DITERBITKAN OLEH : DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 53 / V / 2011
DAFTAR ISI DAFTAR ISI....………………………………………...………………………………………............................. KATA PENGANTAR........................................................................................................... RINGKASAN EKSEKUTIF...……………………….......…………………………………….......................... DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ DAFTAR TABEL.................................................................................................................
1 3 4 7 8
BAB I
KINERJA…………....……...................................................................................... A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral............................ 1. Sidang Trade Policy Review Australia…….………………………………………… 2. Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF)....................
9 9 9 11
B.
13
C.
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….………………….………….. 1. Pertemuan The Fourth Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin (4th SC-AROO)............................................................................ 2. Pertemuan the 1st ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (AC-SPS)…………………………………………………………………………….. 3. Pertemuan the 4th ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee (ATF-JCC)…………………………………………………………………………. 4. Pertemuan Legal Experts on ATIGA.………………………….………………………… 5. The Fourth Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (4th CCA)..................................................... 6. The 2nd Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Customs, Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force Meeting.... 7. The 1st ASEAN Connectivity Coordinating Committee (1st ACCC)…………..
13 16 17 19 19 21 24
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya.................................................................................... 25 Pertemuan Dengan Hawaii – Indonesia Chamber Of Commerce ............ 25
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral.................................... 1. Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (IA-CEPA) Tahap ke-II .................................................................................................... 2. Trade Ministers' Meeting ke -9 Antara Indonesia – Australia…………. 3. Negosiasi Foreign Investment Promotion and Protection Agreement (FIPA) IX Indonesia – Kanada……………………………………….. 4. Pertemuan Bisnis Forum RI dan RRT..................................................
26
E.
37 37 45 49
Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa.................................. 1. Pertemuan Plurilateral dan Bilateral pada Services Week WTO……… 2. Sidang Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS)........... 3. 6th ASEAN Law Forum……………………………………………………………………..
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
26 29 33 37
1
BAB II
PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT......……………....................................... 53 A. Kendala dan Permasalahan….……………………………………………....................... 53 B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……………………………………………………………….. 54
BAB III
PENUTUP…..………………………………………………………………………………………………. 56
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
2
KATA PENGANTAR Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di forum kerja sama Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasionalnya. Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini. Terima kasih.
Jakarta,
April 2011
DIREKTORAT JENDERAL KPI
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan April 2011, antara lain: Sidang Trade Policy Review Australia Australia menyimpulkan ada lima bidang yang menjadi sorotan beberapa negara anggota terkait dengan Trade Policy Review Australia yaitu: Structural Reform and Enhancing Productivity, Australia’s Trade Policies and Practices, Government Procurement, Foreign Investment, dan Standard and Regulations. Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF) Selama sidang Delegasi RI telah menyampaikan tanggapan yang telah dipersiapkan Pusat yakni untuk issue antara lain: Article 7.6: (Authorized ((Traders)(Operators))) dan Article 4.1: Appeal Procedures. Pertemuan The Fourth Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin (4th SC-AROO) Pertemuan membahas usulan penyempurnaan Rules of Origin (RoO) dan menyepakati: (i) penghapusan persyaratan invoice pada saat permohonan SKA dan penghapusan cost statement bila menggunakan kriteria CTC diserahkan kepada masing-masing issuing authority; (ii) menghapus nilai FOB pada SKA Form D apabila menggunakan kriteria Wholly Obtain dan CTC namun masih menunggu konfirmasi dari Thailand dan Vietnam, sedangkan Kamboja dan Myanmar diberikan fleksibilitas selama dua tahun; (iii) Sekretariat ASEAN sedang melakukan studi mengenai regional cumulation and its impact to ASEAN integration sesuai dengan mandat dari AEM/SEOM. Pertemuan the 1st ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (ACSPS) Pertemuan membahas Work Programme dari AC-SPS untuk periode 2011-2015. Fokus utama dari pembahasan adalah berkenaan dengan fasilitasi, kerja sama dan koordinasi mengenai masalah-masalah Sanitary and Phytosanitary (SPS) di tingkat ASEAN. Pertemuan juga bertukar pandangan mengenai role of the AC-SPS dalam ASEAN’s Plus 1 FTAs dan menganjurkan agar AC-SPS mengambil manfaat dari keberadaan economic cooperation fund untuk kebutuhan technical assistance dan capacity building SPS. Pertemuan the 4th ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee (ATF-JCC) Pertemuan sepakat untuk membuat ASEAN Trade Facilitation Work Programme (ATFWP) dalam dua versi, yang pertama sebagai working documents dan yang kedua sebagai lampiran yang secara administratif akan menjadi annex ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA). Lebih lanjut ATFJCC sepakat untuk meninjau ATFWP sekali dalam dua tahun. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
4
Pertemuan Legal Experts on ATIGA Pertemuan Legal Experts membahas mengenai terminasi ASEAN Industrial Cooperation Scheme (AICO) melalui mekanisme pencantuman AICO Agreement dalam list of superseded agreement. The Fourth Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (4th CCA) Pembahasan utama dalam pertemuan kali ini antara lain adalah: (i) Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements; (ii) AEC Scorecard; (iii) Issuance of ATIGA Legal Enactment for CLMV; (iv) Review of the Waiver for Rice and Sugar for Indonesia and Philippines; (v) Elimination of Non-Tariff Barriers; Development of the NTM Guidelines; dan (vi) Trade Statistics. The 2nd Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force Meeting
(IMT-GT)
Customs,
Pembahasan dalam pertemuan CIQ difokuskan pada: (i) Sectoral sub Committee on Customs; (ii) Sectoral Sub Committee on Immigration; (iii) Sectoral Sub Committee on Quarantine; dan (iv) Preparation of Memorandum of Understanding (MoU) IMT-GT on CIQ Issues. The 1st ASEAN Connectivity Coordinating Committee (1st ACCC) Pembahasan dalam pertemuan kali ini antara lain adalah: (i) Master Plan on ASEAN Connectivity; (ii) Implementasi Isu-isu Prioritas; (iii) Draf Terms of Reference (TOR) ACCC; (iv) Modalitas Keterlibatan Negara-negara Mitra ASEAN; dan (v) Other Matters. Pertemuan Dengan Hawaii – Indonesia Chamber Of Commerce Fokus utama pertemuan adalah untuk berdialog dan memperoleh informasi mengenai kemungkinan kerja sama antara pengusaha yang bertempat di Hawaii dan isu-isu yang kemungkinan bisa dijadikan acuan gagasan dalam Hawaii Innovative di sela-sela Rangkaian APEC Economic Leaders Meeting (AELM) pada bulan November 2011. Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (IA-CEPA) Tahap ke-II Agenda pertemuan antara lain membahas: (i) guiding principles and modalities; (ii) concept of clustering; (iii) possible confidence building measures; (iv) economic cooperation dan presentasi atas proposed beef pilot project by ACIAR; (v) report to the Ministers; dan (vi) date and venue of next meeting. Trade Ministers' Meeting ke -9 Antara Indonesia - Australia Trade Ministers' Meeting (TMM) merupakan forum pertemuan bilateral antara Indonesia - Australia yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan kedua negara dan rutin diadakan setiap tahun. Tujuan TMM ke-9 adalah sebagai sarana exchange of views bagi kedua negara atas hubungan perdagangan Indonesia - Australia. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
5
Negosiasi Foreign Investment Promotion and Protection Agreement (FIPA) IX Indonesia – Kanada Negosiasi FIPA IX mencatat kemajuan dalam draft text yang telah disepakati, namun masih terdapat perbedaan pendapat yang signifikan terutama terkait portfolio investment dan Art. 2 para. 5 tentang keterkaitan komitmen dalam FIPA dengan GATS untuk kebijakan dalam sektor jasa. Pertemuan Bisnis Forum RI dan RRT Dalam pertemuan bisnis forum telah dilakukan penandatanganan yang disaksikan oleh kedua pimpinan negara, adapun penandatangan tersebut adalah G to B dan B to B, jumlah MoU yang ditandatangani adalah sebanyak lima belas MoU. Pertemuan Plurilateral dan Bilateral pada Services Week WTO Rangkaian pertemuan plurilateral dan bilateral tersebut adalah: (i) Pertemuan S-30 (Services 30); (ii) Pertemuan Plurilateral on Energy Services, Environmental Services and Financial Sektor; (iii) Pertemuan Plurilateral on Construction Services; (iv) Pertemuan Bilateral dengan Kanada; (v) Pertemuan Bilateral dengan Australia; (vi) Pertemuan Bilateral dengan Norwegia; (vii) Pertemuan Bilateral dengan Amerika Serikat; (viii) Pertemuan Bilateral dengan Jepang; dan (ix) Pertemuan Bilateral dengan Chinese Taipei. Sidang Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS) Sidang CTS-SS beragendakan pembahasan kemajuan perundingan modalitas bagi the least developed countries (LDCs), review kemajuan perundingan discipline on domestic regulation, GATS rules, dan negosiasi akses pasar jasa yang dilakukan secara plurilateral dan bilateral. 6th ASEAN Law Forum Pertemuan bertujuan menjaring pendapat dari ASEAN Member States serta membahas isu mengenai perdagangan jasa praktisi hukum (legal services) di kawasan ASEAN, sharing best practices terkait dengan liberalisasi perdagangan jasa praktisi hukum, serta merumuskan kendala, tantangan, dan alternatif solusi penyelesaiannya dalam rangka liberalisasi tersebut.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
6
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Delegasi Indonesia dan Australia.................................................................... Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi IA-CEPA Tahap ke-II.………………………... Trade Ministers' Meeting ke -9 antara Indonesia – Australia……..……………… Penandatanganan MoU antara Kadin Indonesia dengan Kadin Australia.....………………………............................................................................ Wakil Presiden Indonesia Bersama Perdana Menteri RRT............................
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
27 29 30 33 37
7
DAFTAR TABEL Tabel 1
Tindak Lanjut Pertemuan the 4th SC-AROO, the 4th ATF-JCC, the 1st AC-SPS, Legal Expert on ATIGA, dan the 4th CCA..........................................................
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
54
8
BAB I KINERJA A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral 1. Sidang Trade Policy Review Australia Sidang Trade Policy Review Australia ke-6 diselenggarakan pada tanggal 5-7 April 2011, di Jenewa. Delegasi Australia dipimpin oleh First Assistant Secretary dari Kementerian Luar Negeri Australia. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Duta Besar Indonesia untuk WTO. Sanitary and Phytosanitary (SPS) Australia
Beberapa negara anggota menyampaikan statement yang umumnya diawali dengan menguraikan hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan yang terjalin antara negara yang bersangkutan dengan Australia. Beberapa hal penting yang menjadi sorotan negara-negara anggota seperti AS, Uni Eropa, Jepang, Brasil, Meksiko, Korea, dan China Taipei terhadap Trade Policy Australia antara lain masalah kebijakan Sanitary and Phytosanitary (SPS) Australia yang dirasakan lebih tinggi dari pada Standar SPS yang ada dalam ketentuan WTO. Kebijakan SPS Australia dimaksud, dinilai dapat menghambat perdagangan. Beberapa negara anggota meminta penjelasan Australia terkait penerapan kebijakan SPS tersebut.
Subsidi Australia
Di samping masalah SPS, beberapa negara anggota juga mempertanyakan kebijakan Australia terkait subsidi. Australia diminta untuk komitmen terhadap kebijakan pengurangan subsidi kepada para pelaku usaha selaras dengan tujuan untuk menciptakan atmosfer sistem perdagangan yang lebih fair.
Doha Development Agenda
Sebagai negara anggota yang memiliki tingkat sistem dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik, Australia mampu keluar dari ancaman krisis ekonomi global. Beberapa negara anggota mengharapkan, Australia dapat ikut berperan aktif mendorong penyelesaian perundingan Doha Development Agenda (DDA).
Statement ASEAN
Pada sidang Trade Policy Review Australia, Dubes RI untuk WTO menyampaikan dua statement yaitu statement ASEAN dan statement Indonesia. ASEAN menyampaikan apresiasi terhadap kemajuan hubungan ekonomi dan perdagangan ASEAN dengan Australia di bidang regional maupun bilateral. Di samping itu, ASEAN menilai Australia telah melaksanakan transparansi dalam kebijakan-
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
9
kebijakan ekonomi dan perdagangannya dan hal ini mendorong Australia mampu mengatasi krisis keuangan global yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang signifikan pada tahun 2009/2010. ASEAN memandang pentingnya peran Austalia dalam mendukung sistem perdagangan multilateral dan mengharapkan partisipasi Australia dalam mendorong penyelesaian putaran perundingan Doha Development Agenda. Statement Indonesia
Dalam statement Indonesia yang disampaikan oleh Dubes RI untuk WTO, Indonesia memandang Australia adalah mitra strategis bagi Indonesia. Progress kerja sama antara Indonesia-Australia antara lain sejak November 2010, Indonesia-Australia telah memulai pra-negosiasi (prenegotiated) the Indonesia-Australia Comprehensive Partenership Agreement (IA-CEPA) yang meliputi bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi. Pada kesempatan ini, Indonesia juga menyoroti masalah quarantine measures Australia dan persyaratan teknis yang lebih tinggi daripada standar internasional. Di samping itu, Australia menetapkan persyaratan yang lebih ketat terhadap persyaratan packaging dan kewajiban fumigasi yang dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah Australia terhadap produk kopi Indonesia yang akan diekspor ke Australia.
Respons Australia
Pada sidang hari kedua, Australia menyampaikan respons terhadap statement dari negara-negara anggota yang disampaikan pada hari pertama sidang Trade Policy Review Australia. Australia menyampaikan ucapan terima kasih terhadap comments positif dari beberapa negara-negara anggota terhadap rezim kebijakan perdagangan dan ekonomi Australia. Australia menyimpulkan ada lima bidang yang menjadi sorotan beberapa negara anggota terkait dengan Trade Policy Review Australia, yaitu: Structural Reform and Enhancing Productivity, Australia’s Trade Policies and Practices, Government Procurement, Foreign Investment, dan Standard and Regulations.
Structural Reform and Enhancing Productivity
Terkait masalah Structural Reform and Enhancing Productivity, pemerintah Australia telah melakukan upaya menghapuskan aturan-aturan yang menjadi hambatan bisnis sesuai dengan komitmen pemerintah Australia. Pemerintah Australia melaksanakan program reformasi yang komprehensif melalui penetapan target jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mengarahkan peningkatan produktivitas.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
10
Australia’s Trade Policies and Practices
Terkait Australia’s Trade Policies and Practices, Pemerintah Australia menekankan pada tiga hal utama yang berkaitan dengan rezim biosecurity, yang terdiri dari: perlakuan persyaratan yang ketat, perubahan penggunaan elemen biosecurity, dan kebutuhan untuk penyesuaian cost benefit analysis pada tindakan Sanitary and Phytosanitary (SPS).
Government Procurement
Untuk masalah Government Procurement, Pemerintah Australia melakukan suatu sistem procurement yang terbuka dengan menekankan pada prinsip-prinsip transparansi dan nondiskriminasi. Pemerintah Australia secara nyata memberlakukan perlakuan yang sama tanpa memandang asal suppliers.
Foreign Investment
Terkait masalah Foreign Investment, Pemerintah Australia menyambut baik masuknya investasi asing di mana hal ini diharapkan dapat membantu membangun perekonomian Australia dan melanjutkan pembangunan Australia kedepannya.
Standards dan Regulation
Terkait masalah Standards and Regulation, Pemerintah Australia menjelaskan bahwa terdapat beberapa standar Australia yang dibangun dalam wilayah di mana standar internasional belum mengaturnya. Pemerintah Australia menyatakan bahwa ada sekitar 97 persen standar Australia yang identik atau modifikasi dari standar internasional. Pada akhir sidang, Pemerintah Australia menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih pada seluruh negara anggota yang telah menyampaikan statement dan comments terkait Trade Policy Review Australia serta menegaskan komitmennya untuk mendorong penyelesaian perundingan Putaran Doha yang diharapkan dapat tercapai pada tahun ini.
2. Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF) Sidang Negotiating Group On Trade Facilitation (NGTF) diselenggarakan di WTO Jenewa pada tanggal 4-8 April 2011. Sidang mencatat berbagai laporan dari para fasilitator dalam bentuk Job Document dengan hasil pembahasan antara lain artikel-artikel sebagai berikut: a.
b.
JOB/TF/44 perihal Article 6.1; Discipline of Fees and Charges Imposed On or In Connection With Importation and Exportation, dengan Australia sebagai fasilitator; JOB/TF/45 perihal Article 10.4: Single Window/One Time Submission, dengan Hongkong sebagai fasilitator;
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
11
c.
JOB/TF/46 perihal Article 7.5: Establishment and Publication of Average Release (and Clearance) Times, dengan Israel sebagai fasilitator;
d.
JOB/TF/47 perihal Article 7.3: Risk Management, dengan Israel sebagai fasilitator;
e.
JOB/TF/48 dan JOB/TF/48/Rev.1 yang membahas tentang Section II: Special and Differential Treatment, dengan Mauritius sebagai fasilitator;
f.
JOB/TF/49 perihal Article 9: Border Agency Cooperation dengan Afrika Selatan sebagai fasilitator;
g.
JOB/TF/50 perihal Article 7.4: Customs Audit dengan India sebagai fasilitator;
h.
JOB/TF/51 perihal Article 7.2: Separation of Release from Final Determination and Payment of Customs Duties, Taxes, Fees, and Charges dengan Norwegia sebagai fasilitator;
i.
JOB/TF/52 perihal Article 11: Freedom of Transit dengan Mexico sebagai fasilitator;
j.
JOB/TF/53 perihal Article 7.6: (Authorized ((Traders)(Operators))) dengan Norwegia sebagai fasilitator;
k.
JOB/TF/54 perihal Article 12: Customs Cooperation dengan India sebagai fasilitator;
l.
JOB/TF/55 perihal Article 10.1 – 10.3 : Review of Formalities and Documentation Requirements dan Use of International Standards dengan Australia sebagai fasilitator;
m. JOB/TF/56 perihal Article 7.1: Pre Arrival Processing dengan Hongkong dan China sebagai fasilitator; dan n.
JOB/TF/57 perihal Article 1 dan 2: Publication and Consultation dengan Kolombia sebagai fasilitator.
Selama sidang, Delegasi RI telah menyampaikan tanggapan yang telah dipersiapkan Pusat yakni untuk issue antara lain: Article 7.6: (Authorized ((Traders)(Operators))) dan Article 4.1: Appeal Procedures. Dalam penutupan sidang, Chairman NGTF menyampaikan indikasi bahwa Draft Text versi ke-8 akan segera diterbitkan. Untuk itu, Chairman mengharapkan agar para anggota segera menyiapkan bahan tanggapan guna disampaikan ke Sekretariat WTO sebelum tanggal 12 April 2011. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
12
Delri telah melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dan akan segera menyelenggarakan rapat segera untuk menyusun written comment berisi masukan, tanggapan, dan posisi runding Indonesia atas Draft Consolidated Text revisi ke-7 dan Draft proposed text guna mengamankan kepentingan RI pada perundingan dimaksud. B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN 1. Pertemuan The Fourth Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin (4th SC-AROO) Pertemuan berlangsung pada tanggal 7-8 April 2011, dihadiri oleh perwakilan dari negara anggota ASEAN dan Sekretariat ASEAN. Pertemuan The 4th SC-AROO didahului dengan sesi sharing informasi oleh Brunei, Malaysia, dan Singapura sebagai negara yang telah melaksanakan Pilot Project on Self Certification sejak November 2010. Adapun pemaparan yang disampaikan oleh masing-masing peserta pilot project antara lain: preparatory meeting yang dilakukan oleh negara peserta pilot project, outreach session kepada para eksportir, bentuk aplikasi dan kriteria certified exporters, pertukaran daftar certified exporters di antara negara peserta, kriteria pencabutan invoice declaration, regulasi domestik terkait penerapan pilot project on Self Certification, kriteria pembatalan certified exporters, post audit check yang dilakukan setelah pemberian certified exporters, proses verifikasi serta manfaat dan tantangannya. Possibility of Thailand and Indonesia to Join the Self Certification Pilot Project
Thailand menginformasikan tidak dapat berpartisipasi dalam pilot project mengingat approval dari parlemen diperkirakan baru akan turun pada Oktober 2011. Sementara Indonesia kembali menjelaskan bahwa akan ikut pilot project apabila dua persyaratan yang diajukan dapat diakomodir oleh negara peserta pilot project, yaitu : (i) hanya akan menerima invoice declaration yang diterbitkan oleh certified exporters manufactures; (ii) pembatasan penandatangan pada invoice declaration untuk setiap certified exporters manufactures. Indonesia juga menginformasikan bahwa kedua requirements dimaksud hanya dipersyaratkan untuk pilot project on self certification. Oleh karena negara peserta pilot project tidak dapat menerima dua requirements dimaksud, maka Indonesia menyatakan tidak akan berpartisipasi dalam pilot project.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
13
ASEAN-wide implementation of SelfCertification
Pertemuan membahas berbagai persiapan yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN dalam rangka implementasi self certification (SC) pada tahun 2012. Dalam kesempatan ini, Indonesia menginformasikan telah melakukan: identifikasi penelusuran asal barang terhadap 3.000 eksportir pengguna SKA, melakukan konsultasi internal dengan instansi terkait dan terus mempelajari mekanisme self certification, serta membandingkannya dengan mekanisme yang sekarang. Lebih lanjut pertemuan sepakat untuk melakukan amandemen ketentuan Rules of Origin (RoO) dan Operational Certification Procedures (OCP) pada Asean Trade In Goods Agreement (ATIGA) untuk mengakomodir SC sehingga dapat dijadikan dasar hukum implementasi SC pada tahun 2012. Pertemuan juga sepakat untuk membahas amandemen ATIGA dan OCP bersama-sama dengan wakil dari Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin, Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA, dan Customs secara intersessional.
Proposals from Laos, Myanmar, and Vietnam (LMV) on the Capacity Building of SelfCertification
Laos, Myanmar, dan Vietnam menyampaikan proposal terkait capacity building dalam rangka implementasi self certification tahun 2012. Dalam kaitan ini, Sekretariat ASEAN menjelaskan kesulitan yang dihadapi khususnya dalam mencari sumber dana dan menyarankan agar proposal tersebut dapat dimasukkan dalam self certification project pada ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA) Economic Cooperation Work Program. Selanjutnya pertemuan mencatat saran dari negara-negara anggota ASEAN untuk mendatangkan tenaga ahli dan mengadakan workshop on SC back to back dengan pertemuan SC-AROO mendatang.
Mechanism for recognition ASEAN originating products imported under various Forms issued by ASEAN Member States with Dialogue Partners, e.g. Form AK, Form E and so forth, to be cumulated under Form D
Sekretariat ASEAN kembali memberikan penjelasan dan ilustrasi mengenai mechanism for recognition ASEAN originating produts under various Form. Paper ini memungkinkan ASEAN originating inputs dalam ASEAN FTAs untuk diakumulasikan pada proses produksi barang jadi. Pertemuan secara prinsip sepakat atas proposal tersebut namun masih menunggu konfirmasi persetujuan dari Indonesia dan Thailand pada pertemuan yang akan datang.
Mechanism to Communicate and Circulate Specimen Signatures
Terkait dengan implementasi Rule 2 OCP ATIGA, pertemuan mengesahkan prinsip-prinsip umum dalam mekanisme penyampaian dan sirkulasi specimen signature, yaitu: (i) perubahan pejabat penandatangan SKA Form D
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
14
harus segera disampaikan kepada Sekretariat ASEAN dengan tembusan ditujukan kepada otoritas pabean masing-masing negara-negara anggota ASEAN; (ii) SKA Form D yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan baru dapat diakui satu bulan setelah notifikasi yang dilakukan oleh issuing authority/National AFTA unit negara pengekspor kepada Sekretariat ASEAN; (iii) SKA Form D yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang wajib diakui selama issuing authority/National AFTA unit negara pengekspor tidak melakukan notifikasi perubahan pejabat penandatangan SKA ke Sekretariat ASEAN. Lebih lanjut pertemuan sepakat meminta negara-negara anggota ASEAN untuk menunjuk focal point yang bertanggungjawab untuk menotifikasikan perubahan daftar pejabat penandatangan SKA Form D dan perwakilan dari otoritas pabean kepada Sekretariat ASEAN paling lambat tanggal 30 April 2011. Pertemuan juga sepakat untuk melakukan publikasi tahunan terhadap daftar pejabat yang berwenang untuk menerbitkan SKA Form D pada tanggal 1 Januari setiap tahunnya. Sectoral Study on the Most Appropriate Rules of Origin (RoO)
Pertemuan mempertimbangkan rekomendasi kebijakan yang disampaikan oleh konsultan APRIS pada pertemuan SC-AROO sebelumnya dan sepakat: (i) gagasan untuk memasukkan ketentuan mengenai intermediate products/roll-up, telah tercantum dalam ketentuan RoO yang sekarang berlaku; (ii) rekomendasi mengenai dimasukkannya kriteria Change in Tariff Classification (CTC) dalam industry part dan komponen akan didiskusikan dengan usulan PSRs untuk sektor lainnya; (iii) skim ASEAN Industrial Cooperation Scheme (AICO), berdasarkan keputusan SEOM 2/42 bahwa skim AICO tidak diperpanjang lagi; dan (iv) untuk rekomendasi penyederhanaan proses impor dan ekspor dengan melaksanakan self certification, saat ini ASEAN sedang dalam tahap persiapan implementasi untuk tahun 2012.
Private Sector Inputs On Menindaklanjuti arahan AEM retreat ke-17 dan SEOM Rules Of Origin 2/42, pertemuan kembali membahas usulan penyempurnaan Rules of Origin (RoO) dan sepakat: (i) penghapusan persyaratan invoice pada saat permohonan SKA dan penghapusan cost statement bila menggunakan kriteria CTC diserahkan kepada masing-masing issuing authority; (ii) menghapus nilai FOB pada SKA Form D apabila menggunakan kriteria Wholly Obtain dan CTC namun masih menunggu konfirmasi dari Thailand dan Vietnam, sedangkan Kamboja dan Myanmar diberikan Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
15
fleksibilitas selama dua tahun; (iii) bahwa terkait dengan usulan dimasukkannya aturan partial cummulation dalam ASEAN+1FTAs, Sekretariat ASEAN sedang melakukan studi mengenai regional cumulation and its impact to ASEAN integration sesuai dengan mandat dari AEM/SEOM. Pertemuan juga mencatat akan diadakannya workshop mengenai cummulation yang dilaksanakan back to back dengan pertemuan ke-3 AANZFTA SC-AROO di Wellington pada bulan Mei 2011. Custom Clearance
Pertemuan membahas concern Malaysia mengenai kurangnya respons dari customs terkait kasus penolakan SKA Form D yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur OCP. Lebih lanjut pertemuan meminta negara-negara angota ASEAN untuk menyampaikan Customs focal point kepada Sekretariat ASEAN paling lambat tanggal 22 April 2011 serta menyampaikan custom procedure pada pertemuan SC-AROO mendatang. Terkait dengan third party B/L, pertemuan mencatat bahwa negara-negara angota ASEAN akan melakukan konsultasi dengan masing-masing otoritas pabean.
Indication of HS Code in the Box Number 7 of the CO Form D
Thailand mengangkat isu mengenai pencantuman HS code pada box no. 7 SKA Form D. Dalam kaitan ini Indonesia menyampaikan untuk mencantumkan kode ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) pada box tersebut sebagaimana yang tertera pada overleaf SKA Form D. Lebih lanjut pertemuan sepakat untuk fleksibel dalam pencantuman kode HS pada SKA dan menyerahkan pada issuing authority negara pengekspor (paling sedikit 6 digit). Pertemuan juga berpandangan bahwa hal tersebut merupakan minor discrepancy sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menolak SKA Form D.
2. Pertemuan the 1st ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (ACSPS) Pertemuan berlangsung secara paralel dengan SC-AROO pada tanggal 8 April 2011 dan dihadiri oleh Brunei, Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam serta wakil Sekretariat ASEAN. Work Programme
Pertemuan membahas Work Programme dari AC-SPS untuk periode 2011-2015. Fokus utama dari pembahasan adalah berkenaan dengan fasilitasi, kerja sama, dan koordinasi mengenai masalah-masalah Sanitary and Phytosanitary (SPS) di tingkat ASEAN. Pertemuan juga bertukar pandangan mengenai role of the AC-SPS dalam
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
16
ASEAN’s Plus 1 FTAs dan menganjurkan agar AC-SPS mengambil manfaat dari keberadaan economic cooperation fund untuk kebutuhan technical assistance dan capacity building SPS. Sehubungan dengan hal tersebut, pertemuan CCA meminta Vietnam sebagai Chair dari AC-SPS untuk membuat draf concept paper yang akan disampaikan pada pertemuan CCA berikutnya. Pertemuan juga meminta keempat negara yang tidak hadir dalam pertemuan pertama AC-SPS yaitu Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura agar dapat mengirimkan wakilwakilnya di pertemuan AC-SPS berikutnya. 3. Pertemuan the 4th ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee (ATF-JCC) Pertemuan the 4th ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee (ATF-JCC) berlangsung pada tanggal 10 April 2011 dan dihadiri oleh wakil seluruh negara-negara anggota ASEAN dan wakil Sekretariat ASEAN. ASEAN Workshop: World Bank Ease of Doing Business
Pertemuan ATFJCC didahului dengan pelaksanaan ASEAN workshop: World Bank Ease of Doing Business (Survey Methodology on Trading Across Borders) yang berlangsung pada tanggal 9 April 2011 kemudian dilanjutkan dengan pertemuan the 4th ATFJCC. Workshop Trading Across Borders memaparkan hasil survei yang telah dilakukan oleh World Bank terhadap kebijakan bisnis yang dilakukan di negara-negara ASEAN yang mencakup regulations, standar, kebijakan, maupun sektor formal. Namun demikian, survei tidak mengukur semua aspek dari business environment seperti macro economic stability, corruption, level of labor skills, proximity to markets atau regulation specific to foreign investment and financial markets. Survei dilakukan dengan melibatkan local experts, termasuk lawyers, business consultant, accountant, government officials, dan profesional lainnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan dalam trading across borders adalah dokumen, waktu, dan biaya yang digunakan untuk melakukan proses ekspor dan impor. Berdasarkan hasil survei tersebut Indonesia menduduki urutan ke-47 termudah untuk melakukan trading across borders.
Proposed Benchmark Indicators
Sesuai dengan mandat ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA), ASEAN wajib melakukan penilaian terhadap fasilitasi perdagangan sekali dalam dua tahun dengan melakukan survei nasional. Dalam kaitan ini pertemuan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
17
(kecuali Kamboja dan Myanmar yang akan melakukan konsultasi domestik) sepakat: (i) menggunakan indikator fasilitasi perdagangan yang digunakan oleh World Bank EoDB untuk menyusun quantifiable benchmarks guna mencapai tujuan fasilitasi perdagangan ASEAN. Indikator tersebut antara lain adalah dokumen, waktu, dan biaya yang diperlukan dalam kegiatan ekspor dan impor; (ii) memberikan kebebasan negara-negara anggota ASEAN untuk melakukan survei nasional guna mengetahui tingkat kemajuan fasilitasi perdagangan; dan (iii) menambahkan isu sanitary and phytosanitary dan technical barriers to trade dalam indikator, khusus untuk tambahan indikator ini akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan mendatang. Monitoring of Implementation of the ASEAN Trade Facilitation Work Programme (ATFWP)
ATFJCC melanjutkan pembahasan mengenai ASEAN Trade Facilitation Work Programme (ATFWP) 2007-2015 dan mencatat bahwa ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary (AC-SPS) akan merevisi Sanitary and Phytosanitary (SPS) work Programme di bagian SPS pada ATFWP. Pertemuan sepakat untuk membuat ATFWP dalam dua versi, yang pertama sebagai working documents dan yang kedua sebagai lampiran yang secara administratif akan menjadi annex ATIGA. Lebih lanjut ATFJCC sepakat untuk meninjau ATFWP sekali dalam dua tahun.
Establishment of the National Coordinating Committee
Pasal 50 (2) ATIGA memberikan mandat bahwa setiap negara anggota wajib membentuk Trade Facilitation Coordinating Committee di tingkat nasional. Hingga saat ini baru Brunei, Laos, Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki Komite Koordinasi di tingkat nasional. Pertemuan sepakat agar negara-negara anggota ASEAN dapat membentuk Komite Koordinasi di tingkat nasional sebelum pertemuan AFTA Council pada bulan Agustus 2011.
Participation of Private Sector
Pertemuan mencatat daftar usulan perwakilan bisnis khususnya yang terkait dengan trade facilitation yang telah direformat oleh Sekretariat ASEAN. Terkait dengan mekanisme dialog antara ATFJCC dan private sectors, pertemuan berpandangan bahwa untuk saat ini belum diperlukan karena dialog tersebut telah dilakukan pada tingkat AEM/SEOM. ATFJCC sepakat agar lebih fokus merespons usulan private sectors yang terkait dengan fasilitasi perdagangan.
ASEAN Trade Repository (ATR)
Sesuai mandat SEOM 1/42, pertemuan bertukar pandangan mengenai pembentukan ASEAN Trade Repository (ATR) 2015. Dalam hubungan ini, pertemuan sepakat agar negara-negara anggota ASEAN bertukar informasi terkait perkembangan national trade repository
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
18
(NTR) pada pertemuan yang akan datang dan menetapkan technical design agar dicapai kemajuan yang signifikan pada tahun 2011 yang kemudian akan dilaporkan kepada AFTA Council pada bulan Agustus 2011. 4. Pertemuan Legal Experts on ATIGA Pertemuan Legal Experts berlangsung secara paralel dengan Pertemuan ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee pada tanggal 10 April 2011. Termination of the AICO Sebagai tindak lanjut dari pertemuan SEOM 2/42, Agreement pertemuan Legal Experts membahas mengenai terminasi ASEAN Industrial Cooperation Scheme (AICO) melalui mekanisme pencantuman AICO Agreement dalam list of superseded agreement. Thailand menginformasikan akan melakukan konsultasi internal terkait implikasi pencantuman AICO Agreement dalam list of superseded agreement dan menyampaikan ke Sekretariat ASEAN paling lambat tanggal 31 Mei 2011. Lebih lanjut pertemuan Legal Experts berpandangan bahwa pencantuman AICO Agreement dalam list of superseded merupakan cara yang praktis mengingat persetujuan dimaksud tidak memiliki klausula pengakhiran perjanjian. Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreement
SEOM 1/42 telah membahas isu inkonsistensi dari provisi emergency measures dalam Prority Integrated Sector (PIS) dengan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). Dalam kaitan ini seluruh negara-negara anggota ASEAN kecuali Filipina telah menyepakati bahwa ketentuan emergency measures dari PIS akan diselaraskan dengan ATIGA. Lebih lanjut pertemuan sepakat memberikan waktu kepada Filipina untuk melakukan konsultasi domestik dan menyampaikan posisinya kepada Sekretariat ASEAN paling lambat 30 April 2011, agar dapat ditandatangani pada AFTA Council ke-25.
5. The Fourth Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (4th CCA) Pertemuan berlangsung pada tanggal 11-12 April 2011, dihadiri oleh wakil dari seluruh negara anggota ASEAN dan dari Sekretariat ASEAN. Pertemuan Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) ini menerima laporan-laporan yang disampaikan dari pertemuan-pertemuan Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin, ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures, ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
19
Committee, pertemuan Legal Experts dan membahas isuisu yang belum/tidak dapat disepakati dalam ketiga forum tersebut. Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements
Sesuai mandat Senior Economic Officials Meeting (SEOM) yang menugaskan Coordinating Committee on ASEAN Trade in Goods Agreement (CCA), Coordinating Committee on Investment (CCI), dan Coordinating Committee on Services (CCS) untuk mengkaji dan menyampaikan masukan terkait rekomendasi International Trade Strategies (ITS) yang bersifat ASEAN-wide. CCA berpandangan bahwa terdapat inkonsistensi dalam studi dimaksud akibat kurangnya pengetahuan konsultan mengenai ATIGA. CCA melihat bahwa rekomendasi yang disampaikan konsultan dinilai telah dilakukan oleh ASEAN, baik mengenai high priority di bidang barang (otomotif, elektronik, dan tesktil dan produk tekstil (TPT) yang terkait dengan Non Tariff Measures) maupun pengembangan CCA work programme. Lebih lanjut pertemuan sepakat agar negara anggota ASEAN menyampaikan tanggapan terhadap studi dimaksud kepada Sekretariat ASEAN guna dikonsolidasikan dan disampaikan pada SEOM 3/42.
AEC Scorecard
Pertemuan melakukan update terhadap AEC Scorecard berupa penambahan measures di bawah isu Trade Facilitation Agreement dan ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary yaitu pembentukan National Coordinating Committe on Trade Facilitation dan pengesahan work programme on ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures.
Issuance of ATIGA Legal Enactment for CLMV
Pertemuan mencatat penyampaian Legal enactment (LE) terkait skedul penurunan tarif dalam kerangka ASEAN Trade in Goods Agreement yang dilakukan oleh Kamboja. Sementara Vietnam menginformasikan bahwa LE dalam kerangka Common Effective Preferential Tariff yang diterbitkannya telah mencakup komitmennya sampai dengan tahun 2013. Namun demikian Vietnam akan menerbitkan LE yang baru pada tahun ini yang mencakup produk dalam kerangka Prority Integrated Sector dan petroleum.
Review of the Waiver for Rice and Sugar for Indonesia and Philippines
Pertemuan mencatat submisi yang disampaikan Indonesia dan Filipina mengenai permohonan perpanjangan waiver atas produk beras dan gula. Dalam kaitan ini pertemuan meminta Indonesia dan Filipina masing-masing menyampaikan data statistik impor gula dan beras secara lebih detail untuk dibahas pada pertemuan yang akan datang.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
20
Elimination of NonTariff Barriers
Di bawah mata agenda Elimination of Non-Tariff Barriers, pertemuan antara lain membahas penghapusan Non Tariff Measures tranches ketiga, updates on newly introduced NTMs, development of the Non Tariff Measures Guidelines dan cooperation with the World Bank and Updates on the New Clasification by UNCTAD/World Bank. Terkait dengan penghapusan kuota untuk teh, kopi, dan susu, pertemuan mencatat submisi Thailand mengenai summary of legal enactment dan meminta Thailand menyampaikan full English version of Legal Enactment. Sekretariat ASEAN mempresentasikan daftar Non Tariff Measures untuk sektor otomotif, elektronik, dan tekstil berdasarkan database Non Tariff Measures ASEAN. Pertemuan juga membahas instruksi Senior Economic Officials Meeting untuk melibatkan private sectors khususnya sektor otomotif, elektronik dan tekstil dan sepakat akan mengundang private sectors tersebut pada Coordinating Committee on ASEAN Trade in Goods Agreement (CCA) mendatang.
Development of the NTM Guidelines
Pertemuan membahas finalisasi kajian mengenai import licensing yang telah dilakukan oleh konsultan The Asian Development Bank (ADB) yang selanjutnya akan disahkan pada Preparatory AEM di sela-sela pertemuan Summit ke18 di Jakarta. Dalam hubungan ini, pertemuan meminta AMS untuk menyampaikan tanggapan dan masukan atas guidelines dimaksud paling lambat tanggal 30 April 2011.
Trade Statistics
Sekretariat ASEAN menginformasikan penyampaian ASEAN Trade Performance masing-masing negara anggota ASEAN. Mengingat pertemuan ASEAN Economic Community (AEC) Council akan dilaksanakan pada bulan Mei 2011 dan pertemuan tingkat Menteri Ekonomi di bulan Agustus 2011, pertemuan meminta negara anggota ASEAN untuk menyampaikan trade data kuartal pertama 2011 dan Form D trade data paling lambat 15 Juli 2011.
6. The 2nd Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force Meeting
(IMT-GT)
Customs,
Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 23 April 2011 di Pattaya, Thailand dipimpin oleh Deputy Director General, Departmen of Foreign Trade, Thailand, dan dihadiri oleh Director Centre for Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle Sub Regional Cooperation (CIMT) selaku Sekretariat, perwakilan Asian Development Bank (ADB), perwakilan dari Indonesia, Malaysia, danThailand. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
21
Sectoral Sub Committee on Customs
Pertemuan membahas presentasi dan usulan-usulan yang di sampaikan oleh masing-masing negara terkait customs sebagai berikut: 1) Indonesia Masukan Indonesia agar task force ini beranggotakan government agency CIQ saja dari instansi customs masing-masing negara tanpa melibatkan Joint Business Council (JBC) dan hanya government agency yang dapat membuat keputusan, apabila ada isu yang akan disampaikan oleh JBC kepada CIQ, maka JBC akan diundang sebagai mitra wicara pada pertemuan CIQ Task Force. Indonesia juga meminta agar pertemuan CIQ Task Force sebaiknya dilaksanakan sekali dalam setahun namun pertemuan dapat diadakan lebih dari sekali apabila ada masalah penting yang perlu penanganan segera. 2) Thailand Thailand meminta sebagai negara sesama anggota World Customs Organization (WCO) kerja sama dalam cross border dengan Indonesia dan Thailand dapat ditingkatkan, karena banyak kegiatan yang dapat dikerjakan seperti cross border di bidang infrastruktur dan transportasi. Thailand mengusulkan proyek test bed antara Malaysia dan Thailand di Bukit Kayu HitamSadao, Padang, dan Sungai Golok-Rantau Panjang, proyek one stop service center di masing-masing house border. Thailand juga mengusulkan agar pelabuhan bukit Kayu Hitam–Sadao dapat beroperasi 24 jam untuk custom, imigrasi, dan karantina dan di Sungai GolokRantau panjang dapat beroperasi sampai tengah malam, sehingga mempermudah barang dari Thailand masuk dan untuk menghindari antrean truk yang panjang dari Thailand ke perbatasan Malaysia. Thailand juga mengusulkan agar dilakukan kunjungan di perbatasan CIQ khususnya di Bukit Kayu Hitam-Sadao untuk bertukar pengalaman. 3) Malaysia Karena perwakilan dari sector customs Malaysia tidak dapat hadir maka pertemuan meminta agar the Centre for IMT-GT Subregional Cooperation (CIMT) dapat berkoordinasi dengan customs Malaysia terkait permasalahan yang disampaikan Thailand.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
22
Sectoral Sub Committee on Immigration
Pertemuan membahas presentasi dan usulan-usulan yang di sampaikan oleh masing-masing negara terkait imigrasi sebagai berikut: 1) Indonesia Indonesia diwakili oleh Atase Imigirasi, KBRI di Bangkok, menerima proposal agar Indonesia menjadi ketua Sub Commitee on Immigration. Indonesia mempresentasikan tentang peraturan-peraturan keimigrasian yang diterapkan Indonesia. Pertemuan mencatat presentasi Indonesia. 2) Thailand Thailand meminta kepada Malaysia agar permasalahan sistem pengisian form visa setiap melewati perbatasan, sebaiknya dilakukan dengan scanning pasport saja. 3) Malaysia Malaysia menjelaskan kepada Thailand bahwa sistem pengisian form visa dilakukan karena banyaknya orang asing yang masuk ke perbatasan Malaysia berjumlah sekitar 280.000 orang per hari di antaranya warga negara Thailand, sehingga diperlukan pengawasan. Malaysia akan mempertimbangkan usul Thailand tersebut dengan menggunakan Malaysia Automatic Clearances (MACs) seperti yang diberlakukan di perbatasan antara Malaysia dan Singapura.
Sectoral Sub Committee on Quarantine
Indonesia mengusulkan agar negara IMT-GT menggunakan standar sertifikasi kesehatan untuk binatang ketika melewati daerah di perbatasan. Pihak Thailand dan Malaysia menerima usulan Indonesia tersebut.
Preparation of Memorandum of Understanding (MoU) IMT-GT on CIQ Issues
Pada pertemuan pertama IMT-GT on CIQ TF pada tanggal 26 Oktober 2010, di Kuala Lumpur, Malaysia, telah disepakati bahwa Asian development Bank (ADB) akan membantu the Centre for IMT-GT Subregional Cooperation (CIMT) dalam drafting MoU sesuai dengan standar ASEAN. MoU bertujuan untuk mempermudah negara IMT-GT dalam meningkatkan fasilitas perdagangan, harmonisasi prosedur, transportasi darat, dan juga untuk mempermudah para private sector dalam menjalankan bisnisnya di dalam wilayah ketiga negara tersebut. ADB meminta kepada IMT-GT agar MoU sebaiknya fokus pada technical issue saja dan meminta agar negara anggota dapat berbagi informasi sehingga masing-masing negara mempunyai pengertian yang sama untuk issue tersebut.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
23
7. The 1st ASEAN Connectivity Coordinating Committee (1st ACCC) Pertemuan Pertama ASEAN Connectivity Coordinating Committee (1st ACCC) and Related Meetings diselenggarakan pada tanggal 21-25 Maret 2011 di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Pertemuan dipimpin oleh the Permanent Representative of Indonesia to ASEAN, dan dihadiri oleh seluruh negara-negara anggota ASEAN (kecuali Kamboja). Master Plan on ASEAN Connectivity
Pertemuan dimulai dengan opening remarks oleh Secretary-General of ASEAN, yang menyatakan bahwa dengan ASEAN Connectivity akan membantu untuk mempercepat pembentukan ASEAN Community 2015. Master Plan yang diadopsi oleh ASEAN Leaders pada bulan Oktober 2010 berada di tempat yang tepat dan ditangani dengan baik melalui ACCC ini. Untuk mengimplementasikan Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC), diperlukan mekanisme dan sumber daya yang baik. Efektivitas implementasi MPAC akan menjadi sangat penting dalam pembentukan ASEAN Community. Sebelum pembahasan agenda, Chairman menggaribawahi tugas yang berat ke depan untuk mengimplementasikan MPAC secara efektif dan perlunya dukungan dan komitmen yang tinggi dari negara mitra ASEAN termasuk bank pembangunan multilateral, organisasi internasional, pelaku usaha untuk melaksanakan proyek-proyek yang diprioritaskan dalam MPAC.
Implementasi Isu-isu Prioritas
Pertemuan menempatkan implementasi isu-isu prioritas seperti mekanisme untuk operasionalisasi dan memonitor implementasi key strategies and actions, dengan mengoordinasikan national coordinators di negara-negara anggota ASEAN dan seluruh stakeholder. Untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi MPAC digunakan mekanisme scorecard.
Draft TOR ACCC
Pertemuan mencatat hasil pembahasan draf Terms of Reference (TOR) ACCC tanggal 17 Januari 2011 di Lombok, yang mengusulkan anggota Wakil Tetap untuk ASEAN atau Permanent Representative (PR) menjadi ACCC.
Modalitas Keterlibatan Negara-negara Mitra ASEAN
Pertemuan juga membahas modalitas keterlibatan negaranegara mitra yang mendukung MPAC dan peran serta hubungan ACCC dengan entitas lainnya seperti ASEAN sectoral bodies, national coordinators and external parties. Dalam hal ini Thailand menyampaikan paper mengenai keterlibatan negara-negara mitra ASEAN dan pihak lainnya untuk mendukung peningkatan ASEAN Connectivity.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
24
Other Matters
Dalam Agenda Other Matters, pertemuan membahas project proposal China mengenai Seminar on China-ASEAN Connectivity dan pertemuan sepakat agar masing-masing negara anggota dapat memberikan tanggapan dalam waktu satu minggu setelah pertemuan ke-1 ACCC untuk kemudian di-endorse pada pertemuan kedua ACCC bulan Juni 2011. Di sela-sela pertemuan dilakukan presentasi dari perwakilan Asian Development Bank (ADB), Economic Research Insitute for ASEAN and East Asia (ERIA), United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific and the World Bank yang menyampaikan pandangan atas implementasi MPAC di mana keempat organisasi internasional tersebut juga terlibat dalam mengembangan Master Plan. Pada intinya keempat organisasi internasional sangat tertarik dan berkomitmen untuk mendukung implementasi MPAC.
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya Pertemuan Dengan Hawaii – Indonesia Chamber Of Commerce Pada tanggal 22 Februari 2011 telah dilakukan pertemuan dengan Hawaii – Indonesia Chamber of Commerce (HICHAM) di sela-sela rapat kerja dengan Presiden R.I. di Bogor. Fokus utama pertemuan adalah untuk berdialog dan memperoleh informasi mengenai kemungkinan kerja sama antara pengusaha yang bertempat di Hawaii dan isu-isu yang kemungkinan bisa dijadikan acuan gagasan dalam Hawaii Innovative di sela-sela Rangkaian APEC Economic Leaders Meeting (AELM) pada bulan November 2011. Peran dan Pada awal pertemuan, Presiden HICHAM menyampaikan perkembangan HICHAM peran dan perkembangan HICHAM sebagai salah satu organisasi yang menaungi beberapa pengusaha yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta berminat untuk melakukan investasi di Indonesia. Pelaksanaan APEC Economic Leaders Meeting
Beberapa hal yang akan menjadi highlight pada pelaksanaan APEC Economic Leaders Meeting (AELM) pada tanggal 10-13 November 2011 di Honolulu – Hawaii, Amerika Serikat, di antaranya memberikan kesempatan kepada para pengusaha dan inovator yang bertempat di Hawaii untuk dapat berkomunikasi secara langsung dengan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
25
para pemimpin ekonomi APEC sekaligus pengusaha dari negara utara-utara dan selatan-selatan yang akan turut berpartisipasi dalam Hawaii Innovative, penyelenggaraan pameran produk-produk innovative dari para pengusaha yang diharapkan lebih banyak berasal dari negara-negara Asia Tenggara, di mana diharapkan para pengusaha Indonesia terutama dari UKM untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam acara tersebut. Asia Sebagai Future Market
Indonesia dan negara-negara di Asia merupakan the future markets yang sangat tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan oleh Amerika Serikat sendiri yang merupakan negara super power. Warna super power sudah bergeser dari political and security power menjadi economic power yang menuntut kemampuan negara untuk mengembangkan segala potensi dan sumber daya melalui peningkatan serta pengembangan inovasi dan kreativitas, dan itulah yang sedang diperjuangkan oleh Indonesia, seperti dalam ekonomi kreatif yang baru-baru ini menjadi icon Kementerian Perdagangan, di mana konsentrasinya juga pada peningkatan peran UKM. Diusulkan agar topik terkait kakao, crude palm oil, small and medium enterprises, dan tourism dapat dijadikan materi pembahasan pada Hawaii Innovative. Terkait dengan kesediaan Ibu Menteri Perdagangan sebagai salah satu pembicara utama dalam acara Hawaii Innovative tersebut, pihak HICHAM akan mengirimkan permintaan secara resmi termasuk dengan topik bahasan yang akan disampaikan pada kesempatan pertama.
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral 1. Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (IA-CEPA) Tahap ke-II Pertemuan konsultasi berlangsung pada tanggal 18 April 2011 di Jakarta. Konsultasi pra-negosiasi IA-CEPA tahap keII merupakan tindak lanjut atas pertemuan konsultasi pranegosiasi IA-CEPA tahap ke-I yang telah dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2011 di Sydney, Australia. Agenda pertemuan antara lain membahas: (i) guiding principles and modalities; (ii) concept of clustering; (iii) possible confidence building measures; (iv) economic cooperation dan presentasi atas proposed beef pilot project by ACIAR; (v) report to the Ministers; dan (vi) date and venue of next meeting.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
26
Gambar 1. Delegasi Indonesia dan Australia
Australian Government Trade Policy Statement
Pertemuan diawali dengan pemaparan oleh Ketua Delegasi Australia atas perkembangan terkini kebijakan perdagangan Australia, di mana telah diterbitkannya Australian Government Trade Policy Statement: Trading our way to more jobs and prosperity. Terdapat lima hal yang perlu digarisbawahi terkait isi dari Trade Policy Statement dimaksud yakni bahwa kebijakan perdagangan Australia akan didasari oleh prinsip uniteralism; nondiscrimination; separation; transparency and indivisibility of trade policy and economic reform. Menanggapi penjelasan tersebut, delegasi Indonesia akan memperhatikan referensi mengenai ketentuan karantina, tenaga kerja dan standar lingkungan sebagai hasil dari Trade Policy Statement.
Guiding Principles and Modalities
Berkenaan dengan draft guiding principles and modalities, kedua delegasi telah memiliki kesepakatan terhadap mayoritas isi draft dimaksud. Terdapat tiga poin yang diletakkan dalam square bracket untuk menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi kedua negara yakni terkait proposal Indonesia atas isu development dan isu mengenai sequencing of economic cooperation serta waktu pelaksanaan negosiasi IA-CEPA.
Concept of Clustering
Pihak Australia menyetujui pendekatan clusters dalam economic cooperation sebagaimana diajukan oleh Wakil Menteri Perdagangan. Pihak Indonesia menyampaikan bahwa akan mempersiapkan conceptual paper mengenai clustering tersebut. Pada kesempatan itu, Australia menjelaskan bahwa selama ini telah terjalin kerja sama
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
27
antara Indonesia dengan Australia dalam hal extractive/mining sector pada tingkat perusahaan (company level). Pihak Australia juga berkesempatan untuk menyampaikan sejumlah buku terkait kerja sama dimaksud. Possible Confidence Building Measures
Kedua pihak menyepakati akan pentingnya membangun kepercayaan stakeholders akan keberadaan IA-CEPA. Hal tersebut diperlukan dalam rangka menjamin kelancaran implementasi IA-CEPA di kemudian hari. Dengan demikian, Australia menyarankan agar kedua negara dapat melakukan joint outreach dengan menggunakan seluruh sarana yang ada dalam rangka kelancaran kedua negara dalam melakukan proses negosiasi. Australia mengusulkan agar dilaksanakan seminar back-toback with the Working Group on Agriculture, Fisheries and Forestry (WGAFFC). Selain itu, pihak Australia mengusulkan agar diselenggarakan seminar mengenai keuntungan strategi economic cooperation dalam kerangka IA-CEPA sebelum/pada saat putaran pertama negosiasi. Kedua pihak menyepakati bahwa setelah pelaksanaan TMM akan dilaksanakan penandatanganan MoU terkait IACEPA consultations antara KADIN Indonesia dengan the Australian Chamber of Commerce and Industry pada tanggal 20 April 2011.
Economic Cooperation dan Presentasi Proposed Beef Pilot Project oleh
Perwakilan dari Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) melakukan presentasi atas rencana pilot project on beef dengan judul Strenghtening Village-based Brahman Cattle Production System in Indonesia antara ACIAR dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian – Kementerian Pertanian. Pada kesempatan ini dipaparkan bahwa Australian financial industry mendukung penuh rencana pelaksanaan pilot project on beef dimaksud. Pada saat press conference TMM ke-9 akan diinformasikan mengenai rencana pelaksanaan pilot project on beef dimaksud. Pihak Australia mengusulkan diperlukannya sejumlah pilot project yang dapat menggambarkan manfaat atas keberadaan economic cooperation dalam kerangka IACEPA. Selain itu, Australia juga menyampaikan proposal pilot project on beef sebagai satu implementasi dari economic cooperation pada IA-CEPA.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
28
Gambar 2. Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi IA-CEPA Tahap ke-II
2. Trade Ministers' Meeting ke -9 Antara Indonesia - Australia Trade Ministers' Meeting (TMM) berlangsung pada tanggal 20 April 2011 di Jakarta. TMM merupakan forum pertemuan bilateral antara Indonesia - Australia yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan kedua negara dan rutin diadakan setiap tahun. TMM ke-9 merupakan tindak lanjut dari TMM ke-8 yang telah diadakan pada tanggal 19 Februari 2009 di Sydney, Australia. Tujuan TMM ke-9 adalah sebagai sarana exchange of views bagi kedua negara atas hubungan perdagangan Indonesia - Australia. Australia Sebagai Mitra Strategis
Indonesia memandang Australia sebagai mitra strategis dalam bidang perdagangan. Hal tersebut dapat ditunjukan dengan nilai perdagangan yang saat ini berada pada angka USD 8.3 billion. Eratnya hubungan kedua negara tergambar pula pada keanggotaan Indonesia dan Australia pada forum-forum AANZFTA, APEC, WTO-Cairns Group. Australia mencatat bahwa Indonesia dan Australia termasuk dalam dua negara yang memiliki ekonomi terbesar dalam kawasan South Asia. Australia juga memprediksikan Indonesia dapat menjadi negara dengan peringkat ekonomi ke-10 terbesar (nontradisional) di dunia.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
29
Gambar 3. Trade Ministers' Meeting ke -9 antara Indonesia - Australia
WTO and Cairns Group
Kedua negara mencatat pentingnya mencapai hasil perundingan putaran Doha yang membawa keuntungan bagi seluruh pihak. Kedua negara menyatakan dukungan terhadap upaya penyelesaian Doha Round dan menyampaikan harapan agar forum ekonomi internasional seperti The Group of Twenty (G-20) dan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dapat memberikan dukungan sepenuhnya terhadap The Doha Development Agenda (DDA). Kedua menteri menekankan agar kedua negara dapat bekerja sama secara aktif untuk menyuarakan dukungan positifnya dalam forum-forum internasional lainnya.
The Group of Twenty (G-20)
Kedua Menteri sepakat bahwa forum G-20 memiliki peran yang sangat penting dalam upaya penyelesaian Doha Development Agenda, untuk itu diharapkan agar negara anggota G-20 dapat memberikan dukungan secara penuh terhadap target G-20. Indonesia menambahkan pentingnya mengetahui posisi major countries di WTO atas tindak lanjut Doha Development Agenda mengingat kedua negara memiliki keinginan yang sama bahwa pembahasan perkembangan WTO akan terus ditindaklanjuti melalui forum G-20. Pimpinan negara G-20 telah menginstruksikan Menterinya untuk menyelesaikan putaran Doha. Pada kesempatan ini, Indonesia mengutarakan isu-isu lain yang menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan G-20 terakhir, antara lain: food security in relation with food crisis and price volatility dan International monetary system reform. Australia menegaskan bahwa food security merupakan isu yang tergolong penting bagi Australia mengingat terjadinya krisis keuangan dunia dan beberapa bencana alam yang dialami Australia. Dengan demikian,
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
30
Australia berpandangan food security merupakan hal yang fundamental dalam menjaga keseimbangan supply and demand serta meningkatkan kemampuan wilayah dengan produktivitas rendah melalui kerja sama. East Asia Summit (EAS)
East Asia Summit (EAS) pada tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 17-19 November 2011 di mana pada kesempatan ini Rusia dan Amerika Serikat akan berpartisipasi untuk pertama kalinya. Pembahasan dalam EAS tidak hanya pada political security issues namun juga isu ekonomi, di mana perdagangan menjadi komponen yang penting untuk dibahas. Indonesia akan mengangkat topik mengenai percepatan pemanfaatan FTA bersamasama dengan ASEAN+1 dan enam mitra dialog lainnya. Indonesia juga akan mengangkat isu untuk memulai kerja sama pasar tunggal regional dalam kerangka ASEAN. Australia menambahkan bahwa tahun ini merupakan tahun yang penting bagi EAS di mana negara-negara di dunia sangat menyadari pentingnya berkonsolidasi untuk memperkuat kerja sama antar negara dalam menghadapi bencana alam. Mengenai agenda perdagangan, Australia menganggap penting untuk membahas isu makro ekonomi dalam EAS, misalnya isu tentang rules of origin dan tariff nomenclature.
Progress of Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement
Pada kesempatan ini, kedua ketua Tim Perunding IA-CEPA melaporkan hasil pertemuan konsultasi pra negosiasi IACEPA tahap ke-II yang telah dilaksanakan pada tanggal 18 April 2011. Konsultasi pra negosiasi IA-CEPA dilaksanakan sebagai upaya kedua negara untuk mencapai beberapa kesepakatan sebelum dimulainya proses perundingan. Hal penting yang perlu dicatat ialah tercapainya kesepakatan kedua negara atas sebagian besar isi draft Guiding Principles and Modalities yang diusulkan Indonesia. Namun demikian masih terdapat dua poin dalam square brackets yang masih harus dibahas pada pertemuan selanjutnya. Kedua negara sepakat untuk mengadakan beberapa seminar, joint outreach dalam rangka mendapatkan masukan dari stakeholders atas keberadaan IA-CEPA (confidence building measures). Isu mengenai clustering dalam economic cooperation sebagaimana yang diusulkan Indonesia dapat diterima oleh pihak Australia. Indonesia menegaskan IA-CEPA diharapkan dapat menjadi platform bagi kemajuan kedua negara dalam hubungan bilateral.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
31
Australia's Market Access for Live Cattle, Boxed Beef, and Offal
Pihak Australia meminta klarifikasi dari Indonesia atas import restriction on live cattle yakni terkait weight restriction, import of boxed beef, dan permintaan klarifikasi atas restriksi atas offal imports. Terkait live cattle, Indonesia mencatat dan akan memperhatikan concerns Australia melalui koordinasi antara Kementerian Perdagangan dengan Kementerian Pertanian. Terkait offal, saat ini Kementerian Pertanian sedang melakukan pertemuan internal dalam rangka merevisi rencana perubahan Permentan 20/2009.
Progress of Indonesia's Pembahasan mengenai ratifikasi the ASEAN-Australia-New Ratification of AANZFTA Zealand Free Trade Area (AANZFTA) telah diselesaikan pada saat proses tete-a-tete. Indonesia Food LabelIing Requirements
Eksportir Australia menganggap bahwa ketentuan mengenai label yang tidak jelas dapat dianggap sebagai tindakan restriktif/barrier. Dalam kaitan ini Australia meminta klarifikasi mengenai ketentuan food label. Indonesia menegaskan bahwa ketentuan mengenai food label merupakan kewenangan dari BPOM. Indonesia menjelaskan beberapa ketentuan teknis dalam penerapan food label. Secara garis besar, label baik dalam bentuk stiker maupun melekat pada kemasan harus mudah dilihat, tidak mudah dikelupas, tidak mudah luntur, dan tidak mudah rusak. Penerapan label dapat disesuaikan dengan ukuran produk dimaksud. Indonesia saat ini tengah mereview pengaturan mengenai waktu penempatan label (sebelum produk tiba di negara pengimpor atau sebelum didistribusikan).
Indonesia Market Access for Tropical Fruits (mangosteen, salacca, mango)
Indonesia saat ini masih menunggu datangnya tim dari pemerintah Australia untuk melakukan verifikasi terhadap perkebunan dan pengepakan manggis di Bogor. Indonesia berharap akses pasar untuk salak (Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bangkalan) dan mangga asal Indonesia juga dapat dibuka. Australia meminta Indonesia dapat menjelaskan prioritas buah tropis yang hendak dipasarkan di Australia. Indonesia menegaskan urutan buah tropis yang menjadi prioritas Indonesia ialah: (i) manggis; (ii) salak; dan (iii) mangga.
Holding Order (HO) for Indonesia Food Products
Produk makanan dan minuman Indonesia seringkali terkena Holding Order (HO) dari pemerintah Australia berkenaan dengan standar dan conformity assessment procedures yang diterapkan oleh pemerintah Australia. Sehubungan dengan hal tersebut Indonesia mengusulkan adanya Mutual Recognition Agreement (MRA) antara Indonesia dan Australia di bidang standar dalam kerangka IA-CEPA. Sementara sambil menunggu proses negosiasi IA-
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
32
CEPA dilaksanakan, Indonesia mengusulkan Australia untuk membantu pemerintah Indonesia melalui pelatihan dalam bidang food safety and standard untuk memperkecil kemungkinan pengenaan HO. Terkait MRA, Indonesia mengacu pada Korea-EU FTA sebagai referensi. Plain Tobacco Packaging Bill (removing branding from cigarette pack)
Indonesia meminta klarifikasi dari Australia atas rencana penerapan Plain Tobacco Packaging Bill yang dianggap berpotensi mengganggu Indonesia's domestic industries. Australia menjelaskan bahwa keberadaan ketentuan tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi perdagangan namun untuk mengurangi konsumsi rokok di Australia dan akan berlaku sekitar bulan Agustus 2011.
Other Matters
Pada kesempatan ini, Indonesia mengusulkan adanya kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia antara lain di bidang: leather industry empowerment; technical cooperation between National Agency of Drug and Food Control and Food Standards Australia New Zealand; dan capacity building dalam bidang Food, Safety, and Standard.
Gambar 4. Penandatanganan MoU antara Kadin Indonesia dengan Kadin Australia
3. Negosiasi Foreign Investment Promotion and Protection Agreement (FIPA) IX Indonesia – Kanada Negosiasi Foreign Investment Promotion and Protection Agreement (FIPA) IX Indonesia – Kanada diselenggarakan pada tanggal 14-15 April 2011 di Bandung. Dalam Negosiasi FIPA IX Indonesia – Kanada, dilakukan pembahasan to do list dari pertemuan FIPA VIII dan draft agreement sebagai berikut:
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
33
1) To review the issue of Portfolio Investment. Canada will provide some suggested wording for Indonesia’s consideration intersessionally that the FIPA Agreement does not cover Portfolio Investment. a) Pihak Kanada menjelaskan bahwa perusahaan asuransi Kanada telah beroperasi di Indonesia yang pada praktiknya merupakan portfolio investment, sehingga tidak dapat menghilangkan unsur tersebut; b) Pihak Indonesia menjelaskan bahwa perlakuan yang menjadi masalah bukanlah perlakuan terhadap portfolio investment melainkan isu proteksi terhadapnya yang tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan Indonesia; c) Pihak Kanada menjelaskan bahwa dalam perjanjian lain Kanada tidak menyertakan definisi portfolio investment melainkan mendefinisikan assets, security dan bonds, yang merupakan elemen dari portfolio investment; d) Pihak Indonesia menjelaskan bahwa perjanjian investasi bilateral umumnya mencakup promosi dan perlindungan investasi, sehingga yang di-cover adalah investasi yang memiliki kontribusi signifikan terhadap ekonomi, yaitu direct investment. Selain hal itu, mengukur nilai perlindungan terhadap portfolio investment sulit untuk dilakukan. e) Kedua pihak masih belum mencapai kesepakatan dalam hal penentuan batas proteksi investasi dan status perusahaan joint venture dan/atau perusahaan yang dibentuk di negara ketiga. Diskusi akan dilanjutkan pada negosiasi berikutnya. 2) Indonesia to provide an updated Annex II. Canada will re-submit its Annex II. Both Parties to provide their input intersessionally. a) Pihak Indonesia belum dapat memberikan daftar Annex II, dan pihak Kanada menjelaskan kembali kategorisasi tiga Annex yang diusulkan masuk dalam FIPA, yaitu: Annex I merupakan suatu daftar contoh nonconforming measures yang ada, yang dicantumkan untuk transparansi. Untuk measures yang tercantum di dalam annex ini tidak diperbolehkan untuk memundurkan posisi sehingga hanya dapat diubah menjadi lebih terbuka. Pihak Kanada juga memberikan Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
34
alternatif untuk tidak mencantumkan Annex I dan hanya menetapkan grandfather clause untuk kebijakan yang ada. Annex II merupakan daftar sektor di mana diinginkan fleksibilitas menentukan kebijakan di masa mendatang, sehingga tidak dikenakan mekanisme standstill ataupun ratchet. Annex III merupakan daftar yang mendata MFN exception, terkait perjanjian dengan pihak lain (misalnya FTA atau P4M dengan negara lain, sehingga perlakuan yang didaftar dalam Annex III ini tidak wajib diberlakukan dalam FIPA RIKanada. b) Pihak Kanada kemudian menyampaikan daftar Annex II sementara, yang didasarkan kepada NAFTA. 3) Canada will provide its competition law a) Pihak Kanada akan menyampaikan UndangUndang persaingan usahanya melalui komunikasi e-mail. b) Kedua pihak membahas draft text terkait “information protected under competition laws” dan sepakat untuk menghilangkan referensi kepada Undang-undang No. 5/1999 (Pasal 23 dan 41) sehingga text menjadi sebagai berikut: “(b) for Indonesia, information within the scope of Article 38 para (3) and Article 39 para (3) of Law Number 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition or any successor provision.” 4) Canada will provide comments on Indonesia’s tax proposal a) Pihak Indonesia menyatakan bahwa pada prinsipnya dapat menerima usulan wording dalam Canadian Proposed Annex for Taxation Measures, namun lebih setuju apabila text tersebut dimasukkan dalam badan perjanjian; b) Pihak Kanada akan berkonsultasi dengan ahli perpajakan dan kedua pihak akan melanjutkan diskusi mengenai isu ini dalam negosiasi berikut atau melalui komunikasi formal lainnya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
35
5) Canada to give further consideration to the Definition of Central Government Kedua pihak sepakat untuk menunda pembahasan definisi “central government” sampai dengan negosiasi berikutnya. 6) Both Parties to review the relationship of the FIPA to the GATS a) Pihak Indonesia menjelaskan bahwa mengingat FIPA RI-Kanada bukanlah FTA, terdapat kemungkinan akan timbul masalah apabila memasukkan pre- dan post-establishment ke dalam ratchet mechanism karena melanggar GATS. Oleh karena pertimbangan tersebut, Art. 2 Para. 5 harus dirumuskan dengan hati-hati; b) Untuk Art. 2 Para. 5, kedua pihak akan melanjutkan pembahasan pada pertemuan berikut. 7) Both Parties to look at the possibility of teleconference or email to discuss the Balance of Payments/Temporary Safeguard Measures a) Kedua pihak menyepakati text berikut sebagai footnote untuk para 3(a): “For Indonesia’s banking subsector, the protection of banking creditor refers to the existing laws and regulations related to the bank liquidation”; b) Untuk Art. 11 pihak Indonesia concern akan disebutkannya “returns in kind dalam Para. 1 (b), karena biasanya tidak ada dalam pasal mengenai Transfers. Sedangkan untuk Para. 3 (a) Indonesia mengusulkan untuk menambahkan kata “liquidation” setelah “insolvency”; c) Sedangkan untuk Art. 17 bis, pihak Indonesia mengusulkan untuk menghilangkan kalimat terakhir; d) Pihak Kanada akan berkonsultasi dengan ahli keuangan mengenai usulan Indonesia tersebut; e) Kedua pihak akan mempertimbangkan kemungkinan teleconference atau komunikasi via email untuk melanjutkan diskusi.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
36
4. Pertemuan Bisnis Forum RI dan RRT Pertemuan Bisnis Forum dilaksanakan pada tanggal 30 April 2011. Pada pertemuan Bisnis Forum tersebut dihadiri oleh Perdana Menteri RRT dan Wakil Presiden Indonesia serta didampingi oleh beberapa menteri dari kedua belah pihak. Adapun pengusaha yang menghadiri pertemuan tersebut sekitar 100 pengusaha yang terdiri dari 50 pengusaha dari Indonesia dan sisanya pengusaha RRT. Dalam pertemuan bisnis forum tersebut didahului kata sambutan dari kedua menteri kedua belah pihak, dari Indonesia diwakili oleh Menteri Koordinator Perekonomian dan RRT diwakili oleh Menteri Perdagangan. Setelah itu kedua pimpinan negara memberikan kata sambutan kepada para pengusaha. Di akhir pertemuan telah dilakukan penandatanganan yang disaksikan oleh kedua pimpinan negara, adapun penandatanganan tersebut adalah G to B dan B to B, adapun jumlah MoU tersebut adalah sebanyak lima belas MoU.
Gambar 5. Wakil Presiden Indonesia Bersama Perdana Menteri RRT
E. Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa 1. Pertemuan Plurilateral dan Bilateral pada Services Week WTO Pada tanggal 12-15 April 2011 di WTO, Jenewa telah diselenggarakan perundingan akses pasar perdagangan jasa, yang dilakukan secara bilateral dan plurilateral. Rangkaian perundingan tersebut diawali dengan Pertemuan S-30 (Services 30) yang dihadiri oleh 30 negara yang selama ini aktif dalam perundingan jasa, baik sebagai demandeur ataupun recipient. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
37
Pertemuan S-30 (Services 30) Pertemuan ini lebih ditujukan untuk memberikan landasan bagi pelaksanaan perundingan akses pasar secara plurilateral dan bilateral yang akan dilaksanakan selama services week bulan April 2011. Mode 3
Negara-negara demandeur secara umum menyampaikan keprihatinan mengenai masih lebarnya perbedaan antara collective request yang disampaikan oleh negara demandeur dan offer yang diindikasikan oleh negara recipient. Salah satu keprihatinan utama negara-negara demandeur adalah rendahnya offer khususnya mode 3 yaitu pembatasan kepemilikan saham oleh asing. Negara-negara demandeur menginginkan agar untuk mode 3 dapat dilakukan pengikatan (binding) terhadap regulasi yang berlaku. Sekiranya permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi, diharapkan agar negara-negara recipient dapat menyampaikan alasannya. Beberapa negara recipient menyampaikan bahwa apa yang diminta oleh negara-negara demandeur sulit untuk dipenuhi karena perlunya policy space dan terdapatnya aturan domestik yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan liberalisasi pasar jasa secara lebih mendalam. Kesulitan lain yang dihadapi oleh negara recipient untuk memenuhi keinginan negara demandeur adalah masih belum majunya perundingan di sektor NAMA dan Pertanian. Pertemuan Plurilateral on Energy Environmental Services and Financial Sector
Services,
Dalam pertemuan ini negara-negara demandeur menginginkan agar negara recipient dapat meningkatkan jumlah subsektor yang ditawarkan dan peningkatan komitmen melalui penghapusan limitation on market access and national treatment. Menanggapi permintaan tersebut, masing-masing negara recipient menyampaikan offer yang disampaikan dalam Putaran Doha ini. Terhadap offer yang disampaikan, negara-negara demandeur menilai tidak terdapat kemajuan komitmen dari yang telah ditawarkan dalam revised offer masing-masing negara, baik untuk energy services dan environmental services. Energy Services
Untuk energy services, Delri menyampaikan bahwa sebagai konstribusi terhadap Putaran Doha, Indonesia akan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
38
memberikan komitmen baru pada beberapa subsektor, yaitu Core analysis and other Lab Test, only for Isotop Analysis (1A.2.7.3), Geological and geophysical services, only for seismic data acquisition (1A.1.4.1.1), Liquefaction and gasification only for coal (Coal liquefaction (2.4.4.4) dan Coal Gasification (2.4.4.5). Komitmen yang akan diberikan Indonesia adalah komitmen penuh untuk mode 1 dan 2. Untuk mode 3, diberikan komitmen untuk joint operation sedangkan untuk mode 4 adalah unbound except for directors and technical experts. Environmental Services
Sedangkan untuk environmental services, sebagai tindak lanjut dari Ministerial Signaling Conference 2008, Indonesia akan menyampaikan komitmen baru dalam subsektor: Sewage Services (CPC 9401) Only for wastewater management; Refuse Disposal Services (CPC 9402) Solid Waste Disposal Services, only for : Integrated hazardous waste treatment facility services for oil sludge and waste mercury treatment in a particular area; Cleaning Services of Exhaust Gases (CPC 9404) Only for Air Pollution Control; Other Environmental Protection Services (CPC 9409) Limited to Laboratory Services for Environment. Tingkat komitmen yang akan diberikan adalah komitmen penuh untuk mode 1 dan 2. Untuk mode 3, hanya terbuka dengan persyaratan foreign equity participation sebesar 49% untuk CPC 9402. Sementara untuk ketiga subsektor lainnya, Indonesia tidak memberikan komitmen (unbound). Untuk mode 4, bagi seluruh subsektor yang ditawarkan masih unbound.
Plurilateral Request Financial
Dalam plurilateral request financial sector, mengingat pada saat Putaran Uruguay Indonesia sudah memberikan cukup banyak sektor nonbanking dengan membuat komitmen di beberapa subsektor asuransi walaupun dengan beberapa limitasi di market access dan national treatment. Maka pada Putaran Doha saat ini, pada revised offer-nya Indonesia belum dapat meningkatkan komitmennya. Dalam pertemuan tersebut terlihat beberapa negara yang menunjukkan indikasi untuk meningkatkan komitmennya antara lain Indonesia dan Malaysia. Namun demikian, secara keseluruhan masih banyak negara recipient yang tetap pada posisinya yaitu tidak membuat atau meningkatkan komitmennya, disebabkan masih perlu pembahasan di dalam negeri. Selain itu, terlihat juga bahwa walaupun di satu sisi negara demandeur meminta kepada negara recipient untuk meningkatkan komitmennya, namun di sisi lain masih ada
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
39
negara demandeur yang ternyata belum memberikan komitmennya secara penuh, atau bahkan di bawah dari komitmen yang diberikan oleh recipient. Sebagai contoh adalah sektor lingkungan, di mana dalam Putaran Doha Indonesia akan membuka 4 subsektor sementara masih ada negara demandeur yang membuka kurang dari 4 subsektor. Delegasi Afrika Selatan menyampaikan agar negara demandeur juga menyampaikan kemajuan yang sudah mereka lakukan, sehingga terlihat keseimbangan di antara kedua belah pihak. Indonesia dan Malaysia mendukung pernyataan delegasi Afrika tersebut. Pertemuan Plurilateral on Construction Services Foreign Equity Participation
Delegasi Jepang, sebagai koordinator negara demandeur, menyampaikan request yang difokuskan pada peningkatan foreign equity participation (FEP) dan pembuatan komitmen di CPC 511 sampai dengan CPC 518. Menanggapi request tersebut, Delri menyampaikan bahwa Indonesia telah melakukan peningkatan komitmen pada Putaran Doha ini dengan membuka 5 subsektor baru dan meningkatkan FEP dari 49% menjadi 55%. Delegasi EU menyampaikan ketidakpuasannya terhadap kecilnya peningkatan FEP yang dilakukan oleh Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Delri menyampaikan bahwa apa yang telah diberikan sudah merupakan best offer dan sudah merupakan kemajuan dibandingkan dengan komitmen pada Putaran Uruguay. Pertemuan Bilateral dengan Kanada
Sektor Jasa Keuangan
Untuk subsektor jasa keuangan, delegasi Kanada meminta Indonesia untuk mengikat komitmennya pada mode 3 pada existing regulation. Terkait subsektor non banking, delegasi Kanada meminta Indonesia untuk meningkatkan komitmen pada subsektor non life dan life insurance untuk mode 2 yang pada initial offer Indonesia masih “unbound”. Terkait hal ini, Delri mengatakan bahwa belum bisa memberikan komitmen sesuai permintaan Kanada. Untuk subsektor jasa perbankan, delri menyampaikan bahwa kualitas offer Indonesia telah meningkat, baik untuk FEP dan juga area coverage yang diperbolehkan bagi pembukaan foreign bank/joint venture bank. Namun komitmen tersebut akan sangat tergantung hasil perundingan sektor NAMA dan Pertanian.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
40
Sektor Jasa Energi
Untuk subsektor jasa energi, delri menyampaikan bahwa Indonesia memiliki klasifikasi jasa tersendiri. Klasifikasi tersebut telah dibuat suatu sandingan dengan CPC. Untuk itu, terkait permintaan Kanada kepada Indonesia untuk membuat komitmen pada Services incidental to mining, maka delri menyampaikan bahwa perlu disebutkan secara spesifik subsektor mana yang di-request. Karena pada kualifikasi jasa energi Indonesia, ada sekitar 29 subspesifik sektor yang merupakan services incidental to mining.
Sektor Jasa Lingkungan
Untuk sektor lingkungan, Indonesia menyampaikan akan membuka 4 subsektor baru. Terkait sebagian besar komitmen di mode 3 dan 4 yang masih “unbound”, Kanada meminta Indonesia untuk meningkatkan komitmennya dengan membuka juga professional services di sektor lingkungan. Menanggapi hal ini, delri menyampaikan bahwa saat ini belum bisa meningkatkan komitmen pada mode 4. Pada pertemuan ini, delri me-request kembali Kanada di mode 4, sesuai dengan request yang pernah disampaikan Indonesia ke beberapa negara termasuk Kanada. Menanggapi hal tersebut, Kanada menyampaikan bahwa saat ini mereka telah memiliki list of professional Canadian Classification of Occupation, di mana dalam daftar tersebut disampaikan jenis pekerjaan berdasarkan sektor yang rencananya akan dikomitmenkan. Kanada juga menyampaikan bahwa bagi tenaga kerja asing yang ingin masuk ke Kanada harus memenuhi kualifikasi berdasarkan tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Pertemuan Bilateral dengan Australia
Sektor Jasa Konstruksi
Secara garis besar, Australia meminta Indonesia untuk membuat komitmen pada CPC 51210 (for one and two dwelling buildings), 516 (installation work), dan 517 (building completion and finishing work). Delri menyampaikan bahwa saat ini masih tidak membuat komitmen di CPC tersebut karena berdasarkan peraturan subsektor tersebut masih diperuntukkan untuk UMKM. Australia juga meminta Indonesia untuk menghilangkan hambatan FEP, penghapusan MFN exemption dan bentuk market access joint operation pada mode 3. Terkait hal ini, delri menyampaikan bahwa saat ini Indonesia telah membuat peningkatan FEP dari 49% menjadi 55% di mana hal itu sudah merupakan best offer. Indonesia juga telah menghapus MFN exemption-nya. Terkait penghapusan bentuk joint operation yang mengharuskan perusahaan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
41
asing untuk mencari partner lokal hal ini belum dapat diberikan. Sektor Jasa Energi
Untuk sektor jasa energi, Australia meminta Indonesia untuk membuat komitmen di services incidental to mining, management consulting, dan scientific and technical consulting. Selain itu, Australia juga meminta untuk memperluas subsektor yang dikomitmenkan termasuk pada civil engineering (CPC 5134-5136), wholesale trade of gas fuels (CPC 62271), dan relating services (CPC 63927). Terkait permintaan tersebut, delri menyampaikan bahwa Indonesia memiliki klasifikasi jasa energi tersendiri, sehingga diharapkan Australia dapat mengajukan secara spesifik sektor apa yang ingin di-request berdasarkan klasifikasi jasa energi Indonesia. Ditambahkan pula, Indonesia tidak bisa membuat komitmen untuk subsektor minyak dan gas. Sesuai dengan peraturan yang ada, di sektor migas perizinan hanya dalam bentuk izin khusus. Hal ini juga sangat terkait dengan cost recovery yang harus dikeluarkan oleh pemerintah indonesia.
Sektor Jasa Keuangan
Untuk sektor jasa keuangan, Australia meminta peningkatan FEP dan penghapusan joint venture requirements untuk subsektor banking dan nonbanking. Delri menyampaikan bahwa Indonesia akan meningkatkan FEP di subsektor banking dan mempertimbangkan untuk memperluas cakupan geografis bagi foreign bank. Namun untuk subsektor nonbanking Indonesia tidak akan meningkatkan komitmennya.
Sektor Jasa Lingkungan
Untuk sektor jasa lingkungan, Australia menanyakan komitmen Indonesia pada sewage services (CPC 9401), refuse and disposal (CPC 9402), cleaning of exhaust gas (CPC 9404), dan other environmental (CPC 9409). Pada pertemuan ini, Indonesia menanyakan komitmen Australia di mode 4. Hal ini terkait request yang pernah disampaikan pada tahun 2008. Pihak Australia menjelaskan bahwa terkait peraturan ketenagakerjaan dan keimigrasian serta kualifikasi yang diperlukan untuk masuk ke pasar tenaga kerja Australia. Pertemuan Bilateral dengan Norwegia
Sektor Jasa Energi
Untuk sektor energi, Norwegia kembali menanyakan peningkatan komitmen Indonesia di subsektor services incidental to mining. Delri memberikan jawaban serupa dengan yang diberikan kepada Delegasi Australia dan Kanada.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
42
Sektor Jasa Keuangan
Untuk sektor jasa keuangan, delegasi Norwegia menanyakan peningkatan komitmen Indonesia pada subsektor Maritime Related Financial Services. Norwegia menginginkan peningkatan komitmen pada mode 1 dan 2. Namun saat ini, Indonesia belum dapat meningkatkan komitmennya. Sesuai dengan posisi yang disampaikan oleh Bapepam LK bahwa sampai saat ini belum akan dibuka mode 1 dan 2. Hal ini terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 (pasal 2) yang mana diatur bahwa objek asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan pada perusahaan asuransi Indonesia. Terkait dengan jasa maritim, objek asuransi adalah kapal yang memberikan jasa maritim. Kapal yang berbendera Indonesia merupakan objek asuransi di Indonesia sehingga harus diasuransikan pada perusahaan asuransi Indonesia. Hal ini juga diperkuat dengan adanya Inpres Nomor 5 Tahun 2005 (artinya 13 tahun dari Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992) mengenai industri pelayaran di Indonesia yang mensyaratkan pelaksanaan industri pelayaran di Indonesia. Salah satu yang dipersyaratkan adalah kapalnya harus diasuransikan pada perusahaan asuransi di Indonesia dan perusahaan yang menjalankan usaha pelayaran harus berbentuk Perseroan Terbatas. Lebih lanjut, pihak Norwegia akan mengirimkan pertanyaan secara tertulis untuk kemudian akan disampaikan kepada instansi yang membina sub sektor ini.
Subsektor Banking
Untuk subsektor banking, Norwegia menanyakan mengenai pengalaman Indonesia dalam melakukan reformasi bidang perbankan. Delri menyampaikan untuk menjawab hal tersebut perlu dikomunikasikan terlebih dulu ke instansi terkait. Pada pertemuan ini, delri menanyakan offer Norwegia di mode 4, peraturan keimigrasian, requirement of recognition, dan persyaratan kualifikasi di Norwegia. Pertemuan Bilateral dengan Amerika Serikat
Sektor Jasa Energi
Untuk sektor jasa energi, pihak Amerika Serikat meminta komitmen pada subsektor Services incidental to mining, di mana pada klasifikasi jasa energi Indonesia ada sekitar 29 subsektor yang termasuk pada subsektor Services incidental to mining. Untuk itu sama halnya dengan jawaban sebelumnya delri menyampaikan bahwa negara – negara tersebut perlu secara spesifik menyebutkan subsektor mana yang merupakan bagian dari Services incidental to mining yang menjadi interest mereka.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
43
Subsektor Minyak dan Gas
Delri juga menyampaikan bahwa terkait subsektor minyak dan gas, sesuai dengan peraturan pemerintah Indonesia tidak bisa membuat komitmen pada subsektor minyak dan gas.
Sektor Jasa Banking
Amerika Serikat meminta klarifikasi atas point 5 pada general condition on non banking financial services subsektor di mana pada point itu, disebutkan bahwa “Share of non-bank financial companies listed in the stock exchange may be 100% owned by foreign investors”. Terkait hal ini, Delri mengatakan bahwa hal ini masih akan dikonfirmasikan kembali pada sektor terkait . Delegasi AS juga menanyakan alasan Indonesia belum dapat meningkatkan komitmennya pada jasa asuransi. Karena kalau dilihat dari segi aset sebagian besar sudah dimiliki oleh perusahaan asuransi asing. Sehingga AS menilai Indonesia seharusnya harus lebih terbuka pada subsektor ini.
Subsektor Banking
Untuk subsektor banking, delri menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sudah membuat peningkatan komitmen khususnya di mode 3 dalam hal peningkatan FEP dari 49% pada Uruguay round menjadi 51% pada Doha round. Terkait hal ini, juga disampaikan bahwa saat ini Indonesia belum dapat meningkatkan komitmennya pada existing regulation, hal ini sesuai dengan posisi Bank Indonesia yang menyampaikan bahwa pada prinsipnya akses pasar kepemilikan asing terhadap bank komersial di Indonesia sudah sangat terbuka jika dibandingkan dengan negaranegara sesama anggota ASEAN, yaitu sebesar 51% yang telah dicantumkan dalam conditional initial offer. Jumlah maksimum tersebut diputuskan setelah memperhatikan prinsip asymmetric level playing field antara negara maju dan berkembang dan berbagai aspek di dalam negeri. Indonesia juga sulit untuk memenuhi peningkatan komitmen Indonesia menjadi 99% mengingat Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan Indonesia sedang melakukan konsolidasi perbankan nasional. Namun demikian, Amerika Serikat menyatakan secara jelas ketidakpuasan dan kekecewaan mereka terhadap peningkatan komitmen Indonesia yang dikatakan masih sangat kurang. Bahkan dikatakan bahwa secara rata-rata Indonesia termasuk negara yang masih kurang/masih di bawah rata-rata dalam hal jumlah subsektor yang dikomitmenkan.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
44
Pertemuan Bilateral dengan Jepang Untuk sektor Computer and reletad services, Jepang kembali meminta komitmen di level 2 digit yaitu CPC 84. Menanggapi hal tersebut, delri menyampaikan bahwa Indonesia tidak dapat memenuhi request Jepang. Sektor Jasa Telekomunikasi
Untuk sektor jasa telekomunikasi, Jepang meminta peningkatan komitmen di mode 3 terkait FEP, selain itu juga meminta komitmen penuh di mode 1. Delri menyampaikan bahwa saat ini posisinya masih tetap dengan memberikan FEP 35%. Untuk sektor konstruksi, Jepang meminta komitmen di CPC 511, 512, 515-517. Delri kembali menyampaikan bahwa sesuai dengan PP 36/2010, subsektor tersebut khusus diperuntukkan khusus bagi usaha kecil dan menengah. Pihak Jepang menanggapi dengan mengatakan bahwa sebenarnya jika Indonesia membuka komitmennya maka akan membuka peluang bagi UMKM di Indonesia untuk bekerja sama dengan perusahaan asing.
Sektor Jasa Distribusi
Untuk sektor jasa distribusi, Jepang kembali meminta komitmen penuh Indonesia untuk retail sektor dengan spesifikasi supermarket dengan luas lebih dari 1200 m2 dan department store lebih luas dari 2000 m2 mengingat dalam DNI tidak dicantumkan. Terkait hal ini, delri menyampaikan bahwa belum akan membuat komitmen di sub spesifik tersebut. Namun diindikasikan Indonesia akan membuat komitmen di subsektor wholesale. Pertemuan Bilateral dengan Chinese Taipei Delegasi Chinese Taipei menanyakan kemungkinan Indonesia untuk memberikan komitmen penuh pada seluruh subsektor Computer and Related Services (CRS) pada CPC 84 level dua digit. Delri menyampaikan bahwa Indonesia saat ini tidak mempunyai rencana untuk memberikan komitmen pada level yang di-request oleh Chinese Taipei.
2. Sidang Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS) Pada tanggal 15 April 2011 di WTO, Jenewa telah diselenggarakan Sidang Council for Trade in ServicesSpecial Session (CTS-SS). Mata agenda utama Sidang CTSSS adalah pembahasan kemajuan perundingan modalitas waiver bagi negara IDCs, review kemajuan perundingan pada isu Discipline on Domestic Regulation (DDR), GATS rules dan negosiasi akses pasar jasa. Melalui pembahasan Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
45
tersebut, Ketua CTS-SS mengharapkan mendapatkan berbagai masukan dari anggota yang akan bermanfaat dalam penyusunan Chairman report text yang rencananya akan dikeluarkan pada tanggal 21 April 2011 dan juga akan dilaporkan pada sidang Trade Negotiation Committee (TNC). Tindak Lanjut Perundingan Perdagangan Jasa
Pada Sidang CTS-SS, beberapa negara menyampaikan komunikasinya terkait dengan tindak lanjut (way forward) perundingan perdagangan jasa, yaitu: Korea (dok.JOB/SERV/56); Australia (dok.JOB/SERV/43/Rev.1); Meksiko (dok.JOB/SERV/45); Swiss dan China Taipei (dok.JOB/SERV/46); Kelompok negara Australia, Kanada, Chile, Colombia, EU, Hong Kong China, Jepang, Korea, Meksiko, Selandia Baru, Norwegia, Pakistan, Singapura, Swiss, AS, dan China Taipei (dok. JOB/SERV/54). Melalui komunikasinya, negara ataupun kelompok negara tersebut menekankan pentingnya penyelesaian perundingan sektor jasa di WTO, dan untuk mencapai tujuan tersebut ditawarkan beberapa opsi yang tentunya perlu dikaji lebih lanjut oleh negara-negara anggota.
The Least Developed Countries Modalities
Terkait dengan pembahasan the least developed countries (LDCs) Modalities, Duta Besar Norwegia (selaku fasilitator pembahasan isu tersebut) menyampaikan laporan perkembangan pembahasan draft text yang telah dilakukan oleh kelompok LDCs dengan beberapa negara anggota yang berkepentingan. Pada saat ini, pembahasan difokuskan pada cakupan dari waiver dan rules of origin. Berdasarkan laporan Dubes Norwegia, pembahasan akan terus diintensifkan untuk menyelesaikan perbedaan posisi yang tersisa dalam kedua isu tersebut. Terkait dengan pembahasan LDCs waiver tersebut di CTS-SS, tidak terdapat satu negara anggotapun yang menolaknya.
Draft text Doha Development Round
Ketua Working Party on DR (WPDR) menyampaikan laporan perkembangan pembahasan draft text Doha Development Round yang dilaksanakan sebelumnya, di mana beberapa negara anggota secara intensif telah terlibat dalam drafting process. Dalam proses tersebut, beberapa negara anggota telah membahas berbagai languange options dengan mengacu pada Chair's March text 2009. Secara garis besar, proses drafting telah menghasilkan tiga hal utama, yaitu: (i) Tercapainya kesepakatan secara ad referendum basis di antara negara-negara anggota untuk mempertahankan language pada Chair's March 2009 text atau dengan perubahan seperlunya; (ii) Tercapainya
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
46
kesepakatan di antara negara-negara anggota untuk bekerja dengan satu paragraf dengan opsi-opsi yang tercermin dalam brackets; (iii) Belum tercapainya kesepakatan secara berarti yang tercermin masih banyaknya paragraf yang menjadi pilihan. Laporan lebih detail mengenai hasil proses drafting ini akan disampaikan terpisah. Necessity Test
Berdasarkan penilaian Ketua WPDR, salah satu isu yang contentious adalah mengenai necessity test, di mana beberapa negara anggota memandang isu tersebut perlu dimasukkan ke dalam draft text dalam rangka mengantisipasi dijadikannya beberapa kebijakan pemerintah untuk memproteksi sektor jasa domestik. Beberapa negara seperti AS, Brasil, Kanada, dan Indonesia berpandangan bahwa konsep tersebut tidak perlu dimasukkan ke dalam teks karena akan berimplikasi negatif pada konsep right to regulate dari negara-negara anggota. Pada laporannya, Ketua WPGR menyampaikan perkembangan pembahasan tiga isu utama yaitu: Emergency Safeguard Measures (ESM), Subsidi, dan Government Procurement (GP). Secara umum, perkembangan pembahasan ketiga isu tersebut ini belum menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan.
Emergency Safeguard Measures
Untuk isu ESM, negara anggota masih terus mempertanyakan kepada negara proponen terkait dengan aspek feasibility dan desirability-nya. Untuk isu subsidi, pembahasan mengarah pada perlunya disusun suatu disiplin multilateral untuk menghindari trade distortive dan pemberian subsidi. Sementara itu, untuk GP masih dibahas kemungkinan akan dilaksanakannya dedicated session yang secara khusus membahas pengalaman negara anggota terkait dengan pembukaan sistem pengadaan barang di dalam negeri yang dikaitkan dengan pasar pengadaan barang untuk asing.
Laporan Perkembangan Collective Request
Dalam sidang ini, negara-negara co-sponsor plurilateral, melalui negara koordinator masing-masing menyampaikan laporan perkembangan collective request yang disampaikan kepada negara recipients pada sektor-sektor financial services sector (Kanada), private education services (Selandia Baru), tourism services (Kolombia), computer-related services (Chile), services related to agriculture (Argentina), construction services, maritime transport services (Jepang), accounting services, legal services (Australia), airtransport services, mode 3, energy
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
47
services, distribution services (EU), audiovisual services (Meksiko), logistic and related services and MFN exemption (Hong Kong China). Secara umum, negara-negara co-sponsor collective request menyampaikan kekecewaannya karena sedikit sekali atau bahkan tidak terdapat kemajuan yang berarti dari offer yang disampaikan oleh negara-nenara recipient, fokus utama request yang disampaikan oleh negara-negara cosponsor adalah peningkatan komitmen untuk meniadakan pembatasan foreign equity participation pada mode 3 untuk beberapa sektor perdagangan jasa. Plurilateral Request
Terkait dengan komunikasi mengenai perkembangan pembahasan plurilateral request pada beberapa sektor, delegasi India menyampaikan bahwa laporan yang disampaikan oleh negara-negara tersebut di atas tidak berimbang dan lebih melihat kepentingan dari sisi negara demandeurs saja. Pada sidang CTS-SS delri menyampaikan pentingnya pembahasan ESM. Sedangkan menanggapi komunikasi dari beberapa negara anggota mengenai "way forward on services market access", Indonesia menyambut baik sebagai suatu pemikiran untuk memajukan perundingan jasa. Namun demikian, Delri menolak keras proposal yang bertentangan dengan mandat perundingan akses pasar (Annex C Deklarasi Hong Kong dan Negotiation Guideline tahun 2001) untuk memberikan fleksibilitas kepada negara berkembang. Menanggapi pembahasan draft discipline on DDR, disampaikan bahwa Indonesia menekankan pentingnya right to regulate dan level of development yang perlu diperhatikan dalam penyusunan text DDR. Delegasi Filipina, sebagai koordinator ASEAN minus (proponen ESM), kembali mengingatkan pentingnya rencana ke depan pembahasan isu ini dengan mengadakan presentasi mengenai statistik perdagangan jasa, sebagai kelanjutan dari presentasi mengenai statistik perdagangan yang telah dilaksanakan oleh sekretariat WTO pada services week Maret 2011.
Isu Akses Pasar
Dari pembahasan yang dilakukan terhadap berbagai isu, terdapat perbedaan posisi yang tajam berkaitan dengan tingkat ambisi yang dicapai dalam perundingan akses pasar. Negara-negara demandeur berpandangan bahwa offer yang ditawarkan oleh negara-negara recipient dinilai tidak banyak menjawab request yang telah diterima. Namun demikian, pada saat yang sama terdapat
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
48
pandangan yang meluas bahwa tingkat ambisi yang diinginkan oleh negara-negara demandeur sudah melampaui mandat yang terdapat dalam perundingan sektor jasa, seperti Annex C Hong Kong Ministerial Declaration dan Negotiation Guidelines. Negara-negara recipient berpandangan bahwa keinginan negara-negara demandeur agar negara recipient mem-bind ketentuan yang berlaku sebagai sesuatu yang sulit untuk diterima. Terhadap masih lebarnya posisi di antara negara-negara anggota dalam isu akses pasar, banyak negara anggota mengharapkan agar Ketua CTS-SS dapat menuangkan situasi tersebut ke dalam draft Chair Reports secara faktual dan seimbang. Terhadap permintaan tersebut, Ketua CTSSS menyampaikan akan berupaya menyusun laporan yang objektif dan faktual, yang akan disampaikan pada tanggal 21 April 2011 dan pada saat Pertemuan TNC tanggal 29 April 2011. 3. 6th ASEAN Law Forum 6th ASEAN Law Forum dengan tema “The Progressive Liberalization of Trade in Legal services” berlangsung pada tanggal 13-14 April 2011 di Jerudong, Brunei Darussalam. Pertemuan bertujuan menjaring pendapat dari ASEAN Member States dan membahas isu mengenai perdagangan jasa praktisi hukum (legal services) di kawasan ASEAN, sharing best practices terkait dengan liberalisasi perdagangan jasa praktisi hukum, serta merumuskan kendala, tantangan, dan alternatif solusi penyelesaiannya dalam rangka liberalisasi tersebut. Forum dibuka oleh General Attorney of Brunei Darussalam dan dihadiri oleh perwakilan komponen penegak hukum dari masing-masing negara anggota ASEAN, kecuali Myanmar dan Laos, akademisi/pakar hukum, dan think tank setempat. Perlunya Dilakukan Familiarization Sistem Hukum Negara-negara Anggota
Jaksa Agung Brunei Darussalam antara lain menyampaikan bahwa sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya menuju Komunitas Ekonomi ASEAN tahun 2015, kawasan ASEAN diharapkan dapat menjadi “single market” yang kondusif bagi perdagangan barang dan jasa. Selain itu, dikemukakan pula mengenai perlunya dilakukan familiarization sistem hukum negara-negara anggota satu sama lain dan transparansi guna memberikan peluang kerja sama yang lebih besar dalam perdagangan legal services dimaksud. Parameter dari proses liberalisasi di bidang legal service
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
49
juga perlu disusun sehingga terdapat pemahaman yang sama di antara negara anggota ASEAN. Perkembangan Liberalisasi pada Bidang Legal Services
Wakil-wakil negara yang telah memberikan komitmennya dalam ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) pada bidang legal services di ASEAN (Kamboja, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam) diminta menyampaikan paparan mengenai perkembangan proses liberalisasi pada bidang tersebut. Indonesia dalam hal ini menyampaikan tantangan dan hambatan-hambatan serta rekomendasi yang sekiranya perlu ditindaklanjuti oleh ASEAN Law Forum dalam menghadapi liberalisasi legal services, termasuk mengantisipasi integrasi Komunitas ASEAN 2015. Juga ditekankan bahwa sesuai dengan komitmennya, Indonesia sebenarnya telah membuka akses pasar untuk sektor legal services pada moda 1 (Cross-Border Supply) dan moda 2 (Consumption Abroad). Sementara untuk moda 3 (Commercial Presence) dan moda 4 (Presence of Natural Person) masih belum dimungkinkan oleh UndangUndang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam liberalisasi menurut skema moda 1 dan 2 tersebut, praktisi hukum asing yang bekerja di firma hukum Indonesia harus memenuhi beberapa requirement yang telah ditetapkan menurut Undang-Undang Advokat, antara lain transfer of knowledge kepada akademisi dan praktisi hukum di Indonesia. Indonesia juga memberikan masukan mengenai perlunya kerja sama yang lebih intensif dari perhimpunan advokat negara-negara anggota ASEAN baik dalam hal pertukaran informasi dan pengalaman, maupun dalam peningkatan standar kualifikasi bagi para praktisi hukum di negara-negara anggota ASEAN.
Komitmen Liberalisasi di Vietnam
Dari paparan negara-negara yang telah memberikan komitmen, Vietnam menjadi negara yang dianggap lebih terbuka dan progresif terhadap masuknya praktisi-praktisi hukum asing di negaranya. Hal ini dilatarbelakangi oleh keinginan dari Vietnam untuk menerapkan prinsip-prinsip free movement of goods and services, penanaman modal, skilled labour, dan arus modal yang lebih bebas sebagaimana tertuang pada ASEAN Economic Community blue prints selain dari komitmen terhadap pengaturan legal services di bawah ketentuan WTO. Selain itu, liberalisasi ini juga dianggap akan memberikan keuntungan antara lain mengembangkan legal services market, meningkatkan kemampuan dan jaringan praktisi hukum setempat, serta mendorong investasi asing dan kegiatan ekonomi Vietnam. Liberalisasi di sektor legal services ini
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
50
terefleksi dari banyaknya praktisi hukum dan firma hukum asing yang telah melakukan usaha di Vietnam sejak tahun 1996. Komitmen Liberalisasi di Kamboja, Malaysia, dan Thailand
Sementara itu, Kamboja, Malaysia, dan Thailand juga masih memberikan komitmen secara terbatas dalam liberalisasi sektor legal services ini, baik dalam konteks market access maupun national treatment. Negara-negara tersebut masih mempertimbangkan keuntungan maksimal yang diperloleh jika legal services liberalization tersebut dibuka dan masih berupaya untuk melindungi praktisi hukum domestik di masing-masing negara.
Komitmen Liberalisasi di Brunei Darussalam, Fillipina, dan Singapura
Negara-negara yang belum memberikan komitmen liberalisasi di bidang legal services di ASEAN (Brunei Darussalam, Fillipina, dan Singapura) juga berkesempatan untuk menyampaikan masing-masing posisi negaranya. Brunei dalam hal ini berpandangan bahwa dalam melakukan liberalisasi sektor jasa hukum perlu dipertimbangkan kebutuhan dari masyarakat dan memperhatikan pertumbuhan ekonominya. Pada praktiknya, walaupun tetap dimungkinkan secara terbatas, kehadiran praktisi hukum asing di Brunei belum dianggap sebagai suatu kebutuhan mendesak bagi masyarakat dan belum perlu ditegaskan dalam suatu komitmen. Selain itu, disampaikan bahwa meskipun Brunei, Malaysia, dan Singapura memiliki latar belakang sistem hukum yang sama (common law), untuk aturan-aturan tertentu, seperti aturan tentang kriminal/pidana, tetap terdapat perbedaan sehingga negara-negara tersebut tidak selalu memiliki kebijakan domestik yang sama terkait dengan liberalisasi di sektor legal services. Sementara itu, Filipina menyampaikan adanya kendala di dalam Philippine Constitution 1987 yang mensyaratkan untuk profesi-profesi tertentu, termasuk profesi praktisi hukum, hanya dapat dilakukan oleh warga negara Filipina. Namun, praktisi hukum asing tetap mempunyai kesempatan untuk memberikan advice terhadap kasuskasus yang menggunakan third country law atau international law di wilayah Filipina. Singapura berpandangan bahwa forum ini harus membedakan antara praktisi hukum asing yang berpraktik menggunakan hukum setempat dengan praktisi hukum asing yang berpraktik menggunakan hukum negara ketiga (third country) atau negara asalnya (home country). Singapura sendiri tidak mempermasalahkan adanya praktisi hukum asing di negaranya selama praktisi hukum
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
51
asing tersebut menangani kasus-kasus yang tidak menggunakan hukum Singapura. Bahkan banyak kantor pengacara asing yang telah mendirikan cabang di Singapura baik dalam bentuk Formal Law Allience (FLA) maupun Joint Law Venture (JLV). Meskipun demikian, tetap terdapat “small window” untuk “permitted areas” (terutama sektor komersial) bagi praktisi asing untuk beracara di Singapura selama memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Selain melakukan praktik FLA dan JLV tersebut, Singapura juga membuka peluang bagi firma hukum asing untuk beroperasi di Singapura dalam skema Qualifying Foreign Law Practice (QFLP), di mana firma hukum asing dimungkinkan menangani kasus di Singapura pada “permitted areas” dengan menggunakan jasa-jasa praktisi hukum Singapura. Singapura terlihat sudah melakukan praktik liberalisasi legal services bagi praktisi hukum asing, bahkan secara terstruktur telah berlangsung sejak tahun 1970-an. Singapura mengakui bahwa pada saat ini liberalisasi di sektor tersebut tidak bisa dihindarkan khususnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, namun tetap perlu diperhatikan hal-hal sensitif terkait penggunaan hukum nasional oleh para praktisi hukum asing. Liberalisasi Dalam Legal Services di Eropa
Perwakilan dari Law Societies of England and Wales dalam paparannya menjelaskan mengenai keberhasilan proses liberalisasi dalam legal services di Eropa telah melalui proses negosiasi selama 20 (dua puluh) tahun. Disampaikan pula bahwa EU Internal Market for Legal Services telah menghapuskan berbagai hambatan (restrictions) bagi pergerakan praktisi hukum dan legal services di wilayah EU. Pada intinya, para praktisi hukum harus memenuhi tidak hanya home bar rules namun juga host bar rules. Juga ditekankan bahwa dalam menyusun mekanisme nasional maupun regional hendaknya perlu memperhatikan concern dari para praktisi hukum asing yang ingin berpraktik di suatu negara.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
52
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT A. Kendala dan Permasalahan Pertemuan the 4th SCAROO, the 4th ATF-JCC, the 1st AC-SPS, Legal Expert on ATIGA, dan the 4th CCA
Rangkaian pertemuan the 4th SC-AROO, the 4th ATF-JCC, the 1st AC-SPS, Legal Expert on ATIGA, dan the 4th CCA merupakan pertemuan-pertemuan yang ada di bawah pilar ekonomi. Sebagai Chairman ASEAN, Indonesia perlu menjadi lead of example, salah satunya dengan memenuhi komitmen terkait dengan issues penting di bawah koordinasi the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) dan ASEAN Free Trade Area (AFTA) Council dan hal ini memerlukan dukungan dan koordinasi dari seluruh instansi terkait.
Pertemuan Plurilateral dan Bilateral pada Services Week WTO
Dari berjalannya rangkaian perundingan akses pasar jasa yang dilaksanakan secara bilateral dan plurilateral, negara-negara demandeur menyampaikan kekecewaannya terkait dengan hasil pembukaan pasar atau indikasi yang mengarah ke sana. Pada sisi lain, negara recipient yang menilai tingkat ambisi pembukaan pasar yang terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan mandat perundingan yang ada (Annex C Hing Kong Ministerial Declaration and Negotiations Guidelines). Selain itu, negara recipient juga mengaitkan situasi tersebut tidak lepas dari tidak terdapatnya kemajuan yang berarti pada perundingan isu Doha lain, seperti NAMA dan Pertanian. Diperkirakan situasi politis ini akan terus seperti ini dalam jangka waktu tertentu dan akan mempengaruhi situasi perundingan isu Doha secara keseluruhan.
Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS)
Dari berbagai intervensi yang disampaikan oleh negara anggota selama sidang Council for Trade in Services- Special Session tampaknya akan sulit bagi Ketua Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS) untuk menyusun suatu draft text yang dapat diterima oleh seluruh anggota. Masih lebarnya perbedaan posisi di antara negara anggota, khususnya mengenai tingkat ambisi perundingan isu akses pasar, kemungkinan hanya akan memaksa Ketua CTS-SS menyusun suatu report yang berisi state of play perundingan isu jasa selama ini.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
53
B. Tindak Lanjut Penyelesaian The 4th SC-AROO, the 4th ATF-JCC, the 1st AC-SPS, Legal Expert on ATIGA, dan the 4th CCA
Hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dari rangkaian pertemuan the 4th SC-AROO, the 4 th ATF-JCC, the 1st ACSPS, Legal Expert on ATIGA, dan the 4th CCA adalah sebagaimana tabel berikut: th
Tabel 1 Tindak Lanjut Pertemuan the 4 SC-AROO, the 4 th dan the 4 CCA No Isu Area Tindak Lanjut 1 Self Certification Mempersiapkan masukan INA terkait dengan draf amandemen ATIGA dan OCP ATIGA 2 Mechanism for Mempersiapkan recognition ASEAN tanggapan untuk originating products mekanisme ini imported under various Forms issued by ASEAN Member States with Dialogue Partners 3 Mechanism to Menyampaikan nama Communicate and contact person terkait Circulate Specimen dengan sirkulasi Signatures spesimen signatures 4 Implementation 1. Menyampaikan Issue: Customs nama contact Clearance person terkait isu customs-related matters; 2. Mempersiapkan guidelines mengenai customs procedures Indonesia. 5 Establishment of the Pembentukan Komite National Koordinasi Fasilitasi Coordinating Perdagangan tingkat Committe on Trade nasional yang Facilitation keanggotaanya meliputi lintas sektor 6 ASEAN Trade 1. Membahas Repository (ATR) technical design, penempatan (hosting) bagi NTR, dan keterkaitannya dengan INSW; 2. Mempersiapkan bahan share experience NTR/ATR.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
th
st
ATF-JCC, the 1 AC-SPS, Legal Expert on ATIGA,
Instansi/Unit Dit. Kepabeanan Internasional, Dit. Teknis Kepabeanan, Kemenkeu; Dit. Fasilitasi Ekspor dan Impor, Ditjen KII, Kemenperin. Dit. IATD, Dit Kerjasama Industri Internasional Wilayah II dan Regional, Kemenperin; Dit. Kepabeanan Internasional, Kemenkeu; Dit. Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag.
Waktu Special CCA tanggal 11-12 Mei 2011.
Dit. Teknis Kepabeanan, Kemenkeu; Dit. Fasilitasi Ekspor & Impor, Kemendag.
30 April 2011
Dit. Teknis Kepabeanan, Dit. Kepabeanan Internasional, Kemenkeu.
22 April 2011
15 Mei 2011
15 Mei 2011 Dit. Teknis Kepabeanan, Dit. Kepabeanan Internasional, Kemenkeu. Asisten Deputi Urusan Peningkatan Ekspor, Deputi IV Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kemenko Perekonomian.
sebelum Agustus 2011
Asisten Deputi Urusan Peningkatan Ekspor, Deputi IV Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan, Kemenko Perekonomian.
15 Mei 2011
54
7
Review of the Waiver for Rice and Sugar
8
Development of NTM Guidelines Updates on the newly introduced NTMs for 3 sectors: automotive, electronic, and textile
9
10
Trade Data Form D (2009-2010)
11
General Trade Data for Q1 2011
Mempersiapkan data impor dari negara anggota ASEAN dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Tanggapan atas konsep ILP Guidelines Menyampaikan list of NTMs untuk sektor otomotif, elektronik, dan tekstil.
Mempersiapkan Trade Data Form D Tahun 2009-2010. Mempersiapkan general trade data kwartal I tahun 2011.
Pusat Kerjasama Luar Negeri dan Dit. Pemasaran Internasional, Kementan.
segera mungkin
Pusat Pelayanan Advokasi, Dit Impor, Kemendag. Direktorat. IATD, Direktorat Industri Tekstil dan Aneka, Direktorat Industri Elektronika dan Telematika, Dit Kerjasama Industri Internasional Wilayah II dan Regional, Kemenperin. Direktorat Teknis Kepabeanan Kemenkeu, Dit. Fasilitasi Ekspor & Impor, Kemendag. Pusat Data Perdagangan dan Informasi Perdagangan, Kemendag.
26 April 2011 14 Me i2011
30 April 2011
18 Juni 2011
Pertemuan Plurilateral dan Bilateral pada Services Week WTO
Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional (Timnas PPI) yang terkait dengan isu perdagangan jasa, dapat melakukan review terhadap berbagai offer yang akan dimasukkan ke dalam dokumen revised offer ataupun final offer Indonesia, sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia. Review secara teknis mengenai revised offer atau final offer Indonesia tersebut kiranya perlu dilakukan secara serius agar pada saatnya terdapat situasi politis yang memungkinkan diakhirinya Putaran Doha, Indonesia telah siap dengan final offer yang solid. Hal demikian juga kiranya perlu dilakukan untuk memantapkan request Indonesia yang benar-benar sesuai dengan kepentingan pembukaan akses pasar Indonesia.
Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS)
Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional (Timnas PPI) perlu terus melakukan kajian dan simulasi yang mengarah pada pemantapan posisi perundingan Indonesia terhadap isu akses pasar dan rules yang dirundingkan di Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
55
BAB III PENUTUP
Kesimpulan umum
Selama bulan April 2011, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam beberapa perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral. Dari beberapa perundingan tersebut diperoleh beberapa hasil kesepakatan yaitu: Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat China Mengenai Perluasan dan Pendalaman Kerja Sama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan, Guiding Principles and Modalities for Negotiation of an Indonesia – Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement, Agreed Minutes, Summary of Discussion, dan Record of Discussion. Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses pembahasan. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Beberapa hal yang dirasa belum optimal pada bulan ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Adapun beberapa hal yang harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya oleh unit terkait.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode April 2011
56