI....………………………………………...………………………………………............................. KATA PENGANTAR.......................................................................................................... RINGKASAN EKSEKUTIF...……………………….......…………………………………….......................... DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... BAB I
1 3 4 7
KINERJA…………....……...................................................................................... 8 A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral............................ 8 Rapat Konsinyasi Satgas G-33, Pembahasan Value of Production (VOP), dan Pemotongan Tarif Pilar Market Access Pertanian................................. 8 B.
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….………………….………….. 1. Pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures ke-3…… 2. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 25th AFTA Council Meeting 3. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 14th AIA Council Meeting.... 4. The 43rd Meeting of the ASEAN Economic Ministers……………………….. 5. Pertemuan Konsultasi ASEAN-China................................................. 6. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Jepang............................................... 7. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Korea................................................. 8. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Australia dan Selandia Baru.............. 9. Pertemuan Konsultasi ASEAN-India.................................................. 10. Pertemuan Konsultasi ASEAN Plus (China, Jepang, dan Korea)........ 11. Pertemuan Konsultasi ASEAN – Amerika Serikat.............................. 12. Pertemuan Konsultasi ASEAN – Rusia............................................... 13. Informal Meeting of East Asia Summit Participating Countries……….
C.
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya.................................................................................... 1. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment Extraordinary Session……………………………………………………………………. 2. Committee on Cost of Production (CoP) ke-6..................................... 3. Expert Group on Establishment of Regional Rubber Market (EGERRM) ke-3……………………………………………………………………………….
10 10 12 16 19 25 26 27 28 29 30 31 32 33
34 34 44 46
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral.................................... 48 Pertemuan Bilateral dengan Menteri Pariwisata, Perdagangan, dan Perindustrian Timor Leste........................................................................ 48 E.
Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa.................................................. 50 Pertemuan Kedua the Activity Advisory Committee of the Government of Australia (AusAID) Funded Public Sector Linkages Program….………………… 50
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
1
BAB II
PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT......……………....................................... 53 A. Kendala dan Permasalahan….……………………………………………....................... 53 B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……………………………………………………………….. 54
BAB III
PENUTUP…..………………………………………………………………………………………………. 56
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
2
KATA PENGANTAR Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional. Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini. Terima kasih.
Jakarta,
Agustus 2011
DIREKTORAT JENDERAL KPI
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Agustus 2011, antara lain: Rapat Konsinyasi Satgas G-33, Pembahasan Value of Production (VOP), dan Pemotongan Tarif Pilar Market Access Pertanian Tujuan rapat adalah untuk menyusun pending issue di bidang pertanian khususnya mengenai Value of Production (VOP) di bidang Pertanian dan membahas pemotongan tarif pilar market access. Pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures ke-3 Pertemuan menyepakati bahwa ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures telah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan Term of Reference, apabila tidak ada rekomendasi serta tugas lanjutan dari Leaders maka working group ini dapat dibubarkan. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 25th AFTA Council Meeting Pertemuan antara lain membahas: (i) Follow up of the Entry into Force of ATIGA; (ii) Tariff Liberalisation; (iii) Elimination of Non-Tariff Barriers; (iv) Rules of Origin; (v) ASEAN Trade Facilitation; dan (vi) Isu lainnya. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 14th AIA Council Meeting Rangkaian pertemuan membahas isu-isu terkait: (i) ASEAN Investment Surveillance Report (AISR) 2011; (ii) ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA); (iii) Enhancing Investment Statistics; dan (iv) ASEAN Investment Forum. The 43rd Meeting of the ASEAN Economic Ministers Isu-isu yang dibahas dalam pertemuan AEM ke-43 antara lain: (i) Key Trade Performances; (ii) ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard; (iii) Strengthening Equitable Economic Development Pillar of AEC Blueprint; (iv) Priority Integration Sectors; (v) Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements; (vi) Trade and Services; (vii) Usaha Kecil dan Menengah; (viii) Intelectual Property Rights (IPR) dan Competition Policy Law; (ix) ASEAN Community Statistical System; (x) Public Private Sector Engagement; dan (xi) Initiative for ASEAN Integration. Pertemuan Konsultasi ASEAN-China Pertemuan antara lain membahas: (i) Implementasi Persetujuan Barang ACFTA; (ii) Draft Chapter SPS dan STRACAP; (iii) Draft Protokol Paket ke-2 Persetujuan Jasa ACFTA; (iv) ACFTA Joint Committee; (v) China - ASEAN Expo (CAEXPO); dan (vi) Pan Beibu Gulf Economic Cooperation.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
4
Pertemuan Konsultasi ASEAN-Jepang Isu-isu yang dibahas antara lain: (i) Negosiasi Jasa dan investasi; (ii) Kerja Sama Ekonomi: Business Dialogue & ASEAN Ministers Roadshow; dan (iii) AEM-METI Economic and Industrial Cooperation Committee. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Korea Pertemuan antara lain membahas: (i) Implementasi Perdagangan Barang AKFTA; (ii) Draft Protocol to Amend AK-TIG; (iii) Review Produk Sensitif 2012 dan Persetujuan Jasa; dan (iv) Kerja Sama Ekonomi. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Australia dan Selandia Baru Isu-isu yang dibahas dalam pertemuan Konsultasi antara lain: (i) Implementasi Perdagangan Barang ASEAN, Australia, dan Selandia Baru; (ii) Kerja Sama Ekonomi; dan (iii) ASEAN-CER Integration Forum. Pertemuan Konsultasi ASEAN-India Agenda pertemuan mencakup: (i) Implementasi Persetujuan Perdagangan Barang AIFTA; (ii) Trade in Services (TIS); dan (iii) Trade in Investment (TII). Para Menteri menugaskan Senior Economic Officials Meeting (SEOM) untuk meneruskan perundingan di bidang services, investment, dan Products Specific Rules (PSR) sesuai dengan mandat dari Framework Agreement AIFTA, sehingga persetujuan jasa dan investasi dapat ditandatangani pada KTT ASEAN-India pada bulan November 2011. Pertemuan Konsultasi ASEAN Plus (China, Jepang, dan Korea) Para Menteri sepakat akan melakukan pertemuan khusus pada pertengahan bulan Oktober 2011 guna memfinalisasi konsep ASEAN Regional Architecture dan dua konsep lainnya yang juga disiapkan oleh Indonesia yakni Guiding Principles for Equitable Economic Development dan ASEAN Beyond 2015 untuk disahkan oleh Para Kepala Negara/Pemerintahan pada KTT ASEAN ke-19 pada bulan November 2011. Pertemuan Konsultasi ASEAN – Amerika Serikat Dalam pertemuan Konsultasi AEM-USTR berlangsung dalam bentuk informal ini, Indonesia selaku country coordinator melaporkan perkembangan program dan kegiatan ASEAN-US TIFA seperti: road show, trade facilitation, trade and environment dialogue, B-to-B dialogue, trade and finance, dan standards. Pertemuan Konsultasi ASEAN – Rusia Dalam pertemuan Informal AEM-Russia Consultations ini para Menteri membahas Russia-ASEAN Roadmap on Trade and Investment yang akan dibahas lebih lanjut oleh ASEAN-Russia Joint Expert Group (ARJEG).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
5
Informal Meeting of East Asia Summit Participating Countries Para Menteri ASEAN dan 6 (enam) Dialogue Partners (China, India, New Zealand, Korea, Australia, dan Jepang) bertukar pandangan atas isu regional dan global yang mempengaruhi wilayah Asia Timur serta perkembangan kerja sama ekonomi di bawah framework East Asia Summit. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment Extraordinary Session Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment Extraordinary Session (CTI-ES) ini diselenggarakan dengan tujuan untuk membahas beberapa isu krusial sesuai instruksi para Menteri Perdagangan APEC (Ministers Responsible for Trade – MRT) dalam pertemuannya di Big Sky Montana Amerika Serikat pada bulan Mei 2011. Hasil dari pertemuan ini akan dijadikan bahan masukan bagi pertemuan CTI 3/SOM 3 yang akan berlangsung pada bulan September 2011. Committee on Cost of Production (CoP) ke-6 Kesepakatan terhadap besaran cost of production akan ditransformasikan menjadi defence price yang baru dan selanjutnya akan diajukan pada Pertemuan Tingkat Menteri ITRC pada tanggal 12 Desember 2011 di Bali untuk disepakati. Expert Group on Establishment of Regional Rubber Market (EGERRM) ke-3 Pertemuan sepakat terhadap outline laporan feasibility study yang akan disampaikan oleh EGERRM kepada ITRC dan meminta Malaysia agar dapat merevisi concept paper sesuai outline laporan dimaksud. Revisi concept paper diharapkan dapat disampaikan ke masing-masing negara pada pertengahan bulan September 2011. Pertemuan Bilateral dengan Menteri Pariwisata, Perdagangan, dan Perindustrian Timor Leste Pertemuan membahas perkembangan hubungan perdagangan bilateral antara Indonesia dengan Timor Leste terutama upaya untuk meningkatkan volume perdagangan, memaksimalkan pemanfaatan pasar perbatasan kedua negara serta merundingkan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah dalam bidang perdagangan yang selama ini terjadi. Pertemuan Kedua the Activity Advisory Committee of the Government of Australia (AusAID) Funded Public Sector Linkages Program Tujuan dari pertemuan kedua tersebut adalah untuk melakukan tinjauan kembali mengenai project dari capacity building yang diberikan oleh Australia, mengevaluasi pelaksanaan workshop Services Trade Restrictiveness Index (STRI) yang dilaksanakan pada tanggal 1 - 18 Agustus 2011 di University of Adelaide, membahas rencana pelaksanaan workshop pada bulan Februari 2012 di Jakarta, services network, dan membahas project untuk masa yang akan datang.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
6
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6
Sesi Foto Bersama AEM - 25th AFTA Council Meeting.................................... Pertemuan AEM ke-43 Resmi Dibuka Wakil Presiden RI…............................. Sesi Foto Bersama Pertemuan AEM ke-43………………….................................. Pertemuan Konsultasi Bersama Delegasi USTR.............................................. Pertemuan Konsultasi Bersama Delegasi Rusia.............................................. Penandatanganan Letter of Intent…………………………………………………………….
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
13 19 24 31 32 50
7
BAB I KINERJA A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral Rapat Konsinyasi Satgas G-33, Pembahasan Value of Production (VOP) dan Pemotongan Tarif Pilar Market Access Pertanian Dalam rangka mengevaluasi posisi runding Indonesia untuk menghadapi perkembangan perundingan bidang Pertanian DDA-WTO telah dilaksanakan Rapat Satgas G-33 di Bandung pada tanggal 4-5 Agustus 2011. Tujuan rapat adalah untuk menyusun pending issue di bidang pertanian khususnya mengenai Value of Production (VOP) di bidang pertanian dan membahas pemotongan tarif pilar market access. Value of Production
Berdasarkan posisi Indonesia sampai dengan bulan April 2011, data Value of Production (VOP) Indonesia adalah, sebagai berikut: 1) VOP Indonesia tahun 1995-2008 telah dicatat resmi dalam dokumen TN/AG/S/21/Rev.4 tanggal 23 Februari 2010, dalam nilai Rupiah maupun US dolar. 2) Indonesia telah menotifikasi Value of Production (VOP) yaitu sebesar US$ 75 Miliar dan merupakan yang kelima terbesar di dunia setelah China, UE, AS, dan India. Logikanya Indonesia akan mendapat pengamatan seksama mengenai akurasi data VOP-nya. 3) Data VOP Indonesia yang telah dinotifikasikan tersebut meliputi seluruh produk pertanian mulai dari raw, intermediate, dan processed. Sementara itu, belum ada catatan yang dikeluarkan oleh WTO mengenai perhitungan VOP tersebut. 4) Terdapat posisi sementara bahwa Nilai overall tradedistorting domestic support (OTDS) yang disampaikan masih dipandang terlalu besar. Oleh karena itu, Tim Satgas G-33 akan menganalisis lebih jauh dengan memfokuskan produk hanya produk primer dan olahan non-industri serta membandingkannya dengan nilai Value of Production pada FAO.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
8
Pemotongan Tarif Pilar Market Access
Perihal kajian sementara pemotongan tarif produk pertanian berdasarkan Draft Final transposisi HS 2002 dan berdasarkan hasil koreksi dari Satgas G-33, maka dalam rapat diperoleh catatan sebagai berikut: 1) Total pos tarif pertanian Indonesia berdasarkan draf final transposisi HS 2002 sebanyak 1.087 pos tarif. 2) Dari total tarif pertanian tersebut, Satgas G-33 akan mengelompokkan kembali untuk produk Spesial Product (SP) Indonesia. 3) Berdasarkan template yang terkait dengan SP, Para 129 Draf Teks CoA-SS yaitu penentuan jumlah produk SP sebesar 12% dari total tariff line produk pertanian, 5% dari tariff line dikecualikan dari pengurangan tarif dan total pengurangan tarif seluruh produk SP adalah 11%. Dengan mengacu pada pedoman tersebut, hasil kajian sementara Satgas G-33 menunjukkan bahwa total SPs Indonesia sebanyak 130 pos tarif (12 % dari 1087). 4) Satgas G-33 akan mengkaji berdasarkan 2 skenario yakni mencari: 5% dari total pos pertanian sejumlah 1087 pos tarif, menjadi sebanyak 54 pos tarif; 5% dari total SP sejumlah 130 pos tarif, menjadi sebanyak 7 pos tarif. 5) Hasil Sementara Analisis Pemotongan Tarif SP: Average Cut sebesar 11%; Setelah dikombinasikan dengan zero cut, mengakibatkan angka percentage cut menjadi sangat besar (48%-75%) yang ternyata lebih besar daripada percentage cut pada Non-SP, yang maksimum sebesar 46.6%. Hal ini mengakibatkan final bound tariff yang lebih rendah daripada pemotongan pada Non-SP. 6) Hasil Sementara Analisis Pemotongan Tarif Non-SP: Average Cut sebesar 17.87% dan Average Percentage Cut sebesar 38,17% (Draft Text Modalitas Pertanian Rev.4 menyebutkan bahwa Maximum Overall Average Cut sebesar 36%); Setelah dikombinasikan dengan SP (zero cut 5% dari total pos pertanian), maka angka percentage cut menjadi 36,7% dan average cut sebesar 17,08%.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
9
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN 1. Pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures ke-3 Pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Custom Procedures ke-3 (AP-WGCP) dilaksanakan pada tanggal 2-4 Agustus 2011 di ASEAN Sekretariat, Jakarta. Pertemuan dipimpin oleh Senior Director Multilateral Trade Division of Malaysia’s Ministry of Trade and Industry. Pertemuan APWGCP dihadiri oleh delegasi dari Negara Anggota ASEAN (kecuali Kamboja dan Laos), delegasi dari China, Korea, India, Jepang, New Zealand, Australia, dan perwakilan dari ASEAN Sekretariat. ASEAN Kaukus
Pertemuan AP-WGCP didahului dengan kaukus yang membahas mandate and objective working group sesuai dengan TOR dan mengacu pada Highlight of ASEAN High Level Meetings (17th ASEAN Economic Ministers Retreat, 18th ASEAN Summit dan SEOM 3/42), yaitu: 1) Identify the gaps in various ASEAN+1 FTAs; 2) Study the divergent and convergent of customs-related trade facilitation procedures; dan 3) Explore the possibility of working towards consolidating customs-related trade facilitation initiatives in the ASEAN’s various FTAs with the other EAS Participating country. AP-WGCP bukanlah forum negosiasi, namun forum untuk mengidentifikasi gaps di antara negara ASEAN Free Trade Area, dan untuk membuat template dalam rangka mengembangkan custom chapter yang nantinya untuk melakukan negosiasi ASEAN++FTA.
AP-WGCP Berfokus Kepada Isu-isu Customs yang Melibatkan ASEAN FTA Partners
Indonesia dalam hal ini Bea Cukai menyatakan keinginannya untuk mengkaji ulang AP-WGCP, karena menurut Bea Cukai isu yang dibahas dalam working group ini hampir sama dengan isu-isu yang dibahas dalam ASEAN Custom Procedures and Trade Facilitation Working Groups (working groups yang ditangani oleh Bea Cukai). Setelah dilakukan konsensus dengan anggota ASEAN yang lain, usulan Bea Cukai tersebut dianggap sudah terlambat karena working group on cutoms procedures ini sudah melakukan pertemuan sebanyak 3 (tiga) kali dan hampir menyelesaikan tugasnya sesuai dengan TOR. Chair mengingatkan kembali bahwa sesuai dengan TOR, APWGCP lebih fokus terhadap isu-isu customs yang melibatkan ASEAN FTA Partners, dan itu yang membedakan dengan working group customs lainnya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
10
Follow up Matrix of the 2nd Meeting of ASEAN Plus Working Group on Customs Procedurs
Australia mempresentasikan paper dengan judul “The Australian Working Paper on Experiences in FTA Implementation”. Paper tersebut merupakan hasil konsultasi domestik dengan Private Sector dalam implementasi ASEAN- Australia- New Zealand FTA (AANZFTA). Tiga isu yang diangkat oleh private sector dalam paper Australia tersebut adalah: (i) Data yang dibutuhkan untuk dimasukkan ke dalam Certificate of Origin (COO); (ii) Proses untuk mengeluarkan COO; dan (iii) Proses custom clearance untuk mendapatkan preferensi tarif dalam perjanjian AANZFTA. Australia mengusulkan beberapa hal untuk dapat dipertimbangkan dalam proses FTA dengan Negara ASEAN, seperti: (i) Issuing Authority supaya mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan saja; (ii) COO harus dikeluarkan tepat waktu; (iii) Staf yang sudah terlatih dan komunikasi yang baik antara instansi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap implementasi FTA; (iv) Kerja sama yang baik antara pihak perdagangan dan customs; (v) Komunikasi yang baik antara pihak yang berada di kantor dan di lapangan; (vi) Penerapan sistem risk management pada custom clearance; dan (vii) Meninjau penerapan risk management dalam upaya meningkatkan preferensi tarif FTA. Pertemuan juga membicarakan perlunya mencantumkan nilai Free on Board (FOB) pada COO. Sebagian berpendapat bahwa COO memang digunakan untuk mendorong importir supaya bisa mendapatkan tarif preferensi, namun dicantumkannya nilai FOB dalam COO dianggap tidak relevan. Sedangkan beberapa anggota lain menjelaskan bahwa pencantuman nilai FOB sangat diperlukan untuk melengkapi data perdagangan dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan FTA suatu negara.
APWGCP’s Proposal to Explore the Simplification and Harmonization of Customs Related Trade Facilitation Initiatives in the FTAs
Pertemuan sepakat untuk mengadopsi custom chapter yang terdapat dalam ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) sebagai dasar dalam melakukan harmonisasi dan penyederhanaan proses kepabeanan, yang berhubungan dengan fasilitasi perdagangan untuk memfasilitasi kegiatan FTA ASEAN dengan berbagai mitra FTAs-nya (Negara anggota East Asia Summit). Pertemuan sepakat untuk menggunakan beberapa ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam custom chapter ATIGA supaya dipertimbangkan dan diperbaiki untuk ASEAN++FTA mendatang, beberapa hal tersebut di antaranya adalah: (i) Transparency; (ii) Aplication of Risk Management; (iii)
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
11
Custom Cooperation (information Confidentiality; dan (v) Enquery points.
exchange);
(iv)
Pertemuan sepakat untuk menambahkan beberapa ketentuan yang belum terdapat dalam customs chapter ATIGA, yaitu: (i) Broader Customs related E-commerce; (ii) New Customs techniques developed by World Customs Organization and other international organization; (iii) Possible inclusion of Trade Facilitation Chapter of ATIGA, particularly ASEAN Single Window (ASW); (iv) Classification; (v) Quick Release Time; (vi) Capacity Building; (vii) Intellectual Property Rights Border enforcement; dan (viii) Express Consignment. ASEAN Sekretariat akan membuat sebuah draft template yang akan digunakan sebagai dasar dari chapter custom prosedures, tetapi menunggu keputusan dari Leader kapan akan memulai negosiasi ASEAN++FTA. ASEAN Sekretariat akan men-circulate draft template tersebut pada tanggal 19 Agustus 2011. Other Matters
Pertemuan sepakat bahwa pertukaran data impor di antara negara ASEAN dan partners akan sangat membantu untuk mengetahui tingkat keberhasilan FTA.
Date and Venue of The Fourth Meeting
Pertemuan menyepakati bahwa AP-WGCP telah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan Term of Reference, apabila tidak ada rekomendasi serta tugas lanjutan dari Leaders maka working group ini dapat dibubarkan.
2. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 25th AFTA Council Meeting Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2011 di Manado dan dipimpin oleh Menteri Perdagangan RI selaku Ketua (Chair) AEM (dan AFTA Council) pada tahun 2011. Follow up of the Entry into Force of ATIGA
Para Menteri mencatat beberapa tindak lanjut pemberlakuan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA), yaitu: (i) penyelesaian jadwal penurunan tarif yang merupakan annex 2 ATIGA oleh seluruh negara ASEAN serta publikasinya pada website Sekretariat ASEAN; (ii) telah dipenuhinya penerbitan Legal Enactment (LE) ATIGA oleh seluruh negara anggota ASEAN kecuali Vietnam yang masih menggunakan LE dalam kerangka Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) dan masih akan berlaku sampai dengan tahun 2013. Vietnam akan menerbitkan LE ATIGA pada akhir tahun 2011 yang akan mencakup komitmennya dalam Priority Integration Sectors (PIS) dan produk petroleum; (iii) bahwa
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
12
Cambodia, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) akan menyampaikan daftar 7% tarif lines yang diberikan fleksibilitas paling lambat pertengahan tahun 2013.
th
Gambar 1. Sesi Foto Bersama AEM - 25 AFTA Council Meeting
Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA) sepakat mengesahkan Program Kerja Komite Sanitary and Phytosanitary 2011-2015 dan revised list of superseded agreement setelah sebelumnya mendapatkan konfirmasi Thailand terkait pengakhiran ASEAN Industrial Cooperation (AICO) Agreement serta menugaskan Meeting of Legal Expert untuk memfinalisasi amandemen atas Persetujuan/Protokol yang masih berlaku (subsisting agreement/protocol) agar inline dengan ATIGA. Pertemuan juga sepakat untuk melakukan transposisi jadwal penurunan tarif ATIGA dari ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) 2007 ke AHTN 2012 pada tanggal 1 Januari 2012 dan masing-masing negara ASEAN wajib memastikan tidak ada komitmen tarif yang mengalami erosi. Tariff Liberalisation
Pertemuan kembali mendorong Indonesia, Malaysia, dan Vietnam untuk memindahkan produk minuman beralkohol dan tembakau dari kategori General Exclusion List (GEL) sebelum tahun 2015 serta dapat menerapkan kebijakan domestik selain tarif (seperti pajak cukai). Sidang sepakat memperpanjang “waiver” penurunan tarif atas produk gula dan beras Indonesia dan Filipina hingga tahun 2012 berdasarkan Pasal 25 ATIGA (Protocol to Provide Special Consideration on Rice and Sugar).
Elimination of NonTariff Barriers
Dewan AFTA mencatat kegiatan dan kesepakatan yang dicapai terkait program kerja penghapusan Non-Tariff Barriers (NTBs), antara lain, Malaysia dan Thailand telah
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
13
menghapuskan NTBs pada tahap III, sementara negara ASEAN lainnya menyatakan bahwa non-tariff measures (NTMs) yang diterapkan sudah sesuai dengan ketentuan WTO. Lebih lanjut pertemuan juga mencatat bahwa Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) akan mengembangkan program kerja mengenai NTMs. Pertemuan menekankan arti penting penghapusan NTBs dalam hubungan ini Dewan AFTA menginstruksikan CCA untuk mulai berdialog dengan private sectors, guna mengidentifikasi hambatan non-tarif yang diterapkan pada tiga sektor prioritas yang memiliki high impact, yaitu: otomotif, elektronik, dan tekstil. Lebih lanjut pertemuan juga menugaskan CCA melalui Senior Economic Officials Meeting (SEOM) untuk membuat stock-taking dan update hambatan perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota ASEAN. Dewan AFTA juga mengesahkan Guidelines on Import Licensing Procedures (ILPs) yang merupakan panduan bagi penerapan kebijakan prosedur perizinan impor di ASEAN. Rules of Origin
Dewan AFTA mencatat dan menyambut baik pelaksanaan Pilot Project on Self Certification (SC) sejak tanggal 1 November 2010 oleh Brunei, Malaysia, dan Singapura. Lebih lanjut pertemuan sepakat untuk memperpanjang pelaksanaan pilot project sampai dengan tanggal 31 Oktober 2012 dan mendorong negara ASEAN lainnya untuk berpartisipasi dalam membangun rasa percaya diri (confident building). Para Menteri juga mencatat concern masing-masing negara terkait dengan pelaksanaan pilot project sebagai berikut: 1) Filipina mengusulkan: (i) agar negara ASEAN lainnya diperbolehkan untuk mengimplementasikan pilot project berdasarkan aturan dan kondisi yang berbeda sesuai tingkat kesiapan masing-masing negara; (ii) mempertimbangkan kemungkinan pemberian “waiver” pada micro and small enterprises (MSEs) yaitu dibebaskan dari kewajiban pemenuhan persyaratan aplikasi SKA guna menunjang daya saing MSEs. Singapura yang didukung oleh Brunei Darussalam berpandangan bahwa pelaksanaan pilot project dengan aturan dan kondisi yang berbeda akan menimbulkan kebingungan di kalangan dunia usaha.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
14
2) Indonesia tetap konsisten dengan dua requirements terkait implementasi Self Certification (SC): (i) hanya menerima invoice declaration yang diterbitkan oleh certified exporter manufacturer/producers; dan (ii) membatasi penandatangan invoice declaration yaitu tiga orang untuk setiap certified exporter manufacturer/producers. Kedua requirements tersebut diajukan dalam rangka pelaksanaan risk management dan membangun rasa percaya diri mengingat Indonesia adalah negara besar yang berbentuk kepulauan. 3) Vietnam mengemukan bahwa self certification pilot project merupakan important initiative yang akan membawa major changes pada sisi prosedur impor dan ekspor. Dalam hubungan ini Vietnam menekankan pentingnya risk management untuk membentuk rasa confident dan mendorong agar semua negara ASEAN dapat berpartisipasi dalam pilot project. Confident Building
Dalam rangka confident building, para Menteri mengarahkan agar segera disepakati tahapantahapan/stages dalam implementasi pilot project dengan menerapkan prosedur yang berbeda, membentuk subgroup atau dengan penggunaan persyaratan spesifik bergantung pada kapasitas masing-masing negara ASEAN. Dalam kaitan ini, pertemuan menugaskan relevant sectoral bodies untuk melanjutkan pembahasan mengenai isu dimaksud sehingga diperoleh jalan keluar terbaik bagi negara anggota ASEAN lain yang belum dapat menerapkan ketentuan OCP (Operational Certification Procedures) pilot project yang berlaku saat ini.
Certificate of Origin
Pertemuan menggaribawahi pentingnya mekanisme pengenalan produk asal ASEAN yang diimpor menggunakan Certificate of Origin Forms yang diterbitkan oleh Negara ASEAN dengan Mitra Dialog, misalnya Form E, Form AK, dan Form Lainnya untuk diakumulasikan di bawah Form D guna mempertahankan originalitas produk ASEAN. Lebih lanjut Indonesia mengemukakan bahwa untuk mengimplementasikan mekanisme tersebut diperlukan technical capacity dan pengalaman guna menghindari penyalahgunaan di lapangan. Para Menteri menugaskan relevant sectoral bodies untuk mempelajari lebih lanjut mekanisme dimaksud. Dewan AFTA juga mengesahkan Mekanisme Komunikasi dan Sirkulasi specimen signatures dan penghapusan nilai FOB pada SKA Form D, Form AK, Form AJ, serta Form AANZ
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
15
apabila kriteria change in tariff classification (CTC) atau wholly obtain, dan process criteria digunakan, di mana Kamboja dan Myanmar diberikan fleksibilitas selama 2 tahun untuk penyesuaian aturan domestik. Dewan AFTA lebih lanjut menugaskan relevant officials untuk mengkaji lebih lanjut beberapa rekomendasi penyederhanaan aturan ROO, yaitu: (i) kemungkinan mengadopsi co-equal dan alternative rules (RVC/CTC) atas automotive parts dan komponen; (ii) pengadopsian partial/full cumulation pada ASEAN+1 FTAs. ASEAN Trade Facilitation
Para Menteri mengesahkan penggunaan indicators dari World Bank Ease of Doing Business (trading accros border) sebagai baseline indicators untuk mengukur tingkat penerapan trade facilitation di masing-masing negara anggota ASEAN. Pertemuan juga mengesahkan the revised of ASEAN Trade Facilitation Work Programme (pada section SPS) serta mencatat masing-masing perkembangan pembahasan pembentukan ASEAN Trade Repository (ATR) dan pembentukan National Coordinating Committee or Relevant Focal for ASEAN Trade Facilitation sebagaimana mandat Pasal 13 dan Pasal 50 (2) ATIGA.
Isu Lainnya
Pertemuan mencatat penambahan kegiatan the use of the World Bank Ease of Doing Business Indicators, particularly Trading Across Borders section, of the ASEAN Trade Facilitation Indicators dan pengadopsian the AC-SPS Work Programme dalam AEC Scorecard khususnya yang terkait dengan ATIGA. Hal lainnya yang juga dicatat oleh Dewan AFTA antara lain adalah kemajuan kerja sama di bidang integrasi pabean serta kerja sama standardisasi dan kesesuaian di ASEAN dan status submisi data perdagangan dan nilai impor Form D dari masing-masing negara anggota. Dalam kaitan ini, para Menteri menugaskan CCA melalui SEOM untuk melakukan kajian tingkat utilisasi Form D dan Form FTAs lainnya baik dari segi nilai impor maupun ekspor.
3. ASEAN Economic Ministers (AEM) – The 14th AIA Council Meeting Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2011 di Manado dan dipimpin oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, selaku Ketua (Chair) AIA Council didampingi Menteri Perdagangan RI. Mengawali pertemuan, Dewan AIA mendengarkan laporan Sekjen ASEAN tentang ASEAN Investment Surveilance 2011 Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
16
dan laporan SEOM Chair tentang capaian dan kemajuan implementasi di bidang investasi, antara lain: ratifikasi dan entry into force of ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) modalitas penghapusan restriksi/hambatan investasi, penghapusan temporary exclusion list (TEL), high impact work program, peningkatan data statistik di bidang investasi, dan implementasi rencana kerja bidang investasi 2010-2011. Di samping itu Dewan AIA juga membahas rencana Indonesia untuk menyelenggarakan ASEAN Investment Forum menjelang KTT ASEAN pada bulan November 2011. ASEAN Investment Surveillance Report (AISR) 2011
Sekretaris Jenderal ASEAN dalam paparannya mengenai ASEAN Investment Surveillance Report (AISR) tahun 2011 menggarisbawahi pemulihan ekonomi global dan kinerja foreign direct investment (FDI), ASEAN pada tahun 2010. Hal-hal signifikan yang dilaporkan antara lain adalah pertumbuhan ekonomi ASEAN yaitu 5,1% dan arus masuk FDI ke ASEAN mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 75,8 melebihi nilai FDI pada tahun 2007 sebelum krisis finansial melanda dunia. Hampir semua Negara Anggota ASEAN mengalami peningkatan arus masuk FDI yang cukup tinggi, terutama Indonesia, yang berhasil menjadi salah satu dari 20 tujuan utama FDI di dunia. Nilai FDI Intra-ASEAN pada tahun 2010 mencapai US$ 10 miliar, untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun dan merupakan 16% dari total arus masuk FDI ke dalam ASEAN. Mengingat lingkungan global FDI untuk ASEAN masih belum pasti (misalnya ketidakpastian pasar di Amerika Serikat), Sekjen ASEAN mengusulkan 3 (tiga) langkah penting yang dapat dilakukan oleh ASEAN, yaitu: (i) memperkuat fasilitasi investasi (mengurangi biaya transaksi, menghapus hambatan/batasan FDI, dan membuat kebijakan yang jelas dan transparan); (ii) fokus pada sumber investasi baru (misalnya FDI di bidang jasa dan investasi non-ekuitas sebagai sumber potensial untuk nilai tambah FDI); dan (iii) mempercepat ratifikasi ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). Dewan AIA juga membahas pemikiran tentang perlunya ASEAN menerapkan kebijakan yang dapat memfasilitasi dan mempromosikan investasi intra-regional termasuk dalam mengatasi isu-isu perpajakan. Sehubungan dengan hal tersebut, Dewan AIA meminta Sekretariat ASEAN untuk dapat melakukan analisis mengenai: (i) sumber dan arah investasi oleh sektor dengan kebijakan sektoral yang lebih spesifik; (ii) faktor yang mempengaruhi investor untuk
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
17
memasuki ASEAN, (iii) hubungan antara FDI dan portofolio investasi dan bagaimana investasi bisa disalurkan menjadi investasi produktif, dan (iv) proporsi arus masuk FDI yang berasal dari China dan jenis industri yang bergerak dari China ke ASEAN. ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)
Berkaitan dengan ratifikasi ACIA, Indonesia melaporkan bahwa ACIA telah diratifikasi melalui Perpres No. 49/2011 pada tanggal 8 Agustus 2011 dan akan segera menyampaikan notifikasinya ke ASEAN Secretariat. Pertemuan mengharapkan entry into force ACIA dapat diumumkan pada KTT ASEAN bulan November 2011. Oleh karena itu, Thailand diharapkan dapat mendorong Parlemennya untuk segera memberikan persetujuan atas Reservation List of ACIA dan meratifikasi ACIA dalam waktu sesegera mungkin. Pada kesempatan ini Dewan AIA juga mengesahkan Modalitas Penghapusan/Perbaikan Hambatan Investasi (“Modality for the Elimination/ Improvement of Investment Restrictions and Impediments”). Dewan AIA juga mencatat perkembangan yang telah dicapai dalam meliberalisasikan investasi yang diatur dalam ASEAN Investment Area (AIA) Agreement yakni sektor maupun sub-sektor yang berada di dalam Temporary Exclusion List (TEL). Semua negara ASEAN, kecuali Laos dan Thailand, telah menghapuskan sektor dan subsektor TEL sesuai dengan jadwal yang disepakati, yaitu pada tahun 2010. Pertemuan meminta agar Laos dan Thailand dapat segera melakukan phase out seluruh komitmen TEL-nya dan diharapkan dapat diselesaikan paling lambat sebelum akhir tahun 2011.
Enhancing Investment Statistics
Pertemuan mencatat upaya ASEAN Community on Statistical System (ACSS) Committee sebagai badan yang bertanggung jawab dalam memperkuat kemampuan mengembangkan sistem statistik ASEAN yang koheren dan efisien dan menyediakan data statistik secara komprehensif dan mutakhir. Untuk itu, Dewan AIA menyetujui usulan SEOM agar Working Group on Foreign Direct Investment Statistics (WGFDIS) yang sebelumnya berada di bawah kordinasi CCI menjadi di bawah koordinasi ACSS Committee.
ASEAN Investment Forum
Mengakhiri pertemuan, Indonesia menyampaikan rencananya untuk mengadakan Investment ASEAN Forum (IAF) pada bulan November 2011 menjelang KTT ASEAN ke-19 di Bali. Penyelenggaraan forum ini merupakan yang pertama di ASEAN di mana para Head of Investment
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
18
Agencies diharapkan dapat berdialog dan berbagi pengalaman dalam melaksanakan promosi investasi dan fasilitasi investasi dan jasa untuk menarik FDI. Rekomendasi pertemuan nantinya akan disampaikan kepada Dewan AIA. 4. The 43rd Meeting of the ASEAN Economic Ministers Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2011 di Manado dan dipimpin oleh Menteri Perdagangan RI selaku Ketua (Chair) ASEAN Economic Ministers pada tahun 2011.
Gambar 2. Pertemuan AEM ke-43 Resmi Dibuka Wakil Presiden RI
Key Trade Performances
Para Menteri mencatat laporan Sekjen ASEAN tentang proses pemulihan ASEAN yang terlihat dari angka ekspor dan permintaan dalam negeri yang meningkat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5% di tahun 2010. Dilaporkan bahwa pertumbuhan perdangan barang di ASEAN tumbuh sebesar 32,9% dari tahun 2009 ke 2010 dengan nilai perdagangan yang melonjak dari US$ 1,54 triliun tahun 2009 menjadi US$ 2,04 triliun pada tahun 2010. Demikian halnya dengan pertumbuhan di bidang investasi, nilai foreign direct investment (FDI) pada tahun 2010 telah mencapai US$ 75,76 miliar, meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan tahun 2009, dan melampaui puncak pra-krisis global pada tahun 2007 sebesar US$ 75,8 miliar. Selama dekade terakhir, aliran FDI di ASEAN tumbuh rata-rata 19% per tahun. Para Menteri juga setuju kalau krisis utang dan masalah fiskal yang dihadapi beberapa negara maju dapat berdampak negatif pada ASEAN melalui pengaruhnya terhadap harga pangan dan komoditas, dan tekanan pasar keuangan. Oleh karena itu, para Menteri sepakat agar
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
19
ASEAN tetap waspada dalam menghadapi risiko-risiko ini dan menekankan bahwa ASEAN harus terus memanfaatkan kekuatan kompetitif melalui integrasi yang lebih dalam dan mengimplementasikan inisiatif integrasi ekonomi dalam waktu yang tepat. Sekjen ASEAN juga menggarisbawahi 4 (empat) hal penting yang perlu dipastikan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan AEC 2015 yakni: (i) percepatan implementasi AEC Blueprint; (ii) ASEAN Centrality sebagai prinsip ASEAN dalam membangun regional architecture; (iii) pengembangan ekonomi yang merata di ASEAN; dan (iv) penguatan ASEAN Sekretariat dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam mengawal perkembangan integrasi ekonomi ASEAN. Terkait dengan pengembangan ASEAN Regional Architecture, para Menteri menekankan tentang pentingnya ASEAN memiliki template ASEAN++FTA sebagai basis dan acuan dalam menegosiasikan format ASEAN Regional Architecture. ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard
Para Menteri mencatat capaian ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard pada fase I (2008-2009) dan fase II (2010-2011) sebagaimana dilaporkan oleh SEOM Chair, masing-masing 83,8% dan 64,10%. Para Menteri menekankan tentang pentingnya mempercepat implementasi 45 komitmen yang sudah melewati target waktu dan 56 komitmen lainnya yang target waktunya akhir bulan Desember 2011. Para Menteri menegaskan kembali komitmennya untuk memberikan prioritas pada proses koordinasi AEC di setiap negara anggota ASEAN termasuk peran penting dari Badan Koordinasi Nasional AEC, untuk menjamin pemenuhan pelaksanaan komitmen AEC oleh setiap anggota.
ERIA Report on the Enhancement of AEC Scorecard and Comprehensive MidTerm Review (MTR) of AEC Blueprint
Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) melaporkan tahapan studi yang telah diselesaikan terkait enhancement of AEC Scorecard yakni: (i) core measures in the AEC Blueprint, dan (ii) scoring methodology for chosen core measures, serta tahapan yang sedang dalam proses penyelesaian yaitu: (a) score countries using the scoring system developed; dan (b) analysis of scores. Temuan awal menunjukkan bahwa secara umum negara-negara Cambodia, Lao PDR, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) melakukan komitmen liberalisasi jasa lebih baik dari pada pada fasilitasi perdagangan (misalnya National Single Window) dan sebaliknya dengan negara-negara ASEAN-6. Laporan akhir studi ini akan disampaikan ke ASEAN Secretariat pada
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
20
bulan Oktober 2011 dan dipresentasikan ke AEC Council pada bulan November 2011. ERIA memaparkan 4 tahapan studi yang akan dilakukan untuk me-review AEC Blueprint, yakni: (i) MTR with ERIA Study on ASEAN SME Policy Index; (ii) MTR Industry Case Anaysis; (iii) MTR Study; and (iv) MTR with ERIA Study on ASEAN + 1 FTAs. Dalam kaitan ini, para Menteri meminta ERIA untuk menginkorporasikan rekomendasi HLTF-EI kepada AEM ke-43 tentang template ASEAN++FTA ke dalam studinya agar dapat lebih bermanfaat bagi ASEAN dalam mengembangkan ASEAN Regional Architecture ke depan. Hasil Mid-Term Review (MTR) akan dilaporkan ke Senior Economic Officials Meeting (SEOM) pada bulan Juni 2012 dan ke AEM pada bulan Agustus 2012. Strengthening Equitable Para Menteri memandang pembangunan ekonomi yang Economic Development adil dan inklusif merupakan visi ASEAN yang termaktub Pillar of AEC Blueprint dalam salah satu pilar AEC Blueprint yang harus diwujudkan bersama dengan 3 pilar lainnya pada tahun 2015. Fokus yang lebih pada pilar ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta negara-negara yang kurang berkembang di ASEAN mendapat manfaat dari Integrasi Ekonomi ASEAN. Para Menteri menyambut baik paparan Indonesia tentang draf Framework Guding Principle for Equitable Economic Developement, salah satu arahan Kepala Negara/Pemerintahan pada KTT ASEAN ke-18 bulan Mei 2011. Para Menteri meminta SEOM dan ASEAN Secretariat mematangkan draf framework tersebut agar dapat difinalisasi dalam AEC Council Retreat pada bulan Oktober 2011. Pada bulan November 2011, Kepala Negara/Pemerintahan diharapkan akan mengadopsi framework tersebut dan memberikan instruksi kepada Menteri terkait untuk melaksanakannya sebagai panduan bagi ASEAN baik di tingkat regional maupun nasional dalam memberdayakan UKM dan mempersempit kesenjangan pembangunan di dalam negeri dan antara negara anggota ASEAN. Priority Integration Sectors (PIS)
Pertemuan mencatat update implementasi sektor-sektor prioritas integrasi (PIS) khususnya pada sektor healthcare, e-ASEAN, electronic, air transport, rubber, dan automotive serta pelaksanaan workshop yang telah dilakukan oleh country coordinator sebagaimana mandat AEM ke-42 pada tahun 2010. Lebih lanjut pertemuan meminta negara anggota untuk terus melanjutkan dan meningkatkan status implementasi roadmap PIS.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
21
Para menteri juga meminta seluruh negara anggota untuk berpartisipasi secara aktif pada kegiatan-kegiatan PIS mendatang antara lain yaitu: (i) the 23rd ASEAN Furniture Working Committee Meeting pada September 2011, di Jakarta; dan (ii) the 12th ASEAN Electronics Forum pada September 2011 di Manila, Filipina. Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements
Para Menteri mencatat tanggapan SEOM dan sectoral bodies di bawahnya (CCA, CCI, dan CCS) atas rekomendasi yang bersifat ASEAN-wide dari studi ini dan menugaskan SEOM serta sectoral bodies lainnya untuk mengkaji implementation gaps antara komitmen regional (ATIGA, ACIA, dan AFAS) dengan peraturan perundanganundangan di masing-masing Negara-negara anggota ASEAN.
Trade and Services
Para Menteri mengesahkan keputusan SEOM untuk memberikan fasilitas flexibilities kepada negara anggota dalam menyelesaikan AFAS Paket 8 (berupa 15% overall flexibility, provision of substitution, dan pengabaian hambatan pada Mode 3 apabila lolos threshold Foreign Equity Participation) dan mencatat kesulitan yang dihadapi oleh negara anggota ASEAN dalam memenuhi komitmen AFAS Paket 8 meskipun telah menggunakan fasilitas flexibilities (hingga saat ini hanya Singapura dan Malaysia yang telah memenuhi komitmen). Para Menteri secara tegas meminta 8 negara lainnya untuk berupaya menyelesaikan komitmennya dan menyerahkannya ke ASEAN Secretariat untuk assessment pada bulan November 2011 agar dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2011. Menyadari kesulitan yang dihadapi oleh anggota ASEAN dalam memenuhi komitmen AFAS Paket 8, para Menteri Ekonomi menugaskan SEOM/Coordinating Committee on Services (CCS) untuk menyampaikan individual assessment dan action plans dari masing-masing negara anggota dalam memenuhi komitmen ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) hingga 2015 sebelum AEM Retreat tahun 2012
Movement of Natural Persons (MNP) dan Mutual Recognition Arrangement (MRA)
Para Menteri menugaskan SEOM/CCS untuk mempercepat penyelesaian ASEAN Agreement on Movement of Natural Person (MNP) sebelum akhir tahun 2011. Para Menteri juga mengingatkan agar MNP agreement tersebut dapat memfasilitasi movement of natural persons (profesional) yang terlibat dalam perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi sebagaimana diamanatkan dalam AEC
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
22
Blueprint. Di samping itu, para Menteri juga menugaskan SEOM/CCS menyusun roadmap atau rencana implementasi dari 7 Mutual Recognition Arrangements (MRAs) yang telah ditandatangani dalam upaya mempercepat implementasi dan operasionalisasi MRA tersebut. Financial and Air Transport Services Liberalization
Para Menteri mencatat penyelesaian dan penandatanganan: (i) Protocol to Implement the 5th package on Financial Services di bawah AFAS yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan ASEAN pada tanggal 4 Mei 2011 dan peluncuran the 6th Round of Negotiations on Financial services Liberalisation, yang akan selesai pada tahun 2014; dan (ii) ASEAN Multilateral Agreement on the Full Liberalisation of Passenger Air Services (MAFLAS) dan protokolnya serta MOU on ASEAN’s Services Engagement with Dialogue Partners pada pertemuan ASEAN Transport Ministers pada bulan November 2010.
Industrial Cooperation
Para Menteri sepakat untuk mengakhiri ASEAN Industrial Cooperation Scheme arrangement dengan memasukkan Basic Agreement on the AICO Scheme ke dalam daftar superseded agreements under Article 91 (2) of ATIGA.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Para Menteri mengesahkan revisi Term of Reference (TOR) ASEAN Small and Medium Enterprises (SME) Advisory Board dan menyambut baik laporan the 1st ASEAN SME Advisory Board tentang isu-isu penting, tantangan dan rekomendasi dalam pengembangan SME, antara lain rencana Pertemuan the 1st ASEAN Ministerial Meeting pada tahun 2012, upaya meningkatkan partisipasi UKM dalam ASEAN Business Awards 2012, peluncuran "Directory of Outstanding ASEAN SME’s 2011”, serta pembentukan ASEAN Expert Panel on SME Access to Finance yang diharapkan dapat melakukan pertemuan konsultasi secara reguler dengan ASEAN SME Advisory Board mulai tahun 2012.
Intelectual Property Rights (IPR) dan Competition Policy Law (CPL)
Para Menteri mencatat kemajuan di bidang Intelectual Property (IP) dan mengesahkan ASEAN Intelectual Property Rights (IPR) Action Plan 2011-2015, dan menyambut baik pembentukan “ASEAN IP DIRECT”, sebagai sumber "onestop shop" yang dapat diakses masyarakat di seluruh situs Kantor IP ASEAN. Para Menteri juga mendukung rencana jangka menengah pengembangan draft Action Plan on Regional Core Competencies serta strategi dan sarana Regional Advocacy dalam kerangka competition policy and law (CPL), selain itu pertemuan juga menyambut baik penandatanganan Agreement on Multi-Year Program pada
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
23
bulan Juni 2011 yang didanai oleh GIZ (Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit). ASEAN Community Statistical System
Para Menteri Ekonomi ASEAN mengesahkan TOR dari ASEAN Community Statistical System (ACSS) Committee, dan menyetujui komite ini berada di bawah koordinasi AEM dan dimasukkan dalam daftar lampiran 1, ASEAN Charter. Para Menteri juga mencatat keberadaan Working Group on Foreign Direct Investment Statistics (WGFDIS) yang sudah masuk di bawah koordinasi ACSS Committee. Para Menteri menggarisbawahi pentingnya ACSS Committee memiliki mandat yang jelas agar mampu menyediakan data yang akurat dan tepat waktu guna mendukung semua pilar Komunitas ASEAN.
Public Private Sector Engagement
Para Menteri menggarisbawahi pentingnya mengadakan konsultasi dan dialog secara reguler dengan sektor swasta guna membantu ASEAN dalam proses integrasi. Dalam kaitan ini, para Menteri mengesahkan Rules of Procedures for Private Sector Engagement untuk memastikan keterlibatan sektor swasta secara efektif.
Initiative for ASEAN Integration (IAI)
Para Menteri Ekonomi ASEAN mencatat perkembangan pelaksanaan Initiative for ASEAN Integration (IAI) Work Plan tahap I dan II, menggarisbawahi pentingnya narrowing development gap (mempersempit kesenjangan pembangunan) di antara negara anggota ASEAN, dan mendukung upaya penyelerasan inisiatif sub-regional dengan AEC Blueprint. Penyelarasan inisiatif sub-regional dengan AEC Blueprint penting dilakukan karena kerja sama sub-regional memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap integrasi ASEAN.
Gambar 3. Sesi Foto Bersama Pertemuan AEM ke-43
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
24
5. Pertemuan Konsultasi ASEAN-China Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2011 di Manado. Konsultasi AEM-MOFCOM ke-10 mencatat bahwa berdasarkan data Sekretariat ASEAN, perdagangan ASEAN - China mengalami peningkatan sebesar 39.1% pada tahun 2010 dari US$ 81.6 miliar (2009) menjadi US$ 113.5 miliar (2010), setelah mengalami penurunan tajam pada tahun 2009. Para AEM menilai RRT masih merupakan mitra dagang utama ASEAN dengan pangsa 11.3% dari total perdagangan ASEAN. Implementasi Persetujuan Barang ACFTA
Ratifikasi Persetujuan Barang dan penerbitan Legal Enactment tentang jadwal penurunan komitmen tarif untuk kategori produk Sensitif diharapkan dapat diselesaikan sebelum akhir tahun 2011 untuk dapat diimplementasikan pada 1 Januari 2012. Para Pihak diharapkan dapat menyampaikan penurunan tarif secara multi tahun. Selain itu, Para Menteri juga menyepakati penerapan ketentuan General Exclusion oleh Brunei Darussalam, Indonesia, Myanmar, Malaysia, Filipina, dan Vietnam berdasarkan justifikasi ketentuan AC-TIG secara transparan.
Draft Chapter SPS dan STRACAP
Para Menteri menyambut baik penyelesaian Draft Chapter SPS (Sanitary and Phytosanitary) dan STRACAP (Standard, Technical Regulations, and Conformity Assessment Procedures) dan menunggu penyelesaian pembahasan Draft Chapter Customs Procedure and Trade Facilitation untuk kemudian dapat ditandatangani dalam suatu protokol yang menjadi satu kesatuan dengan Persetujuan Barang ACFTA.
Draf Protokol Paket ke2 Persetujuan Jasa ACFTA
Draf Protokol Paket ke-2 Persetujuan Jasa ACFTA direncanakan akan ditandatangani pada KTT ASEAN pada bulan November 2011. Untuk itu diharapkan ASEAN dapat mempersiapkan prosedur domestik penandatangan dokumen dimaksud.
ACFTA Joint Committee
Para Menteri menyepakati transformasi ACTNC menjadi ACFTA Joint Committee sebagaimana disepakati oleh para pihak dalam negosiasi di bidang perdagangan, jasa dan investasi. ACFTA Joint Committee diharapkan dapat menjadi lembaga pengkaji, supervisi, koordinasi, dan evaluasi implementasi persetujuan ACFTA.
China - ASEAN Expo (CAEXPO)
CAEXPO ke-8 yang akan dilaksanakan di Nanning, Guangxi, China, pada tanggal 21-26 Oktober 2011 menyediakan 5 paviliun yakni: paviliun perdagangan komoditi, kerja sama
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
25
investasi, teknologi, perdagangan jasa, dan cities of charm. Kerja sama perlindungan lingkungan akan menjadi tema CAEXPO tahun ini, dengan Malaysia sebagai Country of Honour. Pan Beibu Gulf Economic Cooperation
Para Menteri mencatat laporan akhir kajian kerja sama tersebut yang melibatkan seluruh negara ASEAN secara sukarela. Pertemuan mengingatkan agar laporan final kajian tersebut hanya disampaikan sebagai informasi kepada Kepala Negara ASEAN pada November 2012, bukan sesuatu yang harus disahkan.
6. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Jepang Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2011 di Manado. Total ekspor ASEAN ke Jepang pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 32,0% dari US$ 78,1 Miliar tahun 2009 menjadi sebesar US$ 103,1 Miliar tahun 2010. Total perdagangan juga meningkat sebesar 26,7% menjadi US$ 203,9 Miliar pada tahun 2010. Jepang merupakan mitra dagang ASEAN ke-3 terbesar tahun 2010 dengan share sebesar 10% dari total perdagangan ASEAN, sebaliknya ASEAN merupakan mitra dagang ke-2 terbesar bagi Jepang setelah China. Nilai FDI dari Jepang ke ASEAN meningkat sebesar 124,3% dari US$ 3,8 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 8,4 Miliar pada tahun 2010. Negosiasi Jasa dan Investasi
Pertemuan mencatat negosiasi persetujuan bidang jasa dan investasi praktis belum dapat diselesaikan karena kedua Pihak melakukan pendekatan negosiasi yang berbeda, kedua pihak sepakat untuk tetap menyelesaikan negosiasi di kedua bidang ini pada tahun 2012.
Kerja Sama Ekonomi
Para Menteri menyambut baik laporan Business Dialogue ke-4 antara Menteri Ekonomi ASEAN, Menteri Jepang, Sekjen ASEAN, dan FJCCIA (Federation of Japanese Chambers of Commerce and Industry in ASEAN) pada tanggal 9 Juli 2011 di Kuala Lumpur, Malaysia, dan sepakat akan melakukan ASEAN Ministers Roadshow ke Jepang pada bulan April 2012 untuk mempromosikan hubungan bisnis dan kerja sama ekonomi antara ASEAN dan Jepang. Business Dialogue ke-5 direncanakan akan diselenggarakan di Bangkok, Thailand, pada bulan Juli 2012. Pertemuan menugaskan SEOM mengembangkan suatu roadmap untuk kerja sama ekonomi ASEAN-Jepang dalam jangka waktu 10 tahun ke depan, dengan dukungan dari Sekretariat ASEAN dan AEM-METI Economic and Industrial Cooperation Committee (AMEICC). Roadmap tersebut
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
26
bertujuan untuk mempromosikan kemitraan strategis di bidang perbaikan lingkungan usaha, perdagangan dan fasilitasi investasi dan liberalisasi, peningkatan infrastruktur, konektivitas, peningkatan SDM dan koordinasi dalam peraturan, dan kebijakan domestik. AEM-METI Economic and Industrial Cooperation Committee
Para Menteri mencatat laporan tentang pelaksanaan sejumlah proyek dalam rangka AMEICC, terutama proyek yang menunjang proses integrasi ekonomi regional.
7. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Korea Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2011 di Manado. Konsultasi ASEAN-ROK ke-8 mencatat nilai perdagangan ASEAN-Korea pada tahun 2010 mencapai US$ 98.1 miliar, naik 31.3% dibandingkan tahun 2009 yang mencapai US$ 74.7 miliar. Pada tahun 2010, ASEAN merupakan negara mitra dagang ke-2 bagi Korea sementara Korea merupakan negara mitra dagang ke-5 bagi ASEAN. Total FDI dari Korea di ASEAN pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 155,7%, dari US$ 1,4 Miliar di tahun 2009 menjadi US$3.8 miliar pada tahun 2010. Implementasi Perdagangan Barang AKFTA
Para Menteri mencatat hasil Joint Impact Study AK-TIG yang menyatakan bahwa AK-TIG telah mengakibatkan trade creation and expansion di antara para Pihak, serta rendahnya utilisasi penggunaan SKA Form-AK. Diduga hal ini disebabkan antara lain oleh rendahnya pemahaman sektor usaha, kurangnya informasi mengenai tarif preferensi, serta prosedur administratif yang terlalu rumit dalam memperoleh tarif preferensi (penggunaan SKA Form-AK). Untuk itu, para Menteri menyepakati pembentukan AKFTA website dan seminar kit sebagai salah satu upaya sosialisasi dan peningkatan utilisasi.
Draft Protocol to Amend AK-TIG
Pertemuan konsultasi mengharapkan seluruh pihak dapat segera menyelesaikan protokol untuk memfasilitasi pemindahan komitmen produk jalur Sensitif ke jalur Normal dan perubahan Operational Certification Procedures (OCP) agar dapat ditandatangani pada KTT ASEAN-ROK pada bulan November 2011.
Review Produk Sensitif 2012 dan Persetujuan Jasa
Sesuai amanat pasal 15(2) Persetujuan Trade in Goods (TIG) dan Pasal 26 Persetujuan Jasa AKFTA, para Menteri menugaskan Implementing Committee untuk melakukan review produk sensitif dan persetujuan jasa yang bertujuan meningkatkan akses pasar dan meningkatkan liberalisasi sektor jasa di antara para Pihak.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
27
Kerja Sama Ekonomi
Para Menteri mencatat bahwa 11 proyek di bawah kerangka kerja sama ekonomi ini telah diimplementasikan dan 18 proyek lagi sedang dilaksanakan, dan menugaskan Working Group Economic Cooepration untuk melakukan evaluasi terhadap pemanfaatan dana AKFTA yang menunjang integrasi ekonomi regional. Korea menginformasikan bahwa kontribusi tahunannya pada ASEAN-Korea Economic Cooperation Fund telah disampaikan yakni sebesar US$ 500.000.
8. Pertemuan Konsultasi ASEAN-Australia dan Selandia Baru Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2011 di Manado. Nilai total perdagangan antara ASEAN dengan Australia dan Selandia Baru pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 26,6%, dari US$ 49,2 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 62,3 Miliar di tahun 2010. Nilai foreign direct investment dari Australia dan Selandia Baru ke ASEAN juga meningkat sebesar 80% dari US$ 1,04 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 1,9 Miliar di tahun 2010. Implementasi Perdagangan Barang AANZ
Semua negara anggota ASEAN, Australia, dan Selandia Baru telah meratifikasi dan mengimplementasikan Trade in Goods (TIG) AANZFTA, namun Indonesia masih dalam proses penerbitan Peraturan Menteri Keuangan/PMK sebagai legal enactment. Para Menteri menyambut baik perkembangan Indonesia dan mengharapkan Indonesia segera mengimplementasikan AANZFTA.
Kerja Sama Ekonomi
Australia dan Selandia Baru sangat concern terhadap Economic Cooperation sesuai Bab 12 AANZFTA. Kerja sama ekonomi tersebut dilaksanakan dengan Economic Cooperation Support Programme (AECSP) untuk jangka waktu 5 tahun (2010-2014) dengan estimasi biaya AUD 2025 Juta. Dana yang sudah dikeluarkan oleh AECSP sampai sekarang sebesar AUD 3,2 juta, dan untuk proyek tahun 2011-2012 sebesar AUD 5,8 juta. Proyek kerja sama ekonomi yang didanai antara lain: (i) in-country training on ROO for Cambodia and Laos; (ii) ASEAN Regional Diagnostics Network on Sanitary and Phytosanitary Measures; (iii) Forum on ASEAN Regional Qualifications Framework to support education services; dan (iv) Workshop on Accession to the WIPO Madrid Protocol. Para Menteri mencatat kemajuan yang dicapai dalam penyederhanaan prosedur administrasi melalui penghapusan nilai FOB pada Surat Keterangan Asal (SKA), dengan fleksibilitas 2 tahun untuk Kamboja dan Myanmar.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
28
ASEAN-CER Integration Forum
Para Menteri menyambut baik peluncuran CER-ASEAN Integration Partnership Forum (IPF) yang dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2011 di Kuala Lumpur, Malaysia. Forum tersebut menginformasikan pengalaman Australian dan Selandia Baru dalam membangun CER dan “Single Economic Market” kedua negara. Forum ini diharapkan dapat mendorong dilakukannya dialog antara ASEAN dan CER berkaitan dengan isu integrasi ekonomi dan connectivity. Integration Partnership Forum berikutnya, akan dilaksanakan pada pertengahan tahun 2012.
9. Pertemuan Konsultasi ASEAN-India Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2011 di Manado. Total perdagangan antara ASEAN dan India pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 41,4% dari US$ 39,1 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 55,3 Miliar pada tahun 2010. India merupakan mitra dagang ke-6 bagi ASEAN. Total foreign direct investment dari India ke ASEAN meningkat 200% dari US$ 0,8 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 2,5 Miliar pada tahun 2010. Implementasi Persetujuan Perdagangan Barang (TIG) AIFTA
ASEAN dan India telah mengimplementasikan Trade in Goods (TIG), setelah Indonesia, Kamboja, dan Filipina entry into force masing-masing pada tanggal 1 Oktober 2010 (Indonesia), 15 Juni 2011 (Kamboja), dan 17 Mei 2011 (Filipina). Berkaitan dengan Product Specific Rules (PSR), India masih tetap mempersyaratkan kemajuan perundingan di bidang services dan investment untuk penyelesaian perundingan PSR.
Trade in Services (TIS)
India setuju untuk membuat single most-favoured-nation (MFN) offer kepada negara-negara ASEAN kecuali Filipina, namun offer India tersebut kurang dari offer sebelumnya, dan bahwa di bawah posisi India di WTO.
Trade in Investment (TII)
India dapat menyetujui posisi negative list ASEAN dengan syarat jika ASEAN menyetujui posisi India terhadap beberapa isu yakni covered investment, taxation as means of indirect expropriation, dan MFN. ASEAN menilai bahwa isu negative list ini bukan merupakan konsesi istimewa dari India mengingat India juga telah memberikan negative list ini pada FTA dengan negara-negara lainnya. Para Menteri menugaskan Senior Economic Officials Meetings untuk meneruskan perundingan di bidang services, investment, dan Products Specific Rules (PSR) sesuai dengan mandat dari Framework Agreement AIFTA,
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
29
sehingga persetujuan jasa dan investasi dapat ditandatangani pada KTT ASEAN-India pada bulan November 2011. 10. Pertemuan Konsultasi ASEAN Plus (China, Jepang, dan Korea) Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 12 Agustus 2011 di Manado. Para Menteri ASEAN menanggapi secara positif proposal Jepang dan China tentang “Initiative on Speeding Up Establishment of an East Asia Free Trade Area (EAFTA) and Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA)” yang mengusulkan pembentukan 3 (tiga) working groups (WGs) di bidang barang, jasa, dan investasi. Pertemuan sepakat bahwa saat ini bukan waktu yang tepat bagi ASEAN untuk membentuk WGs yang diusulkan oleh China dan Jepang karena 2 (dua) APWGs (EC dan ROO) masih dalam proses menyelesaikan tugasnya serta menyusun rekomendasi final. Selanjutnya, para Menteri menugaskan SEOM untuk mempelajari rekomendasi dari 4 (empat) WGs tersebut dan merumuskan langkah praktis tindak lanjut untuk 4 bidang tersebut dalam konteks pengembangan emerging regional architecture, termasuk untuk mematangkan template/guiding principles sebagai dasar ASEAN++ FTA dengan mempertimbangkan joint proposal dari China dan Jepang tersebut. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat diselesaikan sebelum pertemuan KTT ASEAN ke-19, bulan November 2011. Selanjutnya, para Menteri sepakat akan melakukan pertemuan khusus pada pertengahan bulan Oktober 2011 guna memfinalisasi konsep ASEAN Regional Architecture dan 2 konsep lainnya yang juga disiapkan oleh Indonesia yakni Guiding Principles for Equitable Economic Development dan ASEAN Beyond 2015 untuk disahkan oleh Para Kepala Negara/Pemerintahan pada KTT ASEAN ke-19 pada bulan November 2011. Pertemuan juga mencatat perkembangan implementasi proyek ASEAN+3, termasuk ICT Cooperation Toward CoProsperity in East Asia Project yang telah diimplementasikan oleh Korea. Proyek ini menjembatani kesenjangan digital dan membangun kapasitas di negara berkembang.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
30
11. Pertemuan Konsultasi ASEAN – Amerika Serikat Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2011 di Manado. Total perdagangan antara ASEAN dan AS pada tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan 24,4%, dari US$ 149,6 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 186,1 Miliar pada tahun 2010. AS merupakan mitra dagang ke-4 bagi ASEAN. Total foreign direct investment dari AS ke ASEAN pada tahun 2010 meningkat lebih dari 100%, dari US$ 4,1 Miliar di tahun 2009 menjadi US$ 8,4 Miliar pada tahun 2010.
Gambar 4. Pertemuan Konsultasi Bersama Delegasi USTR
Dalam pertemuan Konsultasi AEM-USTR berlangsung dalam bentuk informal ini, Indonesia selaku country coordinator melaporkan perkembangan program dan kegiatan ASEAN-US TIFA seperti road show, trade facilitation, trade and environment dialogue, B-to-B dialogue, trade and finance, dan standards. TIFA Work Plan for 2012 Pertemuan sepakat untuk mengesahkan dalam waktu dekat Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) Work Plan for 2012. Work Plan 2012 akan mencakup initiatives yang telah ada dan tidak menutup kemungkinan untuk initiatives baru, serta harus mempertimbangkan keterbatasan Negara anggota ASEAN. Pertemuan juga sepakat akan meresmikan 2 initiatives yaitu digital connectivity and the health care services sector. ASEAN dan AS mempertimbangkan rencana untuk menggelar ASEAN Ministers Road Show to United States ke-2 dan US-ASEAN Business Forum di ASEAN pada tahun 2012. Terkait dengan usulan Road Show, ASEAN berpandangan bahwa seluruh Negara anggota ASEAN Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
31
harus mendapatkan perlakuan yang sama, dan menekankan pentingnya menjaga level representasi perwakilan masing-masing Negara pada tingkat menteri. ASEAN Trade Facilitation Forum
Sebagai bagian dari Trade Facilitation initiative di bawah ASEAN-US TIFA, forum ini diselenggarakan pada tanggal 13 Agustus 2011 dalam rangkaian the the 43rd AEM and Related Meetings, yang dihadiri oleh elemen Business-tobusiness (B-to-B) dan Business-to-government (B-to-G). Forum membahas upaya, program, tantangan, dan pencapaian ASEAN dalam fasilitasi perdagangan menuju AEC 2015. Dari tiga break-out sessions (Connectivity for eTrade Facilitation, Standards and Conformance to promote Trade, Customs and Trade Procedures for an Integrated ASEAN), dihasilkan sejumlah rekomendasi yang secara umum mengarah kepada: (i) perlunya keterlibatan pelaku usaha dalam melakukan formulasi kebijakan; (ii) pentingnya komunikasi dan sosialisasi program-program ASEAN kepada pelaku usaha; (iii) penerapan regionalbased regulations; (iv) self-certification; (v) peningkatan Gto-B engagement; dan (vi) peningkatan arsitektur ASEAN Single Window/National Single Window untuk mendorong perdagangan dan investasi.
12. Pertemuan Konsultasi ASEAN – Rusia
Gambar 5. Pertemuan Konsultasi Bersama Delegasi Rusia
Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2011 di Manado. Dalam pertemuan Informal AEM-Russia Consultations ini para Menteri membahas Russia-ASEAN Roadmap on Trade and Investment yang akan dibahas lebih lanjut oleh ASEAN-Russia Joint Expert Group (ARJEG). Pertemuan mengharapkan agar draft Roadmap dimaksud Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
32
dapat difinalisasi dan disampaikan kepada para Menteri Ekonomi pada bulan November 2011. 13. Informal Meeting of East Asia Summit Participating Countries Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 13 Agustus 2011 di Manado. Para Menteri ASEAN dan 6 (enam) Dialogue Partners (China, India, New Zealand, Korea, Australia, dan Jepang) bertukar pandangan atas isu regional dan global yang mempengaruhi wilayah Asia Timur serta perkembangan kerja sama ekonomi di bawah framework EAS. Para Menteri menyambut baik pernyataan dari pertemuan G20 yang menegaskan komitmen mereka, serta berinisiatif untuk mendukung stabilitas keuangan dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi. Para Menteri juga mendukung peran sentral dari WTO dan perjanjianperjanjian FTA mereka, terutama ketika menghadapi gejolak ekonomi global, serta menghadapi kecenderungan terjadinya proteksionisme dan mempromosikan pasar bebas. Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menyampaikan progress penelitian yang telah dilakukan di berbagai bidang, seperti UKM, energi, lingkungan, perdagangan dan investasi, pembangunan infrastruktur termasuk bantuan yang diberikan kepada ASEAN dalam studi Mid-Term Review dari AEC Blueprint dan AEC Scorecard, serta melakukan pemetaan komprehensif ASEAN-FTA. Para Menteri mendukung ERIA untuk melanjutkan penelitiannya dalam hal integrasi ekonomi dan pembangunan masyarakat ASEAN di wilayah Asia Timur. Partisipasi Rusia dan AS dalam EAS
Para Menteri mencatat bahwa Rusia dan Amerika Serikat akan berpartisipasi sebagai anggota dalam East Asia Summit (EAS) pada bulan November 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
33
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya 1. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment Extraordinary Session Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment Extraordinary Session (CTI-ES) ini diselenggarakan pada tanggal 17-18 Agustus 2011 di Singapura dengan tujuan untuk membahas beberapa isu krusial sesuai instruksi para Menteri Perdagangan APEC (Ministers Responsible for Trade – MRT) dalam pertemuannya di Big Sky Montana Amerika Serikat pada bulan Mei 2011. Hasil dari pertemuan ini akan dijadikan bahan masukan bagi pertemuan CTI 3/SOM 3 yang akan berlangsung pada bulan September 2011. Next Generation Trade and Investment Issues (NGTI) Pada kesempatan ini dibahas tiga buah proposal yang disiapkan sebagai tindak lanjut instruksi MRT di Big Sky Montana Amerika Serikat pada bulan Mei 2011, yaitu: (i) Discussion Paper NGTI Facilitating the Global Supply Chain (Amerika Serikat); (ii) Enhancing Small and Medium-Sized Enterprises Participation in Global Production Chain (Chile); Hong-Kong, Jepang, Meksiko, dan Peru); dan (iii) Draft APEC Leaders Statement on Promoting Effective, NonDiscriminatory, and Market Driven Innovation Policy (Jepang dan Amerika Serikat). 1) Facilitating the Global Supply Chain Discussion Paper NGTI Facilitating the Global Supply Chain
Beberapa Ekonomi APEC meminta klarifikasi kepada Amerika Serikat (AS) atas konsep global supply chains, serta bagaimana keterkaitannya dengan global production chains dan global value chains. Para Ekonomi juga menyampaikan masukan antara lain: definisi teknis global supply chains agar lebih diperjelas, dalam perumusannya dapat mengikuti pola yang sudah ada antara lain identifikasi masalah, identifikasi kemungkinan penyelesaian masalah, dan mengembangkan capacity building dalam kaitannya dengan kegunaan global supply chain terhadap FTA/RTA Ekonomi APEC. Selain itu juga disampaikan pentingnya pencapaian konsensus atas definisi ini. China menyampaikan bahwa sudah ada beberapa pembahasan isu fasilitasi perdagangan di APEC antara lain: Trade Facilitation Action Plan (TFAP) tahap 1 dan 2, dan Supply-Chain Connectivity Framework (SCF) dan Action Plan-nya. Dalam hal ini China mengusulkan untuk melihat
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
34
kembali proposal tersebut agar tidak terjadi duplikasi dengan kegiatan-kegiatan yang telah dan/atau sedang dilaksanakan. Selain itu juga diharapkan agar proposal tersebut dapat menjadi pelengkap atas kegiatan-kegiatan yang telah dan sedang dilaksanakan. Korea, Jepang, Selandia Baru, Australia, Hong-Kong, Chili, China, Thailand, Peru, dan Filipina meminta waktu untuk membahas di tingkat domestik karena luas dan umumnya cakupan proposal, sehingga memerlukan koordinasi dengan instansi teknis terkait. Selain itu, beberapa ekonomi menyarankan agar proposal ini mencakup usulan yang lebih spesifik dan nyata dengan referensi beberapa model measures dan principles yang telah ada. Taiwan menyampaikan bahwa SCF sudah terstruktur dengan baik dan memiliki cakupan kegiatan yang luas sehingga yang perlu dilakukan adalah bagaimana implementasi SCF action plan dan bukan menciptakan kegiatan sejenis. Pada kesempatan ini Indonesia menyampaikan bahwa pembahasan isu harus tetap dalam kerangka Free Trade Area of the Asia Pacific (FTAAP) dan diperlukan explore lebih lanjut untuk memahami isu global supply chain. Selain itu, Ekonomi APEC diharapkan dapat terlebih dahulu diberikan pemahaman mengenai perbedaan dan keterkaitan antara proposal dengan SCF dan SCF action plan, serta keterkaitannya dengan sistem logistik, global value chains, dan global production chains. Persepsi Mengenai Definisi Global Supply Chains
Selain itu Indonesia juga menyampaikan perlunya dilakukan diskusi khusus guna menyamakan persepsi mengenai definisi global supply chains, serta pentingnya mendengar masukan APEC Business Advisory Council (ABAC) agar mendapatkan pandangan dan pemahaman yang sama, terutama keterkaitannya dengan FTAAP. Indonesia juga menekankan penting memahami dasar logistik yaitu: infrastruktur, sumber daya manusia, aspek legal, produksi/komoditi yang akan difasilitasi, provider, dan teknologi informasi dalam pembahasan isu global supply chains. Ekonomi yang mengindikasikan dukungan atas proposal AS adalah Singapura. Disampaikan oleh Singapura bahwa APEC harus melaksanakan tindakan menyeluruh dalam menangani global supply chain. Menanggapi berbagai masukan dan reaksi para economies, AS menyampaikan bahwa isu global supply chains pada dasarnya merupakan konsensus bersama dari pembahasan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
35
di pertemuan Committee on Trade and Investment 1 (CTI1) dan Committee on Trade and Investment 2 (CTI2). Isu ini juga sudah dibahas pada tingkat Senior Officials' Meeting (SOM) dan telah disahkan oleh Para Menteri Perdagangan dalam pertemuan APEC MRT 2011 di Big Sky, Montana. AS mengingatkan kembali bahwa definisi global supply chains adalah sama dengan global value chains dan global production chains. Hal ini telah dibahas pada pertemuan CTI2 di mana pada saat itu mayoritas ekonomi menolak penggunan istilah global value chains. AS menyarankan agar ekonomi dapat menyampaikan masukannya terkait definisi global supply chains untuk dibahas pada pertemuan CTI3 di San Fransisco. Next Generation Trade and Investment Issues (NGTI)
AS menekankan bahwa yang menjadi isu utama saat ini bukan pada definisi, melainkan bagaimana melaksanakan instruksi Ministers Responsible for Trade (MRT) untuk melaksanakan isu-isu Next Generation Trade and Investment Issues (NGTI). AS menyampaikan bahwa paper ini tidak dimaksudkan untuk menduplikasi kegiatankegiatan yang ada, melainkan bagaimana APEC dapat melangkah ke depan melalui pernyataan politik yang kuat dan menyeluruh (high level simple policy statement) dalam kaitannya dengan fasilitasi global supply chains untuk mendukung FTAAP. 2) Enhancing Small and Medium-Sized Participation in Global Production Chain
Enterprises
Pembahasan isu Small and Medium-Sized Enterprises (SMEs) participation in global production chains dimulai dengan presentasi Meksiko sebagai salah satu proponen. Dipaparkan bahwa fokus dari proposal ini adalah bagaimana SMEs dapat menjadi industri pendukung penyedia input produksi bagi perusahaan yang terlibat dalam perdagangan internasional. Proposal ini memiliki dua bagian: (i) Core elements, yaitu rekomendasi APEC dalam perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement – FTA) guna mendorong pihak-pihak yang terlibat dalam FTA untuk mendorong pengembangan industri pendukung; dan (ii) Pertukaran pengalaman dan best practices. Beberapa Ekonomi seperti: Jepang, AS, Kanada, Thailand, dan China mengindikasikan dukungannya terhadap proposal ini. Mereka beranggapan bahwa proposal ini sebagai langkah awal yang baik untuk dilaksanakannya diskusi terkait keterlibatan SMEs pada rantai produksi global. Namun demikian, Ekonomi-ekonomi tersebut juga Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
36
memberikan masukan guna mengembangkan proposal ini lebih lanjut. Core Elements
AS mengemukakan bahwa core elements dapat dikembangkan dengan melihat apa yang dapat dilakukan dalam konteks perjanjian perdagangan, terutama di tingkat domestik. AS juga menyarankan beberapa hal terkait core elements antara lain memasukkan isu transparansi dan konsultasi publik pada saat memulai negosiasi FTA, terutama yang terkait SMEs, core elements lebih diarahkan kepada bagaimana SMEs dapat menjadi industri pendukung. Sementara itu Australia menyampaikan bahwa perbedaan antara Next Generation Trade and Investment Issues (NGTI) dan kerangka kerja lainnya adalah high level policy. Dalam hal ini Australia menyarankan agar Proposal ini lebih diarahkan pada kebijakan bagaimana SMEs dapat berpartisipasi dalam rantai produksi global, bukan rincian teknis kegiatannya. Selain itu, juga disarankan agar kegiatan-kegiatan pada proposal ini lebih difokuskan dalam mendukung FTA, sebagaimana ide dasar NGTI. Selain itu juga diusulkan agar Core elements agar dirumuskan lebih umum dan lebih mengedepankan isu kebijakan. Hal ini karena panduan yang bersifat teknis tidak dapat dipaksakan untuk dapat diterapkan secara sama untuk semua Ekonomi, mengingat perbedaan karakteristik SMEs dan kebijakan yang terkait pada masingmasing Ekonomi. Indonesia menyampaikan dua masukan terkait core elements yaitu: (i) Mengembangkan infrastruktur UKM seperti: trading house, promotion center, outlet, street market and internet based exhibition hall, sme market infrastructure; dan (ii) Mengembangkan mekanisme terstruktur untuk membantu UKM menemukan mitra usahanya. Juga disampaikan bahwa SMEs merupakan kepentingan Indonesia karena memiliki peran penting terutama pada saat krisis ekonomi. Indonesia mendukung pembahasan SMEs di APEC terutama dalam keterkaitannya dengan NGTI. Dalam kaitan SMEs dengan NGTI, Indonesia tetap berprioritas pada Osaka Action Agenda.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
37
CTI menyepakati agar masing-masing Ekonomi menyampaikan masukan secara tertulis paling lambat tanggal 29 Agustus 2011 dan akan dilanjutkan dengan pembahasan secara intersession untuk kemudian diputuskan pada tanggal 9 September 2011. 3) Promoting Effective, Non-Discriminatory, and Market Driven Innovation Policy Draft Statement Leaders
Amerika Serikat dan Jepang menyampaikan paparan tentang usulan draft Statement Leaders perihal tersebut di atas dengan menekankan pentingnya memberikan perhatian terhadap isu ini karena terkait dengan komitmen politik Ekonomi APEC, sebagai salah satu upaya dalam rangka pencapaian Bogor Goals. Penciptaan suatu kebijakan ekonomi dan investasi yang bersifat terbuka, transparan dan tanpa diskriminasi dapat menciptakan suatu kompetisi yang sehat, menciptakan inovasi yang selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Ada 13 unsur yang dituangkan sebagai draft kesepakatan Leaders APEC, yaitu: a)
Mempertahankan keterbukaan ekonomi terkait: flow of capital, people, ideas, goods, and services across borders;
b) Mempertahankan sistem peraturan, termasuk perizinan, yang mendukung persaingan pasar guna mengembangkan model bisnis yang baru dan inovatif; c)
Menjamin sistem regulatori yang transparan dan tidak memihak, penyediaan due process, serta menjamin keterlibatan stakeholder pada awal penyusunan regulasi;
d) Meningkatkan keterbukaan investasi melalui langkahlangkah aktif dalam menghilangkan hambatanhambatan atas Penanam Modal Asing; e) Meningkatkan penggunaan standar internasional; f)
Menjamin bahwa regulasi teknis tidak digunakan sebagai hambatan terhadap inovasi, akses terhadap teknologi, pembatasan kompetisi, dan menciptakan hambatan-hambatan perdagangan;
g)
Pengembangan dan pengimplementasian persyaratan dan regulasi teknis yang sesuai dengan APEC-OECD Integrated Checklist on Regulatory Reform;
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
38
h) Menyediakan perlindungan dan penegakan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual; i)
Tidak menerapkan atau mempertahankan kebijakan yang mempersyaratkan lokasi sebagai persyaratan preferensi pemerintah dalam hal pengembangan/ kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual;
j)
Menjamin bahwa seluruh persyaratan dan kondisi terkait teknologi transfer, proses produksi, dan hak kepemilikan informasi dilakukan secara sukarela dan berdasarkan persetujuan antar perusahaan;
k)
Meningkatkan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah yang transparan, non-diskriminasi, kompetitif, berbasis kinerja, dan konsisten dengan prinsip APEC Non-Binding Principles on Government Procurement;
l)
Penerapan kebijakan teknologi informasi dan komunikasi, antara lain terkait data privacy, keamanan, dan telekomunikasi;
m) Mengatur spektrum yang efektif dan efisien, termasuk menghindari kebijakan pembatasan pelayanan melalui spektrum komersial (commercially-designated spectrum). Tanggapan atas Draft Statement Leaders APEC
Beberapa Ekonomi APEC antara lain Korea, Malaysia, Thailand, dan Kanada menyampaikan tanggapan terutama terkait masalah intellectual property rights (IPR). Dikemukakan beberapa tanggapan antara lain bahwa draf tersebut tidak menunjukkan balance antara kepentingan Ekonomi berkembang dan Ekonomi maju. Draf tersebut juga dianggap terlalu ambisius dan merupakan tantangan yang serius bagi Ekonomi berkembang. Oleh sebab itu, diharapkan dapat dilakukan revised untuk beberapa unsur yakni butir: 4, 9, 10, dan 13. Diharapkan dalam draft Statement Leaders tersebut APEC tetap dapat memelihara rezim IPR yang baik. Environmental Goods and Services (EGS)/Green Growth 1) Draft APEC Leaders Statement on Trade Investment in Environmental Goods and Services
and
Australia, Jepang, dan AS dalam usulan mereka perihal draft APEC Leaders Statement on Trade and Investment in Environmental Goods and Services, merujuk kepada beberapa komitmen Leaders APEC yakni pada tahun 2007, 2009 dan 2011, dalam rangka promosi Green Growth dan Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
39
Sustainable Environmental Goods di kawasan Asia Pasifik, tanpa menimbulkan hambatan terhadap kegiatan perdagangan dan investasi. Sebagian besar dari Ekonomi APEC terutama Developing Economy seperti Chile, China, Indonesia, Korea, Meksiko, Peru, dan Vietnam menunjukkan ketidaksetujuan mereka atas draf dimaksud. Butir-butir yang dituangkan sebagai kesepakatan Leaders dalam draf tersebut terlihat lebih berpihak kepada Developed Economy dibandingkan kepada Developing Economy. Draf tersebut juga dianggap tidak memandang penting (undermine) Special and Differential Treatment (S&DT). Elemen pertama yang mendapat penolakan keras adalah Leaders sepakat untuk melakukan penurunan tarif sampai dengan 5% untuk environmental goods and services pada akhir tahun 2012. Hal ini ditolak keras karena dipandang terlalu ambisius, dan APEC bukanlah forum untuk bernegosiasi namun bersifat non-binding dan voluntary. Elemen kedua adalah, footnote dari pernyataan Leaders tersebut, merujuk kepada annex of products dan productions yang disebut 'friends convergence list' China mengemukakan bahwa telah dilakukan exercise friends-list tersebut dan menimbulkan dampak terhadap lebih dari 205 tarif line China, sementara Korea melakukan exercise dan berdampak terhadap 153 tarif line. Ditambahkan pula bahwa Statement Leaders sebaiknya memberikan pernyataan terhadap hal-hal yang bersifat general dan memberikan arahan, namun tidak masuk kepada hal-hal yang bersifat teknis dan rinci. Peru menyatakan bahwa karena tidak ada pemahaman yang sama di ntara Economi APEC perihal friends-list, maka friends list tersebut dapat menimbulkan prejudice terhadap WTO, dan bukan hanya pre-judge terhadap environmental goods tetapi juga environmental services. Tanggapan Indonesia atas Draft Statement Leaders APEC
Indonesia dalam menyampaikan intervensi mengemukakan bahwa Indonesia sepakat dengan proponen bahwa APEC Leaders Statement pada tahun 2007 dan 2009 memberikan dasar untuk economies dalam rangka melaksanakan komitmennya terhadap pencapaian clean and sustainable development (green growth). Indonesia juga mendukung penuh instruksi para Menteri pada Ministers Responsible for Trade 2011 di Montana. Mengingat APEC adalah suatu forum tempat berdiskusi dan bukan bernegosiasi, oleh sebab itu Indonesia meminta
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
40
agar pembahasan mengenai penurunan tarif tidak dilakukan di forum APEC tetapi di forum WTO dan APEC tetap pada prinsip non-binding and voluntary basis. Indonesia juga mengingatkan Committee on Trade and Investment mengenai protokol Kyoto yang menyatakan bahwa upaya pencapaian tujuan clean and sustainable development (green growth) adalah merupakan tanggung jawab Developed Economy bukan Developing Economy. Di samping itu Developing Economy masih menghadapi kesulitan untuk mencapai tujuan tersebut, oleh karena itu perlu adanya Technical Asisstance dan Capacity Building. Malaysia menyampaikan dukungan terhadap usulan tersebut namun perihal penurunan tarif menjadi 5% akan ditinjau kembali mengingat Harmonized System (HS) pada friend-list adalah 6 digits dan hal tersebut dapat menimbulkan dampak yang lebih besar. Malaysia mengusulkan untuk menambahkan penambahkan 3 butir dari pernyataan Leaders. Sementara Negara yang memberikan dukungan penuh terhadap usulan draf ini adalah New Zealand. 2) APEC EGS Technology Dissemination Action Plan Beberapa ekonomi menyambut baik proposal diseminasi teknologi Environmental Goods and Services (EGS). Jepang menyampaikan bahwa dalam rangka diseminasi teknologi EGS, penting melihat aspek Intellectual Property Rights (IPR) untuk melindungi hak inovator. Sementara Malaysia berpendapat bahwa proposal ini dapat menyeimbangkan pembahasan EGS di APEC yang selama ini didominasi oleh pembahasan akses pasar. Tanggapan Indonesia atas Proposal Diseminasi Teknologi EGS
Indonesia menyampaikan bahwa capacity building dan technology transfer merupakan kepentingan ekonomi berkembang. Untuk itu Indonesia menyarankan agar China mengeksplorasi lebih lanjut langkah-langkah yang dapat diambil terkait diseminasi EGS tersebut. Selain itu juga perlu dieksplorasi bagaimana flow of thinking dalam penempatan UKM dalam action plan mengingat pengembangan EGS Technology memerlukan research and developoment yang berkelanjutan dengan investasi yang besar. Dalam pertemuan Ministers Responsible for Trade dan Ministers Responsible for Small and Medium Enterprises di Amerika Serikat pada bulan Mei 2011, salah satu permasalahan utama UKM adalah lack of access to financing. Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan dan action plan yang baik yang juga memihak pada UKM.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
41
Environmental Goods and Services Work Program
Sementara itu beberapa ekonomi meminta klarifikasi atas keterkaitan proposal ini dengan EGS work program (WP), dan meminta China melihat lebih jauh lagi apakah kegiatan ini dapat melengkapi EGS WP atau menjadi duplikasi. AS menilai bahwa annex dari proposal ini terlalu luas dan umum, sehingga dapat menjadikan APEC tidak fokus dalam penangan EGS. AS juga menyampaikan bahwa proposal ini harus memiliki elemen tambahan yang merefleksikan tujuan dan kebijakan open trade and investment sebagai bagian dari diseminasi. Terkait dengan technology need assessment, AS meminta usulan konkret yang dapat menambah nilai EGS WP. AS mendukung dimasukannya keterlibatan dunia usaha dalam hal ini, namun meminta agar jangan dibatasi pada keterlibatan UKM saja. Menanggapi hal tersebut, China menyampaikan bahwa action plan ini merupakan respons terhadap paragraf tujuh EGS WP di mana EGS WP merupakan panduan atas seluruh kerja APEC terkait EGS, termasuk didalamnya diseminasi teknologi. Committee on Trade and Investment sepakat untuk menyampaikan komentar tertulis kepada China sebelum tanggal 29 Agustus 2011, untuk kemudian dilakukan pembahasan secara intersession. Bogor Goal Review Process 1) Bogor Goals Progress Report Guidelines Dalam pembahasan ini tanggapan dari beberapa ekonomi lebih difokuskan pada batas waktu penyerahan template oleh masing-masing ekonomi. Australia memberikan masukan agar redaksi “SOM 1” pada batas waktu penyerahan template dihilangkan. Selain itu juga ditanyakan hal terkait second term review pada tahun 2016. Secara umum Committee on Trade and Investment Extraordinary Session telah menyepakati dokumen Bogor Goals Progress Report Guidelines, namun demikian akan disampaikan revisi minor atas dokumen tersebut secara intersession. 2) Regional Integration Metrics” or “Dashboard Pada pertemuan Committee on Trade and Investment 2 telah dibahas mengenai pengembangan proses peninjauan kembali tentang perkembangan yang dicapai oleh setiap individual Ekonomi APEC dalam format yang baru yakni Regional Integration Metrics atau Dashboard yang dikembangkan oleh Policy Support Unit (PSU) berdasarkan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
42
masukan dan hasil pembahasan dengan APEC Business Advisory Council (ABAC). Dashboard tersebut diharapkan dapat disepakati pada pertemuan Committee on Trade and Investment Extraordinary Session (CTI-ES) di Singapura ini. Indikator Dashboard
Dalam memberikan penjelasan pada pertemuan CTI-ES, PSU menjelaskan tiap-tiap indikator yang ada di dalam Dashboard. Ada beberapa indikator yang sudah dibahas pada pertemuan tahun 2010. Disampaikan bahwa yang dimunculkan di sini hanya beberapa indikator yang dianggap sebagai indikator utama dan datanya dapat disediakan. Apabila setiap Ekonomi APEC telah mengisi Dashboard tersebut selanjutnya akan ditampilkan di website APEC dan dapat di-update sewaktu-waktu. Diharapkan para Ekonomi APEC dapat mengisi indikator tersebut pada akhir tahun ini dan selanjutnya akan dibahas pada pertemuan CTI tahun 2012 bulan Februari di Rusia dan diteruskan pada pertemuan SOM bulan Juni tahun 2012 dan selanjutnya dimasukkan ke dalam website APEC.
Tanggapan atas Indikator Dashboard
Beberapa ekonomi antara lain Chile, AS, Hongkong China, Thailand dan juga Indonesia memberikan tanggapan atas indikator yang tertuang di dalam dashboard. Komentar dari Hongkong China dan China mengenai format dashboard di mana dikatakan bahwa data yang bersumber pada Bank Dunia tidak meliputi semua Ekonomi APEC misalnya Hongkong China. Sementara China menanggapi bahwa format dashboard diharapkan dapat menuangkan data secara jelas yang dapat merefleksikan Jasa dan Non Tariff Barriers (NTBs). China mengusulkan untuk digunakan data faktual. China juga mengusulkan untuk menetapkan tariff peaks 15%. Chile dan AS menyatakaan bahwa data FTA akan sangat bermanfaat selain itu diharapkan juga untuk menuangkan data secara jelas mengenai Jasa dan NTB's. Indonesia secara khusus menekankan agar data yang akan dipublikasikan didasarkan pada fakta yang ada dan dari lembaga atau institusi yang secara internasional dipandang realiable dan kredibel. Khusus mengenai data dan informasi tentang jasa dan non tarif barrier/non tarif measure, Indonesia mengusulkan agar metodologi yang digunakan juga disepakati terlebih dahulu oleh para ekonomi. Selanjutnya, Indonesia juga menyampaikan agar publikasi data dan informasi kepada publik hendaknya setelah mendapat konfirmasi dari para ekonomis. Dalam pertemuan tersebut, isu-isu yang dibahas sebagian besar didominasi oleh isu-isu yang menjadi kepentingan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
43
ekonomi maju. Hal tersebut dapat dilihat dari gigihnya AS dalam mengusulkan isu terkait pembukaan akses pasar dan penurunan tarif serta penghapusan hambatan nontarif antara lain untuk sektor Environmental Goods and Services (EGS) dan kebijakan inovasi, yang cenderung lebih menguntungkan ekonomi maju. Usulan-usulan tersebut dilakukan dengan mengesampingkan kenyataan bahwa isu-isu ini sudah ditentang oleh mayoritas ekonomi berkembang pada pertemuan-pertemuan Committee on Trade and Investment sebelumnya. 2. Committee on Cost of Production (CoP) ke-6 Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 25 Agustus 2011 di Bangkok, Thailand dan dipimpin oleh Asisten Deputy Director Rubber Research Institute Thailand. Defence Price
Pertemuan Komite CoP ke-6 ini merupakan pertemuan pertama sejak tahun 2008 yang diadakan berdasarkan kesepakatan Sidang ITRC ke-19 di Kuala Terengganu. Sidang ITRC ke-19 di Kuala Terengganu pada tanggal 7-8 Juli 2011 sepakat untuk menugaskan Komite CoP untuk mempelajari revisi terhadap defence price. Penghitungan CoP harus memasukkan faktor inflasi, pergerakan mata uang, dan kesejahteraan sosial petani karet alam. Proposal mengenai penghitungan CoP ini akan disampaikan untuk dibahas oleh ITRC. Kesepakatan terhadap besaran cost of production akan ditransformasikan menjadi defence price yang baru dan selanjutnya akan diajukan pada Pertemuan Tingkat Menteri ITRC pada tanggal 12 Desember 2011 di Bali untuk disepakati. Pertemuan sepakat agar tiap-tiap negara menggunakan format yang telah disepakati pada pertemuan Komite CoP ke-5 tahun 2008 di Bogor untuk menghitung CoP yang baru. Berdasarkan usulan Indonesia, pertemuan sepakat agar pada pertemuan berikutnya dapat dipertimbangkan apabila ada variabel-variabel baru yang akan ditambahkan pada format tersebut. Pembahasan terhadap format CoP ITRC antara lain mengenai penghitungan immature periode cost yang didasarkan pada lamanya tahun penyadapan. Tahun penyadapan bagi Indonesia dan Malaysia adalah 20 tahun sedangkan Thailand adalah 16 tahun. Thailand menjelaskan bahwa 16 tahun adalah jangka waktu untuk melakukan replanting dengan menggunakan clone tertentu. CEO IRCo menambahkan bahwa terdapat tiga
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
44
tipe clone yaitu: latex rubber clone, latex & wood clone, dan wood clone. Clone yang digunakan untuk perkebunan dan replanting adalah latex rubber clone dan latex & wood clone. Contingency Factors
Selain itu, pertemuan sepakat untuk menambahkan dan menghitung pula contingency factor sebagai penghitungan yang terpisah dari CoP. Contingency factors yang dimaksud antara lain perubahan drastis terhadap harga crude oil, penurunan tajam terhadap harga karet alam, fluktuasi mata uang, dan force majeure.
Kenaikan Besaran CoP Thailand
Besaran CoP Thailand yang baru naik dua lipat dari tahun 2008 yaitu dari US$ 122.14 cents per/kg menjadi US$ 255 cents per/kg. CoP Malaysia yang baru naik sekitar 32% dari tahun 2008 yaitu dari US$ 108.20 cents per/kg menjadi US$ 143.20 cents per/kg. Sedangkan CoP Indonesia tahun 2008 adalah US$ 117.27 cents per/kg. Kementerian Pertanian telah memberikan angka CoP indikatif sebesar US$ 126.41 cents per/kg namun jumlah tersebut belum disampaikan karena akan difinalisasi lebih lanjut oleh Kementerian Pertanian agar sesuai dengan format ITRC. Di lain pihak, Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) telah menyiapkan pula angka indikatif yaitu sebesar US$ 174.40 cents per/kg namun angka tersebut masih akan disinkronisasikan dengan Kementerian Pertanian. Thailand menjelaskan bahwa kenaikan besaran CoP dua kali lipat tersebut disebabkan oleh penggunaan risk approach atau profit sharing mechanism dalam penghitungan CoP Thailand. Lebih lanjut diinformasikan bahwa Pemerintah Thailand berencana untuk menetapkan minimum wage bagi unskilled labour sebesar 300 Baht (Rp 90.000,- per/hari). Berhubung masih diperlukan waktu untuk menghitung CoP yang baru maka pertemuan sepakat agar finalisasi terhadap penghitungan CoP dilakukan pada pertemuan berikutnya pada tanggal 20 Oktober 2011 di Phuket, Thailand.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
45
3. Expert Group on Establishment of Regional Rubber Market (EGERRM) ke-3 Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 2011 dan dipimpin oleh Deputy Secretary General (Commodity), Kementerian Perusahaan Perladangan dan Komoditi Malaysia. Rencana pembentukan regional rubber market akan menjadi salah satu agenda yang akan dibahas pada Pertemuan Tingkat Menteri ITRC bulan Desember 2011. Concept Paper Regional Rubber Market
Pertemuan membahas concept paper mengenai regional rubber market yang dipresentasikan oleh expert Malaysia. Dalam presentasi tersebut dijelaskan mengenai hal-hal berikut: 1) Sebagai tiga negara produsen karet alam terbesar dunia, penting bagi Thailand, Indonesia dan Malaysia untuk membentuk regional rubber market sebagai upaya dalam menjaga kepentingan negara produsen dan pengamanan harga karet alam menghadapi permainan para spekulan di pasar komoditi berjangka TOCOM, SICOM, dan SHFE. 2) Terdapat dua bentuk regional rubber market yaitu: pasar fisik (physical market) dan pasar berjangka (futures market). 3) Pembentukan pasar fisik dapat menyebabkan biaya tinggi (high cost) dan inefisiensi dari segi logistik. 4) Pasar berjangka dapat memberikan dua fungsi yaitu price discovery dan hedging. Selain itu, pasar berjangka dapat menjadi tempat bagi penjualan dan pembelian karet alam melalui exchange for physicals (EFP) activities yang memberikan keuntungan karena adanya penjaminan kontrak. Dengan demikian, bentuk regional rubber market yang lebih memungkinkan adalah pasar berjangka. 5) Dua pendekatan dalam membentuk regional rubber market adalah pembentukan melalui tahapan (stepwise) dan pembentukan regional rubber market yang baru secara langsung (start a fresh). 6) Syarat-syarat untuk keberhasilan regional rubber market termasuk standardidasi, harmonisasi, dan sinkronisasi terhadap hal-hal berikut: tipe dan grade karet alam, ukuran lot, denominasi mata uang, trading months, margins call, penjaminan kontrak, lembaga kliring yang efisien, fasilitas infrastruktur dan sistem IT,
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
46
pengembangan pemasaran dan promosi, adanya suatu pusat arbitrasi karet regional untuk mengatasi perselisihan cross border. Tanggapan atas Concept Paper
Menanggapi concept paper tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa sebelum dilakukan pembentukan regional rubber market, perlu diketahui dan dipelajari terlebih dahulu latar belakang dan tujuan dari pembentukan dimaksud mengingat di masing-masing negara telah ada pasar berjangka yang dalam perkembangannya kurang menunjukkan pertumbuhan yang progresif, meskipun baru hanya pasar berjangka di Thailand yang memperdagangkan karet alam. Untuk itu, perlu dibahas lebih lanjut tentang permasalahan yang dihadapi pasar berjangka komoditi dan peranan dari masing-masing pasar berjangka nantinya bilamana akan dibentuk pasar karet regional. Selanjutnya, diusulkan agar dalam concept paper tersebut dimasukkan tidak hanya pendapat para ahli namun para profesional dan stakeholders dari bursa dan badan-badan atau pihak-pihak terkait lainnya mengenai regional rubber market. Ditambahkan juga agar dapat dieksplorasi lebih lanjut mengenai peran IRCo selanjutnya bilamana regional rubber market nantinya jadi disepakati untuk dibentuk. Biro Analisis Pasar, Bappebti, Kementerian Perdagangan telah menyiapkan briefing paper mengenai regional exchange futures market concept. Pada dasarnya, bentuk regional rubber market yang dipandang tepat bagi pasar karet regional adalah future market dengan menggunakan one rubber futures contract. Pertemuan sepakat terhadap outline laporan feasibility study yang akan disampaikan oleh EGERRM kepada ITRC dan meminta Malaysia agar dapat merevisi concept paper sesuai outline laporan dimaksud. Revisi concept paper diharapkan dapat disampaikan ke masing-masing negara pada pertengahan bulan September 2011. Pertemuan EGERRM ke-4 rencananya dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2011 di Phuket, Thailand. Agenda penting pertemuan tersebut adalah pembahasan concept paper dan penyusunan laporan feasibility study yang akan disampaikan kepada ITRC untuk selanjutnya dibahas pada Pertemuan Tingkat Menteri bulan Desember 2011,
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
47
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral Pertemuan Bilateral dengan Menteri Pariwisata, Perdagangan, dan Perindustrian Timor Leste Pertemuan bilateral dilaksanakan di Timor-Leste pada tanggal 19-20 Agustus 2011. Hal-hal yang menjadi concern utama kedua negara antara lain: Pemanfaatan Pasar Perbatasan
1) Keberadaan pasar perbatasan di dua negara belum berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu sepakat untuk menandatangani Letter of Intent (LoI) on Border Trade in Regulated Market. Berdasarkan LoI tersebut, kedua negara sepakat untuk: (i) memfasilitasi kebutuhan penduduk perbatasan untuk dapat melaksanakan perdagangan di perbatasan; (ii) mengoptimalisasikan penggunaan Pas Lintas Batas; (iii) melaksanakan diseminasi informasi mengenai pasar perbatasan sebelum berakhirnya tahun 2011; dan (iv) secara rutin melakukan monitor dan evaluasi efektivitas pasar perbatasan serta mendukung kebutuhan masyarakat perbatasan melalui capacity building.
Wacana Perluasan Cakupan Barang yang Diperdagangkan di Pasar Perbatasan
2) Pihak Timor Leste mengusulkan agar jenis-jenis barang yang boleh diperjualbelikan di pasar perbatasan (regulated markets) dapat diperluas cakupannya. Meskipun diperluas, pemerintah kedua negara diwajibkan memperhatikan aspek comparative advantage, standar/kualitas, dan kuantitas. Salah satu komoditas yang diharapkan dapat diperjualbelikan ialah wine. Menanggapi hal tersebut Indonesia menyatakan bahwa perlu dilaksanakan rapat koordinasi untuk membicarakan kemungkinan tersebut. Khusus untuk wine, Indonesia berpandangan bahwa perdagangan wine akan lebih baik apabila dilakukan di Duty Free Shop karena pengaturannya akan lebih terkontrol.
Penambahan Nilai Transaksi
3) Pihak Timor Leste mengusulkan penambahan nilai transaksi di perbatasan. Hal tersebut didasarkan pada kebutuhan masyarakat yang senantiasa berkembang. Nilai tersebut diatur dalam Arrangement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Democratic of Timor Leste on Traditional border crossings and regulated markets dan berjumlah USD 50/orang/hari. Berkenaan dengan hal tersebut, Indonesia berpandangan perlunya koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian terkait, khususnya Kementerian Keuangan. Indonesia pada posisi akan mencatat permintaan Timor Leste tersebut, dan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
48
meneruskannya pada rapat inter-Kementerian untuk kemudian dibawa ke forum Joint Ministerial Commission (JMC). Sea Border Trade
4) Sebagai tindak lanjut pertemuan Presiden RI dengan PM Timor-Leste pada bulan Maret 2011 di Jakarta, pihak Timor Leste menyampaikan concern Timor Leste terkait sea border trade. Selama ini, apabila penduduk Timor Leste ingin melakukan perjalanan melalui laut dari Dili ke pantai Makassar (wilayah Oecusi), pelaut harus keluar ke perairan internasional sebelum menuju pantai Makassar tanpa melalui perairan internasional. Indonesia mencatat usulan pihak Timor-Leste dimaksud dan akan mengoordinasikannya dengan instansi terkait, terutama Kementerian Luar Negeri dan Badan Koordinasi Keamanan Laut mengingat isu tersebut terkait dengan beberapa aspek, salah satunya keamanan.
Ekspor Mobil Mewah Bekas
5) Pihak Timor Leste menyampaikan concern masyarakat Kupang yang menginginkan dimungkinkannya ekspor mobil mewah bekas (second) dari Timor Leste.
Kredit Ekspor
6) Pihak Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)/Indonesia Eximbank yang turut sebagai delegasi pada pertemuan tersebut menyampaikan pada intinya LPEI siap memberikan bantuan kredit ekspor, namun demikian diperlukan surat instruksi dari pemerintah Indonesia yang akan berfungsi sebagai payung kerja sama/MoU antara Indonesia dengan Timor Leste di berbagai bidang.
Rencana Pembangunan Export Centre
7) Pihak Timor Leste menyampaikan keinginannya untuk membangun export centre di Dili baik untuk keperluan pelatihan maupun pameran. Pembangunan direncanakan menggunakan model seperti Pusat Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) – Kementerian Perdagangan. Sehubungan dengan hal tersebut, pihak Timor Leste berencana untuk mengirimkan beberapa perwakilan dari Ministry of Tourism Trade and Industry of Timor-Leste (MTCI) untuk mengikuti pelatihan di PPEI, Kementerian Perdagangan. Pemerintah Timor Leste berharap dukungan penuh pemerintah Indonesia atas hal tersebut.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
49
Kesepakatan Kedua Negara Untuk Meningkatkan Kerja Sama Perdagangan di Bidang Obat-obatan dan Peralatan Kesehatan
8) Pihak Timor Leste berkeinginan untuk membeli obatobatan dan peralatan kesehatan dari Indonesia. Terkait dengan upaya ini PT Kimia Farma Tbk selaku BUMN Indonesia yang bergerak dalam bidang obat-obatan dan peralatan kesehatan telah melakukan penjajakan dengan mitra kerjasamanya Servico Autonomo Medicamentos e Equipemantos da Saude (SAMES) dan mencapai kesepakatan untuk melakukan kerja sama melalui “Memorandum Saling Pengertian tentang Kerja Sama di Bidang Pengadaan dan Distribusi Obat, Alat Kesehatan, Regeant, dan Alat Hospital”. Memorandum dimaksud akan berfungsi sebagai landasan pembentukan kerangka kerja sama antara para pihak dalam memfasilitasi, mendorong, dan mengembangkan kerja sama dalam bidang pengadaan dan distribusi obat, alat kesehatan, bahan kimia, dan peralatan medis lainnya.
Gambar 6. Penandatanganan Letter of Intent
E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa Pertemuan Kedua the Activity Advisory Committee of the Government of Australia (AusAID) Funded Public Sector Linkages Program Pertemuan kedua the Activity Advisory Committee of the Government of Australia (AusAID) funded Public Sector Linkages Program mengenai "Structural reform, services and logistics-building policy making capacity in APEC” dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 2011 di Adelaide, Australia. Pertemuan kedua ini diselenggarakan oleh University of Adelaide, Australia yang dihadiri perwakilan China, dan perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Indonesia. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
50
Tujuan dari pertemuan kedua tersebut adalah untuk melakukan tinjauan kembali mengenai project dari capacity building yang diberikan oleh Australia, mengevaluasi pelaksanaan workshop Services Trade Restrictiveness Index (STRI) yang dilaksanakan pada tanggal 1 - 18 Agustus 2011 di University of Adelaide, membahas rencana pelaksanaan workshop pada bulan Februari 2012 di Jakarta, services network, dan membahas project untuk masa yang akan datang. Workshop Services Trade Restrictiveness Index (STRI)
Pada kesempatan tersebut, juga dilakukan kunjungan ke University of Adelaide untuk secara langsung melihat pelaksanaan workshop dimaksud. Para peserta sangat aktif berpartisipasi dalam workshop tersebut. Peserta dari Indonesia berjumlah 11 (sebelas) orang yang berasal dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Perhubungan, Bank Indonesia, dan Center for Strategic and International Studies (CSIS). Sedangkan peserta workshop dari China berjumlah tujuh peserta dengan latar belakang sebagai peneliti. Dean of School of Economics University of Adelaide menjelaskan mengenai kewajiban para peserta workshop untuk menyusun paper mengenai sektor-sektor jasa di Indonesia dan China, dengan menerapkan model-model yang dipelajari pada saat workshop. Para peserta dibagi menjadi 9 (sembilan) grup, di mana 4 (empat) grup dari China dan 5 (lima) grup dari Indonesia.
Paper yang akan Ditulis oleh Peserta dari Indonesia
Adapun 5 (lima) paper yang akan ditulis oleh peserta dari Indonesia, adalah sebagai berikut: 1) Assessment on efficiency of foreign and joint venture bank relative to domestic bank in Indonesia; 2) Liberalising Indonesian Air Transport Professional Services: Employment Impact on Flight Crew Wages; 3) Evaluating the Progress of ASEAN MRA Implementation on Engineering and Architectural Services Sector in Indonesia; 4) The effect on Liberalization on Telecommunication Services-Packet-switches data transmission services (mobile roaming); 5) The effects of liberalisation in distribution services in Indonesia compare to ASEAN countries.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
51
Paper yang akan Ditulis oleh Peserta dari China
Sedangkan peserta dari China akan menyusun paper mengenai comparative and advantages of China’s service trade, travel services in China, distribution services, dan transportation services in China. Kesembilan paper tersebut akan dipresentasikan pada workshop yang akan dilaksanakan tentatif pada tanggal 27 - 28 Februari 2012 di Jakarta, di mana Kementerian Perdagangan akan menjadi host pada kesempatan tersebut. Workshop tersebut akan dilaksanakan di Kementerian Perdagangan dengan mengundang stakeholder bidang jasa di Indonesia.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
52
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT A. Kendala dan Permasalahan Rules of Origin
Pada pertemuan ASEAN Free Trade Area (AFTA) Council para Menteri menugaskan pihak terkait untuk mengkaji lebih lanjut beberapa rekomendasi penyederhanaan aturan Rules of Origin, yaitu: (i) kemungkinan mengadopsi co-equal dan alternative rules (Regional Value Content/Change in Tariff Classification) atas automotive parts dan komponen; dan (ii) pengadopsian partial/full cumulation pada ASEAN+1 FTAs.
ASEAN Economic Community (AEC) 2015
Empat hal penting yang perlu dipastikan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 yakni: (i) percepatan implementasi AEC Blueprint; (ii) ASEAN Centrality sebagai prinsip ASEAN dalam membangun regional architecture; (iii) pengembangan ekonomi yang merata di ASEAN; dan (iv) penguatan ASEAN Secretariat dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam mengawal perkembangan integrasi ekonomi ASEAN.
ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard
ASEAN Economic Ministers menekankan tentang pentingnya mempercepat implementasi 45 komitmen yang sudah melewati target waktu dan 56 komitmen lainnya yang target waktunya pada akhir bulan Desember 2011. Sehubungan dengan hal tersebut, para Menteri menegaskan kembali komitmennya untuk memberikan prioritas pada proses koordinasi ASEAN Economic Community (AEC) di setiap negara anggota ASEAN termasuk peran penting dari Badan Koordinasi Nasional AEC, untuk menjamin pemenuhan pelaksanaan komitmen AEC oleh setiap anggota.
Concept Papers
ASEAN Economic Ministers akan melakukan pertemuan khusus pada pertengahan bulan Oktober 2011 guna memfinalisasi konsep ASEAN Regional Architecture dan dua konsep lainnya yang juga disiapkan oleh Indonesia yakni Guiding Principles for Equitable Economic Development dan ASEAN Beyond 2015 untuk disahkan oleh Para Kepala Negara/Pemerintahan pada KTT ASEAN ke-19 pada bulan November 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
53
ASEAN External Relations
Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-43 mencatat laporan tentang telah disepakatinya text Joint Declaration between ASEAN and Canada on Trade and Investment pada Senior Economic Officials Meeting (SEOM) 2/42, dan menugaskan SEOM/relevant officials untuk mengembangkan draft action plan dan/atau a set of procedures untuk mengimplementasikan Joint Declaration tersebut agar dapat dipertimbangkan oleh para Menteri pada AEM ke-44. Pertemuan juga meminta Indonesia selaku country coordinator untuk mencari cara agar kedua Pihak dapat mengadopsi Joint Declaration dimaksud.
B. Tindak Lanjut Penyelesaian Rules of Origin
Indonesia perlu melakukan konsolidasi lebih lanjut terkait dengan aturan-aturan yang terkait penyederhanaan Rules of Origin dan Surat Keterangan Asal, yaitu: isu selfcertification, mechanism recognition of ASEAN originating products imported using CO Forms issued by ASEAN Member States with Dialogue Partners e.g. Form E, Form AK and so forth to be cumulated under Form D, partial/full cumulation pada ASEAN+1FTAs, dan Rules of Origin di bidang otomotif.
ASEAN Economic Community (AEC) 2015
Mengingat realisasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 yang sudah semakin dekat dan tuntutan tingkat integrasi ekonomi yang semakin tinggi, Indonesia c.q. Kementerian terkait perlu melakukan komunikasi (sosialisasi) secara intensif ke seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan awareness masyarakat tentang komitmen dan kesepakatan negara-negara ASEAN dalam membangun masyarakat ekonomi ASEAN di tahun 2015.
ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard
Indonesia perlu membahas secara internal metode scoring ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard yang sedang dikembangkan oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) sebelum diadopsi menjadi metode yang akan digunakan oleh ASEAN dalam menghitung ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
54
Concept Papers
Indonesia perlu segera mematangkan tiga concept papers yakni: Guiding Principles for Equitable Economic Development (EED), ASEAN Regional Architecture, dan ASEAN Vision Beyond 2015, yang telah disiapkan oleh Indonesia dan disampaikan pada Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) Plenary ke-43 pada tanggal 11 Agustus 2011. Ketiga concept papers tersebut diharapkan dapat disirkulasikan ke Negara Anggota untuk dapat dikomentari dan difinalisasi pada Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials (SEOM) dan ASEAN Economic Community Council (AEC Council)/ ASEAN Economic Ministers' Meeting (AEM) Retreat pada pertengahan Oktober 2011.
ASEAN External Relations
Indonesia selaku Country Coordinator untuk ASEANKanada perlu segera meminta mandat (intersessionally) dari ASEAN agar AEM Chair dapat mewakili ASEAN dalam mengadopsi Joint Declaration melalui ASEAN-Kanada Joint Endorsement Letter (JEL). Hal ini dapat diangkat dalam pertemuan Special SEOM yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 21 - 22 September 2011 di Jakarta.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
55
BAB III PENUTUP
Kesimpulan umum
Selama bulan Agustus 2011, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam berbagai perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral. Dari perundingan tersebut diperoleh beberapa hasil kesepakatan, yaitu: Summary of Decisions, Report of The Forty-Third Meeting of The ASEAN Economic Ministers, dan Letter of Intent between The Ministry of Trade of The Republic of Indonesia and The Ministry of Tourism, Commerce, and Industry of The Democratic Republic of Timor Leste on Border Trade in Regulated Market. Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses pembahasan. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal-hal yang belum optimal dilaksanakan pada bulan ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Sedangkan hal-hal yang harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya oleh unit terkait.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Agustus 2011
56