DITERBITKAN OLEH : DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 95 / XI / 2011
DAFTAR ISI DAFTAR ISI....………………………………………...………………………………………............................. KATA PENGANTAR.......................................................................................................... RINGKASAN EKSEKUTIF...……………………….......…………………………………….......................... DAFTAR GAMBAR........................................................................................................... BAB I
1 3 4 8
KINERJA…………....……...................................................................................... 9 A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral............................ 9 Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation........................................... 9 B.
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….………………….………….. 14 Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials................................ 14
C.
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya.................................................................................... 1. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3………….. 2. APEC Senior Officials' Meeting 3……………………………………………………. 3. Sidang Dewan Kopi Internasional ke-107.......................................... 4. Sidang Sesi ke-58 UNCTAD Trade and Development Board…………….
20 20 26 29 32
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral.................................... 1. Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-8 Indonesia Pakistan.............................................................................................. 2. Pertemuan Trade and Investment (TIC) XI RI-AS……………………………. 3. Pertemuan ke-2 Joint Study Group (JSG) Indonesia – Korea…………… 4. Business Mission dan Bilateral Meeting di Nigeria dan Ghana.......... 5. Bilateral Meeting dengan Pejabat Pemerintah Suriname………………. 6. Pertemuan Bilateral dengan Minister for Agriculture and food, Forestry, Corrective Service of Western Australia…………………………… 7. Pertemuan Bilateral dengan Minister for Primary Industry, Fisheries, and Resources Australia…………………………………………………. 8. Pertemuan Bilateral antara Menteri Perdagangan RI dan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang.........................
39
E.
53 53 54 56 57 59 61 63
Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa.................................................. 1. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS)………………… 2. Sidang Working Party on Domestic Regulation………………………………. 3. Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR)………………………………… 4. Sidang Committee on Specific Commitments (CSC)………………………… 5. Sidang Council for Trade in Services (CTS)………………………………………. 6. Pertemuan Bilateral dalam Kerangka Sidang Services Week –WTO 7. Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services ke-66.........
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
39 40 41 45 47 49 50 50
1
BAB II
PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT......……………....................................... 74 A. Kendala dan Permasalahan….……………………………………………....................... 74 B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……………………………………………………………….. 75
BAB III
PENUTUP…..………………………………………………………………………………………………. 76
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
2
KATA PENGANTAR Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral, serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional. Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini. Terima kasih.
Jakarta,
September 2011
DIREKTORAT JENDERAL KPI
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
3
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan September 2011, antara lain: Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation Agenda utama sidang NGTF adalah pembahasan Draft Consolidated Text Rev-10 (TN/TF/W/165/Rev.10) dan berbagai proposal tertulis dari para negara fasilitator berdasarkan hasil informal meeting sebelumnya. Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials Pertemuan antara lain membahas: (i) ASEAN Framework/Guiding Principles for Equitable Economic Development (EED); (ii) ASEAN Architecture for Economic Cooperation and Integration; (iii) The Bali Declaration and ASEAN Roadmap Beyond 2015; (iv) Non-Tariff Barrier (NTB) Effects of Non-Tariff Measures (NTMs); (v) ASEANCanada Joint Declaration on Trade and Investment; (vi) China’s Proposed Concept Paper for Special Fund for EAFTA Research; (vii) Narrowing Development Gap (NDG) Book; (viii) The First ASEAN-China Ministerial Meeting on TBT Cooperation; dan (ix) ASEAN Common Visa for Non-ASEAN Nationals. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3 Isu-isu yang dibahas dalam CTI-3 ini dikelompokkan ke dalam delapan topik utama, yakni: (i) Strengthening Regional Economic Integration (REI) and Expanding Trade; (ii) Support for the Multilateral Trading System; (iii) Bogor Goals Review Process; (iv) Promoting Green Growth/Implementing the 2009 APEC Environmental Goods and Services Work Program; (v) Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence; (vi) Contribution to APEC Leaders’ Growth Strategy; (vii) Industry Dialogue; dan (viii) Private Sector Engagement. APEC Senior Officials' Meeting 3 Agenda APEC Senior Officials' Meeting 3 yang terkait dengan Kementerian Perdagangan, antara lain: (i) Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade; (ii) Next Generation of Trade and Investment Issues; dan (iii) Promoting Green Growth. Sidang Dewan Kopi Internasional ke-107 Agenda pemilihan Executive Director (ED) merupakan salah satu mata agenda penting dalam sidang ini. Kandidat dari Brasil terpilih sebagai Executive Director ICO yang baru untuk masa jabatan lima tahun. Sehubungan dengan batas waktu penandatanganan dan penyerahan instrumen ratifikasi, acceptance, dan approval ICA 2007 adalah tanggal 28 September 2011 maka Council sepakat untuk memperpanjang batas waktu sampai dengan tanggal 30 September 2012 sesuai Resolusi 448. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
4
Sidang Sesi ke-58 UNCTAD Trade and Development Board Pembahasan minggu pertama Trade and Development Board (TDB) Sesi ke-58 difokuskan pada isu-isu konsolidasi kebijakan fiskal dan moneter pasca krisis ekonomi global untuk memastikan pemulihan yang kuat, evolusi sistem perdagangan internasional, gejolak harga komoditas, serta agenda pembangunan bagi Afrika dan Least Developed Countries (LDCs). Sedangkan pertemuan TDB pada minggu kedua antara lain membahas isu Palestina. Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-8 Indonesia - Pakistan Agenda pembahasan pada perundingan TNC ke - 8 adalah membahas dan menyelesaikan isu-isu yang masih deadlock pada TNC 7 serta finalisasi negosiasi Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dan Pakistan yang telah berlangsung selama 5 (lima) tahun. Pertemuan Trade and Investment (TIC) XI RI-AS Secara umum pihak AS menyatakan apresiasinya atas upaya Pemerintah RI mengaddress isu-isu concern AS, dan kedua pihak sepakat untuk melaksanakan dialog antara instansi dengan tujuan penyelesaian isu-isu tertentu dan mencapai saling pengertian sebelum menjadi masalah yang berkepanjangan. Pertemuan ke-2 Joint Study Group (JSG) Indonesia - Korea Pertemuan ini bertujuan untuk mendiskusikan kelayakan peningkatan kerja sama bilateral Indonesia dan Korea menuju suatu kemitraan ekonomi yang lebih bersifat strategis, komprehensif, dan inovatif. Business Mission dan Bilateral Meeting di Nigeria dan Ghana Tujuan dari business mission dan bilateral meeting adalah untuk menjajaki peluang pasar non-tradisional Indonesia di kawasan Afrika Barat, yaitu Nigeria dan Ghana dalam meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi terutama perdagangan dan investasi dengan kedua negara tersebut khususnya dan kawasan Afrika Barat pada umumnya. Bilateral Meeting dengan Pejabat Pemerintah Suriname Kunjungan Delri bertujuan untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan mitra kerja masing-masing guna membahas perkembangan hubungan kerja sama, khususnya di bidang ekonomi, perdagangan dan industri serta kerja sama pos dan informatika dalam rangka mempererat hubungan antara Indonesia dan Suriname. Pertemuan Bilateral dengan Minister for Agriculture and food, Forestry, Corrective Service of Western Australia Pemerintah Australia Barat telah merencanakan beberapa kegiatan positif untuk membantu Indonesia terkait dengan isu hubungan perdagangan live cattle antara Indonesia dan Australia. Bantuan yang diberikan dapat berupa capacity building maupun information sharing. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
5
Pertemuan Bilateral dengan Minister for Primary Industry, Fisheries, and Resources Australia Tujuan kunjungan Menteri Australia adalah untuk melakukan exchange of views atas perkembangan terkini ekspor live cattle ke Indonesia, khususnya ekspor live cattle dari Northern Territory. Pertemuan Bilateral antara Menteri Perdagangan RI dan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang Tujuan kedatangan Menteri METI Jepang ke Indonesia selain ingin memperkenalkan diri sebagai Menteri METI yang baru kepada counterpart-nya, juga ingin terus meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan antara Jepang dan Indonesia. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS) Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu: Trade In Financial Services and Development; Technical Issues; Classification Issues; Acceptance of the Fifth Protocol to the General Agreement on Trade in Services embodying the result of the financial services negotiation, recent development in financial services trade, other business. Sidang Working Party on Domestic Regulation Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu yang terkait dengan Development of Regulatory Disciplines under The General Agreement on Trade in Services (GATS), sebagaimana dimandatkan oleh artikel VI.4 GATS. Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR) Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu Emergency Safeguard Measures (ESM), Government Procurement (GP), dan Subsidi. Sidang Committee on Specific Commitments (CSC) Agenda utama sidang CSC adalah: Presentasi Sekretariat WTO mengenai Recent Work on Classifications Related to Trade in Services oleh Sekretariat; Informal Note Sekretariat WTO tentang isu klasifikasi Audiovisual Services, Scheduling Issues terkait Economic Need Test, Informal note Sekretariat WTO tentang isu klasifikasi Environmental Services, Scheduling issues terkait Economic Need Test. Sidang Council for Trade in Services (CTS) Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu Notifications Pursuant to Articles III: 3 (Komunikasi dari Swiss S/C/N/596-597) dan Notifications Pursuant to Articles V:7
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
6
Pertemuan Bilateral dalam Kerangka Sidang Services Week -WTO Delri dan delegasi Swiss membahas persiapan perundingan Indonesian – EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IE-CEPA) ke-3 yang akan diselenggarakan pada tanggal 1 - 4 November 2011. Sedangkan pertemuan dengan Delegasi Jepang membahas hasil perundingan Indonesia-Jepang EPA, khususnya menyangkut isu perbankan dan telekomunikasi. Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) ke-66 Pertemuan CCS ke-66 didahului dengan Roundtable for ASEAN Chatered Professional Engineers Coordinating Committee (ACPECC). Adapun pertemuan sectoral working groups yaitu ACPECC, Accounting, Land Surveying, Business Services Sectoral Working Groups (BSSWG), dan Logistic and Transport Services Sectoral Working Groups (LTSSWG) dilakukan back-to-back dengan pertemuan CCS Leaders Caucus.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
7
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5
Sesi Foto Bersama Special SEOM.................................................................... Sesi Foto Bersama Delegasi Indonesia dan Pakistan….…............................. Penandatanganan Kesepakatan untuk Finalisasi PTA …………………............. Pertemuan ke-2 Joint Study Group Indonesia – Korea…............................... Mendag RI Menerima Kunjungan Menteri METI Jepang.............................
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
14 39 40 42 32
8
BAB I KINERJA A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF) diselenggarakan pada tanggal 26 - 30 September 2011 di WTO, Jenewa. Sidang kali ini diagendakan untuk membahas draft text TN/TF/W/165/Rev.10 yang dikeluarkan pada tanggal 25 Juli 2011. Sidang dimulai dari Section II mengenai special and differential treatment serta dilanjutkan dengan membahas section I yang dimulai dari Article 15 dan dilanjutkan sampai Article 1. Pembahasan juga diselingi dengan pembahasan proposal-proposal tertulis dari Amerika Serikat (Article 6.2 Penalty disciplines), ACP Countries (Paragraph 9.3 Bis special and differential treatment), Meksiko (Article 11.14-11.17 freedom of transit), China Taipei (Article 13 Institutional Arrangement) serta Honduras (Article 14. National Committee on Trade Facilitation). Dilakukan juga beberapa plurilateral meeting yang beberapa di antaranya dihadiri delegasi Indonesia. Beberapa negara dan kelompok negara termasuk ASEAN menyampaikan apresiasinya terhadap sidang kali ini dalam upaya menyamakan perbedaan beberapa konsep pengaturan khususnya mengenai special and differential treatment bagi Least Developed Countries (LDCs), namun tetap menginginkan agar agreement yang mengatur fasilitasi perdagangan ini dapat berjalan dengan efektif nantinya. Beberapa negara juga menyarankan untuk efektifnya pembahasan dalam kelompok kecil yang lebih fokus, agar diskusi berikutnya diadakan dalam format facilitator lead meetings. Selain hal-hal tersebut, disampaikan juga bahwa articles mengenai S&D tidak mengalami perubahan, sementara beberapa article pada section I mengalami perubahan baik penghapusan bracket maupun text (Article 12, 11,6). Section II
Pada Section II yang mengatur Special and Differential Treatment ini terdapat beberapa proposal untuk menghapus bracket maupun proposal text baru, pembahasan banyak dilakukan seputar hal-hal yang terkait
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
9
dengan pengaturan time frame implementasi oleh negaranegara LDCs. Article 1.1
Article 1.1: pembahasan para ini dimuat dari proposal El savador untuk menghapus rujukan ke Section I Article X-Y, di mana anggota yang mendukung proposal penghapusan rujukan ini berpendapat bahwa pada dasarnya implementasi seluruh ketentuan dalam section I dapat menjadi "subject to capacity building", sementara Amerika Serikat menginginkan agar sebaiknya dapat diidentifikasi dengan jelas, ketentuan mana saja dalam Section I yang implementasinya oleh negara berkembang dan LDCs dapat bergantung pada capacity building dari developed country.
Article 3
Dalam pembahasan article 3 ini banyak negara mempertanyakan efektivitas pengaturan waktu antara notifikasi measures dari masing-masing kategori, dengan mulai berlakunya perjanjian ini. Korea berpendapat bahwa tidaklah tepat menotifikasi measures pada kategori A justru setelah berlakunya perjanjian ini.
Article 4
Senegal didukung beberapa LDCs menyatakan bahwa implementation date yang diatur dalam article ini, baru dapat disampaikan/ditentukan setelah dilakukannya capacity building, sementara beberapa negara lain di antaranya Amerika Serikat keberatan dengan usulan tersebut.
Section I
Pembahasan Section I ini dimulai dari Article 15 yang mengatur preamble/crosscutting issues, dengan beberapa proposal perubahan redaksional diantaranya penghapusan term preamble pada judul article.
Article 14
Pembahasan Article 14 mengenai National Committee on Trade Facilitation dilakukan dengan mendiskusikan proposal Honduras yang mencoba menghilangkan brackets pada draft text dan didukung beberapa negara dengan disertai beberapa perubahan. Atas article ini dilakukan pula pertemuan informal yang dihadiri beberapa negara termasuk Indonesia yang mencoba mendiskusikan konsep sehingga perumusan article dapat disepakati bersama.
Article 13
Terhadap Article 13 dilakukan pembahasan proposal dari China Taipei yang menggabungkan para 1-4 menjadi hanya 1 para dan didukung oleh sebagian besar negara-negara namun mempertanyakan perubahan sifat mandatory keanggotaan Committee on Trade Facilitation di mana pada text sebelumnya keanggotaan tidak diwajibkan bagi seluruh anggota WTO. Atas proposal ini disepakati akan didiskusikan kemudian.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
10
Article 12
Article 12 mengenai custom cooperation banyak ditanggapi dengan keinginan untuk kemudahan pertukaran informasi dengan cara yang lebih transparan, serta mengenai prevailing issues antara agreement ini dan agreement bilateral atau regional lain yang mengatur hal serupa. Beberapa negara diantaranya India menginginkan kepastian bahwa WTO agreement on Trade Facilitation ini nantinya akan menjadi rujukan dan prevail terhadap agreement lain yang serupa, namun Kanada dan didukung beberapa negara berpandangan bahwa dalam jurisprudence khususnya untuk international trade law saat ini, bilateral dan/atau regional agreement-lah yang prevail.
Article 11
Article 11 mengenai Freedom of Transit, pembahasan dimulai dari proposal Meksiko perihal guarantee bagi barang transit, dan dilanjutkan dengan pembahasan paragraf lainnya, namun masih terdapat beberapa issues yang belum dapat disepakati diantaranya guarantee dan custom convoys.
ASEAN Caucus Informal Meeting
Secara umum informal meeting antara negara-negara ASEAN ini dilakukan sebagai koordinasi internal ASEAN sebelum memenuhi permintaan Amerika Serikat untuk mendiskusikan beberapa issue terkait proposal Amerika Serikat. Issue pertama yang dibahas pada informal meeting ASEAN Caucus ini yaitu mengenai posisi negara-negara ASEAN atas on going negotiation on Trade Facilitation: Singapura menjelaskan bahwa menurut Colorado group/meeting, tidak mungkin bisa segera menyelesaikan perundingan Trade Facilitation ini, namun Singapura tetap mendukung diselesaikannya Trade Facilitation ini. Negara-negara ASEAN lain mendukung pilihan untuk ASEAN tetap secara aktif terlibat dalam perundingan dan berupaya menyelesaikan pembahasan draft text. Hal lain yang juga dibahas pada pertemuan negara-negara ASEAN kali ini yaitu persiapan simposium yang akan diadakan pada bulan November. Singapura menjelaskan bahwa sudah ada 16 negara yang sukarela presentasi pada simposium tersebut dan mengusulkan agar ASEAN mengajukan satu tema bersama yang menunjukkan success story dalam bidang trade facilitation dengan alternatif tema: ASEAN single window atau masing-masing national single window, namun untuk hal ini disepakati
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
11
akan mengoordinasikan terlebih dahulu ke Sekretariat ASEAN. Hal lain yang juga dibahas pada pertemuan negara-negara ASEAN kali ini yaitu persiapan simposium yang akan diadakan pada bulan November 2011. Singapura menjelaskan bahwa sudah ada 16 negara yang sukarela presentasi pada simposium tersebut dan mengusulkan agar ASEAN mengajukan satu tema bersama yang menunjukkan success story dalam bidang trade facilitation dengan alternatif tema: ASEAN single window atau masingmasing national single window, namun untuk hal ini disepakati akan mengoordinasikan terlebih dahulu ke Sekretariat ASEAN. Draft text article 6.2 Section I proposal US 1) 6.2.3: Beberapa negara ASEAN mempertanyakan dampak para ini, mengingat domestic laws beberapa negara ASEAN (termasuk Indonesia) mengatur sejumlah persentasi tertentu yang akan diperhitungkan sebagai bonus bagi government official yang menangani custom penalties. 2) 6.2.5: Beberapa negara ASEAN (Thailand, Indonesia) menyatakan tidak akan bisa melaksanakan mitigasi penalties sebagaimana diatur dalam para ini. 3) 6.2.6: Beberapa negara ASEAN lain mempertanyakan maksud para ini, mempertimbangkan kemungkinan perlu mengubah masing-masing domestic laws. Singapura menyatakan tidak akan bisa melaksanakan ketentuan para ini, karena sistem hukum pidana di Singapura tidak memungkinkan memberi batasan finite period untuk proceeding-nya. ASEAN - US Informal Meeting
Kedua delegasi (ASEAN – Amerika Serikat) menyampaikan pandangan umum atas berjalannya perundingan Trade Facilitation sejauh ini dan ekspektasi masing-masing kedepannya. Amerika Serikat menyampaikan pandangan umumnya atas pembahasan Section II yang menggambarkan keinginan Least Developed Countries untuk tidak terikat compliance sekalipun untuk measures yang subject to capacity building. Pembahasan Article 6.2 6.2.3: beberapa negara ASEAN mempertanyakan dampak para ini, mengingat domestic laws beberapa negara ASEAN (termasuk Indonesia) mengatur sejumlah
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
12
persentasi tertentu yang akan diperhitungkan sebagai bonus bagi government official yang menangani custom penalties. Indonesia menjelaskan mekanisme pemberian bonus (maksimal 50% dari duties) yang memerlukan persetujuan Menteri Keuangan. Filipina menjelaskan bahwa pihak manapun yang terlibat dalam penanganan pelanggaran custom laws akan mendapat 20% dari nilai duties. Atas hal ini, AS menerangkan bahwa sepanjang tidak diatur secara otomatis, maka bonus bagi government official yang menangani custom penalties tetap dimungkinkan. 6.2.5: Beberapa negara ASEAN (Thailand, Indonesia) menyatakan tidak akan bisa melaksanakan mitigasi penalties terhadap importir yang mengakui kesalahannya sebagaimana diatur dalam para ini. Atas hal ini, AS menerangkan bahwa adanya mitigasi penalties tidaklah mutlak dan tetap diserahkan ke masing-masing negara untuk mengaturnya. 6.2.6: Beberapa negara ASEAN lainnya mempertanyakan maksud para ini, mempertimbangkan kemungkinan perlu mengubah masing-masing domestic laws. Singapura menyatakan tidak akan bisa melaksanakan ketentuan para ini, karena sistem hukum pidana di Singapura tidak memungkinkan memberi batasan finite period untuk proceeding-nya, karena menurut Singapore's domestic law, proceeding dapat dilakukan tanpa batas waktu. Atas hal ini, AS menjelaskan pentingnya pengaturan yang demikian, mengingat domestic laws beberapa negara (termasuk AS) hanya memiliki waktu terbatas untuk melakukan proceeding terhadap pelanggaran custom laws. Informal meeting on Border Agency Cooperation
Pada pertemuan informal terkait pasal yang mengatur tentang Border Agency Cooperation (dengan fasilitator Kanada), dibahas tentang degree of flexibility dengan adanya penggunaan frase "shall to the extent possible and practical' dan "may include" di paragraf 3. Fasilitator menyampaikan bahwa paragraf tersebut sangat leluasa dalam memberikan fleksibilitas dan memberikan indicative list yang sifatnya non mandatory dan non exclusive.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
13
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials Special SEOM dilaksanakan pada tanggal 21-22 September 2011 di Jakarta. Pertemuan Special SEOM dipimpin oleh Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kemendag selaku SEOM Chair, dan dihadiri oleh SEOM Leaders dari seluruh anggota ASEAN serta wakil Sekretariat ASEAN.
Gambar 1. Sesi Foto Bersama Special SEOM
ASEAN Framework/Guiding Principles for Equitable Economic Development (EED)
Indonesia memaparkan secara singkat latar belakang dan proses penyusunan konsep ASEAN Framework/Guiding Principles for Equitable Economic Development (EED) dan prinsip-prinsip serta elemen dari framework dimaksud untuk tiba pada draf terakhir yang didistribusikan kepada seluruh negara anggota pada tanggal 14 September 2011. Draft framework dimaksud ditanggapi secara positif oleh negara anggota dengan memberikan koreksi dan masukan terhadap text draft dan text for Chair’s Statement guna mempertajam fokus dan memperjelas terminologi yang digunakan. Sejumlah negara anggota juga menunjukkan antusiasmenya terhadap concept papers yang disiapkan Indonesia untuk Financial Inclusion dan International Remittances. Mayoritas anggota sepakat bahwa kedua topik ini sangat penting namun perlu dibahas dulu oleh sectoral ministerial bodies yang terkait langsung, sebelum diangkat ke Asean Economic Community (AEC) Council pertengahan Oktober 2011. Dalam hal ini perlu kejelasan mengenai proses dan target, bahwa concept papers dimaksud merupakan usulan pembahasan dan tidak akan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
14
menjadi outcome documents namun cukup direfleksikan dalam Chair’s Statement. Draft ASEAN Framework for Equitable Economic Development dan draft referral statement mengenai hal ini dalam Chair’s Statement telah didistribusikan kepada seluruh SEOM untuk dibahas secara internal dan ditanggapi selambatnya tanggal 28 September 2011, untuk selanjutnya Indonesia akan menyiapkan consolidated draft-nya. ASEAN Architecture for Economic Cooperation and Integration
Sekretariat ASEAN menyampaikan paper mengenai Followup Action to the Decision made at the Manado Ministerial Meetings on the Emerging Regional Architecture, yang membahas hasil rekomendasi ke-4 ASEAN Plus Working Groups (APWGs) dan possible template dalam konteks ASEAN++FTA. Sementara itu Indonesia mempresentasikan draft ASEAN Architecture for Economic Cooperation and Integration yang bilamana disetujui akan menjadi annex dari Bali Declaration on ASEAN Community in a Global Community of Nations. Pertemuan sepakat bahwa untuk November deliverable cukup dihasilkan prinsip-prinsip umum yang akan dipedomani ASEAN dalam mengonsolidasikan ASEAN+1 FTAs yang membuka peluang bagi keterlibatan non-FTA partners dalam proses konsolidasi ini. SEOM juga sepakat bahwa yang hendak diwujudkan adalah tidak sekadar sebuah FTA tetapi economic comprehensive partnership di mana economic cooperation akan menjadi bagian integral di dalamnya. Terkait dengan template for ASEAN++FTA, SEOM sepakat dengan usulan Indonesia agar “template” ini tidak menjadi November deliverable karena masih banyak detail teknis yang perlu disepakati dahulu secara internal oleh ASEAN. Terkait Joint Proposal dari China dan Jepang khususnya usulan pembentukan 3 (tiga) Working Groups (WGs) yaitu: Trade in Goods, Services, and Investment, SEOM sepakat untuk mempertimbangkannya bersama rekomendasi dari 4 ASEAN Plus Working Groups dalam Chair’s Statement sebagai bagian dari instruksi untuk menindaklanjuti diadopt-nya general principles oleh para Pemimpin ASEAN. Draf ASEAN Architecture for Economic Cooperation and Integration serta draft text Chair’s Statement terkait architecture dimaksud telah didistribusikan kepada seluruh SEOM untuk dibahas secara internal dan ditanggapi selambatnya tanggal 28 September 2011, untuk selanjutnya Indonesia akan menyiapkan consolidated draft-nya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
15
SEOM juga membahas usulan Jepang untuk melaksanakan Preparatory Meeting of EAS Senior Economic Officials menjelang ASEAN Plus Three Summit dan East Asia Summit pada bulan November 2011 di Bali. Mengingat ASEAN tidak/belum akan memberikan tanggapan detail mengenai pembentukan tiga working groups dan masih perlu mengembangkan principles specific to areas of engagement (yang selama ini dikenal dengan istilah “template”), maka disepakati agar SEOM Chair mewakili seluruh SEOM memberikan penjelasan kepada Senior Economic Officials China dan Japan dan kemungkinan Senior Economic Officials seluruh anggota East Asia Summit lainnya mengenai perkembangan yang dicapai ASEAN dan proses selanjutnya. The Bali Declaration and ASEAN Roadmap Beyond 2015
Sejalan dengan arahan yang disampaikan oleh AEM Chair kepada SEOM pada tanggal 22 September, Indonesia menyampaikan pemaparan mengenai Bali Declaration dan pemikiran mengenai “beyond 2015.” Menanggapi pertanyaan, beberapa klarifikasi disampaikan oleh Indonesia antara lain mengenai tujuan/maksud dan format dari Bali Declaration. Sementara mengenai “beyond 2015,” Indonesia menyampaikan usulan agar ASEAN menyepakati sebuah proses untuk merumuskan “beyond 2015” ke dalam ASEAN Roadmap Beyond 2015 sebagai kelanjutan dari Roadmap for ASEAN Community 2009-2015. Proses ini seyogyanya dilaksanakan secara paralel oleh dua Komunitas ASEAN lainnya karena yang akan dihasilkan (kemungkinan pada tahun 2012) adalah roadmap yang berlaku bagi seluruh Komunitas ASEAN di mana pilar ekonomi menjadi bagian di dalamnya. Indonesia telah mendistribusikan draf Bali Declaration khususnya untuk pilar ekonomi guna mendapatkan tanggapan/masukan dari SEOM. Diharapkan masukan ini dapat disampaikan pada tanggal 28 September 2011 untuk dikonsolidasikan menjadi masukan pilar ekonomi kepada ASEAN Coordinating Council untuk diintegrasikan ke dalam draft Bali Declaration. Beberapa negara anggota menyatakan keinginannya untuk juga memberikan tanggapan pada pilar sosial-budaya yang terkait dengan pilar ekonomi. Untuk ini, Indonesia mengusulkan agar masukan seperti ini disalurkan melalui wakil ASEAN Coordinating Council di negara anggota masing-masing. SEOM juga mencatat bahwa beberapa kajian dan inisiatif kelak perlu diintegrasikan ke dalam proses perumusan ASEAN Roadmap Beyond 2015, seperti kajian yang sedang
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
16
dilakukan oleh ADBI (ASEAN 2030), dan kajian Economic Research Institute for ASEAN and East Asia/ERIA (high impact study, comprehensive mid-term review). Penekanan juga tetap perlu diberikan pada Equitable Economic Development, deepening of ASEAN integration, dan ASEAN Centrality dalam merumuskan ASEAN Roadmap Beyond 2015 ini. Non-Tariff Barrier (NTB) Effects of Non-Tariff Measures (NTMs)
SEOM membahas agenda item yang diusulkan oleh Malaysia ini. Pembahasan didasarkan pada paper yang telah disiapkan oleh Sekretariat ASEAN mengenai Enhancing Trade Facilitation; Addressing NTBs; Effects of NTMs. Pertemuan menyepakati hal-hal sebagai berikut: (i) fokus diarahkan pada kebijakan-kebijakan yang menghambat perdagangan ASEAN yang dapat dikategorikan sebagai Non-Tariff Barrier (NTB); (ii) menugaskan relevant official di masing-masing negara ASEAN untuk menyusun mekanisme yang lengkap (robust mechanism) dan melakukan evaluasi untuk menangani isu ini, misalnya dengan mengindentifikasikan kesenjangan yang ada dibandingkan mekanisme yang ada di WTO dan ASEAN; (iii) memasukkan isu-isu Non-Tariff Barrier (NTB) Effects of Non-Tariff Measures (NTMs) yang muncul antara ASEAN dan mitra dialog ASEAN untuk dibahas dalam forum yang sesuai; (iv) menugaskan relevant official untuk menyusun effective enforcement mechanism (misalnya peer review mechanism); dan (v) menugaskan Sekretariat ASEAN untuk melakukan revisi terhadap information paper guna dibahas pada saat ASEAN Economic Ministers (AEM) Retreat pada tanggal 14-15 Oktober 2011 di Malaysia. Indonesia menyoroti masalah ini dari aspek prosedur. Indonesia menyarankan agar dalam mengangkat issues penting, tetap diperhatikan prosedur yang ada, antara lain disalurkan melalui SEOM, AFTA/AEM dan baru dilaporkan kepada AEC Council bilamana dianggap perlu. Tidak dicapai kesepakatan mengenai pertanyaan Indonesia mengenai kelayakan mengangkat issue ini langsung kepada ASEAN Economic Community Council (AEC Council) pada tanggal 14-15 Oktober 2011, selain bahwa sebagai host Malaysia memiliki privelege untuk mengusulkan topik yang ingin diangkat.
ASEAN-Canada Joint Declaration on Trade and Investment
Pertemuan menyepakati bahwa Joint Declaration ASEANCanada on Trade and Investment yang telah di-endorse oleh ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-43 tanggal 11 Agustus 2011 di Manado akan disampaikan kepada pihak Kanada dalam kesempatan kunjungan Menteri
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
17
Perdagangan Internasional Kanada ke Jakarta pada awal Oktober 2011. Diharapkan dalam kesempatan tersebut AEM Chair dan Menteri Perdagangan Internasional Kanada dapat melakukan pertukaran surat yang mengindikasikan bahwa masing-masing pihak telah meng-endorse joint declaration dimaksud tanpa melakukan joint signing sebagaimana diusulkan sebelumnya oleh AEM Chair kepada AEMs. China’s Proposed Concept Paper for Special Fund for EAFTA Research
SEOM membahas concept paper yang disusun oleh China terkait mekanisme pemanfaatan special fund sebesar US$ 1 juta untuk kegiatan kajian pembentukan East Asian Free Trade Agreement (EAFTA). Sebagian Negara anggota menyoroti mekanisme yang diusulkan China karena akan mengontrol sepenuhnya pemanfaatan dana yang tersedia. Sebagian SEOM lainnya termasuk Indonesia mempertanyakan hal yang lebih mendasar, karena dengan menyetujui mekanisme yang diusulkan China maka secara implisit ASEAN sepakat untuk membentuk EAFTA lebih dahulu (vis a vis CEPEA atau bentuk integrasi regional lainnya). Sementara negara anggota lainnya (khususnya Thailand selaku Country Coordinator ACFTA) akan mengangkat masalah mekanisme ini dalam pertemuan ASEAN-China Joint Committee pada bulan Oktober mendatang (meskipun sangat tidak tepat karena dana ini disediakan dalam konteks ASEAN Plus Three), SEOM sepakat untuk menyarankan kepada ASEAN Committee of Permanent Representatives (CPR) yang membahas hal ini agar menunggu keputusan/arahan para Pemimpin ASEAN terkait dengan ASEAN architecture yang seyogyanya memberikan gambaran jelas apakah ASEAN memilih ASEAN Plus Three, Comprehensive Economic Partnership for East Asia (CEPEA), atau menyusun sendiri kerangka ASEAN untuk melibatkan negara mitra tanpa dibatasi oleh jumlah partisipan.
Narrowing Development Gap (NDG) Book
Sekretariat ASEAN menginformasikan penyusunan Narrowing Development Gap (NDG) Book dan meminta pandangan SEOM mengenai kepatutan peluncurannya pada saat 44th AEM pada bulan Agustus 2012. Buku ini dapat dijadikan referensi bagi pembuat keputusan dan praktisi serta lembaga donor untuk mengetahui perkembangan prakarsa Initiative for ASEAN Integration beserta berbagai proyek serta hambatannya. SEOM menyepakati bahwa buku dimaksud dapat diluncurkan pada saat 44th AEM dan ini sejalan dengan penekanan yang
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
18
diberikan ASEAN kepada pilar ketiga AEC Blueprint yang antara lain memuat elemen narrowing the development gaps. The First ASEAN-China Ministerial Meeting on TBT Cooperation
Sebagai implementasi Memorandum of Understanding (MOU) antara ASEAN dengan China mengenai Strengthening Cooperation in the Field of Standards, Technical Regulations and Conformity Assessment yang ditandatangani pada tanggal 25 Oktober 2009 di Cham-Am Hua Hin, Thailand, maka para pejabat dari kedua negara yang menangani masalah SPS-TBT menyepakati rencana pelaksanaan The First ASEAN-China Ministerial Meeting on Technical Barrier to Trade (TBT) pada tanggal 22 Oktober 2011 di Nanning, China. SEOM sepakat untuk meminta instansi terkait masing-masing yang menangani masalah Sanitary and Phytosanitary-Technical Barriers to Trade untuk mengutus pejabat setingkat menteri atau yang mewakilinya agar menghadiri pertemuan tersebut. Indonesia menginformasikan secara tentatif bahwa Delegasi Indonesia ke pertemuan dimaksud akan dipimpin oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN). Beberapa dokumen yang akan disepakati dalam pertemuan pertama tingkat menteri tersebut adalah: (i) Joint Press Statement on the 1st ASEAN-China Ministerial Meeting on TBT Cooperation; (ii) Joint Statement of ASEAN-China on Strengthening Product Quality and Safety Cooperation; (iii) TOR on TBT Contact Point; dan (iv) Resolution on Establishment of Joint Working Group in ASEAN-China TBT Fields (Standards, Metrology, Conformity Assessment, Rubber and Rubber Products, Automotive and Cosmetics). Keempat draf dokumen tersebur sedang dikonsultasikan di dalam negeri masing-masing anggota.
ASEAN Common Visa for Non-ASEAN Nationals
SEOM membahas surat dari Deputy Secretary-General of ASEAN-Political-Security Community Department tertanggal 21 September 2011 tentang rencana Studi Penerapan Progressive Visa Relaxation dan Common Visa for Non-ASEAN Nationals oleh ASEAN Tourism Ministers yang akan melibatkan relevant sectoral bodies dalam suatu joint working group (pemrakarsa gagasan ini adalah Indonesia). SEOM sepakat untuk menugaskan Chair of ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) untuk duduk dalam joint working group mewakili Pilar Ekonomi sementara kajian itu sendiri baru akan dimulai pada tahun 2012.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
19
ASEAN Joint Preparatory Meeting (JPM)
Indonesia menginformasikan rencana pelaksanaan Joint Preparatory Meeting (JPM) yang akan melibatkan Pejabat Senior dari ketiga Komunitas ASEAN guna mempersiapkan KTT ASEAN ke-19 yang akan diselenggarakan di Bali. JPM akan dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2011 di Bali, dan didahului oleh Preparatory SEOM pada tanggal 11 Oktober 2011.
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya 1. Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3 Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3 tahun 2011 (CTI 3) diselenggarakan pada tanggal 22-23 September 2011 di San Francisco, Amerika Serikat. Bogor Goal Review Process
CTI menyepakati Bogor Goals Progress Report guidelines sebagai pedoman bagi pencapaian Bogor Goals pada tahun 2020. Disepakati agar ekonomi APEC menyerahkan Bogor Goals Progress Report pada Individual Action Plans template dengan format sederhana pada SOM-I bulan Februari 2012.
Next Generation Trade and Investment Issues
CTI membahas inisiatif yang diusulkan oleh lead economies dalam rangka melaksanakan instruksi Ministers Responsible for Trade (MRT) 2011 terkait tiga isu next generation trade and investment (NGTI) yaitu: Facilitating Global Supply Chains (GSCs); Enhancing Small and Medium Enterprises (SMEs) Participation in Global Production Chains; dan Promoting Effective, Non-Discriminatory, and Market-Driven Innovation Policy.
Facilitating Global Supply Chains
CTI membahas proposal facilitating global supply chains dengan ide dasar membangun kesadaran pentingnya GSCs dalam perekonomian global, melalui kegiatan: (i) Perumusan kegiatan terkait GSCs yang belum dilakukan Trade Facilitation Action Plan (TFAP) II dan Supply-Chain Connectivity Framework (SCF) dan Identifikasi area penting GSCs; (ii) Pengembangan pendekatan yang menyeluruh guna memasukkan GSCs ke dalam kebijakan dan Free Trade Area (FTA) termasuk didalamnya Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP); dan (iii) Studi kasus untuk mengeksplorasi aspek-aspek GSCs yang belum dipahami. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
20
Enhancing SMEs Participation in Global Production Chains
CTI mengesahkan proposal enhancing smes participation in global production chains, yang menyarankan agar APEC mendefinisikan elemen inti (core elements) sebagai model guidelines yang dapat diterapkan secara sukarela untuk FTA dan kemungkinan FTAAP, dan mengembangkan kegiatan capacity building (seminar) mengenai kebijakan publik dan kolaborasi mitra dagang guna mengikutsertakan UKM dalam global production chains. Lima core elements yang diusulkan, yaitu: (i) Fasilitasi keterlibatan UKM dalam rantai produksi; (ii) Peningkatan kemampuan UKM untuk mengambil manfaat atas kesempatan-kesempatan dalam kegiatan perdagangan internasional; (iii) Meningkatkan penggunaan teknologi komunikasi dan informasi serta perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI); (iv) Pertukaran pengalaman; dan (v) Memfasilitasi UKM untuk akses terhadap informasi terkait perdagangan dan investasi.
Promoting Effective, Non-Discriminatory, and Market-Driven Innovation Policy
CTI membahas proposal a draft annex to the 2011 APEC Leaders’, bertujuan untuk menciptakan suatu kebijakan ekonomi dan investasi yang bersifat terbuka, transparan dan tanpa diskriminasi, dengan menyepakati 13 (tiga belas) unsur kegiatan yang terkait dengan keterbukaan ekonomi, sistem regulasi persaingan pasar, sistem regulasi yang transparan, keterbukaan investasi, penggunaan standar internasional, hambatan teknis perdagangan, HKI, transfer teknologi, pengadaan barang/jasa pemerintah, dan keamanan teknologi IT. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.
Services
Group on Services (GOS) mengembangkan Non-Binding Guidelines for the Regulation of Foreign Accountancy Professionals, dan APEC Services Trade Access Requirements (STAR) Business-friendly tools untuk memungkinkan pelaku bisnis jasa mengidentifikasi akses pasar dan persyaratan behind-the-border.
Investment
Investment Experts' Group (IEG) membahas kerja konkret terkait: (i) implementasi IFAP tahun 2012; (ii) kemajuan pelaksanaan Investment Facilitation Action Plan (IFAP) serta rencana pengembangan IFAP; (iii) dan membahas rancangan revisi Non-Binding Investment Principles (NBIP).
Environmental Goods and Services/ Green Growth
Revised draft annex to the APEC Leaders Statement on EGS Trade and Investment Liberalization mencantumkan 7 (tujuh) poin yang meminta ekonomi untuk: (i) melakukan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
21
penurunan applied tariff produk environmental goods maksimal sebesar 5% pada akhir tahun 2012; (ii) menghapuskan peraturan-peraturan persyaratan local content yang ada pada tahun 2012, serta tidak membuat peraturan baru yang serupa; (iii) transparansi dan nondiskriminasi atas seluruh program pemerintah terkait peningkatan Environmental Goods and Services (EGS); (iv) peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah terkait EGS harus transparan dan konsisten sesuai dengan APEC NonBinding Principles on Government Procurement; (v) koherensi regulasi EGs dan penyesuaian pendekatan atas standar dan kesesuaian sektor EGS; (vi) aktif mendukung liberalisasi EGS di WTO; dan (vii) memastikan agar pada setiap FTA terdapat liberalisasi perdagangan EGS. Indonesia menyampaikan bahwa beberapa poin dalam draft tersebut terlalu ambisius dan meminta agar pembahasan ini dikembalikan pada WTO serta lebih mengedepankan pelaksanaan beberapa kerja sama APEC yang belum selesai pada area ini, sebagaimana mandat MRT 2011 yaitu: enhancing capacity building activities under the EGS work program, EGS work plan, dan dissemination of environmental technologies. Beberapa ekonomi yang memiliki pandangan serupa yaitu: China, Vietnam, Peru, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura, dan Chile. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011. The draft APEC EGS Technology Dissemination Action Plan
China menyampaikan proposal the draft APEC EGS Technology Dissemination Action Plan untuk dipertimbangkan sebagai Leaders’ Statement yang memuat rencana aksi diseminasi teknologi EGS.
Facilitate Trade in Remanufactured products
CTI membahas Pathfinder Initiative on Trade Facilitation Measures Concerning Remanufactured Goods. Lima ekonomi (Kanada, Chile, Jepang, Selandia Baru, dan Amerika Serikat) telah bergabung dalam pathfinder. CTI juga membahas ide-ide pengembangan program capacitybuilding yang dirancang untuk mendukung tujuan tersebut. Indonesia, Filipina, Thailand, China, dan Vietnam menyampaikan belum akan terlibat dalam pathfinder, namun akan mendukung sejauh membahas pengembangan capacity building. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
22
Selain itu AS menyampaikan hasil Konferensi APEC Conference on Innovation, Trade, and Technology yang diselenggarakan pada tanggal 19-20 September 2011. Disampaikan bahwa hampir semua perwakilan tingkat tinggi ekonomi APEC menghadiri konferensi tersebut. Pembicara dari sebelas ekonomi memberikan berbagai macam pandangan yang berbeda pada masing-masing topik. CTI mencatat bahwa beberapa tema muncul menekankan pada hubungan antara pasar yang terbuka dan kompetitif, dan kemampuan ekonomis untuk mempromosikan inovasi. Masalah khusus yang diangkat dalam konferensi tersebut termasuk standar, HKI, cloud computing, dan investasi. Trade Facilitation/ Supply-Chain Connectivity Framework and Action Plan
Trade Facilitation Action Plans II - Policy Support Unit melaporkan hasil penilaian akhir yang terdiri: (i) estimasi langsung dari pengurangan biaya transaksi perdagangan menggunakan data dari World Bank’s Trading Across Borders; dan (ii) kontribusi Business Mobility Group (BMG), Electronic Commerce Steering Group (ECSG), SubCommittee on Customs Procedures (SCCP), dan Sub Committee on Standards and Conformance (APEC SCSC) untuk mengurangi biaya transaksi perdagangan. Berdasarkan studi Direct Estimation, APEC telah mencapai target TFAP II pengurangan sebesar 5% dalam biaya transaksi perdagangan dalam kurun waktu 2006-2010 (menghemat sebesar US$ 58,7 miliar) dengan hasil yang signifikan pada tingkat agregat dan mikro. Dari perspektif sub-fora, terjadi penurunan yang signifikan dalam hal biaya terkait mobilitas bisnis melalui skema APEC Business Travel Card (ABTC), dan perdagangan elektronik melalui penerapan skema SKA elektronik. Penurunan waktu biaya yang signifikan juga dicapai dalam hal kepabeanan, serta memiliki keselarasan yang lebih baik dalam peraturan teknis dan standar domestik.
Supply-Chain Connectivity Framework and Action Plan (De Minimis Value)
CTI membahas Proposal Enhancing Supply-Chain Connectivity by Establishing a Pathfinder for an APEC Baseline De Minimis Value yang meminta: (i) komitmen ekonomi untuk menerapkan de minimis values tanpa nilai minimal/common based line dan target waktu penerapan (diusulkan sebagai draft statement AMM 2011); dan (ii) pembentukan baseline de minimis value Pathfinder, dengan menerapkan batas nilai minimal US$ 100 bagi anggota pathfinder, dan pengembangan capacity building program guna peningkatan keikutsertaan ekonomi APEC dalam pathfinder.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
23
Secara umum para ekonomi mendukung proposal AS, namun beberapa meminta waktu untuk melakukan konsultasi domestik terutama terkait penggunaan kata higher dalam redaksi draft AMM Statement (”...We recognized the trade facilitative and economic benefits of establishing higher de minimis value to all types of shipments enhances those benefits...”). Untuk Pathfinder, ekonomi yang menyatakan kesediaannya untuk bergabung selain Amerika Serikat (selaku proponen) adalah Jepang, Malaysia, dan Singapura, setelah melakukan konsultasi domestik. CTI sepakat untuk membahas proposal ini secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 7 Oktober 2011. Addressing Barriers to Trade for SMEs in APEC
Untuk melaksanakan instruksi Menteri Perdagangan dan Menteri UKM APEC dalam mengatasi hambatan yang dihadapi oleh eksportir UKM dalam perdagangan, CTI menerima usulan dan update dari Ekonomi yang secara sukarela memimpin dalam pembahasan mengatasi hambatan yang menjadi tanggung jawab CTI, antara lain: 1) Barrier #5: Customs clearance delays caused by difficulties in navigating overly complex customs requirements and documentation – Kanada dan Amerika Serikat mengajukan proposal pembuatan APEC webpage sederhana yang memuat link ke informasi dasar tentang prosedur impor seperti persyaratan umum, kontak informasi untuk pihak kepabeanan yang terkait, dan SME-Specific Resources yang tersedia pada website kepabeanan ekonomi APEC. 2) Barrier #6: Problems navigating differing legal, regulatory, and technical requirements – Australia selaku lead, melalui proyek yang ada di Group on Services (GOS) - the APEC Services Trade Access Requirements (STAR) database, mengusulkan pembuatan online tool yang bertujuan untuk membantu UKM memperoleh informasi tentang bagaimana mendirikan sebuah bisnis baru di pasar ekspor, memberikan layanan lintas batas dan menempatkan orang mereka ke dalam suatu Ekonomi untuk menyediakan layanan secara sementara. 3) Barrier #7: Difficulty with intellectual property acquisition, protection and enforcement – Untuk mengatasi hambatan ini, Jepang mengajukan proposal yang berguna untuk: (i) peningkatan input informasi
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
24
mengenai HKI dari sektor publik; (ii) memperkuat fungsi konsultasi dengan pemerintah; dan (iii) memberikan materi mengenai HKI. 4) Barrier #8: Inadequate Policy and Regulatory Frameworks to Support Cross-Border Electronic Commerce for Small and Medium Enterprises – Amerika Serikat mengusulkan untuk memperbarui 1998 Blueprint for Action on Electronic Commerce guna mencerminkan kemajuan dalam teknologi dan inovasi dalam model bisnis dengan meningkatkan penggunaan e-commerce dan jasa terkait di wilayah tersebut dengan cara memperhitungkan peranan khusus UKM di Ekonomi APEC sebagai eksportir dan penggerak pertumbuhan. 5) Barrier #9: Difficulty in Taking Advantage of Preferential Tariff Rates and Other Aspects of Trade Agreements – Peru, Jepang, dan Amerika Serikat sebagai co-sponsor, telah mengajukan proposal untuk membantu meningkatkan pemahaman UKM tentang bagaimana memanfaatkan FTA. CTI sepakat untuk membahas proposal-proposal tersebut secara intersession dan memberikan kesempatan kepada ekonomi yang ingin memberikan masukan sebelum tanggal 15 Oktober 2011. Expanding Regulatory Cooperation and Advancing Regulatory Convergence
CTI mengesahkan rekomendasi Smart Grid Interoperability Standards untuk: (i) Mempromosikan transparansi, kolaborasi, dan solusi global dalam pengembangan Smart Grid Interoperability Standards; (ii) Memungkinkan kompetisi dan inovasi pada pasar spesifik untuk Smart Grid Technologies; dan (iii) Mengintegrasikan hasil APEC Regulatory Cooperation Advancement Mechanism (ARCAM) kepada Cooperative Work on Smart Grid Interoperability Standards di APEC dan Fora Lainnya.
Industry Dialogue
Automotive Dialogue – CTI mengesahkan proposal “Facilitating the Diffusion of Advanced Technology and Alternative-Fueled Demonstration Motor Vehicle” untuk melakukan identifikasi cara untuk penyederhanaan regulasi terkait importasi sementara kendaraan contoh yang terdiri empat elemen, antara lain (i) Allow Temporary Access for a Small Number of Imported Demonstration Vehicles; (ii) Produce Effective, Targeted Research Outcomes; (iii) Permit Extended, Public On-road Demonstrations while Ensuring Adequate Safety; (iv) Streamline Import Procedures by Providing Duty-and Tax-
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
25
Exempt Treatment During the Demonstration Period and Expedited Approval Processes. 2. APEC Senior Officials' Meeting 3 APEC Senior Officials' Meeting 3 dipimpin oleh Ketua SOM Amerika Serikat, dan dihadiri oleh para Senior Officials dari 21 ekonomi anggota APEC. Hadir pula antara lain Direktur Eksekutif APEC, Ketua APEC Business Advisory Council (ABAC), perwakilan International Energy Agency, dan Pacific Economic Cooperation Council. SOM-3 dibuka oleh presentasi ABAC yang menyampaikan dukungannya terhadap isu-isu APEC. ABAC juga menyampaikan beberapa usulan prioritasnya yang belum dibahas APEC, seperti misalnya isu tentang air dan perpindahan tenaga kerja. Strengthening Regional Economic Integration and Expanding Trade
Dirjen KPI selaku Ketua Committee on Trade and Investment menyampaikan laporan pembahasan yang berlangsung di CTI, termasuk isu-isu yang tidak dapat diselesaikan di CTI yang kemudian dibahas di SOM, antara lain mengenai satu butir kesepakatan di CTI yang perlu menjadi catatan khusus adalah kesepakatan tentang proses penilaian pencapaian Bogor Goals. CTI telah menyepakati guidelines bagi pengisian template, dan masing-masing Ekonomi diharapkan dapat mengisi dan menyampaikan laporannya pada bulan Februari 2012. Sehubungan dengan "dashboard" yang diusulkan, CTI setuju untuk menggunakannya sebagai living document. Beberapa Ekonomi menyampaikan update informasi mengenai perkembangan terakhir Free Trade Agreements (FTAs) di kawasan Asia Pasifik, termasuk diantaranya Trans Pacific Partnership dan beberapa bilateral FTA kepada SOM. Indonesia pada kesempatan ini menyampaikan update mengenai perkembangan terakhir FTAs pada fora ASEAN dengan merujuk pada hasil-hasil 43rd ASEAN Economic Ministers, yang berlangsung dari tanggal 10-11 Agustus 2011 di Manado, Indonesia.
Next Generation of Trade and Investment Issues
Pembahasan mengenai Next Generation of Trade and Investment Issues (NGTI) difokuskan pada 3 (tiga) topik utama, yaitu: 1) Facilitating Global Supply Chain SOM membahas usulan Singapura dan Kanada mengenai kegiatan terkait global supply chain. Ekonomi APEC pada umumnya mendukung usulan tersebut.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
26
Mengingat beberapa Ekonomi APEC masih memerlukan konsultasi dengan pihak-pihak terkait di dalam negeri, maka diberi kesempatan untuk menyampaikan masukan dan tanggapan sebelum tanggal 7 Oktober 2011. 2) Enhancing SME Participation in Global Production Chains SOM membahas usulan Chile, Hong Kong-China, Jepang, Meksiko, dan Peru mengenai upaya peningkatan partisipasi UKM dalam Global Production Chains. Ekonomi APEC secara konsensus telah menerima usulan tersebut. 3) Promoting Effective, Non-Discriminatory and MarketDriven Innovation Policy SOM membahas usulan Jepang dan Amerika Serikat mengenai perlunya inovasi bagi pertumbuhan ekonomi yang akan menjadi lampiran Leaders' Statement di Honolulu pada bulan November 2011. Usulan tersebut bertujuan untuk menciptakan suatu kebijakan ekonomi yang bersifat terbuka, transparan, dan tanpa diskriminasi sehingga dapat menciptakan suatu kompetisi yang sehat dan menciptakan inovasi yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Beberapa Ekonomi APEC belum dapat menerima sebagian dari usulan Jepang dan Amerika Serikat tersebut. China, Thailand, dan Rusia menyatakan masukan mereka belum diakomodir, terkait dengan rumusan mengenai government procurement. Selain ketiga isu tersebut, Amerika Serikat menyampaikan penyelenggaraan APEC Conference on Innovation, Trade and Technology di San Francisco pada tanggal 19-20 September 2011. Sedangkan terkait dengan penerapan APEC Supply Chain Connectivity Action Plan Framework, beberapa ekonomi akhirnya menyetujui untuk menjalankan pathfinder initiative bagi penetapan de minimis value. Ekonomi-ekonomi tersebut sepakat menetapkan de minimis value batas bawah (baseline) US$100. Isu de minimis value akan menjadi bagian dari APEC Ministerial Meeting (AMM) Statement 2011. Green Growth Trade Issues
Di bawah green growth trade issues, terdapat 2 (dua) agenda utama yang menjadi pembahasan, yaitu: Environmental Goods and Services (EGS) dan Illegal Logging. Pembahasan Green Growth Trade Issues akan dituangkan dalam Draft APEC Leaders Statement on Trade, and Investment in Environmental Goods and Services, usulan Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Amerika
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
27
Serikat. Dalam paparan Amerika Serikat, ekonomi anggota APEC diharapkan dapat memberikan komitmen politis untuk mengurangi tarif untuk environmental goods secara unilateral, hingga pada level 5% sebelum tahun 2012. Amerika Serikat mengharapkan bahwa melalui Leaders Statement tersebut, ekonomi APEC dapat tetap menjadi forum yang terdepan dalam pembahasan isu perdagangan dan dapat memfokuskan kembali upaya pada komitmen open and free trade, sesuai dengan kekuatan dan relevansi APEC. Selain itu, untuk mempertegas kredibilitas dan memperkuat peran APEC dalam supporting multilateral trading system, maka diharapkan APEC dapat menghasilkan pernyataan dan deliverables yang lebih tegas di akhir tahun 2011. Beberapa Ekonomi menyatakan pandangan yang mendukung agenda EGS untuk dapat dibahas lebih lanjut, seperti yang disampaikan oleh Selandia Baru, Chile, Vietnam, dan Brunei Darussalam. Namun, belum ada kesepahaman mengenai bagaimana APEC akan membahas agenda EGS dan apa saja yang akan menjadi bagian dari pembahasan. Selain itu juga terdapat pandangan agar lebih dulu tercapai kesepahaman terkait definisi dari EGS. Sementara itu, China, Hong Kong, Indonesia, Meksiko, Peru, dan Vietnam telah menyampaikan keberatan mereka atas draf tersebut, karena memuat tarif dan deadline pencapaian. Bagi ekonomi berkembang, Statement Leaders sebaiknya berupa pernyataan terhadap hal-hal yang bersifat umum dan memberikan arahan kerja APEC di tahun mendatang, namun tidak masuk kepada hal-hal yang bersifat teknis dan rinci. Selain itu, rumusan penurunan tarif, dianggap tidak tepat mengingat APEC bukan forum negosiasi dan bersifat non-binding dan voluntary. Ekonomi berkembang juga mengusulkan agar usulan yang berhubungan dengan penghilangan local content dihapuskan. Berbagai ekonomi berkembang menyampaikan dukungannya terhadap usulan Hong Kong. Facilitating Trade in Remanufactured Products
SOM mencatat keputusan CTI mengenai usulan Amerika Serikat tentang facilitating trade in remanufactured products termasuk pathfinder initiative on trade facilitation measures concerning remanufactured products. Lima Ekonomi APEC, yaitu: Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Chile, Selandia Baru menyatakan bergabung pathfinder inisiatif tersebut. Sedangkan Developing Economies, seperti Indonesia, China, Filipina, Thailand, dan Vietnam menyatakan belum siap untuk terlibat dalam
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
28
pathfinder, namun akan memberikan dukungan sejauh membahas pengembangan capacity building. Climate Change and Environment Protection Issues
SOM membahas proposal AS mengenai Low Emissions Development Strategies (LEDS) in APEC. Konsep LEDS adalah strategi komprehensif penurunan emisi suatu negara yang memperhatikan keseimbangan aspek pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. LEDS dapat diwujudkan melalui inisiatif-inisiatif berupa smart buildings, smart transport, smart grid, smart jobs, smart communities, dan low carbon model town. Beberapa ekonomi APEC mendukung komitmen terkait LEDS tersebut.
3. Sidang Dewan Kopi Internasional ke-107 Sidang International Coffee Council ke-107 diselenggarakan pada tanggal 26-30 September 2011 di London, Inggris. Sidang dihadiri oleh 40 negara produsen dan konsumen kopi anggota International Coffee Organization (ICO). Pemilihan Executive Director
Agenda pemilihan Executive Director (ED) merupakan salah satu mata agenda penting dalam sidang ini dan mendapat porsi perhatian yang besar dari para negara anggota. Kandidat dari Brasil terpilih sebagai Executive Director ICO yang baru untuk masa jabatan lima tahun.
Keanggotaan ICA 2007
International Coffee Agreement (ICA) 2007 telah berlaku sejak tanggal 2 Februari 2011 sehingga ICA 2001 tidak berlaku lagi. Sampai dengan tanggal 3 Agustus 2011, 44 negara eksportir dan 6 negara importir telah menandatangani ICA 2007 dan menyelesaikan prosedur keanggotaan. Dari ke-44 negara eksportir tersebut, 33 negara eksportir telah meratifikasi, menerima dan menyetujui ICA 2007 sedangkan 11 negara telah menandatangani ICA 2007 namun belum menyelesaikan prosedur keanggotaan. Enam negara baru yang masuk ICO berdasarkan ICA 2007 adalah Liberia, Sierra Leone, Timor Leste, dan Yemen sebagai negara eksportir dan sebagai negara importir adalah Tunisia dan Turki. Sehubungan dengan batas waktu penandatanganan dan penyerahan instrumen ratifikasi, acceptance, dan approval ICA 2007 adalah pada 28 September 2011 maka Council sepakat untuk memperpanjang batas waktu sampai dengan tanggal 30 September 2012 sesuai Resolusi 448.
Situasi Pasar Kopi
Harga kopi arabika mengalami kenaikan yaitu Colombian Mild naik 0,6%, Other Milds naik 0,9%, dan Brazilian Naturals naik 1,7%. Seperti tercatat di pasar berjangka
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
29
New York, harga kopi arabika sebesar US$ 260,39 cents per Ib meningkat 1,8% di bulan Agustus 2011 dibandingkan bulan Juli 2011. Di lain pihak, harga kopi robusta di pasar berjangka London pada bulan Agustus 2011 turun 0,6% menjadi US$ 102.71 cents per Ib dari US$ 103.36 cents per Ib. Harga rata-rata indikator komposit ICO bulanan naik 0,9% menjadi US$ 212.19 cents per Ib. Meningkatnya harga komposit ini disebabkan oleh menguatnya harga kopi arabika walaupun harga kopi robusta turun sedikit. Total produksi tahun kopi 2010/11 diperkirakan sejumlah 133,3 juta bags, meningkat 8,2% dari produksi tahun kopi sebelumnya. Untuk tahun kopi 2011/2012, informasi yang diperoleh dari negara anggota mengindikasikan bahwa produksi di Vietnam, Meksiko, Honduras, dan beberapa negara di Afrika akan meningkat. Hal sebaliknya terjadi di Brasil dan Indonesia yang diperkirakan akan mengalami penurunan produksi. Dengan demikian, total produksi tahun kopi 2011/2012 diperkirakan turun 3,3 juta bags menjadi sekitar 130 juta bags. Ekspor bulan Juli 2011 menurun sekitar 10% dibandingkan bulan Juli 2010. Negara yang mengalami penurunan ekspor antara lain Brasil, Indonesia, Kolombia, dan Ethiopia tetapi apabila dijumlahkan ekspor sepuluh bulan pertama tahun kopi 2010/2011 maka terjadi peningkatan 14% dibanding periode yang sama pada tahun kopi sebelumnya. Untuk periode tahun 2000 - 2010, angka rata-rata tahunan pertumbuhan konsumsi dunia adalah 2,5%. Konsumsi tahun 2000 tercatat 105,5 juta bags dan pada tahun 2010 konsumsi meningkat 27,7% menjadi 134,8 juta bags. Konsumsi domestik di negara-negara eksportir seperti Brasil dan Indonesia meningkat signifikan dengan angka pertumbuhan tahunan rata-rata pada periode tersebut sebesar 3,8% dan 7,2%. Brasil merupakan negara eksportir yang memiliki angka konsumsi per kapita rata-rata terbesar yaitu sekitar 5 kg. Secara kelompok negara, kenaikan konsumsi di negara eksportir sebesar 56,5% dalam periode itu lebih tinggi daripada kenaikan konsumsi di negara importir yang hanya meningkat sebesar 18,1%. Kanada, United Kingdom, Amerika Serikat, dan Italia adalah negara importir dengan angka pertumbuhan konsumsi rata-rata tahunan tertinggi. Dengan stabilnya peningkatan konsumsi dunia bahkan diperkirakan akan meningkat secara signifikan maka perlu diciptakan keseimbangan antara supply demand dan mempertahankan tingkat harga yang relatif stabil. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
30
Studi
Pada sidang Council kali ini disampaikan empat hasil studi mengenai: coffee drinking pattern, relationship between coffee prices in physical and futures market, volatility of price paid to coffee growers, dan effects of tariff on coffee trade. Terkait efek tarif terhadap perdagangan kopi, hasil studi mengenai menunjukkan bahwa tarif di negara importir terhadap green coffee lebih rendah dibanding negara eksportir dan secara bertahap turun walaupun tidak semua negara eksportir memiliki akses yang sama terhadap rendahnya tarif tersebut. Penerapan tarif eskalasi terhadap kopi roasted, soluble, dan decaffeinated oleh negara importir dapat menghambat diversifikasi produk bagi negara eksportir dan menciptakan ketergantungan yang tinggi di pihak negara eksportir terhadap ekspor barang mentah. Sedangkan tarif dan pungutan (tax) di negara eksportir lebih tinggi di mana hal ini dapat menghambat kerja sama Selatan - Selatan antara negara produsen kopi dan mengurangi ketersediaan pasar bagi kopi. Penurunan tarif dapat meningkatkan konsumsi domestik di negara eksportir dan memajukan industri kopi domestik melalui meningkatnya variasi campuran kopi (blend). Selanjutnya, konsumsi di negara importir tidak terlalu dipengaruhi oleh pengenaan tarif terhadap kopi karena pasar kopi sudah maju dan kopi memiliki elastisitas harga yang rendah. Hal ini berbeda dengan negara eksportir di mana tarif masih mempengaruhi konsumsi karena konsumsi domestik relatif rendah dan pasar di negara eksportir masih belum terlalu berkembang.
Consultative Forum on Coffee Sector Finance
ICO melaksanakan pertemuan pertama Consultative Forum on Coffee Sector Finance pada tanggal 27 September 2011. Pertemuan dengan tema Managing the Risk of Green Coffee Price Volatility dihadiri oleh empat tenaga ahli sebagai nara sumber, wakil dari lebih 38 negara dan Uni Eropa, industri kopi, dan non-governmental organization. ICA 2007 membentuk Consultative Forum on Coffee Sector Finance sebagai forum untuk memfasilitasi konsultasi pada topik-topik yang berkaitan dengan finance dan risk management di sektor kopi yang mengutamakan kepentingan produsen skala kecil dan menengah (small and medium sized producer).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
31
Council menyepakati Terms of Reference (TOR) Core Group Consultative Forum dengan penambahan kalimat pada pasal 2 yaitu negara anggota ICO yang berminat dapat berpartisipasi menjadi anggota core group. Selanjutnya, Council menyepakati empat negara anggota core group yang mewakili negara eksportir adalah: Brasil, Kolombia, Pantai Gading, Meksiko dan 3 negara anggota core group yang mewakili negara importir adalah Uni Eropa, Amerika Serikat dan Swiss. Core Group bertugas untuk menyusun tema yang akan dibicarakan di Forum. Programme of Activities Council menyetujui program beserta budget kegiatan ICO untuk tahun 2011/2012. Proyek-proyek yang perlu Disetujui Council
Council menyetujui proposal proyek dengan tema Adaptation to climate change in three PROMECAFE member countries yang akan diimplementasikan di Guatemala, Honduras, dan Kosta Rika.
Peringatan 50 tahun ICO
Council membuka kesempatan bagi negara-negara anggota untuk mengusulkan hal-hal terkait peringatan 50 tahun ICO yang akan jatuh pada tahun 2013. Acara peringatan 40 tahun ICO tahun 2003 diadakan di Cartagena, Kolombia.
4. Sidang Sesi ke-58 UNCTAD Trade and Development Board Pertemuan minggu pertama Sesi ke-58 Trade and Development Board (TDB) United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dilaksanakan di Jenewa pada tanggal 12-16 September 2011. Delegasi Indonesia, dipimpin oleh Watapri Jenewa. Opening Session
Dalam sambutannya, Sekjen UNCTAD menggarisbawahi: 1) Pentingnya penyelenggaraan UNCTAD XIII pada tahun 2012 sebagai forum yang dapat memberikan pencerahan dan menghasilkan road map dan rekomendasi solusi bagi ekonomi gobal untuk dapat mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inclusive growth; 2) Perlunya pergeseran paradigma dari finance-ledglobalization menuju development centered globalization untuk mencapai inclusive growth guna mendukung rebalancing ekonomi global; 3) Perlunya perhatian untuk menyeimbangkan pasar domestik dan pasar eksternal, dengan usaha penciptaan demand yang seimbang antara domestik dan eksternal, sehingga negara defisit dan surplus dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan;
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
32
4) Perlunya pemikiran ulang mengenai peran negara dan pasar dalam pengaturan ekonomi global, termasuk pemikiran ulang mengenai kebijakan fiskal, moneter, dan inflasi; 5) UNCTAD akan mengawasi implementasi Istanbul Plan of Action (IPoA) dalam rangka menjaga inklusivitas pembangunan global bagi Least Developed Countries (LDCs). Dalam pernyataannya, Ketua Delri menyampaikan hal-hal sebagai berikut: 1) Krisis 1997-1998 telah memberi pelajaran yang baik sebagai modal menghadapi krisis ekonomi global tahun 2007-2009; 2) Kebijakan ekonomi Indonesia yang pro job, pro poor, pro growth, dan pro environment telah berhasil mengurangi angka kemiskinan dan mendukung pembangunan di Idnonesia secara keseluruhan; 3) Pentingnya menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan tetap mewaspadai gejolak arus modal dan harga komoditas serta situasi ekonomi global yang kurang menguntungkan yang dapat menghambat proses pemulihan pasca krisis. High Level Segment: Volatile Capital Flows and Development
Diskusi pada sesi High Level Segment: Volatile Capital Flows and Development berfokus pada situasi ekonomi global saat ini yang gejolaknya menyebabkan efek negatif bagi negara berkembang, karena distorsi pada nilai tukar menghambat pertumbuhan industri dan diversifikasi produksi domestik dan ekspor.
Interdependence: Addressing Trade and Development Challenges and Opportunities After The Global Economic and Financial Crisis
Diskusi pada sesi Interdependence: Addressing Trade and Development Challenges and Opportunities After The Global Economic and Financial Crisis berfokus pada perlunya koordinasi internasional untuk menstimulasi pertumbuhan pasca krisis ekonomi global, terutama terkait konsolidasi kebijakan fiskal sebagai exit-strategy dari krisis. UNCTAD melalui Trade and Development Report 2011 merekomendasikan pembentukan rezim managed-floating rate untuk menghindari ketidakseimbangan. Rezim managed-floating rate memberikan kesempatan bagi tiap negara untuk menyadari tingkat inflasi masing-masing untuk kemudian dapat menyesuaikan nilai tukar mata uangnya sesuai dengan tingkat infasi tersebut.
Development Strategic in a Globalized World
Diskusi pada sesi Development Strategic in a Globalized World: A New Role for the Government and Fiscal Policy berfokus pada efektivitas kebijakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
33
inklusif. Berbeda dengan situasi pada tiga tahun yang lalu, pada situasi ekonomi global saat ini diperlukan konsolidasi dan koordinasi kebijakan fiskal yang baru untuk menjawab pertanyaan seperti kebijakan fiskal apa yang harus diterapkan (dalam kaitannya dengan pendapatan dan belanja fiskal), serta mengenai bagaimana ruang kebijakan fiskal (fiscal space) dapat dimanfaatkan secara maksimum sekaligus dapat menciptakan tambahan fiscal space. Evolution of the International Trading System and of International Trade from a Development Perspective
Dalam diskusi pada sesi Evolution of the International Trading System and of International Trade from a Development Perspective Dirjen WTO menjelaskan bahwa WTO telah melakukan pendataan dan pengamatan terhadap trade measures di seluruh Negara-negara anggota WTO sebagai reaksi dari ekonomi global. Dijelaskan bahwa perdagangan internasional bukanlah sebab dari food crisis, sebaliknya sistem perdagangan internasional membantu menurunkan harga komoditas dan membawa efisiensi perdagangan komoditas, digarisbawahi pula bahwa pembahasan agriculture package dalam Putaran Doha telah mengalami kemajuan signifikan, tetapi masih belum dapat diluncurkan mengingat prinsip single undertaking dalam negosiasi Putaran Doha. Hal yang masih diperdebatkan antara lain adalah apakah produk pertanian harus bersaing dalam pasar bebas seperti halnya pakaian, sepatu, dan ban. Lebih lanjut, UN-SG Special Representative on High Level Task Force on Food Security, menjelaskan pentingnya untuk memulai pembahasan tingkat tinggi mengenai food security di berbagai forum untuk meningkatkan koherensi kebijakan. Dijelaskan bahwa food security adalah cross sectoral issue yang harusnya melibatkan sektor pertanian, kesejahteraan rakyat, industri, dan perdagangan. Pada sesi ini, Ketua Delri menyampaikan pandanganpandangan sebagai berikut: 1) Indonesia mendorong penyelesaian negosiasi Putaran Doha untuk menciptakan sistem perdagangan yang lebih adil dan berimbang. 2) Peningkatan kapasitas melalui kerja sama teknis pada sektor pertanian di Negara-negara berkembang bisa jadi merupakan kunci untuk memecahkan stagnasi negosiasi Putaran Doha. 3) Sektor pertanian merupakan sektor kunci pembangunan dan penciptaan lapangan kerja. Di Indonesia, hal ini terlihat dari meningkatnya proporsi sektor pertanian Indonesia dalam total GDP.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
34
4) Indonesia menjadi koordinator kelompok G-33 di WTO untuk memastikan adanya keseimbangan dan keadilan dalam pembahasan mengenai pertanian dan ketahanan pangan bagi negara berkembang. Sessional Committee I Implementation of the Outcome from LDC-IV: UNCTAD’s Contribution
Diskusi pada sesi Sessional Committee I - Implementation of the Outcome from LDC-IV: UNCTAD’s Contribution berfokus pada implementasi Istanbul Plan of Action (IPoA) yang merupakan hasil dari UN Conference on Least Developed Countries IV (LDC-IV). Hal-hal yang menjadi pembahasan diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Pentingnya peran dan kontribusi UNCTAD dalam memastikan tercapainya tujuan-tujuan ambisius IPoA, seperti peningkatan status setengah dari jumlah Negara LDCs menjadi Negara berkembang dan penggandaan trade share LDCs dari 1% menjadi 2% dari total perdagangan dunia. 2) Perlunya realisasi komitmen Official Development Assistance (ODA) dari Negara-negara donor dengan alokasi yang lebih proporsional bagi LDCs sesuai dengan situasi dan kebutuhannya. 3) Perlunya dukungan bagi LDCs untuk dapat semakin terintegrasi dalam sistem perdagangan internasional. Untuk itu, perlu dipastikan international trading system yang rules-based and non-discriminatory. 4) Pentingnya Kerja Sama Selatan-Selatan untuk pencapaian tujuan IPoA dan perhatian lebih untuk menciptakan kebijakan sosial yang efektif di LDCs.
Sessional Committee II Economic Development in Africa: Fostering Industrial Development in Africa in the Global Environment
Diskusi pada sesi Sessional Committee II membahas masalah dan tantangan yang dihadapi Afrika, terutama terkait dengan pembangunan ekonomi melalui kebijakan perindustrian. Digarisbawahi bahwa tidak terdapat kebijakan tunggal yang cocok untuk Afrika secara keseluruhan (no one-size fits all policy), masing-masing Negara harus mendapat tailor made policy sesuai dengan situasi dan sumber daya domestik yang dapat dimobilisasi. Delri dalam pernyataannya mewakili Kelompok Asia, menyampaikan hal-hal sebagai berikut: 1) Menyatakan komitmennya terhadap pembangunan ekonomi di Afrika. Hubungan ekonomi berkaitan dengan investasi dan perdagangan terus mengalami peningkatan yang signifikan di antara kedua kawasan. 2) Merekomendasikan kepada Afrika untuk mengurangi ketergantungan terhadap pertanian dan mulai melakukan diversifikasi ekonomi.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
35
3) Kerja sama antar kawasan New Asia-Africa StrategicPartnership (NAASP) yang sebagai kerja sama SelatanSelatan yang valid dapat menjadi pendukung bagi upaya diversifikasi ekonomi Afrika. Investment for Development: Implications of Noequity forms of Transnational Corporations’ Operations
Hal-hal yang mengemuka dalam diskusi dan pembahasan pada sesi Investment for Development: Implications of Noequity forms of Transnational Corporations’ Operations adalah: 1) Arus Foreign Direct Investment (FDI) saat ini menggambarkan proses pemulihan dari krisis ekonomi global yang tidak merata (uneven). Kepemilikan modal Transnational Corporations (TNCs) di Negara-negara berkembang mulai meningkat dan diiringi dengan meningkatnya proteksionisme yang paralel dengan menurunnya promosi dan liberalisasi perdagangan. 2) Pentingnya perhatian terhadap proses non-equity modalities yang terdiri dari: contract manufacturing and services outsourcing, franchising, licensing, dan management contracts untuk meningkatkan artikulasi kebijakan investasi yang mendukung pembangunan secara keseluruhan. 3) Pentingnya perhatian terhadap conventional license agreement antara TNC dengan perusahaan lokal yang perlu diatur dengan regulasi dari pemerintah untuk menjamin transfer teknologi dari TNCs kepada perusahaan lokal. 4) Perlu ditingkatkan pemberdayaan UKM dalam negeri untuk dapat bekerja sama secara langsung dengan TNCs demi tercapainya struktur ekonomi yang adil dan berimbang.
Joint Advisory Group on International Trade Centre (ITC), UNCTAD, dan WTO
Presiden Joint Advisory Group (Watap Mesir) menyampaikan pandangan dan laporan Joint Advisory Group on International Trade Centre (ITC), UNCTAD, dan WTO sebagai berikut: 1) Tantangan utama yang dihadapi wilayah Timur Tengah dalam proses transisi (Arab Spring) adalah menstimulasi ekonomi serta menarik investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja. ITC diharapkan dapat berperan aktif membantu Negara-negara tersebut untuk membangun perekonomiannya. 2) ITC telah memusatkan bantuannya kepada LDCs khususnya pada sector: Women and Trade; Poor Communities and Trade; serta Trade, Climate Change, and Environment. Pelaksanaan program ini disesuaikan dengan Istanbul Plan of Action yang telah disepakati
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
36
pada saat 4th UN Conference on LDCs di Istanbul, bulan Mei 2011. Sementara itu, delegasi Peru menyampaikan rencana penyelenggaraan Regional Meeting on Trade Farmers pada tahun 2012, sebagai upaya meningkatkan produk-produk pertanian di kawasan tersebut. Disampaikan juga agar ITC dapat memperluas sektor kerja sama yang meliputi upaya untuk peningkatan ekspor. Kegiatan Working Party UNCTAD
Ketua Working Party on the Strategic Framework and the Programme Budget (China) melaporkan kegiatan Working Party UNCTAD yang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Pendanaan kerja sama teknik UNCTAD pada tahun 2010 meningkat 3% dibandingkan tahun sebelumnya serta menyambut baik bantuan donor dalam pelaksanaan program-program pembangunan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun demikian, Working Party mendorong agar donor dapat terus berkontribusi kepada Least developed country (LDCs) Trust Fund. 2) Perlunya pendekatan dua arah dalam pelaksanaan program peningkatan kapasitas untuk menyelaraskan antara kebutuhan negara penerima bantuan serta kapasitas dari negara pelaksana program.
Sesi Kontribusi UNCTAD
Deputi Sekjen UNCTAD, pada sesi Kontribusi UNCTAD terhadap implementasi dan tindak lanjut konferensikonferensi PBB di bidang ekonomi dan sosial menyampaikan beberapa hal sebagai berikut: 1) UNCTAD melalui berbagai media yang dimiliki telah berkontribusi dalam implementasi berbagai hasil-hasil dari Konferensi PBB melalui pembahasan isu-isu ekonomi dan sosial pada berbagai forum seperti World Investments Forum di China (September 2010), Intergovernmental Forum on Mining, Minerals, Metals and Sustainable Development (November 2010), the Second Global Commodity Forum (Januari 2011), UNCTAD Multi-year Expert Meeting on Commodities and Development (Maret 2011). Terkait dengan the Fourth United Nations Conference on Least Developed Countries di Istanbul (Mei 2010), UNCTAD antara lain akan memperhatikan secara khusus melalui pengembangan LDCs Trust Fund. 2) Tindak lanjut Konferensi PBB juga dilakukan melalui program kerja sama teknik, khususnya di bidang fasilitasi bisnis, serta memberikan bantuan dalam bentuk manajemen hutang, dan Official Development Assistance (ODA).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
37
Sementara itu, beberapa delegasi menekankan perlunya UNCTAD memperhatikan sinergi program kerja sama teknik yang dilakukan UNCTAD dengan kerja sama dalam kerangka Selatan-Selatan. Bantuan UNCTAD kepada Palestina
Koordinator Assistance to the Palestinian People Unit (APPU-UNCTAD) serta koordinator Independent Evaluator menyampaikan laporan dan evaluasi mengenai bantuan UNCTAD kepada Palestina sebagai berikut: 1) Perekonomian Palestina telah meningkat dari 7,4% pada tahun 2009 menjadi 9,3% pada tahun 2010. Namun demikian, kenaikan ini tidak didukung oleh meningkatnya lapangan pekerjaan, hal ini terbukti dari tingkat pengangguran yang masih mencapai 30%. 2) Perkembangan perekonomian Palestina menemui banyak tantangan terkait dengan blokade oleh Israel dan penguasaan atas tanah dan sumber daya di Palestina. Salah satu yang mengemuka adalah impor tidak langsung dari Israel ke Palestina, di mana 58% produk impor Palestina dari Negara ketiga terekam sebagai impor Palestina dari Israel. Hal ini mempengaruhi hilangnya pendapatan Palestina dari fiskal atas produk impor tidak langsung tersebut. 3) Koordinator APPU secara khusus menggarisbawahi bahwa pengendalian East Jerusalem ke wilayah Palestina juga dianggap dapat meningkatkan pendapatan Palestina. Di mana seharusnya GDP Palestina dapat mencapai US$ 8,3 miliar dan bukan US$ 7,6 miliar sebagaimana yang tercatat pada tahun 2010. 4) UNCTAD sendiri telah melaksanakan program kerja sama teknis antara lain dukungan untuk modernisasi Bea Cukai Palestina (ASYCUDA-III). UNCTAD juga telah menyelesaikan Development Account Project (Tranche 6) pada awal tahun 2011, serta menyelenggarakan Workshop on Promoting Sub Regional Growth-Oriented Economic and Trade Policies towards Achieving the MDGs in Selected Arab Countries, pada bulan Juni 2011.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
38
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral 1. Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-8 Indonesia - Pakistan Pertemuan Trade Negotiating Committee (TNC) ke-8 antara Indonesia - Pakistan diselenggarakan pada tanggal 16 September 2011 di Kementerian Perdagangan, Jakarta. Agenda pembahasan pada perundingan TNC ke - 8 adalah membahas dan menyelesaikan isu-isu yang masih deadlock pada TNC 7 serta finalisasi negosiasi Preferential Trade Agreement (PTA) antara Indonesia dan Pakistan yang telah berlangsung selama 5 (lima) tahun.
Gambar 2. Sesi Foto Bersama Delegasi Indonesia dan Pakistan
Kedua pihak berhasil mencapai kesepakatan terkait dengan product list PTA dengan rincian sebagai berikut: Product List Preferential 1) Indonesia memperoleh 287 Pos Tarif dengan 7 Trade Agreement diantaranya mendapatkan fasilitas deeper cut. 2) Indonesia mendapatkan market access untuk produk edible palm oil Indonesia (HS.1511.10.00; HS.1511.90.10; HS.1511.90.20; HS. 1511.90.30; HS1511.90.90; HS.1513.21.00; dan HS.15.13.29.00) sebesar 15% dari Margin of Preference (MoP) pada tarif Most Favored Nation (MFN) Pakistan, sehingga produk edible palm oil Indonesia mendapatkan treatment yang sama dengan produk edible palm oil Malaysia. 3) Pakistan memperoleh 221 Pos Tarif dengan 27 diantaranya mendapatkan fasilitas deeper cut. 4) Pakistan mendapatkan market access sebesar 0% sepanjang tahun untuk jeruk Kinnow Pakistan (HS.0805.20.00.00).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
39
Tarif MFN sebagai Tarif Dasar
Kedua pihak setuju untuk menggunakan tarif MFN yang telah disepakati pada saat implementasi PTA sebagai dasar untuk menetapkan program liberalisasi tarif. Apabila terdapat pihak yang menurunkan tarif setelah implementasi perjanjian maka tarif yang telah diturunkan tersebut digunakan sebagai acuan tarif dasar. Kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan Minutes of the 7th TNC Meeting between Indonesia - Pakistan yang telah diadakan di Islamabad pada tanggal 10-11 Juni 2011. Kedua pihak sepakat untuk segera menyelesaikan persyaratan legal bagi implementasi PTA secepatnya. PTA Indonesia - Pakistan akan ditandatangani pada tanggal dan tempat yang akan ditentukan kemudian melalui komunikasi diplomatik. Kedua pihak sepakat untuk segera memulai perundingan Free Trade Agrement (FTA) berdasarkan konsep architecture FTA yang telah disepakati bersama.
Gambar 3. Penandatanganan Kesepakatan untuk Finalisasi PTA
2. Pertemuan Trade and Investment (TIC) XI RI-AS Pertemuan Trade and Investment (TIC) XI RI-AS di Washington, D.C. pada tanggal 19 September 2011 dihadiri oleh pejabat terkait dari kedua negara. Pertemuan ini membahas isu-isu yang menjadi kepentingan kedua negara. Pihak Amerika Serikat (AS) menekankan pentingnya dicapainya suatu kesepakatan atas isu-isu tertentu sebelum kunjungan Presiden AS ke Indonesia pada bulan Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
40
November 2011, dan menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan lebih intensif untuk persiapan kunjungan tersebut. Dialog terkait Isu-isu Tertentu
Secara umum pihak AS menyatakan apresiasinya atas upaya Pemerintah RI meng-address isu-isu concern AS, dan kedua pihak sepakat untuk melaksanakan dialog antara instansi dengan tujuan penyelesaian isu-isu tertentu dan mencapai saling pengertian sebelum menjadi masalah yang berkepanjangan. Kementerian Perdagangan RI akan memfasilitasi dengan bekerja sama dengan Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk dialog sebagai berikut: 1) Dialog terkait isu perfilman, khususnya terkait peraturan penggandaan film dan kebijakan impor film, dengan melibatkan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Dit. Perfilman), Kementerian Keuangan (Badan Kebijakan Fiskal dan Bea Cukai). 2) Dialog terkait isu Pharmaceuticals, dengan melibatkan Badan POM dan Kementerian Kesehatan 3) Dialog terkait isu alokasi impor daging, dengan melibatkan Kementerian Pertanian (Ditjen. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Ditjen. Peternakan), Kementerian Perdagangan (Dit. Impor), dan Badan POM. 4) Dialog terkait isu on-shore data center, dengan melibatkan Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Kesehatan.
3. Pertemuan ke-2 Joint Study Group (JSG) Indonesia - Korea Pertemuan ke-2 Joint Study Group (JSG) Indonesia - Korea diselenggarakan pada tanggal 21-22 September 2011 di Seoul, Korea. Pertemuan ini bertujuan untuk mendiskusikan kelayakan peningkatan kerja sama bilateral Indonesia dan Korea menuju suatu kemitraan ekonomi yang lebih bersifat strategis, komprehensif, dan inovatif. Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan pertama yang dilaksanakan pada tanggal 7 Juli 2011 di Jakarta. Pertemuan ke-2 JSG Indonesia - Korea terbagi atas dua sesi yaitu plenary session dan Sub-Group Session. Pada SubGroup Session kedua pihak sepakat untuk membagi menjadi dua Sub-Group yaitu Sub-Group I yang membahas Trade in Goods dan Sub-Group II yang membahas Trade in Services, Investment, and Economic Cooperation. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
41
Gambar 4. Pertemuan ke-2 Joint Study Group Indonesia - Korea
Sub-Group I: Trade in Goods
Sub-Group I membahas mengenai hal-hal yang terkait dengan trade in goods, non-tariff measures, trade rules, customs procedures, dan trade facilitation. Kedua pihak sepakat untuk menambahkan executive summary yang mencakup intisari empat chapters dimaksud pada Draft JSG Report ke dalam outline draft tersebut.
Chapter I
Pada Chapter I, kedua pihak menyepakati agar draft text yang telah direvisi menghapuskan referensi pada Expert Group dan Working Group on Trade and Investment sebagai inisiator JSG sebagaimana terdapat pada paragraf pertama.
Chapter II
Pada Chapter II, kedua pihak melakukan perubahan pada judul Chapter, sub-chapter, dan penomoran. Pada subchapter Trade in Goods dilakukan perubahan terhadap beberapa angka statistik seperti struktur Gross Domestic Product (GDP) dan neraca perdagangan kedua negara. Indonesia mengusulkan penambahan paragraf dan angka yang menunjukkan komplementaritas kedua negara dalam beberapa sektor dengan menggunakan complementary index. Expert consultants juga akan menambahkan tabel baru yang menunjukkan breakdown dari 15 sub-sektor impor masing-masing negara dalam periode 2000-2010. Pihak Korea akan mengusulkan paragraf baru mengenai SPS pada Chapter 2.5.2. yang membahas Non Tariff Measures.
Chapter III
Pada Chapter III, kedua pihak meminta expert consultants untuk memperjelas tabel-tabel dalam Draft JSG Report dan memasukkan tabel baru yang memaparkan breakdown
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
42
produk sensitive track berdasarkan sub-sektor industri. Expert consultants juga akan memperbaharui nilai impor produk sensitive track kedua negara di bawah AKFTA pada tahun 2011. Kedua pihak mendiskusikan cara memperhitungkan dampak CEPA yang lebih mendetail dan sepakat bahwa Computable General Equilibrium (CGE) models harus menggunakan skenario 2 yang terdapat dalam draft sebelumnya dan partial equilibrium model harus di-review secara paralel dengan hasil CGE oleh kedua pihak dalam jangka waktu dua minggu. Chapter IV
Pada Chapter IV, kedua pihak me-review cakupan CEPA terkait trade in goods, customs procedures, dan trade facilitation, serta beberapa elemen dalam economic cooperation termasuk capacity building. Kedua pihak sepakat untuk membuat sub-chapter sendiri bagi non-tariff measures yang akan dikonsep oleh pihak Korea dan ditanggapi oleh pihak Indonesia. Korea juga akan mengkonsep teks sub-chapter Trade Rules. DELRI mengusulkan agar sektor pertanian, kehutanan dan perikanan dapat ditambahkan ke dalam cakupan economic cooperation of CEPA dengan perhatian khusus terhadap UKM melalui proyek-proyek economic cooperation.
Sub-Group II: Trade in Sub-Group II membahas mengenai hal-hal yang terkait Services and Investment dengan trade in services, investment, government procurement, dan economic cooperation and capacity building. Pihak Korea menjelaskan bahwa Korea telah melakukan streamlining terhadap draf yang telah disiapkan oleh Indonesia dengan mempersingkat kalimat yang terlalu panjang dan menghilangkan pengulangan. Pada akhir pertemuan, Sub-Group II berhasil menyepakati sebagian besar substansi Draft JSG Report dan merevisi draf tersebut menjadi lebih ringkas, seimbang, dan konsisten. Trade in Services
Terkait dengan trade in services, Indonesia memberikan masukan dalam sub-chapter Liberalization of Services in Indonesia di bawah Chapter II dan Commitments under the AKFTA: Trade in Services for Indonesia di bawah Chapter III. Masukan tersebut kemudian disepakati menjadi bagian dari draft text. Indonesia juga memberikan masukan terkait sensitivitas dalam sektor jasa, terutama yang dihasilkan oleh UKM. Kedua pihak setuju untuk mengintegrasikan masukan tersebut dalam draft, namun belum disepakati.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
43
Investment
Terkait investasi, kedua pihak berhasil menyepakati draft text yang telah dimodifikasi dengan menghilangkan pengulangan statistik dan memperingkas paragraf yang terlalu panjang.
Government Procurement
Untuk isu government procurement, kedua pihak menyepakati usulan elaborasi sistem government procurement yang diajukan pihak Korea. Indonesia mengusulkan masukan berupa paragraf baru dalam subchapter Government Procurement di bawah Chapter IV. Pihak Korea akan memberikan tanggapan terhadap masukan tersebut dan kedua pihak akan berdiskusi secara intersession.
Economic Cooperation & Capacity Building
Terkait economic cooperation dan capacity building, Indonesia mengusulkan masukan berupa paragraf baru dalam sub-chapter economic cooperation di bawah Chapter II yang mencakup antara lain: (i) pemaparan tiga pilar yang menjadi dasar Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA); (ii) pengakuan adanya perbedaan perkembangan ekonomi kedua negara; dan (iii) kemungkinan adanya losing sectors dalam kesepakatan tersebut. Kedua pemerintah diharapkan dapat menunjukkan komitmen untuk mewujudkan capacity building dengan hasil yang konkret. Usulan tersebut juga menyebutkan kesepakatan dan kerja sama ekonomi yang telah disepakati oleh kedua negara dan mengharapkan outline kerja sama ekonomi dan capacity building yang akan dilakukan turut mengimplementasikan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan melebihi (beyond) kerja sama yang telah ada antara kedua negara. DELRI juga akan segera menyampaikan masukan untuk sub-chapter Economic Cooperation and Capacity Building di bawah Chapter IV guna ditanggapi pihak Korea. Kedua pihak akan berdiskusi secara intersession.
Plenary
Kedua pihak sepakat untuk menambahkan Chapter V: Conclusion and Recommendation. Chapter tersebut akan terdiri dari general conclusion dan rekomendasi terkait basic principles of CEPA, trade in goods, trade in services, investment, economic cooperation and capacity building, other issues, dan negotiation. Pihak Korea menyampaikan bahwa mereka membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan untuk menyelesaikan prosedur internal sebelum dilakukannya peluncuran negosiasi CEPA antara Indonesia dan Korea pada saat
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
44
pertemuan East Asia Summit (EAS) pada tanggal 17 November 2011. Sehubungan dengan hal tersebut, pihak Korea meminta agar pertemuan ke- 3 dan Report JSG harus dapat diselesaikan paling lambat tanggal 21 Oktober 2011. Kedua pihak dapat menyepakati waktu untuk melanjutkan pembahasan tahap akhir pada tanggal 20-21 Oktober 2011 di Jakarta. 4. Business Mission dan Bilateral Meeting di Nigeria dan Ghana Kunjungan Business Mission dan Bilateral Meeting ke Nigeria dan Ghana berlangsung pada tanggal 24-28 September 2011. Pertemuan Bilateral dengan NIPC
Delegasi Rl melakukan pertemuan bilateral dengan Nigerian Investment Promotion Commission (NIPC) di Abuja. Maksud kunjungan ke Nigeria adalah membawa para pengusaha Indonesia untuk menjajaki peluang bisnis di Nigeria. Persetujuan investasi antara Indonesia-Nigeria adalah penting untuk dapat direalisasikan guna memberikan jaminan kepada para investor kedua negara. Wakil dari Nigerian Investment Promotion Commission (NIPC) menjelaskan mengenai NIPC, yaitu Badan Pemerintah yang didirikan untuk meningkatkan, mengoordinasi dan memonitor seluruh investasi di Nigeria. Terdapat One Stop Investment Center (OSIC) yang merupakan unit pelayanan yang memberikan kemudahan bagi pengusaha dalam berinvestasi di Nigeria. OSIC menyediakan data dan informasi mengenai ekonomi Nigeria, iklim investasi, peraturan-peraturan, dan sektorsektor industri guna membantu para investor. OSIC terdiri dari Corporate Affairs Commission (CAC), Nigerian Immigration Services (NIS), Federal Inland revenue Service (Firs), National Agency for Food and Drug Administration and Control (Nafdac), the Federal Ministry of Interior (FMI), dan lain-lain sehingga dapat menyederhanakan prosedurprosedur untuk mendapatkan persetujuan bisnis di Nigeria.
Pertemuan Bilateral dengan Menteri Keuangan
Pertemuan dengan Menteri Keuangan Nigeria dibahas mengenai kemungkinan untuk dapat melakukan SouthSouth Trade Mission. Disampaikan bahwa peranan negara berkembang sangat penting untuk perdagangan. Sampai dengan saat ini, hubungan perdagangan antara Nigeria dengan India sangat baik, begitu juga dengan hubungan antara Nigeria dan Indonesia. Indonesia seharusnya tidak lagi melakukan identifikasi masalah, karena hal tersebut
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
45
telah dilakukan pada masa-masa sebelumnya, saat ini sudah harus mulai memikirkan solusinya. Diharapkan agar komitmen dan konsistensi pemerintah Nigeria untuk mendukung investasi di Nigeria. Pihak Nigeria menawarkan palm plantation di salah satu negara bagian Afrika Barat. Pertemuan Bilateral dengan Kementerian Industri dan Perdagangan Ghana
Pemerintah Ghana membuka kesempatan bagi Indonesia untuk melakukan investasi didukung dengan kesepakatan antara pemerintah kedua negara. Dengan adanya kerja sama kedua negara diharapkan dapat meningkatkan peluang untuk memasarkan produk di pasar global. Selanjutnya pemerintah Ghana akan menyambut setiap investasi ke Ghana, karena pemerintah Indonesia dan Ghana memiliki persamaan cara pandang dengan pemerintah Indonesia dalam hal meningkatkan perdagangan. Untuk melakukan investasi di Ghana, investor harus memenuhi beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktorat Kebijakan untuk Sektor Industri Ghana. Direktorat ini bertugas untuk melakukan pengawasan kepatuhan perusahaan dalam menjalankan kebijakan pemerintah Ghana. Unit yang menangani investasi di Ghana adalah Project Management Unit (PMU) yang mengeluarkan Industrial Sector Support Program (ISSP) yang bertujuan untuk mendukung sektor lokal. Ghana memiliki Ghana Investment Promotion Centre (GIPC) yang bertujuan sebagai sarana one stop window bagi investor yang menyediakan berbagai informasi mengenai potensi investasi di Ghana.
Pertemuan Bilateral dengan Kementerian Keuangan Ghana
Kementerian Keuangan Ghana menyampaikan bahwa perdagangan global sangat mempengaruhi perubahan ekonomi yang sangat cepat, sehingga pemerintah Ghana harus selalu siap untuk menghadapi tantangan global melalui penyusunan frame work yang strategis. Pemerintah Indonesia tertarik untuk melakukan kolaborasi dengan pemerintah Ghana khususnya untuk produk coklat. Selama ini ekspor kakao Indonesia sebesar 80% diekspor dalam bentuk biji (beans) dan hanya 20% dari produksi kokoa Indonesia yang diproses menjadi produk dengan nilai tambah (value added products). Dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, merupakan peluang bagi Ghana untuk dapat memasarkan produk kakaonya ke Indonesia. Di masa depan, kolaborasi antara Indonesia dan Ghana diharapkan dapat meningkatkan ekspor produk kakao
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
46
masing-masing negara di pasar global mengingat semakin besarnya konsumsi kakao dunia yang mungkin akan melebihi kapasitas produk ke dua negara. Pertemuan Bilateral dengan Ghana Cocoa Board/COCOBOARD
Tujuan kunjungan ke Ghana Cocoa Board adalah untuk memperoleh informasi dan berbagai pengalaman mengenai produk kakao di Ghana. Sampai dengan saat ini Ghana Cocoa Board belum memberikan kredit tetapi hanya melakukan pada pendampingan kepada petani untuk menghasilkan kakao yang berkualitas. Dan tantangan yang paling signifikan yang dihadapi oleh cocoa board saat ini adalah masalah housing dan packaging. Indonesia sangat mendukung kegiatan Cocoa Day yang akan dilaksanakan di Ghana pada awal bulan Oktober 2011.
5. Bilateral Meeting dengan Pejabat Pemerintah Suriname Pertemuan Bilateral dengan pejabat pemerintah Suriname dimulai pada tanggal 27 September 2011. Kunjungan Delri tersebut bertujuan untuk mengadakan pertemuan bilateral dengan mitra kerja masing-masing guna membahas perkembangan hubungan kerja sama, khususnya di bidang ekonomi, perdagangan dan industri serta kerja sama pos dan informatika dalam rangka meningkatkan dan mempererat hubungan antara Indonesia dan Suriname. Dari seluruh rangkaian kegiatan yang diikuti dapat disimpulkan bahwa Suriname merupakan pasar yang sangat potensial dan strategis bagi Indonesia dengan alasan sebagai berikut : Latar Belakang Historis yang Sama
1) Adanya latar belakang historis dengan banyaknya komunitas masyarakat keturunan Jawa di Suriname yang memiliki sentimen rasa ke-Indonesiaan yang kuat ternyata memberikan efek positif bagi diminatinya berbagai produk dan barang-barang dari Indonesia.
Kebutuhan Suriname terhadap Indonesia
2) Dari hasil pertemuan dengan pejabat pemerintah, pengusaha, dan masyarakat Suriname terungkap bahwa mereka membutuhkan banyak hal dari Indonesia, baik itu investasi, capacity building bagi peningkatan SDM masyarakat Suriname, produk berbagai jenis komoditi dan barang-barang produksi Indonesia, serta kunjungan wisatawan asal Indonesia.
Suriname sebagai Entry Point
3) Posisi Suriname yang cukup strategis secara geografis yang berada di tengah-tengah kawasan Karibia, dan Amerika Tengah dan Selatan. Besarnya peluang dan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
47
potensi investasi yang diharapkan dari Indonesia, masih besarnya potensi sumber daya alam maupun perdagangan barang dan jasa yang belum digali dan dikelola secara profesional menjadi alasan yang cukup kuat untuk menjadikan Suriname sebagai entry point bagi Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar di kawasan Karibia dan Amerika Latin. Peluang di Sektor Retail
4) Meskipun Suriname lebih menginginkan Indonesia sebagai mitra utama dalam berbagai bidang kerja sama, namun dalam bidang perdagangan dan ekonomi, namun China dan India lebih serius dan lebih cepat dalam merespon potensi kerja sama ekonomi perdagangan dengan Suriname. Bahkan China lebih unggul dalam melakukan penetrasi pasar ke negara Suriname. Saat ini mayoritas perdagangan perusahaan retail dikuasai oleh pengusaha etnis China. Mengingat tidak mudah bagi pengusaha Indonesia untuk berkompetisi dengan pengusaha China dalam bidang retail tetapi ada banyak celah dan peluang yang terbuka apabila pengusaha Indonesia ingin menjadi pemasok bahan-bahan kebutuhan retail Suriname.
Pengembangan Sektor UKM
5) Di antara perdagangan yang paling potensial dikembangkan dengan Suriname saat ini adalah barangbarang hasil produksi UKM dan kerja sama UMKM antara kedua negara sangat potensial untuk dikembangkan.
Peluang di Sektor Industri
6) Mengingat bahwa Suriname masih mengimpor sebagian besar kebutuhan domestiknya dan berbagai hasil sumber daya alam Suriname sebagian besar dijual dalam bentuk raw material. Peluang investor dan pemerintah Indonesia untuk membangun basis industri dan memberikan bantuan capacity building, maupun technical cooperation kepada Suriname masih terbuka luas.
Pengembangan pada Non Traditional Market
7) Terdapat peluang yang besar bagi Indonesia untuk secara perlahan menunjukkan hegemoni politik dan ekonomi terhadap Suriname. Indonesia dapat memanfaatkan posisi strategis Suriname untuk meningkatkan keuntungan ekonomi dan perdagangan dengan non traditional market di wilayah kawasan Karibia dan Amerika Latin.
Kendala Peningkatan Perdagangan
8) Tidak dapat dipungkiri bahwa jarak tempuh, perbedaan waktu, perbedaan bahasa, jalur dan alat transportasi maupun kecilnya minat pengusaha Indonesia masih jadi
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
48
kendala dalam upaya meningkatkan perdagangan dengan Suriname maupun negara-negara lain di kawasan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan. Namun demikian apabila terdapat upaya yang serius dari pemerintah dan pengusaha maupun stake holder terkait berbagai kendala tersebut tidak mustahil dapat diatasi dan telah banyak alternatif solusi yang ditawarkan untuk itu. Diantaranya adalah membuka jalur penerbangan langsung dan pengiriman barang langsung melalui jalur laut ke salah satu negara Tengah dan Amerika Selatan. Dalam hal ini Suriname memiliki peluang untuk itu. 6. Pertemuan Bilateral dengan Minister for Agriculture and food, Forestry, Corrective Service of Western Australia Pertemuan dilaksanakan pada tanggal 12 September 2011 di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta. Impact of Banning Live Cattle Trade Issue
Pemerintah Australia mengakui bahwa banning terhadap live cattle telah berakibat negatif terhadap businessman Australia. Untuk itu Pemerintah Australia menyatakan penghargaan atas segala upaya Pemerintah Indonesia dalam menangani hal tersebut. Saat ini pemerintah Indonesia sedang dalam proses penyempurnaan peraturan dalam negeri termasuk yang terkait dengan standard of procedures. Bagi Indonesia, konsep sustainability merupakan konsep yang penting. Indonesia telah mengidentifikasi sistem (technology, know-how) yang dimiliki oleh beberapa abbatoirs, di mana terdapat tiga klasifikasi yaitu: fulfill the system, middle/almost, dan not fulfill the system. Untuk itu diperlukan capacity building dalam bidang teknologi.
Switch Issuance of Import Permit from the Ministry of Agriculture to the Ministry of Trade
Australia meminta informasi atas rencana pemindahan izin impor dari Kementerian Pertanian ke Kementerian Perdagangan. Pemerintah Indonesia memiliki kebijakan baru terkait izin impor, di mana izin impor daging sapi dan live cattle yang sebelumnya diatur oleh Kementerian Pertanian menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan.
Capacity Building from the Government of Western Australia for Livestock Industry in Indonesia
Pemerintah Australia Barat telah merencanakan beberapa kegiatan positif untuk membantu Indonesia terkait dengan isu hubungan perdagangan live cattle antara Indonesia dan Australia. Bantuan yang diberikan dapat berupa capacity building maupun information sharing. Sebagai langkah awal akan diadakan workshop untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam industri peternakan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
49
sehingga dapat memenuhi standar kesejahteraan hewan berdasarkan World Organisation for Animal Health. Kementerian Perdagangan telah menerima proposal workshop dimaksud dan berharap workshop tersebut dapat dilakukan juga di berbagai daerah di Indonesia terutama daerah potensial seperti Surabaya. 7. Pertemuan Bilateral dengan Minister for Primary Industry, Fisheries, and Resources Australia Pertemuan berlangsung pada tanggal 19 September 2011 di Jakarta. Tujuan kunjungan Menteri Australia adalah untuk melakukan exchange of views atas perkembangan terkini ekspor live cattle ke Indonesia, khususnya ekspor live cattle dari Northern Territory. Peningkatan Kualitas Abbatoirs
Pihak Pemerintah Australia telah melakukan kunjungan ke beberapa abbatoirs, dan telah melihat peningkatan terhadap kualitas abbatoirs. Hal tersebut diyakini karena adanya kerja sama kedua pemerintah yang memiliki good will untuk mengembalikan hubungan perdagangan. Pihak Indonesia menyatakan bahwa kedua negara harus maju dan mengembalikan trade remedies agar kembali positif, di mana kedua negara harus mampu membagi tantangan yang akan dihadapi antara lain: short term challenges dan technical challenges. Kedua negara diharapkan dapat melakukan sustainable cross border live cattle trade. Diinformasikan juga bahwa mulai bulan Januari 2012, izin impor live cattle and beef akan berpindah di Kementerian Perdagangan, namun rekomendasi tetap berada di Kementerian Pertanian.
8. Pertemuan Bilateral antara Menteri Perdagangan RI dan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang Pada tanggal 22 September 2011 di Kementerian Perdagangan, Jakarta, telah diadakan pertemuan bilateral antara Menteri Perdagangan RI dengan Menteri Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang. Terkait dengan Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Mendag menggaris bawahi 2 (dua) hal penting yang perlu mendapat perhatian dan diharapkan dapat terselesaikan secepatnya, yaitu: Perjanjian Mengenai Nurses dan Caregivers di Jepang
1) Mendag mengingatkan kembali bahwa masih terdapat permasalahan perjanjian mengenai nurses dan caregivers di Jepang yang belum terselesaikan oleh
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
50
kedua negara. Oleh karena itu Mendag mengharapkan adanya dukungan dari Jepang untuk dapat melakukan langkah-langkah konkret untuk mengatasi dan memberi kemajuan terhadap hal tersebut. Manufacturing Industry 2) Mendag berharap wujudnya MIDEC dapat lebih Development Center ditingkatkan mengingat adanya peningkatan tren (MIDEC) perdagangan Jepang di bidang elektronik dan otomotif ke Indonesia. Selain itu Mendag juga menyampaikan keinginan agar pemerintah Jepang dapat meningkatkan investasi di sektor komponen dengan memanfaatkan keberadaan MIDEC tersebut. Untuk saat ini, Menteri METI akan tetap mencari langkahlangkah untuk meningkatkan jumlah lulusan nurse dan caregiver Indonesia. Terkait isu MIDEC, Menteri METI menyatakan minatnya untuk meningkatkan investasi di Indonesia di segala sektor. Menteri METI menyatakan keyakinannya bahwa iklim investasi Indonesia saat ini semakin membaik.
Gambar 5. Mendag RI Menerima Kunjungan Menteri METI Jepang
Kasus Anti Dumping Produk Besi dan Baja dan UU Minerba
Pada pertemuan tersebut, Menteri METI menyampaikan concern Jepang dan meminta pertimbangan Mendag RI terkait kasus anti dumping produk besi dan baja dan UU Minerba. Menteri METI menyampaikan bahwa baja yang diproduksi merupakan produk khusus yang belum diproduksi di Indonesia. Menanggapi kedua hal tersebut, Mendag RI sangat memahami concern Jepang tersebut dan menyatakan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
51
bahwa kasus besi-baja sudah diserahkan kepada otoritas investigasi dan dilakukan sesuai prosedur yang ada. Pemerintah Indonesia sudah memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan di Jepang untuk memberikan tambahan informasi kepada otoritas investigasi. Mendag juga menyampaikan bahwa UU Minerba tersebut sedang dalam proses dan menyambut baik kerja sama yang ditawarkan pihak Jepang. Integrasi Wilayah Asia Timur
Terkait dengan integrasi wilayah Asia Timur, Menteri METI menyampaikan gagasan Jepang dan RRT untuk mengintegrasikan investasi dan perdagangan pada saat pertemuan East Asia Summit pada bulan November 2011. Diharapkan bahwa sebelum pertemuan ASEAN Summit akan ada pertemuan di tingkat menteri ekonomi untuk membahas mengenai usulan integrasi ekonomi tersebut. Menanggapi hal tersebut, Mendag RI menyampaikan bahwa pada saat pertemuan ASEAN Economic Ministers (AEM) di Manado telah disampaikan agar Jepang dan RRT dapat memahami keinginan untuk menjaga sentralitas ASEAN. Mendag menginformasikan bahwa saat ini ASEAN sedang bekerja keras untuk menyusun kerangka dan prinsip-prinsip comprehensive partnership dengan dialogue partners ASEAN. Diharapkan hal tersebut dapat disepakati sehingga dapat memberikan kontribusi konkret untuk peningkatan hubungan perdagangan dan investasi serta pembangunan ekonomi global yang sedang melemah.
Peran ERIA
Mendag mengucapkan terima kasih atas kontribusi Jepang di proyek Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) terkait integrasi ekonomi di kawasan Asia Timur. Selain itu Mendag juga menekankan pentingnya connectivity baik dalam ASEAN Connectivity maupun Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Food Security
Terkait isu food security, Mendag menekankan bahwa penggunaan kebijakan tersebut tidak hanya terbatas pada saat darurat namun juga untuk pasokan harga. Diusulkan agar ada peningkatan penelitian pertanian untuk beras, oleh karena itu diharapkan dukungan Jepang terkait peningkatan pendanaan yang dilakukan oleh International Rice Institute (IRI). Pihak Jepang sepakat bahwa peran ERIA semakin bertambah. Mengenai connectivity dan food safety pemerintah Jepang menginformasikan bahwa saat ini
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
52
sedang menyusun kerangka PPP dan membahas kerja sama di bidang kekayaan intelektual. E. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa 1. Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS) Sebagai bagian dari rangkaian Service Week, pada tanggal 26 September 2011, di WTO Jenewa telah dilangsungkan Sidang Committee on Trade in Financial Services (CTFS). Trade in Financial Services and Development
Untuk pembahasan isu Trade in Financial Services and Development, Ketua CTFS menyampaikan laporan hasil sidang CTFS sebelumnya (Juni 2011) di mana Sekretariat menyiapkan background notes tentang peranan perdagangan jasa keuangan terhadap pembangunan. Berbagai tanggapan disampaikan oleh delegasi negara anggota yang pada intinya menyepakati bahwa isu tersebut perlu dibahas dalam sidang-sidang selanjutnya karena relevan dengan kepentingan seluruh anggota. Mengingat besarnya dukungan dari delegasi negara anggota, diputuskan untuk menyelenggarakan suatu workshop untuk membahas kaitan isu trade in financial services and development secara lebih mendalam pada tahun 2012.
Klasifikasi Jasa Keuangan
Terkait dengan pembahasan technical issues mengenai klasifikasi jasa keuangan sebagaimana tercantum dalam dokumen annex on financial services dan services sectoral classification (dokumen W/120). Negara-negara maju cenderung tidak ingin membahas lebih lanjut isu klasifikasi mengingat klasifikasi sektor jasa keuangan saat ini telah memadai dan memberikan kepastian hukum. Namun demikian, khusus mengenai Islamic Banking, Indonesia menyampaikan pandangannya mengenai perlunya pembahasan klasifikasi jasa keuangan baru yang mencakup kegiatan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Delri berpandangan bahwa klasifikasi perbankan syariah perlu terpisah dari klasifikasi jasa perbankan biasa mengingat hal tersebut secara hukum diatur secara terpisah. Untuk itu, Delri meminta Sekretariat melakukan kajian mengenai hal tersebut.
Acceptance of the 5th of Protocol of GATS
Mengenai isu Acceptance of the 5th of protocol of GATS, dua negara anggota yang belum meratifikasinya menyampaikan belum terdapatnya perkembangan positif di negaranya masing-masing.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
53
2. Sidang Working Party on Domestic Regulation Sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan Service Week, pada tanggal 27 September 2011, di WTO Jenewa telah dilangsungkan Sidang Working Party on Domestic Regulations (WPDR)-WTO. Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu yang terkait dengan Development of Regulatory Disciplines under The GATS, sebagaimana dimandatkan oleh artikel VI.4 GATS. Berdasarkan informal notes yang dibuat oleh Ketua WPDR (dokumen RD/SERV/59), pembahasan ke depan diusulkan untuk difokuskan pada beberapa chapter dari Chair's March 2009 draft text yang selama ini dinilai kurang mendapatkan perhatian. Chapter tersebut adalah: Introduction, Technical Standards, dan Development. Selain itu, Ketua WPDR juga meminta pandangan dari negara anggota mengenai kemungkinan pembahasan disiplin Domestic Regulation secara sektoral. Komunikasi Kanada
Terkait dengan pembahasan ke depan, delegasi Kanada melalui komunikasinya (dokumen RD/SERV/60) menyampaikan "List of Potential Technical Issues for Discussion Under the WPDR GATS Article VI.4 Mandate", yang terdiri dari: technical standards; universal service; simplicity of procedures in licensing procedures (IPs) and qualification procedures (QPs); impartiality of decision making in licensing; authenticated and/or electronic copies in LPs and QPs; rejection of a licensing and/or qualification application; reasonable licensing and/or qualification application fees; verification and assessment of a qualification application; requirements for meeting deficiencies in an application. Delegasi Kanada berpandangan bahwa pembahasan teknis terhadap elemen-elemen dari draft text domestic regulations perlu terus dilakukan untuk memenuhi mandat Artikel VI.4 GATS. Melalui komunikasi tersebut, negaranegara anggota diharapkan memberikan pandangannya terhadap elemen-elemen dimaksud, khususnya dari perspektif pelaksanaannya di lapangan dan kendalakendala yang dihadapi. Delegasi Kanada lebih lanjut berpandangan bahwa pembahasan yang akan dilakukan tidak harus terkait langsung dengan kegiatan drafting text domestic regulation. Menanggapi komunikasi dari Ketua WPDR dan delegasi Kanada, hampir seluruh delegasi negara anggota yang menyampaikan intervensi sepakat untuk menggunakan
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
54
Artikel VI.4 GATS sebagai dasar pembahasan draft text lebih lanjut. Dengan demikian, walaupun terdapat pelambatan proses perundingan Doha, tidak terdapat satu delegasi pun yang berkeberatan untuk melanjutkan pembahasan draft text domestic regulation. Selain itu, delegasi negara-negara anggota juga mendukung inisiatif Ketua WPDR untuk mengangkat tiga elemen dari draft text tersebut sebagai fokus pembahasan, yaitu Introduction, Technical Standard, dan Development. Meskipun menyepakati pentingnya kelanjutan pembahasan draft text domestic regulation, mayoritas delegasi negara anggota menyampaikan concerns terhadap proposal Kanada yang mengimplikasikan pembahasan teknis elemen-elemen draft text tersebut di atas tidak perlu dikaitkan dengan draft text yang tengah dirundingkan. Tidak terdapatnya kaitan yang jelas dengan draft text ini, dikhawatirkan oleh banyak negara anggota tidak akan membawa hasil apapun. Terkait dengan usulan Ketua WPDR untuk melakukan pembahasan text domestic regulation secara sektoral, banyak negara anggota (seperti Afrika Selatan, Switzerland, Hong Kong, Australia, Kolombia) menyampaikan ketidaksetujuannya. Sebaliknya disarankan untuk tetap melakukan pembahasan dengan tujuan menciptakan disiplin domestic regulation yang akan berlaku secara horisontal. Intervensi Delri
Delri dalam intervensinya menyampaikan persetujuannya bagi dilanjutkannya pembahasan secara teknis elemenelemen yang terdapat dalam draft text mengingat terdapatnya mandat Artikel VI.4 GATS. Delri juga berpandangan mengenai pentingnya kaitan pembahasan teknis dengan draft text domestic regulation yang telah ada.
Kesepakatan Pembahasan Draft Text Domestic Regulation
Atas dasar intervensi yang disampaikan oleh delegasi negara-negara anggota, pada akhir sidang Ketua WPDR mencoba mengambil kesimpulan yang antara lain berisi kesepakatan negara anggota untuk tetap melakukan pembahasan draft text domestic regulation berdasarkan mandat Artikel VI.4 GATS. Terkait dengan hal tersebut, Ketua WPDR bermaksud mengadakan konsultasi informal dengan negara anggota untuk menyusun daftar elemenelemen dari domestic regulation draft text yang diprioritaskan untuk dibahas.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
55
3. Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR) Sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan kegiatan Service Week, pada tanggal 28 September 2011, di WTO Jenewa dilangsungkan Sidang Working Party on GATS Rules (WPGR). Agenda utama sidang adalah membahas isuisu Emergency Safeguard Measures (ESM), Government Procurement (GP), dan Subsidi. Emergency Safeguard Measures (ESM)
Mengenai isu ESM, delegasi Filipina mewakili negaranegara proponen (Brunei Darussalam. Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam) menyampaikan statement yang pada intinya meminta Sekretariat untuk segera menyelesaikan "documentation guide" mengenai ESM, yang nantinya akan berisi informasi mengenai konsep-konsep kunci ESM yang terdapat dalam berbagai komunikasi yang telah disampaikan oleh negara anggota, catatan Sekretariat dan laporan-laporan pertemuan sejak tahun 1995. Tersusunnya dokumen tersebut di atas diharapkan akan dapat membantu negara-negara anggota untuk mengidentifikasi hal-hal yang selama ini menjadi ganjalan di antara negara pendukung dan negara yang skeptis terhadap konsep ESM. Dengan begitu, jalan pemecahan akan mudah diperoleh. Menanggapi permintaan negara proponen, Sekretariat menyampaikan bahwa memang penting untuk mengkompilasi catatan-catatan atau summary dari pembahasan konsep-konsep ESM yang telah dilakukan, seperti domestic industry dan injury. Untuk itu akan disusun non-attributable documentation guide.
Government Procurement (GP)
Terkait dengan isu GP, delegasi EU menyampaikan informasi mengenai belum dapatnya menghadirkan pakar GP dalam sidang WPGR saat ini. Sedianya, pada cluster services ini akan diselenggarakan suatu dedicated session untuk membahas isu GP secara lebih mendalam.
Subsidi
Mengenai isu subsidi, pihak Sekretariat menyampaikan informasi bahwa sesuai dengan Work Programme on Exchange of Information yang telah disepakati oleh seluruh negara anggota, 44 delegasi negara anggota telah menyampaikan submisi tentang kebijakan pemberian subsidi yang diberikan kepada sektor jasa domestik. Terkait dengan hal tersebut. Sekretariat masih mengharapkan masukan dari negara-negara anggota yang belum menyampaikan.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
56
Meskipun telah dilakukan pembahasan awal mengenai way forward dari kompilasi berbagai masukan dari negara anggota pada pertemuan WPGR tanggal 22 Juni 2011 (vide brafaks sebelumnya No. BB-0403/PTRI JENEWA/VI/11), pada pertemuan kali ini tidak terdapat pembahasan yang sifatnya substantif. 4. Sidang Committee on Specific Commitments (CSC) Sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan Service Week, pada tanggal 29 September 2011 di WTO Jenewa telah dilangsungkan Sidang Committee on Specific Commitments (CSC). Agenda utama Sidang CSC adalah: Presentasi Sekretariat WTO mengenai Recent Work on Classifications Related to Trade in Services oleh Sekretariat, Informal Note Sekretariat WTO tentang isu klasifikasi Audiovisual Services, Scheduling Issues terkait Economic Need Test, Informal note Sekretariat WTO tentang isu klasifikasi Environmental Services, Scheduling issues terkait Economic Need Test. Klasifikasi Sektor dan Sub Sektor Jasa
Terkait dengan agenda presentasi mengenai Recent Work on Classifications Related to Trade in Services, Sekretariat WTO memaparkan wacana terkait klasifikasi sektor dan sub sektor jasa yang dikenal dengan nama Extended Balance of Payments Services Classication (EBOPS) 2010. Klasifikasi baru tersebut diharapkan dapat melengkapi klasifikasi yang telah dikenal selama ini yaitu W/120 dan Central Product Classification (CPC) versi 2. EBOPS 2010 lahir untuk mengantisipasi dua isu baru bidang jasa yang terkait dengan outsourcing dan electronic commerce. Terhadap paparan dimaksud, tanggapan yang disampaikan oleh delegasi negara anggota cukup beragam/berbeda. Sebagian delegasi menyambut baik EBOPS 2010 mengingat Services Classification List (W/120) kurang dapat mencerminkan realita bisnis saat ini. Sedangkan klasifikasi yang terdapat pada CPC versi 2 dinilai tidak banyak membantu dalam mengklasifikasi cakupan sektor yang dikomitmenkan. Delegasi India menyampaikan bahwa klasifikasi baru tersebut mencakup bisnis baru seperti call center dan outsourcing, sementara CPC tidak mengenal bisnis baru tersebut. Sebagian delegasi negara anggota lainnya berpendapat untuk tetap mempergunakan klasifikasi lama mengingat dokumen W/120 dan CPC sudah banyak dipahami.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
57
Sementara itu, Sekretariat WTO menyampaikan bahwa GATS tidak mewajibkan negara anggota untuk memakai sistem klasifikasi tertentu. Yang penting adalah negara anggota dapat menjelaskan sektor-sektor yang akan dikomitmenkan secara jelas dan mudah dipahami. Terkait dengan EBOPS 2010, Sekretariat WTO pada saat ini hanya meminta negara anggota untuk melakukan penelaahan secara komprehensif dan pada saatnya menyampaikan tanggapannya. Audiovisual Services
Terkait dengan agenda Informal note Sekretariat WTO tentang isu klasifikasi Audiovisual Services, sidang membahas keterkaitan antara kemajuan teknologi dan informasi serta dampaknya pada klasifikasi sektor jasa audiovisual. Sekretariat WTO memunculkan topik bahasan yang tercakup dalam 3 (tiga) sub sektor jasa yaitu: motion pictures, television and radio, sound recording. Topik bahasan dimaksud berkaitan dengan klasifikasi "digital content" di mana menurut sebagian delegasi prinsip GATT dapat diterapkan pada digital content yang didistribusikan melalui internet.
Environmental Services
Terkait dengan agenda Informal note Sekretariat WTO tentang isu klasifikasi Environmental Services, Sekretariat WTO menyampaikan tinjauan atas isu klasifikasi yang relevan terhadap sektor lingkungan. Beberapa isu yang dibahas adalah mengenai Environmental services in W/120 and CPC Provisional, proposal klasifikasi yang diusulkan oleh negara anggota, saling ketergantungan antara environmental good and services, tantangan perubahan iklim dan jasa yang dikaitkan dengan teknologi lingkungan.
Economic Need Test
Mengenai Scheduling issues terkait Economic Need Test (ENT), banyak delegasi berpandangan bahwa isu ENTs perlu dibahas secara seksama mengingat tidak transparannya kriteria yang akan digunakan oleh negaranegara anggota untuk melaksanakannya. Selama ini, di dalam Schedule of Specific Commitment (SOC) beberapa negara anggota yang mencantumkan ENTs, tidak memberikan penjelasan bagaimana konsep tersebut akan dilaksanakan dan kriterianya. Terkait dengan isu ini, pembahasan yang dilakukan oleh delegasi negara anggota menunjukkan kurang transparansinya pelaksanaan ENTs pada Mode 4 (movement of natural person). Delegasi negara-negara anggota juga dapat menyepakati mengenai perlunya pencantuman tujuan, elemen, dan kriteria dari ENTs di
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
58
dalam SOC, sehingga diharapkan dapat sesuai dengan Scheduling Guideline yang telah disepakati oleh seluruh negara anggota. Computer Related Services (CRS) dan Telecommunication Services
Di luar pelaksanaan sidang formal CSC di atas, Delri juga telah berpartisipasi dalam pertemuan konsultasi informal terbatas yang secara khusus membahas mengenai klasifikasi Computer Related Services (CRS) dan Telecommunication Services. Maksud pertemuan adalah untuk memperdalam pemahaman para delegasi negara anggota terhadap permasalahan klasifikasi pada kedua sektor jasa tersebut sebagai akibat perkembangan teknologi informasi. Mengenai CRS dan Telekomunikasi, perdebatan masih terfokus pada pertanyaan apakah pengklasifikasian suatu sektor atau sub-sektor jasa akan berubah seiring dengan teknologi informasi dan komunikasi. Beberapa delegasi ingin melihat bahwa pengklasifikasian akan sangat bergantung dengan teknologi informasi (terkait dengan CRS) di mana suatu sektor jasa akan dipasok kepada konsumen. Beberapa delegasi lain berpandangan bahwa, pengklasifikasian harus tetap mengacu pada nature of services. Sampai akhir pertemuan, disimpulkan belum terdapat kesepahaman dari delegasi negara anggota mengenai hal tersebut dan pembahasan yang lebih teknis diharapkan akan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
5. Sidang Council for Trade in Services (CTS) Sebagai bagian dari rangkaian penyelenggaraan kegiatan Services Week, pada tanggal 30 September 2011 di WTO Jenewa telah dilangsungkan Sidang Council For Trade in Services Agenda utama sidang adalah membahas isu-isu Notifications Pursuant to Articles III: 3 (Komunikasi dari Swiss S/C/N/596-597) dan Notifications Pursuant to Articles V:7 yang terdiri dari: Komunikasi EU dan Korea (S/C/N/594), Komunikasi dari Guatemala dan China Taipei (S/C/N/595), Komunikasi dari Peru dan Korea Selatan (S/C/N/598), Komunikasi dari India dan Malaysia (S/C/N/599), Komunikasi dari Kolombia, Liechtenstein, dan Swiss (S/C/N/600), Komunikasi dari India dan Jepang (S/C/N/601) of the GATS: Sectoral and Modal Discussion; International Mobile Roaming; Work Programme on Electronic Commerce dan Other Business. Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
59
Isu Notifications Pursuant to Articles III: 3 pada dasarnya merupakan pemenuhan kewajiban dari setiap negara anggota untuk menyampaikan informasi mengenai kebijakan domestiknya yang mempengaruhi perdagangan jasa. Adapun Article V:7 GATS, terkait dengan pemenuhan kewajiban menyampaikan informasi mengenai mulai berlakunya suatu perjanjian regional atau bilateral yang dapat mempengaruhi perdagangan jasa. Pada mata agenda ini tidak terdapat tanggapan dari delegasi negara anggota. Sectoral and Modal Discussion
Mengenai isu Sectoral and Modal Discussion, Delegasi Swiss menyampaikan suatu komunikasi (Dokumen S/C/W/340) yang berisi mengenai pentingnya kontribusi Small and Medium-Scale Enterprises (SMEs) terhadap perekonomian nasionalnya, khususnya terhadap perdagangan sektor jasa. Dalam komunikasinya tersebut, delegasi Swiss menyampaikan 12 sektor jasa yang menyerap jasa tenaga kerja terbesar, antara lain: jasa distribusi, jasa kesehatan, jasa profesional, jasa keuangan, jasa pendidikan, jasa komunikasi, dan informasi.
Peran UKM
Tercapai kesepakatan di antara delegasi negara anggota mengenai peran SMEs dalam perdagangan sektor jasa domestik. Beberapa delegasi negara anggota, seperti Turkey, New Zealand, Hong Kong-China, US, Australia juga telah memberikan pengalamannya terkait dengan peran SMEs dalam perdagangan jasa domestiknya, khususnya dari perspektif regulatory framework. Karena dinilai penting, agenda pembahasan mengenai peran SMEs dalam perdagangan jasa diminta untuk tetap dipertahankan dalam sidang CTS berikutnya. Dalam kesempatan tersebut, Delri menyampaikan dukungannya terhadap kelanjutan pembahasan isu tersebut di dalam CTS. Meskipun belum terlalu detail, Delri menyampaikan pernyataan mengenai peran besar SMEs terhadap perekonomian nasional Indonesia. Mengenai isu International Mobile Roaming (IMR) dan sesuai dengan kesepakatan di antara negara anggota, telah diadakan presentasi oleh wakil dari International Telecommunication Union (ITU) mengenai pembahasan IMR secara teknis yang dilakukan di ITU, Pada intinya presentasi dari ITU tersebut melengkapi paper yang telah disampaikan oleh Sekretariat melalui dokumen S/C/W/337.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
60
Secara umum terdapat kesepakatan di antara negara anggota bahwa tarif IMR yang dikenakan oleh para provider saat ini terlalu tinggi dan tidak mencerminkan kenyataan. Namun demikian, belum terdapat kesepakatan di antara negara - negara anggota mengenai penggunaan GATS untuk mengefisienkan biaya IMR yang dinilai terlampau besar. Work Programme ECommerce
Sebagaimana telah dijanjikan pada sidang CTS bulan Juni 2011, delegasi AS menyampaikan komunikasi mengenai Work Programme E-Commerce yang pada intinya mencoba mendorong lajunya pembahasan E-Commerce di WTO. Delegasi negara-negara anggota diminta untuk menciptakan dorongan pembahasan E-commerce melalui formulasi kebijakan yang mendorong inovasi dalam aplikasi "mobile and cloud computing".
Komunikasi Uni Eropa dan Amerika Serikat
Sementara itu delegasi Uni Eropa dan delegasi Amerika Serikat menyampaikan komunikasi bersamanya yang pada intinya berisi 10 prinsip yang perlu diperhatikan untuk mendorong pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dan jasa yang terkait dalam rangka mendorong pengembangan perdagangan elektronik. Prinsip-prinsip tersebut antara lain terkait dengan transparansi; arus informasi lintas batas; infrastruktur lokal; kepemilikan asing; penggunaan spektrum; kewenangan pengaturan; izin dan otorisasi; interkoneksi; dan kerja sama internasional. Tidak banyak tanggapan yang diberikan oleh delegasi negara-negara anggota terhadap kedua komunikasi tersebut mengingat komunikasi dimaksud masih dipelajari secara mendalam oleh capital masing-masing. Namun demikian, tanggapan awal banyak diberikan oleh delegasi negara anggota terhadap 10 prinsip, khususnya prinsip yang membatasi peran pemerintah terhadap arus informasi lintas batas. Hal tersebut dinilai bersinggungan dengan kedaulatan suatu negara untuk mengatur arus informasi untuk kepentingan publik.
6. Pertemuan Bilateral dalam Kerangka Sidang Services Week -WTO Dalam rangka Services Week yang berlangsung di Jenewa tanggal 26-30 September 2011, Delri telah melakukan pertemuan bilateral dengan delegasi Swiss dan Jepang. Pertemuan Bilateral Indonesia -Swiss
Delri dan delegasi Swiss membahas persiapan perundingan Indonesian – EFTA Comprehensive Economic Partnership
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
61
Agreement (IE-CEPA) ke-3 yang akan diselenggarakan di Bali pada tanggal 1 -4 November 2011. Delegasi Swiss menyampaikan bahwa mereka menyadari pentingnya mengakomodir kepentingan Indonesia terkait dengan Mode A. Namun demikian, pada saat ini belum banyak yang dapat disampaikan mengingat hal tersebut masih dilakukan pembicaraan dengan negara anggota EFTA. Terkait hal tersebut, Delri menyampaikan harapannya agar permintaan Indonesia pada Mode 4 dapat dipertimbangkan secara serius pada perundingan ke-3 di Bali. Delri selanjutnya menyampaikan kesulitan untuk dapat memenuhi proposal EFTA tentang draft text Chapter Trade in Services, khususnya menyangkut Annex on Financial Services, telekomunikasi karena sangat berbeda dengan GATS. Dalam proposal tersebut, EFTA banyak memasukkan ketentuan-ketentuan dalam Understanding Commitments in Financial Services. Dalam kesempatan tersebut, Indonesia menanggapi proposal Delegasi Swiss tentang Annex on Tourism and Travel Services di mana beberapa isinya bertentangan dengan peraturan yang ada di Indonesia, khususnya menyangkut keimigrasian. Sehubungan hal tersebut, Delri meminta agar EFTA dapat menyampaikan revisi terhadap annex tersebut. Delri meminta terdapatnya usulan konkret mengenai cooperation yang diusulkan untuk meningkatkan daya saing mode 4 (movement of natural persons) Indonesia di pasar EFTA. Pertemuan Bilateral Indonesia-Jepang
Delegasi Jepang menginginkan pertemuan bilateral untuk membahas hasil perundingan Indonesia-Jepang EPA, khususnya menyangkut isu perbankan dan telekomunikasi. Secara umum disampaikan bahwa Jepang menyampaikan keprihatinannya terhadap dua wacana yang akan mempengaruhi pengusaha Jepang yang berbisnis di Indonesia, yaitu mengenai rencana akan dikeluarkannya Keputusan Bank Indonesia tentang Penurunan Penyertaan Modal Asing sektor perbankan dari 90 % menjadi kurang dari 50 % serta perubahan status dari Kantor Cabang menjadi Subsidiary. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian ganda pada pengusaha Jepang, karena harus melepas saham-sahamnya, mengurangi kontrol dan merubah status usahanya.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
62
Pihak Jepang meminta pihak Indonesia dapat memperhatikan keprihatinan ini karena dinilai akan membatasi akses Indonesia untuk dana-dana investasi. Jika ketentuan ini diterapkan, maka bukan saja akan bertentangan dengan WTO namun juga perjanjian IJ-EPA itu sendiri. Telekomunikasi
Di bidang telekomunikasi, delegasi Jepang menyatakan bahwa ketentuan yang memberikan preferensi kepada investor dalam negeri atau Foreign Direct Investment dalam tender dengan menunjukkan penggunaan local content sebesar 30 %, dikhawatirkan akan mengurangi minat pengusaha Jepang untuk berinvestasi di Indonesia.
Nurse/caregivers
Dalam kesempatan tersebut, Indonesia meminta pihak Jepang untuk mencari solusi/memberikan kemudahan bagi masuknya tenaga kerja perawat dalam kerangka IJ-EPA. Permintaan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa dari kuota sebesar 1.000 tenaga perawat yang dijanjikan, hanya 19 orang perawat dari kuota 1.000 orang yang lulus. Hal ini menunjukan terdapatnya kendala teknis yang tidak menguntungkan Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, Delri meminta agar Jepang menaruh perhatian terhadap hal ini.
7. Pertemuan ASEAN Coordinating Committee on Services ke-66 Pertemuan CCS ke-66 diselenggarakan pada tanggal 26-29 September 2011 di Singapura dan dihadiri oleh perwakilan dari seluruh ASEAN Member States (AMS) serta Sekretariat ASEAN. Offers for the 8th AFAS Package
Pada pertemuan ini, AMS memberikan tanggapan atas revised offers ASEAN Framework Agreement of Services (AFAS) Paket 8 yang disampaikan oleh Myanmar, dan final offers AFAS Paket 8 yang disampaikan oleh Thailand. Mengenai AFAS Paket 8 Myanmar, AMS menyampaikan bahwa domestic regulation yang tidak membedakan antara penyedia jasa asing dengan penyedia jasa domestik tidak perlu dicantumkan pada schedule Horizontal Commitments; Indonesia juga menyampaikan bahwa Myanmar masih mencantumkan limitasi pada kolom Market Access Horizontal Commitments, yaitu mengenai minimum paidup capital, dan Indonesia menjelaskan bahwa sebagaimana hasil ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-42 tahun 2010 di Da Nang, Vietnam, minimum paid-up capital tidak
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
63
dianggap sebagai limitasi apabila dicantumkan pada kolom National Treatment dan bukan pada kolom Market Access. Thailand menggunakan CPC version 1.1 classifications pada beberapa subsektor di AFAS Paket 8. Pertemuan kembali menegaskan AMS untuk dapat menyampaikan revised offers AFAS Paket 8 untuk dilakukan assessment oleh Sekretariat ASEAN pada bulan November 2011. Selanjutnya pertemuan meminta AMS untuk dapat melakukan cross-verify assessment atas offers AFAS Paket 8 masing-masing AMS, dan apabila ditemukan kesalahan dalam hasil assessment dapat menyampaikannya kepada Sekretariat ASEAN. Achievement of the AFAS 2015 Targets
Sebagaimana hasil ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-43 pada bulan Agustus 2011 di Manado, AMS dimandatkan untuk membahas mengenai individual assessment dan action plans dalam upaya mencapai target AFAS 2015 termasuk format report kepada AEM. CCS menugaskan Sekretariat ASEAN untuk menyiapkan draft template format report kepada AEM, dan agar disampaikan kepada AMS pada tanggal 15 Oktober 2011. AMS diminta untuk menyampaikan individual country report kepada Sekretariat ASEAN pada tanggal 1 Desember 2011 dan selanjutnya akan dibahas pada pertemuan CCS ke-68 tahun 2012.
Unbound due to lack of Technical Feasibility
Pada kesempatan ini, Indonesia menyampaikan discussion paper mengenai kriteria penggunaan unbound di Mode 1 paket AFAS. Adapun tujuan discussion paper ini untuk mencapai kesamaan pandang mengenai isu unbound, serta diharapkan dapat menjadi acuan bagi AMS dalam melakukan schedule pada paket-paket AFAS berikutnya. CCS mengapresiasi upaya yang telah dilakukan Indonesia ini. AMS dapat melakukan konsultasi domestik dengan para stakeholdernya mengenai discussion paper unbound ini. Pembahasan mengenai unbound ini akan dilanjutkan pada pertemuan CCS mendatang.
ASEAN Agreement on Movement of Natural Persons (MNP) and the Parameter to Liberalise Mode 4
Pertemuan membahas paper Malaysia mengenai elemenelemen dari ASEAN Movement of Natural Persons (MNP) Agreement. Pada paper tersebut disampaikan kategori natural persons yang perlu dimasukkan ke dalam ASEAN MNP Agreement serta kategori yang perlu dikeluarkan dari ASEAN MNP Agreement.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
64
Adapun kategori natural persons yang dimasukkan ke dalam MNP Agrement adalah business visitors yang terdiri dari goods seller, services seller, serta investor, kemudian independent professionals, contractual services supplier (CSS), installers and servicers, intra-corporate transferees (ICT) yang terdiri dari senior managers, executives, board of directors dan specialist, dan kategori terakhir yaitu spouses and dependants. Sedangkan kategori yang dikeluarkan dari ASEAN MNP Agreement yaitu labourers, unskilled worksers, natural persons seeking permanent employment, serta natural persons seeking to gain temporary entry without an employment contract. Indonesia meminta klarifikasi Malaysia mengenai definisi dari kategori natural persons tersebut diantaranya goods seller, services seller, installer and servicers, serta specialist. Malaysia mengusulkan agar terdapat common definitions mengenai kategori masing-masing natural persons di ASEAN. Terkait dengan usulan Malaysia tersebut, Indonesia berpandangan bahwa tidak diperlukan common definitions di ASEAN, dan sebaiknya AMS diberikan hak untuk memiliki definisinya masing-masing. Laos mengusulkan agar definisi-definisi tentang kategori natural persons dapat ditempatkan pada Annex, namun Indonesia mengusulkan agar definisi-definisi tetap berada di main body dari ASEAN MNP Agrement. Beberapa AMS, termasuk Indonesia keberatan dengan dimasukkannya kategori independent professionals dan spouses and dependants ke dalam ASEAN MNP Agreement. Di dalam paper Malaysia terdapat usulan apabila seorang natural person mengajukan aplikasi untuk masuk ke salah satu AMS, namun aplikasi tersebut ditolak, maka AMS perlu menjelaskan alasan penolakannya. Indonesia kemudian memberikan tanggapan, bahwa jika penolakan tersebut disebabkan pengisian formulir aplikasi yang belum lengkap atau benar, maka AMS dapat menjelaskannya, namun apabila penolakan tersebut terkait dengan visa, maka Indonesia menyampaikan bahwa tidak ada kewajiban bagi AMS untuk memberikan penjelasan, karena visa merupakan hak suatu negara.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
65
Pertemuan CCS kembali membahas article-article pada Draft ASEAN MNP Agrement yang telah disiapkan oleh Sekretariat ASEAN. Temporary Entry pada Draft ASEAN MNP Agreemen
Mengenai isu temporary entry pada draft ASEAN MNP Agreement, Indonesia menegaskan bahwa peraturan imigrasi di dalam negeri tidak menggunakan istilah tersebut, namun yang digunakan adalah temporary stay. Namun sebagaimana kesepakatan AANZ-FTA, terdapat article mengenai isu temporary entry. Untuk itu perlu dilakukan klarfikasi lebih lanjut kepada Ditjen Imigrasi mengenai isu temporary entry ini;
Permanent Residence
Kemudian mengenai isu permanent residence sebagaimana tercantum pada draft MNP Agreement, Indonesia menegaskan bahwa peraturan imigrasi yang berlaku di Indonesia tidak mengenal istilah permanent residence, dan hanya mengenal citizenship. Namun pada perjanjian ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA), terdapat article mengenai permanent residence. Sehingga perlu dilakukan klarifikasi kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengenai maksud dari permanent residence di ACIA.
Progressive Liberalisation
Mengenai article progressive liberalisation, Indonesia memberikan tanggapan bahwa ASEAN MNP Agreement ini hanya bertujuan sebagai fasilitasi bagi pergerakan natural persons di ASEAN, bukan untuk liberalisasi natural persons. Indonesia mengemukakan pandangannya mengenai liberalisasi mode 4, di mana pada perundingan di WTO pun liberalisasi mode 4 dilakukan sesuai dengan kemampuan negara yang bersangkutan, dan tidak ada kewajiban bagi suatu negara untuk melakukan liberalisasi di Mode 4. Indonesia mempertanyakan mengapa untuk di ASEAN harus meliberalisasikan mode 4 di luar kemampuan dalam negeri masing-masing negara anggotanya. Malaysia menyampaikan bahwa sebagaimana AEC Blueprint seharusnya AMS memiliki ambisi untuk meliberalisasi mode 4, sehingga perundingan akan menghasilkan sesuatu yang meaningfull. Menanggapi pernyataan Malaysia tersebut, Indonesia menyampaikan bahwa MNP Agreement hanya memfasilitasi pergerakan movement of natural persons dan bukan untuk meliberalisasikan mode 4, sebagaimana dimandatkan oleh AEC Blueprint pada poin A.5 free flow of skilled labour.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
66
Transparency
Pada article tentang transparency, Indonesia berpandangan bahwa tidak ada kewajiban bagi AMS untuk melakukan notifikasi kepada AMS lainnya mengenai immigration formalities, karena informasi mengenai hal tersebut sudah tersedia di masing-masing website imigrasi AMS. Terdapat article baru pada Draft MNP Agreement yaitu pembentukan joint committee. Pembentukan joint committee mengacu kepada elements paper MNP Agreement Malaysia dimana menyebutkan perlu adanya dedicated body/committee yang berfungsi melakukan memonitor implementasi MNP Agreement. Draft ASEAN MNP Agreement terbaru telah disampaikan oleh Sekretariat ASEAN kepada AMS untuk mendapatkan tanggapan, dan diharapkan tanggapan tersebut dapat disampaikan kepada Sekretariat ASEAN sebelum tanggal 30 Oktober 2011.
Enhancing Sectoral Integration and Review of the AFAS
Pertemuan membahas 2 (dua) discussion paper Sekretariat ASEAN mengenai facilitation and cooperation measures serta tentang enhancing sectoral integration and review of the AFAS. Terdapat berbagai macam bentuk kerja sama yang perlu dipelajari lebih lanjut oleh CCS dalam rangka mengembangkan bidang jasa di ASEAN yaitu development of integration initiatives at sectoral level, promotion of investment in the services sectors, dialogue with stakeholders, outreach and promotion activities of services policies, develop competitive small-and-mediumenterprises (SMEs) in the services sectors, statistics of international trade in services (SITS), Develop ASEAN’s post-2015 trade in services policy, dan proposal baru mengenai Services Trade Restrictiveness Index (STRI). Terkait dengan isu possible enhancement of the AFAS, beberapa AMS menyampaikan bahwa belum mendapatkan deskripsi yang jelas apa yang dimaksud dengan enhancement of the AFAS ini, sehingga isu tentang enhancement of the AFAS akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan CCS berikutnya.
Private sector engagement
Terdapat usulan dari CCS, kemungkinan diundangnya sektor lain dalam rangka private sector engagement ini, dan AMS diharapkan dapat mengidentifikasi sektor apa yang akan diundang. Singapura mendukung adanya dialog dengan private sector, namun tidak perlu dilakukan secara reguler dan mengusulkan agar dilaksanakan pada event tertentu saja, misalkan dalam rangka 15 years of AFAS.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
67
Hasil Pertemuan Business Services Sectoral Working Group (BSSWG)
Pertemuan mencatat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pada Mutual Recognition Arrangement (MRAs) di bawah sektor Business Services. Khususnya perkembangan pertemuan di sektor akuntansi dan land surveying. Pertemuan juga mencatat kemajuan dari pelaksanaan program Professional Exchange di sektor arsitek dan engineer. Lebih jauh, pertemuan meminta kelompok kerja bidang akuntansi dan land surveying dapat melakukan diskusi terkait dengan graduate exchange programme di kedua bidang tersebut dalam pertemuan berikutnya. Dalam pertemuan juga disampaikan bahwa telah dilaksanakan dua kali public-private networking session yaitu oleh ASEAN Chartered Professional Engineers Coordinating Committee (ACPECC) pada tanggal 26 September 2011 selama setengah hari, serta ASEAN Architect Council (ACC) yang telah melaksanakan ASEAN Architect Congress di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 30 Juni – 3 Juli 2011, bersamaan dengan penyelenggaraan Kuala Lumpur Architect Festival 2011. Terkait dengan project proposal for the Research and Publication of Core Competencies, Domestic Regulations and Best Practices in Business Services (Engineering, Architectural, Accountancy, Surveying Services) yang saat ini sedang dalam proses review oleh ASEAN-Australia Development Cooperation Programme (AADCP) untuk mendapatkan persetujuan, pertemuan meminta AMS untuk dapat memberikan masukan dalam waktu tidak lebih dari dua minggu setelah pertemuan CCS ke-66 sebagai bahan diskusi dalam pertemuan kelompok ahli terkait project proposal dimaksud.
Hasil Pertemuan Logistic and Transport Services Sectoral Working Group
Pertemuan sepakat meminta AMS yang belum menyerahkan daftar identifikasi Impediment dan Domestic Rules and Regulations sektor logistik karena masih melakukan proses konsultasi dan koordinasi internal untuk dapat menyampaikan hal-hal tersebut di atas sebelum tanggal 31 Oktober 2011. Mengenai webpage ASEAN Logistics services, pertemuan sepakat dengan saran dari Singapura agar List of Domestics Rules and Regulations related to the Logistics Services di laman webpage tersebut di-breakdown berdasarkan negara guna memberikan kemudahan bagi para pengakses.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
68
Terkait dengan definisi ASEAN mengenai courier services/express delivery services (EDS), pertemuan sepakat bahwa kompilasi dari definisi tersebut adalah untuk tujuan transparansi. Mengingat hal tersebut di atas, pertemuan sepakat apabila AMS tidak mempunyai definisi dari EDS, maka AMS dimaksud dapat menyatakan bahwa dirinya tidak mempunyai definisi dari EDS. Pertemuan juga sepakat bahwa tujuan kompilasi kualifikasi profesi di bawah sektor logistik adalah untuk transparansi dalam rangka memfasilitasi kemungkinan pelaksanaan MRA, dan tidak dilakukan untuk tujuan memfasilitasi MNP. Dalam pertemuan, Sekretariat ASEAN menginformasikan kepada AMS mengenai rencana untuk melebur tiga proposal proyek di bawah sektor logistik yang diajukan Indonesia, Filipina, dan Malaysia menjadi sebuah proyek yang lebih besar dan komprehensif dengan pelaksanaan secara bertahap. Pertemuan juga sepakat memilih Indonesia menjadi ketua di pertemuan sektor logistik menggantikan Malaysia untuk periode 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2013. Mutual Recognition Arrangements on Engineering
Pertemuan mencatat 8 (delapan) AMS telah menyampaikan notifikasi kepada ASEAN Secretariat (ASEC) dan 8 (delapan) AMS telah menyampaikan Monitoring Committee (MC) kedelapan negara tersebut (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Myanmar). Pertemuan juga mencatat 6 (enam) AMS telah menyampaikan assessment, yaitu: Indonesia, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Disampaikan pula perkembangan terkini jumlah dari ASEAN Chartered Professional Engineers (ACPEs) telah mencapai 425 orang yang berasal dari beberapa AMS, yaitu: Indonesia sebanyak 97 orang, Malaysia sebanyak 146 orang, Singapura sebanyak 173 orang, serta Vietnam sebanyak 9 orang. Pertemuan juga telah melaksanakan public-private networking session pada tanggal 26 September 2011 selama setengah hari, dan sepakat bahwa ke depan pertemuan serupa akan diadakan setiap satu kali dalam setahun. Dalam pertemuan selama setengah hari tersebut, program Professional Engineer Exchange Programme (PEEP) yang merupakan inisiatif ACPECC mendapat dukungan untuk
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
69
dilaksanakan. Malaysia juga menyampaikan telah mendapat kerja sama dengan beberapa perusahaan yang siap membantu terlaksananya program tersebut dan informasi mengenai perusahaan dimaksud akan segera disampaikan melalui ACPECC. Mutual Recognition Arrangements on Architectural Services
Pertemuan mencatat bahwa 7 (tujuh) AMS telah menyampaikan notifikasi dan assesment kepada Sekretariat, yaitu: Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Enam AMS telah menyampaikan nama dari Monitoring Committee, yaitu: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Pertemuan juga mencatat bahwa saat ini telah ada 64 orang ASEAN Architect yang terdaftar, 32 orang berasal dari Indonesia, 19 orang dari Malaysia, dan 13 orang dari Singapura. Sekretariat Asean Architect Council (AAC) juga menyampaikan perkembangan mengenai Graduate Internship Exchange Program (GIEP) di mana telah ada 13 orang dari Thailand yang mendaftarkan dirinya untuk mengikuti program dimaksud. Dari 13 orang peserta, bahasa Inggris merupakan masalah utama yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan program, oleh karenanya disarankan agar perusahaan yang menjadi tempat magang peserta GIEP dapat lebih fokus melihat kemampuan para peserta tanpa mengesampingkan kemampuan berbahasa para peserta tersebut.
Mutual Recognition Arrangements on Accountancy
Pertemuan mencatat bahwa masih terdapat perbedaan dalam hal perkembangan profesi akuntan di masingmasing AMS. Oleh karena itu pelaksanaan MRA bagi seluruh AMS dalam waktu yang bersamaan dianggap belum dapat dilakukan. Pertemuan juga berpandangan bahwa masih diperlukan waktu untuk mempelajari mekanisme lisensi dan recognition profesi akuntan dari banyak AMS. Berangkat dari fakta tersebut, pertemuan setuju bahwa sebaiknya proses implementasi MRA dilaksanakan secara bilateral di antara AMS.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
70
Dalam rangka mencapai target implementasi MRA sesuai dengan mandat dari cetak biru Komunitas Ekonomi ASEAN, pertemuan sepakat membuat langkah-langkah implementasi MRA on Accountancy sebagai berikut: 1) Langkah 1: mengidentifikasi semua persyaratan yang diperlukan untuk menjadi akuntan profesional serta melaksanakan praktik akuntan publik di masing-masing AMS; 2) Langkah 2: recognition yang akan dilakukan dalam MRA on Accountancy dibatasi hanya untuk persyaratan melakukan praktik akuntansi publik; 3) Langkah 3: mengidentifikasi perbedaan-perbedaan persyaratan yang diperlukan untuk melakukan praktik akuntan publik dari seluruh AMS; 4) Langkah 4: memfokuskan proses implementasi secara bertahap dimulai dari hal-hal yang memiliki kesamaan sehingga memungkinkan AMS untuk dapat memulai proses negosiasi MRA on Accountancy dan/atau bookkeeping secara bilateral. Sebagai langkah awal, pertemuan setuju untuk saling bertukar informasi mengenai persyaratan yang relevan di masing-masing AMS untuk profesi akuntan. Batas waktu untuk menyampaikan informasi dimaksud kepada Sekretariat ASEAN sesuai kesepakatan adalah sampai dengan akhir bulan Oktober 2011. Mutual Recognition Arrangements on Land Surveying
Pertemuan mendiskusikan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mempercepat implementasi MRA, dan setuju untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Melakukan kompilasi dari peraturan dari setiap AMS untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatanhambatan yang ada dalam proses implementasi; 2) Mendukung adanya pertemuan di antara instansi yang berwenang untuk melakukan assesment terhadap proses implementasi MRA on Land Surveying, dan melihat batasan-batasan yang akan timbul dalam pelaksanaan jasa surveying di kawasan ASEAN; 3) Merekomendasikan agar pertemuan kelompok kerja dalam bidang land surveying dilakukan dua kali setahun secara back to back dengan pertemuan CCS, serta penjajakan kemungkinan melakukan pertemuan dengan private sector.
Technical Assistance
Pertemuan membahas mengenai perkembangan dari berbagai kegiatan technical assistance dan kerja sama serta project proposal yang perlu dikembangkan dan diimplementasikan pada tahun 2012. Adapun kegiatan ini
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
71
merupakan bantuan dari ASEAN-Australia Development Cooperation Programme (AADCP). Services Diagnostic Needs Assessment Study
Sekretariat ASEAN telah menyampaikan kepada AMS first draft report mengenai Services Diagnostic Needs Assessment Study pada tanggal 22 Agustus 2011 untuk mendapatkan masukan/tanggapan AMS. Namun sampai dengan berlangsungnya pertemuan CCS 66 ini, mayoritas AMS belum memberikan masukan/tanggapan atas first draft report tersebut.
Improving Scheduling Commitments of the AFAS
Telah ditentukan 1 (satu) konsultan yang akan menjalankan project ini yaitu Frontier Economics. Namun mengingat bujet yang disampaikan konsultan tersebut melebihi bujet yang disediakan oleh AADCP. Project ini akan dilaksanakan setelah kontrak ditandatangani.
15 Years of AFAS
Sehubungan dengan keterbatasan proposal budget dan scope dari kegiatan ini, maka proses negosiasi dengan Asian Development Bank (ADB) masih terus dilaksanakan, dan World Bank secara informal telah menyampaikan minatnya untuk melakukan studi yang sama di bawah kerangka ASEAN Secretariat World Bank-ADCP Project on AEC Monitoring & Evaluation.
Handbook for Engineers, Architectures, Surveyors and Accountants in ASEAN
CCS menugaskan Business Services Sectoral Working Group (BSSWG) untuk mengkompilasi proses perizinan dan pendaftaran untuk sektor engineering, architectural, surveying, dan accountancy. Dalam rangka mendukung hal tersebut maka BSSWG mengharapkan dukungan ASEAN Australia Development Cooperation Program (AADCP II). Sebuah concept paper akan diajukan kepada BSSWG meeting untuk mendapatkan masukan sebelum diusulkan kepada AADCP-Joint Planning and Review Committee (JPRC).
Project proposal 2012
AADCP kembali menyampaikan kemungkinan implementasi 4 (empat) project pada tahun 2012 yaitu: 1) Facilitation of joint university policy research: engagement with a university network to produce regular policy brief on topics to be selected by CCS for a pre-determined period; 2) Benefits and costs analysis of the AEC services integration; 3) Capacity building programme for government officials; 4) Develop an ASEAN awareness strategy for services.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
72
Perkembangan Liberalisasi Jasa di Sektor Jasa Keuangan
Pada tanggal 12 Juli 2011 di Kuala Lumpur, Malaysia telah dilaksanakan pertemuan ke-31 Working Committee on ASEAN Financial Services Liberalisation for under the AFAS (WC-FSL/AFAS). Saat ini WC-FSL sedang memfinalisasi guidelines dalam rangka putaran perundingan ke-6. Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan Protocol to Implement the 5th Package of Commitments on Financial Services under the AFAS (5th Protocol), AMS diwajibkan untuk menyelesaikan domestic processes masing-masing dalam rangka entry into force pada tanggal 2 Agustus 2011. Sebagaimana hasil keputusan ASEAN Central Banks Governor’s Meeting (ACGM) pada tanggal 7 April 2011 di mana akan dibentuk ASEAN Senior Level Committee (SLC) on Financial Integration dengan tujuan untuk memonitor implementasi dari ASEAN Financial Integration Framework. Pada bulan November 2011 di Bangkok akan diselenggarakan pertemuan Working Committee on ASEAN Financial Services Liberalisation under the AFAS (WCFSL/AFAS).
Perkembangan Liberalisasi Jasa di Sektor Transportasi Udara
Pertemuan kedua the Sixth Round of ASEAN Air Transport Sectoral Negotiations (ATSN) telah diselenggarakan pada tanggal 26 Juli 2011 di Singapura. Paket ke-7 dari Komitmen pada Liberalisasi Jasa Transportasi Udara sedang disiapkan dan direncanakan akan ditandatangani pada pertemuan ke 17 ASEAN Transport Ministers (ATM) Meeting pada bulan November 2011. Negara-negara anggota ASEAN diminta untuk menginformasikan kepada Sekretariat ASEAN mengenai kesiapannya dalam rangka penandatanganan protokol ke7.
ASEAN Connectivity
Pertemuan membahas mengenai surat dari Chairman ASEAN Chairman of the ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC) kepada beberapa ASEAN Sectoral Bodies termasuk CCS. Adapun surat tersebut menjelaskan mengenai fungsi dari ASEAN Connectivity Coordinating Committee (ACCC) yang akan berkoordinasi dengan ASEAN Secotal Bodies lainnya mengenai implementasi dari Master Plan on ASEAN Connectivity.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
73
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT A. Kendala dan Permasalahan Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation
Pembahasan pada Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation banyak diwarnai upaya negara-negara berkembang dan Least Developed Country (LDC) dalam mengakomodir kepentingan mereka terkait implementasi ketentuan-ketentuan dalam agreement ini. Sekalipun pimpinan sidang dan anggota yang hadir berupaya mengurangi brackets dalam rev.10, namun tidak banyak perubahan berarti mengingat masih cukup banyak perbedaan pemahaman atas konsep pengaturan yang diinginkan diantaranya yang terkait dengan penggunaan bahasa "best endeavour" atau "shall” pada beberapa ketentuan.
Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials
Indonesia c.q. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian perlu segera melakukan koordinasi dan konsultasi antar kementerian terkait untuk menyempurnakan 3 (tiga) konsep yang akan menjadi deliverables ekonomi pada saat KTT ke-19 di Bali. Ketiga konsep dimaksud terkait dengan penguatan Pilar Ketiga AEC Blueprint, kerangka, dan prinsip umum bagi kerja sama ekonomi komprehensif ASEAN dengan semua Negara mitra (baik mitra FTA maupun mitra non-FTA), dan kontribusi pilar ekonomi kepada Bali Declaration. Selain ketiga subjek tersebut, kiranya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian juga dapat mengoordinasikan finalisasi “discussion papers” mengenai financial inclusion dan international remittances yang akan dibahas dalam the 6th AEC Council Meeting pada bulan November 2011 dan direfleksikan dalam Chair’s Statement.
Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3
Pembahasan isu-isu pada pertemuan Committee on Trade and Investment ke-3 tahun 2011, terutama untuk isu sensitif seperti Environmental Goods and Services (EGS), Remanufactured Goods, diwarnai dengan pembahasan yang cukup alot antara ekonomi maju dan berkembang. Beberapa ekonomi berkembang seperti China dan Thailand bersikap tegas terhadap isu-isu terkait yang terkesan dipaksakan untuk disahkan, sementara pembahasan di WTO hingga saat ini belum menemui titik temu. Indonesia perlu mempertahankan isu-isu krusial agar tetap sesuai
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
74
dengan kepentingan Indonesia. Koordinasi intensif antar instansi terkait sangat diperlukan mengingat pembahasan isu di fora APEC sangat dinamis dan progresif. B. Tindak Lanjut Penyelesaian Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation
Merujuk pada kepentingan Indonesia dalam pertukaran informasi kepabeanan, perlu mengkaji lebih jauh perihal prevailing issues dalam custom cooperation mengingat pada internal ASEAN, Singapura saat ini mengatur hal yang sama dengan ketentuan yang tidak lebih menguntungkan bagi negara ASEAN lain dibanding yang diatur dalam draft text trade facilitation saat ini. Untuk itu perlu menyiapkan alternatif rumusan yang dapat lebih mengakomodir kepentingan Indonesia terkait hal ini.
Special Meeting of the ASEAN Senior Economic Officials
Tiga konsep yang akan menjadi deliverables ekonomi pada saat KTT ke-19 di Bali akan dibahas lebih dahulu dalam pertemuan AEC Ministers Retreat yang akan berlangsung tanggal 14 Oktober (working dinner) dan 15 Oktober 2011 di Selangor, Malaysia. Untuk itu akan diselenggarakan rapat koordinasi sebelum keberangkatan Delegasi RI ke Selangor agar terwujud sinkronisasi posisi antara Chair of the AEC Council yang akan memimpin sidang (Menko Perekonomian R.I.) dan Delegasi R.I. yang akan dipimpin oleh AEM Chair (Menteri Perdagangan R.I.)
Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3
Kementerian Perdagangan R.I. akan mengadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait untuk membahas hal-hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana batas waktu yang telah ditetapkan, yaitu: a) Next Generation Trade and Investment (NGTI) – 1). APEC Statement on Promoting Effective, NonDiscriminatory, and Market-Driven Innovation Policy; 2). Facilitating Global Supply Chains; b) Environmental Goods and Services (EGS) – 3). Draft APEC Leaders Statement on Trade and Investment in Environmental Goods and Services; 4). APEC Environmental Goods and services (EGS) Technology Dissemination Action Plan; c) Supply-Chains Connectivity – 5). Enhancing Supply-Chain Connectivity by Establishing a Pathfinder for an APEC Baseline De Minimis Value; d) Remanufactured Goods – 6). Facilitating Trade in Remanufactured Goods;
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
75
e) Addressing Barriers to SMEs Trade (9 top barriers) – 7). Proposal to Address Inadequate Policy and Regulatory Frameworks to Support Cross-Border Electronic Commerce for Small and Medium Enterprises; 8). Addressing SME Trade Barrier No.7 - Difficulty with Intellectual Property Acquisition, Protection and Enforcement (Draft Paper); 9). Proposal to Address Customs Clearance Delays Caused by Difficulties in Navigating Overly Complex Customs and Requirements and Documentation; dan 10). Addressing Barriers to Trade for Small and Medium-Sized Enterprises in APEC (No barrier. 9).
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
76
BAB III PENUTUP
Kesimpulan umum
Selama bulan September 2011, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam berbagai perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral. Dari perundingan tersebut diperoleh beberapa hasil kesepakatan, yaitu: Agreed Minutes of the 8th Meeting of The Trade Negotiating Committee on the Preferential Trade Agreement between The Republic of Indonesia and The Islamic Republic of Pakistan dan Report of Special ASEAN Senior Economic Officials Meeting. Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses pembahasan. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal-hal yang belum optimal dilaksanakan pada bulan ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Sedangkan hal-hal yang harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya oleh unit terkait.
Laporan Bulanan Ditjen KPI Periode September 2011
77