DAFTAR ISI DAFTAR ISI....………………………………………...………………………………………............................. KATA PENGANTAR........................................................................................................... RINGKASAN EKSEKUTIF...……………………….......…………………………………….......................... DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ DAFTAR TABEL.................................................................................................................
1 3 4 8 9
BAB I
KINERJA…………....……...................................................................................... A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral............................ 1. Pertemuan Teknis Penyusunan Bahan Posisi Runding Indonesia untuk Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation……………………… 2. Persiapan Pertemuan Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD) ke19….………………………………………………………………………………………………….
10 10
B.
12
C.
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….………………….………….. 1. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin (4th APWGROO).................................................................................................. 2. Pertemuan the 52nd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI)….……………………………………………………………………………………….………. 3. Pertemuan High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) ke-19................................................................................... 4. Pertemuan Cosmetic Leaders Forum 2011................................................ 5. Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat ke-17..................
10
11
12 13 17 20 21
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya.................................................................................... 28 1. Pertemuan Pertama Joint Task Force to Promote the Image of Palm Oil............................................................................................................. 28 2. Sidang Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-13…..…………………. 29
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral.................................... 1. The 1st Round of negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA)............................................................ 2. Penandatanganan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA antara RI-Korea Selatan….…………………………………………. 3. Kunjungan Special Envoy Presiden RI ke Korea Selatan................................................................................................ 4. Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa…..………………… 5. Pertemuan Ketiga Joint Study Group Indonesia – Turki…..………………
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
31 31
35 36 38 39
1
E.
Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa.................................. 1. Pertemuan Bilateral dalam rangka Services Week – WTO....................... 2. Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO.......... 3. Pertemuan Plurilateral Membahas Perundingan Akses Pasar Perdagangan Jasa dalam rangka Services Week – WTO........................... 4. Pertemuan Council for Trade in Services - Special Session (CT-SS) WTO............................................................................................................. 5. Pertemuan Working Party on Domestic Regulation – WTO..................... 6. Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-64.....
41 41 43 44 46 48 49
BAB II
PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT......……………....................................... 60 A. Kendala dan Permasalahan….……………………………………………....................... 60 B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……………………………………………………………….. 61
BAB III
PENUTUP…..………………………………………………………………………………………………. 64
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
2
KATA PENGANTAR Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di forum kerja sama Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasionalnya. Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini. Terima kasih.
Jakarta,
Februari 2011
DIREKTORAT JENDERAL KPI
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Februari 2011, antara lain: Pertemuan Teknis Penyusunan Bahan Posisi Runding Indonesia untuk Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation Tujuan rapat kali ini adalah untuk menyusun tanggapan atas hasil informal meeting Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF) pada tanggal 14 Januari – 11 Februari 2011 yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan posisi runding Indonesia untuk sidang NGTF yang akan diselenggarakan pada tanggal 14-18 Februari 2011. Persiapan Pertemuan Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD) ke-19 Rapat diselenggarakan guna membahas membahas persiapan pertemuan Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD)-19 dengan agenda pembahasan yaitu penjelasan mengenai penyelenggaraan IPM CSD-19 dan pembahasan Provisional Organization of Work. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin (4th AP-WGROO) Pertemuan menyepakati: (i) mengkaji Terms of reference AP-WGROO dengan menggunakan paper China dan Jepang sebagai referensi sesuai amanat SEOM 1/42; (ii) merevisi work program AP-WGROO untuk menggabungkan target khusus berdasarkan kategori setiap elemen sesuai dengan convergence/divergente; (iii) mengusulkan workshop untuk sektor industri yang dikoordinasi oleh dialogue partnership; dan (iv) setiap negara anggota menyampaikan paper terkait isu-isu yang dibahas guna memudahkan diskusi pada pertemuan mendatang. Pertemuan the 52nd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI) Pertemuan antara lain membahas: (i) SEOM Work Programme and Deliverables 2011; (ii) CCI’s Deliverable for 2011; (iii) Private Sector Engagement; (iv) ASEAN Economic Community Scorecard; (v) Consultation Session on CCI Multi-year Work Programme 2011-2015; (vi) ACIA Reservation Lists dan Ratifikasi ACIA; (vii) Modality for the Reduction/Improvement of Investment Restrictions and Impediments; dan (viii) Investment Liberalisation Under AIA. Pertemuan High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) ke-19 Pertemuan ini membahas: (i) ASEAN Economic Integration Beyond 2015; (ii) ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard; (iii) High Impact Targets; (iv) Structural and Regulatory Reform; (v) Trade Policy Dialogue and Review (TPDR); (vi) ASEAN Connectivity; dan (iv) Evolving Regional Architecture and Centrality of ASEAN.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
4
Pertemuan Cosmetic Leaders Forum 2011 Pertemuan antara lain membahas: (i) Report From the 19th HLTF-EI; (ii) ASEAN Internal Integration; dan (iii) ASEAN External Relations. Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat ke-17 Dirjen KPI selaku Ketua SEOM memaparkan materi Overarching of the AEC and the role of the business community, yang pada intinya adalah paparan tentang komitmen AEC Blueprint, tujuan, dan perkembangan implementasinya. Pertemuan Pertama Joint Task Force to Promote the Image of Palm Oil Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melakukan langkah-langkah nyata dengan melakukan edukasi mengenai kelapa sawit. Kedua negara sepakat untuk membentuk EU Palm Oil Council yang bertugas untuk melakukan koordinasi dan menangani isu-isu terkait kampanye anti kelapa sawit dan pembangunan citra positif kelapa sawit. Sidang Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-13 Sidang membahas peraturan Uni Eropa tentang Energi Terbarukan (European Union Directives on the Promotion of the Use of Energy from Renewable Source/EU RED) yang dilakukan pada tingkat technical group on legal matters regarding EU RED and World Trade Organization (WTO). Indonesia dan Malaysia juga memberikan update dan laporan terhadap tindak lanjut hasil Sidang SWGPO ke-12 The 1st Round of Negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA) Pada perundingan putaran pertama IE-CEPA telah menyepakati: (i) perundingan kedua IE-CEPA akan dibentuk Working Group (WG) tambahan, yaitu WG on IPR, WG on Government Procurement, WG on Cooperation and Capacity Building, dan WG on General and Final Provisions; dan (ii) waktu dan tempat perundingan putaran kedua IECEPA direncanakan akan diselenggarakan pada tanggal 6-8 Juni 2011 di Jenewa, Swiss. Penandatanganan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA antara RI-Korea Selatan Penandatanganan MoU bertujuan untuk mencegah dan mengatasi pemalsuan Certificate of Origin (CoO)/Surat Keterangan Asal (SKA) dan pelanggaran lainnya yang mengganggu pelaksanaan perjanjian barang dalam kerangka AKFTA. Kunjungan Special Envoy Presiden RI ke Korea Selatan Maksud dan tujuan kunjungan Special Envoy adalah untuk mempromosikan Rencana Pembangunan Ekonomi Nasional VISI 2025, pengenalan program Indonesia Economic Development Corridor (IEDC) serta memperkuat kerja sama ekonomi kedua negara melalui peningkatan perdagangan bilateral hingga mencapai US$ 40 miliar pada tahun 2014. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
5
Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa Agenda pertemuan kali ini adalah membahas dan mendiskusikan beberapa isu utama antara lain pengembangan sektor perikanan, iklim investasi, pembangunan infrastruktur, mekanisme komunikasi yang efektif dengan stakeholder atas pembentukan kemitraan bilateral Indonesia – Uni Eropa, dan diskusi mengenai sektorsektor yang akan terkena dampak apabila rekomendasi Vision Group akhirnya menuju ke arah peningkatan hubungan bilateral. Pertemuan Ketiga Joint Study Group Indonesia – Turki Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari komitmen kedua negara yang telah disepakati pada pertemuan kedua JSG Indonesia – Turki di Jakarta, pada tanggal 7-8 Oktober 2010. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas Final Joint Report kedua pihak, menyusun kesimpulan dan rekomendasi dari JSG Indonesia – Turki dimaksud. Pertemuan Bilateral dalam rangka Services Week - WTO Pertemuan bilateral kali ini cukup intensif dan secara substansi mencakup sektor jasa yang menjadi kepentingan negara-negara mitra dagang utama seperti telekomunikasi, audio visual, CRS, distribusi, dan maritim. Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO Agenda utama sidang adalah pembahasan isu Emergency Safeguards Measures (ESM), Government Procurement (GP), dan subsidi. Pertemuan Plurilateral Membahas Perundingan Akses Pasar Perdagangan Jasa dalam rangka Services Week - WTO Pada umumnya negara anggota peserta pertemuan plurilateral sepakat bahwa pertemuan serupa perlu dilanjutkan pada services week mendatang untuk pertukaran pandangan di antara negara anggota WTO terkait dengan perundingan akses pasar perdagangan jasa, khususnya untuk mengetahui arah perundingan yang mendekati akhir perundingan Putaran Doha. Pertemuan Council for Trade in Services - Special Session (CT-SS) WTO Agenda utama sidang adalah pembahasan isu Implementation of the Modalities for the Special Treatment for Least-Developed Country Members in the Trade in Services Negotiations (LDCs Modalities) dan Review of Progress in Negotiations, Including Pursuant to Paragraph 15 of the Guidelines for Negotiations serta Organization of Future Work. Pertemuan Working Party on Domestic Regulation - WTO Pertemuan membahas Development of Regulatory Discipline under GATS Article VI.4, Working Party future work.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
6
Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-64 Fokus pembahasan pada pertemuan CCS Leads adalah mengenai: alokasi penggunaan fleksibilitas, penggunaan joint venture pada Schedule of Commitment AFAS 8, pemenuhan komitmen AFAS 8, pembahasan Draft MNP Agreement, dan Mutual Recognition Arrangement (MRA).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
7
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3
Gambar 4 Gambar 5
The 17th ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat....................................... The 1st Round of Negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership Agreement……………………………………………………………………………………………….. Penandatanganan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA………………………………………………………………………………………………………. Korea-Indonesia Business Forum.....………………………...................................... Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa ………...........................
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
28 35
36 37 39
8
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2
Kegiatan Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk Tahun 2011................................................................................................................. Tindak Lanjut ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin ke-4….…………
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
57 61
9
BAB I KINERJA A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral 1. Pertemuan Teknis Penyusunan Bahan Posisi Runding Indonesia untuk Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation Pertemuan Teknis dilaksanakan pada tanggal 9-10 Februari 2011 di Bogor. Section I
Pembahasan dalam section I, dilakukan terhadap isu-isu yang masuk dalam Agenda Sidang yaitu proposal-proposal dari negara-negara anggota sebagai berikut: 1) Proposal dari Hongkong terkait Article 1 tentang Publication, dan tanggapan negara-negara lain terhadap proposal ini; 2) Proposal dari India terkait Article 5 tentang Other measures to enhance impartiality, non-discrimination and transparency (Import Alerts, Detention, dan Test Procedures) dan tanggapan negara-negara lain terhadap proposal ini; 3) Proposal dari Multi-countries terkait Article 6 tentang Fees and Charges connected with importation and exportation; 4) Proposal dari Kanada terkait Article 7.2 tentang Separation of Release from Final Determination and Payment of Customs Duties, Taxes and Fees, dan tanggapan negara-negara lain terhadap proposal ini; 5) Proposal dari Uni Eropa terkait Article 9. Bis tentang Declaration of transshipped goods; 6) Proposal dari Uni Eropa terkait Article 10.5 tentang Single window/one time submission; dan 7) Proposal dari India terkait Article 12 tentang Custom cooperation mechanism for Trade facilitation and compliance.
Section II
Dalam Section II dilakukan pembahasan mengenai Proposal dari Guatemala terkait Special and Differential Treatment. Rapat dapat menyetujui usulan Guatemala untuk isu General Provision dan definisi kategori C sedangkan untuk kategori B tetap menggunakan usulan Indonesia terdahulu serta Kategori A mengambil dari draft text rev.6. dengan memilih alt. 1.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
10
Posisi Runding Indonesia
Rapat berhasil merumuskan posisi runding Indonesia baik dalam bentuk tanggapan maupun draft proposed text untuk seluruh isu tersebut. Dalam penyusunan posisi runding Indonesia tersebut, telah menilai aspek-aspek pengamanan kepentingan Indonesia, kondisi kesiapan di lapangan dan legislasi nasional di mana diharapkan dapat mengambil manfaat dari ketentuan tersebut terutama kemudahan yang akan diperoleh eksportir Indonesia pada proses keluar masuk barang serta transparansi kebijakan yang diterapkan di negara tujuan ekspor.
2. Persiapan Pertemuan Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD) ke-19 Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 4 Februari 2011 di Jakarta, untuk membahas persiapan pertemuan Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD)-19 dengan agenda pembahasan yaitu penjelasan mengenai penyelenggaraan IPM CSD-19 dan pembahasan Provisional Organization of Work. Intergovernmental Preparatory Meeting (IPM) Commission of Sustainable Development (CSD)-19 merupakan pertemuan pre-CSD-19 dengan agenda penyusunan draf dokumen negosiasi yang akan dibahas pada CSD-19. Pertemuan ini akan diselenggarakan pada tanggal 28 Februari-4 Maret 2011 di New York . Commission of Sustainable Development
CSD-19 yang akan diselenggarakan pada tanggal 2-13 Mei 2011 adalah merupakan pertemuan lanjutan dari CSD-18. Berbeda dengan CSD-18 yang hanya mengagendakan review session, pada CSD-19 kali ini merupakan policy session untuk merumuskan kebijakan berdasarkan tematema yang telah disepakati yaitu transport, chemicals, waste management, mining, dan sustainable on consumption and production.
Provisional Organization of Work
Dalam Provisional Organization of Work dijelaskan mengenai agenda terkait tema-tema yang akan dibahas dalam pertemuan IPM CSD-19. Tema-tema yang akan dibahas antara lain: transport, waste management, Sustainable Consumption Production (SCP), Small Island Developing States (SIDS), chemicals, mining, dan interlinkages and cross-cutting issues. Pertemuan ini akan diakhiri dengan penyusunan chair's draft negotiating text yang akan dibahas dalam CSD-19.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
11
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN 1. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin (4th AP-WGROO) Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin berlangsung pada tanggal 8-10 Februari 2011 di Jakarta. Pertemuan tersebut dipimpin oleh Mr. Wong Toon Joon, Deputy Director, Ministry of Trade and Industry, Singapore. Matrix Procedures to obtain Certificates of Origin in ASEAN
Pertemuan mencatat adanya perbedaan dokumen yang diperlukan dalam penerbitan Surat Keterangan Asal di antara ASEAN Member States dan Free Trade Agreement partners. Atas perbedaan tersebut pertemuan menyepakati untuk mempublikasikannya melalui website di masing-masing negara.
Comparative Matrix of Rules of Origin and Operational Certification Procedures in ASEAN’s Free Trade Agreements
Salah satu yang menjadi topik bahasan di dalam Comparative Matrix of Rules of Origin and Operational Certification Procedures in ASEAN’s Free Trade Agreements adalah mengenai partial cummulation, di mana Indonesia dan Thailand belum menyepakati untuk mengadopsi partial cummulation dengan dialogue partners, karena dikhawatirkan merugikan (adverse effect) bagi Small and Medium Enterprises (SMEs). Dalam pembahasan elemen-elemen convergence dan divergence atas Rules of Origin dan OCP ASEAN’s Free Trade Agreements (FTA), pertemuan sepakat menetapkan kategori sebagai berikut: 1) Kategori 1, elemen-elemen di mana isi dari ASEAN’s FTA’s terdapat persamaan dalam hal substansi dan teks; 2) Kategori 2, elemen-elemen di mana isi dari ASEAN’s FTA’s terdapat persamaan dalam hal substansi namun berbeda dalam teks; 3) Kategori 3, elemen-elemen di mana isi dari ASEAN’s FTA’s berbeda dalam hal substansi dan teks; 4) Kategori 4, mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan isu baru untuk memfasilitasi pemanfaatan berbagai macam FTA’s. Lebih lanjut pertemuan juga mencatat usulan Australia untuk memaksimalkan East Asia sebagai distribution hubs. Atas usulan tersebut Australia akan menyampaikan papernya pada pertemuan AP-WGROO mendatang. Sehubungan dengan treatment terhadap minor discrepancies, pertemuan meminta Jepang dan Singapura
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
12
dapat berbagi pengalaman mengenai respective customs (receiving authorities) dalam menyelesaikan minor discrepancies dan menyampaikannya pada AP-WGROO mendatang. Product Specific Rules
Pertemuan sepakat untuk meminta Sekretariat ASEAN untuk menganalisis tingkat divergence dan convergence product specific rules sektor pertanian, kimia dan plastik, produk tekstil, serta otomotif untuk dibahas pada pertemuan AP-WGROO mendatang.
Special and Differential Treatment for LeastDeveloped Countries (LDCs)
Pertemuan menyepakati pembahasan atas proposal yang disampaikan oleh Kamboja, Laos, dan Myanmar untuk dimasukkan dalam kategori 4 dan akan didiskusikan kembali pada pertemuan AP-WGROO mendatang.
Review of the 2011 work program for the ASEAN Plus Working Group on Rules of Origin
Pertemuan menyepakati: (i) mengkaji Terms of reference AP-WGROO dengan menggunakan paper China dan Jepang sebagai referensi sesuai amanat Senior Economic Official Meeting (SEOM 1/42); (ii) merevisi work program APWGROO untuk menggabungkan target khusus berdasarkan kategori setiap elemen sesuai dengan convergence/divergente; (iii) mengusulkan workshop untuk sektor industri yang dikoordinasi oleh dialogue partners, workshop tersebut diharapkan dilaksanakan sebelum ASEAN Summit bulan Oktober mendatang; dan (iv) setiap negara anggota menyampaikan paper terkait isu-isu yang dibahas guna memudahkan diskusi pada pertemuan mendatang.
2. Pertemuan the 52nd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI) Pertemuan the 52nd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI), telah diselenggarakan pada tanggal 8-10 Februari 2010 di ASEAN Sekretariat Jakarta. Pertemuan dipimpin oleh Mr. Nguyen Ba Cuong, Head of Investment Promotion Division, Foreign Investment Agency, Ministry of Planning and Investment, Vietnam dan dihadiri oleh seluruh negara anggota ASEAN kecuali Laos, serta perwakilan ASEAN Secretariat. SEOM Work Programme and Deliverables 2011
Pertemuan sepakat untuk menyampaikan Terms of Reference (TOR) CCI yang telah disahkan pada pertemuan AEM-12th AIA Council pada bulan Agustus 2009, dan ASEAN Strategic Investment Plan 2011-2015 ke dalam program kerja Senior Economic Official Meeting (SEOM) hingga tahun 2015.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
13
Terkait dengan draft TOR Mid-term Review of the ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint, pertemuan berpandangan bahwa studi The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) tentang Towards a More Effective ASEAN Economic Community Scorecard Monitoring System and Mechanism dapat dijadikan sebagai masukan dalam me-review AEC Blueprint, khusus terkait dengan penentuan indikator yang akan menggambarkan hubungan langsung antara implementasi AEC Blueprint dengan pertumbuhan ekonomi ASEAN. Sehubungan dengan arahan SEOM, pertemuan sepakat untuk membahas masalah-masalah teknis mengenai dampak dari liberalisasi investasi dilakukan pada pertemuan CCI ke-53 dibantu oleh ERIA. Pertemuan juga mencatat keputusan SEOM untuk mengundang Ketua working group untuk melaporkan kemajuan di bidang penting yang membutuhkan perhatian SEOM. CCI’s Deliverable for 2011
Pertemuan membahas rencana implementasi jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2011, antara lain: (i) Directory of Foreign Investors Living in ASEAN; (ii) Publication on New Growth Areas and Environment Friendly Industries; dan (iii) Promotion of Regional Cluster and Production Network.
Private Sector Engagement
Terkait dengan keputusan SEOM agar working group/committee dapat lebih melibatkan sektor swasta dalam melakukan pertemuan untuk mengetahui concern dari private sector khususnya di bidang investasi, CCI sepakat untuk memasukkan agenda ini ke dalam CCI multiyear work programme (2011-2015) tentang keterlibatan sektor swasta.
ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard
ASEC menjelaskan hasil kajian studi ERIA tentang Towards a More Effective ASEAN Economic Community Scorecard Monitoring System. CCI menilai bahwa studi ERIA ini penting dan oleh karenanya pertemuan sepakat untuk membahas kajian ini langsung dengan ERIA pada pertemuan CCI ke-53 pada bulan Maret 2011.
Consultation Session on CCI Multi-year Work Programme 2011-2015
Pada hari kedua, konsultan UNCTAD, memaparkan kembali kajiannya tentang konsep metodologi dalam penyusunan CCI Multi-year Work Programme sebagai kerangka kerja tahunan CCI periode 2011-2015. Pertemuan berpendapat bahwa draft CCI multi-year work programme yang disampaikan sangat komprehensif baik di tingkat keterlibatan maupun kerja sama antar dan intra-regional. Pertemuan membahas semua komponen di dalam pilar
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
14
investasi serta komponen Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam (CLMV) yang tercakup di dalam draft CCI multiyear work programme. Isu-isu penting lain yang dibahas antara lain liberalisasi investasi, korelasi kebijakan, kapasitas kelembagaan, program CLMV, proram bantuan CLMV, dan sinkronisasi berbagai aktivitas yang sedang berlangsung di dalam CCI multi-year work programme. Pertemuan juga membahas kemungkinan untuk mendirikan “ASEAN desk” yang akan membantu peningkatan fasilitasi investasi ASEAN dan memperkuat kapasitas kelembagaan ASEAN Member Status (AMS), terutama bagi negara CLMV. Pertemuan dapat menyetujui draf kerangka CCI multi-year work programme tersebut dan meminta AMS memberikan masukan terkait dengan kegiatan spesifik work programme tersebut kepada konsultan UNCTAD melalui ASEAN Secretariat paling lambat tanggal 28 Februari 2011. Pertemuan juga sepakat untuk mengidentifikasi dukungan eksternal yang diperlukan. Indonesia mengusulkan agar pilar pertama terkait dengan liberalisasi dan daya saing investasi, tidak dibuka untuk kerja sama dengan pihak eksternal. Setelah finalisasi, CCI multi-year work programme akan disampaikan kepada SEOM. ACIA Reservation Lists dan Ratifikasi ACIA
Myanmar menyampaikan kepada CCI bahwa sehubungan dengan kondisi politik Myanmar saat ini, maka proses pengesahan ACIA reservation oleh AIA Council Minister akan tertunda apabila reservation list dari 10 AMS akan disampaikan kepada AIA Council setelah bulan Maret 2011. Thailand menyampaikan kepada CCI bahwa Reservation List dan ratifikasi ACIA Thailand masih menunggu persetujuan dari Parlemen. Setelah mendapatkan persetujuan parlemen Thailand akan menyampaikan notifikasi ratifikasi kepada ASEC. Selanjutnya pertemuan menyetujui revisi Reservation List yang dilakukan oleh Brunei pada Reservation List No. 4 dan untuk reservation List Indonesia No. 13, 14, 16, 18, 20, dan 21. Indonesia lebih lanjut menginformasikan tentang diterbitkannya Undang-Undang No.13/2010 sejak bulan November 2010. Implikasi Undang-Undang ini adalah modal asing di subsektor ini dibatasi sampai 30%, dengan masa transisi selama empat tahun bagi investor yang telah menjalankan usahanya di subsektor hortikultura untuk menyesuaikan dengan peraturan hortikultura yang baru ini. Indonesia lebih lanjut juga menyampaikan kepada CCI bahwa saat ini, Indonesia masih dalam tahap penyelesaian
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
15
peraturan pelaksanaan dalam waktu dua tahun.
Undang-Undang
Hortikultura
Agar Undang-Undang baru tersebut tidak berdampak pada tertundanya ratifikasi dan entry into force ACIA, Indonesia mengusulkan untuk mengeluarkan (carve out) sub-sektor terkait hortikultura dan akan memasukkan kembali subsektor tersebut setelah detail peraturan yang terdapat pada peraturan pelaksanaan di selesaikan. Sehubungan dengan hal tersebut pertemuan membahas 2 (dua) opsi sebagai berikut: 1) Merubah Head Note yang telah final untuk merefleksikan sub-sektor agriculture yang akan dikeluarkan (carve out) dalam reservation list Indonesia; 2) Memasukkan reservastion list yang baru khususnya subsektor hortikultura ke dalam Reservation List ACIA Indonesia yang telah di susun. Beberapa AMS menyampaikan kekhawatirannya terhadap opsi pertama karena akan berdampak terhadap prosedur domestik AMS lain, untuk itu kemungkinan menggunakan opsi kedua. Dalam pertemuan tersebut Indonesia telah menyampaikan draf teks untuk reservasi yang baru pada sub-sektor hortikultura dan menyampaikan bahwa persetujuan domestik reservasi ini baru dapat diperoleh bersama-sama dengan diselesaikannya ratifikasi ACIA. Pertemuan sepakat agar AMS melakukan konsultasi internal terkait dengan diterbitkannya Undang-Undang Hortikultura Indonesia dan akan dibahas inter-sessionally paling lambat tanggal 18 Februari 2011. Modality for the Reduction/ Improvement of Investment Restrictions and Impediments
CCI telah menyetujui draf modalitas penghapusan/ pembatasan hambatan investasi dan akan disampaikan kepada AEM Retreat ke-17 untuk dapat pengesahan. Pertemuan berpendapat bahwa target waktu liberalisasi atas reservation list pada tahun 2015 untuk realisasi AEC akan berpengaruh pada program kerja SEOM/AEM, untuk itu perlu membangun pemahaman umum mengenai hal ini dan diputuskan pada pertemuan AEM Retreat pada bulan Februari 2011.
Investment Liberalisation Under AIA
Rapat membahas perkembangan liberalisasi sektor/ subsektor berdasarkan Temporary Exclusion List (TEL) AIA yang sudah harus dihapuskan pada tahun 2010. Indonesia menyampaikan masih perlu untuk berkonsultasi dengan instansi terkait dan akan menyampaikan masukannya terkait dengan perkembangan TEL kepada ASEAN Sekretariat tanggal 17 Februari 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
16
3. Pertemuan High-Level Task Force on ASEAN Economic Integration (HLTF-EI) ke-19 Pertemuan HLTF-EI ke-19 berlangsung pada tanggal 10-11 Februari 2011 di Phnom Penh, Kamboja. ASEAN Economic Integration Beyond 2015
Pertemuan sepakat bahwa fokus utama integrasi ekonomi ASEAN beyond 2015 adalah melanjutkan implementasi AEC Blueprint secara menyeluruh dengan memberi penekanan khusus pada pilar 2 dan 3 dari AEC Blueprint antara lain: bidang transport, information and communications technology (ICT), competition policy, consumer protection, intellectual property rights, small and medium enterprises (SMEs), dan narrowing development gap. HLTF-EI menyambut baik rencana studi Asian Development Bank Institute (ADBI) tentang “ASEAN 2030: Growing Together for Economic Prosperity” dan memberikan masukan komprehensif bagi penyempurnaan rencana studi tersebut. Indonesia antara lain mengusulkan agar isu development seperti aid for trade, financial inclusion, SME, dan safety net dan peran strategis ASEAN dalam perekonomian global dapat dijadikan sebagai input dalam menyusun target ASEAN di tahun 2030. Pertemuan sepakat bahwa hasil studi ADBI ini nantinya akan dijadikan sebagai bahan dasar bagi HLTF-EI dalam menyusun fokus dan langkah-langkah ASEAN untuk mencapai target strategis ASEAN pada tahun 2030 (ADBI mengusulkan target ASEAN 2030 sebagai RICH ASEAN atau Resilient, Inclusive, Competitive, and Harmonious ASEAN).
ASEAN Economic Community (AEC) Scorecard
Pertemuan mencatat laporan Sekretariat ASEAN tentang posisi scorecard periode 2008-2009 yang tidak mengalami peningkatan sejak Oktober 2010 (83,8%) dan capaian scorecard periode 2010-2011 yang masih relatif rendah (25,9% dari total 189 measures atau 47,12% dari 104 measures yang target waktunya 31 Januari 2011), serta menugaskan SEOM untuk memonitor implementasi AEC Blueprint sesuai time frame dan membahas upaya penyelesaian pending measures khususnya critical measures dengan sectoral bodies terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, HLTF-EI juga merekomendasikan diselenggarakannya pertemuan tahunan dari Committee of the Whole for AEC back-to-back dengan SEOM (pertemuan pertama pada SEOM 3/42 bulan Juni 2011) untuk meningkatkan koordinasi di antara ASEAN sectoral bodies dan private sectors, serta untuk membahas tantangan/hambatan dalam mengimplementasikan AEC Blueprint.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
17
Pertemuan juga sepakat untuk memberikan perhatian khusus terhadap implementasi measures dari pilar 2 dan 3 dari AEC Blueprint guna memastikan tercapainya integrasi ekonomi yang mencakup keempat pilar AEC Blueprint secara seimbang. HLTF-EI menyambut sangat baik hasil survei ERIA tentang feedback dari stakeholders dalam menentukan core measures AEC Blueprint yang memerlukan perbaikan scoring system, dan atas usul Indonesia, pertemuan meminta ERIA menggunakan feedback dari stakeholders tersebut sebagai current situation dalam melakukan Mid Term Review (MTR) AEC Blueprint dan dalam menentukan building measures/langkah-langkah strategis guna mewujudkan AEC 2015. Untuk dapat fokus pada MTR, ERIA diminta untuk segera menyelesaikan perbaikan scoring system dimaksud sesuai arahan AEC Council dan menyampaikan usulan perbaikannya kepada HLTF-EI sebelum tanggal 31 Maret 2011 untuk mendapatkan persetujuan secara ad-referendum paling lambat tanggal 15 April 2011. High Impact Targets
Pertemuan membahas kembali lima indikator high impact targets yang telah disepakati oleh HLTF-EI ke-18 sebagai indikator yang dapat meyakinkan dunia usaha tentang kesungguhan ASEAN dalam memperbaiki iklim usaha dan investasi menuju AEC pada tahun 2015. Pertemuan sepakat dengan usulan Indonesia untuk menyempurnakan kelima indikator tersebut dengan mengikutsertakan ASEAN+1FTA’s trade share, FDI share dan utilization rate sebagai faktor yang turut menentukan target realistis yang akan dicapai pada tahun 2015. Demikian halnya dengan tiga indikator lainnya mengenai ease of doing business, Indonesia mengusulkan agar World Bank (WB) dengan menggunakan metode forecasting dapat menyediakan data ketiga indikator tersebut dalam bentuk targets of ASEAN yang achievable (doing business of ASEAN) setiap tahun hingga 2015, bukan targets of individual Member. Untuk merumuskan metode penentuan achievable ASEAN targets tersebut, WB merencanakan penyelenggaraan workshop yang bertujuan untuk mendapatkan inputs bagi metode penentuan achievable targets pada bulan April 2011 dan hasilnya akan dilaporkan pada pertemuan HLTFEI ke-20 untuk selanjutnya dilaporkan kepada AEM ke-43 bulan Agustus 2011. HLTF-EI menugaskan SEOM untuk melakukan pengukuran waktu dan biaya pengiriman suatu barang kepada
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
18
beberapa negara anggota ASEAN dan negara mitra dialog secara kontinu setiap tahun sebagai langkah konkret untuk mengetahui kemajuan yang dicapai oleh ASEAN terkait 2 (dua) indikator tersebut. Structural and Regulatory Reform
HLTF-EI membahas rencana kerja regulatory reform untuk periode 2011-2012 yang diusulkan oleh Sekretariat ASEAN dan sepakat untuk: (i) menyelenggarakan ARRD yang pertama pada bulan Juli 2011, back-to-back dengan HLTFEI ke-20 dengan meminta negara anggota mempresentasikan best practices dan pengalamannya dalam melaksanakan regulatory reform khususnya di bidang investment facilitation, trade in services dan transport; (ii) menyelenggarakan symposium ASEAN-OECD tentang Regulatory Reform pada kuartal terakhir 2011, dan (iii) kunjungan perwakilan ASEAN dan OECD untuk saling bertukar pengalaman di antara kedua organisasi tersebut.
Trade Policy Dialogue and Review (TPDR)
HLTF-EI mencatat laporan Sekretariat ASEAN tentang daftar trade restrictive dan trade facilitate measures ASEAN yang diperoleh dari Laporan WTO Trade Policy Review (TPR WTO). Meskipun baru 4 (empat) negara yang tercatat memiliki trade restrictive dan trade facilitative berdasarkan notifikasi November 2009-Oktober 2010, namun pertemuan sepakat agar Sekretariat ASEAN tetap menyiapkan laporan seperti ini setiap tahun sebagai alat monitoring dan analisis ASEAN.
ASEAN Connectivity
Pertemuan menyambut baik Master Plan on ASEAN Connectivity yang telah disahkan oleh Leaders pada bulan Oktober 2010 dan menggarisbawahi tentang pentingnya peranan physical and institutional connectivity dalam meningkatkan perdagangan, investasi dan pertumbuhan ekonomi ASEAN.
Evolving Regional Architecture and Centrality of ASEAN
HLTF-EI mencatat laporan ERIA mengenai Comprehensive Mapping, Review and Assessment Study of the FTA Commitments in ASEAN dan sepakat dengan pandangan Indonesia bahwa laporan tersebut masih merupakan modalitas untuk menyusun rekomendasi sebagai policy options bagi ASEAN dalam menyikapi evolving regional architecture. Untuk itu, pertemuan meminta ERIA menggunakan hasil pembahasan dari 4 (empat) ASEAN Plus Working Groups (APWGs), Asia Regional Integration Center (ARIC) FTA Database dan hasil kajian lainnya sebagai referensi dalam menyusun mapping tersebut dan selanjutnya menyusun rekomendasi dimaksud dengan mengikutsertakan mapping and comparative analysis dari ASEAN + 1 FTAs dan bilateral FTAs. Diharapkan kajian ini
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
19
dapat dilaporkan pada pertemuan HLTF-EI ke-20 pada bulan Juli 2011. 4. Pertemuan Cosmetic Leaders Forum 2011 Pertemuan Cosmetic Leaders Forum 2011 yang bertemakan Towards the ASEAN Economic Community diselenggarakan oleh ASEAN Cosmetics Association (ACA) di Marina Bay Sands, Singapura, pada tanggal 17 Februari 2011. Pertemuan dibuka secara resmi oleh Menteri Negara Singapura, dari Kementerian Perdagangan dan Perindustrian dan Kementerian Tenaga Kerja serta dihadiri oleh peserta yang merupakan pelaku usaha bidang kosmetik dari 10 (sepuluh) negara anggota ASEAN. Pertemuan berlangsung dalam 4 (empat) sesi yakni: (i) ASEAN Economic Community and Industries; (ii) Time and Value for Cosmetics Industry-Perspective from Trade and Investment Facilitation; (iii) Invest in ASEAN for better off of 600 million citizens; dan (iv) ASEAN Trade Facilitation Initiatives. Acara penting tanya-jawab untuk mendapatkan masukan dari para pelaku usaha diadakan dalam 2 (dua) kali panel (setiap 2 sesi). Overarching of the AEC and the role of the business community
Pada sesi pertama, Dirjen KPI selaku Ketua SEOM memaparkan materi Overarching of the AEC and the role of the business community, yang pada intinya adalah paparan tentang komitmen AEC Blueprint, tujuan, dan perkembangan implementasinya, dimaksudkan untuk mengarahkan sesi selanjutnya yang fokus pada pembahasan tentang peran dunia usaha dan industri dalam mendorong pencapaian AEC di 2015.
Harapan Dunia Usaha
Dalam upaya mendorong pertumbuhan industri kosmetik yang kompetitif menuju AEC 2015 untuk menyuplai kebutuhan konsumen dengan produk dan jasa kosmetik yang aman dan berkualitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi ASEAN, dunia usaha menyampaikan harapannya agar pemerintah negara-negara ASEAN melakukan hal-hal penting berikut: (i) harmonisasi regulasi dan penghapusan hambatan perdagangan (technical requirements, import/export, advertising); (ii) memperbaiki konektivitas khususnya di bidang infrastruktur di antara negara-negara ASEAN; (iii) mempertahankan secara konsisten standar ASEAN (ACD) yang sudah diharmonisasi dalam mendukung implementasi AEC; dan (iv) menggalakkan mekanisme dialog yang efektif antara pemerintah negara-negara
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
20
ASEAN dengan private sector (Public-Private Sector Dialogue). Kerja Sama dengan Dialogue Partners
Terkait kerja sama dengan Dialogue Partners (DPs), dunia usaha memandangnya sebagai peluang besar yang harus dapat diakses oleh pelaku usaha ASEAN baik dalam mengisi kebutuhan pasar negara DPs maupun dalam menarik investasi dari DPs untuk mendorong pertumbuhan industri kosmetik di ASEAN. Untuk itu, proses integrasi ASEAN harus didorong terimplementasi secara efektif agar menjadi daya tarik bagi investasi negara DPs. Dalam upaya meningkatkan akses pasar kosmetik ke negara DPs, pelaku usaha mengharapkan adanya kesepakatan harmonisasi standar dan regulasi antara ASEAN dengan negara DPs tersebut khususnya dengan negara potensi pasar besar yaitu China dan Jepang. Dilaporkan, hingga saat ini produk kosmetik ASEAN belum mampu memasuki pasar China.
5. Pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat ke-17 Pertemuan AEM Retreat ke-17 yang dihadiri oleh para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministers— AEM) dan dipimpin oleh Menteri Perdagangan RI, berlangsung pada tanggal 26-27 Februari 2011. Report From the 19th HLTF-EI
Sejumlah Menteri memberikan masukan terkait kajian ADB Institute mengenai ASEAN 2030, kajian ERIA mengenai scoring system (penyempurnaan mekanisme AEC Scorecard), kajian World Bank untuk menentukan high impact targets yang dapat diukur dalam rangka pencapaian AEC 2015, dan rencana pelaksanaan ASEAN Regulatory Reform Dialogue yang dimulai saat pertemuan HLTF-EI berikutnya. Menyangkut kajian-kajian yang sedang dilaksanakan, para Menteri menekankan pentingnya memberi perhatian pada masalah “gaps” antara keputusan/kesepakatan dan pelaksanaannya. Para Menteri CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) secara khusus menekankan pentingnya HLTF-EI untuk memberi perhatian pada Pilar Ketiga HLTF-EI dan sepakat dengan Indonesia untuk juga memberi fokus pada masalah food security dan energy security. Ketua AEM menggarisbawahi agar HLTF-EI memfokuskan agenda dan program kerjanya pada dua track: pertama adalah pada bidang/isu di mana ASEAN dapat melakukannya lebih baik (where ASEAN can do better) dan, kedua pada bidang/isu di mana ASEAN masih harus bekerja keras (where more work needed).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
21
ASEAN Internal Integration Persisting Impediments to the Realization of AEC in 2015
Menindaklanjuti laporan AEC Council pada KTT ASEAN bulan Oktober 2010, para Menteri membahas lambatnya implementasi kesepakatan karena adanya hambatan peraturan perundang-undangan/ regulasi/prosedur dan masalah koordinasi di tingkat nasional maupun regional. Para Menteri sependapat perlu diperoleh pemahaman yang utuh mengenai sistem perundangan dan kebijakan di masing-masing negara anggota untuk dapat menentukan langkah yang akan ditempuh secara kolektif maupun secara individual, mengingat setiap negara menghadapi permasalahan yang khas bagi negara bersangkutan. Para Menteri sepakat agar masing-masing anggota memikirkan langkah selanjutnya dan untuk menugaskan SEOM membahas rekomendasi yang dapat diusulkan. Indonesia menginformasikan bahwa tahun ini AEC Council akan mendapatkan slot waktu sekitar 30 menit untuk menyampaikan laporan lisan kepada para Pemimpin ASEAN, dan untuk itu diharapkan para Menteri dapat menyampaikan pemikiran mengenai hal-hal yang akan ditekankan kepada para Pemimpin pada bulan Oktober 2011, termasuk perlunya arahan konkret dan dukungan politis dari para Pemimpin.
Putting More Focus on the Work in the 3rd Pillar of AEC Blueprint
Para Menteri sangat mendukung pemikiran Indonesia untuk memberi perhatian khusus pada Pilar Ketiga AEC mulai tahun 2011 ini. Dukungan tertulis juga disampaikan melalui surat Menteri Industri dan Perdagangan Laos agar tahun ini AEM menekankan program kerja pembangungan UKM dan pengurangan kesenjangan pembangunan (narrowing development gaps atau NDG) sebagai deliverables penting tahun ini. Khusus untuk masalah NDG, para Menteri menyepakati usulan Sekretariat ASEAN untuk mengembangkan program khusus di lima sektor/bidang yaitu: pertanian, investasi, transportasi, fasilitasi perdagangan, dan pemanfaatan ASEAN+1 FTAs yang diharapkan dapat mendorong investasi, connectivity, dan perdagangan intra-ASEAN. Khusus mengenai pengembangan UKM, beberapa negara mengemukakan pandangan yang berbeda mengenai peran pemerintah. Di satu pihak ada pandangan bahwa Pemerintah tidak dapat memberikan dukungan langsung karena karakter dasar UKM yang sewaktu-waktu dapat berpindah bidang usaha atau menutup usahanya. Pandangan lain adalah bahwa di negara yang kurang berkembang dukungan Pemerintah justru sangat
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
22
diperlukan agar UKM dapat bertahan dan berkembang keluar dari wilayah tradisionalnya (yakni pasar lokal) untuk juga menikmati manfaat integrasi ekonomi ASEAN dan skim ASEAN+1 FTAs. Dalam konteks ini Indonesia menawarkan pemikiran bahwa program kerja NDG bersifat lintas sektor dan lintas negara. Perhatian pada NDG dapat mengatasi kesenjangan di tingkat daerah, nasional, dan regional, sekaligus kesenjangan antara pelaku usaha besar dan UKM serta kesenjangan antar UKM di negara kurang berkembang, berkembang dan maju. Dengan kata lain, orientasi pada Pilar Ketiga AEC di pilar 3 ini seharusnya tidak dibatasi hanya pada masalah SME development dan NDG, tetapi lebih luas lagi pada development agenda yang menjadi penyeimbang (counter balance) terhadap dampak negatif yang muncul akibat dari pelaksanaan ketiga Pilar AEC lainnya. Khusus mengenai usulan diwujudkannya konsultasi berkala antara AEM dan ASEAN SME Advisory Board, para Menteri dapat mendukung namun harus disusun agenda dengan target yang jelas. Sementara untuk usulan diselenggarakannya ASEAN SME Innovation Award 2011, para Menteri sepakat bahwa kriteria pemilihan UKM yang akan dinominasikan perlu disamakan pada level regional (misalnya UKM yang berhasil memanfaatkan skim AFTA dan/atau ASEAN+1 FTAs), dan penyelenggaraan SME Innovation Award 2011 dijadikan salah satu program dalam Annual ASEAN Business and Investment Summit yang dikelola oleh ASEAN Business Advisory Council atau ABAC. Para Menteri sepakat untuk menugaskan HLTF-EI, SEOM(Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam), SEOM, Sekretariat ASEAN, dan Indonesia selaku Ketua ASEAN untuk membahas dan mematangkan lebih lanjut pengembangan kebijakan dan program kerja pada Pilar Ketiga AEC ini, termasuk menetapkan quickwins agar program yang menjadi prioritas ASEAN pada tahun 2011 dan tahun selanjutnya merupakan kebutuhan anggota ASEAN khususnya UKM dan negara-negara CLMV yaitu Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Making the AEC work for Private Sector
Para Menteri menyambut baik keputusan SEOM 1/42 untuk berinteraksi dan melaksanakan dialog dengan private sector (public-private sector engagement/PPE) secara reguler dan terstruktur untuk dapat saling bertukar informasi dan input guna memaksimalkan manfaat AEC bagi private sectors. Disarankan oleh pertemuan agar
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
23
SEOM memberikan fokus dan waktu yang cukup untuk berdialog dengan private sectors ini secara regular. Para Menteri juga mendukung rencana SEOM untuk berdialog dengan private sectors dari industri pharmaceutical dan foodstuffs pada pertemuan SEOM yang akan datang, antara lain terkait dengan meningginya harga minyak dunia yang dikhawatirkan akan berimbas pada food security dan public health. ASEAN Beyond 2015
Pertemuan mencatat rencana kajian ADB Institute tentang “ASEAN 2030: Growing Together for Economic Prosperity”, yang menargetkan ASEAN pada tahun 2030 sebagai “RICH ASEAN” (Resilient, Inclusive, Competitive, and Harmonious ASEAN). Pertemuan memandang konsep “resilient” dapat dikaitkan dengan ketahanan ASEAN menghadapi external pressures and shocks, “inclusive” terkait langsung dengan Pilar Ketiga AEC, dan “competitive” terkait dengan Pilar Kedua AEC. Meskipun demikian pertemuan sepakat bahwa kajian ADB Institute ini hanya akan menjadi salah satu referensi ASEAN untuk merumuskan visi ASEAN Beyond 2015. Para Menteri selanjutnya menugaskan HLTF-EI untuk memberikan masukan bagi penyempurnaan studi tersebut. Pemikiran lain disampaikan oleh salah satu negara anggota, yakni agar dalam merumuskan visi ASEAN Beyond 2015 ASEAN juga mengkaji konsep yang diterapkan dalam Trans Pacific Strategic Economic Partnership atau TPP yang diarahkan untuk menjadi 21st Century FTA dengan memasukkan bidang-bidang yang masih baru dan tidak terdapat dalam ASEAN+1 FTAs seperti government procurement dan UKM.
Modality for the Elimination/ Improvement of Investment Restrictions and Impediments
Para Menteri menyambut baik kesepakatan yang dicapai oleh Coordinating Council for Investment (CCI) mengenai modalitas self-selection bagi pengurangan/penghapusan hambatan yang terdapat dalam reservation list anggota pada ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). Pertemuan sependapat bahwa modalitas ini perlu mendapatkan konfirmasi lebih dulu dari Menteri-menteri ASEAN Investment Area Council secara ad-referendum sebelum disahkan oleh AEM. Pembahasan di bawah topik ini selanjutnya diarahkan pada batasan (timeline) terwujudnya AEC 2015, apakah pada 1 Januari 2015 atau 31 Desember 2015, mengingat AEC Blueprint tidak secara spesifik menjelaskan hal ini dan program kerja AEM di berbagai bidang menggunakan timeline yang berbeda. AEM sepakat bahwa pencapaian AEC adalah pada 1 Januari 2015 yang direfleksikan dari
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
24
tercapainya high impact targets dari AEC sementara target lainnya akan diselesaikan sepanjang tahun 2015 dan berakhir pada tanggal 31 Desember 2015. Private Sector Engagement/Dialogue
Di bawah topik ini para Menteri membahas dua isu yaitu: (i) restrukturisasi sekaligus efisiensi forum konsultasi antara AEM dengan dewan bisnis dan asosiasi industri; dan (ii) tanggapan atas usulan private sectors di bidang Rules of Origin (RoO). Khusus untuk restrukturisasi forum konsultasi, AEM sepakat untuk menggelar satu saja sesi konsultasi di mana semua wakil dewan bisnis dan asosiasi industri duduk bersama-sama melakukan dialog dengan AEM. Dalam kaitan ini AEM menyepakati mekanisme yang diusulkan oleh SEOM terkait proses persiapan dan pelaksanaannya. Sementara mengenai usulan di bidang RoO, para Menteri mencatat diskusi yang telah dilakukan di tingkat committee dan dilaporkan kepada SEOM. Para Menteri menugaskan SEOM dan badan bawahannya yang relevan untuk melanjutkan diskusi ini dan melaporkan hasilnya pada saat pertemuan AEM bulan Agustus 2011.
AEM Deliverables for 2011
Pertemuan membahas daftar deliverables yang akan diwujudkan AEM pada tahun 2011 ini. Beberapa negara mengusulkan agar perhatian khusus diberikan pada pencapaian deliverables yang memiliki karakteristik “high impacts” dan “must-have” deliverables pada tahun 2011 ini. Daftar deliverables ini bersifat living document yang dapat dilakukan penambahan sewaktu-waktu sesuai perkembangan yang dicapai SEOM bersama badan-badan bawahannya. ASEAN External Relations
AEM Road Show 2011 to US
Para Menteri menyambut baik tawaran dari US-ASEAN Business Council (USABC) untuk melaksanakan 2011 AEM Road Show to US sebelum pelaksanaan pertemuan APEC MRT pada tanggal 19-20 Mei 2011 di Big Sky, Montana. Namun untuk menjaga soliditas dan sentralitas ASEAN, para Menteri sepakat untuk tidak melaksanakan AEM Road Show 2011 karena dipastikan pihak Amerika Serikat tidak mengizinkan seluruh AEM untuk berpartisipasi. Sebagai jalan tengah, pertemuan sepakat untuk mengusulkan agar USABC menyelenggarakan kegiatannya secara independen dan mengundang seorang atau beberapa Menteri yang akan mengikuti pertemuan APEC MRT untuk memberikan speech atau keynote address sebagai invited guest(s). Dengan pendekatan ini maka partisipasi para Menteri merupakan keputusan masing-masing negara anggota ASEAN yang diundang dan bukan keputusan AEM.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
25
Pertemuan juga meminta Indonesia, selaku country coordinator untuk ASEAN-US TIFA, untuk mengkaji kemungkinan penyelenggaraan business event di ASEAN secara back-to-back dengan pertemuan-pertemuan AEM seperti ASEAN-EU Business Summit yang akan digelar pada bulan Mei 2011 sehari sebelum Pertemuan Preparatory AEM dan Pertemuan Konsultatif AEM-EU Trade Commissioner. ASEAN-EU Business Summit
Para Menteri mendapatkan update dari Indonesia mengenai rencana penyelenggaraan the First ASEAN-EU Business Summit pada tanggal 5 Mei 2011 mendahului Pertemuan Preparatory AEM, Pertemuan Konsultatif AEMEU Trade Commissioner, Pertemuan AEC Council, dan KTT ke-18 ASEAN. Indonesia mengharapkan kerja sama AEM untuk: (i) tiba di Jakarta pada tanggal 5 Mei guna berpartisipasi pada sessi B-to-G dialogue dalam ASEAN-EU Business Summit; dan (ii) mendorong para CEO dari perusahaan dan UKM terkemuka di masing-masing negara untuk berpartisipasi dalam ASEAN-EU Business Summit. Para Menteri CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) meminta perhatian Indonesia dan Sekretariat ASEAN mengenai kemungkinan mendapatkan dukungan “in-kind” untuk memastikan keterlibatan private sectors dari CLMV. Indonesia sepakat untuk mencari kemungkinan ini dari sumber yang ada, seperti investor besar EU di Indonesia atau di negara ASEAN lainnya.
India-ASEAN Business Fair and Business Conclave
Para Menteri mencatat program “Special Addresses by ASEAN Ministers” yang akan dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2011 dalam rangkaian India-ASEAN Business Fair and Business Conclave, pada tanggal 2-6 Maret 2011 di New Delhi. Disepakati agar Malaysia sebagai country coordinator ASEAN-India FTA mewakili ASEAN menyampaikan special address ASEAN pada pertemuan tersebut.
ASEAN-FJCCIA Business Dialogue
Para Menteri sepakat untuk meminta pihak penyelenggara ASEAN-Federation of Japanese Chamber of Commerce and Industry in ASEAN (FJCCIA) Business Dialogue yang akan diselenggarakan pada tanggal 8-9 Juli 2011 di Kuala Lumpur untuk memasukkan industri pertanian sebagai salah satu issue area dalam “Panel Discussion on Enhancing Economic Cooperation in Specific Sectors,” karena sementara ini hanya mencakup sektor otomotif, elektronik, electrical equipment, dan energi yang menjadi kepentingan Jepang. Secara khusus para Menteri meminta agar isu rendahnya penggunaan fasilitas FTA dalam
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
26
kerangka ASEAN-Japan CEP juga dimasukkan sebagai salah satu pokok pembahasan dalam dialog yang akan dilakukan antara AEM, METI, dan pihak swasta. Emerging Regional Architecture
Para Menteri bertukar pandangan tentang perubahan situasi regional yang mempengaruhi integrasi ekonomi ASEAN, dan bagaimana ASEAN dapat menjaga peran sentralnya dan berkontribusi terhadap perekonomian global. Sebagian Menteri memberikan pandangan berbeda terhadap ASEAN+3, Closer Economic Partnership in East Asia (CEPEA), dan East Asian Summit. Secara khusus Singapura mengusulkan agar ASEAN bergerak lebih cepat dan memutuskan alternatif yang akan ditempuh, atau kehilangan momentum untuk menjaga dan memainkan peran sentral ASEAN dalam emerging regional economic integration. Para Menteri sepakat agar ASEAN memusatkan perhatian utamanya pada pemanfaatan FTA yang sudah ada dan berbagi informasi tentang masalah dalam mengoptimalkan pemanfaatan FTA+1. Para Menteri berbeda pendapat mengenai pace untuk membahas masalah konsolidasi FTAs ini. Singapura misalnya, memandang tahun ini saatnya ASEAN memutuskan langkah berikutnya dalam proses konsolidasi. Sementara negara lainnya berpendapat masih sulit saat ini untuk menentukan pilihan yang tepat karena adanya risiko berpindahnya sentralitas ASEAN ke negara non-ASEAN. Selanjutnya para Menteri menilai bahwa tiga dari empat ASEAN Plus Working Group sudah mencatatkan sejumlah kemajuan bahkan sudah melibatkan Mitra Dialog dalam diskusi. AEM sependapat agar ASEAN Plus Working Groups mulai menyiapkan rekomendasinya untuk hal-hal yang terkait dengan perdagangan barang. Khusus mengenai pemikiran Jepang untuk membentuk AEM-FTA Partner forum, para Menteri berpendapat bahwa terlalu prematur untuk membentuk forum tersebut karena keempat ASEAN Plus Working Groupds masih melakukan konsolidasi untuk selanjutnya menyusun rekomendasi final.
G20
Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 menyampaikan perkembangan isu yang dibahas di G-20, antara lain bahwa G-20 juga memberikan perhatian khsusus terhadap isu emerging market economy dan setuju untuk melihat isu ekonomi dalam konteks yang berbeda. G-20 cenderung melihat permasalahan secara global seperti global imbalance, dan dampak dari fokus suatu negara yang hanya tertuju pada peningkatan ekspor sementara negara
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
27
lain terkunci dalam desakan untuk melakukan impor. Oleh sebab itu salah satu agenda G-20 adalah mencoba untuk mengidentifikasi capital reform terkait dengan capital flow yang saat ini cenderung menciptakan unwanted impact.
th
Gambar 1 The 17 ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya 1. Pertemuan Pertama Joint Task Force to Promote the Image of Palm Oil Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 9 Februari 2011 di Solo. Indonesia dan Malaysia sepakat untuk melakukan langkah-langkah nyata dengan melakukan edukasi mengenai kelapa sawit. Penggunaan Jasa Lobbyist/perusahaan Public Affair
Berdasarkan pengalamannya, Malaysia berpandangan bahwa menyewa lobbyist/perusahaan public affairs merupakan strategi efektif untuk mengatasi kampanye anti kelapa sawit karena kepiawaian mereka dan pengalaman perusahaan tersebut dalam beroperasi di seluruh dunia.. Indonesia memerlukan waktu untuk mempertimbangkan isu ini dan menyampaikan pula bahwa isu ini dapat dimasukkan dalam proposal untuk pembentukan EU Palm Oil Council.
RED dan WTO
Indonesia mengemukakan kemungkinan melakukan konsultasi ke Committee on Technical Barrier to Trade WTO terkait indikasi EU RED tidak sejalan dengan ketentuan WTO, Malaysia membutuhkan waktu guna mempelajari hal ini terutama dari aspek hukum.
Pembentukan EU Palm Oil Council
Kedua negara sepakat untuk membentuk EU Palm Oil Council yang bertugas untuk melakukan koordinasi dan menangani isu-isu terkait kampanye anti kelapa sawit dan pembangunan citra positif kelapa sawit. Malaysia akan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
28
menyiapkan proposalnya termasuk struktur organisasi dan ketentuan keuangan paling lambat minggu kedua bulan Maret 2011. Proposal ini akan dibicarakan lebih lanjut pada pertemuan kedua Joint Task Force. Apabila disetujui para menteri, maka pembentukan council ini akan diumumkan pada Joint Committee Ministerial (JCM) mendatang. Ketentuan Anggaran untuk Implementasi Aktivitas Operasional pada Joint Task Force
Indonesia dan Malaysia sepakat agar anggaran untuk aktivitas bersama dibiayai secara merata oleh tiap-tiap negara dan mekanisme pembiayaan akan didiskusikan lebih lanjut. Terkait penyusunan book of achievement mengenai SWGPO, kedua negara sepakat terhadap draft outline yang garis besarnya akan memuat pencapaian kerja sama bilateral di bidang kelapa sawit sejak tahun 2006-2010.
2. Sidang Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-13 Sidang Sub Working Group on Palm Oil (SWGPO) ke-13 telah dilaksanakan pada tanggal 10-11 Februari 2011 di Solo. Pembahasan tentang peraturan Uni Eropa mengenai Energi Terbarukan (European Union Directives on the Promotion of the Use of Energy from Renewable Source/EU RED) dilakukan pada tingkat technical group on legal matters regarding EU RED and World Trade Organization (WTO). Technical Group mendiskusikan kemungkinan ketidakkonsistenan EU RED dengan peraturan WTO khususnya Pasal I, III, XI, dan XX General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) serta Pasal 2.1 dan 2.2 Perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT). Tindak Lanjut EU RED
Terkait EU RED tersebut, kedua negara sepakat terhadap langkah-langkah tindak lanjut yaitu: 1) mempelajari lebih detail kemungkinan pelanggaran terhadap Perjanjian TBT; 2) apabila kedua negara berkeinginan untuk menyampaikan keberatan atau concern atas EU RED, technical group berpendapat agar keberatan atau concern terhadap EU RED dapat disampaikan melalui Committee on Technical Barriers to Trade WTO; 3) mendiskusikan lebih lanjut kemungkinan penyampaian keberatan melalui Committee on Technical Barriers to Trade WTO pada sidang SWGPO mendatang; 4) apabila kelengkapan data statistik sebagai justifikasi
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
29
bahwa telah terjadi impairment terhadap perdagangan kedua negara terpenuhi maka kedua negara dapat mempertimbangkan untuk membawa isu ini ke Dispute Settlement Body WTO. Kedua negara memberikan update dan laporan terhadap tindak lanjut hasil Sidang SWGPO ke-12 pada tanggal 5-6 Oktober 2010 di Penang, Malaysia antara lain: Laporan Mengenai Joint 1) Joint Ministerial Mission telah dilaksanakan pada Efforts in Countering tanggal 14-16 November 2010 di Brussels, Belgia yang Anti Palm Oil Campaign dipimpin oleh Wakil Menteri Pertanian Indonesia dan and Joint Activities in Menteri Perusahaan Perladangan dan Komoditi Improving Palm Oil Malaysia. Malaysia menginformasikan bahwa setelah Image in 2011 pelaksanaan Joint Ministerial Mission telah dirilis Joint Media Statement dengan fokus antara lain terhadap isu EU RED, sustainable production of palm oil, indirect land use change (ILUC), biofuel, RED and high biodiversity. Terkait kebijakan EU RED, Malaysia menginformasikan bahwa telah melakukan kontak dengan Joint Research Centre (JRC) dan Komisi Uni Eropa serta telah memberikan data-data relevan terkait kriteria sustainability on palm oil. Sementara itu, Indonesia menyampaikan pandangan bahwa misi-misi yang dilakukan ke Parlemen Uni Eropa tidak membawa dampak signifikan bagi kebijakan dan implementasi EU RED. Namun demikian, terdapat pasal dalam EU RED yang menyatakan bahwa dapat dilakukan pertemuan bilateral dengan negara anggota Uni Eropa untuk berdiskusi mengenai EU RED. Rencana Joint Ministerial Mission ke Amerika Serikat tahun 2011
2) Indonesia menginformasikan bahwa pelaksanaan Joint Ministerial Mission ke Amerika Serikat direncanakan pada bulan Maret 2011. Malaysia mengusulkan untuk menunda Joint Ministerial Mission tersebut berhubung telah ada program di dalam negeri. Indonesia akan mendiskusikan kembali dan akan mengusulkan waktu pelaksanaan Joint Ministerial Mission ke AS.
Laporan Technical Group on Biofuel and Biodiesel
3) Indonesia menyampaikan bahwa sejak implementasi EU RED pada tanggal 5 Desember 2010, hanya Jerman satusatunya negara yang mengadopsi peraturan tersebut dan menyusun suatu skema sertifikasi. Lebih lanjut, Indonesia menyampaikan bahwa kunjungan anggota Parlemen Uni Eropa ke Indonesia dijadwalkan pada tanggal 22 Februari 2011. Malaysia mengusulkan agar Indonesia dapat memberikan rincian kunjungan Parlemen Uni Eropa tersebut sebagai bahan pertimbangan Malaysia.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
30
Laporan Kegiatan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO)
4) Indonesia menyampaikan bahwa RSPO telah mengirimkan surat perihal pencantuman vegetasi secondary forest, degraded forest, dan non forest yang digunakan manusia sebagai area High Conservation Value (HCV) dan penilaian area ini harus dilakukan oleh HCV assessor. Malaysia menyampaikan bahwa pertemuan RT9 on sustainable palm oil dijadwalkan diadakan pada bulan November 2011 tapi tempat penyelenggaraan belum ditentukan.
Technical Group on Joint Investment
5) Kedua negara sepakat untuk tidak akan menyelenggarakan seminar lagi. Hal ini disebabkan dua seminar mengenai investasi yang telah dilaksanakan baik di Indonesia maupun Malaysia dipandang cukup sebagai sarana informasi bagi investor terkait iklim, peluang, dan fasilitas investasi di kedua belah pihak.
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral 1. The 1st Round of Negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA) Perundingan pertama IE-CEPA berlangsung pada tanggal 31 Januari – 2 Februari 2011 di Jakarta. Perundingan pertama ini merupakan tindak lanjut dari Pengumuman Bersama pada tanggal 7 Juli 2010 antara Presiden Indonesia dengan Presiden Swiss yang memberikan mandat kepada kedua ketua tim perunding untuk memulai perundingan Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA). Plenary
Kedua belah pihak telah membahas framework dan menyepakati dasar-dasar negosiasi, yaitu: (i) prinsip single undertaking; (ii) struktur negosiasi; (iii) waktu dan tempat; (iv) focal point dan contact person serta hasil negosiasi. Kemudian pada perundingan pertama ini telah disepakati untuk membentuk 4 (empat) kelompok kerja (working group-WG), yaitu: trade in goods, trade in service, investment, rules of origin, dan discussion group on other issue (intelectual property rights/IPR, cooperation and capacity building, government procurement, dan general provisions).
Working Group - Trade in Goods (TiG)
Pihak Indonesia menjelaskan kebijakan dan regulasi Indonesia di bidang Trade in Goods terutama di sektor: (i) industri; (ii) pertanian; (iii) perikanan; (iv) kehutanan; (v) bea dan cukai; dan (vi) klasifikasi tarif. Pihak EFTA mengemukakan bahwa EFTA tidak memiliki common
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
31
sector specific policy untuk sektor industri, dan tidak memiliki common policy untuk sektor pertanian. Diinformasikan pula bahwa Islandia telah mengajukan permohonan untuk menjadi anggota Uni Eropa (UE) pada tahun 2009 dan saat ini sedang dalam tahap proses aksesi, sedangkan Swiss sedang dalam proses negosiasi dengan UE di sektor pertanian dan makanan. Pihak EFTA menekankan bahwa perjanjian IE-CEPA harus lebih sederhana serta mudah dimengerti. Di sisi lain pihak Indonesia menekankan perbedaan tingkat pembangunan kedua pihak dan oleh karena itu meminta perlakuan berbeda serta menekankan pentingnya capacity building dan technical cooperation sebagai aspek yang tidak terpisahkan dari kemitraan ekonomi IE-CEPA dimaksud. Kemudian kedua belah pihak membahas, elemen-elemen yang akan menjadi cakupan perundingan serta membahas prosedur untuk perundingan di sektor pertanian. Pihak EFTA memberikan penjelasan singkat mengenai model tiga perjanjian bilateral di sektor pertanian, yang meliputi produk pertanian dasar dalam HS 1-24 kecuali produk perikanan dan produk pertanian olahan. Dalam working group ini kedua belah pihak juga membahas mengenai import duties, di mana pihak EFTA mengusulkan untuk melakukan eliminasi tarif yaitu menjadi 0% pada saat entry into force. Menanggapi hal tersebut pihak Indonesia menyampaikan bahwa dengan adanya tingkat perkembangan yang berbeda, maka Indonesia mengharapkan adanya perlakuan yang berbeda pada eliminasi tarif tersebut. Indonesia mengusulkan bahwa modalitas eliminasi tarif dapat mencakup time frame, line-by-line dan jadwal penurunan tarif secara bertahap. Working Group - Trade in Service (TiS)
Pada pertemuan ini telah disetujui General Principles, Modalities and Procedures of Negotiation on trade in services yang diusulkan Indonesia dengan beberapa catatan, serta membahas Pasal Trade in Services dalam draft text usulan EFTA. Kedua belah pihak menyepakati untuk: (i) meninjau kemungkinan-kemungkinan dalam implementasi kerja sama teknis di bidang jasa, yang tercantum dalam bidang Capacity Building; dan (ii) menyerahkan revisi draft text serta alasan spesifik terhadap artikel-artikel yang dianggap sulit bagi kedua belah pihak, sebagai dasar untuk pertemuan berikutnya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
32
Working Group Investment
Pada pertemuan ini telah dilakukan pertukaran informasi di mana pihak EFTA menyampaikan bahwa EFTA tidak mengikutsertakan investment protection elements pada perjanjian FTA. Hal ini disebabkan salah satu dari negara anggota EFTA tidak memiliki mandat untuk menegosiasikan investment protection di bawah EFTA. Pihak EFTA juga mengusulkan bahwa hendaknya investment chapter dalam IE-CEPA hanya mengatur bidang non-jasa (market access), dan perjanjian investment protection hendaknya dinegosiasikan secara bilateral dengan negara-negara anggota EFTA. Pihak Indonesia akan melakukan pembahasan secara internal sebelum menanggapi usulan EFTA, dan akan menginformasikan kepada EFTA tanggapan tersebut sebelum perundingan kedua dilaksanakan.
Working Group - Rules of Origin (RoO)
Kedua belah pihak menyetujui empat bidang utama yang akan dibahas dalam diskusi RoO, empat bidang tersebut adalah: (i) Rules; (ii) Product Specific Rules (PSRs); (iii) Operating Certification Procedures (OCP); dan (iv) Documentation (Proof of Origin). Pihak Indonesia meminta penjelasan kepada pihak EFTA terkait pendekatan dalam Self-declaration/approved exporter system yang tercantum dalam draft text usulan EFTA, dan membahas penjelasan dari pihak EFTA atas perihal dimaksud.
Working Group - Other Issues
WG-Other issues adalah kelompok kerja yang telah siap bertemu namun belum dapat merumuskan dan hanya melakukan pertukaran pandangan di tingkat pleno minus. Adapun isu-isu tersebut adalah sebagai berikut: 1) Intellectual Property Rights (IPR) Mengingat perbedaan tingkat pembangunan kedua belah pihak dan pentingnya isu IPR serta implementasinya, pihak Indonesia menekankan perlunya memiliki kerja sama teknis dan alih teknologi dengan pihak EFTA untuk mengembangkan IPR di Indonesia. Pihak EFTA mengakui pandangan tersebut dan pentingnya perlindungan IPR yang efektif, terutama untuk merangsang alih teknologi. Mereka juga mendukung upaya Indonesia dalam menangani IPR dan menyambut baik usulan untuk memiliki pembahasan khusus mengenai IPR, terutama dalam bidang protection of Geographical Indications, Genetic Resources, perlindungan paten, dan merek dagang.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
33
2) Government Procurement Kedua belah pihak bertukar informasi tentang implementasi kebijakan Government Procurement di masing-masing negara, dan merujuk kepada IndonesiaEFTA Joint Study Group Report terdapat beberapa prinsip yang akan dibahas dalam perundingan, antara lain pertukaran informasi, dan transparansi dalam Government Procurement. Pihak Indonesia menginformasikan bahwa kebijakan Government Procurement di Indonesia saat ini menunjukkan lebih banyak keterbukaan, transparansi, efektif, dan efisien dengan upaya untuk menyelaraskan dengan standar internasional yang ada. 3) Cooperation & Capacity Building Pihak EFTA mengakui perbedaan tingkat pembangunan ekonomi antara Indonesia dan negara-negara anggota EFTA serta potensi ekonomi Indonesia. Terkait dengan hal tersebut pihak Indonesia menekankan pentingnya kerja sama dan capacity building dalam konteks meningkatkan akses pasar serta mengembangkan development cooperation. Pihak Indonesia juga memandang bahwa efektivitas perdagangan bebas tidak hanya tergantung pada pengurangan tarif tetapi juga pada pemenuhan standar negara-negara mitra. Sehubungan dengan itu, pihak EFTA akan menawarkan kerja sama teknis sesuai dengan bidang keahlian EFTA yang diharapkan akan bermanfaat bagi pihak Indonesia. 4) General Provisions Kedua belah pihak telah bertukar pandangan mengenai format dan isi dari General Provisions. Kemudian kedua belah pihak sepakat untuk menyertakan Preamble, Articles on Institutional terkait, dan Final Provisions, serta Dispute Settlement dalam draf perjanjian IE-CEPA.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
34
st
Gambar 2 The 1 Round of Negotiation Indonesia – EFTA Comprehensive Partnership Agreement
2. Penandatanganan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA antara RI-Korea Selatan Acara penandatanganan berlangsung pada tanggal 11 Februari 2011. MoU tersebut bertujuan untuk mencegah dan mengatasi pemalsuan certificate of origin (COO)/Surat Keterangan Asal (SKA) dan pelanggaran lainnya yang mengganggu pelaksanaan perjanjian barang dalam kerangka AKFTA. Acara penandatanganan dibuka dengan sambutan dari Commissioner of Korean Customs Service yang menyatakan apresiasi terhadap pihak Indonesia yang telah menyelenggarakan acara penandatanganan tersebut. Commissioner of Korean Customs Service mengingatkan bahwa dalam kerja sama kedua negara, telah tercapai suatu kemitraan yang strategis. Dalam empat tahun implementasi AKFTA, volume perdagangan kedua pihak meningkat pesat, terutama antara RI-Korea Selatan yang mencapai US$ 20 miliar. Nilai investasi juga meningkat, dengan sekitar 300 perusahaan Korea Selatan yang menanamkan modalnya di Indonesia dan membuka lapangan kerja bagi kurang lebih 500.000 tenaga kerja. Penandatanganan MoU tersebut dilakukan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan; Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; dan Commissioner of the Korea Customs Service (KCS). Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
35
Gambar 3 Penandatanganan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA
3. Kunjungan Special Envoy Presiden RI ke Korea Selatan Perwakilan Ditjen KPI pada tanggal 14-17 Februari 2011 telah mendampingi Menteri Perdagangan melakukan kunjungan ke Korea Selatan dalam rangka kunjungan Menko Perekonomian sebagai Special Envoy Presiden RI. Adapun agenda yang dilakukan selama kunjungan tersebut adalah: para Menteri beserta delegasi melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Korea Selatan, Joint Ministerial Meeting, kunjungan ke beberapa pelabuhan dan sarana transportasi Korea, one on one meeting dengan beberapa perusahaan Korea dan business forum. Courtesy Call ke Presiden Lee Myung Bak
Pada hari kedua, tanggal 16 Februari 2011, Delri melakukan courtesy call ke Presiden Korea, untuk menyampaikan proposal Rencana Pembangunan Ekonomi Nasional VISI 2025 terutama mengenai Indonesia Economic Development Corridor (IEDC) kepada Presiden Korea. Dalam pertemuan tersebut, Presiden Korea menyambut baik proposal Indonesia mengenai IEDC tersebut. Selain itu, Presiden Korea juga menyampaikan keinginan Pemerintah Korea untuk lebih mempererat hubungan kerja sama bilateral Indonesia-Korea, terutama dalam bentuk bilateral Free Trade Agreement (FTA).
One on one Meeting
Delri juga melakukan one on one meeting dengan Kamar Dagang dan Industri Korea Selatan (KCCI) dan beberapa perusahaan terbesar Korea. Dalam pertemuan tersebut
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
36
perusahaan-perusahaan Korea menyampaikan keinginannya untuk meningkatkan investasi mereka di Indonesia. Joint Ministerial Meeting
Delri juga mengadakan Joint Ministerial Meeting (JMM) dengan Menteri – Menteri Korea, antara lain: Minister of Knowledge Economy, Minister of Land Transportation and Maritime Affairs, Minister of Food, Agriculture and Fisheries, Vice Minister of Strategy and Finance, KOTRA, KDI, dan pejabat Kementerian terkait lainnya.
Korea Creative Content Agency (KOCCA)
Selain kegiatan yang telah diagendakan, Mendag melakukan pertemuan dengan KOCCA untuk membicarakan mengenai ekonomi kreatif. Dalam pertemuan tersebut, Mendag mengharapkan KOCCA dapat bekerja sama membantu industri kreatif Indonesia menjadi lebih berkembang, terutama industri yang berdasar pada teknologi seperti games, animasi, dan lain-lain. Mendag juga menanyakan mengenai alokasi dana yang diberikan pemerintah Korea kepada industri kreatif Korea. Menanggapi hal tersebut, pihak KOCCA menyampaikan bahwa KOCCA menyediakan dana bagi industri-industri kecil yang ingin memproduksi indsutri kreatif tersebut dan tidak memberikan alokasi dana secara khusus. Kedua belah pihak sepakat untuk membuat MoU sebagai dasar kerja sama. MoU ini kemungkinan akan ditandatangani oleh Ditjen PEN dan KOCCA. Sebelum MoU tersebut dibuat, Mendag menyatakan akan mengirimkan tim khusus untuk membicarakan secara lebih konkret mengenai bentuk-bentuk kerja sama dan isi dari MoU tersebut secara lebih mendetail.
Gambar 4 Korea-Indonesia Business Forum Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
37
4. Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 22 – 23 Februari 2011 di Brussels, Belgia. Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari pertemuan pertama yang telah dilaksanakan pada bulan Desember di Jakarta yang bertujuan untuk melakukan kajian peningkatan kerja sama bilateral Indonesia – Uni Eropa ke arah kemitraan ekonomi yang lebih bersifat strategis, komprehensif, dan inovatif. Kedua Ketua Tim Pakar sepakat bahwa pertemuan kedua ini akan memberikan gambaran atas kerangka rekomendasi yang akan difinalisasi pada pertemuan VG-3 di Jakarta. Agenda Pertemuan
Agenda pertemuan kali ini adalah membahas dan mendiskusikan beberapa isu utama antara lain pengembangan sektor perikanan, iklim investasi, pembangunan infrastruktur, mekanisme komunikasi yang efektif dengan stakeholder atas pembentukan kemitraan bilateral Indonesia – Uni Eropa, serta diskusi mengenai sektor-sektor yang akan terkena dampak apabila rekomendasi Vision Group akhirnya menuju ke arah peningkatan hubungan bilateral. Pembahasan ini sangat penting guna menyusun rekomendasi sebagai hasil dari Vision Group (tim pakar) yang rencananya akan disampaikan kepada Menteri Perdagangan Republik Indonesia, dan Komisioner Eropa untuk Perdagangan, pada bulan Mei 2011. Dalam pertemuan ini, Vision Group kembali menekankan arti penting komplementaritas yang tinggi dalam hubungan perdagangan kedua negara. Fokus dari pertemuan kedua ini adalah menyusun prinsip dasar yang akan menjadi pedoman kerja sama Indonesia – Uni Eropa, antara lain mencakup prinsip kerja sama yang saling menguntungkan, adil, timbal balik, pengakuan atas perbedaan tingkat kekuatan termasuk perkembangan ekonomi kedua belah pihak. Lebih lanjut Vision Group juga akan membentuk kerangka awal rekomendasi atas kerja sama perdagangan bilateral Indonesia - Uni Eropa yang komprehensif di masa depan. Diharapkan, kerangka rekomendasi dapat difinalisasi pada saat pertemuan Vision Group ke – 3 pada awal bulan Mei 2011 di Jakarta. Di sela-sela pertemuan, Vision Group Indonesia juga melakukan beberapa kegiatan pendukung sebagai upaya
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
38
menambah informasi terkait pembentukan kemitraan Indonesia – Uni Eropa seperti melaksanakan dialog dengan asosiasi sektoral di Eropa, yaitu tekstil (Euratex) dan kimia (CEFIC), menghadiri diseminasi hasil kajian Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) tentang iklim investasi di Indonesia yang diselenggarakan oleh Centre of European Policy Studies (CEPS) dengan OECD, dan menghadiri diskusi dengan tema "Putting Indonesia on Your Strategic Map: Investment Opportunities in the Southeast Asia’s Most Promising Star Performer" yang diselenggarakan oleh European Institute for Asian Studies (EIAS). Melalui Long Term Vision for Trade and Investment Cooperation kedua negara memiliki forum diskusi yang terbuka dan selalu update terhadap hubungan bilateral kedua negara. Selanjutnya diharapkan Vision Group ini dapat menyelesaikan studi dan menyampaikan rekomendasinya pada bulan Mei 2011.
Gambar 5 Pertemuan Vision Group ke-2 Indonesia – Uni Eropa
5. Pertemuan Ketiga Joint Study Group Indonesia – Turki Pertemuan ketiga Joint Study Group (JSG) Indonesia – Turki, dilaksanakan pada tanggal 24 – 26 Februari 2011 di Ankara, Turki. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas Final Joint Report kedua pihak serta menyusun kesimpulan dan rekomendasi dari JSG Indonesia – Turki dimaksud.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
39
Sebelum dilaksanakannya pertemuan, kedua pihak mengadakan pertemuan dengan Directorate General of EU Affairs, Undersecretariat of the PRIME Ministry for For Foreign Trade. Hal-hal yang dibahas antara lain: 1) Bahwa JSG dimaksud sesuai dengan komitmen kedua belah pihak akan diselesaikan dalam waktu satu tahun dengan durasi pertemuan sebanyak tiga kali. Diharapkan JSG ini dapat menyimpulkan Final Joint Report yang telah disusun kedua belah pihak, dan diharapkan dapat memberikan rekomendasi. 2) Pada pertemuan tersebut pihak Turki menjelaskan bahwa Turki telah melakukan Free Trade Agreement (FTA) dengan 17 negara dan beberapa negara seperti Chile dan Yordan akan diimplementasikan pada bulan Maret 2010. FTA dengan Malaysia sudah memasuki tahap lanjut dalam perundingan yang diharapkan akan dirampungkan pada akhir 2011. Untuk itu pihak Turki mengharapkan Indonesia menyambut niat Turki untuk menaikkan status hubungan bilateral dengan suatu Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP) yang selanjutnya akan membentuk FTA, dan proses FTA dengan Turki tidak membatasi durasi negosiasi FTA, karena menurut pengalaman pihak Turki penyelesaian negosiasi FTA dengan Negara mitra dapat berjalan sampai dengan delapan tahun. 3) Pihak Turki menjamin bahwa perundingan FTA bilateral dengan pihak ketiga dapat diluncurkan dengan catatan: (i) tujuan akhir FTA yang bersangkutan adalah sejalan dengan Custom Union Turki – Uni Eropa; (ii) dalam hal hubungan segitiga FTA antara negara ketiga di satu pihak dan Turki serta Uni Eropa di lain pihak, masa peralihan dapat berbeda asalkan tetap mengarah ke tujuan yang sama sesuai dengan butir (i) dimaksud. Pada sesi pembukaan pertemuan JSG tersebut kedua pihak menyepakati untuk membahas laporan versi terakhir JSG yang dibuat oleh kedua pihak yang sesuai dengan agenda yang telah disepakati. Oleh karena itu kedua pihak telah berhasil menyelesaikan dengan menyusun laporan akhir yang berjudul “Turkey – Indonesia Joint Study Group on The Feasibility of a Comprehensive Trade and Economic Partnership Agreement”.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
40
E. Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa 1. Pertemuan Bilateral dalam rangka Services Week - WTO Delri telah melakukan pertemuan bilateral dengan Korea, Amerika Serikat, Australia, Uni Eropa, dan Jepang pada tanggal 14-18 Februari 2011 Pertemuan bilateral RI-Korea Permintaan Korea
1) Korea mengharapkan Indonesia dapat meningkatkan komitmennya di sektor Information and Communication Technology (ICT), khususnya telekomunikasi dan computer related services (CRS); 2) Korea menginginkan perkembangan sektor telekomunikasi dan CRS karena Korea menganggap Indonesia masih membatasi kegiatan investasi di bidang telekomunikasi bagi foreign investment; 3) Selanjutnya Korea menginginkan agar pada pertemuan yang akan datang dapat dibahas mode 3 dan mode 4 dengan menitikberatkan pada Horizontal Commitment. Pertemuan bilateral RI-Amerika Serikat
Permintaan Amerika Serikat
1) Kepada Delri pihak Amerika Serikat menyampaikan kepentingannya yang besar terhadap sektor-sektor yang tercakup dalam ICT seperti telecommunication services (basic and value added). CRS, financial services, management counsulting services, energy services, financial services, distribution services, logistic services, express delivery, dan professional services. Amerika Serikat berpandangan bahwa sektor maupun subsektor yang tercakup dalam cluster tersebut pada dasarnya saling terkait sehingga pembahasannyapun perlu dilakukan dalam satu wadah (cluster); 2) Terkait isu akses pasar pada Putaran Doha, AS berpandangan perlunya keseimbangan perundingan perdagangan jasa, pertanian, dan NAMA. Pihak AS menginginkan simple approach dalam penyelesaian perundingan jasa dan tidak dapat memperkirakan batas waktu penyampaian second revised offers. Pihak AS meminta agar Indonesia dapat memberikan signal yang positif sebelum memfinalisasi offer ke dalam Schedule of Commitment (SoC).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
41
Pertemuan bilateral RI-Australia Permintaan Australia
1) Pihak Australia tertarik dengan ICT dalam mode 3 dan 4 dan meminta adanya indikasi fleksibilitas dalam perundingan bilateral dan plurilateral. 2) Pihak Australia juga meminta agar Indonesia di sektor Computer and Related Services (CRS), untuk: a) membuka pada tingkat 2 digit (seperti CPC 84); b) membuat komitmen yang mendalam dan menyeluruh di sektor Computer and Related Services; dan c) menghilangkan pembatasan atas market access dan national treatment untuk Mode 1,2, dan 3. 3) Indonesia juga diminta untuk menghilangkan semua hambatan di additional commitments dan menghilangkan semua pembatasan dalam Market Access dan National Treatment terkait dengan mode 1, 2, dan 3 untuk seluruh sektor jasa telekomunikasi. Pertemuan bilateral RI-Jepang
Permintaan Jepang
Pada kesempatan tersebut Jepang mengulang kembali request mereka yang tercantum dalam non-paper yang menjelaskan posisi Jepang atas request kepada Indonesia di sektor CRS dan distribusi Jepang menekankan pentingnya bagi Indonesia untuk menyesuaikan tingkat schedule dengan ketentuan yang berlaku. Untuk CRS, pihak Jepang meminta komitmen di CPC 84 dengan dua digit. Terkait dengan hal tersebut. Delri akan menyampaikannya ke sektor terkait. Pertemuan bilateral RI-Uni Eropa
Permintaan Uni Eropa
Pihak Uni Eropa kembali menyampaikan concern-nya mengenai kurangnya kemajuan perundingan di akses pasar dan perlunya keseimbangan dalam perundingan akses pasar perdagangan jasa sebagai suatu paket perundingan akses pasar lainnya seperti pertanian dan NAMA. EU menginginkan terdapatnya peningkatan akses pasar di seluruh modes of supply dengan cakupan sektor yang luas. Fokus perlu diarahkan kembali pada negosiasi akses pasar dan merefleksikan hasilnya dalam schedule.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
42
2. Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO Pada tanggal 14 Februari 2011 di Jenewa telah dilaksanakan pertemuan Working Party on GATS Rules (WPGR) dalam rangka Services Week WTO yang berlangsung pada tanggal 14 – 18 Februari 2011. Emergency Safeguards Measures (ESM)
Mengawali pembahasan, Ketua WPGR menyampaikan bahwa menindaklanjuti hasil pertemuan WPGR bulan Januari 2011 telah dilaksanakan konsultasi antara Sekretariat WTO dan ASEAN Minus mengenai rencana sesi khusus yang membahas data statistik perdagangan jasa terkait dengan penerapan Emergency Safeguard Measures (ESM). Disepakati bahwa sesi khusus akan terdiri dari presentasi dari Sekretariat WTO dan divisi statistik Sekretariat WTO yang mempresentasikan mengenai statistik perdagangan jasa dan kaitannya dengan ESM. Di samping itu akan ada presentasi mengenai national experience dari negara anggota. Filipina sebagai wakil dari ASEAN Minus menyampaikan penghargaan kepada Ketua dan Sekretariat yang telah menyusun program sesi khusus yang membahas data statistik perdagangan jasa terkait dengan penerapan ESM. Dalam kaitan ini Filipina mengharapkan agar sesi khusus tersebut dapat dimanfaatkan negara anggota untuk mendorong pembahasan ESM.
Government Procurement
Pembahasan Government Procurement (GP) difokuskan kepada presentasi mengenai Government Procurement Agreement (GPA) yang disampaikan oleh Sekretariat WTO. Presentasi tersebut membahas mengenai the Economic Importance of Government Procurement Services berdasarkan pelaksanaan Government Procurement Agreement selama ini. Uni Eropa dan Swiss dalam tanggapannya menyatakan bahwa apa yang telah dilaksanakan dalam GPA dimaksud mencerminkan pentingnya isu GP bagi negara anggota, GP memberikan sumbangan penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Subsidy
Pembahasan subsidi lebih diarahkan untuk mendorong agar negara-negara yang belum menyampaikan informasi mengenai subsidi jasa dapat menyampaikannya kepada sekretariat WTO. Di samping itu dibahas pula mengenai proposal India, Chili, dan Meksiko mengenai work programme for the development of disciplines in subsidies (JOB/SERV/37).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
43
Terkait dengan pertukaran informasi, Ketua WPGR mengingatkan kembali bahwa sampai saat ini baru sebagian kecil negara anggota yang menyampaikan informasi mengenai subsidi di sektor jasa (sekitar 16 negara anggota WTO). Mengingat pertukaran informasi ini merupakan mandat para Menteri di Hong Kong, Ketua mendorong agar negara anggota yang belum menyampaikannya untuk segera menyampaikannya ke Sekretariat WTO. Delegasi India menyampaikan pentingnya disiplin subsidi di jasa seperti di barang. Proposal ini mengusulkan langkahlangkah kedepan yang diperlukan dalam perundingan isu subsidi di WPGR dalam rangka melaksanakan mandat Artikel XV GATS untuk membentuk disiplin subsidi. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan sebagai berikut: 1) Disepakatinya suatu definisi mengenai subsidi yang diterima semua pihak; 2) Isu-isu lainnya: - Calculation of benefit; - Categorisation of subsidies; - Special and differential treatment; - Countervailing measures; - Notifications and surveillance; - Transitional arrangements and final provisions Menanggapi proposal India dan beberapa negara anggota tersebut, pada umumnya negara anggota lainnya menyambut baik proposal dimaksud dan akan mempelajari terlebih dahulu. 3. Pertemuan Plurilateral Membahas Perundingan Akses Pasar Perdagangan Jasa dalam rangka Services Week - WTO Pada tanggal 15 Februari 2011 di Kantor Perwakilan European Union (EU) di Jenewa telah dilaksanakan pertemuan Plurilateral dalam kerangka perundingan akses pasar perdagangan jasa – WTO. Pertemuan yang dipimpin oleh wakil EU tersebut diselenggarakan di sela-sela sidang services week. Pertemuan dihadiri sekitar 30 negara anggota WTO yang merupakan proponen perundingan akses pasar perdagangan jasa (pada umumnya negara maju seperti AS, EU, Jepang, Kanada, Australia, Swiss, New Zealand) dan target pasar perundingan akses pasar perdagangan jasa (pada umumnya negara berkembang antara lain Brasil, India, China, Indonesia, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
44
Afrika Selatan). Delri dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Ketua Tim Koordinasi Bidang jasa dan wakil dari Kementerian Luar negeri dan Kementerian Perdagangan. Isu-isu Utama Akses Pasar Perdagangan Jasa
Pertemuan memfokuskan pembahasan pada isu-isu utama akses pasar perdagangan jasa yaitu: mode 1 (consumption abroad), mode 2 (cross border supply), mode 3 (commercial presence), dan mode 4 (movement of natural persons), diikatnya peraturan yang telah ada (binding existing regulations/autonomous liberalization), pembuatan komitmen baru atau peningkatan komitmen di Mode 4, penghapusan foreign equity participation, dan pembatasan lainnya di Mode 3, serta fleksibilitas bagi negara berkembang dalam pembukaan akses pasar perdagangan jasa (periode transisi). Delegasi EU yang didukung oleh Australia, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Swiss, dan Norwegia menekankan perlunya negara anggota mengikat peraturan yang telah ada, dan menghapuskan foreign equity participation, serta pembatasan lainnya di Mode 3. Hal ini diperlukan sebagai bagian dari upaya untuk menyeimbangkan paket perundingan akses pasar Putaran Doha, di sektor pertanian dan produk non-pertanian (NAMA).
Kesulitan yang Dihadapi Mempertimbangkan kesulitan yang dihadapi oleh negara Negara Berkembang berkembang untuk mengikat peraturan yang telah ada, negara-negara proponen menawarkan semacam fleksibilitas kepada negara berkembang dalam bentuk periode transisi untuk sektor-sektor yang dianggap belum siap untuk dibuka atau ditingkatkan komitmen akses pasarnya. Negara-negara berkembang pada umumnya menghargai inisiatif EU dan beberapa negara maju lainnya untuk membahas isu akses pasar perdagangan jasa tersebut. Namun demikian, negara-negara tersebut juga menekankan bahwa pembukaan atau peningkatan akses pasar perdagangan jasa perlu memperhatikan isu-isu pembangunan seperti fleksibilitas dan special and differential treatment (S&D) sebagaimana tercermin di dalam GATS artikel IV, XIX dan Annex C Deklarasi Hongkong. Negara berkembang juga meminta perhatian negara maju agar membuka atau meningkatkan akses pasar yang menjadi kepentingan ekspor negara-negara berkembang, khususnya pada Mode 4. Negara berkembang menyatakan keseimbangan diperlukan dalam pembukaan akses pasar Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
45
antara Mode 1, 2, 3, dan 4. Berkaitan dengan usulan periode transisi, beberapa negara berkembang seperti China menyampaikan bahwa periode transisi yang diperlukan oleh negara berkembang berkisar antara 6 hingga 7 tahun. Pada umumnya negara anggota peserta pertemuan plurilateral sepakat bahwa pertemuan serupa perlu dilanjutkan pada services week mendatang untuk pertukaran pandangan di antara negara anggota WTO terkait dengan perundingan akses pasar perdagangan jasa, khususnya untuk mengetahui arah perundingan yang mendekati akhir perundingan Putaran Doha. 4. Pertemuan Council for Trade in Services - Special Session (CT-SS) WTO Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 17 Februari 2011 di Jenewa, Swiss. Proposal Meksiko
Dalam pembahasan perkembangan perundingan, delegasi Meksiko menyampaikan proposal mengenai paket penyelesaian horizontal secara simultan agar tercapai kesepakatan untuk isu-isu akses pasar di produk-produk non-pertanian (NAMA), perdagangan sektor jasa, environmental goods, dan pertanian. Untuk perdagangan sektor jasa, proposal Meksiko mengusulkan suatu grafik yang menggambarkan langkah awal penyelesaian perundingan. Menurut Meksiko, selama putaran perundingan Doha, terdapat collective requests sebanyak 119 subsektor. Untuk menjembatani perbedaan yang ada di antara negara anggota selama ini, Meksiko mengusulkan agar semua negara anggota yang berpartisipasi dalam Signaling Conference 2008 ditambah negara anggota yang mempunyai kepentingan diharapkan memberikan kontribusi. Negara anggota baik negara maju maupun berkembang diharapkan memberikan komitmen dan mengikat existing regulation yang ada di 119 subsektor dengan pengecualian beberapa sektor bagi negara maju dan negara berkembang. Jumlah sektor yang dikecualikan oleh negara berkembang lebih besar dari negara maju. Hal ini dilakukan di semua isu akses pasar secara simultan sehingga akan memberikan kepastian terkait dengan konsesi yang akan diperoleh dalam perundingan perdagangan jasa. Negara anggota yang akan berpartisipasi diharapkan memberikan daftar subsektor yang akan diperkecualikan pada saat yang bersamaan di
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
46
perundingan NAMA, environmental goods, dan pertanian. Dengan ini, negara anggota akan mempunyai indikasi apa yang akan disampaikan dalam final offer. Tanggapan Terhadap Proposal Meksiko
Menanggapi proposal Meksiko negara maju pada umumnya mendukung proposal Meksiko dimaksud. Delegasi Uni Eropa menekankan bahwa proposal Meksiko tersebut dapat digunakan untuk menjembatani perbedaan yang terdapat dalam perundingan akses pasar. Sementara negara berkembang pada umumnya menyampaikan bahwa mereka masih memerlukan waktu untuk mempelajari proposal dimaksud. Dalam kesempatan tersebut, delegasi Uni Eropa menambahkan bahwa delegasinya bersama-sama dengan Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Australia telah menjadi tuan rumah pertemuan plurilateral yang membahas elemen utama bagi hasil akhir perundingan akses pasar perdagangan jasa dalam kerangka DDA. Pertemuan yang dihadiri sekitar 30 negara anggota termasuk Indonesia tersebut dinilai oleh delegasi Uni Eropa cukup efektif terutama untuk pembahasan mode 1 dan 2. Sementara di mode 3 dinilai masih kurang berhasil, sementara di mode 4 terdapat perbedaan pandangan mengenai komitmen yang diharapkan.
Tindak Lanjut Pertemuan Plurilateral
Namun demikian, Delegasi Uni Eropa menyampaikan bahwa negara anggota yang menghadiri pertemuan plurilateral sependapat bahwa pertemuan serupa perlu terus dilakukan pada cluster mendatang sebagai forum pembahasan untuk melihat kemajuan perundingan akses pasar. Delegasi Uni Eropa mengulang kembali perlunya mengikat existing regulation yang ada sebagai salah satu upaya menyeimbangkan perundingan akses pasar di semua perundingan akses pasar. Delegasi Uni Eropa juga mengemukakan bahwa sudah saatnya bagi negara anggota khususnya negara berkembang untuk menyampaikan fleksibilitas yang diperlukan apabila sektor atau subsektor tertentu tidak siap untuk dibuka atau ditingkatkan. Beberapa negara berkembang antara lain India, Brasil, China, dan Pakistan menekankan bahwa mereka menyambut baik pertemuan plurilateral yang sudah dilaksanakan Uni Eropa dan beberapa negara maju tersebut. Pada umumnya mereka berpendapat bahwa perundingan akses pasar harus berimbang, memperhatikan elemen pembangunan dan kepentingan kepentingan ekspor negara berkembang seperti mode 4, isu rules, dan domestic regulation.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
47
Delri dalam statement-nya menyampaikan bahwa akan terlibat aktif dalam perundingan perdagangan jasa dan memandang perlunya paket yang seimbang antara perundingan perdagangan jasa dengan perundingan pertanian dan NAMA. Di samping itu ditekankan bahwa perundingan perdagangan jasa harus memperhatikan aspek pembangunan seperti yang tertuang dalam Artikel IV, XIX GATS, dan Annex C Deklarasi Hong Kong. Delri menyampaikan beberapa pandangannya bahwa dalam perundingan domestic regulation perlu memperhatikan prinsip-prinsip right to regulate dan special needs of developing countries. Untuk Emergency Safeguard Measures (ESM) Delri memandang masih perlunya pembahasan isu tersebut dan menilai penting pembahasan presentasi mengenai statistik yang terkait dengan ESM. Mengenai modalitas Least-Developed Countries (LDCs), negara anggota pada umumnya sependapat perlunya penyelesaian modalitas LDCs sesegera mungkin. Dalam kaitan ini, Delri mendorong intensifikasi perundingan agar draft text modalitas LDCs tersebut dapat diterima oleh semua negara anggota WTO. Dalam kesimpulannya, Ketua CTS-SS menyampaikan bahwa perundingan perdagangan jasa akan diintensifkan sebagaimana disepakati oleh negara anggota dengan memfokuskan kepada format multilateral, bilateral, plurilateral, dan small group. 5. Pertemuan Working Party on Domestic Regulation - WTO Pada tanggal 18 Februari 2011 di Jenewa, telah dilaksanakan pertemuan Working Party on Domestic Regulation (WPDR) sebagai rangkaian dari pertemuan services week tanggal 14-18 Februari 2011. Development of Regulatory Discipline under GATS Article VI.4
Dalam pembahasan mengenai Development of Regulatory Discipline under GATS Article VI.4, pembahasan difokuskan kepada hasil pertemuan informal terbatas membahas Chairman Draft Text on DR dan proposal Swiss mengenai necessity test yang disampaikan pada pertemuan WPDR bulan Januari 2011. Negara anggota pada umumnya menyambut baik upaya Ketua WPDR untuk mengintensifkan perundingan melalui format pertemuan informal terbatas dalam rangka memperkecil perbedaan pandangan yang ada. Mengenai necessity test, pada umumnya negara anggota proponen
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
48
necessity test (antara lain New Zealand, Australia, Hong Kong, China, dan India), mendukung proposal Swiss tersebut. Sementara Amerika Serikat menyampaikan penolakannya. Adapun negara berkembang lainnya tidak secara khusus menyampaikan pandangannya mengenai isu necessity test. Working Party future Work
Dalam pembahasan mengenai Working Party future work, Ketua WPDR menekankan pentingnya untuk melakukan intensifikasi perundingan dalam formal/informal dan small group untuk drafting process yang bersifat inclusive dalam rangka akan dikeluarkannya revisi Chairman draft text pada akhir Maret atau awal April 2011. Menanggapi Working Party future work, negara anggota pada umumnya mendukung usulan Ketua WPDR untuk mengintensifkan perundingan dalam bentuk pertemuan informal terbatas yang akan dimulai pada tanggal 28 Februari 2011 dan pertemuan WPDR setelah services week pada minggu ketiga bulan Maret 2011. Indonesia menyampaikan statement yang mendukung upaya Ketua WPDR mengintensifkan perundingan dengan format pertemuan informal terbatas dalam rangka memperkecil perbedaan pandangan yang ada di berbagai elemen draft text. Delri juga menekankan bahwa isu pembangunan perlu diperkuat dalam revisi draft text dan Delri menyampaikan keinginannya untuk terlibat aktif dalam drafting process.
6. Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-64 Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-64 telah diselenggarakan di Pattaya, Thailand pada tanggal 23-24 Februari 2011 dan dihadiri oleh perwakilan dari seluruh negara anggota ASEAN serta Sekretariat ASEAN. Komitmen AFAS 7
Pada kesempatan ini, ASEAN Member States (AMS) membahas penggunaan “Unbound due to Lack of Technical Feasibility” (Unbound*) di Mode 1 pada AFAS 7. Terdapat perbedaan pemahaman di antara AMS mengenai penggunaan “Unbound due to Lack of Technical Feasibility” (Unbound*) di Mode 1. Pertemuan sepakat untuk melanjutkan pembahasan mengenai hal ini pada pertemuan CCS mendatang. Namun AMS diminta untuk tidak menggunakan “Unbound due to technical feasibility” (Unbound*) pada AFAS 8 dan paket AFAS berikutnya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
49
Pertemuan mengusulkan agar dapat menggunakan technical assistance dalam isu mengenai penggunaan “Unbound due to Lack of Technical Feasibility” (Unbound*) di Mode 1 ini, dan sebaiknya dimasukkan ke dalam project tentang “Improving Scheduling of Commitments of AFAS”. Komitmen AFAS 8
Sebagaimana keputusan pada pertemuan SEOM 1/42 di Jakarta, AMS diminta untuk dapat mencapai pemenuhan threshold AFAS 8 pada pertemuan AEM ke 43 pada bulan Agustus 2011. Pada pertemuan ini Indonesia menyampaikan akan menyelesaikan AFAS 8 sebelum Agustus 2011. Pertemuan CCS juga membahas tentang horizontal limitations, di mana jika pada subsektor tertentu ‘horizontal limitations’ tidak berlaku, maka AMS dapat menggunakan dua cara yaitu: a. Dengan mencantumkan “horizontal limitations do not apply” di kolom additional commitment pada Schedule of Commitment AMS dari subsektor terkait; dan b. Mencantumkan daftar subsektor di mana “horizontal limitations” tidak berlaku di subsektor tersebut, pada horizontal commitment AMS. Sehubungan dengan penggunaan joint venture pada Schedule of Commitment AFAS 8, Indonesia menyampaikan bahwa sebagaimana Article XVI 2(e) GATS, joint venture merupakan salah satu bentuk dari limitasi. Namun CCS merujuk kembali kepada hasil pertemuan CCS ke-60, di mana telah disepakati bahwa joint venture, yang berdasarkan Article XVI 2(e) GATS merupakan MA limitations, tidak diperhitungkan sebagai limitations dalam pemenuhan threshold komitmen AFAS 8. Terkait dengan hasil keputusan CCS ke-60 tersebut, AMS meminta Sekretariat ASEAN untuk melakukan assesment mengenai 3 (tiga) hal, yaitu: (i) Apakah keputusan tersebut berlaku hanya untuk sektor PIS atau berlaku untuk semua sektor; (ii) Apakah hanya berlaku jika foreign equity dapat dipenuhi; dan (iii) Atau memperbolehkan semua jenis limitasi di bawah Article XVI (2)(e) GATS pada scheduling AMS. Pertemuan meminta agar hasil assessment dapat disampaikan ke CCS pada tanggal 31 Maret 2011.
Fleksibilitas
CCS membahas kembali mengenai 6 (enam) opsi alokasi penggunaan fleksibilitas 15%, di mana alokasi penggunaan fleksibilitas tidak terkonsentrasi pada 1 mode saja atau balance across modes of supply. Namun AMS belum menemukan konsensus mengenai definisi dari “balance”.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
50
Pada pertemuan ini, terdapat 2 (dua) opsi yang menjadi pembahasan oleh AMS yaitu opsi 4 dan opsi 5. Mayoritas AMS memilih menggunakan opsi 4 (50% of overall flexibility atau 18 subsektor) yang bisa diberikan fleksibilitas. Namun beberapa AMS ada yang memilih menggunakan opsi 5 (60% of overall flexibility atau 22 subsektor). Indonesia memilih untuk menggunakan opsi 5. CCS menyepakati keputusan mengenai alokasi penggunaan fleksibilitas ini akan diputuskan di tingkat SEOM/AEM. ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons (MNP) and the Parameter to Liberalise Mode 4
Pada pertemuan ini, Thailand menyampaikan paper mengenai parameter unuk meliberalisasikan mode 4. Indonesia memberikan tanggapan bahwa apa yang disampaikan Thailand tersebut hanya merupakan fasilitasi saja bukan liberalisasi. CCS juga melakukan pembahasan mengenai revised Draft MNP Agreement yang disampaikan oleh Sekretariat ASEAN. Mengenai kategori natural person, AMS menyampaikan bahwa yang dimasukkan ke dalam MNP Agreement adalah Business Visitors (BV) and Intra-Corporate Transferees (ICT), sedangkan bentuk lain dari natural person yaitu Contractual Service Suppliers (CSS) and Independent Professionals (IP) dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam perundingan. AMS juga meminta agar mode 4 liberalisation parameters tidak dimasukkan ke dalam MNP Agreement. CCS akan melakukan konsultasi dengan Coordinating Committee on Investment (CCI), agar investor dapat dimasukkan ke dalam kategori salah satu natural person dalam MNP Agreement. Sehubungan dengan masukan AMS atas Draft MNP Agreement tersebut, CCS meminta Sekretariat ASEAN agar dapat menyampaikan kembali revisi Draft MNP Agreement pada tanggal 15 Maret 2011. CCS mengharapkan agar AMS dapat mengikutsertakan expert MNP untuk membahas text per text Draft MNP Agreement pada pertemuan mendatang.
Enhancing Sectoral Integration
Pertemuan meminta AMS untuk melakukan konsultasi dengan sektoral di tingkat domestik, mengenai beberapa hal yaitu: menciptakan MRA yang baru, mengaktifkan kembali sektor akuntansi dan land surveiying dalam pertemuan CCS, mengaktifkan kembali kaukus jasa pendidikan, dan mengidentifikasi dampak dari pembahasan sektoral.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
51
AMS mempertanyakan tujuan dari peningkatan liberalisasi sektoral, karena dengan tuntutan tingkat liberalisasi sektor saat ini maka akan sangat sulit bagi sektor untuk dapat lebih liberal dari ketentuan pemenuhan threshold. Terms of Reference and Work Plan Up to 2015
Pada pertemuan ini AMS membahas mengenai Work Plan CCS sampai dengan tahun 2015. Adapun hasil pembahasan adalah sebagai berikut: 1) CCS agar dapat memfasilitasi peningkatan integrasi di tingkat sektoral; 2) CCS agar berkoordinasi dan bekerja sama dengan Coordinating Committee on Investment (CCI), untuk mempromosikan investasi di sektor jasa; 3) CCS agar melakukan dialog dengan stakeholders untuk mengidentifikasi implementasi dari komitmen AFAS; 4) CCS agar melakukan kegiatan untuk mempromosikan services policies, misalnya mengenai komitmen AFAS, peraturan domestik di bidang jasa melalui forum-forum, atau portal jasa ASEAN; 5) Melakukan koordinasi dengan ASEAN Small and Medium Enterprises Agencies Working Group (SMEWG), terutama untuk mengembangkan usaha kecil menengah dan koperasi di bidang jasa; 6) Bekerja sama dengan ASEAN Heads of Statistical Offices Meeting (AHSOM), untuk mengembangkan statistik perdagangan jasa yang lebih reliable; dan 7) Membangun kebijakan perdagangan jasa ASEAN 2015. Mengenai statistik perdagangan jasa, CCS memandang bahwa penting untuk melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan ASEAN Heads of Statistical Offices Meeting (AHSOM) untuk meningkatkan kualitas statistik perdagangan jasa di ASEAN. Pertemuan sepakat untuk membahas lebih dalam mengenai mekanisme untuk melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan ASEAN Heads of Statistical Offices Meeting (AHSOM) pada pertemuan CCS mendatang.
Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements
Salah satu rekomendasi hasil studi tersebut adalah menggunakan negative list approach dalam liberalisasi AFAS, namun CCS berpendapat bahwa mengenai hal ini diperlukan arahan dari badan di ASEAN yang lebih tinggi.
Hasil Pertemuan Business Services Sectoral Working Group (BSSWG)
Pertemuan BSSWG mencatat masih banyak AMS yang belum menyampaikan peraturan lisensi dan registrasi bagi profesional bidang jasa. Diharapkan agar peraturan dimaksud dapat disampaikan pada pertemuan berikutnya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
52
Pertemuan juga sepakat untuk fokus kepada MRAs yang sudah ada dan belum merasa perlu untuk melakukan MRAs yang baru. Pertemuan sepakat untuk mengajukan dua project yang akan mendapatkan pendanaan, yaitu: (i) Research and Publication of core competencies, domestic regulations and best practices in Business Services (Engineering, Architectural, Accountancy and Surveying Services) for 2011, dan (ii) Sustainable Initiatives and Programmes in ASEAN (for Engineering and Architectural services) in 2012. Hasil Pertemuan Logistic and Transport Services Sectoral Working Group (LTSSWG)
Pertemuan LTSSWG sepakat untuk menghapus agenda 6.2. mengenai MRA di sektor logistik dari agenda pertemuan dengan pertimbangan bahwa AMS belum akan membicarakan MRA di sektor tersebut. Indonesia telah menyampaikan list of impediments rules and regulation on logistic sectors, dan sepakat menggunakan format penyampaian impediments Indonesia sebagai referensi bagi AMS untuk menyampaikan impediments-nya. Pertemuan mencatat bahwa Indonesia dan Filipina telah menyampaikan business registration procedures dalam rangka transparansi peraturan di sektor logistik. Business regulation procedures ini nantinya akan ditampilkan di dalam situs ASEAN Logistic and Transport Services. AMS lain diminta untuk dapat menyampaikan business regulation procedures mereka paling lambat tanggal 30 April 2011. Terkait dengan situs ASEAN Logistic and Transport, pertemuan juga sepakat bahwa situs dimaksud akan berisikan hal-hal sebagai berikut: (i) pengenalan singkat LTSSWG; (ii) roadmap for the integration of logistic sector; (iii) daftar kontak untuk investasi bidang logistik; (iv) daftar kontak private sectors dalam bidang logistik pada tingkat nasional maupun regional; (v) definisi Express Delivery Service (EDS) oleh AMS; dan (vi) perwakilan negara AMS untuk LTSSWG. Dalam diskusi mengenai matriks Qualification of Profession in the Logistic Service yang disampaikan oleh Indonesia kepada ASEAN Secretariat, terjadi perbedaan pandangan mengenai level natural person yang dimasukkan ke dalam matriks. Di akhir diskusi pertemuan setuju untuk membedakan antara managerial level dengan skilled labour dan mengubah template matriks dimaksud. AMS diminta untuk menyampaikan matriks dengan template baru paling lambat tanggal 30 April 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
53
Indonesia akan menyampaikan kembali definisi mengenai Express Delivery Service (EDS) karena berdasarkan informasi belum ada definisi resmi yang ditetapkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi dan definisi yang disampaikan oleh Indonesia dipandang belum menjawab definisi yang diminta oleh LTSSWG. Batas waktu penyampaian bagi Indonesia dan AMS yang belum memberikan definisi EDS disepakati 30 April 2011. Pertemuan juga mendiskusikan komentar dari donor potensial terhadap concept paper Indonesia, Filipina, dan Thailand, untuk mengubah concept paper dimaksud menjadi concept paper research based project. Pertemuan setuju untuk tidak mengubah concept paper Indonesia menjadi research based project, namun untuk pelaksanaannya akan menunggu perkembangan dari revisi concept paper Filipina. Hasil Pertemuan Healtcare Services Sectoral Working Group (HSSWG)
Pertemuan melakukan update status dari Undang-Undang dan peraturan terkait implementasi MRA sektor kesehatan dan AMS termasuk Indonesia menyatakan bahwa mereka sedang dalam proses penerjemahan Undang-Undang dan peraturan dimaksud. Pertemuan sepakat agar summary dari dokumen tersebut dapat disampaikan kepada ASEAN Secretariat sebelum pertemuan HSSWG ke-27 yang rencananya akan dilangsungkan back to back dengan CCS ke-65. Indonesia diminta untuk menjadi Permanent Secretariat sektor jasa kesehatan dan mengoordinasikan penyusunan TOR Permanent Secretariat tersebut. TOR dari Indonesia akan disirkulasi kepada semua AMS dan akan didiskusikan lebih lanjut oleh AMS pada pertemuan HSSWG berikutnya. Indonesia juga telah memperbaharui focal point untuk sektor jasa kesehatan yang akan mengoordinasikan semua dokumen dan bahan terkait untuk di-upload dalam situs jasa kesehatan (melalui situs kementerian kesehatan) untuk selanjutnya terkoneksi dengan situs jasa kesehatan tingkat ASEAN. Mutual Recognition Arrangements (MRAs)
MRA on Engineering
Indonesia dalam pertemuan telah menyampaikan daftar Monitoring Committee dan Assessment Statement kepada ASEAN Secretariat. Selain itu juga disampaikan bahwa saat ini ASEAN Chartered Professional Engineers (ACPEs) dari Indonesia berjumlah 93 orang dari total 400 di seluruh kawasan ASEAN.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
54
Pertemuan juga setuju untuk melakukan Research and Publication of Core Competencies, Domestic Regulations and Best Practices in Engineering for 2011. Pertemuan juga menyetujui rancangan final program kerja 2011. AMS juga sepakat, dalam pertemuan ASEAN Chartered Professional Engineers Coordinating Committee (ACPECC) ke-13 yang akan diselenggarakan back to back dengan CCS 66 di Singapura pada bulan September 2011, ACPECC akan melakukan pertemuan round table singkat, sementara untuk networking session, karena belum ada negara yang bersedia menjadi tuan rumah maka akan ditunda sampai tahun depan. MRA on Architectural Services
Indonesia dalam pertemuan telah menyampaikan daftar Monitoring Committee dan Assessment Statement kepada ASEC. Selain itu juga disampaikan bahwa saat ini ASEAN Architect terdaftar dari Indonesia berjumlah 31 orang. Pertemuan juga pada prinsipnya setuju untuk merevisi draf dari panduan dan aturan dalam penggunaan logo ASEAN Architect. Disampaikan pula bahwa AAC akan terus melakukan up-date situs AAC (www.aseanarchitectcouncil.org). AAC akan mengajukan dua proyek untuk mendapatkan pendanaan, yaitu: (i) Research and Publication of Core Competencies, Domestic Regulations and Best Practices in Architecture (2011); dan (ii) Sustainability Initiatives and Programmes in AMS (2012). Pertemuan juga setuju untuk mengadakan ASEAN Architect Congress yang akan diselenggarakan bersamaan dengan Kuala Lumpur Architects Festival pada tanggal 30 Juni – 4 Juli 2011.
MRA on Accountancy
Dalam pertemuan tersebut, hanya Indonesia yang mengirimkan perwakilan untuk melakukan pembahasan yang terkait dengan profesi akuntansi. Oleh karena itu, pada kesempatan tersebut delegasi Indonesia diminta oleh pemimpin rapat untuk dapat memberikan informasi terkait dengan penerapan Mutual Recognition Arrangement (MRA) di bidang jasa akuntansi. Delegasi Indonesia memberikan penjelasan terkait dengan perkembangan penerapan MRA di bidang Akuntansi: 1) Negara anggota ASEAN telah menandatangani MRA Framework untuk jasa Akuntansi pada tahun 2008, namun demikian MRA Framework tersebut belum dilaksanakan oleh negara-negara anggota ASEAN.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
55
2) Terkait dengan implementasi MRA di bidang jasa akuntansi, Presiden ASEAN Federation of Accountant (AFA) memberikan masukan agar MRA Framework yang telah disetujui dapat diimplementasikan dalam bentuk MRA secara bilateral bukan unilateral. 3) Penerapan MRA Framework tersebut akan sangat bergantung kepada regulator jasa akuntansi pada masing-masing negara anggota ASEAN, oleh karena itu sebaiknya pada pertemuan Coordinating Committee on Services (CCS) berikutnya regulator jasa akuntansi pada tiap negara diundang untuk dapat menghadiri pertemuan CCS berikutnya.
MRA on Nursing Services
Pertemuan sepakat dengan usulan Indonesia untuk dapat menggundang regulator jasa akuntansi agar dapat hadir pada pertemuan CCS dan mencatat kesepakatan ini. Pertemuan juga mencatat bahwa negara Laos belum menyampaikan peraturan mengenai perizinan dan pendaftaran yang berlaku di negara Laos. Untuk itu, Laos diminta untuk segera menyampaikannya kepada Sekretariat ASEAN. Pada pertemuan ini, Delri menginformasikan bahwa pada bulan Desember 2010 Indonesia telah menyelesaikan National Core Competencies termasuk pendidikan dan penelitian. National Core Competencies ini selanjutnya akan diintegrasikan ke dalam situs Kementerian Kesehatan Indonesia. Delri juga menyampaikan bahwa Indonesia dalam proses menerjemahkan peraturan terkait sektor jasa keperawatan dan direncanakan selesai pada bulan Juni 2011. Pertemuan juga menegaskan kembali perlunya mengumpulkan data mengenai perawat lokal maupun asing tahun 2010 dengan menggunakan template matriks yang baru. Matriks ini akan disampaikan kepada ASEAN Secretariat (ASEC) paling lambat tanggal 31 Maret 2011. Terkait workshop di bidang jasa keperawatan AMS setuju bahwa kegiatan tersebut sebaiknya dilaksanakan pada tahun 2011 untuk memfasilitasi AMS yang akan mengembangkan national core competencies mereka. Thailand menginformasikan bahwa kepastian waktu pelaksanaan workshop akan disampaikan pada minggu pertama bulan Maret 2011. Mengenai daftar dari institusi bidang keperawatan yang terakreditasi, Delri menyatakan bahwa Indonesia sedang dalam proses pengumpulan data, dan akan menyampaikan data dimaksud kepada ASEC pada bulan Maret 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
56
Dalam pertemuan juga ditegaskan kembali mengenai definisi perawat di dalam ASEAN MRA on Nursing tidak berlaku bagi technical cursing. Oleh karena itu, program yang akan disampaikan kepada AJCCN haruslah program sarjana dan diploma. Pertemuan juga mendiskusikan tujuan dari MRA dan setuju untuk melakukan kegiatan selama tahun 2011 Tabel 1. Kegiatan Mutual Recognition Arrangement (MRA) untuk tahun 2011 Kegiatan Koordinator 1. Pre-workshop activities: Kamboja, Laos a. Identify the current work setting scenario of their respective country b. Health status (morbidity, mortality, population disease burden) c. Healthcare delivery system
Waktu April 2011
2.
ASEAN Nursing Workshop
Thailand
Mei 2011
3.
Design an evaluation tool to monitor the progress of the core competencies development in the ASEAN Member States who need assistance
Filipina
Untuk disampaikan dalam ASEAN Nursing Workshop
MRA on Medical Practioners
Setiap AMS diharapkan untuk melanjutkan proses kompilasi terkait: (i) prosedur profesi dokter untuk bekerja di setiap negara ASEAN; (ii) peraturan domestik terkait praktek kedokteran; dan (iii) database dokter asing dan dokter Indonesia (yang berkerja di luar negeri dan di dalam negeri). Sebagai tahap awal dalam pengembangan core competencies profesi dokter, AMS sepakat untuk mengembangkan core competencies spesialis bedah, spesialis anak, spesialis kandungan/kebidanan, spesialis penyakit dalam, serta kedokteran keluarga/umum. AMS juga diminta untuk memberikan masukan/perbaikan atas checklist alat monitoring evaluasi dalam implementasi MRA yang dikembangkan oleh Filipina. Masukan/perbaikan dari AMS akan dibahas pada pertemuan AJCCM berikutnya.
MRA on Dental Practioners
Untuk memudahkan dalam diseminasi informasi mengenai MRA di jasa kedokteran gigi, pertemuan sepakat untuk menyiapkan sebuah draf mengenai fungsi dari AJCCD dan perkembangan dari MRA yang akan disirkulasikan kepada seluruh AMS untuk mendapatkan masukan. Draf dimaksud akan difinalisasikan pada akhir bulan Mei 2011 untuk selanjutnya akan didesiminasikan oleh institusi yang berwenang terkait dengan jasa kedokteran gigi untuk mengurangi information gap.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
57
Di dalam situs AJCCD, pertemuan sepakat untuk memberikan link untuk hal-hal sebagai berikut: (i) daftar kualifikasi dasar dan spesialis; (ii) domestic regulation; (iii) rasio populasi dengan dokter gigi; (iv) entry requirement; dan (v) kode etik dan panduan bagi dokter gigi di masingmasing AMS. Terkait dengan rasio populasi dengan dokter gigi, Indonesia sampai saat ini belum akan menyampaikan rasio dimaksud kepada AJCCD. AEC Scorecard 2010
Pertemuan mencatat bahwa telah dilakukan update AEC Scorecard Trade in Services oleh Sekretariat ASEAN.
Identification and Development of New MRAs
CCS menyepakati bahwa sebagaimana rekomendasi dari BSSWG, untuk MRA saat ini cukup difokuskan kepada implementasi MRA yang sudah ada.
Inventory of Barriers to Trade in Services
Pertemuan mencatat bahwa revised public version of the Inventory of Barriers to Trade in Services, telah di-upload di http://www.asean.org/20073.htm. Pada kesempatan ini Indonesia menyampaikan bahwa daftar Inventory of Barriers Indonesia telah disampaikan ke Sekretariat ASEAN pada tanggal 30 Desember 2010.
Technical Assistance
Pertemuan mencatat beberapa kerja sama teknis terkait jasa di ASEAN sebagai berikut: 1) Services Diagnostic and Needs Assessment Study; 2) Improving of Scheduling Commitments of the AFAS; 3) Supporting the Implementation of the Roadmap for the Integration of Logistics Services: Priorities and Action Plans; 4) Capacity Building Programme for Services Regulators in CLV Countries; and 5) Impact of Scheduling Commitments of the AFAS. CCS memberikan apresiasi kepada Indonesia yang telah mengupayakan kemungkinan untuk mendapat technical assistance mengenai workshop on scheduling guidelines dari Sekretariat WTO. Pertemuan juga menyepakati bahwa workshop ini dapat dilakukan back-to-back dengan pertemuan CCS 65 mendatang di Indonesia, dan diharapkan semua CCS Sectoral Working Group dapat berpartisipasi pada workshop dimaksud. Pertemuan sepakat bahwa study on 15 Years of AFAS, dapat terus dilakukan, namun CCS meminta agar Sekretariat ASEAN dapat mengantisipasi terjadinya duplikasi atas studi lain yang sedang dilakukan. Studi yang dikerjakan harus bermakna dan bermanfaat bagi ASEAN.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
58
Kerja Sama Perdagangan Jasa dengan Mitra Wicara
Pada pertemuan ini Sekretariat ASEAN menyampaikan perkembangan kerja sama perdagangan jasa ASEAN dengan mitra wicara sebagai berikut: (i) ASEAN-China : Protokol paket ke-2 direncanakan akan ditandatangani pada 10th AEM-MOFCOM Consultations bulan Agustus 2011; (ii) ASEAN-India : Pertemuan terakhir pada tanggal 13 Desember 2010. Request India pada mode 1 dan mode 4, CRS, research and development dan jasa konstruksi; (iii) ASEAN-Jepang : AJCEP ke-5 direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 16-19 Maret 2011, namun pihak Jepang mengajukan proposal agar dilaksanakan pada tanggal 11-13 Maret 2011; (iv) ASEAN-Australia-Selandia Baru : Pertemuan the 3rd AANZ Joint Commitee Meeting akan dilaksanakan pada bulan Mei 2011; (v) ASEAN-Republic of Korea (ROK) : Pertemuan ASEAN – Korea ke-4 (the 4th AKFTA) direncanakan akan dilaksanakan di Seoul pada tanggal 9-11 Maret 2011.
Perkembangan Liberalisasi Jasa di Sektor Transportasi Udara dan Jasa Keuangan
Pertemuan membahas perkembangan dari sektor-sektor Transportasi Udara dan Jasa Keuangan, antara lain: 1) Jasa Keuangan: Working Commitee on ASEAN Financial Services Liberalisation (WC-FSL) sedang dalam tahap untuk memfinalisasi draf protokol untuk implementasi Paket 5 yang direncanakan akan ditandatangani pada 15th ASEAN Finance Ministers Meeting pada tanggal 8 April 2011. 2) Transportasi Udara: Pada pertemuan ATM Meeting ke 17 tahun 2011, akan ditandatangani komitmen Paket 7 Liberalisasi Jasa Transportasi Udara. Paket 7 merupakan konsolidasi dari komitmen AMS pada Paket 1 sampai dengan Paket 6 dan tambahan atau peningkatan komitmen.
Perkembangan ASEAN Connectivity
Pertemuan membahas status dari implementasi Master Plan ASEAN Connectivity (MPAC). Pertemuan mencatat bahwa Term of Reference (TOR) untuk ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC). ACCC diharapkan melakukan pertemuan pertama sebelum 18th ASEAN Summit.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
59
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT A. Kendala dan Permasalahan Pertemuan ke-4 APWGROO
Sesuai amanat Senior Economic Official Meeting kepada ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin dan Indonesia, perlu menunjukkan “leadership” untuk issues penting di bawah koordinasi SEOM, maka diperlukan dukungan dan koordinasi dari seluruh instansi terkait.
Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO
Pembahasan tentang GATs Rules khususnya Emergency Safeguards Measures (ESM) dan Government Procurement (GP) nampaknya masih akan membutuhkan waktu yang cukup panjang sebab masih terdapat perbedaan pandangan dan posisi di antara negara anggota.
Perundingan Akses Pasar Perdagangan Jasa dalam rangka Services Week – WTO
Pertemuan plurilateral yang baru pertama kali dilaksanakan ini mengambil momentum di mana perundingan putaran Doha mengarah ke akhir perundingan. Perundingan plurilateral ini mengambil format pertemuan plurilateral di mana pesertanya adalah sekitar 30 negara pemain utama dalam perundingan akses pasar perdagangan jasa (sekitar 15 proponen perundingan akses pasar dan 15 negara anggota yang menjadi target akses pasar). Uni Eropa sebagai motor pertemuan bersama beberapa negara maju lainnya memandang bahwa intensifikasi perundingan jasa, khususnya akses pasar perlu mendapatkan perhatian lebih dari negara anggota sehingga sejajar dengan perundingan akses pasar di pertanian dan non-agricultural market access (NAMA).
Pertemuan Council for Trade in Services Special Session (CT-SS) WTO
Mengingat semakin intensifnya perundingan perdagangan sektor jasa baik akses pasar, rules, dan domestic regulation khususnya persiapan cluster pada bulan Maret 2011, Tim Koordinasi Bidang Jasa perlu sesegera mungkin membahas posisi Indonesia di setiap isu dimaksud.
Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-64
Permasalahan yang harus ditindaklanjuti dari pertemuan CCS ke-64 adalah: 1) Pemenuhan threshold AFAS 8; 2) Persiapan Indonesia sebagai tuan rumah pada pertemuan CCS ke-65; dan 3) Pembahasan Draft MNP Agreement.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
60
B. Tindak Lanjut Penyelesaian Pertemuan ke-4 APWGROO
Hal-hal yang perlu ditindaklanjuti dari rangkaian pertemuan ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin ke4 di Jakarta adalah sebagaimana tabel berikut:
Tabel 2 Tindak Lanjut ASEAN-Plus Working Group on Rules of Origin ke-4 No Isu Area Tindak Lanjut Instansi/Unit 1 Partial cumulation, Dampak positif Dit. Teknis Kepabeanan, Ditjen Bea dan Cummulation atau negatif serta Cukai, Kemenkeu; Dit. KSII Wil II justifikasi Regional, Kemenperin, Dit.IKH, Ditjen BIM, Kemenperin; Dit. ITA, Ditjen BIM, Kemenperin; Dit. IKD, Ditjen BIM, Kemenperin; Dit. IATD, Ditjen IUBT, Kemenperin; Dit. PI, Ditjen P2HP, Kementan; Dit. Kepabeanan Internasional, Ditjen Bea dan Cukai; Kemenkeu; Dit. Fasilitasi Ekspor dan Impor, Ditjen Daglu, Kemendag; Dit. PI, Ditjen P2HP, KKP. 2 Element divergence Masukan dari Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, ROO dan OCP yang instansi terkait Ditjen Daglu, Kemendag; Direktorat masuk kategori 3 dan Teknis Kepabeanan, Ditjen Bea dan 4 (revisi matriks akan Cukai, Kemenkeu; Direkorat disampaikan setelah Kepabeanan Internasional, Ditjen Bea dikompilasi ASEC) dan Cukai, Kemenkeu. 3 Product specific rules Menganalisis Direktorat Industri Tekstil dan Aneka, sector Textile (revisi tingkat divergence Ditjen Basis Industrti Manufaktur, matriks akan dan convergence Kemenperind disampaikan setelah dari product dikompilasi ASEC) specific rules 4 Product specific rules Menganalisis Direktorat Industri Kimia Hilir, Ditjen sector chemical tingkat divergence Basis Industri dan Manufaktur, (revisi matriks akan dan convergence Kemenperin; Direktorat Industri Kimia disampaikan setelah dari product Hulu, Kemenperin dikompilasi ASEC) specific rules 5 Product specific rules Menganalisis Direktorat P2HP, Kementerian sector Agricultural tingkat divergence Pertanian (revisi matriks akan dan convergence disampaikan setelah dari PSR dikompilasi ASEC) 6 Product specific rules Menganalisis Direktorat Industri Alat Transportasi sector Automotive tingkat divergence Darat, Ditjen Industri Unggulan (revisi matriks akan dan convergence Berbasis Teknologi Tinggi, Kemenperin disampaikan setelah dari PSR dikompilasi ASEC)
Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO
Waktu 14 Februari 2011
27 Mei 2011
27 Mei 2011
27 Mei 2011
27 Mei 2011
27 Mei 2011
Salah satu upaya yang dilakukan proponen saat ini untuk isu Emergency Safeguards Measures (ESM) dan Government Procurement (GP) adalah meminta WPGR untuk membuat sesi khusus untuk Emergency Safeguards Measures (ESM) dan Government Procurement (GP). Sementara isu subsidi walaupun pertukaran informasi belum terlaksana sesuai
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
61
harapan sebagaimana dimandatkan di Deklarasi Hong Kong, namun perkembangan pembahasan isu subsidi cukup bergerak ditandai adanya beberapa proposal negara anggota dan cukup panjangnya pembahasan isu subsidi dibandingkan isu ESM dan GP. Mengingat lambannya pembahasan ESM dan Indonesia adalah salah satu proponen ESM bersama-sama negara anggota ASEAN minus lainnya, Tim Koordinasi Bidang Jasa (TKBJ) perlu segera melakukan kajian-kajian mengenai ESM ini dengan mengembangkan konsep-konsep yang sudah disampaikan oleh Thailand dan Filipina bersama dengan ASEAN minus. Di samping itu, perlu segera dilakukan kajian untuk mempersiapkan data statistik jasa yang lebih komprehensif. Perundingan Akses Pasar Perdagangan Jasa dalam rangka Services Week – WTO
Dalam rangka mengantisipasi pertemuan serupa pada services week pada tanggal 7 – 17 Maret 2011, Tim Koordinasi Bidang Jasa perlu mengantisipasi dengan menyiapkan posisi Indonesia terkait dengan tingkat ambisi di perundingan perdagangan jasa, bottom line position untuk sektor-sektor yang di-request termasuk kemungkinan periode transisi, dan request Indonesia di sektor yang menjadi kepentingan ekspor Indonesia seperti Mode 4.
Pertemuan Council for Trade in Services Special Session (CT-SS) WTO
Untuk akses pasar, Tim Koordinasi Bidang Jasa perlu menyusun revisi request ke negara mitra dagang utama khususnya mode of supply yang menjadi kepentingan utama ekspor jasa Indonesia seperti mode 4 (movement of natural persons). Terkait dengan revised offers dan usulan mengenai kemungkinan fleksibilitas atau periode transisi, perlu mulai dilihat mengenai kemungkinan periode transisi bagi sektor atau subsektor yang masih ditutup atau belum akan dibuka dalam waktu dekat/dalam putaran Doha. Hal ini untuk mengantisipasi situasi perundingan yang sudah mengarah ke penyelesaian perundingan. Sementara itu untuk rules, Indonesia perlu menyiapkan posisi dan working paper atau usulan draft agreement ESM untuk mendukung perundingan ESM. Mengenai domestic regulation, Indonesia perlu mengkaji kembali posisi setiap elemen dalam draft text disciplines on domestic regulation khususnya terkait dengan isu development seperti periode transisi.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
62
Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-64
Terkait dengan pemenuhan threshold AFAS 8, CCS kembali menegaskan AMS agar dapat menyampaikan revised offers AFAS 8 sebelum Agustus 2011, untuk itu perlu kesiapan sektor untuk dapat menyampaikan posisi dan offer-nya kepada Kementerian Perdagangan c.q. Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa, Ditjen KPI sebelum tanggal tersebut. Indonesia akan menjadi tuan rumah pada pertemuan CCS ke-65 mendatang, sehubungan dengan hal tersebut perlu disiapkan hal-hal yang dibutuhkan guna menyukseskan pertemuan dimaksud. Selain itu pada saat yang bersamaan juga akan diadakan Workshop on Scheduling of Services Commitments oleh expert dari WTO, diharapkan agar sektor-sektor terkait dapat berpartisipasi dalam kegiatan ini untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan scheduling. Berkenaan dengan Draft ASEAN on MNP Agreement, diharapkan agar Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi dapat berkoordinasi dalam pembahasan draf dimaksud, dengan mengikutsertakan legal person untuk membahas text per text dari Draft ASEAN on MNP Agreement.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
63
BAB III PENUTUP
Kesimpulan umum
Selama bulan Februari 2011, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam delapan belas perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral. Dari delapan belas perundingan tersebut diperoleh beberapa hasil kesepakatan yaitu: Summary of Discussion, Summary Record, Minutes of Meeting, Chairman’s Consultative Note, dan MoU Governing Mutual Administrative Assistance and Cooperation on the Implementation of Origin Certification and Verification of the Agreement on Trade in Goods under AKFTA. Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses pembahasan. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Beberapa hal yang dirasa belum optimal pada bulan ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Adapun beberapa hal yang harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya oleh unit terkait.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Februari 2011
64