Resume Hari Ketiga -
1 SEMINAR NASIONAL “PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”
SEMINAR SEHARI “PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”
R E S U M E —3 H A R I K E –
Center for Security and Peace Studies (CSPS) UGM — UNDP — BAPPENAS
Hari Ketiga Kamis, 2 Desember 2004. Acara hari ini dimulai dengan lanjutan sesi 3 sehari sebelumnya. Tetap dengan topik Lintas Isu yang Relevan bagi Pencegahan Konflik, sesi ini menghadirkan pembicara Graham Brown (UNDP). Ditegaskannya bahwa temuan-temuan selama dua hari sebelumnya bisa dipakai untuk mengukur seberapa hasil-hasil telah diperoleh dan bagaimana itu kemudian membantu diperolehnya hasil akhir di hari ketiga ini. Menurutnya, ada beberapa isu penting yang muncul antara lain isu pengungsi serta pemulihan hak-hak mereka, isu kesetaraan sosial-ekonomi, dan masalah korupsi. Korupsi adalah penghambat tercapainya perdamaian. Masalah lainnya adalah inkosistensi kebijakan. Tentu saja ini merisaukan komunitas internasional dan mendorong pemerintahan baru untuk menghasilkan kebijakan yang baru. Isu selanjutnya adalah isu-isu yangmenjadi temuan di setiap proses Perdamaian dan Pembangunan Berkelanjutan. Perdamaian adalah jalan bagi pembangunan berkelanjutan. Meski demikian dalam prekteknya pembangunan banyak menimbulkan persoalan baru. Temuan dari berbagai lokakarya daerah tidak menunjukan perbedaan besar. Tapi perlu diingat kalau di tingkat lokal isu dan resolusi penanganan konflik mengacu kepada daerahnya masing-masing. Setiap masyarakat harus punya responnya sendiri. Ini juga tantangan bagi semua peserta seminar. Dalam temuan selama proses PPB sudah terlihat adanya koordinasi di antara berbagai elemen, mulai dari pemerintah pusat-daerah, NGOs, dan lapisan masyarakat luas. Demikianlah diharapkan bahwa akhir dari seminar ini akan menghasilkan rekomendasi konkrit untuk pembangunan dan perdamaian ke depan, baik pada tingkat nasional maupun lokal. (Vicky, Andi, Aty, Deasy, Heni, Mira, Rini, Shinta)
Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Konflik Pada hari ini menteri PPN/ketua Bappenas, Sri Mulyani, memberikan pengarahan. Ibu menteri yakin bahwa hasil seminar ini akan sangat bermanfaat bagi penanganan konflik dan pembangunan di Indonesia. Hasil-hasil seminar akan menjadi masukan bagi rencana pembangunan jangka menegah yang tengah disusun. Memang sudah banyak kebijakan ditetapkan dan diterapkan, mengingat kondisi perubahan multi-dimensional di Indonesia. Sistem yang ada tidak cukup akomodatif terhadap perubahan dan reformasi di beberapa bidang penting dengan akibat merebaknya konflik horisontal dan vertikal. Ini bukti dari betapa lemahnya sistem kelembagan kita. Konflik membawa dampak yang kompleks, seperti turunnya standar hidup, segregasi sosial, trauma psikologis, kerusakan sarana dan prasarana publik, dan rendahnya mutu pelayanan publik. Semua resiko ini tentu menggangu proses transisi demokrasi yang sedang berlangsung, sekaligus mengubah persepsi komunitas internasional tentang Indonesia. Untuk itu banyak upaya telah dilakukan meski tidak secepatnya memulihkan keadaan. Hal ini terjadi karena program masih tambal sulam. Bertolak dari situ, pemerintah merangcang agenda pembangunan yang berbeda. Ini dimaksudkan untuk menghasilkan
Resume Hari Ketiga -
SEMINAR SEHARI “PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”
keterpaduan program, mendorong proses desentralisasi yang demokratis, dan mendorong pemerintah daerah melaksanakan dan bertanggung jawab atas pembangunan berkelanjutan. Disampaikannya pula beberapa kebijakan yang sudah dibuat sebagai pokok-pokok dalam rancangan pembangunan jangka menengah. Untuk kasus separatis Aceh diusahakan pemrataan pembangunan ekonomi, sementara untuk Papua dilaksanakan upayaupaya bersifat terpadu. Demikian pula untuk daerah Maluku,Maluku Utara dan Sulawesi Tengah. Di tiga daerah pasca-konflik tersebut upaya penanganan bersifat pemulihan seluruh sektor termasuk urusan pengungsi. Untuk masalah konflik yang belum tuntas dimasukkan ke dalam rancangan pembangunan 2005-2009. tujuan besarnya adalah agar masyarakat kembali hidup normal dan mempercepat rehabilitasi pemerintahan lokal. Makanya diperlukan refleksi dan introspeksi atas berbagai kebijakan mengingat kompleksnya peristiwa konflik yang butuh resolusi terpadu untuk masing-masing daerah. Bappenas pun sudah membentuk pokja daerah konflik dan melakukan koordinasi kelembangaan terkait. Grand strategy dibuat setelah ada serangkaian riset, konsultasi dan masukan dari kalangan dunia internasional.sekretariat pokja Bappenas juga didukung oleh UNDP. Selain itu diperlukan sosialisasi dengan stakeholders secara makrokelembagaan, baik selama prakonflik, saat konflik dan pascakonflik. Harapan saya seminar ini dapat ikut menyempurnakan rancangan pembangunan nasional untuk lima tahun ke depan. Karena konflik di Indonesia ini sarat karakteristiknya maka resolusi konflik pun haruslah melibatkan pendekatan makro (pemerintah
pusat dan daerah), tidak hanya masyarakat lokal.endkatan perlu meso dan makro melibatkan pemerintah pusat dan daerah. Perlu dikembangkan peace-oriented planning, inisiatif menggalakkan perdamaian dan konsensus. Ini maksudkan juga untuk mencegah adanya keterlibatan kontraproduktif seperti Henry Dunant Centre di Aceh. Pada akhirnya semoga dalam lima tahun ke depan kita semua dapat mewujudkan perdamaian yang dicita-citakan. Sambutan berikutnya disampaikan Mr. Bo Asplund dengan menjelaskan upaya-upaya UNDP selama ini untuk mendukung pemerintah Indonesia memformulasikan agenda dan implementasi kebijakan penanganan konflik. Proses Perdamaian dan Pembangunan Berkelanjutan memberi masukan langsung kepada Bappenas dalam menyusun rancangan pembangunan jangka menengah dan peningkatan pembangunan kapasitas di daerah.masukan itu berkisar soal kebijakan publik, pembangunan kapasitas, isu sumber daya alam dan kapasitas hukum serta penegakannya. Tentu saja dukungan UNDP tidak berhenti bersamaan dengan berakhirnya proses PPB.Malah UNDP bersama Bapennas tengah merumuskan metode komprehensif tersebut untuk mematangkan perencanaan pembangunan masyarakat madani. Dikatakannya bahwa UNDP lagi mempersiapkan hasil lanjutan di Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tengah. Penyediaan pelayanan publik adalah suatu keharusan dalam pembangunan kapasitas di daerah. Di dalamnya termasuk penguatan
2
good governance, penegakan hukum, kerja-sama antar tokoh masyarakat dan agama dalam menggalang toleransi, juga peningkatan kapasitas perempuan dan pemuda. Karena itu pada tingkat nasional UNDP mendukung usaha pelatihan para pejabat daerah yang dilakukan Bappenas, dengan tekanan pada isu-isu penanganan konflik tugas kita adalah dialog dengan stakeholders dan kami juga menyediakan alat-alat, konsep dan sumber materi. Mengakhiri sambutannya, Bo Asplund mengucapkan terima kasih banyak kepada Bappenas yang telah menyelenggarakan seminar ini. Selanjutnya, dilangsungkan acara tanda-jawab. Penanya pertama mempersoalkan mengapa implementasi kebijakan INPRES No. 6 & 7 hanya untuk Maluku dan Maluku Utara sementara kasus Poso tidak jauh bedanya. Penanya kedua dari Papua meminta penjelasan bagaimana Bappenas secara mendasar menyelesaikan masalah Papua karena banyak INPRES selama pemerintahan Megawati mengabaikan hak-hak masyarakat Papua. Kami butuh kebijakan baru yang akomodatif. Penanya ketiga menegaskan kalau rencana pembangunan daerah mengalami kesulitan karena peraturan pemerintah sebagai pedoman belum diterima. Penanya keempat meminta adanya kepastian pengawasan perbatasan di Maluku Utara karena dirasa sangat rawan. Para penanya berikutnya mengaajukan pertanyaan dan pernyataan menarik yang kesemuanya kemudian ditanggapi pembicara. (Vicky, Andi, Aty, Deasy, Heni, Mira, Rini, Shinta)
1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234 1234567890123456789012345678901212345678901234567890123456789012123456789012345678901234
Resume Hari Ketiga -
SEMINAR SEHARI “PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”
Hasil Working Group Lintas Isu yang Relevan Bagi Pencegahan Konflik Good Governance Kelompok kerja mengenai “good governance” mengamati bahwa terdapat isu penting dalam masalah penciptaan good governance, yaitu bahwa kepercayaan masyarakat kepada sistem dan mekanisme penyelenggaraan negara telah goyah. Hal ini dikarenakan oleh:
3
seperti tidak adanya info mengenai hak-hak pengungsi dan kurangnya transparansi. Dari hasil perembukan, kelompok kerja ini merumuskan bahwa isu-isu yang menimbulkan konflik adalah 1 . Kurangnya informasi berkaitan dengan hak-hak pengungsi, program-program bantuan, dan lain lain
1 . Lemahnya profesionalisme di kalangan penyelenggara negara.
2. Pemberian bantuan yang tidak transparan
2. Belum terciptanya kebijakan yang berpihak sepenuhnya pada masyarakat di berbagai tingkatan.
3. Kecemburuan sosial antara pengungsi dan masyarakat lokal
3. Kurang-efektifnya sistem dan mekanisme pengawasan formal dan non formal.
4. Koordinasi yang tidak efektif antar kelompok yang menangani pengungsi
Untuk itu perlu diperbaiki sistem manajemen pemerintahan dan perangkat hukum yang transparan, akuntabel objektif dan profesional. Dengan,
5 . Status kependudukan yang belum jelas
1 . Diciptakan etika pemerintahan yang bermartabat dengan RUU Etika Pemerintahan
Sementara itu, respon yang telah diberikan adalah
2. Adanya jaminan ruang partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik, yaitu Perda partipasi publik
1 . Pemberian bantuan sifatnya emergency
3. Pemberdayaan kembali lembaga masyarakat/pranata adat sebagai potensi penggerak pembangunan di lapisan bawah.
2. Pemberian 3 opsi (pemulangan, pemberdayaan dan pengalihan)
4. Prioritas pada pembangunan manusia dalam artian luas (potensi sebagai manusia yang kapabel? sejahtera fisik, mental). Pentingnya penggalian karakter yang positif dan bermanfaat.
3. Penghapusan pengungsian
5 . Supremasi hukum yang jelas dan konsisten dalam hal penetapan dan penerapan norma-norma.? intrumen hukum dan sanksi. 6. Penguatan perangkat hukum. Sehingga tercipta rasa adil dan kepercayaan kepada pemerintah kembali pulih.
Masalah Pengungsi Muhadi, sebagai fasilitator memberikan kata pengatar bahwa kelompok kerja ini akan mendiskusikan isu-isu yang berkaitan dengan pengungsi dan konflik, respon-respon prioritas dalam tingkat lokal maupun nasional, dan mengidentifikasikan bagaimana prioritas tersebut agar lebih efektif. Untuk memberikan wawasan telah hadir dua orang nara sumber yaitu Bakri Back dari Bakornas PBP dan Kusuma Adinugroho. Bakri Back memulai presentasinya dengan menyampaikan profil negara Indonesia. Kemudian, beliau memberikan masukkan mengenai kebijakan nasional percepatan penanganan pengungsi. Sementara Kusuma Adinugroho memberikan pokok-pokok masalah yang dihadapi oleh pengungsi baik yang dialami secara pribadi maupun kelompok. Kemudian Adinugroho menyampaikan masalah-masalah dalam pemberian bantuan
yang
status
Untuk meningkatkan efektifitas respon, kelompok ini berkesimpulan, harus dilakukan dengan cara 1 . Meningkatkan koordinasi antara lembaga-lembaga yang menangani pengungsi (Bakornas, Pemda, Lembaga Internasional, NGO lokal/ nasional/internasional, Lembaga masyarakat dan agama) 2. Melibatkan pengungsi dan stakeholder yang lain dalam pengambilan kebijakan 3. Evaluasi dan monitoring bantuan dilakukan secara accountable, transparan dan netral 4. Peralihan program emergency
Resume Hari Ketiga -
SEMINAR SEHARI “PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”
menuju program development
Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi Untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, kelompok kerja ini menyimpulkan bahwa perlu kerangka untuk melihat persoalan tersebut. Kerangka untuk meilihat persoalan ini adalah 1. Harus ada tanggungjawab sosial dari perusahaan dalam mencegah konflik dan meningkatkan kapasitas masyarakat. 2. Bahwa tanggungjawab harus dilihat dari tiga pihak: dunia usaha, pemerintah dan masyarakat. 3. Harus ada definisi tanggungjawab dan bagaimana melaksanakannya. Persoalan dalam menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi ini adalah 1 . Pemerintah belum mampu menjadi koordinator yang baik/ dipercaya untuk berbagai pihak 2. Desain-desain pengembangan ekonomi tidak serius, tidak konsisten dan kurang dukungan 3. Belum mampu berperan baik sebagai institisi yang menegakkan hukum 4. Organisasi masyarakat sipil masih lemah kapasitasnya untuk ikut berperan dalam penguatan kapasitas ekonomi masyarakat Untuk itu, usul pokja ini, perlu dilakukan: 1 . Pemerintah memperbaiki / mengembangkan skema kemitraan bersama dengan pihak lain 2. Kepastian hukum yang didasarkan pada persoalan yang ingin ditangani 3. Pemerintah
menyediakan
inforamsi ekonomi memfasilitasi pihak menyediakan informasi
atau lain
4. Penyediaan infrastruktur 5 . Pemerintah menyediakan atau mendorong pihak lain dalam penyediaan ketrampilan 6. Mengidentifikasikan sekrtorsektor utama, dan membuat rancangan menyeluruh untuk mendukung sektor-sektor ini. 7 . Bappenas harus mampu membuat kerangka makro untuk mengintegrasikan berbagai sektor ini 8. UKM harus menjadi salah satu kekuatan penggerak perekonomian, karena itu harus dilakukan perbaikan pendekatan, metode dan dukungan kelembagaan (termasuk birokrasi).
Keamanan Source person Farouk Muhammad (PTIK) menyatakan bahwa konflik dapat dicegah dengan memperhatikan kesejahteraan an deteksi dini. Sementara, source person kedua, Peri Umar Farouk (Word Bank) menyatakan bahwa akses terhadap keadilan bisa jadi merupakan sebab dari konflik. Dari diskusi, kelompok kerja ini memberikan rekomendasi untuk tingkat nasional dan lokal yang dapat dilihat pada tabel Rekomendasi Keamanan Tingkat Lokal dan Nasional.
Pemuda dan Perempuan
4
2. Perempuan bukanlah kelompok yang homegen (Usia, etnis, agama, dll) 3. Peran Perempuan Sebagai Agen Konflik dan Perdamaian: menjadi provokator dan Combatant. 4. Perempuan dan pemuda menjadi saklar ledak dalam “kebakaran” konflik. Nasib yang dialami perempuan dalam konflik, dalam pengamatan kelompok ini adalah 1 . Perempuan adalah korban terbanyak akibat konflik, trauma mengalami kekerasan/ pelecehan, menjanda dan berbeban ganda karena harus menjadi Single Parent (mengasuh dan mencari nafkah). 2. Jenis bantuan kemanusian terkadang tidak memasukan kebutuhan perempuan (pakaian dalam, pembalut, obat-obatan, kontrasepsi, dll.) 3. Perempuan menjadi “Korban Kekerasan Seksual Aparat Militer” (Koramil). 4. Pemuda dan perempuan kurang dilibatkan dalam proses perdamaian. (Deklarasi Malino tanpa wakil perempuan dari Maluku Utara, hanya 2 org. dari Maluku dan 4 org. dari Sulteng). Sebagai agen perdamaian, perempuan dapat berperan: 1 . Perempuan Penyelamat keadaan (Menghilangkan rintangan kayu di jalanan) di Aceh
Kelompok kerja ini pertamatama melakukan beberapa pemberian batasan untuk dapat mendiskusikan masalah ini lebih lanjut. Batasan yang diberikan adalah
2. Perempuan tidak mudah terprovokasi: Dupakat Inong Aceh (tahun 2000) Refrendom no, penambahan militer / kekerasan.
1 . Definisi Pemuda: orang muda laki-perempuan yang usianya antara 16-35 tahun.
3. Perempuan Menjadi agen perdamaian utama karena sebagai ibu yang bisa
Resume Hari Ketiga -
SEMINAR SEHARI “PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”
menenangkan anaknya untuk tidak menambah kebencian dan kekerasan. Pendidik nilai-nilai perdamaian dalam keluarga dan masyarakat. 4. Pekerja sosial kemanusiaan (koordinator pengungsi dan returnees, konselor, membantu distribusi sandang, pangan, papan, dsb) di Poso dan Maluku, Maluku Utara. 5 . Mediator dan Negosiator kepulangan pengusngsi. 6. Aktif dalam organisasi perempuan untuk perdamaian.
1 . Pendekatan penanganan bencana (disaster mgt) dapat diterapkan dalam upaya penanganan konflik. 2. Penanganan bencana atau konflik lebih ditekankan pada upaya pencegahan. 3. Peran masyarakat sebagai subyek (bukan obyek) dalam penanganan bencana/konflik melalui kelompok swadaya masyarakat. 4. Keterbatasan kewenangan lembaga koordinasi.
7 . Initiator dialog antar komunitas di pasar dan tempat k.
5 . Alokasi dana untuk penanggulangan bencana masih terbatas.
Rekomendasi yang diberikan, untuk level nasional:
Prioritas tanggapan pada tingkat nasional:
1 . Perlu meratifikasi Konvensi Perdamaian Internasional (No.132).
1 . Melakukan analisis dampak sosial sebagai input perencanaan pembangunan.
2. Konsistensi implementasi UU (Parpol/Pemlu, KDRT, dst.)
2. Pemetaan daerah rawan bencana / konflik (penyebab dan dampak potensialnya).
3. Pembuatan PP/Inpres/Kepres/ Kepmen yang mengharuskan pelibatan perempuan dan pemuda dalam proses dan pelaksanaan perdamaian di tingkat nasional-lokal. 4. Pendidikan perdamaian, jender dan multikultural. Dan level lokal: 1 . Penyusunan Jender Budget dalam APBD. 2. Penguatan kapasitas pengorganisasian perempuan (Sisterhood). 3. Penguatan perempuan keputusan)
peran politik (pengambilan
4. Trauma Healing Center (Fisik, psikis dan sosial).
Penanggulangan Bencana Kelompok kerja ini melihat isu yang berkaitan dengan masalah bencana dan konflik meliputi
3. Koordinasi lintas sektor, pelaku dan tingkat. 4. Sistem Deteksi dan Peringatan Dini 5 . Pembentukan lembaga struktural penanggulangan bencana dan konflik 6. Peningkatan kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana / konflik. 7 . Pembentukan pusat-pusat informasi di daerah rawan bencana/konflik. 8. Penyempurnaan prosedur (SOP) penanggulangan bencana / konflik. 9. Penyusunan perundangan penanggulangan bencana Prinsip-prinsip dalam rancangan tanggapan: partisipatif, preventif, replikatif
5
Sumber Daya Alam Masalah yang berhubungan dengan sumber daya alam, menurut pokja ini adalah -
Pengelolaan ; sentralisasi, tidak partisipatif, eksploitatif, supremasi hukum, ekspansi kapital - internasional
-
Konflik bersumber dari kebijakan, kelola, kelembagaan
-
Penanganan belum terpadu, masih symtomatis
-
Ditingkat nasional, wacana, komunitas peminat kabur terpisah - di mikro jelas kaitan tanah - konflik
-
Pergeseran Paradigma dari lingkungan manusia - lingkugan alam - manusia sumber pusat
-
Masalah tanah sebelum konflik, sesudah konflik
-
Migrasi dan konflik tanah
Masalah tersebut memiliki kontribusi terhadap konflik, karena -
Potensi ada dimana-mana pengaruh bervariasi - lokal
-
Kepadatan penduduk , nilai tanah, migrasi (mis: Papua)
-
Penguasaan tanah tidak adil
-
Kebijakan yang tidak partisipatif/mengakomodasi hak atas tanah
-
Kebijakan tidak berwawasan lingkungan - kerusakan SDA memicu konflik pengguna SDA
-
Konflik pada level kebijakan, kelembagaan, praktek dibidang pertanahan (Pemerintah, lembaga masyarakat, penduduk)
-
Memicu/potensi konflik
Sehingga respon yang seharusnya diberikan adalah -
Perda/perdes tata ruang desa
-
Regulasi/perundang-undangan pengelolaan SDA/tanah
-
Pembaharuan agraria (TAP MPR
Resume Hari Ketiga -
SEMINAR SEHARI “PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”
sudah ada, tapi perlu sinkronisasi antar departemen, synergi antar UU, antar level daerah (nasional, lokal)) -
Kapasitas pemerintah daerah/ desa dalam pengelolaan tanah/ SDA
-
Pengaturan “kepemilikan dan distribusi”, atas reformasi
agraria, penegakan hukum, penguatan dan kontrol masyrakat sipil terhadapap kebijakan masalah tanah paska konflik/pendataan tanah ‘perda’ atau UU tentang pengembalian tanah pada pemilik. (Syaraf, Andi, Aty, Deasy, Heni, Mira, Rini, Shinta)
Hasil Working Group Membangun Kapasitas Pencegahan Konflik Koherensi Source person Sumedi Andono Mulyo menguraikan ada lima hal krusial untuk memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat untuk mengatasi konflik. : 1 . penyebaran informasi secara transparan dan merata melalui media atau sosialisasi secara langsung kepada masyarakat. 2. penanganan pengaduan masyarakat (Complain Resolution Unit) 3. pelaporan rutin untuk memantau kebijakan 4. pelibatan berbagai pihak dalam pamantauan dan evaluasi kebijakan. 5 . verifikasi oleh pihak independen terhadap berbagai laporan. Selaman ini dana untuk masyarakat tidak sampai pada masyarakat dengan baik. Agar kebijakan bantuan dana konflik tidak disalahgunakan. 6. peran lembaga internasional untuk penanganan konflik seperti memastikan koordinasi dan sinkronisasi antara donor-donor internasional. Euginia, source person kedua menguraikan masalah dari donor internasional dalam proses PDA, yaitu : 1 . sulit mendeteksi larinya dana bantuan selain tidak transparan. 2. besarnya respon yang diberikan untuk masalah konflik. 3. donor melakukan program yang secara fisik bekerja di daerah di daerah konflik, tapi tidak pernah bekerja pada isu-isu sekitar konflik dan tidak menyentuh isu konflik itu sendiri. 4. mereka lebih menekankan pada insfrastruktur dan kemanusiaan setelah selesai mereka tidak melakukan apapun untuk isu-isu konflik lainnya. Temuan lainnya tentang donor internasional : 1 . pembagian dana tidak merata. 2. mereka bekerja di daerah konflik tanpa menganalisa terlebih dahulu berbeda dengan pemda. Mereka tidak tahu rencana pembangunan pemda. 3. respon yang dibuat harusnya bisa sejalan dengan pemerintah setempat. 4. respon yang diberikan hanya untuk masalah yang besar saja (IDPs,
6
Support Media) respon-respon yang dilakukan donor perlu dikoordinasikan supaya bisa difokuskan pada hal-hal yang tepat . mengenai pembangunan insfrastruktur memang bisa menurunkan konflik tetapi apakah pembangunan ini benar-benar dibutuhkan dan dilakukan secara sistematis. Pembangunan ini ibarat obat yang harus mengobati penyakit bukan Cuma menyelesaikan gejalagejalanya saja. Dalam diskusi muncul isu-isu: 1 . distrust kepada pejabat publik 2. koordinsi pemanfaatan resource dari donor. 3. donor terlalu menikmati perpanjangan konflik untuk kepentingan mereka sendiri. 4. pemerintah tidak menjadi fasilitator karena pada dasarnya pemerintah adalah sumber konflik itu sendiri. 5 . koordinasi tidak dibuat menjadi satu institusi. Dan Rekomendasi diberikan:
yang
1 . koordinasi harus berawal dari perencanaan. 2. inventarisasi permasalahan untuk dilanjutkan dengan analisa. 3. koordinasi juga termasuk dalam hal perencanaan, pelaksanaan, evaluasi yang melibatkan masyarakat. 4. koordinasi peran/kontribusi. 5 . peningkatan kapasitas pemahaman akar persoalan. 6. koordinasi advokasi kebijakan. 7 . memperhatikan prinsip-prinsip HAM/Affirmative action. 8. pemerintah pusat membuat kebijakan directional : supervisi, legitimating, fasilitasi dan creative approach. Problem-nya adalah:
Resume Hari Ketiga -
SEMINAR SEHARI “PERDAMAIAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA”
1 . kewenangan (lingkup linkage coordinator)
dan
2. Komunikasi politik 3. komunikasi politik dengan masyarakat.
Local Government Isu-isu atau saran yang dimunculkan dalam kelompok ini 1 . Kewenangan pusat dan daerah 2. Bagi hasil: sektor2 (perikanan, minyak, hasil2 khusus per daerah)
Diskusi kelompok menyimpulkan kelebihan dan kelemahan masyarakat sipil adalah 1 . Ada spirit/ semangat/ idealisme/ komitmen yang kuat di NGO 2. Positioning yang belum tajam, kemampuan mempengaruhi, bergerak bebas Respon strategi yang dapat digunakan 1 . Kemandirian LSM - financial dll 2. Pengakuan
dan
jaminan
7
keamanan bekerja dari negara, bisnis dan masyarakat sipil 3. Netralitas LSM - Etika dan Prinsip 4. Pengembangan kapasitas organisasi didukung infra struktur organisasi 5 . Standarisasi, prinsip berdasar kesepakatan bersama 6. Pengembangan kapasitas skill, ketrampilan dan pengetahuan dalam resolusi konflik. (Syaraf, Andi, Aty, Deasy, Heni, Mira, Rini, Shinta)
3. Inpres 6 perlu dilaksanakan secara optimal 4. Indonesia Timur ?kawasan tertinggal 5 . Masalah dalam asosiasi pemth lokal 6. Perlu dipertimbangkan kekhususan lokal 7 . Perubahan paradigma: peran pemth sbg pelindung dan pelayan masyarakat dirasa semakin berkurang (contoh sektor kesehatan dan pendidikan diserahkan ke mekanisme pasar) 8. PAD (putra asli daerah): primordialisme bukan meritokratis/kompetensi
Civil Society Source person David Nyhiem menyampaikan Pembangunan Kapasitas ada 6 Topik: 1 . Kapasitas Organisasi Infrastruktur
dan
2. Kapasitas untuk Bergerak Bebas dan Aman 3. Kapasitas Pengetahuan dan Pengalaman 4. Kapasitas Networking 5 . Kapasitas untuk Memberikan Influence 6. Kapasitas terhadap Standar & Etika
Level
Rekomendasi ke Depan Dengan dimoderatori Bpk Daniel Sparingga, acara ini diisi dengan ‘overview of key outcomes and recommendation’ dari seminar PPB. Pada sesi satu dibahas konflik dan kekerasan di Indonesia, baik itu konflik etnis-religius, konflik komunal lainnya maupun konflik separatis. Dibahas pula kaiatan antara konflik tersebut dengan desentralisasi dan transisi.Dalam sesi dua dibahas hambatan perdamaian. Ada hambatan umum, inkonsistensi kebijakan, lemahnya masyarakat sipil. Sementara sesi 3 memuat rekomendasi, yakni menganjurkan peningkatan kapasitas untuk perdamaian, kelompok kerja mengidentifikasi lebih banyak masalah daripada kapasitas perannya. Rekomendasi: Ada 3 kelompok rekomendasi yang pada dasarnya adalah peningkatan, kapsaitas dan implementasi aparat keamanan, implenmentasi UU, dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam perdamaian dan pembangunan berkelanjutan. Meski demikian terdapat banyak butir-butir rekomendasi turunan yang diharapkan dapat menjadi masukan kritis untuk pemerintah dan masyarakat sipil. (Vicky, Andi, Aty, Deasy, Heni, Mira, Rini, Shinta)