DITERBITKAN OLEH : DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 48 / IV / 2011
DAFTAR ISI DAFTAR ISI....………………………………………...………………………………………............................. KATA PENGANTAR........................................................................................................... RINGKASAN EKSEKUTIF...……………………….......…………………………………….......................... DAFTAR GAMBAR............................................................................................................
1 3 4 8
BAB I
KINERJA…………....……...................................................................................... A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral............................ 1. Sidang Agriculture Week ………………………………………………………………… 2. Sidang Negotiating Group on Non-Agricultural Market Access (NG NAMA)….…………………………………………………………………………………………. 3. Sidang Committee on Trade and Environment Special Session.............. 4. Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade……………………………
9 9 9
B.
21
C.
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….………………….………….. 1. Pertemuan ke-37 ASEAN-China Trade Negotiating Committee (ACTNC) dan Pertemuan Terkait Lainnya...................................................... 2. Preparatory-Senior Economic Official Meeting (SEOM) for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN Summit........................... 3. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature (AP-WGTN).................................................................................................. 4. Pertemuan ke-4 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (AKFTAIC) dan Pertemuan terkait lainnya............................................................. 5. Pertemuan the 2nd Senior Economic Official Meeting for the FortySecond ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 2/42) and Other Related Meetings.................................................................................. 6. Pertemuan the 53rd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI)……………………………………………………………………………………………..... 7. The 23rd ASEAN Air Transport Working Group (23rd ATWG) Meeting and Related Meetings………………………………………………………………………… Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya.................................................................................... 1. Dialog ke-2 antara International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan China Rubber Industry Association (CRIA)....................................................................................................... 2. Pertemuan Subfora APEC CTI - Market Access Group (MAG)…..…………………………………………………………………………………………… 3. Pertemuan ke-1 APEC Committee on Trade and Investment (CTI-1)……. 4. Pertemuan APEC Senior Officials’ Meeting (SOM) 1.................................
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
12 16 18
21 26 29 32
35 49 50
54
54 55 58 65
1
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral.................................... 70 1. Konferensi Australia Indonesia Business Council (AIBC) dan Konsultasi Pra Negosiasi Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)........................................ 70 2. Pertemuan Tim Teknis Indonesia-Mozambik ...........………………………. 76 E.
Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa.................................. 1. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS)………………… 2. Sidang Committee on Specific Commitment (CSC)………………………….. 3. Sidang Plurilateral Request pada Perundingan Jasa WTO.................. 4. Sidang Council of Trade in Service - Special Session (CTS-SS)………….. 5. Pertemuan Working Party on Domestic Regulation (WPDR)……………….. 6. Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO..........
79 79 81 83 83 84 87
BAB II
PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT......……………....................................... 90 A. Kendala dan Permasalahan….……………………………………………....................... 90 B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……………………………………………………………….. 91
BAB III
PENUTUP…..………………………………………………………………………………………………. 94
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
2
KATA PENGANTAR Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di forum kerja sama Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasionalnya. Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini. Terima kasih.
Jakarta,
Maret 2011
DIREKTORAT JENDERAL KPI
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Maret 2011, antara lain: Sidang Agriculture Week Pending issues yang dibahas dalam rangkaian Agriculture Week ini meliputi technical issues dan beberapa bracketed issues di ketiga pilar Domestic Support, Market Access, dan Export Competition yaitu: (i) blue box – product specific limit; (ii) cotton; (iii) sensitive products-designation; (iv) tariff cap; (v) tariff quota creation; (vi) tariff simplification; (vii) special products; (viii) special safeguard mechanism; dan (ix) tropical and diversification products dan long standing preferences and preference erosion. Sidang Negotiating Group on Non-Agricultural Market Access (NG NAMA) Agenda pertemuan meliputi laporan perkembangan pembahasan sejak NAMA Week terakhir pada tanggal 17-20 Januari 2011 dan pembahasan sejumlah dokumen baru serta pertemuan informal Product Basket Approach dalam rangka inisiatif sektoral. Sidang Committee on Trade and Environment Special Session Sidang mengagendakan pembahasan mengenai beberapa submission baru. Selain itu pada tanggal 22 Maret 2011 Indonesia dan Amerika melakukan Bilateral Meeting untuk membahas proposal Amerika mengenai Paragraf 31 (i) dan 31 (ii). Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade Sidang membahas beberapa isu dalam pembahasan specific trade concern. Selain itu juga disampaikan tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Pertemuan ke-37 ASEAN-China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) dan Pertemuan Terkait Lainnya Pertemuan antara lain membahas: (i) perdagangan barang; (ii) fasilitasi perdagangan; (iii) perdagangan jasa; (iv) kerja sama ekonomi; (v) sanitary and phytosanitay; (vi) trade barrier to trade; dan (vii) seminar ASEAN-China business portal. Preparatory-Senior Economic Official Meeting (SEOM) for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN Summit Pertemuan antara lain membahas: (i) preparation for the 18th ASEAN Summit; (ii) preparation for the 5th Meeting of the ASEAN Economic Community Council; (iii) persiapan penyelenggaraan ASEAN-EU Business Summit; (iv) ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Timeline; dan (v) Mid-term Review of the AEC Blueprint. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
4
Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature (AP-WGTN) Pembahasan utama dalam pertemuan kali ini antara lain adalah: (i) Highlights of the ASEAN +3 Summit and The East Asia Summit (EAS) in Hanoi; (ii) Background paper on the AHTN (paper dari Filipina, Australia, Korea, dan Jepang); (iii) Possible Approaches Toward Harmonisation of Tariff Nomenclatures of the AFP’s; dan (iv) Technical Cooperation between ASEAN and AFP’s towards Harmonisation of Tariff Nomenclatures. Pertemuan ke-4 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (AKFTA-IC) dan Pertemuan Terkait Lainnya Pembahasan dalam pertemuan ke-4 AKFTA-IC difokuskan pada: (i) Dual Notifikasi AKFTA di WTO; (ii) Review Persetujuan Perdagangan Barang AKFTA; (iii) Sosialisasi dan Peningkatan Utilisasi AKFTA; (iv) Laporan Akhir Joint Impact Study AKTIG; (v) Penyederhanaan Prosedur OCP dan CO Form-AK; dan (vi) Sistem Score-Carding Proyek Kerja Sama Ekonomi AKFTA. Pertemuan the 2nd Senior Economic Official Meeting for the Forty-Second ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 2/42) and Other Related Meetings Pertemuan SEOM 2/42 membahas isu implementasi AEC Blueprint dan konsolidasi kerja sama ASEAN dengan para mitra dialognya; kemudian dilanjutkan dengan pertemuan SEOM dengan para mitra dialognya untuk membahas upaya peningkatan kerja sama antara ASEAN dan Mitra Dialog. Pertemuan the 53rd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI) Pertemuan antara lain membahas: (i) ASEAN Economic Community (AEC Scorecard); (ii) Ratification of ACIA and ACIA Reservation List; (iii) Modality for the Elimination/Improvement of Investment Restrictions and Impediments; dan (iv) Investment Liberalisation under the AIA (Indonesia Temporary Exclusion List –TEL). The 23rd ASEAN Air Transport Working Group (23rd ATWG) Meeting and Related Meetings Pembahasan utama dalam pertemuan kali ini antara lain adalah: (i) Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC); (ii) Brunei Action Plan (BAP); (iii) AEC Blueprint Scorecard; (iv) Status Ratifikasi ASEAN Air Transport Instruments; (v) ASEAN Single Aviation Market; dan (vi) Transport Cooperation with Dialogue Partners. Dialog ke-2 antara International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan China Rubber Industry Association (CRIA) Dialog ke-2 ini merupakan tindak lanjut hasil kesepakatan ITRC-CRIA pada dialog pertama agar dapat dilakukan pertukaran informasi dan dialog antara kedua belah pihak guna menganalisis situasi pasar karet. Agenda utama dialog ke-2 ini adalah diskusi mengenai tingginya harga karet alam saat ini di pasar internasional dan caracara untuk meningkatkan kerja sama serta komunikasi antara ITRC-CRIA. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
5
Pertemuan Subfora APEC CTI - Market Access Group (MAG) Pertemuan antara lain membahas: (i) Support for the Multilateral Trading System; (ii) Strengthening REI and Expanding Trade; (iii) Contribution to APEC’s Leader’ Growth Strategy Including Promoting Green Growth; (iv) Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergences; (v) Other Areas, Including APEC – Wide Initiatives on Human Security, APEC Reform and Gender; dan (vi) Activities with ABAC (Including Responses to ABAC’s 2010 Recommendations) and/or Other External Stakeholders Pertemuan ke-1 APEC Committee on Trade and Investment (CTI-1) Isu-isu yang dibahas dalam CTI-1 ini dikelompokkan ke dalam sepuluh topik utama, yakni: (i) APEC priorities and CTI’s Work Program for 2011; (ii) support for the multilateral trading system; (iii) Bogor Goals; (iv) strengthening regional economic integration (REI) and expanding trade; (v) expanding regulatory cooperation and advancing regulatory convergence; (vi) contributions to APEC Leaders’ Growth Strategy; (vii) Industry dialogues; (viii) private sector engagement; (ix) other issues; dan (x) other business and future meetings. Pertemuan APEC Senior Officials’ Meeting (SOM) 1 Agenda utama SOM 1 adalah membahas prioritas APEC AS 2011 yang terdiri dari tiga bidang, yaitu: (i) Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade; (ii) Promoting Green Growth; dan (iii) Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence. Konferensi Australia Indonesia Business Council (AIBC) dan Konsultasi Pra Negosiasi Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) Tujuan konferensi AIBC antara lain adalah untuk mensosialisasikan rencana IA-CEPA terutama kepada kalangan pengusaha kedua negara agar kerja sama ekonomi komprehensif ini memperoleh dukungan dari pengusaha kedua negara. Pertemuan Tim Teknis Indonesia-Mozambik Tim Teknis Indonesia-Mozambik dalam pertemuan membahas mengenai skema Forward Processing, Banking Cooperation, tinjauan implementasi atas Joint Statement, MoU on Trade Promotion, MoU on Industrial Technical Cooperation, MoU Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) dan MoU SME’s yang telah ditandatangani oleh kedua negara. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS) Agenda utama sidang adalah membahas hasil konsultasi Ketua CTFS dengan delegasi negara anggota untuk mengenai isu klasifikasi pada sektor jasa keuangan, Acceptance of the Fifth Protocol to the GATS Embodying the Results of the Financial Services Negotiations dan Recent Development in Financial Services Trade. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
6
Sidang Committee on Specific Commitment (CSC) Agenda utama sidang adalah untuk membahas isu-isu yang terkait dengan Relations between Old and New Commitment, Classification, dan Scheduling Sidang Plurilateral Request pada Perundingan Jasa WTO Dalam rangkaian sidang isu Jasa ini, pertemuan plurilateral request mencakup berbagai sektor yaitu: Cross Border Supply Services, Accounting Services, Legal Services, Architectural and Engineering Services, Private Education Services, Postal and Courier Services, Distribution Services, Freight Logistic (including Road and Rail Transport Services), Air Transport Services, Maritime Transport Services. Sidang Council of Trade in Service - Special Session (CTS-SS) Perkembangan perundingan menunjukan peningkatan yang pesat pertemuan baik plurilateral maupun bilateral, namun beberapa negara menyatakan perundingan plurilateral selain mempunyai manfaat tetapi juga terdapat kelemahan, yaitu tidak diperolehnya penjelasan yang spesifik tentang komitmen yang diberikan oleh negaranegara anggota. Pertemuan Working Party on Domestic Regulation (WPDR) Pertemuan membahas perkembangan perundingan Draft Discipline on Domestic Regulation to GATS article VI:4. Ketua WPDR mengadakan pertemuan konsultasi terbatas dengan beberapa negara anggota untuk membahas elemen-elemen draft text Domestic Regulation. Konsultasi informal terbatas tersebut menghasilkan revisi pertama dari consultative chair's note (RD/SERV/46/rev.2). Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO Agenda utama sidang adalah pembahasan negosiasi: (i) Emergency Safeguards Measures (ESM); (ii) Government Procurement (GP); dan (iii) subsidi.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
7
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8
Pertemuan Preparatory-SEOM Dipimpin oleh Dirjen KPI Selaku SEOMChair ASEAN..................................................................................................... Prep-SEOM for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN Summit ……………………………………………………………………………………………………. ASEAN Caucus Dipimpin oleh Edgardo B. Abon, Tariff Commission, Filipina…..………………………………………………………………………………………………… Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature.....………………………................................................................... SOM Chair AS Memberikan Sambutan dalam Pleno Terbuka APEC SOM1... Pejabat Senior APEC........................................................................................ Bapak Wakil Menteri Perdagangan pada Acara Australia Indonesia Business Council.............................................................................................. Delegasi Indonesia dan Australia....................................................................
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
25 27 28 30 65 69 70 75
8
BAB I KINERJA A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral 1. Sidang Agriculture Week Agriculture Week telah berlangsung pada tanggal 9-18 Maret 2011 di Jenewa. Rangkaian pertemuan diawali pada tanggal 9 Maret 2011 dan berakhir pada tanggal 18 Maret 2011 dengan format pertemuan informal open-ended yang dipimpin oleh Ketua CoA-SS dan dihadiri oleh seluruh negara anggota WTO. Domestic Support
Dalam pilar Domestic Support, negara anggota mengindikasikan bahwa tidak ada perkembangan baru pada beberapa pending issues termasuk isu blue box, cotton, dan Overall Trade-distorting Domestic Support (OTDS). Namun Norwegia selaku Ketua penyusunan data Value of Production (VoP) menyampaikan bahwa data VoP negara anggota yang telah disampaikan telah tersedia dalam website WTO. Hanya ada satu negara key player yang belum menyerahkan data VoP tersebut.
Market Access
Pembahasan pilar Market Access meliputi isu Non - Special & Differential Treatment (S&DT) di antaranya tariff capping, tariff simplification, dan sensitive products; serta isu Special & Differential Treatment (S&DT) yang hanya membahas Special Safeguard Mechanism (SSM) Pada isu Sensitive Products, Jepang dan Kanada tetap meminta adanya fleksibilitas berupa penambahan 2% Sensitive Products dari jumlah sensitive products dasar. Jepang dan Kanada masing-masing masih menginginkan jumlah sensitive products dasar masing-masing sebesar 6% dan 8%, bukan 4% sebagaimana yang tertuang dalam draf teks revisi ke-4. Draf teks revisi ke-4 dianggap belum stabil dan posisi kedua negara ini dengan tegas menyatakan bahwa pengajuan sensitive products sifatnya bukan "additional" dari draf teks revisi ke-4, namun diajukan dalam rangka fleksibilitas. Sementara negara-negara berkembang kembali mengingatkan bahwa modalitas sensitive products telah jelas tercantum di dalam draf teks ke-4 yaitu hanya 4%. Pada isu Tariff Quota Creation yang dikaitkan dengan pembahasan Sensitive Products, negara berkembang dan beberapa negara maju (Australia dan Norwegia)
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
9
mendukung agar dasar perundingan tetap menggunakan dokumen mengenai Revised Draft Modalities for Agriculture Sensitive Products: Tariff Quota Creation. Dalam dokumen tersebut, disebutkan bahwa produk yang tidak memiliki TRQ dapat dijadikan sensitive products dengan ketentuan TRQ baru. Untuk produk tersebut, diwajibkan menyediakan tambahan 2% konsumsi domestik dari ketentuan TRQ untuk sensitive products pada para 74 draf teks. Untuk produk tersebut, in-quota tariff rate adalah nol. Terkait hal ini, EU dengan jelas menyampaikan bahwa bottom line posisi mereka adalah "in quota rate at zero". Tariff Simplification
Pada isu Tariff Simplification, telah terdapat sejumlah pembahasan yang dilakukan negara anggota, baik dalam kelompok kecil maupun konsultasi dengan Ketua. Sebagai contoh: Australia, AS, Uni Eropa, Kanada, dan Norwegia telah melakukan pembahasan tariff simplification tersebut dalam format small group. Pembahasan dalam isu ini terpusat pada adanya inkonsistensi antara Annex N mengenai metodologi tariff simplification dengan isi draf teks. Di samping itu, sejumlah negara anggota juga mempertanyakan mengenai tariff simplification tersebut dalam penerapannya. Ketua menghimbau agar negara anggota yang melakukan pembahasan dapat terus melibatkan negara anggota lainnya sehingga dapat mencari jalan keluar secara multilateral.
Special & Differential Treatment
Pada isu Special & Differential Treatment (S&DT) khususnya SSM, Kelompok G-33 menyampaikan akan segera menyusun jawaban atas beberapa pertanyaan klarifikasi terkait modalitas SSM yang diajukan oleh AS. Namun, kelompok G-33 tidak akan menganggap bahwa jawaban yang akan disampaikan tersebut sebagai bagian dari perundingan dengan pihak negara-negara maju terutama AS. Selanjutnya pembahasan mengenai SSM disinyalir tidak adanya perkembangan. Sejumlah negara menyampaikan concern atas situasi ini dan menegaskan perlunya pembahasan yang lebih intensif dengan draf teks revisi ke-4 sebagai landasan. Menyambut hal ini, Ketua menghimbau negara anggota agar pembahasan lebih diintensifkan guna mencapai konsensus. Jika tidak dapat mencapai full consensus, maka Ketua menyarankan agar dibangun suatu pilihan/opsi modalitas. Terkait SSM, sejumlah negara yang termasuk dalam kelompok Small and Vulnerable Economies (SVEs) kembali mempertegas perlunya mempertimbangkan posisi SVEs
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
10
dalam modalitas SSM. Selama ini kepentingan SVEs belum tercermin dalam modalitas SSM di mana diperlukan fleksibilitas yang lebih besar bagi SVEs agar SSM dapat operasional dan efektif bagi mereka. Negara-negara SVEs selanjutnya akan menyampaikan proposal terkait teknis penerapan SSM bagi SVEs dalam waktu dekat. Sejumlah negara anggota telah menyatakan dukungannya, termasuk Indonesia. Menyambut hal ini, sejumlah negara anggota juga menekankan perlunya juga fleksibilitas bagi LDCs dan low binding countries. Export Competition
Pada pilar export competition, negara maju utamanya Swiss, Jepang, dan EU, dengan tegas menyampaikan bahwa mandat Doha yang akan menghapuskan subsidi ekspor merupakan kontribusi yang sangat besar dan akan segera dihapuskan apabila Putaran Perundingan Doha disepakati. Menurut negara-negara tersebut, subsidi ekspor merupakan kebijakan subsidi yang terbesar yang menyebabkan terjadinya distorsi harga dunia produk pertanian. Karena itu, negara maju mengaitkan bahwa negara maju tidak dapat lagi memberikan tingkat "level of ambition" yang lebih tinggi dari Draf Teks Revisi ke-4 seperti yang sering disuarakan negara berkembang. Dalam pertemuan "Room E" pada tanggal 11 Maret 2011, Swiss juga menyampaikan intervensi mengenai pengetatan disiplin export restriction sebagai conditionality atas penghapusan Subsidi Ekspor dengan tujuan food security. Di samping itu, Swiss degan tegas menyampaikan bahwa kebijakan penghapusan subsidi ekspornya telah tertuang di dalam National Legislation Swiss, dan menganggap bahwa konsesi ini tidak akan dapat lagi meningkatkan level of ambition seperti yang dituntut selama ini. Sementara bagi negara-negara eksportir pertanian khususnya negara anggota Cairns Group, posisi Swiss yang disinyalir juga merupakan posisi G-10, menolak conditionality tersebut dan menganggap tidak memberikan kontribusi bagi kemajuan perundingan, bahkan merupakan suatu usulan baru yang berbeda dengan yang sudah ada dalam draf teks. Di samping itu, negara berkembang menentang, munculnya isu pengaitan antara konsesi penghapusan subsidi ekspor dengan tingkat level of ambition.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
11
2. Sidang Negotiating Group on Non-Agricultural Market Access (NG NAMA) Pertemuan informal Negotiating Group on NAMA (NG NAMA) telah berlangsung pada tanggal 14-18 Maret 2011 di Jenewa yang dipimpin oleh Ketua NG NAMA dan dihadiri oleh negara-negara anggota. Pembahasan proposal-proposal baru Beberapa proposal yang diagendakan dalam pertemuan ini adalah: (i) Proposal LDCs terkait Rules of Origin (ROO) dokumen TN/MA/W/74/Rev.1; (ii) Proposal Korea terkait standar internasional dan Conformity Assessment Procedures dalam negosiasi NTB produk elektronik dokumen JOB/MA/83; (iii) Proposal Israel terkait Requestoffer approach dalam negosiasi NAMA dokumen JOB/MA/84; (iv) Proposal sejumlah negara terutama Singapura terkait negosiasi sektoral dokumen JOB/MA/85; dan (v) Proposal ACP Group terkait transparansi dokumen JOB/MA/86. Proposal LDCs terkait Rules of Origin (ROO) tidak mengalami pembahasan. Proposal Korea
Terkait proposal Korea mengenai standar internasional dan Conformity Assessment Procedures dalam negosiasi NTB produk elektronik, Korea menyampaikan bahwa paper tersebut bertujuan untuk menjembatani gap antara proposal NTBs produk elektronik yang dikeluarkan AS dan EU. Proposal tersebut mendapatkan banyak tanggapan dari negara anggota, EU menerima dengan baik proposal tersebut, namun AS berpandangan bahwa tidak ada konvergensi yang didapatkan dalam paper ini. Amerika Serikat menyampaikan penyebutan/pencantuman badan/organisasi standar internasional tidak akan membantu negara berkembang. Di samping itu, AS berpandangan bahwa paper Korea mengabaikan third party assessment dan tidak terjaminnya national treatment. Sementara itu, negara lain seperti Taipei mempertanyakan bagaimana menjembatani berbagai standar yang berlaku di seluruh negara anggota dengan standar yang telah ditetapkan.
Proposal Uni Eropa
Pembahasan isu Horizontal Mechanism Uni Eropa (EU) masih sangat jauh dari adanya konvergensi terutama antara EU dan AS. Isu pending yang terkait dengan usulan ini bagaimana hubungan Horizontal Mechanism (HM) dengan Dispute Settlement Body, apakah HM akan meniadakan peran Committee on TBT apabila terjadi
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
12
sengketa, apakah sengketa yang akan ditangani oleh HM yang terkait dengan perdagangan atau kebijakan standardisasi, apakah HM akan terkait dengan produk pertanian seperti peraturan SPS dan Codex. Untuk menjembatani perbedaan ini, Ketua meminta para anggota segera melakukan pembahasan dalam kelompok kecil dan segera mengupayakan kompromi yang realistis. Proposal International Standar
Proposal International Standar (Thailand, EU, India, Indonesia, Filipina, Norwegia, Swiss) intinya ingin mencantumkan badan penetapan standar internasional seperti ISO, IEC, ITU, dan Codex Alimentarius sebagai acuan yang relevan dan dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam dasar, prinsip, prosedur, penetapan serta pengembangan suatu regulasi teknis. Pencantuman Badan Standar Internasional tersebut sebagai Pedoman dalam menafsirkan Perjanjian TBT para 2.5, yaitu agar apabila suatu Negara dalam menetapkan regulasi teknis tidak menciptakan hambatan-hambatan perdagangan baru. Terhadap negara-negara berkembang, usulan ini diharapkan akan dapat melindungi kepentingan negara berkembang mengingat Badan-badan Internasional tersebut mengakui adanya special and differential treatment serta technical assistant. Umumnya negara-negara berkembang dan beberapa negara maju mendukung (Brasil, Turki, Malaysia) dan beberapa negara lain yang belum secara tegas mendukung menyatakan bahwa usulan ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk mempertegas perjanjian TBT. Sementara AS menentang usulan ini sebagaimana tanggapan AS pada poin 2 mengenai Standard and Conformity Assessment Procedures for Electronics. Terhadap proposal ini, Ketua mengingatkan agar negara pengusulan usulan ini segera melakukan konsultasi, terutama kepada AS.
Proposal Israel
Terkait proposal Israel mengenai Request-offer approach dalam negosiasi NAMA, Israel memperjelas kembali isi dari proposal tersebut. Proposal tersebut dimaksudkan untuk memperjelas para 21 Draf Teks revisi 3 tahun 2008 yang menyatakan bahwa negara anggota dapat menggunakan pendekatan request-offer sebagai modalitas tambahan. Terkait proposal sejumlah negara terkait negosiasi sektoral, Singapura sebagai salah satu proponen proposal tersebut menyampaikan bahwa tujuan dari paper tersebut adalah untuk memberikan penjelasan teknis atas negosiasi
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
13
sektoral. Pembahasan mengenai paper ini dilakukan secara terpisah pada tanggal 15 Maret 2011 dan dilaporkan secara terpisah. Terkait proposal ACP Group mengenai transparansi, Mauritius mewakili ACP Group kembali menjelaskan mengenai pentingnya transparansi dalam standar internasional dan perlunya technical assistance bagi ACP Group dalam menerapkan transparansi tersebut. AS mendukung pentingnya transparansi tersebut dikarenakan tidak semua negara ikut berpartisipasi dalam mengembangkan suatu standar internasional. AS juga menyarankan agar bantuan teknis juga dapat diperoleh dari organisasi non WTO. Room document dari Meksiko
Dalam pertemuan ini, Meksiko juga menyampaikan Room Document yang menjelaskan mengenai negosiasi sektoral dengan pendekatan tiga basket (Product Basket Approach) melalui diagram yang menjelaskan framework tersebut. Ketiga basket tersebut adalah: 1) Basket A, yaitu produk-produk yang dihapuskan tarifnya (tariff elimination) baik bagi negara berkembang dan negara maju. Namun demikian, persentase jumlah produk Negara Maju dalam basket ini lebih besar daripada Negara Berkembang; 2) Basket B, yaitu produk-produk yang mengalami pemotongan melebihi swiss formula baik bagi Negara Berkembang dan Negara Maju namun persentase pemotongan tambahan untuk Negara Maju dalam basket ini lebih besar daripada Negara Berkembang; 3) Basket C, yaitu produk-produk yang tidak perlu pemotongan yang lebih besar daripada swiss formula. Basket C hanya berlaku untuk Negara Berkembang. Meksiko juga menegaskan bahwa dalam negosiasi sektoral, Negara Berkembang hanya perlu berpartisipasi maksimum dalam 2 sektor dari 13 sektor yang diajukan. Selain itu, Negara Berkembang juga memperoleh fleksibilitas berupa periode implementasi yang lebih lama dibandingkan dengan Negara Maju.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
14
Pertemuan Bilateral Indonesia-Jepang
Dalam pertemuan bilateral ini Jepang selaku proponen inisiatif Sektoral produk Elektronik dan Elektrikal mengusulkan modalitas konsep Product Basket Approach (PBA), sebagai berikut: 1) Sektor Elektrik dan Elektrikal dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: Produk Information Technology, consumer electronics dan kelompok produk lainnya seperti generator, wire, cable, camera, dan lain-lain; 2) Modalitas penghapusan dan pengurangan sensitivitas produk tersebut sebagai berikut:
serta
a) Kelompok Produk Information Technology (IT), yaitu seluruh produk yang tercakup dalam Information Technology Agreement (ITA), akan di-bound pada tingkat 0%; b) Kelompok Produk Consumers Electronics: Negara Maju akan mem-bound tarifnya pada tingkat 0%, dan Negara Berkembang Zero for (X); c) Kelompok Produk Generator, wire, cable, camera dan lain-lain, modalitasnya hanya berupa pengurangan tarif bea masuk baik untuk negara maju maupun negara berkembang dikurangi; d) Kelompok lainnya, adalah produk elektronik dan elektrikal yang dikecualikan dari pengurangan tarif yang sifatnya produk sensitif. Indonesia termasuk dalam kelompok negara penentu tercapainya critical mass dengan total perdagangannya pada tahun 2006 sebesar USD 14,3 milyar, pangsa pasar 0,3 % dan pangsa cumulative trade 97,6%. Pada pertemuan kali ini, pihak Jepang tetap mengharapkan agar Indonesia dapat mendukung konsep PBA tersebut. Jepang mengindikasikan minat beberapa negara-negara anggota ASEAN, China, Taiwan, dan Korea untuk berpartisipasi. Jepang siap untuk membahas produkproduk elektronik Indonesia yang akan dikategorikan dalam kelompok sensitif, di luar produk yang diperjanjikan Indonesia dalam ITA Agreeement. Jepang juga mengindikasikan bahwa Taiwan mengajukan daftar produk sensitif yang ingin dikecualikan sebanyak 100 pos tarif, dari 487 HS total tariff lines sektor Elektronik dan Elektrikal.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
15
3. Sidang Committee on Trade and Environment Special Session Sidang Committee on Trade and Environment berlangsung pada tanggal 21-25 Maret 2011 di Jenewa mengagendakan pembahasan mengenai beberapa submission baru, yaitu: Submisi Baru
1) Proposal draft text memenuhi mandat perundingan para 31 (i) dan (ii) yang diajukan oleh delegasi US 2) Simulasi mengenai penurunan tarif terhadap environmental goods yang disampaikan oleh delegasi China; dan 3) Proposal outcome on Paragraph 31 (iii) yang diajukan oleh delegasi Singapura dan delegasi Meksiko.
Bilateral Meeting Indonesia-Amerika
Pada tanggal 22 Maret 2011, Indonesia dan Amerika melakukan Bilateral Meeting untuk membahas proposal Amerika mengenai Paragraf 31 (i) dan (ii). Terkait dengan concern Indonesia yang disampaikan mengenai dimasukkannya Sanitary and Phytosanitary Agreements dalam preambul draft text untuk para 31 (i) dan (ii), Amerika Serikat mengatakan bahwa dimasukkannya Sanitary and Phytosanitary Agreement tersebut karena merupakan mandat. Alasan lainnya adalah karena keinginan kuat dari EU untuk alasan keamanan dan keselamatan manusia dan menganggap penting dengan dimasukkannya Sanitary and Phytosanitary Agreement ini untuk mengklarifikasi hak anggota. Terkait dengan usulan Indonesia untuk dimasukkannya transfer of technology dalam preambul draft text, Amerika mempertanyakan mengenai maksud Indonesia dengan perlunya transfer of technology yang dimaksud Indonesia untuk preambul di “Recognizing the importance of.....”. Amerika menganggap bahwa dimasukkannya transfer of technology tidak ada hubungannya dengan mandat para 31 (i) ini. Mengenai concern Indonesia mengapa AS menginginkan perlunya share domestic experience, Amerika mengatakan bahwa fakta-fakta di lapangan (domestik) perlu disampaikan untuk digunakan sebagai dasar negosiasi dan dasar dari analisis. Mengenai para 31 (iii), AS menyinggung sedikit dengan menyatakan keinginannya adanya large environmental goods and services (EGs) List tetapi dengan fleksibilitas, yang artinya masing-masing negara dapat memasukkan dan mengeluarkan barang lingkungan tertentu dengan penerapan liberalisasi misalnya 20 tahun lagi (untuk misalnya 25 jenis barang lingkungan).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
16
Mengenai bahasa dalam Preambul para 31 (i) dan (ii) delegasi dari EU, Switzerland, dan Norway mengusulkan penambahan text yang di antaranya berisi mengenai kedudukan yang sejajar dari multilateral environmental agreements (MEAs) dan WTO Agreement dalam hukum internasional. Sedangkan isu mengenai National Coordination telah mencapai konvergensi. Observer Status
Pembahasan mengenai observer status, pada pertemuan terakhir, beberapa negara meminta para 3 c untuk dihilangkan. Namun beberapa negara maju seperti Australia dan New Zealand melihat bahwa para 3 c ini penting (tetap ada) karena memiliki korelasi dengan annex 3 Rules of Procedures for Sessions of Ministerial Conference and Meetings of the General Council. Canada dan Switzerland menyampaikan bahwa sebaiknya jangan membuat observer status menjadi burdensome, tetapi seharusnya mudah dalam memberikan observer status kepada MEAs. Canada menyampaikan bahwa sebaiknya dalam memberikan (granting) observer status berdasarkan beberapa concern yaitu kategori dan creating new mechanism (yang dapat membentuk mekanisme baru).
Technical Assistance
Mengenai isu Technical Assistance kepada negara berkembang terdapat proposal Mali. Proposal ini masih memerlukan penjelasan lebih lanjut dari proponent.
Common Core List
Pada sidang kali ini, beredar list environmental goods and services (EGs) baru yang merupakan Common Core List yang berisi daftar 25 jenis barang. Common Core List ini merupakan ekstrak dari compilation list. Common Core list ini disusun oleh Australia, Columbia, Hong Kong, China, Norwegia, dan Singapura. Untuk hal ini Indonesia belum dapat memberikan tanggapannya. Keberatan terhadap Common Core list ini disampaikan oleh India. India memandang bahwa list ini masih penuh dengan ketidakjelasan karena barang yang dimaksud dalam list tersebut masih bisa dipertanyakan apakah merupakan EGs karena banyak barang yang multi use, jadi tidak hanya bermanfaat untuk lingkungan saja. Chair sebenarnya menghendaki pembahasan tidak hanya trade data and technical data tetapi diperluas juga terhadap Non-tariff barriers (NTBs) serta cross cutting issue seperti Technical Assistance and Capacity Building misalnya issue technology transfer.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
17
4. Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade Sidang Reguler Komite Technical Barriers to Trade (TBT) berlangsung pada tanggal 24-25 Maret 2011 di kantor WTO, Jenewa. Hasil pertemuan bilateral dan beberapa isu dalam pembahasan specific trade concern yang menjadi kepentingan Indonesia, adalah sebagai berikut: 1) Trade Concern Indonesia terhadap Brasil Draf Resolusi No. 112 tanggal 29 November 2010 tentang batas maksimum tar, nikotin, dan karbon monoksida yang diperbolehkan dalam produk tembako serta larangan additive. 2) Specific Trade Concern EU dan US berkenaan dengan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 22/ MDAG/PER/5/2010 tentang perubahan atas Permendag 62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label pada Barang. Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Uni Eropa dan Amerika Serikat yaitu : Permendag Mengenai Label
1) Indonesia tidak menotifikasi peraturan tersebut ketika masih dalam bentuk draf agar dapat memberikan waktu pemberian tanggapan kepada anggota WTO. Permendag Label difokuskan pada upaya pemenuhan hak konsumen untuk memperoleh hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dibeli, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan. Peraturan Menteri dimaksud tidak dikategorikan import licensing regulation sehingga saat penyusunannya tidak diperlukan proses notifikasi dalam kerangka TBT.
Kewajiban Pencantuman Label Bahasa Indonesia
2) Ketentuan untuk pemberian label tidak dilakukan pada saat barang telah memasuki custom area. Kewajiban pencantuman label Bahasa Indonesia bagi barang impor berlaku sebelum barang memasuki daerah pabean Republik Indonesia, bertujuan untuk: a) Melindungi konsumen dari produk yang tidak jelas informasinya; b) Mempermudah pelaksanaan pengawasan dan penegakkan hukum kepabeanan di jajaran Bea dan Cukai; dan c) Meminimalisir masuk dan beredarnya barang impor ilegal.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
18
3) Apakah label termasuk ke dalam “systematic check” yang dilakukan sebagai bagian dari prosedur custom. Pelaksanaan kewajiban pencantuman label berbahasa Indonesia bukan merupakan “systematic check”, namun demikian dalam rangka pemenuhan kewajiban label, importir harus menyertakan Surat Keterangan Pencantuman Label Bahasa Indonesia (SKPLBI) sebagai dokumen pelengkap kepabeanan dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor, termasuk Surat Pembebasan Keterangan Pencantuman Label Bahasa Indonesia (SPKPLBI) apabila importasinya dikecualikan. Approval Terhadap Contoh Label
4) Alasan perlunya proses approval terhadap contoh label, dan himbauan agar pemerintah Indonesia meninjau kembali kebijakan yang mempersyaratkan approval tersebut: a) Approval dalam pencantuman label berbahasa Indonesia bertujuan positif antara lain untuk meminimalisir terjadinya kesalahan pencantuman informasi pada label sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan meningkatkan efektivitas serta kemudahan pengawasan barang baik di border (perbatasan) maupun di pasar; b) Pelaksanaan approval terhadap contoh label oleh Indonesia masih diperlukan dalam rangka mendukung efektivitas pengawasan pra pasar melalui instrumen surat keterangan (SKPLBI dan SPKPLBI), sehingga dapat melindungi pelaku usaha dari maraknya pemalsuan barang.
Daftar Jenis Barang Lainnya
5) Lampiran IV dari Permendag No. 22/2010, yang memuat daftar jenis barang lainnya, terutama untuk produk alas kaki dan barang jadi kulit, terhadap kewajiban untuk mencantumkan nama atau merek barang, dianggap Uni Eropa adalah persyaratan yang memberatkan dan tidak diperlukan oleh pengguna. a) Pencantuman keterangan nama atau merek barang pada label merupakan informasi yang lazim dicantumkan. Pencantuman informasi tersebut sifatnya optional (boleh memilih) dapat dicantumkan salah satu atau seluruhnya; b) Pencantuman nama atau merek barang sangat diperlukan bagi konsumen, karena merek barang terikat dengan brand image (citra merek) produk dan sangat mempengaruhi harga barang.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
19
Pencantuman “Care Label”
6) Uni Eropa meminta klarifikasi mengenai apakah terdapat standar tertentu di mana ketentuan pencantuman “Care label” untuk nama dan alamat importir/negara pembuat atas produk kaos kaki, kertas fotokopi, pakaian jadi laki-laki, wanita, dan anak-anak. a) Mengenai ketentuan “nama atau merek barang”, “Nama dan alamat importir untuk barang impor”, dan “Negara Pembuat atau Made In” untuk produk kaus kaki, kertas fotokopi, pakaian jadi lelaki dan anak lelaki, serta pakaian jadi wanita dan anak wanita adalah sebagaimana tercantum dalam butir 8, 9, 18, dan 19 Lampiran IV Permendag Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010; b) Pencantumen care label tidak seluruhnya didasarkan pada standar tertentu, semua informasi pada care label disesuaikan dengan karakteristik barang; dan c) Khusus untuk produk tekstil didasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 08-03362005 tentang Label Pemeliharaan tekstil dan Produk Tekstil Menggunakan Lambang beserta Amandemen I tahun 2010.
Pencantuman “Logo Kulit” dan “Keterangan untuk Penggunaan dan Pemeliharaan”
7) Uni Eropa meminta klarifikasi mengenai ketentuan pada label atas kelompok produk alas kaki dan barang jadi kulit atas Ketentuan pencantuman “Logo kulit” dan “Keterangan untuk penggunaan dan pemeliharaan (jika diperlukan)”, juga jika pelabelan dilakukan melalui penempelan stiker. a) Pencantuman logo kulit pada label jika terbuat dari kulit asli diserahkan kepada pelaku usaha yang bersangkutan secara bertanggungjawab; b) Pencantuman informasi penggunaan dan label care bersifat voluntary (apabila diperlukan), dalam konteks ini informasi apa saja yang akan dicantumkan hanya produsen/pabrikan yang dapat menentukan, mengingat produsen atau pabrikan yang mengetahui secara pasti karakteristik produk. Menurut Permendag Label, pencantuman keterangan untuk penggunaan dan pemeliharaan sesuai karakteristik barang adalah hanya jika diperlukan; c) Ketentuan pelabelan terhadap produk alas kaki selain tercetak pada barang juga dapat menggunakan stiker pada kemasan. Secara lengkap
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
20
hal ini dapat dilihat pada Lampiran IV butir 1 Permendag Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010 Kondisi dan Prosedur Penerapan Pengecualian
8) Uni Eropa meminta penjelasan dari Pemerintah Indonesia mengenai kondisi dan prosedur penerapan pengecualian atas Pasal 11 dari Permendag No. 62/2009 yang diberikan kepada produsen atau importir. Ketentuan Pasal 11 Permendag No. 62/2009 telah diubah menjadi pasal 11 Permendag No. 22/2010. Pada prinsipnya pencantuman label dalam bahasa Indonesia tidak diberlakukan untuk : a) Barang yang dijual dalam bentuk curah dan dikemas secara langsung di hadapan konsumen; b) Barang-barang dalam lampiran I, lampiran II, lampiran III dan lampiran IV yang digunakan sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong lain dalam proses produksi.
Pencantuman Label Berbahasa Indonesia Bagi Produk Makanan
9) Uni Eropa meminta klarifikasi mengenai apakah Pemerintah Indonesia juga berencana untuk mewajibkan pencantuman label berbahasa Indonesia bagi produk makanan. Kewajiban pencantuman label Bahasa Indonesia untuk produk pangan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang mulai berlaku sejak tanggal 21 Juli Tahun 2000.
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN 1. Pertemuan ke-37 ASEAN-China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) dan Pertemuan Terkait Lainnya Pertemuan ke-37 The ASEAN–China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) dilaksanakan di Ma’anshan, China, pada tanggal 2-4 Maret 2011. Perdagangan Barang Legal Enactment (LE) Produk Sensitif
Berdasarkan Para 3 Annex 2 Persetujuan Perdagangan Barang ACFTA terkait modalitas penurunan tarif produk sensitif untuk ASEAN-6 dan China, maka seluruh tarif dalam kategori sensitif harus diturunkan tarifnya maksimal menjadi 20% pada tahun 2012, dan menjadi 0-5% pada tahun 2018. ASEAN-6 dan China diharapkan dapat mempersiapkan Legal Enactment penurunan tarif kategori sensitif sebelum implementasi 1 Januari 2012, dan menyampaikannya
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
21
kepada Sekretariat ASEAN sebelum 15 Desember 2011. Seluruh Legal Enactment ASEAN-6 dan China diharapkan akan dapat tersedia di Website ASEAN pada tanggal 1 Januari 2012. Review Persetujuan Perdagangan Barang Perdagangan Produk Sensitif
Untuk lebih memfasilitasi hasil review persetujuan perdagangan barang dan mengkaji besarnya perdagangan yang terjadi pada produk-produk sensitif ASEAN dan China, maka pada pertemuan ACTNC ke-36 di Luang Prabang, Laos, para Pihak meminta Sekretariat ASEAN untuk melakukan kajian analisis data tarif dan perdagangan atas produk-produk yang terdapat dalam Sensitive Track (ST) seluruh negara ASEAN dan China. Pada pertemuan ini Sekretariat ASEAN menyampaikan kesulitannya untuk dapat melakukan analisis berdasarkan data-data yang dimiliki, dan seluruh Pihak ACFTA menyepakati akan menyampaikan data-data yang diperlukan sesuai format sebelum tanggal 30 April 2011. Memperhatikan bahwa review produk sensitif dan prinsip resiprositas dilakukan dalam konteks kajian perdagangan dan liberalisasi produk-produk Sensitive Track (ST) berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Persetujuan Perdagangan Barang ACFTA, China menyampaikan keinginannya untuk dapat mengkaji penurunan tarif produk-produk ST dalam jadwal komitmen seluruh Pihak ACFTA sebelum dilakukan liberalisasi produk-produk dalam kategori ST.
Penerapan Ketentuan General Exception (GE)
Berdasarkan hasil konsultasi domestik, enam negara ASEAN (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam) yang menerapkan General Exception List akan tetap menerapkan prinsip tersebut berdasarkan Pasal 12 Persetujuan Perdagangan Barang ACFTA. ASEAN Sekretariat akan melakukan kajian perdagangan dalam produk-produk General Exception, enam negara ASEAN sebagai panduan pembahasan pertemuan mendatang.
Mekanisme Pertukaran Informasi Efektif
Mekanisme pertukaran informasi efektif direncanakan akan dilakukan melalui pertukaran informasi prosedur penerbitan CO Form-E, termasuk informasi terkait biayabiaya yang dikeluarkan untuk dapat menerbitkan CO FormE di masing-masing negara ASEAN dan China.
Status Penyampaian Data
ASEAN Sekretariat telah membuat matriks pertukaran data informasi untuk dapat dimasukkan ke dalam website ASEAN. Indonesia telah menyampaikan kepada Sekretariat ASEAN data jadwal penurunan tarif, data perdagangan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
22
tahun 2008 dan 2009, serta data utilisasi penerimaan dan penerbitan CO Form-E hingga kuartal ke-3 tahun 2009. Seluruh negara ASEAN dan China diharapkan dapat mematuhi penyampaian data informasi yang akan digunakan sebagai data kajian kinerja implementasi ASEAN-China FTA di masing-masing negara. Rules of Origin
Pertemuan Trade Negotiations Committee (TNC) membahas proposal review ACFTA-ROO berdasarkan hasil pertemuan ASEAN Plus Working Group on Rules of Origin (APWG-ROO) pada tanggal 8-10 Februari 2011 di Jakarta, untuk mengadopsi aturan yang lebih liberal dalam ACFTA yang sebelumnya adalah RVC 40% disertai dengan aturan dalam Product Specific Rules, menjadi RVC 40% or CTH, disertai aturan dalam Product Specific Rules. Brunei Darussalam, China, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam telah mengimplementasikan Protokol ke-2 perubahan Persetujuan TIG-ACFTA atas penyempurnaan OCP (Operational Certification Procedures). Para Pihak mengharapkan Kamboja, Indonesia, dan Myanmar dapat segera menyelesaikan prosedur internal ratifikasi serta mengimplementasi Protokol ke-2 perubahan Persetujuan Trade in Goods-ACFTA tersebut. Terkait masalah periode transisi, per tanggal 1 Maret 2011 seluruh Pihak yang telah mengimplementasikan Revisi OCP wajib menerbitkan CO Form-E baru. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan OCP lama, CO Form-E lama yang diterbitkan pada periode transisi (1 Januari 2011 - 28 Februari 2011) para Pihak yang telah mengimplementasikan revisi OCP akan diterima China hingga tanggal 1 Juni 2011.
Fasilitasi Perdagangan
Pertemuan membahas proposal China atas Chapter on Customs Procedure and Trade Facilitation, dan menyepakati pembentukan ad-hoc Working Group Customs Expert di bawah koordinasi Working Group Rules of Origin (WG-ROO) untuk membahas lebih lanjut proposal Chapter Customs Procedures tersebut. ASEAN akan melakukan konsultasi domestik terlebih dahulu sebelum menyampaikan revisi Chapter tersebut kepada China. Seluruh Negara ASEAN dan China juga diharapkan dapat menyampaikan Contact Point Kepabeanan dalam ad-hoc Working Group tersebut.
Perdagangan Jasa
Pada pertemuan ini, China menginformasikan masih melakukan konfirmasi revisi komitmen paket ke-2 Malaysia
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
23
dan Myanmar. Pertemuan mengharapkan agar China dapat segera memfinalisasikan pembahasan revisi komitmen paket ke-2 Malaysia dan Myanmar sehingga para Pihak dapat mempersiapkan prosedur domestik persiapan penandatanganan Draft Protocol Perubahan Persetujuan Jasa ACFTA atas komitmen paket ke-2 tersebut pada Pertemuan ke-10 AEM-MOFCOM Consultation, Agustus 2011 di Manado, Indonesia. Kerja Sama Ekonomi
Pertemuan Trade Negotiations Committee (TNC) menerima laporan dari pertemuan Working Group on Economic Cooperation (WGEC) mengenai perkembangan proposal-proposal kerja sama ekonomi yang belum dapat diimplementasikan. Dapat dikatakan kemajuan proposalproposal tersebut (termasuk kedua proposal Indonesia) relatif lambat karena masih perlu mencari donor dan institusi/lembaga yang berkompeten, seperti Asosiasi dan Kementerian terkait di China. Pada tanggal 8-9 Juni 2011 akan dilaksanakan China-ASEAN SME Conference di Kuala Lumpur, Malaysia. Acara tersebut merupakan salah satu implementasi proyek kerja sama ekonomi melalui mekanisme sharing budget antara Pemerintah Malaysia dan ASEAN-China Cooperation Fund. Pada pertemuan tersebut juga akan dilaksanakan ASEAN– China SME Innovation Showcase and Convention serta pelatihan untuk ACFTA Business Portal Coordinator.
Sanitary and Phytosanitay (SPS)
Pertemuan Working Group on Sanitary and Phytosanitay (SPS) melakukan klarifikasi atas tanggapan ASEAN dalam SPS Chapter yang terdiri dari dua belas pasal. Secara khusus terdapat tiga pending issues dalam pembahasan antara lain: (i) timeframe; (ii) risk assesment; dan (iii) regionalisation. ASEAN akan melakukan konsultasi domestik untuk dapat memberikan tanggapannya atas ketiga isu tersebut.
Trade Barrier to Trade (TBT)
Dalam pertemuan ke-2 ASEAN–China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) Working Group-Trade Barrier to Trade, ASEAN Member States membahas tanggapan China terhadap counter proposal draft TBT yang dibuat oleh ASEAN. Dalam pembahasan terdapat pasal-pasal yang menjadi perhatian ASEAN dan China, antara lain: article tentang Objective, Conformity Assessment Procedures, Transparency, Technical Consultation, Technical Cooperation, Cooperation in Internal Organization, dan Implementation.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
24
Dalam pertemuan terdapat pending issues antara ASEAN Member States dan China, yaitu: (i) Time frame dari notified technical regulations, di mana China mengusulkan tidak lebih dari 15 hari kerja; dan (ii) Prosedur Conformity Assessment Body (CAB) antara AMS dan China yang berbeda. ASEAN dan China sepakat untuk melakukan internal discussion terhadap pending issues dan akan menyampaikan ke ASEAN Sekretariat paling lambat tanggal 31 Maret 2011. Seminar ASEAN-China Business Portal
Pada tanggal 2 Maret 2011, di Ma’anshan, China, dilaksanakan juga seminar ke-3 pelatihan Business Portal Coordinator (BPC) untuk dapat memonitor perkembangan ACFTA Business Portal yang secara resmi telah diluncurkan pada tanggal 7 Januari 2010 di Nanning bersamaan dengan peresmian implementasi penuh komitmen ACFTA. Pada pelatihan kali ini, para Business Portal Coordinator (BPC) dilatih untuk dapat menggunakan perangkat analisis yang dapat menganalisis data trafik sebuah situs melalui Google Analytics (GA), Google Trends, dan Goole Insight for Search. Selain itu dijelaskan juga langkah-langkah dalam mengunggah artikel dan foto, serta menggunakan ketiga perangkat analisis tersebut. Pada pertemuan ini, China menyampaikan proposal Hongkong untuk dapat bergabung dengan ASEAN dan China dalam Persetujuan ASEAN-China FTA. Untuk itu pertemuan menyepakati agar Hongkong dapat menyampaikan proposal resmi kepada ASEAN untuk dapat dibahas pada pertemuan SEOM-MOFCOM Consultation.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
25
2. Preparatory-Senior Economic Official Meeting (SEOM) for the Joint Preparatory Meeting (JPM) for the 18th ASEAN Summit Joint Preparatory Meeting untuk KTT ASEAN ke-18 dan pertemuan terkait lainnya berlangsung di kota Yogyakarta pada tanggal 8-9 Maret 2011.
Gambar 1. Pertemuan Preparatory-SEOM Dipimpin oleh Dirjen KPI Selaku SEOM-Chair ASEAN
Preparation for the 18th ASEAN Summit
Pertemuan mencatat 4 (empat) dokumen yang akan menjadi outcome documents dari KTT ASEAN ke-18. Keempat dokumen tersebut adalah: (i) ASEAN Leaders’ Joint Statement on the ASEAN Community in a Global Community of Nations; (ii) ASEAN Leaders’ Joint Statement on the Establishment of an ASEAN Institute for Peace and Reconciliation; (iii) Agreement on the Establishment of ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management IAHA Centre); dan (iv) Chair’s Statement of the 18th ASEAN Summit. Secara khusus SEOM mempelajari draft Chair’s Statement of the 18th ASEAN Summit untuk bagian ekonomi yang disiapkan oleh Sekretariat ASEAN. SEOM meminta Sekretariat ASEAN untuk menambahkan kesepakatan ASEAN Economic Ministers (AEM) yang baru lalu terkait pemberian fokus pada Pilar Ketiga dari AEC sebelum draf dimaksud didistribusikan kepada semua sectoral ministerial bodies yang berada di bawah naungan AEC Council. Draf yang telah disempurnakan berdasarkan masukan dari Sectoral Bodies diharapkan dapat disampaikan kepada SEOM pada tanggal 15 April 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
26
Preparation for the 5th Meeting of the ASEAN Economic Community Council
Pertemuan juga membahas draft agenda the 5th AEC Council Meeting yang dijadwalkan pada tanggal 6 Mei 2011. Direncanakan pada pertemuan AEC Council nanti Ketua ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM) dan ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (AMAF) akan diminta hadir guna membahas kenaikan harga-harga pangan dan komoditas akhir-akhir ini. Pertemuan juga menyepakati hal-hal sebagai berikut: 1) Setiap negara anggota menyiapkan dua halaman laporan mengenai implementasi AEC Blueprint di tingkat nasional sebagai sarana bertukar informasi dan pengalaman khususnya untuk mengatasi masalah implementasi dan koordinasi nasional; 2) Laporan dari sectoral ministerial bodies kepada AEC Council diharapkan memuat tidak saja tantangan yang dihadapi tetapi juga kemajuan yang dicapai; 3) Menambah agenda the 5th AEC Council Meeting dengan pembahasan mengenai perkembangan implementasi Master Plan on ASEAN Connectivity; dan 4) Sekretariat ASEAN menyiapkan draf pertama draft Report AEC Council to the 18th ASEAN Summit untuk dipertimbangkan oleh SEOM selambatnya tanggal 15 April 2011.
The First ASEAN-EU Business Summit
SEOM mendapatkan penjelasan dari Indonesia mengenai persiapan penyelenggaraan ASEAN-EU Business Summit pada tanggal 5 Mei 2011. Indonesia secara khusus menghimbau kembali negara anggota lainnya untuk memastikan kehadiran AEM masing-masing pada sesi public-to-private session pukul 16.00-18.00 yang akan diikuti dengan cocktail reception. Indonesia juga mengindikasikan bahwa akan disampaikan Joint Invitation Letter dari AEM Chair dan EU Trade Commissioner kepada bisnis dan kepada setiap AEM. Terkait dengan permintaan Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam (CLMV) untuk mendapatkan fasilitasi pembiayaan bagi perusahaan yang akan berpartisipasi, Indonesia menyatakan hal ini sudah dipertimbangkan oleh Indonesia dan EU dan akan diinformasikan dalam Joint Invitation Letter kepada setiap AEM. Pertemuan mengusulkan agar Chamber of Commerce and Industry/ASEAN Business Advisory Council menyampaikan sedini mungkin daftar tentative issues yang akan disampaikan kepada AEM dan Trade Commissioner agar terwujud interaksi yang produktif.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
27
ASEAN Economic Community (AEC) 2015 Timeline
SEOM sepakat mengenai pengertian yang dicapai oleh para Menteri saat pertemuan AEM Retreat tanggal 26-27 Februari 2011 di Laos, bahwa perwujudan ASEAN Economic Community (AEC) “by 2015” tidak diartikan secara harfiah bahwa AEC terwujud tepat pada 1 Januari 2015. SEOM mengkonfirmasi bahwa beberapa program kerja AEC yang memiliki “high impacts” bagi proses integrasi perekonomian ASEAN akan terimplementasi pada atau sebelum tanggal 1 Januari 2015, namun beberapa program lainnya akan terimplementasi pada tahun 2015 meskipun tidak tepat per tanggal 1 Januari 2015. Guna mewujudkan pemahaman yang sama dengan dua pilar ASEAN Community lainya, SEOM sepakat untuk berbagi paper Sekretariat ASEAN mengenai hal ini pada saat JPM tanggal 9 Maret 2011 dengan terlebih dahulu memasukkan pengertian yang dicapai oleh AEM.
Mid-term Review of the AEC Blueprint
SEOM memanfaatkan pertemuan di Yogyakarta ini untuk membahas draft TOR on Mid-Term Review of the AEC Blueprint and the Strategic Schedule setelah mendapatkan tanggapan dari semua sectoral bodies kecuali Committee on Science and Technology (COST). Sekretariat ASEAN akan mengupayakan tanggapan segera dari COST, sementara Kamboja mengusulkan dimasukkannya provisi mengenai confidentiality of findings sedangkan Vietnam menyampaikan beberapa usulan yang dituangkannya secara tertulis. Diharapkan TOR dimaksud dapat difinalisasikan pada pertemuan SEOM 2/42 dan proses mid-term review dimulai.
Gambar 2. Preparatory SEOM for the Joint Preparatory Meeting (JPM) th for the 18 ASEAN Summit
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
28
3. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature (AP-WGTN) Pertemuan the 4th AP-WGTN berlangsung pada tanggal 810 Maret 2011 di Yogyakarta. Pertemuan dihadiri oleh wakil dari negara anggota ASEAN (kecuali Kamboja dan Laos), Sekretariat ASEAN dan ASEAN FTA Partner’s (AFP’s) yaitu Australia, China, India, Jepang, Korea, dan New Zealand.
Gambar 3. ASEAN Caucus Dipimpin oleh Edgardo B. Abon, Tariff Commission, Filipina
Peta jumlah tariff lines MFN ASEAN dan AFP’s
Sekretariat Asean menyampaikan peta jumlah tariff lines MFN ASEAN dan AFP’s: Korea memiliki 12.173 tariff lines, India 12.169 tariff lines, Jepang 9.047 tariff lines, China 7.868 tariff lines, New Zealand 7.288 tariff lines, Australia 6.015 tariff lines, sedangkan tariff lines untuk ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) 2007 berjumlah 8.300 tariff lines. Pertemuan mencatat convergences dan divergences Tariff Nomenclature ASEAN dan AFP’s dan teridentifikasi bahwa hanya 925 (18,31%) HS 2007 (6 digit) yang convergence (sama). Pertemuan juga mencatat bahwa harmonisasi TN akan mengakibatkan bertambahnya tariff lines dan memecah AHTN yang berlaku saat ini. ASEAN Member States (AMS) dan ASEAN FTA Partner’s (AFP’s) berpandangan harmonisasi tarif nomenklatur memungkinkan untuk dilakukan namun akan menghadapi tantangan yang cukup berat bagi semua negara anggota karena harus banyak melakukan kompromi dan membutuhkan komitmen yang tinggi bagi semua pihak. Pertemuan terpecah menjadi dua suara di mana AFP’s menilai bahwa harmonisasi tarif nomenklatur cenderung mempersulit dari pada memfasilitasi perdagangan sedangkan AMS berpandangan bahwa pada awalnya harmonisasi nomenklatur memang terkesan kurang
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
29
memfasilitasi perdagangan, namun setelah dilakukan simplikasi dan harmonisasi akan lebih memfasilitasi perdagangan. ASEAN Member States sepakat akan mengadopsi a single, common and uniform tariff nomenclatures tariff sebagai elemen building block sesuai dengan arsitektur regional dan integrasi East Asia. Pertemuan mencatat posisi ASEAN FTA Partner’s (AFP’s) bahwa AFP’s akan mempelajari apakah harmonisasi tariff nomenclature dapat menjadi building block dalam menetapkan arsitektur regional dan integrasi East Asia. Saat ini, AFPs belum yakin bahwa harmonisasi tarif nomenklatur antara AFP’s dan ASEAN memungkinkan dan diperlukan. AFP’s berpandangan bahwa harmonisasi tarif nomenklatur bukan sesuatu yang penting dalam menetapkan regional architecture dan integrasi East Asia. Lebih lanjut AFP’s menyampaikan bahwa pertimbangan non-harmonisasi tarif nomenklatur mungkin akan lebih tepat untuk menyelesaikan perbedaan dan masalah dalam meningkatkan regional economic integration. Recommendation to ASEAN siap untuk berdiskusi lebih lanjut dengan AFP’s Senior Economic Official tentang harmonisasi tarif nomenklatur. Pendekatan Meeting (SEOM) building block dalam regional architecture di East Asia dimulai dengan trade in good dan ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature menyarankan agar penyelesaian harmonisasi tarif nomenklatur di antara negara East Asia dengan menggunakan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature 2012 sebagai dokumen awal. Menyusun Terms of reference baru untuk harmonisasi tarif nomenklatur antara ASEAN dengan ASEAN FTA Partner’s yang memungkinkan dilakukan negosiasi untuk menyelesaikan masalah harmonisasi, membentuk working group baru dan melibatkan expert harmonized system/ tarif nomenklatur dalam memfasilitasi kerja working group yang baru. Terms of reference (TOR) juga mencakup tentang Working Group diketuai oleh ASEAN Member States dan wakil dari AFP’s. Diharapkan Working Group ini sudah mulai aktif setelah Entry Into Force Asean Harmonize Tariff Nomenclature 2012 pada tanggal 1 Januari 2012. Working Group membuat laporan dan mendapatkan pengarahan dari Senior Economic Official Meeting (SEOM). Diusulkan sistem harmonisasi yang baru disebut East Asia Harmonized Tariff Nomenclature (EAHTN).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
30
Melakukan riset pada tahun 2011 untuk menganalisis dan mengkaji lebih detail tentang harmonisasi, tantangan dan permasalahan, mencari jalan keluar hal-hal yang divergences. ASEAN terbuka untuk segala bentuk technical cooperation/capacity building dari AFP’s. Rekomendasi
Agar badan-badan ASEAN, seperti Bea Cukai dan subkomite FTA mempertimbangkan isu-isu lain yang bukan harmonisasi tarif nomenklatur namun dapat memfasilitasi perdagangan sebagai berikut: 1) Transparency; 2) Use of advance rulings; 3) Effective mechanism for the administrative and judicial review of decisions on classification; 4) Transparent, effective and timely processes for the transposition and correlation tables into the new HS nomenclature each time the WCO updates the HS; and 5) Other non-harmonization measures. Pertemuan mencatat bahwa AP-WGTN sudah menyelesaikan tugasnya sesuai dengan TOR, dan sepakat untuk menyampaikan hasil pertemuan ke-4 AP-WGTN ke SEOM/AEM. Dengan berakhirnya pertemuan ini maka Chairman beserta anggota working group dapat dibubarkan.
Gambar 4. Pertemuan ke-4 ASEAN-Plus Working Group on Tariff Nomenclature
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
31
4. Pertemuan ke-4 ASEAN-Korea FTA Implementing Committee (AKFTA-IC) dan Pertemuan Terkait Lainnya Rangkaian Pertemuan ke-4 ASEAN Korea FTA Implementing Committee (AKFTA-IC) dilaksanakan pada tanggal 9-11 Maret 2011 di Seoul, Korea. Pertemuan dilaksanakan back-to-back dengan ASEAN Korea SubCommittee on Tariff and Rules of Origin (AKSTROO), dan Working Group Economic Cooperation (EC). Review Persetujuan Perdagangan Barang AKFTA Protokol Perubahan AKFTA
Protokol Perubahan AKFTA untuk memasukkan daftar produk HSL-E Laos telah ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi ASEAN dan Korea pada tanggal 30 November 2010, dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Maret 2010 untuk Korea, Laos, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Sementara Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Filipina, dan Malaysia masih dalam proses penyelesaian prosedur internal ratifikasi dan notifikasi.
Impact Study
Pertemuan mendengarkan hasil laporan akhir Joint Impact Study of the ASEAN-Korea Trade in Goods Agreement yang dilakukan oleh konsultan yang telah ditunjuk, yakni: Mr. Erwin Corong (mewakili ASEAN) dan Mr. Han Sung Kim (mewakili Korea). Hasil laporan ini merupakan penyempurnaan dari Laporan interim kedua Konsultan pada Pertemuan Spesial AKFTA di Jakarta, Desember 2010, dan akan menjadi salah satu referensi kegiatan review AKFTA. Joint Study ini mengkaji secara lebih detail: (i) tingkat utilisasi AKFTA-Goods, dan (ii) dampak ekonomi dari diterapkannya AKFTA-Goods pada setiap anggotanya. Sebagai Tindak lanjut atas laporan akhir Joint Impact Study of the ASEAN-Korea Trade in Goods Agreement, pertemuan menargetkan finalisasi joint impact study ini dapat dilakukan sebelum Pertemuan AEM-ROK Consultations, Agustus 2011, dan semua Pihak diminta untuk dapat melengkapi data perdagangan dan tarif sesuai format yang diminta oleh konsultan kepada Sekretariat ASEAN sebelum tanggal 31 Maret 2011. Para konsultan diharapkan dapat menyampaikan draf laporan akhir yang dilengkapi dengan kesimpulan dan rencana kerja implementasi rekomendasi sebelum tanggal 15 April 2011 untuk dapat ditanggapi seluruh Pihak AKFTA sebelum tanggal 15 Mei 2011.
Dual Notifikasi AKFTA di Dual Notifikasi AKFTA di WTO dilakukan oleh Korea dan WTO ASEAN pada tanggal 6 Juli 2010 berdasarkan Article XXIV of GATT (Korea) dan Enabling Clause (ASEAN). Pembahasan Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
32
dual notifikasi ini masih dilakukan oleh komite Perdagangan Regional (Committee on Regional Trade Area/CRTA). ASEAN dan Korea akan melakukan pembaruan notifikasi AKFTA dengan memasukkan Persetujuan Jasa dan Investasi. Pemindahan Sejumlah Produk Sensitive ke Normal Track
Pemindahan sejumlah produk Sensitive ke Normal Track telah dilakukan oleh Korea dan Filipina secara unilateral. ASEAN berpandangan bahwa sebuah Protokol diperlukan untuk melegalisasikan pemindahan kategori produk tersebut, yang mengatur bahwa setiap Pihak dapat secara unilateral memindahkan kategori suatu produk, dan tidak dapat mengembalikan kategori produk tersebut ke kategori sebelumnya. ASEAN juga menugaskan Sekretariat ASEAN membuat draf Protokol tersebut untuk dapat dibahas secara intersessional dan ditandatangani pada pertemuan konsultasi AEM-ROK bulan Agustus 2011. Untuk itu Korea akan mengkonfirmasi posisinya pada pertemuan AKFTA mendatang.
Mekanisme Pemantauan Implementasi AKFTA
Mekanisme Pemantauan Implementasi AKFTA dilakukan melalui penyampaian data-data para pihak seperti Legal Enactment HS.2007, klasifikasi kategori produk, daftar tarif reciprocity, notifikasi LOU transposisi PSR, transposisi HS.2002-2007 produk sensitif, jadwal indikatif penurunan tarif di atas tahun 2012, serta penyampaian data utilisasi SKA Form-AK. Indonesia menginformasikan masih dalam proses penyelesaian notifikasi LOU Transposisi PSR, serta jadwal indikatif transposisi dan penurunan tarif untuk kategori produk sensitif AKFTA yang diharapkan dapat diselesaikan pada bulan Oktober 2011. Selain itu Korea juga menyatakan sedang dalam proses pembahasan daftar tarif reciprocity Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam yang diharapkan dapat diselesaikan sebelum pertemuan AKFTA bulan Juni 2011.
Penyederhanaan Prosedur CO Form-AK
Penyederhanaan Prosedur CO Form-AK masih melakukan pembahasan atas proposal Korea atas penghapusan nama manufacturer, tambahan halaman CO pada multiple items dalam satu CO, kalkulasi nilai FOB dalam Third Party Invoicing, dan Fleksibilitas dalam memilih metode penghitungan RVC. ASEAN dapat menerima proposal Korea untuk menghapus nama manufacturer pada Box.7, akan tetapi beberapa negara ASEAN menyatakan keberatannya untuk
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
33
menggunakan format baru sebagai tambahan halaman CO multiple items dalam satu CO. Korea juga menginformasikan akan memberikan informasi tambahan atas proposalnya untuk menghapus kalkulasi nilai FOB dalam Third Party Invoicing, dan proposal fleksibilitas dalam memilih metode penghitungan RVC untuk dapat dibahas kembali pada pertemuan AKIC mendatang. Proposal Non-paper Korea
Pada pertemuan ini juga dilakukan pembahasan atas proposal non-paper Korea untuk meningkatkan utilisasi AKFTA yang disampaikan pada pertemuan AEM-ROK Konsultasi ke-7, pada bulan Agustus 2010, antara lain mengenai: (i) expeditious implementation of the minor procedural improvements; (ii) approved exporter systems; (iii) self-certification origin; (iv) liberalisasi Sensitive Track; dan (v) review of the reciprocal tariff rate arrangement. Terkait proposal tersebut, ASEAN dan Korea akan meminta mandat para Menteri di tahun 2012 untuk memulai negosiasi potensial peningkatan utilisasi AKFTA.
Kegiatan Utilisasi AKFTA
Kegiatan Utilisasi AKFTA dilakukan melalui AKFTA Seminar Kits dan AKFTA Website sesuai mandat para Menteri pada pertemuan konsultasi ke-7 AEM-ROK, pada bulan Agustus 2010. Untuk itu ASEAN Sekretariat telah menyiapkan proposal pembentukan AKFTA Website dan Seminar-Kits untuk dapat diimplementasikan sebagai salah satu proyek kerja sama dalam Working Group on Economic Cooperation (WGEC) AKFTA. Pembahasan WGEC menyepakati untuk mengalokasikan dana sebesar US$ 40.000 untuk pembuatan Seminar Kit dan Website AKFTA.
Working Group on Economic Cooperation (WG-EC)
Pertemuan membahas perkembangan proyek kerja sama ekonomi ASEAN-ROK, antara lain: (i) status keuangan ASEAN-Korea Economic Cooperation (AKEC) Fund; (ii) implementasi proyek di bawah WGEC; (iii) tindak lanjut dari proposal proyek baru maupun kelanjutan dari proyek yang sudah berjalan; dan (iv) pengesahan mekanisme assessment (penilaian) proyek dan kriteria utama dalam memprioritaskan proyek yang diajukan oleh ASEAN Member States dan Republic of Korea. Sekretariat ASEAN menyampaikan sisa pendanaan ASEANKorea Economic Cooperation (AKEC) Fund per 31 Januari 2011 adalah US$ 243,272.96. Pertemuan sepakat bahwa Sekretariat ASEAN akan berkoordinasi dengan Korea untuk memberikan “detailed account of expenses” dana yang sudah digunakan.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
34
Negara proponent proyek berkewajiban untuk memberikan “outcome assessment report” untuk semua proyek yang telah selesai dilaksanakan dan “on-going progress report” untuk proyek yang masih berjalan kepada WGEC. ASEAN dan Korea menyepakati bahwa proyek yang sudah selesai tidak akan diperpanjang jika dinilai tidak diperlukan berdasarkan hasil assessment report, untuk dapat mengalokasikan dana ke usulan proyek baru yang belum mempunyai pendanaan. Usulan Proyek baru
Proyek baru yang dibahas pada Working Group on Economic Cooperation (WGEC), antara lain: (i) Halal Advocacy and Capability Improvement Programme for Republic of Korea and ASEAN (Filipina); dan (ii) Reclamation and Rehabilitation Technologies for Abandonees Mine Land Korea (Korea). Korea menginformasikan akan melakukan kajian dari proposal Filipina karena kurangnya informasi mengenai produk Halal. Dalam kaitan dengan monitoring process, disepakati bahwa project proposals yang diajukan harus dilengkapi dengan time table beserta dengan tenggat waktu pelaksanaan proyek. Sekretariat ASEAN juga menyampaikan “approval process flow chart” guna memberikan petunjuk dasar untuk proses pengajuan proyek baru melalui rekomendasi WGEC untuk persetujuan dari ASEAN-Korea Implementing Committee (AK-IC). Pertemuan juga menyepakati perlunya dibuat suatu matriks terpisah antara proyek yang dibiayai oleh AKEC Fund dan proyek yang dibiayai oleh Kementerian/lembaga terkait Korea.
5. Pertemuan the 2nd Senior Economic Official Meeting for the Forty-Second ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 2/42) and Other Related Meetings Pertemuan telah berlangsung pada tanggal 20-25 Maret 2011 di Singapura. Pertemuan dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional selaku SEOM Chair, dan dihadiri oleh SEOM Leaders dari seluruh anggota ASEAN serta wakil Sekretariat ASEAN. ASEAN Economic Community (AEC) AEC Scorecard
Di bawah mata agenda ini, SEOM membahas laporan perkembangan studi The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Enhancing the AEC Scorecard Mechanism dan rencana penyelenggaraan pertemuan the
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
35
Committee of the Whole (COW) pada bulan Juni 2011, back-to-back dengan pertemuan SEOM 3/42. Setelah melalui diskusi panjang dengan ERIA, SEOM dapat memberikan dukungannya atas draft scoring system yang dikembangkan ERIA menggunakan core measures, indicators, dan weighted index dalam upaya memperbaiki mekanisme AEC Scorecard. Diharapkan mekanisme AEC Scorecard ini dapat difinalisasi pada bulan Agustus 2011 untuk dapat mulai digunakan dalam penghitungan AEC Scorecard periode 2010-2011. Terkait dengan rencana penyelenggaraan pertemuan Committee of the Whole (COW), pertemuan sepakat untuk menyelenggarakan pertemuan tersebut selama satu hari penuh sebelum SEOM 23/42 di Kuala Lumpur. Tujuan pertemuan COW ini adalah untuk meningkatkan koordinasi di tingkat regional dalam rangka implementasi AEC Blueprint secara efektif. Persisting Impediments to the Implementation of AEC Blueprint
Indonesia mengingatkan pertemuan untuk menindaklanjuti keputusan SEOM pada Prep-SEOM for JPM di Yogyakarta agar setiap negara anggota menyiapkan laporan dua halaman mengenai implementasi komitmen regional dan tantangan yang dihadapi. Laporan serupa juga perlu disiapkan oleh ASEAN Finance Ministers’ Meeting (AFMM) dan ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (AMAF). Seluruh laporan ini akan dipresentasikan pada pertemuan AEC Council pada bulan Mei 2011 sebagai bahan bagi penyusunan rekomendasi untuk mengatasi persisting impediments. Demi keseragaman bentuk laporan, maka Sekretariat ASEAN akan menyampaikan kepada negara anggota format/template penyusunan laporan pada tanggal 31 Maret 2011. Terkait dengan itu, Sekretariat ASEAN akan menyampaikan draft AEC Scorecard kepada anggota pada tanggal 20 April 2011 agar tersedia waktu yang cukup bagi anggota untuk memberikan masukan bagi penyempurnaan laporan tersebut.
Comprehensive MidTerm Review of the AEC Blueprint
SEOM meng-endorse Term of Reference (TOR) Mid-Term Review of the Implementation of AEC Blueprint dan meminta The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) untuk segera melaksanakan review tersebut agar dapat melaporkan hasil review pada kuartal pertama 2012 kepada ASEAN Economic Ministers (AEM).
CEPT-AFTA
ASEAN Member States (kecuali Laos) secara ad-referendum telah memberikan persetujuan atas tariff reduction schedule Kamboja (2010-2015), Laos (2010-2012), dan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
36
Vietnam (2011-2013). SEOM juga mengesahkan program kerja Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) untuk tahun 2011 serta menugaskan CCA menyelesaikan Import Licensing Procedure Guideline dan kemungkinannya menjadi salah satu deliverable/outcome pada KTT ke-18 pada bulan Mei 2011. Standards and Conformance
SEOM mencatat beberapa perkembangan program kerja standard and conformance pada produk-produk yang masuk dalam sektor prioritas. Terkait permintaan ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality (ACCSQ) untuk mendapatkan arahan dari SEOM mengenai Menteri yang tepat untuk menghadiri the First Ministerial Meeting for China-ASEAN TBT Cooperation, pertemuan sepakat untuk menyerahkan hal tersebut kepada masing-masing ASEAN Member States. SEOM juga menugaskan ACCSQ untuk menyelesaikan ASEAN Regulatory Framework on Traditional Medicines and Health Supplements (TMHS) sesuai komitmen AEC Blueprint serta untuk segera dicatat sebagai measures dalam AEC Scorecard.
ASEAN Single Window (ASW)
Pertemuan mencatat bahwa MoU untuk pelaksanaan ASW pilot project telah disampaikan kepada ASEAN Member States untuk ditandatangani sementara masalah pendanaan masih akan didiskusikan lebih lanjut oleh Working Group on Technical Matters for the ASEAN Single Window.
ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS)
Pada pembahasan mata agenda ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), masalah utama yang mengemuka dan menyita perhatian SEOM adalah penentuan penggunaan overall 15% flexibility untuk digunakan pada 3 (tiga) modes of supply. Pada pertemuannya yang ke-64 bulan Februari yang lalu, Coordinating Committee on Services (CCS) berhasil mengurangi jumlah opsi dari 6 (enam) menjadi 2 (dua) opsi penggunaan flexibility, yaitu: (i) maksimal 50% flexibility pada satu mode of supply; atau (ii) maksimal 60% flexibility pada satu mode of supply. Mengingat flexibility ini akan mulai digunakan untuk menyelesaikan AFAS Paket 8, CCS meminta SEOM untuk dapat memutuskannya pada pertemuan SEOM kali ini agar AFAS 8 dapat diselesaikan pada bulan Agustus 2011. Indonesia yang tetap berpegang pada opsi 2 (dengan usulan dilakukannya review setelah 2 tahun), mendapat dukungan dari 5 anggota (Filipina, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam). Pertemuan Leads Only untuk memecahkan kebuntuan ini akhirnya menyepakati middle ground approach sebagai berikut:
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
37
(i) maksimal 60% flexibility pada satu mode of Supply untuk AFAS Paket 8, turun menjadi 55% pada AFAS Paket 9 (tahun 2012), dan 50% untuk AFAS Paket 10 (tahun 2014); dan (ii) menyelesaikan AFAS Paket 8 pada tahun 2011. ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA)
SEOM mencatat laporan hasil pertemuan Coordinating Committee on Investment (CCI) ke-52 yang telah berlangsung di Sekretariat ASEAN pada tanggal 8-10 Februari 2011. Indonesia menyampaikan bahwa proses ratifikasi untuk sementara dihentikan menunggu penyelesaian tambahan reservasi baru Indonesia di subsektor Hortikultura yang diharapkan dapat dicapai pada pertemuan CCI ke-53 pada akhir Maret 2011 di Kamboja. Sementara itu, Thailand mengindikasikan kemungkinan penyelesaian ratifikasi ACIA pada awal bulan Mei 2011 apabila telah mendapat persetujuan dari Kabinet dan Parlemennya.
ASEAN Industrial Cooperation (AICO)
Setelah pembahasan panjang sejak tahun 2010 baik dalam forum CCA, Working Group on Industrial Cooperation dan SEOM, pertemuan SEOM 2/42 sepakat untuk tidak memperpanjang skim AICO sebagaimana diusulkan Thailand. Keputusan ini dicapai setelah CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) memastikan tidak memanfaatkan skim ini, dan negara ASEAN lainnya selain Thailand tidak memandang perlu memperpanjang skim AICO setelah ASEAN-6 mencapai tingkat tarif 0% sejak 1 Januari 2010. SEOM menugaskan the Meeting of Legal Expert on ATIGA (MLE) untuk memproses penghentiannya secara legal hukum dengan memasukkan AICO Agreement ke dalam list of superseded agreements under ATIGA.
Small and Medium Enterprises (SMEs)
SEOM membahas rencana tindak lanjut keputusan ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat ke-17 untuk memberikan perhatian khusus pada pengembangan Small and Medium Enterprises (SMEs) dalam upaya mendorong equitable economic development. Beberapa tindak lanjut yang dibahas antara lain adalah SME Innovation Award 2011 yang diusulkan diintegrasikan ke dalam rangkaian ASEAN Business and Investment Summit pada bulan Oktober/November 2011, usulan memasukkan isu SME dalam dialog private sector dengan AEM, dan rencana melaksanakan Joint Consultations antara AEM dengan ASEAN SME Advisory Board. SEOM juga mencatat pentingnya untuk segera mengimplementasikan Strategic Plan of Action for ASEAN SME Development 2010-2015 yang mencakup access to financing, promotion, facilitation and technology, dan human resource development.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
38
Pertemuan juga mencatat rencana penyelenggaraan Workshop on SME Access to Finance and Expert Panel Meeting secara back-to-back dengan the 28th Small and Medium Enterprises Working Group (SMEWG) Meeting pada tanggal 13-17 Juni 2011 di Singapura. Indonesia juga menginformasikan secara tentatif rencana untuk menyelenggarakan Symposium on Engendering SMEs in ASEAN pada awal Mei 2011 di Indonesia bekerja sama dengan ERIA. Intellectual Property
SEOM mencatat hasil-hasil pertemuan ASEAN Working Group on IP Cooperation (AWGIPC) ke-35 yang baru berlangsung di Brunei pada tanggal 14-18 Maret 2011 termasuk keputusan menangguhkan implementasi kerja sama di bidang Protection of Intellectual Property Rights antara ASEAN dan EU di bawah proyek ECAP III (kecuali untuk kerja sama yang sedang berlangsung di Kamboja, Indonesia, dan Vietnam) hingga permintaan ASEAN agar transparan, kolaboratif, dan stakeholder-centric dipenuhi. SEOM akan meminta penjelasan lebih komprehensif dari AWGIPC tentang alasan keputusan ini pada pertemuan SEOM 3/42 di bulan Juni 2011.
Priority Integration Sectors (PIS)
Di bawah mata agenda ini, Indonesia sebagai Country Coordinator untuk sektor automotive dan wood-based products menginformasikan rencana penyelenggaraan Symposium of Automotive Industries and Parts secara back-to-back dengan ASEAN Automotive Part Exhibition, serta penyelenggaraan ASEAN Furniture Industrial Cooperation (AFIC)-keduanya pada bulan Juli 2011 di Jakarta. Singapura juga melaporkan perkembangan di bidang Healthcare dan e-ASEAN, sementara Filipina melaporkan pelaksanaan the 11th ASEAN Electronics Forum (AEF). Pertemuan mencatat tidak ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi PIS dan meminta Sekretariat ASEAN dan AMS untuk menyusun matriks perkembangan yang memuat horizontal measures dan sector-specific measures guna dikaji lebih lanjut untuk mendorong pengembangan PIS.
Private Sector Engagement.
SEOM sepakat bahwa mekanisme public-private sector engagement segera disusun dan difinalisasi mengingat perkembangan permintaan private sector yang semakin meningkat akhir-akhir ini untuk berdialog langsung baik dengan SEOM maupun ASEAN Economic Ministers (AEM). Untuk itu, SEOM meminta Sekretariat ASEAN untuk menyiapkan draft Rules and Procedures of Private Sector Engagement untuk dibahas pada SEOM 3/42 dan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
39
dilaporkan kepada AEM pada bulan Agustus 2011. SEOM Chair akan mengundang 1-2 perwakilan private sector (industri Cosmetics dan Electronic) untuk hadir pada SEOM 3/42 guna berdialog dengan SEOM. Private Sector Inputs on Rules of Origin
Menindaklanjuti arahan dari pertemuan AEM Retreat ke17, SEOM menugaskan Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin (SCAROO) dan ASEAN Plus Working Group on Rules of Origin (APWG-ROO) untuk mempelajari lebih dalam usulan penyempurnaan Rules of Origin (penghapusan keharusan menginformasikan cost structure, penghapusan pencantuman FOB pada SKA, dan penerapan partial cummulation ATIGA pada ASEAN+1 FTAs). Diharapkan hasil kajian ini dapat dilaporkan pada SEOM 3/42 di Kuala Lumpur, Malaysia untuk selanjutnya diputuskan saat pertemuan ASEAN Economic Ministers pada bulan Agustus 2011.
SEOM-CAPEC Dialogue
Dialog dengan the Conference of Asia Pacific Express Carriers (CAPEC) merupakan engagement pertama SEOM dengan private sector. Dalam pertemuan, CAPEC kembali mengangkat isu dan rekomendasi hasil Symposiun on the Implementationof the ASEAN Roadmap for Logistics Services Integration pada tanggal 22 Agustus 2010 di Da Nang, Vietnam. Pertemuan menggarisbawahi bahwa beberapa isu dan rekomendasi CAPEC memerlukan koordinasi dengan sectoral bodies sebelum SEOM memberikan responnya. SEOM juga merekomendasikan CAPEC untuk juga melakukan komunikasi secara langsung dengan lembaga terkait di tingkat nasional masing-masing negara anggota.
First ASEAN-EU Business Indonesia melaporkan persiapan ASEAN-EU Business Summit Summit pada tanggal 5 Mei 2011 dan kembali meminta partisipasi aktif ASEAN Member States (AMS). Dalam kesempatan ini Indonesia menyampaikan Joint Invitation Letter dari ASEAN Economic Ministers (AEM) Chair dan EU Trade Commissioner kepada SEOM untuk diteruskan kepada AEM masing-masing. Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreement
SEOM mencatat masukan Coordinating Committee on Services (CCS) dan Coordinating Committee on Investment (CCI) atas hasil studi yang dilakukan oleh ITS Global Consultant bekerja sama dengan University of Asia-Pacific ini dan menugaskan Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) untuk mengkaji dan menyampaikan masukan terkait rekomendasi yang bersifat ASEAN-wide pada pertemuan SEOM 3/42 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
40
ASEAN External Relation Matters Relating to ASEAN’s Relations with Dialogue and Sectoral Partners
Di bawah mata agenda ini SEOM membahas perkembangan kerja sama ASEAN dengan para mitranya, termasuk kerja sama ASEAN-China FTA, ASEAN-Korea FTA, ASEAN-Jepang CEPA, ASEAN-India FTA, dan ASEANAustralia-New Zealand FTA, serta mitra strategis lainnya (ASEAN-EU, ASEAN-Canada, ASEAN-US, ASEAN-GCC, dan ASEAN-Rusia). Di bawah ini hal-hal penting dari konsultasi SEOM dengan negara mitra yang berlangsung dari tanggal 23-25 Maret 2011. ASEAN-China Konsultasi ke-19 SEOM-MOFCOM meminta arahan SEOM untuk menyepakati perubahan komite negosiasi ASEANChina Trade Negotiating Committee (TNC) menjadi Joint Committee, sesuai dengan mandat AC Framework Agreement. China akan membahas secara internal proposal ASEAN tersebut dan menyampaikan pada pertemuan ACTNC ke-38 bulan Juni 2011 di Batam, Indonesia. Selain itu, SEOM juga mencatat adanya keinginan Hongkong untuk bergabung ke dalam ASEANChina FTA, persiapan ASEAN-China Expo 2011, serta perkembangan kajian Pan Beibu Gulf Economic Cooperation.
Legal Enactment 2012
ASEAN dan China diharapkan dapat mempersiapkan penerbitan Legal Enactment penurunan tarif Produk Sensitif sebelum tanggal 15 Desember 2011 untuk dapat diimplementasikan sesuai modalitas pada tanggal 1 Januari 2012.
Penerapan General Exception List
Berdasarkan hasil review Implementasi Persetujuan Barang ACFTA diketahui bahwa Brunei, Indonesia, Myanmar, Philipina, dan Vietnam menerapkan General Exception List dalam jadwal komitmen liberalisasi Persetujuan Barang ACFTA. Untuk itu SEOM menyepakati agar seluruh Pihak tersebut dapat menyampaikan informasi dan data perdagangan produk-produk yang dimasukkan dalam General Exception List untuk dibahas pada pertemuan ASEAN-China Trade Negotiating Committee (ACTNC) ke-38 pada bulan Juni 2011 di Batam, Indonesia.
Draf Protokol Paket ke2 Persetujuan Jasa ASEAN – China
Protokol ini ditargetkan untuk ditandatangani pada kesempatan AEM-MOFCOM Consultations ke-10 pada bulan Agustus 2011. Untuk itu SEOM meminta China agar segera menyelesaikan proses internalnya terkait perbaikan jadwal komitmen dari Malaysia dan Myanmar, serta
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
41
meminta seluruh pihak untuk mempersiapkan prosedur internal penandatanganan Protokol tersebut oleh ASEAN Economic Ministers (AEM) dan the Minister of Commerce (MOFCOM) of the People's Republic of China. Chapter on Customs Procedures dan Chapter SPS/TBT
Pertemuan mencatat bahwa ASEAN dan China perlu menyelesaikan pembahasan Chapter on Customs Procedures serta Chapter on sanitary and phytosanitary, and Technical Barriers to Trade agar dapat ditandatangani pada AEM-MOFCOM Consultations ke-10 pada bulan Agustus 2011. ASEAN-Korea Pertemuan mencatat hasil joint study mengenai tingkat utilisasi Persetujuan Barang AKFTA oleh Korea sekitar 38% pada tahun pertama implementasi dan 65,3% pada tahun ketiga. Sebaliknya, pemanfaatan oleh ASEAN sangat bervariasi, mulai 0% oleh Kamboja dan Myanmar, 3,1% oleh Vietnam, 19% oleh Indonesia, dan yang tertinggi Malaysia sekitar 44,1%. Laporan final joint study tersebut akan disampaikan pada pertemuan AEM-ROK Consultations pada bulan Agustus 2011. Berdasarkan hasil kajian tersebut, ASEAN menyepakati untuk mengadakan pertemuan ASEAN Caucus sebelum pertemuan AK-Implementing Committee ke-5 pada bulan Juni 2011 untuk membuat suatu proposal amandemen Persetujuan Trade in Goods (TIG) yang akan meningkatkan utilisasi SKA Form-AK dan disampaikan pada pertemuan AEM-ROK Consultations, pada bulan Agustus 2011.
Protokol Pemindahan Produk Sensitive ke Normal Track
SEOM sepakat diperlukan sebuah protokol untuk melegalisasikan pemindahan beberapa produk dari kategori sensitif ke normal track yang dilakukan oleh Korea dan Filipina secara unilateral. Protokol yang akan segera disiapkan ini diharapkan dapat digunakan untuk keperluan serupa di masa datang tanpa penandatanganan protokol baru. Diharapkan protokol ini dapat ditandatangani pada saat AEM-ROK Consultations pada bulan Agustus 2011.
Protocol to Amend ASEAN-Korea Trade in Goods
Protokol untuk memasukkan daftar produk HSL-E bagi Laos telah ditandatangani oleh seluruh AEM dan Menteri Perdagangan Korea pada bulan November 2010. SEOM mengharapkan seluruh pihak dapat segera menyelesaikan ratifikasi protokol dimaksud.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
42
ASEAN-Jepang CEPA Investment and Services Pertemuan mencatat bahwa negosiasi perjanjian bidang Agreements jasa dan investasi tetap berpegang pada arahan para Menteri agar negosiasi di kedua bidang ini diselesaikan pada bulan Agustus 2011. Untuk itu ASEAN dan Jepang sepakat untuk mempercepat proses penyelesaian negosiasi jasa dan investasi AJCEP. Notifikasi Persetujuan AJCEP
Notifikasi Persetujuan the ASEAN Japan Comprehension Economic Partnership (AJCEP) ke WTO bagi Filipina, Indonesia, dan Kamboja sebagai adendum atas notifikasi ASEAN dan Japan yang disampaikan pada bulan Mei 2010 di bawah Article XXIV GATT masih akan dibahas pada pertemuan AJCEP-JC mendatang. Dalam hal ini Indonesia memutuskan tidak atau belum akan menotifikasikan ke WTO sebelum Indonesia mengimplementasikan perjanjian ini karena masih menyelesaikan proses transposisi jadwal penurunan tarif bersama Jepang. ASEAN-India Pertemuan SEOM-India difokuskan pada Entry into Force (EIF) ASEAN–India Trade in Goods Agreement (AITIGA), dan perundingan di bidang jasa dan investasi.
Perundingan di Bidang Jasa
Untuk perundingan di bidang jasa, India menyampaikan kesediaan untuk memberikan single list apabila ASEAN dapat memberikan offer yang bersifat WTO Plus. Selain itu India juga menghendaki market access Mode-4 atas contractual service supplier, independet professional, serta intra corporate transferee. Dari lima negara yang diharapkan India menyampaikan offer yang lebih baik, baru Vietnam, Brunei Darussalam, dan Indonesia yang telah menyampaikan sementara Filipina dan Thailand masih melakukan konsultasi internal. Diharapkan seluruh pihak dapat memberikan revised offers sebelum tanggal 10 April 2011 untuk dapat dibahas pada pertemuan AIFTA mendatang pada tanggal 10-13 Mei 2011 di Brunei Darussalam. ASEAN-Australia New Zealand Pertemuan SEOM-CER memfokuskan pembahasan pada proses transposisi HS 2002-2007 oleh Indonesia, perkembangan Economic Cooperation Work Programme (ECWP), dan proposal dukungan untuk berpartisipasi dalam OECD Investment Policy Review.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
43
Transposisi
Australia dan New Zealand menginformasikan kepada pertemuan bahwa kedua negara dapat menyetujui transposisi HS. 2002-2007 yang dilakukan oleh Indonesia. Untuk itu, Indonesia diharapkan dapat segera menyelesaikan proses ratifikasi dan mengimplementasikan AANZFTA 60 hari setelah dilakukan notifikasi hasil ratifikasi kepada seluruh pihak. Usulan Australia untuk memberikan dukungan finansial bagi negara anggota yang akan berpartisipasi pada OECD Investment Policy Review (bagi yang belum pernah) atau akan melaksanakan salah satu rekomendasi (bagi yang sudah pernah) masih perlu dibahas lebih lanjut. ASEAN berpendapat hal ini seyogyanya ditempuh dalam konteks bantuan/dukungan bilateral. Australia, di lain pihak, ingin menjadi jembatan bagi ASEAN untuk dapat menarik keuntungan dari potensi yang ada di OECD. Bilateral Indonesia-Australia
Sosialisasi Manfaat FTA
Di sela-sela pertemuan, Delegasi Indonesia menyambut baik permintaan pertemuan bilateral oleh Australia. Dalam kesempatan ini Australia meminta penjelasan mengenai proses ratifikasi AANZFTA dan implementasi efektif oleh Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Australia juga menyampaikan kesediaannya untuk membantu Indonesia melakukan sosialisasi dalam bentuk road show untuk menyebarluaskan manfaat dari FTA sebelum AANZFTA berlaku efektif bagi Indonesia. Untuk itu disepakati: (i) Australia memberikan data impor produk utama dari Indonesia khususnya produk yang akan menikmati tarif 0% pada saat AANZFTA berlaku bagi Indonesia; (ii) Indonesia mengidentifikasi eksportir produk dimaksud dari segmen perusahaan besar, menengah, dan kecil; dan (iii) merencanakan kegiatan sosialisasi/roadshow sebelum AANZFTA berlaku efektif bagi Indonesia dengan menghadirkan eksportir yang telah diidentifikasi (untuk memberikan testimonium). Diharapkan kegiatan ini tidak saja memberikan manfaat positif berupa utilisasi AANZFTA yang tinggi tetapi juga mendukung proses negosiasi bilateral Australia-Indonesia dalam bulan-bulan mendatang. Emerging Regional Architecture in East Asia Pertemuan mencatat progress report 3 (tiga) dari 4 (empat) Working Group (WG) sebagai berikut:
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
44
ASEAN Plus Working Group on Rules of Origin (AP-WGROO)
1) AP-WGROO: melakukan 4 (empat) kali pertemuan. Pada pertemuan ke-4 AP-WGROO mengklasifikasikan berbagai elemen ke dalam empat kategori, mulai dari kategori di mana ditemukan kesamaan substansi dan teks hingga kategori di mana terdapat perbedaan substansi dan teks serta kategori isu baru yang dapat meningkatkan utilisasi. Pertemuan AP-WGROO selanjutnya akan dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Thailand, dengan agenda utama mengidentifikasi elemen divergent dan convergent dalam Product Specific Rules dengan fokus pada sektor agriculture, chemicals and plastics, garments and textiles, dan automotive;
ASEAN Plus Working Group on Tariff Nomenclature (APWGTN)
2) AP-WGTN: melakukan 4 (empat) kali pertemuan. Pada pertemuan AP-WGTN ke-4 di Yogyakarta terjadi perbedaan pandangan antara AMS dengan ASEAN FTA Partners (AFP). ASEAN Member States (AMS) mengusulkan a single, common and uniform tariff nomenclatur berbasis The ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) sebagai salah satu building block element dalam menetapkan regional architecture dan integrasi di East Asia. Sementara AFP tidak yakin bahwa harmonisasi tarif nomenklatur dapat dilakukan setidaknya dalam waktu dekat ini. AFP berpendapat bahwa pembahasan non-harmonisasi nomenklatur tarif mungkin akan lebih bermanfaat dan mendorong terbentuknya integrasi ekonomi East Asia. Ketua APWGTN menyampaikan beberapa rekomendasi dan salah satunya adalah penyusunan TOR dengan pendekatan baru. Mengingat AP-WGTN telah menyelesaikan mandat sesuai TOR, maka SEOM sepakat untuk membekukan sementara waktu kegiatan AP-WGTN sampai tersusunnya draft TOR baru untuk dipertimbangkan pada saat SEOM 3/42 pada bulan Juni mendatang. SEOM sepakat bahwa pembubaran ASEAN Plus Working Group hanya dapat dilakukan oleh AEM yang membentuknya;
ASEAN Plus Working Group on Economic Cooperation (APWGEC)
3) AP-WGEC: Melakukan pertemuan sebanyak 3 kali dan pertemuan ketiga pada tanggal 24 Maret 2011 secara paralel dengan SEOM 2/42; 4) AP-WCCP mengadakan pertemuan sebanyak satu kali dan SEOM mendorong agar AP-WGCP segera melakukan pertemuan lanjutan untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan TOR.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
45
Establishment of Working Groups under the EAFTA Process
ASEAN FTA Partner’s (AFP’s) secara umum mendukung usulan China untuk membentuk 3 (tiga) working group (perdagangan, jasa, dan investasi) namun berbeda pendapat mengenai cakupan dan tujuan akhirnya. China mengusulkan pembentukan ketiga working group dimaksud sebagai proses awal menuju East Asian Free Trade Area (EAFTA). Jepang, Australia, dan New Zealand secara khusus menyatakan bahwa working group dimaksud harus mengikuti format ASEAN Plus Working Group di mana AFPs yang telah siap dapat bergabung tanpa pembatasan +3 atau +6. ASEAN sendiri menyatakan masih akan mempelajari usulan ini.
Pertemuan ke-3 ASEAN Plus Working Group Economic Cooperation (AP-WGEC)
The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menyampaikan hasil stock taking on economic cooperation ASEAN+1 FTA’s yang pada umumnya dalam bentuk seminar dan workshop. Analisis yang dilakukan oleh ERIA menyimpulkan bahwa economic cooperation masih kurang memadai baik dalam segi kuantitas, kualitas, maupun kesesuaiannya dengan kebutuhan. Lebih lanjut ERIA menyampaikan bahwa proyek yang dibiayai oleh AANZFTA Fund jauh lebih baik dibanding proyek lainnya walaupun jumlahnya kecil. Pertemuan juga mencatat masukan dari ASEAN FTA Partner’s (AFP’s) bahwa TOR APWGEC perlu direvisi karena kurang memberikan arah yang jelas mengenai tujuan yang akan dicapai. Pertemuan meminta ERIA agar merevisi work program sesuai dengan area dan skala prioritas dan AMS akan memberikan tanggapan atas revisi work program tersebut kepada Sekretariat ASEAN paling lambat tanggal 30 April 2011. Berdasarkan tanggapan ASEAN tersebut maka draf revisi TOR akan disampaikan kepada AFPs untuk mendapatkan tanggapan selambatnya akhir bulan Mei 2011. Pertemuan AP-WGEC ke-4 akan dilaksanakan back to back dengan SEOM 3/42 di Kuala Lumpur, Malaysia. Mitra Strategis Lainnya
ASEAN-Canada
Pertemuan membahas draft text Joint Declaration between ASEAN and Canada on Trade and Investment. Setelah SEOM melakukan pertemuan Caucus dan menyelesaikan beberapa pending issues dari pertemuan SEOM sebelumnya bulan Januari 2011, ASEAN dan Kanada akhirnya berhasil menyepakati draft text final dengan menghilangkan semua brackets yang ada. Kemajuan ini disambut baik oleh kedua pihak mengingat text dimaksud sudah dibahas sejak enam tahun yang lalu. Langkah selanjutnya Kanada akan menyampaikan konfirmasi final
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
46
pada pertemuan SEOM 3/42 dan diharapkan draft joint declaration ini dapat di-endorse pada saat AEM-Canada Consultations yang akan diselenggarakan pada bulan Agustus 2011 di Manado. ASEAN-US
SEOM-AUSTR Consultations dimulai dengan penyelenggaraan ASEAN-US Trade and Environment Forum. Dalam forum ini bertemu dan berdialog untuk pertama kalinya pejabat senior ASEAN di bidang ekonomi dan pejabat senior ASEAN di bidang lingkungan hidup, difasilitasi oleh US-ASEAN Technical Assistance and Training Facility. Salah satu kesepakatan yang dicapai dalam forum ini adalah mengembangkan interaksi reguler antara kedua kelompok pejabat senior (SEOM dan Senior Officials on Environment—SOEN) guna saling mendukung agenda masing-masing. SEOM-AUSTR Consultations antara lain membahas perkembangan terakhir ekonomi regional termasuk perundingan TPP dan agenda APEC 2011 serta pembahasan dalam forum EAS. Pertemuan juga membahas kegiatan di bawah payung ASEAN-US TIFA di bidang trade facilitation, trade and finance dialogue, trade and environment, government-to-business dialogue, dan kerja sama di bidang standar. Pertemuan mencatat bahwa program kerja di bidang trade and finance dialogue dan government-to-business dialogue belum mengalami kemajuan. Demikian pula untuk trade facilitation, di mana AUSTR mengungkapkan kekecewaannya karena ASEAN tidak dapat menyetujui prakarsa bilateral trade facilitation agreement dibahas dalam konteks ASEAN-US TIFA. Dalam hal ini Indonesia menginformasikan rencana penyelenggaraan ASEAN Trade Facilitation Forum dengan tema Easier and Faster Flow of Goods across Boders by 2015 pada saat pertemuan AEM bulan Agustus 2011. AUSTR menyampaikan bahwa setelah sekian lama upaya kerja sama ASEAN-US TIFA ini dikembangkan, kinerja yang dicapai baru terbatas pada forum dan dialog yang hasilnya kurang konkret. Dikhawatirkan bila kerja sama ASEAN-US Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) tidak menunjukkan perkembangan yang positif dan lebih substantif maka akan sulit untuk menjaga level of confidence and interest di kalangan stakeholders mengenai manfaat dari ASEAN-US TIFA ini. Diharapkan dalam pertemuan berikutnya dapat diidentifikasi bidang-bidang kerja sama baru di mana ASEAN memiliki cukup confidence untuk dikembangkan bersama US.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
47
ASEAN-EU
Pertemuan SEOM-EU membahas pengembangan draft the ASEAN-EU Trade and Investment Work Programme. Vietnam sebagai country coordinator meminta agar ASEAN Member States (AMS) dapat menyampaikan tanggapan dalam waktu dua minggu untuk dibahas dalam pertemuan SEOM 3/42 di bulan Juni 2011. Pertemuan juga membahas persiapan the 1st ASEAN-EU Business Summit yang akan dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2011 di Jakarta, dan the 10th AEM-EU Trade Commissioner Consultations yang akan diselenggarakan pada tanggal 6 Mei 2011 di Jakarta. Disepakati agar tentative agenda untuk the 10th AEM-EU Trade Commissioner Consultations dikembangkan lebih lanjut agar terjadi diskusi yang cukup substantif saat ASEAN Economic Ministers (AEM) bertemu dengan EU Trade Commissioner pada bulan Mei 2011.
ASEAN-GCC
Pertemuan menyepakati draf agenda Informal SEOM-GCC Consultation yang disampaikan oleh Sekretariat ASEAN untuk dipertimbangankan oleh Sekretariat GCC. Pertemuan juga menyepakati untuk mengundang GCC pada pertemuan konsultasi informal yang akan dilaksanakan secara back-to-back dengan SEOM 3/42 pada bulan Juni 2011 di Malaysia.
ASEAN-Russia
Pertemuan mencatat bahwa dalam the 1st AEM-Russia Consultations di Da Nang, Vietnam pada bulan Agustus 2010 para Menteri sepakat untuk meningkatkan hubungan ekonomi ASEAN-Russia berdasarkan sebuah roadmap. Dalam kaitan ini, pertemuan sepakat untuk membentuk ASEAN-Russia Joint Experts Group on Economic Cooperation yang akan ditugaskan untuk melakukan kajian dan menyusun roadmap tersebut. Kamboja selaku country coordinator melaporkan bahwa draft Terms of Reference for ASEAN-Russia Joint Experts Group on Economic Cooperation telah disiapkan bersama dengan Sekretariat ASEAN. Terdapat dua hal yang harus ditindaklanjuti oleh ASEAN Member States (AMS), yaitu: (i) SEOM menyampaikan tanggapan atas draf TOR tersebut; dan (ii) SEOM menyampaikan nama senior-level representative yang akan mewakili AMS dalam Joint Experts Group tersebut selambat-lambatnya tanggal 5 April 2011 agar dapat disampaikan kepada pihak Rusia.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
48
6. Pertemuan the 53rd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI) Pertemuan the 53rd ASEAN Coordinating Committee on Investment (CCI), diselenggarakan pada tanggal 29-31 Maret 2011 di Siem Reap, Kamboja. Pertemuan dipimpin oleh Head of Investment Promotion Division, Foreign Investment Agency, Ministry of Planning and Investment, Vietnam dan dihadiri oleh seluruh negara anggota ASEAN, kecuali Myanmar, dan perwakilan ASEAN Secretariat. ASEAN Economic Community (AEC Scorecard)
Pertemuan diawali dengan presentasi tentang Scoring System for Investment Facilitation and Promotion dari The Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) yang diwakili oleh para pakar. CCI berpendapat bahwa scoring system untuk liberalisasi cakupannya terbatas, misalnya: removal of restriction of foreign equity participation dan tidak mencakup seluruh bagian liberalisasi investasi dalam konteks ACIA. Terkait dengan scoring system untuk fasilitasi dan promosi investasi, CCI berpandangan bahwa studi terlalu fokus pada individual country, bukan pada ASEAN-wide investment promotion. Untuk itu, pertemuan meminta ASEAN Secretariat menyiapkan draft masukan terhadap draft scoring system tersebut paling lambat pada tanggal 4 April 2011 untuk disampaikan ke ERIA.
Ratification of ACIA and ACIA Reservation List
Indonesia menargetkan penyelesaian ratifikasi ACIA sebelum ASEAN Summit ke-18 pada bulan Mei 2011 apabila usulan reservation list baru Indonesia di bidang subsektor hortikultura dapat disetujui oleh CCI. Seluruh negara anggota ASEAN setuju atas penambahan reservation list Indonesia tersebut kecuali Thailand yang harus menunggu keputusan dari Pemerintahnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Thailand berjanji akan menyampaikan tanggapannya atas reservation list baru Indonesia tersebut secara intersessionally paling lambat tanggal 15 April 2011. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan tertundanya penyelesaian ratifikasi ACIA Indonesia yang ditargetkan selesai sebelum ASEAN Summit ke-18 pada bulan Mei 2011. Thailand menginformasikan bahwa reservation list dan ratifikasi ACIA Thailand hingga saat ini masih menunggu persetujuan Parlemen. Thailand juga menyampaikan usulannya untuk memasukkan reservation list ACIA yang baru mengenai alcoholic beverage yang akan disampaikan paling lambat tanggal 8 April 2011 untuk dibahas secara intersessionally.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
49
Modality for the Elimination/ Improvement of Investment Restrictions and Impediments
Draf modalitas penghapusan atau pengurangan hambatan investasi telah disepakati dan difinalisasi pada pertemuan CCI ke-52 pada bulan Februari 2011. CCI mencatat pandangan para Menteri Ekonomi pada pertemuan AEM Retreat ke-17 mengenai interpretasi batas waktu penyelesaian AEC Blueprint 2015 yang harus leave open sesuai target spesifik dalam strategic schedule yang diatur oleh masing-masing working group.
Investment Liberalisation under the AIA (Indonesia Temporary Exclusion List –TEL)
Seluruh negara ASEAN, kecuali Indonesia dan Laos, telah meliberalisasi sektor/subsektor atau industri yang berada di bawah AIA Temporary Exclusion List (TEL) yang seharusnya mulai dihapuskan di tahun 2010. Indonesia menyampaikan bahwa liberalisasi TEL di subsektor industri manufacture of food and beverage on a fee contract basis (CPC 88411) dan estate plantation-pest (disease and insects) forecasting, control and equipment rental masih dalam tahap pembahasan dengan instansi terkait. Demikian halnya dengan Laos yang masih dalam proses konsultasi domestik.
7. The 23rd ASEAN Air Transport Working Group (23rd ATWG) Meeting and Related Meetings Pada tanggal 21-25 Maret 2011 di Singapura telah diselenggarakan The 23rd ASEAN Air Transport Working Group (23rd ATWG) Meeting and Related Meetings. Pertemuan dipimpin oleh Deputy Director General, Civil Aviation Authority of Singapore. Workshop on EU Experience in Developing Single Aviation Market
Sebelum pertemuan ATWG berlangsung pada tanggal 21 Maret 2011, telah diselenggarakan Workshop on EU Experience in Developing Single Aviation Market yang dihadiri oleh delegasi pertemuan The 23rd ASEAN Air Transport Working Group and Related Meetings dengan pembicara dari EU. Workshop ini sebagai sharing experience EU mengenai pelaksanaan Single Aviation Market di EU. Pertemuan Sub-working Group Pertemuan dilanjutkan dengan pertemuan sub-working group di bawah ATWG yaitu The 2nd ASEAN Air Transport Economic Cooperation (ATEC), ASEAN Air Transport Technical Cooperation (ATEC), dan The 1st ASEAN Air Transport Sectoral Negotiation. Pertemuan sub-working group ini diharapkan dapat menghasilkan roadmap dan langkah-langkah strategis guna mencapai ASEAN Single Aviation Market 2015.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
50
Sub-Working Group on ASEAN Air Transport Economic Cooperation (ATEC)
Pertemuan telah menyepakati usulan Indonesia untuk menambahkan paragraf baru, yaitu “The development of the ASAM would include necessary actions and measures essential in improving the overall performance of the ASEAN air transport sector with respect to the independence, sovereignty, equality, territorial integrity and national identity of all ASEAN Member States. Agenda penting lainnya adalah pembahasan draft ATEC Roadmap yang mempertimbangkan untuk memasukkan elemenelemen: (i) market acces; (ii) charters; (iii) ownership and control; (iv) tariff; (v) commercial opportunities; (vi) competition law and policy; (vii) consumer protection; (viii) airport; (ix) dispute resolution; and (x) dialogue partner engangement. Untuk elemen market access dan Airline Ownership and Control Elements, Indonesia (bersama dengan Vietnam) melaporkan ketidaksiapannya untuk membahas liberalisasi 7th to 9th freedom traffic rights, principal place of business (PPOB) criteria untuk diberlakukan pada own carriers dan sebagai konsep ASEAN Community Carriers. Sementara untuk elemen competition law Indonesia berpandangan perlunya clarity dalam peraturan persaingan untuk sektor air transport ASEAN.
Sub-Working Group ASEAN Air Transport Technical Cooperation
Sementara di bidang kerja sama teknik telah dibahas draft ATTC Roadmap. Sebagai persiapan untuk implementasi Roadmap tersebut, Singapura dan Thailand telah mengembangkan questionnaire/matrix dengan milestones sebagai berikut: (i) Aviation Safety; (ii) Aviation Security; dan (iii) Air Traffic Management (ATM). Pertemuan juga telah sepakat untuk memasukkan ketiga milestones tersebut sebagai elemen dalam roadmap.
Sub-Working Group ASEAN Air Transport Sectoral Negotiation
Indonesia menyambut baik usulan parameter untuk liberalisasi jasa penunjang penerbangan, namun tetap dengan fleksibilitas subsektor agar dipertimbangkan ke dalam sensitif, mengingat hukum Indonesia melarang “leasing of aircraft with crew”, dan Indonesia tidak akan memberikan komitmen “none” untuk subsektor ini. Lebih lanjut Indonesia juga berpandangan bahwa liberalisasi jasa penunjang penerbangan telah tercakup dalam framework Coordinating Committee on Services (CCS) yang dapat menentukan sendiri parameter yang diperlukan khususnya dengan partisipasi kepemilikan asing. Terkait dengan parameter tersebut, mengingat adanya perbedaan tingkat pembangunan dan kesiapan AMS dalam liberalisasi jasa penunjang penerbangan, pertemuan sepakat agar usulan parameter tersebut hanya digunakan sebagai guidelines
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
51
dan tidak dimasukkan ke dalam AEC Scorecard. Penghitungan AEC Scorecard akan dilakukan pada “Conclusion of the Protocol to Implement the 7th Package of Air Transport Services Commitments under the AFAS” dan “Ratification of the Protocol”. Terkait dengan finalisasi 7th Package of Commitments for Air Transport Services Commitments under the AFAS, Indonesia telah menyampaikan offers yang telah dikonsolidasikan dalam schedules of the commitment. Paralel dengan pertemuan sub-working group juga dilakukan pertemuan ASEAN Airlines Meeting (AAM) yang dihadiri oleh perwakilan dari airlines negara-negara ASEAN. Dalam pertemuannya yang ke-19 kali ini AAM mencatat kemajuan pembahasan 5th Freedom Rights Request for ASEAN-ROK ATA, 5th Freedom Rights from Secondary Chinese Cities, dan update Airlines atas perkembangan penerbangan dari masing-masing maskapai negara-negara anggota ASEAN. The 23rd ASEAN Transport Working Group Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC)
Pertemuan mencatat aksi-aksi terkait dengan transportasi udara di bawah MPAC, yaitu: ratifikasi dan implementasi multilateral agreement atas liberalisasi jasa angkutan udara, menyelesaikan Air Transport Agreement dengan China tahun 2010, India dan Korea serta kemungkinan mitra wicara lainnya tahun 2015; dan memformulasikan ASEAN-wide Single Aviation Market (ASAM) Roadmap dan implementasi strategi tahun 2011, dan mengembangkan ASAM pada tahun 2015, serta implementasi detail implementasi dari air transport. Seluruh aksi-aksi tersebut sejalan dengan aksi-aksi angkutan udara terkait di bawah Brunei Action Plan (BAP).
Brunei Action Plan (BAP)
Pertemuan mencatat bahwa sebagian besar aksi-aksi terkait dengan angkutan udara di bawah BAP dalam proses implementasi dan sepakat dengan aturan implementasi seperti: penurunan aviation emissions; menyelenggarakan pilot study untuk pengembangan bandara negara-negara anggota ASEAN yang ramah lingkungan; dan meningkatkan search and rescue capacity; serta mengkombinasikan antara SAR Laut dan Udara tahun 2015.
AEC Blueprint Scorecard
Pertemuan sepakat bahwa Guidelines untuk implementasi liberalisasi jasa penunjang angkutan udara dari paket-7 tidak akan dimasukkan ke dalam AEC Scorecard.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
52
Ratifikasi ASEAN Air Transport Instruments
Status ratifikasi ASEAN Air Transport Instruments masingmasing negara anggota ASEAN masih dalam proses penyelesaian internal.
ASEAN Single Aviation Market
Pertemuan sepakat pentingnya pembahasan topik lingkungan dalam pengembangan international civil aviation, komponen lingkungan ASEAN-wide Single Aviation Market (ASAM) akan ditempatkan pada beberapa poin di masa yang akan datang apabila pengembangan yang baru-baru terjadi pada tingkat internasional sudah jelas. Transport Cooperation with Dialogue Partners
China
Menanggapi proposal China terkait 5th freedom access, pertemuan sepakat dalam pertukaran intra-ASEAN 5th freedom access oleh China carriers harus lebih besar dari 5th freedom access di luar China untuk beberapa poin dalam dua/tiga kawasan sebagai acuan penting untuk ASEAN carriers. Pertukaran 5th freedom traffic rights dengan China harus berdasarkan rasa keadilan dan timbal balik.
India
Pertemuan masih dalam pembahasan finalisasi ASEANIndia Air Transport Agreement (ATA) .
Korea
Sebagaimana guidance Senior Transport Officials Meeting (STOM) kepada ATWG bahwa fokus dari ASEAN-ROK ATA harus pada 5th freedom traffic rights, di mana negaranegara anggota ASEAN telah diamankan dengan perjanjian jasa udara bilateral dengan Korea.
European Union (EU)
Perwakilan Delegasi EU telah mem-brief ATWG mengenai kemajuan dari EU-ASEAN Air Transport Integration Project (AATIP). Lebih lanjut pertemuan mencatat usulan tiga proposal yang akan disampaikan pada implementasi EUAATIP, yaitu: (i) study on economic impact of the ASAM; (ii) Consultancy study on Enhancing Aviation Safety Regionally; dan (iii) Consultancy study on a Pan-ASEAN Seamless Air Traffic Management Structure.
Japan
Pertemuan mencatat ASEAN-Japan Airport Study Project yang bertujuan untuk meningkatkan kebijakan dan aturan yang kritis untuk meningkatkan operasional dan bandara dengan lingkungan yang berkualitas di ASEAN dan Jepang tahun 2015 di mana inisiatif ini telah sejalan dengan Brunei Action Plan.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
53
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya 1. Dialog ke-2 antara International Tripartite Rubber Council (ITRC) dan China Rubber Industry Association (CRIA) Pada dialog ke-2 tanggal 15 Maret 2011 di Qingdao, China, Delegasi ITRC yang terdiri dari pejabat dan wakil dari Indonesia, Thailand dan Malaysia dipimpin oleh Principal Assistant Secretary, Ministry of Plantation Industries and Commodities, Malaysia. Sedangkan pihak CRIA dipimpin oleh Presiden China Rubber Industry Association (CRIA). Kenaikan Harga Karet Alam
Pihak CRIA menyampaikan keprihatinan mereka terhadap harga karet alam yang cenderung tinggi sehingga menaikkan biaya produksi ban sampai 50%. Dalam rangka mengatasi tingginya harga karet alam tersebut, CRIA meningkatkan pemakaian karet sintetis sehingga impor karet alam mengalami penurunan pada bulan JanuariFebruari 2011. CRIA mengemukakan pula bahwa permintaan terhadap compound rubber meningkat pesat di China. Lebih lanjut, CRIA meminta agar ketiga negara ITRC dapat mengatur harga karet alam karena industri manufaktur terutama ban di Cina merupakan konsumen dari karet alam ketiga negara International Tripartite Rubber Council (ITRC). Pihak CRIA menekankan bahwa apabila harga karet alam tetap tinggi maka mereka akan mengurangi konsumsi karet alam sampai 80%. Studi dan penelitian juga sedang dilakukan untuk mencari substitusi karet alam sebagai bahan utama ban. Pada saat yang bersamaan, standardisasi terhadap compound rubber juga sedang diberlakukan untuk referensi komersial. CRIA mempertanyakan pula mengenai kebijakan cess yang diterapkan oleh Thailand. Ketua Delegasi ITRC menanggapi bahwa harga karet alam yang berada di level sekitar US$ 5 per kg bukan disebabkan oleh regulasi atau kebijakan yang diberlakukan baik oleh tiap-tiap negara maupun oleh mekanisme yang dilakukan ITRC. Pembentukan harga karet alam sepenuhnya oleh mekanisme pasar. Ketiga negara ITRC tidak menjalankan strategi agar dapat menurunkan harga karet alam, namun yang dapat dilakukan ITRC maupun CRIA adalah berusaha untuk mengurangi volatilitas harga.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
54
Terkait kebijakan cess, wakil Delegasi Thailand menjelaskan dan menyamakan persepsi bahwa kebijakan cess yang diterapkan Thailand sama sekali tidak mempengaruhi harga karet alam di pasar internasional. Dalam rangka mengurangi volatilitas harga, ITRC-CRIA sepakat untuk membentuk Joint Working Group yang secara khusus akan mempelajari mekanisme-mekanisme yang sesuai dan dapat langsung dipraktikkan untuk mengurangi volatilitas harga serta menstabilkan harga pada tingkat yang wajar bagi produsen dan konsumen. Selanjutnya, ITRC-CRIA sepakat untuk mengadakan dialog sekali dalam setahun dan membangun kerja sama yang erat agar tercapai keseimbangan harga terbaik antara harga bagi konsumen dan harga di tingkat petani. Dialog selanjutnya direncanakan dilakukan tahun 2012 bertempat di salah satu negara ITRC. 2. Pertemuan Subfora APEC CTI - Market Access Group (MAG) Pertemuan subfora APEC CTI - Market Access Group (MAG) dilaksanakan pada tanggal 6 Maret 2011 di Washington, Amerika Serikat. Support for the Multilateral Trading System
Pada mata agenda Support for the Multilateral Trading System, pihak sekretariat melaporkan perkembangan perundingan akses pasar di DDA/WTO. Selain itu pembahasan berlanjut dengan diskusi anggota MAG, untuk merumuskan aksi atau inisiatif apa saja yang dapat dilakukan oleh MAG guna mendorong terjadinya proses engagement di Doha Development Agenda (DDA), meskipun berkembang wacana bahwa tidak mudah bagi MAG to add value yang mampu memberikan dorongan bagi terjadinya engagement di WTO/DDA. Strengthening Regional Economic Integration (REI) and Expanding Trade
Trade Facilitation – Assessment of the Implementation of TFAP II
Pembahasan Trade Facilitation Trade Facilitation – Assessment of the Implementation of TFAP II terdiri dari tiga subtopik agenda, yaitu: 1) Simplification of Documents and Procedures MAG membahas laporan Singapura tentang inisiatif ini dengan mempertimbangkan apakah diperlukan information gathering on minimum data requirements serta kelanjutan dari analisis informasi yang telah terkumpul terutama untuk waiver thresholds and validity periods yang diharapkan dapat diajukan oleh
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
55
MAG untuk di-endorse pada pertemuan CTI-1. MAG juga membahas upaya dilakukannya information gathering untuk lebih memanfaatkan teknologi informasi (IT), kemudahan dokumen, dan prosedur terkait dengan Rules of Origin (RoO); 2) WebTR Merupakan sebuah portal site yang diluncurkan pada bulan Juni 2010, yang terkait dengan semua informasi FTA dan ROOs sesuai dengan mandat Menteri Perdagangan pada pertemuan Ministers Responsible for Trade di Singapura pada bulan Juli 2009. Pada kesempatan ini, sekretariat APEC menyampaikan jumlah pengunjung serta kecenderungan perkembangan terkait dengan IT dan Website. Lebih jauh disepakati bersama untuk mengeksplorasi gagasan guna membangun informasi untuk dirangkum dalam WebTR dengan membuat platform guna mempermudah fungsi pencarian informasi; 3) Remanufactured Products Pada kesempatan kali ini, AS maupun Jepang menyampaikan Addressing Barriers to Trade in Remanufactured Products Proposal, yang diharapkan dapat di-endorse pada tahun 2011. Namun usulan AS dan Jepang ini mendapatkan tanggapan yang cukup keras dari sebagian besar ekonomi APEC, terutama dari developing economies, seperti: Filipina, Thailand, Taiwan, Malaysia, Peru, Chile, Meksiko, dan Indonesia. Oleh sebab itu disepakati bahwa pembahasan ini akan dilanjutkan secara intersession, dan akan dilakukan revisi proposal dengan mempertimbangkan masukan dari ekonomi lainnya, serta melanjutkan pembahasan pada CTI-2 tahun 2011. Making ROO More Business Friendly
Pada mata agenda Making Rules of Origin (RoO) More Business Friendly, MAG membahas dua subagenda, yaitu: (i) Harmonization Work on a Sectoral Basis; dan (ii) Simplification of Documents and Procedures Terkait dengan Harmonization Work on a Sectoral Basis, MAG telah melakukan kajian sejak tahun 2008, yang terbagi atas beberapa sektor, yaitu: refrigerator (Australia), musical instruments (Australia), steels (Jepang), bicycles (China Taipei), consumer electronics (Amerika Serikat), sporting goods (China Taipei) dan motor vehicles, parts, accessories and hand tools (China Taipei). Lebih lanjut dinyatakan bahwa China Taipei akan ikut berpartisipasi untuk melakukan dua kajian untuk sektor
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
56
machine tools and parts serta toys and games. MAG juga menerima laporan dari World Customs Organization (WCO) terkait dengan akses database bagi anggota WCO serta hasil studi komparatif NAFTA dan EU-ROOs. Secara singkat disampaikan bahwa per tanggal 19 Agustus 2010, jumlah anggota WCO mencapai 177 anggota. WCO memiliki Three Keys Activities, yaitu: (i) Developing International Customs Instruments; (ii) Encouraging Uniform Application of Simplified and Harmonized Customs Systems and Procedures; (iii) Administering International Instruments. WCO saat ini sedang mengembangkan action plan untuk meningkatkan pemahaman dan penerapan terhadap preferential Rules of Origin (RoO), melalui peningkatan dan pengembangan database, comparative study, training, adaptation of WCO structures, serta new positioning of international role of WCO. Adapun upaya untuk meningkatkan comparative study of ROOs untuk preferential agreements yang sudah berlangsung dilakukan melalui tiga hal pokok, yaitu: (i) increase the level of support and understanding; (ii) recurrent themes which apply to all preferential arrangements; dan (iii) highlight of major differences and basic standards and norms. Environmental Goods and Services Work Program
China memaparkan proposal seminar on dissemination of Environmental Technologies, yang diusulkan untuk dapat dilaksanakan pada bulan Mei 2011, pada rangkaian CTI-2 di Big Sky, Montana. Selain itu MAG juga menerima laporan dari Jepang terkait dengan perkembangan dari EGS Mapping Matrix, dan updating dari Amerika serikat tentang EGS Case Studies, di mana Malaysia sebagai salah satu ekonomi yang terlibat dalam case studies tersebut memaparkan hasil case studies tersebut. Meksiko menyatakan keinginannya untuk ikut tergabung dalam case studies on EGS.
Environmental Goods and Services Information Exchange (EGSIE)
Amerika Serikat menyampaikan gagasan untuk meningkatkan kinerja Environmental Goods and Services Information Exchange (EGSIE) dengan mencantumkan seluruh informasi dan membaginya menjadi beberapa subsektor. Terkait dengan hal ini, proposal akan disebarluaskan untuk mendapatkan pertimbangan dari ekonomi APEC secara intersesional sebelum MAG-2.
Other Areas, Including APEC – Wide Initiatives on Human Security, APEC Reform and Gender
Pada mata agenda Other Areas dibahas subagenda Human Security/Secure Growth. New Zealand melaporkan hasil the workshop on NTMs and NTBs affecting trade in food and agriculture products in the APEC Region yang telah berlangsung pada MAG-3 tahun 2010. New Zealand juga
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
57
mengajukan gagasan baru untuk dapat diadopsi yang tertuang dalam proposal Follow-Up paper on the Market Access Group Workshop on NTMs and NTBs Affecting Trade in Food and Agricultural Products in the APEC Region. Hal pokok yang ingin dikembangkan dari proposal ini adalah dengan memulai mendiskusikan isu transparansi. Activities with ABAC (Including Responses to ABAC’s 2010 Recommendations) and/or Other External Stakeholders
APEC Business Advisory Council (ABAC) melaporkan kepada MAG, tentang beberapa hal yang menjadi pandangan dunia usaha yang dibahas secara lebih spesifik pada fokus grup. Beberapa hal yang menjadi prioritas kajian ABAC saat ini melingkupi beberapa area prioritas, di antaranya adalah: (i) Regional Economic Integration (REI); (ii) Small, Medium and Micro Enterprises (SMMEs); dan (iii) Sustainable Development.
3. Pertemuan ke-1 APEC Committee on Trade and Investment (CTI-1) Pertemuan CTI-1 tahun 2011 telah dilaksanakan pada tanggal 8-9 Maret 2011 di Washington, Amerika Serikat. APEC Priorities and CTI’s Work Program for 2011
Prioritas APEC tahun 2011 terdiri dari tiga elemen, yaitu: (i) Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade; (ii) Promoting Green Growth; (iii) Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence. Pertemuan CTI didahului dengan CTI-Trade Policy Dialogue (TPD) yang berlangsung pada tanggal 7 Maret 2011. TPD menekankan pembahasan pada: what APEC could define, shape and address next generation trade and investment issues. CTI sepakat untuk merumuskan secara intersessionally mengenai time frames yang jelas, objektif, dan deliverables dari: Next Generation Trade and Investment Issues; Trade facilitation and Supply Chain Connectivity (SCC); serta Environmental Goods and Services (EGS) melalui Friend of the Chair (FoTC).
Support for the Multilateral Trading System
Di bawah mata agenda Support for the Multilateral Trading System, CTI mencatat sejumlah program kerja yang merupakan kontribusi APEC terhadap sistem perdagangan multilateral. Secara khusus dicatat bahwa prakarsa di bidang kepabeanan dan RoO serta diskusi mengenai environmental goods and services merupakan kontribusi nyata yang dapat diberikan APEC. CTI juga mencatat intention Market Access Group (MAG) untuk melaksanakan an information exchange session dalam pengembangan WTO-ITA (WTO Information Technology Agreement) pada pertemuan CTI-2 bulan Mei 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
58
Bogor Goals
CTI membahas secara intensif laporan yang telah disiapkan oleh APEC Secretariat berjudul Review of the Individual Action Plan (IAP) Process serta Proposal for Streamlining the Individual Action Plan Review Process yang diusulkan oleh AS dan Meksiko. CTI mendiskusikan secara intensif tentang permintaan SOM untuk menyampaikan rekomendasi tentang way to review economies’ progress toward achievement of the Bogor Goals. CTI sepakat atas kebutuhan untuk melakukan efisiensi dan balancing transparency dalam process streamlining Individual Action Plan (IAP) CTI mencatat beberapa saran atau masukan yang berkaitan dengan streamlining the individual action plan review process, yaitu: (i) Menyederhanakan template IAP dan meniadakan sistem proses peer review yang telah berjalan, agar dapat lebih fokus pada melaksanakan mandat Leaders kepada CTI; (ii) Memanfaatkan kinerja PSU terutama terhadap kajiankajian yang menekankan pada sejauh mana upaya pencapaian Bogor Goals oleh APEC; (iii) Melakukan updating and simplifying terhadap IAP Update Template yang selama ini digunakan; (iv) Mempertimbangkan rekomendasi ABAC untuk membangun Regional Integration Dashboard, namun hal ini mendapat pertentangan dari ekonomi berkembang, dan meminta waktu untuk mengkaji serta melakukan koordinasi di level domestik; (v) Membuat pemetaan (mapping) guna memberikan highlights baik terkait dengan sejauh mana hasil capaian maupun kesulitan yang dihadapi oleh ekonomi dalam mencapai Bogor Goals; (vi) Tetap menjalankan mekanisme Peer Review yang berlangsung setiap (4-5 tahun). Strengthening Regional Economic Integration
Trade Policy Dialogue on Addressing Next Generation Trade and Investment
CTI-Trade Policy Dialogue (CTI-TPD) yang berlangsung pada tanggal 7 Maret 2011 membahas proposal berjudul “APEC Agenda on Next Generation Trade and Investment Issues” usulan Amerika Serikat. CTI mencatat beberapa pokok hasil pembahasan dalam TPD di antaranya, yaitu: (i) Menekankan pentingnya meningkatkan kerja sama dengan private sector; (ii) Namun, beberapa ekonomi seperti Thailand, China, Indonesia, Filipina menyatakan, bahwa paper tersebut belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan yang dihadapi oleh ekonomi berkembang, sehingga perlu
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
59
dikaji lebih dahulu apa yang ingin disampaikan oleh AS, meskipun terdapat universal supports atas proposal tersebut, namun beberapa ekonomi menyatakan masih terlalu premature untuk membahas common objectives in trade agreements, karena yang terbaik adalah bicara lebih dulu mengenai kebijakan dan kesiapan di masing-masing ekonomi; (iii) CTI menyepakati untuk membangun FoTC on Next Generation Trade and Investment Issues yang akan dipimpin oleh AS, untuk mulai bekerja pada tahun 2011. Anggota FoTC tersebut antara lain: Kanada, Chile, Hong Kong, China, Japan, Mexico, Korea, New Zealand, Russia, Singapura, Thailand, dan Amerika Serikat. Indonesia sendiri menyatakan akan mempertimbangkan perlunya bergabung ke dalam FoTC dan akan menyampaikan secara intersessional. Exploring an FTAAP
Korea menyampaikan hasil pelaksanaan survei untuk mengidentifikasi capacity building needs khususnya untuk meningkatkan kemampuan negosiasi dalam perundingan FTA/RTA berskala besar. CTI mencatat bahwa hasil finalnya akan disampaikan pada CTI2 2011. Pada kesempatan ini juga dilakukan updating oleh ekonomi APEC, di antaranya Chinese Taipei untuk sektor market access, sanitary and phyto-sanitary measures (SPS), updating atas Customs Procedures FTA yang terdiri atas empat FTA, yaitu: New Zealand-Malaysia; New Zealand-Hong Kong, China; ChinaPeru; dan EU-Korea. Indonesia mendukung program kerja ini yang merupakan modifikasi berdasarkan tanggapan Indonesia pada saat CTI-2 tahun 2010.
Making ROOs More Business Friendly
CTI membahas hasil kegiatan self-certification dilaporkan bahwa Introductory Workshop to Self-Certification of ROOs telah dilaksanakan pada tanggal 11-12 Oktober 2010 di Kuala Lumpur serta the APEC Self-Certification Pathfinder Phase 2, telah berlangsung di Manila, Filipina pada tanggal 10-11 Februari 2011 (in economy workshop). Selanjutnya pada tanggal 4-5 April 2011 akan berlangsung the 3rd Workshop di Brunei Darussalam, dan pelaksanaan the 4th Workshop direncanakan akan berlangsung di Vietnam. CTI meminta MAG untuk mengkaji lebih jauh pelaksanaan atas inisiatif tersebut. Sebagai catatan bahwa sesuai kesepakatan, maka introductory workshop ini bersifat terbuka bagi seluruh ekonomi APEC, Indonesia sejak tahun lalu sampai saat ini aktif terlibat dalam introductory workshop meskipun belum menyatakan untuk ikut bergabung dalam pathfinder, dan terkait dengan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
60
pelaksanaan workshop di Brunei, Indonesia mendapatkan undangan secara informal. Services
sudah
CTI membahas sejumlah program kerja bidang jasa sebagai tindak lanjut disahkannya APEC Services Action Plan dan APEC Principles for Cross-Border Trade in Services pada tahun 2009. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan bidang jasa dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang pesat. Hal ini menunjukkan peningkatan perhatian dan kepentingan ekonomi APEC di sektor ini. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan adalah termasuk Workshop on Ecotourism (tanggal 16 September 2010, di mana Indonesia menghadirkan nara sumber Direktur Penjualan dan Pemasaran Taman Safari Indonesia), dan Workshop for Capacity Building on the Role of Cross-Border Services Trade in New Growth Strategy (tanggal 16-17 September 2010). Indonesia menyatakan minat yang kuat untuk melanjutkan diskusi mengenai ecotourism karena sejalan dengan konsep Growth Strategy yang sedang dirumuskan APEC. Selain itu CTI juga mencatat beberapa program kerja yang sedang atau akan dilaksanakan seperti Workshop on Addressing SME Business Constraints through Services, yang telah dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2011. APEC Accounting Initiative yang rencananya akan dilaksanakan pada pelaksanaan GOS-3 2011, Workshop on Information Exchange of Environmental Services (November 2010, Beijing), Friendship Arrangement between APEC-GOS and Inter-Pacific Bar Association, dan APEC Services Database (tahap pertama untuk Australia, AS, China, Singapura dan Malaysia bulan September 2010, sementara Indonesia masuk dalam tahap kedua bulan Juni 2011). Untuk program kerja selanjutnya, CTI meminta GOS untuk memberikan perhatian pada cross-cutting policies atau issues yang memerlukan koordinasi dengan fora lainnya.
Investment
CTI memfokuskan pembahasan pada hasil review the APEC Strategy for Investment yang diadopsi pada CTI-3 tahun 2010. Mengenai APEC Strategy for Investment ini, diusulkan tiga pilar kerja sama: (i) advanced principles and practices (menerapkan berbagai kesepakatan APEC yang sudah ada di bidang investasi); (ii) investment facilitation (tindak lanjut IFAP, dialog dengan dunia usaha, dan kerja sama fasilitasi); dan (iii) investment promotion (meningkatkan kemampuan penciptaan peluang investasi, kerja sama dengan forum internasional, dan capacity building untuk menangani promotional activities).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
61
Indonesia dan ekonomi APEC lainnya juga menyambut baik the 1st session of APEC Public-Private Dialogue on Investment yang telah diselenggarakan pada tanggal 4 Maret 2011. Terkait dengan the assessment of IFAP, sebagai leads of economy, Australia menyatakan akan membuat paper guna menganalisis inisiatif tersebut, dan akan disampaikan pada pertemuan IEG berikutnya di Big Sky Montana. Environmental Goods and Services
CTI menyambut Australia sebagai lead of economy untuk FoTC on EGS yang sebelumnya dipegang oleh New Zealand. CTI membahas rencana pelaksanaan Seminar on Dissemination on Environmental Technologies usulan China, serta Trade Policy Dialogues on Environmental Goods Non Tariff Measures usulan AS, pada CTI-2 di Montana. CTI juga mendengarkan sharing informasi oleh Amerika Serikat tentang remanufactured goods dan mendiskusikan joint proposal antara Indonesia-US untuk membangun an APEC Strategy on Illegal Logging and Associated Trade, dan ekonomi APEC lainnya sepakat untuk membahas lebih lanjut proposal dimaksud secara intersession dengan deadline penyampaian posisi tanggal 23 Maret 2011. Secara umum, CTI juga membahas perkembangan pelaksanaan rencana aksi di bidang EGS. Rencana aksi ini dikelompokkan ke dalam tiga kluster, yakni existing work, on-going work, dan new work yang merupakan hasil mapping terhadap berbagai proyek terkait EGS maupun usulan proyek EGS di sejumlah subfora.
Trade Facilitation/SupplyChain Connectivity Framework and Action Plan
CTI membahas final assessment TFAP II yang dilakukan oleh the Policy Support Units (PSU), di mana secara singkat hasil pendekatan PSU tersebut menggunakan beberapa tahapan pendekatan, yaitu pertama direct estimation atas perubahan transaction cost selama periode TFAP II berlangsung yaitu sejak tahun 2007-2010, dengan memanfaatkan data perhitungan tahunan World Bank dari proyek Doing Business. Kedua, assessment yang dilakukan atas cost reduction, termasuk quantitative measurement atas KPIs, case study/es dan qualitative analysis. Laporan secara detail akan dituangkan dalam the TFAP II Final Assessment. CTI juga membahas perkembangan pelaksanaan rencana aksi (Action Plan) atas the APEC Supply-Chain Connectivity Framework yang dilaksanakan oleh focus group leads atas kedelapan chokepoints, yaitu:
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
62
1) Chokepoints #1, a general survey on advance rullings, yang ditekankan pada program capacity building, terkait dengan hal ini, deadline penyampaian masukan atas inisiatif ini adalah tanggal 15 April 2011; 2) Chokepoints #3, program pengembangan the capacity of APEC local/regional logistics sub-providers yang di proposed oleh China. Program ini terdiri dari dua bagian, yaitu survei atas kebijakan dan institutional arrangements terkait dengan pembangunan trade logistic, serta seminar termasuk kunjungan lapangan yang ditindaklanjuti dengan diskusi; 3) Chokepoints #4, proposal to Establish an APEC De Minimis Value yang di-proposed oleh US. Terkait dengan inisiatif ini, beberapa ekonom mempermasalahkan ruang lingkup atau keluaran yang akan dicapai yaitu tentang disepakatinya baseline value. Hal ini dipermasalahkan beberapa ekonom termasuk Indonesia mengingat masing-masing ekonomi memiliki standar masing-masing sesuai dengan kebutuhan domestiknya. Indonesia bersama dengan ekonomi lainnya seperti Jepang, China, Thailand, Filipina meminta waktu untuk membahas secara lebih komprehensif di tingkat domestik dengan sektor-sektor terkait CTI menyepakati untuk membahas kembali inisiatif ini pada CTI-2 tahun 2011; 4) Chokepoints #6, a project to enhance supply chain visibility di-proposed oleh Jepang. A feasibily study on inter-operability of cargo transportation akan segera dilaksanakan; 5) Chokepoints #8, a cross-border customs-transit arrangements untuk perusahaan logistik, di mana masukan atas inisiatif ini deadline-nya adalah tanggal 15 April 2011, dengan harapan hasil dari masukan tersebut akan memperkaya paper on key customs-transit impediments yang akan menjadi topik bahasan pada CTI2. Indonesia sendiri tergabung dalam focus group #2 (lead economy: Australia), #3 (lead economy: China), #7 (lead economy: Australia). Untuk fokus grup #2, Indonesia menjadi koordinator atas dua action plan on analytical work on logistics infrastructure, yaitu: study on travel time of goods vehicles on main economic coridors, dan study on contribution of road transport in the manufacturing and household sectors. CTI juga membahas proposal US Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
63
tentang Addressing barriers to Trade for Small and Medium-sized Enterprises in APEC. Disepakati ekonomi akan memberikan masukan atas proposal ini paling lambat tanggal 1 April 2011. CTI sepakat bahwa masing-masing ekonom untuk memberikan posisinya paling lambat tanggal 23 Maret 2011 atas masukan PSU tentang progress towards the 10% improvements in Supply Chain Performance. Selain pembahasan beberapa inisiatif terkait action plan pada Supply-Chain Connectifity Framework, juga dibahas Proposal to Advance APEC’s Supply-Chain Connectivity Framework through a Partnership with the World Bank Public-Private Partnership yaitu proposal Australia dan Amerika mengenai kerja sama APEC dan World Bank. Proposal ini berisikan tiga komponen, dipersiapkan oleh World Bank bekerja sama dengan perusahaan swasta dan asosiasi industri bagi ekonomi yang berminat berpartisipasi dalam partnership, yaitu: (i) Capacity building dalam rangka mempermudah prosedur adminstrasi Pabean, yaitu dengan mengadakan need assessments terkait adminsitrasi Pabean dan membuat rekomendasi untuk peningkatan kualitas administrasi Pabean; (ii) Dialog bersama pemerintah dan swasta di masing-masing ekonomi yang berpartisipasi untuk membuat action plans dalam peningkatan transparansi dan kerangka kerja regulasi; dan (iii) Rapid response assessment, yaitu pertemuan bersama antara experts pemerintah dan swasta untuk membahas kemajuan ekonomi yang berpartisipasi dalam hal menurunkan biaya transaksi perdagangan dan meningkatkan performa supply-chain connectivity. Sebagian besar ekonomi mempertanyakan lebih spesifik mengenai proposal tersebut, antara lain peran swasta dalam pelaksanaan komponen, bagaimana ekonomi menerapkan action plans, serta meminta waktu untuk mempelajari lebih lanjut proposal tersebut. CTI Chair memberikan waktu sampai dengan tanggal 23 Maret 2011 bagi ekonomi untuk memberikan masukan dan tanggapan atas proposal tersebut kepada Australia dan Amerika Serikat. Digital Economy and IPR
CTI membahas Proposal for an APEC Initiative on Innovation and Trade in Technology yang di-proposed oleh Amerika Serikat. Beberapa ekonom menyatakan keberatannya atas proposal ini. Thailand menyampaikan bahwa proposal tersebut masih perlu dikonsultasikan dengan instansi terkait di masing-masing ekonom karena
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
64
menyangkut bahasan yang multi-aspek, sementara Chile dan Peru mendukung proposal dengan penekanan pada technical assistance dan capacity building. Selain itu, China menyampaikan bahwa bahasan ini tidak tepat jika dibahas pada forum CTI karena telah ada working group yang membahas khusus mengenai teknologi. Terkait dengan hal ini Amerika Serikat memberikan tanggapan bahwa proposal lebih ditekankan kepada aspek perdagangan sehingga CTI dianggap sebagai wadah yang tepat untuk menyampaikan bahasan. Indonesia dalam hal ini meminta waktu untuk melakukan koordinasi dengan instansi terkait, dan meminta penjelasan Amerika Serikat terkait salah satu isi proposal yang menyatakan proses pengambilan keputusan pada entitas bisnis tidak mendapat campur tangan pemerintah. Terkait dengan inisiatif ini, ekonomi sepakat untuk menyampaikan posisinya paling lambat tanggal 23 Maret 2011. Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence
CTI membahas dan menyepakati dialog pertama atas the APEC Regulatory Cooperation Process Advancement Mechanism (ARCAM) untuk menganalisis Interoperability Standards for Smart Grid (usulan AS). Selain itu, CTI juga sepakat mengkaji lebih jauh inisiatif Australia atas the Proposal for Regulatory Cooperation on Submarine Communications cable Protection.
4. Pertemuan APEC Senior Officials’ Meeting (SOM) 1 Pertemuan pertama APEC Senior Officials' Meeting (SOM 1) 2011 telah diselenggarakan di Washington D.C., AS pada tanggal 11-12 Maret 2011. Pertemuan diketuai oleh SOM Chair Amerika Serikat dan dihadiri oleh seluruh Ekonomi APEC; APEC Business Advisory Council (ABAC). Pembahasan pada SOM 1 tidak ditujukan untuk mengambil keputusan tertentu, tetapi lebih pada penjajakan topik dan perumusan kerangka waktu pembahasan prioritas APEC AS 2011 dalam satu tahun. Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade
Pada prioritas strengthening regional economic integration and expanding trade, agenda utama yang akan dibahas adalah mengenai the next generation of trade and investment issues. AS menjelaskan bahwa yang dimaksud next generation of trade and investment issues adalah isuisu yang diprediksi akan menjadi pokok-pokok bahasan pada perundingan perdagangan di abad ke-21.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
65
Gambar 5. SOM Chair AS Memberikan Sambutan dalam Pleno Terbuka APEC SOM1
Agenda Next Generation of Trade and Investment Issues
Agenda next generation of trade and investment issues mulai dibahas pada pertemuan CTI Trade Policy Dialogue on the Next Generation of Trade Issues pada tanggal 7 Maret 2011. Pembahasan didasari oleh discussion paper AS, yaitu APEC Agenda on Next Generation Trade and Investment Issues Pertemuan menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain: 1) Terdapat kesepakatan di antara Ekonom APEC untuk mengidentifikasi isu terkait next generation of trade and investment yang menjadi kepentingan bersama; 2) Beberapa ekonom menekankan pentingnya untuk bekerja sama dengan private sectors di dalam menentukan isu-isu yang akan dijadikan prioritas di 2011; 3) Beberapa ekonom menyampaikan concerns mereka terhadap beberapa isu yang diangkat di dalam discussion paper yang dianggap bukan merupakan kepentingan ekonomi terkait (misalnya isu cloud computing; 4) Terdapat kesepakatan mengenai pentingnya capacity building dalam penanganan isu-isu yang spesifik terkait next generation of trade and investment. Dalam kaitan ini, CTI sepakat untuk membentuk Friends of the Chair (FoTC) yang akan mengkaji dan mengidentifikasi isu-isu terkait next generation of trade and Investment dan/capacity building.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
66
Dalam pertemuan SOM, berbagai Ekonom menyampaikan pandangan mereka terkait isu-isu yang dapat dikategorikan sebagat next generation of trade and Investment, yaitu: (i) supply chain connectivity; (ii) small and medium enterprises; (iii) food security; (iv) cloud computing; (v) climate change; (vi) energy; (vii) IPR, (viii) Sanitary and Phytosanitary (SPS); dan (ix) technology. Sebagian besar Ekonom APEC mengangkat isu supply chain connectivity dan pengembangan SMEs sebagai prioritas mereka. Dalam kaitan ini US Trade Representatives menyarankan agar kedua isu dimaksud dapat diidentifikasi sebagai isu yang menjadi kepentingan bersama yang akan dibahas di agenda next generation of trade and investment issues. Para Ekonom APEC, khususnya Ekonom berkembang, juga mengangkat pentingnya capacity building terutama terkait pembahasan isu spesifik di dalam next generation of trade and Investment issues. China mengangkat pentingnya memperhatikan perbedaan kapasitas Ekonomi APEC di dalam pembahasan next generation of trade and investment issues, Para Ekonom APEC juga sepakat atas pentingnya peran dan dukungan ABAC di dalam membantu Ekonom APEC untuk melakukan identifikasi dan menentukan prioritas di Isu-isu next generation of tmde and investment issues. Para Ekonom APEC mendukung dibentuknya FoTC on Next Generation of Trade and Investment Issues yang akan melakukan kajian terhadap isu-isu yang dapat diangkat dan menjadi kepentingan bersama ekonom APEC. Promoting Green Growth
Pada prioritas promoting green growth, AS melakukan kategorisasi pembahasan prioritas ini pada tiga agenda yaitu energy-related, trade-related, dan environment protection. Pada topik energy-related issues, tiga isu utama yang dibahas adalah terkait phasing out inefficient fossil fuel subsidies; reducing the energy intensity, dan green electricity. Beberapa Ekonom seperti China, Thailand, Brunei, dan Malaysia menyampaikan bahwa dalam mendorong pembahasan phasing out inefficient fossil fuel subsidies, perlu digarisbawahi pentingnya mengakomodasi kebutuhan masyarakat kurang mampu serta mendorong transfer teknologi.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
67
Trade-Telated Issues
Sementara itu, pembahasan pada topik trade-related issues akan difokuskan pada tiga isu, yaitu: Environmental Goods and Services (EGS), Advanced Technology Demonstration Vehicles, dan Remanufactured Goods.
Environmental Goods and Services (EGS)
Pada pembahasan EGS, AS menyampaikan bahwa pihaknya menargetkan tercapainya hasil yang konkret dengan melakukan pembahasan spesifik pada beberapa Non-Tariff Measures (NTMs) dan menentukan rencana aksi dari pembahasan dimaksud dengan mengedepankan capacity building dan knowledge sharing. Sehubungan dengan itu, SOM berharap FotC EGS yang terdapat dalam CTI dapat melakukan pembahasan lebih lanjut dan memberikan rekomendasi tentang daftar isu-isu NTMs yang dapat didorong untuk diselesaikan pada tahun 2011. Pembahasan mengenai hal ini akan dilanjutkan pada pertemuan SOM 2 tahun 2011.
Advanced Technology Demonstration Vehicles
Pada isu Advanced Technology Demonstration Vehicles, SOM menyambut baik perkembangan positif yang telah dilakukan dalam Automotive Dialogue (AD). Disampaikan bahwa Isu Advenced Technology Demonstration Vehicles ini dikembangkan untuk memberikan fasilitasi importasi dari kendaraan bermotor dalam jumlah kecil yang telah menggunakan alternatif bahan bakar dan teknologi tinggi untuk tujuan penelitian dan demonstrasi langsung di lapangan dan bukan untuk dijual ke publik.
Remanufactured Product
Pada isu remanufactured product, AS menekankan bahwa pihaknya tidak berupaya memperkenalkan rezim baru pada remanufactured product. Pembahasan akan diarahkan pada persamaan perlakuan importasi dan tarif bagi produk-produk remanufaktur. Ditekankan pula bahwa produk remanufaktur yang dimaksud bukanlah produk bekas ataupun produk scrap. Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand menyampaikan bahwa pihaknya keberatan dengan pembahasan manufactured product. Meski demikian, AS diharapkan dapat memfasilitasi capacity building dan mendorong transfer teknologi guna mengurangi kesenjangan pembangunan dalam pembahasan topik tersebut.
Environment Protection
Pada topik environment protection, isu yang dibahas adalah mengenai Illegal Logging and Associated Trade, dan Low-Emission Development Strategy (LEDS) khususnya mengenai low-carbon model town.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
68
Pada pertemuan CTI 1, Indonesia dan AS telah mengajukan proposal “Establishing an APEC Strategy on Illegal Logging and Associated Trade." Proposal tersebut saat ini tengah dalam pembahasan intersesional di CTI. China, Peru, Mexico, dan PNG menyatakan mendukung proposal tersebut. Sementara itu, China menyampaikan bahwa pihaknya akan menyelenggarakan Forestry Ministerial Meeting di Beijing, China pada tanggal 6-8 September 2011. Terkait LEDS, Jepang dan China menyampaikan bahwa pihaknya bermaksud menyelenggarakan workshop terkait pada bulan Juni 2011 di China. Dalam pertemuan tersebut akan dilakukan pembahasan mengenai konsep energy efficiency city model. Delri pada berbagai kesempatan menyampaikan bahwa pembahasan Green Growth perlu ditekankan pada aspek investasi, capacity building, dan technology diffusion terutama untuk meningkatkan kapasitas Ekonomi berkembang. Dengan demikian, APEC dapat mendorong proses market building dan tidak sekedar market access. Selain itu, Indonesia juga menekankan bahwa pembahasan agenda green growth perlu memasukkan isu oceans and marine environment sebagai upaya mendukung food security sekaligus mengembangkan sustainable growth. Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence
Di dalam pembahasan agenda Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence, AS menekankan bahwa tujuan diangkatnya regulatory cooperation dan convergence bukan untuk harmonisasi peraturan di APEC, namun lebih ditujukan untuk mengembangkan best practices dan membantu Ekonomi APEC untuk menerapkan good regulatory practices. Good regulatory practices menekankan pada pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik di dalam perumusan suatu peraturan. Penerapan regulasi yang baik tidak hanya bermanfaat bagi private sectors, namun juga untuk masyarakat luas. Dalam menyikapi agenda dimaksud, beberapa ekonom APEC menekankan pentingnya fleksibilitas di dalam pembahasan karena perbedaan kapasitas, sistem regulasi dan koordinasi internal antara stakeholders di masingmasing ekonomi APEC, utamanya di ekonomi berkembang.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
69
Beberapa ekonom APEC mendukung pembahasan agenda ini dan mendukung pelaksanaan capacity building terkait good regulatory practices. Capacity Building
Terkait capacity building, AS menyampaikan proposal APEC Regulatory Cooperation Plan untuk meningkatkan regulatory cooperation di kawasan Asia Pasifik dan membentuk Friends of the Choir (FoTC) on Regulatory Cooperation untuk membantu Ekonomi APEC dalam mencapai regulatory objectives di masing-masing ekonomi.
Gambar 6. Pejabat Senior APEC
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral 1. Konferensi Australia Indonesia Business Council (AIBC) dan Konsultasi Pra Negosiasi Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) Australia Indonesia Business Council
Australia Indonesia Business Council (AIBC) dengan tema Deepening our Economic Partnership telah dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 2011 dan dihadiri oleh 200 orang peserta yang terdiri dari perwakilan pemerintah kedua negara: Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), Dubes Australia di Jakarta, Kementerian Perdagangan, BKPM, Dubes RI di Canberra, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, akademisi, kalangan pengusaha asal Indonesia dan Australia. Tujuan konferensi AIBC antara lain adalah untuk mensosialisasikan rencana IA-CEPA terutama kepada kalangan pengusaha kedua negara agar kerja sama ekonomi komprehensif ini memperoleh dukungan dari pengusaha kedua negara. Konferensi AIBC dimulai dengan keynote address dari Menteri Perdagangan Australia dan peluncuran buku Doing Business in Indonesia. Wakil Menteri Perdagangan RI juga berkesempatan untuk
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
70
menyampaikan keynote address mengenai perkembangan makro ekonomi dan iklim Investasi di Indonesia yang semakin kondusif. Dalam kesempatan ini Bapak Herry Soetanto dan Mr. Michael Mugliston menyampaikan materi perkembangan IA-CEPA.
Gambar 7. Bapak Wakil Menteri Perdagangan pada Acara Australia Indonesia Business Council
Pre Negotiation Consultation on IACEPA
Pre Negotiation Consultation on IA-CEPA telah dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2011 di kantor Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT), NSW office. Pertemuan didahului dengan diskusi antara Wamendag dengan Ketua Tim Perunding IA-CEPA Australia. Wamendag RI pada kesempatan tersebut didampingi oleh Ketua Tim Perunding IA-CEPA Indonesia, Direktur Kerja Sama Bilateral, Direktur Informasi dan Pengembangan Ekspor, Wakil Kepala ITPC Sydney dan perwakilan dari DFAT. Dalam pertemuan tersebut, Wamendag RI menyampaikan arahannya untuk mengidentifikasi possible clusters di mana kedua pihak dapat saling bekerja sama secara terfokus dalam kegiatan Economic Cooperation sebagai bagian dari negosiasi IACEPA. Secara khusus, Wamendag RI menyampaikan ada 4 (empat) clusters yang dapat dilakukan dalam economic cooperation secara komprehensif oleh kedua pihak, yaitu: 1) Kluster Pertanian/Agriculture (seperti sektor beef dan dairy products) yang meliputi: perdagangan langsung (direct trade), peningkatan kapasitas dengan tujuan untuk memberikan kontribusi bagi terwujudnya kebijakan pertanian Indonesia; pembangunan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
71
Indonesia sebagai basis produksi untuk pasar negara ketiga termasuk fasilitasi perdagangan dan investasi sebagai basis produksi; 2) Kluster Barang Pertambangan/Extractive Mineral (seperti tembaga dan batu bara) yang mencakup kegiatan perdagangan langsung, praktik pengelolaan sumber daya yang baik (best practice) termasuk tata pemerintahan yang baik, peningkatan kapasitas regulator termasuk pemerintah lokal, mendukung investasi bersama dan inisiatif pengolahan serta penciptaan nilai tambah produk untuk pasar negara ketiga; 3) Kluster Green Economy atau Sustanaible Trade (seperti Crude Palm Oil), meliputi kegiatan: pengembangan standar dan proses sertifikasi, penelitian untuk mempromosikan clean sectors dan perdagangan ramah lingkungan melalui aktivitas perdagangan dan investasi; dan 4) Kluster Jasa (seperti jasa pendidikan, kesehatan, dan perhotelan/pariwisata) yang akan mendukung pengembangan industri-industri jasa kompetitif. Wamendag juga menyarankan agar negosiasi IA-CEPA melibatkan “high level officials” seperti Wamentan dan Wamendiknas RI guna memecahkan kebuntuan yang mungkin terjadi pada proses perundingan untuk isu-isu spesifik. Menanggapi penjelasan Wamendag, pihak Australia menyampaikan akan mempelajari dan menyampaikan tanggapan tertulis atas usulan 4 (empat) clusters tersebut. Selanjutnya dilakukan pertemuan Konsultasi Pra Negosiasi IA-CEPA antara Ketua Tim Perunding IA-CEPA Indonesia dengan Ketua Tim Perunding Australia. Delegasi RI terdiri dari unsur Kemendag, BKPM, Konsulat Jenderal RI dan ITPC Sydney. Sedangkan delegasi Australia terdiri dari unsur Department of Foreign Affairs and Trade, Department of Agriculture, Fishery and Forestry, AusAid, dan Kedubes Australia di Jakarta. Pada pertemuan Konsultasi Pra Negosiasi, dibahas hal-hal sebagai berikut: Perkembangan Ratifikasi AANZFTA
1) Ratifikasi AANZFTA saat ini sedang diproses di Sekretariat Kabinet RI. Terkait dengan proses transposisi, Australia dan Selandia Baru telah menyepakati 3 (tiga) tarif lines produk dairy Indonesia. Oleh karena itu terdapat 17 (tujuh belas) tariff lines yang harus di-follow up lebih lanjut. Selanjutnya, pada
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
72
tanggal 22 Februari 2011, Indonesia telah menyampaikan posisi terakhirnya terkait dengan 17 tariff lines tersebut. Ketua Tim Perunding IA-CEPA Australia menyebutkan akan menyampaikan posisi terakhir 17 tariff lines tersebut kepada Menteri Perdagangan Australia untuk mendapatkan persetujuan dan rekomendasi guna selanjutnya disampaikan kepada Indonesia. Review OECD (Terkait dengan Investasi)
2) Indonesia menjelaskan bahwa Tim Ahli Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah me-review iklim investasi Indonesia dengan menggunakan Policy Framework for Investment (PFI). PFI mencakup checklist mengenai investasi, promosi dan fasilitas investasi, perdagangan, persaingan usaha, corporate governance, pelaksanaan bisnis, pengembangan SDM, pengembangan sektor infrastruktur dan keuangan, serta public governance. PFI membantu evaluasi manfaat dan kerugian penggunaan insentif untuk PMA. Di samping hal tersebut, di tingkat pusat dan di daerah juga dibutuhkan capacity building bagi SDM pembuat kebijakan dan pelayanan administrasi investasi yang efisien. Australia berpendapat bahwa pelaksanaan (OECD) review tersebut bermanfaat untuk pengembangan kebijakan investasi di mana kebutuhan Indonesia untuk pengembangan SDM di bidang kebijakan investasi dapat diajukan dalam proyek kerja sama ekonomi dalam kerangka Pra Negosiasi IA-CEPA.
Perkembangan Kebijakan Perdagangan Australia
3) Saat ini Australia sedang melaksanakan review terhadap kebijakan perdagangannya. Hasil review tersebut akan diumumkan kepada publik pada bulan April 2011. Terkait dengan kebijakan perdagangan tersebut, Productivity Commission Australia sedang mengevaluasi kerja sama perdagangan bebas yang dilakukan Australia baik secara bilateral maupun regional. Aus-Aid juga telah me-review bantuan yang diberikan kepada negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dalam kerangka masukan untuk Pra Negosiasi IA-CEPA, telah disusun kajian Trade, Aid and Development for Indonesia oleh Aus-Aid.
Kerja Sama di bidang Pertanian
4) Pada pertemuan Working Group on Agriculture, Fishery and Forestry (WGAFF) tanggal 3 Juni 2010 yang lalu, Indonesia telah menyampaikan dan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
73
mengharapkan tanggapan Australia atas tiga proposal, yaitu: (i) Beef and Dairy Investment Feasibility Study; (ii) Beef and Dairy Industry Investment workshop; dan (iii) Small Scale Abattoirs. Australia menyampaikan bahwa sektor industri dairy adalah merupakan sektor yang sensitif bagi Australia. Dalam kaitan ini, Australia akan memberikan tanggapan kepada Indonesia. Kementerian Pertanian telah menyetujui pilot project on Enchancing Productivity and Profitability of Indonesian Small Holder Cattle Producers sebagai salah satu kerja sama ekonomi dalam IA-CEPA Pre – Agreement Facility (IPAF). Proyek tersebut akan didanai oleh pemerintah dan swasta Australia. Australia menyampaikan usulannya untuk meluncurkan Cattle pilot project tersebut pada pertemuan Trade Ministers Meeting ke-9 yang direncanakan akan diadakan di Jakarta pada tanggal 20 April 2011. Diskusi Terkait Keterlibatan Industri, Pemerintah dan Konsultasi Publik IACEPA dan AANZFTA
5) Ketua Tim Perunding IA-CEPA Australia juga mengusulkan untuk melakukan penyelenggaraan seminar dengan tema “Developing a Strategic Approach for Agriculture Cooperation” yang dilakukan back-to-back dengan Working Group on Agriculture, Fisheries and Forestry (WGAFF) di mana akan dikoordinasikan oleh Kementan pada bulan Juni atau Juli 2011 di Bukit Tinggi. Dalam pertemuan WGAFF tersebut juga diusulkan untuk dibahas 3 (tiga) proposal kerja sama yang telah diberikan kepada Australia oleh Kementan sebelumnya. Terkait dengan pemanfaatan skema ASEAN, Australia and New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA) di bidang perdagangan barang, Australia menyampaikan bahwa Filipina merupakan negara di ASEAN yang memiliki pemanfaatan skema tertinggi. Ketua Tim Perunding IACEPA Australia menyampaikan bahwa alasan di balik tingginya pemanfaatan konsesi perdagangan oleh Filipina adalah gencarnya sosialisasi promosi yang dilakukan oleh Department of Industry and Trade of Philipine mengenai manfaat yang dapat diambil dari konsesi perdagangan barang AANZFTA. Upaya sosialisasi tersebut melibatkan Small and Medium Enterprises (SMEs), Dubes Australia, Dubes Selandia Baru di Filipina dan kalangan industri. Terkait dengan ini, Australia mengusulkan agar Indonesia melakukan hal serupa dalam melakukan promosi pemanfaatan skema AANZFTA.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
74
Joint Out Reach/ Sosialiasasi Manfaat IACEPA
6) Ketua Tim Perunding IA-CEPA Australia menyampaikan agar sebelum dimulainya perundingan IA-CEPA, kedua pihak Indonesia dan Australia mengadakan sosialisasi agar para stakeholder memahami manfaat rencana kerja sama yang akan datang. Ketua Tim Perunding IACEPA menyambut baik usulan tersebut dan menambahkan bahwa pelaksanaan sosialisasi ini diharapkan dapat: a) meningkatkan confidence building dalam rangka pelaksanaan IA-CEPA; b) ditargetkan tidak saja pada sektor yang akan diuntungkan dari skim bilateral CEPA tetapi juga sektor yang kemungkinan dirugikan dan bagaimana cara mengantisipasinya; dan c) memperluas (broader ownership) rasa memiliki atau “sense of belonging” dan dukungan publik dalam arti luas. Indonesia juga menyampaikan Kementerian Perdagangan telah melaksanakan sosialisasi pada tahun 2009 dan 2010 di Jakarta, Surabaya, dan Makasar. Dari hasil sosialisasi tersebut telah didapat masukan dan tanggapan positif dari instansi Pemerintah, KADIN, asosiasi, akademisi, dan anggota Parlemen.
Eksplorasi Kemungkinan Proyek Kerja Sama Ekonomi yang Strategis
7) Indonesia menyampaikan kembali usulan kerja sama ekonomi yang memiliki arti strategis dan bersifat komprehensif. Dalam hal ini, kedua belah pihak menyepakati untuk memasukkan cross-cutting issues ke dalam kerja sama ekonomi IA-CEPA sehingga bersifat menyeluruh (comprehensive) meliputi 3 (tiga) pilar kerja sama: ekonomi, akses pasar, dan investasi.
Diskusi Mengenai Jangka Waktu dan Modalitas IA-CEPA
8) Indonesia menyampaikan konsep Guideline Principles and Modalities sebagai landasan untuk perundingan IA-CEPA. Kedua Tim Perunding saling bertukar pandangan dan pihak Australia akan menyampaikan tanggapannya secara tertulis. Australia mengusulkan agar negosiasi IA-CEPA dimulai pada semester kedua tahun 2011.
Rencana Lanjutan Pertemuan Konsultasi Pra Negosiasi IA-CEPA dan Trade Ministers Meeting ke-9
9) Australia menyampaikan bahwa pertemuan Konsultasi Pra Negosiasi IA-CEPA selanjutnya akan dilakukan di Jakarta (pada tanggal 18 April 2011) sebelum pertemuan Trade Ministerial Meeting (TMM) yang telah disepakati akan diadakan pada tanggal 20 April 2011. Kedua Tim Perunding sepakat bahwa
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
75
pertemuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan laporan mengenai perkembangan Pre Negotiation Consultation IA-CEPA kepada kedua Menteri dalam pertemuan dimaksud. Salah satu rekomendasi yang disepakati untuk disampaikan kepada Menteri Perdagangan kedua negara adalah proyek kerja sama beef yang akan didanai melalui IPAF (IA-CEPA Pre Agreement Facilitation).
Gambar 8. Delegasi Indonesia dan Australia
2. Pertemuan Tim Teknis Indonesia-Mozambik Pertemuan pertama tim teknis bidang perdagangan Indonesia-Mozambik diselenggarakan pada tanggal 17-19 Maret 2011 di Maputo, Mozambik. Menteri Industri dan Perdagangan Mozambik, menyambut baik dilakukannya pertemuan tim teknis kedua negara untuk mencari upaya peningkatan perdagangan kedua negara dan menyarankan agar pertemuan pertama ini, kedua tim membahas mengenai: Forward Processing, Banking Cooperation, dan kerja sama lainnya yang dapat meningkatkan perdagangan kedua negara. Forward Processing
Pembahasan Forward Processing sangat alot namun demikian konstruktif. Karena adanya perbedaan pengertian mengenai Forward Processing, pihak Mozambik menyampaikan bahwa untuk impor bahan baku industri tekstil dan produk tekstil telah duty free, sehingga sudah tidak diperlukan lagi skema Forward Processing. Namun demikian pihak Indonesia masih fokus pada skema Forward Processing karena impor kapas dari Mozambik
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
76
selanjutnya diproses di Indonesia menjadi tekstil dan produk tekstil, selanjutnya diekspor kembali ke Mozambique bukan hanya untuk keperluan produk industri saja, namun demikian tekstil dan produk tekstil untuk konsumen di Mozambik sehingga masih dikenakan duty tariff di Mozambik. Karena adanya perbedaan tersebut, kedua pihak sepakat tidak adanya konsensus yang dicapai perihal skema Forward Processing, sehingga kedua pihak sepakat akan menyelesaikannya melalui diplomatic channel. Banking Cooperation
Untuk mendukung skema Forward Processing untuk cotton dan textile dan Produk Textile antara Indonesia dengan Mozambique, Indonesia Eximbank telah menggali informasi melalui 3 (tiga) pertemuan dengan kalangan perbankan di Mozambique, yaitu: Head of International Division Barclays Bank of Mozambique, perwakilan Bank Sentral Mozambique, dan Treasury Economist Barclays Bank. Beberapa hal yang diperoleh dari pertemuanpertemuan tersebut meliputi: 1) Barclays Bank adalah subsidiary dari ABSA Bank, yang merupakan bank terbesar di South Africa. ABSA sendiri adalah anak perusahaan dari Barclays Plc. London. Saat ini Barclays Bank of Mozambique sedang menggarap kerja sama dengan IFC (International Finance Cooperation) di bidang trade financing. Untuk mengantisipasi kemungkinan diperlukannya peran perbankan apabila kerja sama forward processing jadi dilaksanakan, Indonesia Eximbank meminta Barclays Bank of Mozambique menjajaki kemungkinan diberikannya fasilitas penjaminan dari IFC untuk transaksi Indonesia Eximbank dan Barclays Bank; 2) Treasury Economist Barclays Bank of Mozambique akan mengirimkan Fitch Report tentang rating Mozambique. Berdasarkan informasi dari Fitch Rating, Country Rating Mozambique adalah B, dengan pertumbuhan ekonomi tahunan berkisar 7% per tahun; 3) Central Bank of Mozambique berharap Indonesia dapat memberikan pinjaman ke bank-bank di Mozambique.
Action Plan
Sehubungan dengan telah ditandatanganinya: (i) MoU on Trade Promotion; (ii) MoU on Industrial Technical Cooperation; (iii) MoU Small and Medium Enterprises; dan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
77
(iv) MoU Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) untuk implementasinya pihak Mozambik menyampaikan action plan antara lain: 1) Action Plan di bidang promosi perdagangan yang mencakup: pertukaran informasi perdagangan, identifikasi peluang kerja sama di bidang perdagangan, dan capacity building melalui training; 2) Action Plan bidang cotton, textile, garments agro industry, dan packaging serta pembentukan kawasan industry; dan 3) Action Plan kerja sama di bidang: the established of incubator, promotion of the orientation centre for SME’s, training, dan market access. Indonesia menyampaikan bahwa untuk implementasi MoU pada tahun 2011 akan memberikan bantuan kepada pemerintah Mozambique berupa training/capacity building untuk bidang tekstil dan pengembangan agro industry yang akan dilaksanakan pada bulan April dan Mei 2011. Sedangkan untuk action plan Pihak Indonesia akan mempelajari dan mengoordinasikan dengan sektor terkait di Indonesia. Pertemuan dengan Sektor Terkait di Mozambik
Di samping melakukan pembahasan mengenai Forward Processing dan Banking Cooperation dalam rangka mendukung rencana kegiatan tersebut di atas, Delegasi RI juga mengadakan pertemuan dengan: (i) Investment Promotion Center; (ii) Association Commercial de Mozambique; (iii) Chamber of Commerce; dan (iv) Mozambique Institute for Cotton. Ministry of Agriculture dalam pertemuan kedua pihak menyampaikan informasi mengenai: potential for economic growth, investment opportunities di bidang pertanian, energy, textile, industrial park dan oil and gas, serta kebijakan investasi yang mencakup tax system, guarantees, tax incentives, dan bilateral agreement. Dalam kunjungan ke Beluluane Industrial Park yaitu Special Economic Zones (SEZ) dan Industrial Free Zones (IFZ), Delri telah menerima penjelasan dari pihak SEZ dan IFZ mengenai fasilitas yang diberikan oleh Free Zone jika melakukan investasi di kawasan free zone dan di luar free zone. Sebagai informasi harga tanah (rent 50th) untuk kawasan free trade zone US$ 15/m2 dan non free trade zone US$ 12.5/m2, sedangkan untuk maintenance kawasan free trade zone US$ 0.35/m2 dan non free trade zone US$ 0.30/m2.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
78
E. Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa 1. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS) Pada tanggal 9 Maret 2011 di WTO Jenewa telah diselenggarakan Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS). Agenda utama sidang adalah membahas hasil konsultasi Ketua CTFS dengan delegasi negara anggota mengenai isu klasifikasi pada sektor jasa keuangan, Acceptance of the Fifth Protocol to the GATS Embodying the Results of the Financial Services Negotiations dan Recent Development in Financial Services Trade. Klasifikasi pada Sektor Jasa Keuangan
Mengenai rencana pembahasan isu klasifikasi pada sektor jasa keuangan, Ketua CTFS merencanakan akan membahas isu ini pada sidang CTFS yang akan dilaksanakan setelah sidang CTFS berikutnya. Terkait dengan rencana ini, Sekretariat akan menerbitkan background notes. Usulan Ketua CTFS ini didukung oleh banyak delegasi negara anggota.
Acceptance of the Fifth Protocol
Menyangkut Acceptance of the Fifth Protocol, delegasi Filipina menyampaikan informasi kepada CTFS mengenai telah diselesaikannya proses ratifikasi oleh Kongresnya terhadap dokumen tersebut. Pihaknya akan segera mendepositkan instrumen ratifikasi tersebut kepada Sekretariat WTO. Dengan telah selesainya proses ratifikasi tersebut, tinggal dua negara yang belum menyelesaikan proses ratifikasi, yaitu Brasil dan Jamaika.
Recent Development in Financial Services Trade
Pada mata agenda Recent Development in Financial Services Trade, CTFS membahas komunikasi delegasi Barbados mengenai "Unintended Consequences of Remedial Measures Taken to Correct the Global Financial Crisis: Possible Implications for WTO Compliance". Komunikasi delegasi Barbados pada intinya menyoroti berbagai kebijakan yang diambil oleh beberapa negara anggota untuk menanggulangi krisis keuangan global dan kaitannya dengan ketentuan WTO. Delegasi Barbados berpandangan bahwa apa yang telah dilaksanakan oleh beberapa negara tersebut dipandang efektif dalam menghindari terjadinya krisis keuangan global yang semakin dalam. Namun demikian, dalam rangka membangun suatu sistem keuangan global yang lebih tahan terhadap krisis dan pada saat yang sama agar kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan WTO, delegasi Barbados berpandangan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
79
tentang diperlukannya suatu pendekatan yang seimbang (balanced approach) antara pertimbangan dampak dari krisis keuangan itu sendiri dan dampak dari kebijakan untuk mengatasi krisis tersebut terhadap kepentingan negara maju dan berkembang. Usulan Perubahan Ketentuan WTO
Untuk mencapai tujuan pada butir (6) tersebut di atas, delegasi Barbados mengusulkan perubahan (amendment) terhadap beberapa ketentuan WTO, khususnya yang menyangkut perdagangan jasa keuangan. Beberapa perubahan yang diusulkan oleh delegasi Barbados adalah sebagai berikut: 1) Dokumen Understanding on Commitment in Financial Services, Section A (Standstill), Paragraph B.10.d (Nondiscriminatory measures), Paragraph B.7 (New Financial Services), Paragraph C. 1 (National Treatment); 2) Dokumen GATS: Art X:2 (Emergency Safeguard Measures), Art. Xl:2 (Payment and Transfers), Art XII (Restriction to Safeguard the Balance of Payment), Art XlI:5, Art XVI (Market Access), Art. XXI. Terhadap usulan delegasi Barbados tersebut, beberapa delegasi negara anggota menyampaikan apresiasinya sebagai bagian dari upaya bagi penguatan sistem keuangan internasional yang tahan terhadap krisis. Namun demikian, ketika dikaitkan dengan upaya untuk melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan WTO, delegasi negara anggota tampak bersikap hati-hati. Beberapa delegasi negara anggota secara jelas menilai proposal delegasi Barbados untuk melakukan beberapa perubahan ketentuan WTO tersebut bersifat sangat prematur. Berdasarkan ketentuan WTO khususnya mengenai prudential carve out, negara-negara anggota telah diberikan cukup fleksibilitas untuk melaksanakan kebijakan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangannya. Selain itu, hingga saat ini belum terdapat satu negarapun yang mengadukan pelaksanaan prudential carve out ke Dispute Settlement Body. Beberapa delegasi negara anggota lainnya menyampaikan belum dapat menanggapi proposal delegasi Barbados tersebut mengingat masih dipelajari secara seksama oleh capital masing-masing. Terkait dengan hal tersebut, Ketua CTFS merencanakan akan kembali membahas komunikasi dari delegasi Barbados dimaksud pada sidang CTFS mendatang.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
80
Sehubungan dengan rencana Ketua CTFS untuk membahas kembali komunikasi delegasi Barbados tersebut di atas, mohon kiranya instansi terkait di Indonesia dapat mempelajarinya secara lebih mendalam, khususnya terhadap elemen-elemen fleksibilititas yang akan dimiliki oleh negara-negara anggota untuk menjaga kestabilan sistem keuangannya. 2. Sidang Committee on Specific Commitment (CSC) Pada tanggal 10 Maret 2011 di Jenewa, telah dilaksanakan Sidang Committee on Specific Commitment (CSC). Agenda utama sidang adalah untuk membahas isu-isu yang terkait dengan Relations between Old and New Commitment, Classification dan Scheduling. Relations between Old and New Commitment
Pada mata agenda Relations between Old and New Commitment dibahas revisi kedua informal note dan sekretariat mengenai roadmap untuk verifikasi schedule of commitment yang pada intinya telah memasukkan berbagai masukan yang disampaikan oleh negara-negara anggota sampai dengan sidang CSC pada tanggal 16 November 2010. Negara-negara anggota kembali melakukan pembahasan proses verifikasi dari kedua skenario, yaitu skenario A dan Skenario B. Skenario A menyatakan bahwa proses verifikasi akan dilaksanakan setelah diadopsinya secara formal hasil perundingan akses pasar dan Skenario B menyatakan proses verifikasi dilakukan sebelum diadopsinya secara formal hasil perundingan akses pasar. Dalam skenario A, proses verifikasi lebih ditujukan untuk meningkatkan akurasi teknis terhadap schedule yang telah disampaikan oleh negara anggota agar sesuai dengan Scheduling Guidelines. Adapun dalam skenario B, proses verifikasi lebih ditujukan pada upaya untuk menghindari backtracking (dengan alasan legal istilah rollback diganti dengan istilah backtracking) komitmen negara anggota. Dengan demikian proses verifikasi di dalam skenario B tidak hanya fokus pada akurasi teknis dan konsistensi dari isi schedule, namun juga menyediakan "avenue" bagi negara-negara anggota untuk menyelesaikan perbedaan melalui konsultasi bilateral ataupun plurilateral. Meskipun menawarkan suatu proses linear yang dapat meningkatkan kualitas dari dokumen schedule, beberapa negara anggota termasuk Brasil, Korea, dan Indonesia
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
81
mengkhawatirkan bahwa proses konsultasi akan mengarah pada proses renegosiasi yang berkepanjangan terhadap hasil perundingan akses pasar. Secara khusus kekhawatiran tersebut merujuk pada apa yang akan terjadi sekiranya proses konsultasi bilateral dan plurilateral tidak mencapai kompromi. Dari intervensi delegasi negara anggota, tampaknya belum terdapat kesepakatan di antara negara anggota mengenai skenario apa yang akan diambil. Ketua CSC meminta negara anggota untuk terus melakukan refleksi terhadap kedua skenario yang ditawarkan. Classification
Sesuai dengan kesepakatan dalam sidang sebelumnya, sidang CSC membahas isu klasifikasi Computer Related Services. Terkait dengan hal tersebut, Sekretariat telah menyusun Informal Note on Computer Related Services (CRS): Overview of Classification Issues. Secara singkat paper yang disiapkan oleh Sekretariat menanyakan kepada negara anggota mengenai perlunya pengklasifikasian baru terhadap Computer Related Services (CRS) sehubungan dengan terjadinya kemajuan teknologi, munculnya hybrid/integrated services, tercampurnya CRS dengan sektor jasa lain dan overlapping CRS dengan klasifikasi pada telecom. Secara umum, paper Sekretariat tersebut banyak diapresiasi oleh delegasi negara anggota sebagai upaya untuk memutakhirkan sistem klasifikasi yang ada, khususnya terhadap dokumen W-120. Terjadinya fakforfaktor tersebut pada butir (9) dinilai telah membuat klasifikasi yang ada tidak mampu lagi meng-capture jenisjenis jasa baru. Upaya tersebut pada saatnya akan berkontribusi pula pada upaya peningkatan akurasi teknis dari sektor-sektor yang akan dikomitmenkan oleh negara anggota. Meskipun belum terdapat tanggapan yang sifatnya substantif, terdapat kesepakatan umum di antara negara anggota bahwa upaya pengklasifikasian sub-sektor jasa baru dalam CRS harus difokuskan pada sifat jasa yang diberikan kepada konsumen bukan pada peralatan dan teknologi yang dipergunakan. Ketua CSC merencanakan untuk kembali membahas isu klasifikasi CRS ini pada sidang CSC berikutnya. Terkait klasifikasi sektor jasa lain yang akan dibahas pada sidang CSC berikutnya, Ketua CSC akan mengkonsultasikannya lebih lanjut dengan negara-negara anggota.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
82
3. Sidang Plurilateral Request pada Perundingan Jasa WTO Sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan sidang isu perdagangan jasa di WTO (tanggal 7-25 Maret 2011), pada tanggal 14-18 Maret 2011 di Jenewa telah diselenggarakan berbagai pertemuan plurilateral request yang diselenggarakan oleh berbagai co-sponsor. Pertemuan Plurilateral Request tersebut tidak lepas dari intensifikasi perundingan Doha dalam rangka menuju end game, yang ditargetkan mulai akhir bulan April 2011. Dalam rangkaian sidang isu Jasa ini, pertemuan plurilateral request mencakup berbagai sektor: Cross Border Supply Services, Accounting Services, Legal Services, Architectural and Engineering Services, Private Education Services, Postal and Courier Services, Distribution Services, Freight Logistic (including Road and Rail Transport Services), Air Transport Services, Maritime Transport Services. Untuk memberikan groundwork bagi pembahasan plurilateral request berbagai sektor tersebut, pada tanggal 14 Maret 2011 telah dilaksanakan pertemuan Services 30 (S30), yang terdiri dari berbagai negara yang selama ini menjadi co-sponsor dan recipient plurilateral request dari berbagai sektor. 4. Sidang Council of Trade in Service - Special Session (CTS-SS) Sidang CTS-SS dilaksanakan pada tanggal 18 Maret 2011 yang membahas kemajuan perundingan modalitas perlakuan khusus bagi negara Least Developed Countries (LDCs) serta me-review kemajuan perundingan jasa. Least Developed Countries
Dubes Norwegia (sebagai Ketua Small Group Discussion on LDCs) melaporkan kepada council bahwa pertemuan Small Group Discussion telah dapat memperkecil perbedaan untuk isu waiver LDC. Bangladesh atas nama kelompok LDC meminta agar fleksibilitas untuk LDC dapat tercermin dalam semua aspek perundingan khususnya di GATS Rules dan Domestic Regulation. Para anggota diharapkan memperhatikan dengan serius hambatan yang dihadapi oleh LDC dalam proses negosiasi. Hambatan ini disebabkan karena kondisi ekonomi dan tingkat pembangunan dari masing-masing LDCs. Perkembangan perundingan menunjukan peningkatan yang pesat pertemuan baik plurilateral maupun bilateral, namun beberapa negara menyatakan perundingan plurilateral selain mempunyai manfaat tetapi juga terdapat
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
83
kelemahan, yaitu tidak diperolehnya penjelasan yang spesifik tentang komitmen yang diberikan oleh negaranegara anggota. Hasil komitmen dari perundingan plurilateral disimpulkan tidak terdapat hasil yang menonjol, karena tidak banyak negara anggota yang mengindikasikan akan mengikat kebijakan yang berlaku di sektor jasanya. Di satu sisi, negara demandeur menuntut negara negara target (umumnya negara berkembang) untuk melakukan liberalisasi penuh di mode 1, 2, dan 3 serta meningkatkan offer sektor-sektor jasa lainnya. Di lain sisi negara demandeur justru tidak memberikan komitmen baru di mode 4 dan sektor yang menjadi kepentingan negara berkembang. Negara berkembang melihat adanya ketidakseimbangan hasil perundingan yang diharapkan adil dan berimbang. 5. Pertemuan Working Party on Domestic Regulation (WPDR) Pada tanggal 23 Maret 2011 di Jenewa, telah dilaksanakan pertemuan Working Party on Domestic Regulation (WPDR) sebagai rangkaian dari pertemuan services week tanggal 724 Maret 2011. Pertemuan membahas perkembangan perundingan Draft Discipline on Domestic Regulation to GATS article VI:4. Setelah dilaksanakannya sweeping exercise, Ketua WPDR mengadakan pertemuan konsultasi terbatas dengan beberapa negara anggota untuk membahas elemenelemen draft text Domestic Regulation. Konsultasi informal terbatas tersebut menghasilkan revisi pertama dari consultative chair's note. Konsultasi dengan Honkong, China
Dalam pembahasan, delegasi Hong Kong, China menekankan beberapa hal penting yang mendukung kemajuan perundingan ini antara lain, pentingnya kualitas dari language proposal dan untuk mencapai konsensus tidak hanya tergantung dari sistem yang diterapkan tapi lebih tergantung dari mentality of the member untuk mencapai kemajuan perundingan ini.
Proposal "Views Issue of the Necessity Test in the Disciplines on Domestic Regulation"
Brasil, Kanada, dan Amerika Serikat menyampaikan proposal mengenai "Views Issue of the Necessity Test in the Disciplines on Domestic Regulation". Dalam proposal tersebut, ketiga delegasi menyampaikan sikap mereka yang secara tegas menolak isu necessity test sebagaimana yang diajukan oleh beberapa negara proponennya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
84
Delegasi Brasil menyampaikan pentingnya "right to regulate" bagi negara anggota dalam rangka mencapai "national policy objective". Untuk itu discipline on domestic regulation tidak seharusnya mengubah hak setiap negara anggota. Selain itu, kembali juga disampaikan bahwa necessity test tidak merupakan mandat dari article VI GATS. Sebagai salah satu co-sponsor, delegasi Kanada menyampaikan bahwa dalam rangka mencapai convergence dalam perundingan Domestic Regulation, negara-negara anggota diminta sebaiknya untuk lebih memfokuskan pada isu-isu lain yang berpotensi mencapai konsensus, bukan isu necessity test. Tanggapan dari Negara Anggota
Dalam pembahasannya, beberapa negara anggota menyampaikan kekurangpuasannya terhadap argumen yang dikemukakan oleh ketiga negara tersebut. Delegasi Hong Kong, China menyampaikan bahwa argumen yang diajukan ketiga delegasi tidak secara jelas menggambarkan konsep necessity test. Beberapa delegasi yang juga menyampaikan kekurangpuasannya terhadap proposal ini antara lain, EU, Norwegia, dan Australia. Delegasi Australia secara tegas menyampaikan bahwa proposal ini tidak akan menyumbang pada tercapainya konvergensi di antara negara anggota dan tidak merefleksikan pembahasan "discipline on domestic regulation" selama ini. Para proponen menyampaikan jika masih ada negara yang perlu untuk memahami mengenai necessity test ini, proponen bersedia untuk dilakukan diskusi dan memberikan kesempatan untuk diterapkannya fleksibilitas. Sementara itu, delegasi Indonesia menyampaikan bahwa necessity test secara sektoral khususnya akan menyebabkan banyaknya peraturan domestik di negaranegara berkembang akan dinilai tidak compliance dengan GATS. Dalam pembahasan, delegasi Equador sebagai salah satu negara berkembang mengingatkan kembali kapasitas negara berkembang dalam mengimplementasikan "discipline on domestic regulation". Untuk itu perlu diperhatikan pentingnya peranan negara berkembang dalam pembahasan drafting/language proposal pada disiplin ini. Sementara itu, delegasi Bangladesh menyampaikan bahwa negara berkembang dan LDCs akan menjadi pihak/grup yang paling lemah dalam implementasi discipline on domestic regulation. Sehingga pembahasan masa transisi
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
85
yang akan diberikan untuk pengimplementasian disiplin ini perlu diperhatikan. Beberapa negara termasuk India menyampaikan bahwa mereka memerlukan waktu untuk mempelajari proposal tersebut. Chairman's assesment
Dalam kaitan pembahasan untuk mendorong kemajuan dari perundingan ini, Ketua WPDR mengeluarkan Chairman's assesment, di mana pada assesment disampaikan bahwa sebagaimana sebelumnya telah dikeluarkan chairman's consultative note yang berisikan language proposal untuk draft discipline on domestic regulation, yang dinilai belum dapat mencapai hasil yang diharapkan. Untuk itu, pada assesment ini Ketua WPDR menyampaikan beberapa point yang dapat dijadikan "general rule" dalam menyampaikan usulan bahasa pada draft tersebut, yaitu: 1) Perlu adanya suatu keinginan dan ambisi yang dapat menyatukan opsi yang berbeda; 2) Apakah ada perbedaan substantive dalam penggunaan bahasa yang digunakan yang perlu dipertimbangkan; 3) Bagaimana menyusun kata-kata yang terbaik agar dapat dimengerti dan secara legal benar yang dapat merefleksikan keinginan setiap negara anggota. Pada pembahasan small group consultation, dibahas opsi dari usulan kalimat yang mengacu pada Chair's March text 2009. Diusulkan agar bracketed language untuk diisi sesuai dengan second revision of Chair's March text 2009 atau perlu disusunnya language proposal yang baru.
Necessity Test
Terkait pembahasan isu necessity test, belum ada kesepakatan dari negara anggota untuk memasukkan isu ini pada "draft discipline on domestic regulation". Hal ini terkait dengan belum disepakatinya konsep necessity test jika akan diterapkan. Selanjutnya yang akan menjadi future works adalah akan dimulainya drafting session pada tanggal 4 April 2011. Ketua WPDR dalam assessment menyampaikan dua kondisi terkait pembahasan language proposal, yaitu: 1) Paragraf di mana terdapat perbedaan yang besar untuk beberapa kasus dan tingkat ambisi yang secara umum disetujui namun berbeda dalam hal bahasa yang digunakan; 2) Paragraf di mana ada perbedaan dalam hal keinginan untuk menjadi disiplin dan tingkat ambisi yang ingin dicapai.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
86
Terkait dengan intensifikasi konsultasi drafting yang direncanakan akan dimulai pada tanggal 4 April 2011, Ketua WPDR menyampaikan harapannya agar delegasi negara anggota akan mengkonsultasikan hal ini dengan capital. 6. Pertemuan Informal Working Party on GATS Rules (WPGR) WTO Pada tanggal 24 Maret 2011 di Jenewa telah dilaksanakan pertemuan Working Party on GATS Rules (WPGR) dalam rangka Services Week WTO yang berlangsung pada tanggal 7 - 24 Maret 2011. Emergency Safeguards Measures (ESM)
Mengawali pembahasan Emergency Safeguards Measures (ESM), dilakukan dua presentasi masing-masing dari divisi statistik Sekretariat WTO dan divisi safeguard mengenai statistik perdagangan jasa dan kaitannya dengan ESM. Presentasi pertama terfokus pada peran statistik dalam safeguard pada perdagangan barang. Sedangkan presentasi kedua membahas presentasi mengenai statistik pada perdagangan jasa. Terkait dengan praktek safeguard, hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk membuktikan terdapatnya injury yang dialami oleh industri domestik sebagai akibat adanya import surge tidak hanya terlihat dari data statistik perdagangan internasional yang dicatat dalam Balance of Payment (BOP) suatu negara, namun juga dapat dilihat dari data statistik lain yang dikumpulkan oleh masing-masing negara, yaitu: data ekspor impor dan data lainnya seperti jumlah industri domestik. Filipina, mewakili ASEAN Minus yang menjadi proponen pembahasan ESM menyampaikan bahwa beberapa elemen dalam safeguard pada perdagangan barang dapat diterapkan pada ESM perdagangan jasa, walaupun dalam pelaksanaannya memang diperlukan upaya yang lebih keras dalam menyusun konsep ESM dan untuk itu diperlukan bantuan teknis. Terkait presentasi statistik perdagangan jasa, beberapa delegasi memberikan tanggapannya seperti delegasi Australia dan EU menyampaikan keragu-raguannya terhadap kemampuan data statistik perdagangan jasa mendukung pembuktian terdapatnya injury yang dialami oleh industri domestik sebagai akibat impor sektor jasa yang berlebihan dari negara lain. Delegasi lain yang juga menyampaikan keragu-raguannya antara lain Amerika Serikat dan Kolombia.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
87
Delegasi Argentina menyampaikan negara-negara berkembang tidak mampu untuk menyediakan data statistik perdagangan yang dapat dipergunakan untuk membuktikan terdapatnya injury pada industri domestik dibandingkan dengan ketersediaan data yang cukup baik dari negara-negara maju khususnya anggota Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Dengan demikian hanya negara-negara maju yang mampu menerapkan ESM. Sementara itu, delegasi Pakistan menanyakan mengenai apa yang dimaksud dengan industri domestik pada perdagangan jasa. Dicontohkan suatu lembaga perbankan yang memiliki Foreign Equity Participation apakah dapat dikategorikan sebagai domestic industry atau perusahaan asing. Kesulitan juga dihadapi dalam menentukan like product pada industri jasa mengingat hal demikian juga tidak mudah dilaksanakan pada perdagangan barang. Mewakili negara-negara ASEAN minus, delegasi Filipina menghargai berbagai masukan dan tanggapan yang telah disampaikan oleh negara-negara anggota lain dan akan dipergunakan untuk mempersiapkan pembahasan ESM pada sidang berikutnya. Government Procurement
Pada sesi Government Procurement, Ketua WPGR mengingatkan kembali mengenai rencana untuk melakukan dedicated session untuk membahas proposal EU terkait isu Government Procurement. Delegasi EU menyampaikan agar pada pertemuan tersebut negara anggota dapat menyampaikan presentasi atau pengalamannya yang terkait dengan isu government procurement. Terkait hal tersebut, hanya satu delegasi negara anggota yang menyampaikan tanggapannya yaitu US yang akan bersikap fleksibel mengenai waktu pelaksanaannya.
Subsidy
Dalam pertemuan sebelumnya India, Meksiko, dan Chile telah menyampaikan proposal di mana dalam proposal tersebut disebutkan bahwa mandat article XV mengenai subsidi sudah cukup jelas, yaitu menyusun suatu disiplin terkait subsidi. Tidak hanya itu, mandat tersebut bersifat obligatory. Dalam proposal tersebut juga disebutkan terdapatnya potensi trade distortion dari pemberian subsidi. Delegasi India menyampaikan bahwa EU memiliki directive mengenai subsidi di bidang jasa yang dikeluarkan pada tahun 1990-an sebagai contoh yang dapat digunakan.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
88
Menanggapi hal tersebut EU menyatakan akan mempelajarinya dan directive tersebut dinyatakan hanya berlaku secara impartial. Delegasi Amerika Serikat kembali menyampaikan bahwa diperlukan contoh mengenai trade distortion yang disebabkan oleh subsidi. Disampaikan juga bahwa Artikel XV tidak secara jelas menyebutkan mandat untuk menyusun disiplin subsidi. Untuk itu dipandang perlu dibentuknya kelompok kecil untuk membahas mengenai kondisi tertentu yang dapat menyebabkan trade distortion. Pada kesempatan ini, delegasi Hong Kong secara jelas mendukung proposal ketiga negara tersebut dengan menyampaikan bahwa mandat yang terdapat pada article XV sudah jelas. Delegasi Jepang menyampaikan perlunya secara jelas menentukan definisi subsidi perdagangan jasa agar dapat secara konkret terlihat perbedaan antara subsidi perdagangan barang dan jasa. Sehingga akan dapat ditentukan disiplin apa yang tepat untuk diimplementasikan.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
89
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT A. Kendala dan Permasalahan Sidang Agriculture Week
Sejak pertemuan Agriculture Week terakhir tanggal 7-17 Februari 2011, belum banyak kemajuan pembahasan substantif atas bracketed/annotated issues. Pembahasan masih terbatas pada beberapa isu seperti: tariff quota creation, special safeguard mechanism, tariff simplification, dan sensitive products. Masih banyak outstanding issues sebagaimana disampaikan Ketua CoA SS dalam trade negotiating committee stocktaking yang belum dibahas. Meskipun demikian, beberapa negara telah mengindikasikan bottom line posisi runding pada isu-isu tertentu sebagaimana EU dalam Tariff Rate Quota dan beberapa Negara Maju pada export subsidies.
Dialog ke-2 antara International Tripartite Rubber Council dan China Rubber Industry Association
Dialog ke-2 antara International Tripartite Rubber Council dan China Rubber Industry Association penting untuk membangun kerja sama perdagangan karet alam IndonesiaChina dalam jangka panjang, karena China sebagai salah satu negara tujuan ekspor utama karet alam Indonesia. Untuk itu, diharapkan keikutsertaan pihak swasta.
Pertemuan ke-1 APEC Partisipasi kementerian atau lembaga atau instansi terkait Committee on Trade and dalam pertemuan Committee on Trade and Investment (CTI) Investment (CTI-1) dipandang perlu untuk ditingkatkan berkaitan dengan penentuan posisi atas beberapa critical issue yang muncul secara ”mendadak” maupun yang belum mendapat tanggapan atau penjelasan dalam rapat persiapan penyusunan posisi Indonesia agar Indonesia dapat lebih ofensif atau defensif dalam persidangan. Perlu diantisipasi lebih komprehensif beberapa isu-isu kritis dan prioritas CTI yang diterapkan pada tahun 2011 ini. Di mana fokus kegiatan CTI pada tahun 2011 akan dititikberatkan pada bidang Environmental Goods, Non Tariff Measures (NTMs), services dan Supply-Chain Connectivity. Hal ini dapat dinilai dari diskusi yang berkembang sejak CTI tahun lalu terutama pada CTI-3 2010. Pada tahun ini, tekanan dan sirkulasi isu dirasakan semakin meningkat dan berkembang.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
90
Pertemuan Tim Teknis Indonesia-Mozambik
Dalam pertemuan tim teknis pembahasan terdapat perbedaan pandangan antara Mozambik dengan Indonesia mengenai makna Forward Processing. Pihak Mozambik berpandangan bahwa Forward Processing tidak perlu dilakukan karena pihak Mozambik telah memberikan duty free untuk impor bahan mentah untuk industri. Namun demikian, pihak Indonesia masih fokus pada skema Forward Processing karena produk yang akan diproses dan diekspor kembali ke Mozambik bukan hanya untuk produk Industri namun demikian tekstil dan produk tekstil untuk konsumen di Mozambik sehingga masih dikenakan duty tariff. Sementara pihak Indonesia berpandangan bahwa pendapat Mozambik tersebut adalah bagian dari perundingan, dan perundingan yang dilakukan lebih komprehensif dengan pendekatan akademis yang pada akhirnya akan menghasilkan rekomendasi kebijakan dalam rangka meningkatkan perdagangan kedua negara. Untuk tahap awal, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pertukaran pengertian mengenai Forward Processing dan kerja sama perbankan untuk mendukung kerja sama Forward Processing.
B. Tindak Lanjut Penyelesaian Sidang Agriculture Week
Pembahasan perlu lebih diintensifkan antar anggota jika ingin memenuhi target dikeluarkannya draf teks baru pada tanggal 21 April 2011 sebagaimana disampaikan Ketua CoA SS dan disepakatinya Putaran Doha pada akhir tahun. Mengingat pembahasan selama ini baru dilaksanakan pada tingkat small group yang hanya melibatkan beberapa negara, Indonesia perlu berpartisipasi dalam pembahasan isu-isu yang menjadi kepentingan Indonesia.
Sidang Negotiating Group on NonAgricultural Market Access (NG NAMA)
Terkait adanya sejumlah proposal baru yang dikeluarkan negara anggota dalam pembahasan Non-Agricultural Market Access, Indonesia perlu menentukan posisi yang menjadi kepentingan Indonesia. Guna mendukung penentuan posisi Indonesia, diperlukan pendalaman isu-isu teknis yang berkembang dalam perundingan. Terkait dengan status Indonesia sebagai Co-sponsor dalam proposal International Standardization sebagai hasil pertemuan delri pada sidang Non-Agricultural Market Access di bulan Februari 2011, maka Indonesia perlu mempersiapkan rumusan fleksibilitas yang dibutuhkan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
91
untuk menyesuaikan standar Indonesia dengan Badanbadan Standar Dunia. Dalam rangka menghadapi konsultasi bilateral dan plurilateral pendekatan PBA inisiatif sektoral pada bulan April 2011, Indonesia perlu segera mempersiapkan analisis arah posisi offensif dan defensif di tiap kelompok produk inisiatif sektoral. Agriculture Week mendatang akan dilaksanakan pada tanggal 4-15 April 2011, sementara sidang NG NAMA akan dilanjutkan pada pertengahan bulan April 2011. Mengingat pembahasan kedua isu akan memasuki tahap penyusunan revisi draf teks dan melibatkan pembahasan intensif isu-isu pending yang menjadi kepentingan Indonesia, maka diharapkan kehadiran Delri dari pusat dalam kedua pertemuan dimaksud. Pertemuan ke-37 ASEAN-China Trade Negotiating Committee (AC-TNC) dan Pertemuan Terkait Lainnya
Instansi terkait perlu menindaklanjuti pertemuan ACFTA ini sebagai berikut: 1) Ditjen Daglu, Kemendag dan Ditjen Bea dan Cukai, Kemenkeu menyampaikan jumlah, kategori produk (6 digit HS) beserta nilai SKA penerbitan/penerimaan Form-E yang diterbitkan per bulan selama periode tahun 2010 (Q1-Q4); 2) BSN, Pusat Standardisasi-Kemendag dan BarantanKementan menyiapkan tanggapan atas draft text proposal TBT/SPS sebelum pertemuan ACTNC mendatang. Agar dapat lebih memfasilitasi perdagangan ACFTA, diharapkan Indonesia dapat berpartisipasi aktif dalam setiap project proposal kerja sama ekonomi ACFTA. Selain itu, diharapkan tanggapan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika terkait survei kesiapan e-commerce dan on-line payment dalam rencana pengembangan ACFTA Business Portal. Indonesia juga diharapkan dapat menyiapkan internal prosedur persiapan penandatanganan Protokol Komitmen Paket ke-2 Persetujuan Jasa yang direncanakan akan ditandatangani pada saat pertemuan ke-10 AEM-MOFCOM Consultation pada bulan Agustus 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
92
Pertemuan the 2nd Senior Economic Official Meeting for the FortySecond ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 2/42) and Other Related Meetings
Indonesia c.q. Kemenko Perekonomian dan Kementerian Perdagangan segera berkoordinasi untuk menyiapkan konsep laporan (2-pages report) tentang kemajuan, tantangan dan langkah-langkah yang ditempuh dalam mengimplementasikan AEC Blueprint. Dengan telah disepakatinya kriteria penggunaan 15% flexibility di bidang jasa, maka Indonesia di bawah koordinasi Kementerian Perdagangan dapat segera melengkapi komitmen AFAS Paket 8 sebanyak 80 sub-sektor sesuai thresholds agar target penyelesaian AFAS Paket 8 pada bulan Agustus 2011 dapat dipenuhi.
Konferensi Australia Indonesia Business Council (AIBC) dan Konsultasi Pra Negosiasi Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA)
Australia menyampaikan bahwa pertemuan Konsultasi Pra Negosiasi IA-CEPA selanjutnya akan dilakukan di Jakarta (pada tanggal 18 April 2011) sebelum pertemuan Trade Ministerial Meeting (TMM) yang telah disepakati akan diadakan pada tanggal 20 April 2011. Kedua Tim Perunding sepakat bahwa pertemuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan laporan mengenai perkembangan Pre Negotiation Consultation IA-CEPA kepada kedua Menteri dalam pertemuan dimaksud. Salah satu rekomendasi yang disepakati untuk disampaikan kepada Menteri Perdagangan kedua negara adalah proyek kerja sama beef yang akan didanai melalui IPAF (IA-CEPA Pre Agreement Facilitation). Pematangan proyek tersebut akan dilakukan melalui rencana pertemuan antara ACIAR dan Litbang, Kementan yang akan dilakukan sebelumnya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
93
BAB III PENUTUP
Kesimpulan umum
Selama bulan Maret 2011, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam beberapa perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral. Dari beberapa perundingan tersebut diperoleh beberapa hasil kesepakatan yaitu: Summary of Discussion, Summary Record, Minutes of Meeting, Summary Report, Chair’s Report, dan Chairman’s Consultative Note. Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses pembahasan. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Beberapa hal yang dirasa belum optimal pada bulan ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Adapun beberapa hal yang harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya oleh unit terkait.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode Maret 2011
94