Nina Sardjunani, MA Deputi Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan, KemenPPN/Bappenas Disampaikan dalam Pertemuan Tim Pengarah Finalisasi Draft Laporan Pencapaian MDGs Indonesia 2013 Hotel Sari Pan Pasific, 25 Juni 2014
1
OUTLINE DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
UPAYA PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs RINGKASAN KEMAJUAN MDGs URAIAN CAPAIAN MDGs 2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR ISI
4
PENDAHULUAN
5
• Komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan MDGs mencerminkan komitmen negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. • MDGs merupakan acuan penting dalam penyusunan dokumen RPJPN 2005-2025, RPJMN 2004-2009 dan 2010-2014, RKP Tahunan, dan APBN. • Capaian Tujuan MDGs 2013 : 1. Tujuan MDGs yang telah tercapai; 2. Tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on-track); 3. Tujuan MDGs yang telah menunjukkan kemajuan namun masih diperlukan kerja keras. 6
UPAYA PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs
7
Inpres No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
• Menginstruksikan antara lain kepada : Para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II; Para Gubernur; Para Bupati/Walikota • Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan antara lain meliputi program Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals – MDGs). 8
Implementasi Inpres No. 3 Tahun 2010 1. 2. 3. 4.
Integrasi MDGs ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran Pemerintah baik di tingkat Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota Penyusunan Peta Jalan (roadmap) Percepatan Pencapaian MDGs di Indonesia Pembentukan Tim Koordinasi MDGs Nasional Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) percepatan pencapaian MDGs di 33 Provinsi a. Penyusunan pedoman teknis Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs Provinsi b. Pelaksanaan fasilitasi penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs Provinsi oleh Tim Koordinasi MDGs Nasional kepada Tim Koordinasi MDGs Provinsi c. Penyusunan pedoman teknis Definisi Operasional Indikator MDGs d. Penyusunan pedoman teknis Review RAD MDGs Provinsi e. Penyusunan pedoman teknis Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan RAD MDGs Provinsi f. Penyusunan pedoman teknis Penyusunan Laporan Pencapaian MDGs Provinsi g. Penyusunan pedoman teknis Matrik Rencana Aksi Daerah (RAD) MDGs Kabupaten dan Kota 9
Implementasi Inpres No. 3 Tahun 2010
5. 6.
Penetapan Surat Edaran MenPPN/Kepala Bappenas dengan Mendagri tentang Percepatan Pencapaian Sasaran MDGs 2011-2015 Peningkatan dukungan pembiayaan untuk percepatan pencapaian MDGs 1. 2.
Public Private Partnership (PPP) Corporate Social Responsibilities (CSR)
7.
Penyusunan Pedoman Pemberian Insentif Bagi Daerah Untuk Mendukung Percepatan Pencapaian MDGs 8. Pelaksanaan diseminasi dan advokasi percepatan pencapaian MDGs kepada seluruh stakeholders 9. Pemberian Penghargaan MDGs kepada Provinsi Terbaik dalam Percepatan Pencapaian MDGs 10. Penguatan ketersediaan data dan informasi mengenai indikator-indikator MDGs 11. Pelaksanaan MDGs Acceleration Framework (MAF) untuk Peningkatan Kesehatan Ibu di Provinsi Jawa Tengah dan Replikasinya di Provinsi Fokus 12. Penyusunan dokumen High Level Panel of Eminent Person (HLPEP) yang merupakan gagasan agenda post MDGs 2015 dan Pak Susilo Bambang Yudhoyono menjadi salah satu co chair bersama Perdana Menteri Inggris dan Presiden Liberia. 10
RINGKASAN STATUS KEMAJUAN MDGs
11
TARGET YANG TELAH TERCAPAI •MDG 1, proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per kapita per hari. •MDG 3, Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi; dan rasio angka melek huruf perempuan terhadap laki-laki umur 15-24 tahun.
•MDG 6, angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian, serta proporsi jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan, diobati dan disembuhkan dalam program Directly Observed Treatment Short Course (DOTS). •MDG 7, Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak di perkotaan
•MDG 8, Proporsi penduduk yang memiliki telepon seluler 12
TARGET ON TRACK
Target MDGs yang telah menunjukkan kemajuan signifikan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015 (on-track): • MDG 1, indeks kedalaman kemiskinan, proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja, dan prevalensi balita dengan berat badan rendah/kekurangan gizi. • MDG 2, APM SD, proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar, serta angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun (perempuan dan laki-laki).
• MDG 3, rasio APM perempuan/laki-laki di tingkat SD/MI/Paket A, SMP/MTs/Paket B, dan pendidikan tinggi serta kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor nonpertanian, dan proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR.
13
TARGET ON TRACK • MDG 5, Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga kesehatan terlatih, Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi perempuan menikah usia 15-49 semua cara, cakupan pelayanan antenatal baik 1 maupun 4 kali kunjungan, dan unmet need. • MDG 6, Angka kejadian Malaria (per 1,000 penduduk), proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan Antiretroviral (ARV) • MDG 7, proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar layak di perkotaan, konsumsi bahan perusak ozon, proporsi tangkapan ikan yang tidak melebihi batas biologis yang aman, serta rasio luas kawasan lindung terhadap total luas kawasan hutan dan rasio rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan teritorial. • MDG 8, rasio ekspor dan impor terhadap PDB, rasio pinjaman terhadap simpanan di bank umum, dan rasio pinjaman terhadap simpanan di BPR, rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB dan rasio pembayaran pokok utang dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil ekspor (DSR), proporsi penduduk yang memiliki jaringan telepon tetap. 14
TARGET PERLU USAHA KERAS (OFF TRACK) • MDG 1, (i) Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional; (ii) Proporsi penduduk dengan asupan kalori di bawah tingkat konsumsi minimum • MDG 4, (iii) Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup; (iv) Angka Kematian Balita per 1000 kelahiran hidup. • MDG 5, (v) Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran hidup • MDG 6, (vi) Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV dan AIDS; (vii) Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir; (viii) Prevalensi HIV dan AIDS (persen) dari total populasi • MDG 7, (ix) Jumlah emisi karbon dioksida (CO2); (x) Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan; (xi) Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak di perdesaan; (xii) Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak di perdesaan; (xiii) Proporsi rumah tangga kumuh perkotaan • MDG 8, (xiv) Proporsi rumah tangga yang memiliki komputer pribadi; dan (xv) Proporsi rumah tangga dengan akses internet 15
URAIAN CAPAIAN
16
TUJUAN 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN 17
18
TUJUAN 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Acuan Target Data Terbaru Status Sumber Dasar MDGs 2015 TUJUAN 1. MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Target 1A: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per hari dalam kurun waktu 1990-2015 Proporsi penduduk dengan pendapatan 20.60% Bank Dunia 1.1 5,90% (2008) 10.30 ● kurang dari USD 1,00 (1990) dan BPS (PPP) per kapita per hari Persentase penduduk 15.10% 11,47% 1.1a yang hidup di bawah 7.55 ▼ BPS, Susenas (1990) (2013) garis kemiskinan nasional Indeks Kedalaman 2.70% 1,75% 1.2 Berkurang ► BPS, Susenas Kemiskinan (1990) (2013) Indikator
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Persentase Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan Nasional
Sumber: BPS, Susenas berbagai tahun penerbitan
20
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin, 2003 -2013 (Juta Jiwa) 2.0
1.78
1.5
1.0
0.5
0.0 -0.53 -0.5 -0.78
-0.76
-0.82
-0.84
2010
2011
-0.59
-0.69 -1.0
-1.16
-1.27
-1.17 -1.5
-2.0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber: BPS, Susenas berbagai tahun penerbitan
2009
2012
2013
21
Tingkat Kedalaman (P1) dan Keparahan Kemiskinan (P2), 2000-2013 4.00
3.51
3.43
3.42 3.01
3.13 2.89
3.00
2.99 2.78
2.77 2.50 2.21
2.08
2.05
2.00
1.02 1.00
1.88
1.90 1.75
1.00
0.97 0.79
0.85
0.78
0.84
0.76
0.76
0.68
0.58
0.55
0.53
0.47
0.49
0.43
Mar
Sep
Mar
Sep
Mar
0.00
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Kedalaman Kemiskinan
Sumber: BPS, Susenas berbagai tahun penerbitan
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Keparahan Kemiskinan
22
1990
Sumber: BPS, Susenas berbagai tahun penerbitan
Keterangan: Beberapa provinsi tidak tersedia data tahun 1990, salah satunya karena provinsi pemekaran 2013
23
Indonesia
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Persentase Penduduk yang Hidup di Bawah Garis Kemiskinan Menurut Provinsi tahun 1990 dan 2013
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
II.TANTANGAN • Tantangan Umum: – Kecenderungan perlambatan laju penurunan tingkat kemiskinan sebagai akibat dari perubahan kondisi perekonomian, seperti tingginya laju inflasi terutama komoditi kebutuhan pokok yang banyak dikonsumsi penduduk miskin dan rentan. – Pendataan target sasaran yang berkelanjutan, terutama untuk program-program bantuan sosial berbasis rumah tangga/keluarga/individu (klaster 1) seperti program Raskin, Jamkesmas, BSM, BLSM dan PKH. – Sinergitas antar program penanggulangan kemiskinan masih perlu ditingkatkan terutama untuk pelaksanaan program klaster 1. – Pendampingan pelaksanaan program belum memadai, baik dari sisi kualitas sumber daya manusia maupun dari sisi dukungan pemerintah daerah. 24
• Tantangan Khusus: – Terkait PKH; • Fungsi pendampingan masih terkendala oleh rendahnya rasio jumlah personil organik dengan jumlah peserta program serta terbatasnya kapasitas personil. • Keterkaitannya dengan program penanggulangan kemiskinan dan inisiatif program daerah lainnya masih lemah. • Sistem Informasi Manajemen PKH (SIM-PKH) merupakan tulang punggung program yang berkaitan dengan kondisi peserta.
– Jangkauan pelayanan program KB dan pelaksanaan advokasiKIE program KB belum optimal dan belum merata – Dalam pelaksanaan kegiatan redistribusi tanah, kendala yang dihadapi adalah semakin berkurangnya jumlah sumber tanah obyek reforma agraria (TORA). – Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program klaster 2 – Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program klaster 3 – Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program klaster 4 25
III. KOTAK BEST PRACTICES
Kotak 1.1. Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial Kotak 1.2 Kartu Perlindungan Sosial Kotak 1.3. Pelaksanaan Program Raskin oleh Pemerintah Kab. Boalemo, Provinsi Gorontalo
26
IV. KEBIJAKAN • Menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok agar daya beli masyarakat miskin dan rentan tidak tergerus oleh inflasi
• Mempercepat pengurangan sasaran kemiskinan • Memperluas dan menyempurnakan pelaksanaan sistem jaminan sosial sehingga semua penduduk miskin dan rentan dapat berpartisipasi penuh dan menerima manfaatnya; • Mengoptimalkan sistem pembangunan partisipatif yang dirancang untuk menjamin partisipasi aktif penduduk miskin dan rentan dalam pengambilan keputusan di berbagai tahapan proses pembangunan. • Memperkuat kegiatan usaha masyarakat miskin, termasuk membangun keterkaitan dengan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). 27
V. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 1 TARGET 1A Cakupan PROGRAM-PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN TAHUN 2009-2012 Kegiatan/ Indikator
Satuan
2009
2010
Tahun 2011
2012
Klaster I 1 2
PKH Raskin
RTS RTS
720.000 19.020.763
816.000 17.488.007
1.116.000 17.488.007
1.516.000 17.488.007
3 4
Jamkesmas Bantuan Siswa Miskin
Juta Jiwa Juta Siswa
76,4
76,4
76,4
76,4
5,5
4,6
6,8
7,7
Klaster II 1
PNPM Perdesaan
Kecamatan
4.371
4.805
5.020
5.100
2
PNPM Perkotaan
Kecamatan
1.145
885
1.153
1.151
3
PPIP/RIS
Kecamatan
479
215
215
187
4
PISEW
Kecamatan
237
237
237
237
100 100 7.900 usaha 1.496 mikro Koperasi
100 1.370 Koperasi
100 1.320 Koperasi
33
33
33
Klaster III 1 Dukungan penjaminan KUR Persen 2 Peningkatan dan perluasan akses Usaha permodalan bagi koperasi, usaha mikro, Mikro/ kecil dan menengah Koperasi 3 Perluasan KUR Provinsi
33
28
TUJUAN 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Acuan Target Data Terbaru Status Sumber Dasar MDGs 2015 TUJUAN 1. MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Target 1B: Menciptakan Kesempatan Kerja Penuh dan Produktif dan Pekerjaan Yang Layak Untuk Semua, Termasuk Perempuan dan Kaum Muda 3,52% Laju pertumbuhan PDB 5,24% PDB Nasional 1.4 per tenaga kerja* (2012) dan Sakernas (1990) Rasio kesempatan kerja 63,71% 1.5 terhadap penduduk usia 65% (1990) BPS, Sakernas (2012) 15 tahun ke atas Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri 55,32% 1.7 dan pekerja bebas 71% (1990) Menurun ► BPS, Sakernas (2012) keluarga terhadap total kesempatan kerja** Indikator
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Laju Pertumbuhan PDB per Tenaga Kerja Tahun 2012 20
15
10
5,24 5
0
-5
Provinsi
Sumber: PDB Nasional dan Sakernas 2012
30
Sumber BPS, Sakernas 2012 Provinsi
31
PAPUA
BALI
SULAWESI BARAT
KALIMANTAN BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR
KALIMANTAN SELATAN
D.I. YOGYAKARTA
KALIMANTAN TENGAH
BENGKULU
JAWA TENGAH
JAWA TIMUR
SUMATERA SELATAN
SUMATERA UTARA
SULAWESI TENGGARA
DKI JAKARTA
SULAWESI TENGAH
70
INDONESIA
PAPUA BARAT
BANGKA BELITUNG
MALUKU UTARA
JAMBI
LAMPUNG
KEPULAUAN RIAU
NUSA TENGGARA BARAT
KALIMANTAN TIMUR
GORONTALO
SUMATERA BARAT
RIAU
SULAWESI SELATAN
MALUKU
BANTEN
JAWA BARAT
SULAWESI UTARA
NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Rasio Kesempatan Kerja Terhadap Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Tahun 2012
80
63,71
60
50
40
30
20
10
0
Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Provinsi Tahun 2012 Sumber BPS, Sakernas 2012
BANTEN DKI JAKARTA ACEH JAWA BARAT KALIMANTAN TIMUR SULAWESI UTARA MALUKU SUMATERA BARAT SUMATERA UTARA INDONESIA SULAWESI SELATAN SUMATERA SELATAN JAWA TENGAH PAPUA BARAT KEPULAUAN RIAU NUSA TENGGARA BARAT KALIMANTAN SELATAN LAMPUNG MALUKU UTARA GORONTALO RIAU JAWA TIMUR SULAWESI TENGGARA D.I. YOGYAKARTA SULAWESI TENGAH PAPUA BENGKULU BANGKA BELITUNG KALIMANTAN BARAT JAMBI KALIMANTAN TENGAH NUSA TENGGARA TIMUR SULAWESI BARAT BALI
10.13 9.87 9.10 9.08 8.90 7.79 7.51 6.52 6.20 6.14 5.87 5.70 5.63 5.49 5.37 5.26 5.25 5.18 4.76 4.36 4.30 4.12 4.04 3.97 3.93 3.63 3.61 3.49 3.48 3.22 3.17 2.89 2.14 2.04
32
Proporsi Tenaga Kerja yang Berusaha Sendiri dan Pekerja Bebas Keluarga Terhadap Total Kesempatan Kerja Tahun 1998, 2009 dan 2012
Sumber: BPS, Susenas berbagai tahun penerbitan
33
II.TANTANGAN 1. Meskipun pemerintah telah melaksanakan banyak program penciptaan lapangan kerja yang tersebar di banyak kementerian/lembaga, namun koordinasi antar kementerian/lembaga pelaksana masih perlu terus ditingkatkan. 2. Efektivitas program penciptaan lapangan kerja yang telah berjalan masih dapat ditingkatkan lebih lanjut. 3. Pola pikir dan pola sikap wirausaha masih perlu terus dibangun dan ditingkatkan. 34
III. KEBIJAKAN 1. Pilar I: Perbaikan layanan dan Sistem Informasi Ketenagakerjaan. Pilar ini bertujuan untuk memastikan terciptanya hubungan antara pekerjaan yang tersedia dengan tenaga yang memerlukan pekerjaan. 2. Pilar II: Peningkatan kapasitas dan keterampilan angkatan kerja. Bertujuan untuk mengembangkan dan menyelaraskan keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja dengan kebutuhan dunia usaha. 3. Pilar III: Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta kewirausahaan. UMKM merupakan penyerap tenaga kerja yang besar. Mengembangkan UMKM akan secara langsung berdampak pada penciptaan lapangan kerja. 4. Pilar IV: Peningkatan pembangunan infrastruktur termasuk infrastruktur berbasis komunitas (Program padat karya dan infrastruktur). Infrastruktur perdesaan yang baik dan berkembang akan memberikan kemudahan bagi masyarakat setempat untuk melakukan aktivitas yang produktif dan berdaya guna. 5. Pilar V: Program darurat ketenagakerjaan. Bertujuan untuk membantu masyarakat yang terkena krisis, misalnya bencana alam.
35
IV. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 1 TARGET 1B • Penguatan penyelenggaran pemerintahan umum, pengembangan bursa kerja, pemberdayaan masyarakat desa dan pemerintah desa, hingga peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada tenaga kerja, terutama Tenaga Kerja Indonesia (TKI); • Program pelatihan teknis dan vokasional di berbagai bidang seperti industri, pertanian, peternakan dan lainnya; • Pengembangan standardisasi kompetensi kerja dan sertifikasi profesi, pelatihan dan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta program magang;
• Pelatihan kewirausahaan, pemberian bantuan modal awal, pendampingan berkelanjutan bagi UMKM termasuk dalam mengakses KUR, dan dukungan fasilitasi peningkatan nilai tambah dan daya saing; • Program pembangunan sarana dan prasarana pasar, infrastruktur perdesaan padat pekerja, perluasan areal dan pengelolaan usaha, terutama bidang pertanian dan peternakan, penyediaan dan pengembangan sarana dan prasarana usaha, termasuk sarana dan prasarana sekolah terutama sekolah kejuruan.; dan • Program padat pekerja di wilayah pasca bencana.
36
TUJUAN 1: MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Acuan Target Data Terbaru Status Dasar MDGs 2015 TUJUAN 1. MENANGGULANGI KEMISKINAN DAN KELAPARAN Target 1C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang menderita dalam kurun waktu 1990-2015 Prevalensi balita dengan 31,0% 19,60% (2013) 1.8 berat badan rendah / 15,50% ► (1989)* ** kekurangan gizi Prevalensi balita gizi 1.8a 7,2% (1989)* 5,70% (2013) ** 3,60% ► buruk Prevalensi balita gizi 23,8% 13,90% (2013) 1.8b 11,90% ► kurang (1989)* ** Proporsi penduduk dengan asupan kalori di 1.9 bawah tingkat konsumsi minimum: - 1400 17,00% 19,04% 8,50% Kkal/kapita/hari (1990) (2013) - 2000 64,21% 68,25% 35,32% Kkal/kapita/hari (1990) (2013) Indikator
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
Sumber kelaparan
* BPS, Susenas **Kemenkes, Riskesdas
BPS, Susenas
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Prevalensi Kekurangan Gizi Pada Balita 35.0 31.0
29.8
30.0
26.1
24.5
21.6
18.4 14.8
17.9
11.9
13.0
13.0
15.5
5.4
9.7
8.6
14.6 8.4
13.2
11.3
8.1
7.2
10.0
12.3
15.0
14.8
15.4
20.0
3.6
21.7
23.2
4.9
23.8
25.0
27.7
5.0
0.0 1989
1992
1995
1998
2000
Gizi Kurang
2002 Gizi Buruk
2005
2007
2010
2013
2015
Kekurangan Gizi
Sumber BPS, Susenas berbagai tahun peberbitandan Kemenkes, Riskesdas, 2007, 2010
38
Sumber BPS, Susenas 2013 Konsumsi Kalori < 1400 Kkal Maluku Utara
Papua
Kalimantan Timur
Papua Barat
Gorontalo
Maluku
Nusa Tenggara Timur
Bangka Belitung
Jambi
Jawa Timur
Jawa Tengah
DKI Jakarta
Kalimantan Tengah
Aceh
Lampung
Kalimantan Barat
Indonesia
Sulawesi Tenggara
Sumatera Selatan
Jawa Barat
Sumatera Utara
Bengkulu
Riau
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Sumatera Barat
Kepulauan Riau
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Banten
DI Yogyakarta
Kalimantan selatan
Nusa Tenggara Barat
Bali
Proporsi Penduduk dengan Asupan Kalori < 1.400 Kkal dan < 2.000 Kkal Tahun 2013
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Konsumsi Kalori < 2000 Kkal
39
II.TANTANGAN 1. Masih tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunting). Data Riskesdas 2010 menunjukkan prevalensi stunting sebesar 35,60 persen. 2. Beragamnya permasalahan pangan dan gizi antar wilayah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. 3. Masih terbatasnya pengetahuan akan pentingnya kecukupan gizi di masyarakat. 40
III. KEBIJAKAN 1. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011 – 2015 melalui pendekatan lima pilar pembangunan pangan dan gizi yang meliputi: a. perbaikan gizi masyarakat, b. aksesibilitas pangan, c. mutu dan keamanan pangan, d. perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan e. kelembagaan pangan dan gizi.
2. Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi a. Seribu hari pertama kehidupan
41
IV. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 1 TARGET 1C • Perbaikan gizi masyarakat, terutama pada ibu prahamil, ibu hamil, dan anak; • Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam; • Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan; • Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat dan peran pimpinan formal serta non formal; • Penguatan kelembagaan pangan dan gizi melalui penguatan kelembagaan pangan dan gizi di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; 42
•
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi a. Kampanye sadar gizi tingkat nasional dan daerah; b. Sosialisasi pencegahan dan penanggulangan stunting; c. Peningkatan kapasitas petugas di tingkat nasional dan daerah dalam perencanaan, d. Koordinasi dan evaluasi;
e. Penyiapan tenaga kesehatan yang terlatih dan kompeten dalam menyampaikan informasi dan pengetahuan dalam bidang gizi; f.
Peningkatan pengetahuan gizi pada ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita, anak sekolah, remaja, lanjut usia dan masyarakat umum melalui media cetak dan elektronik yang meliputi materi penyuluhan makanan bergizi seimbang, konseling ASI dan MP-ASI,
g. Penyuluhan tentang PMT dan Perilaku hidup bersih dan sehat; h. Pelayanan gizi masyarakat meliputi penimbangan balita di Posyandu dan pemantauan status gizi dan survey gizi;
i.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan bagi balita gizi kurang, pemberian vitamin A yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan balita,
j.
Pemberian Makanan Tambahan Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan pemberian tablet Fe yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu hamil, serta
k. Pemberian multimikronutrien/taburia pada balita usia di atas enam bulan. 43
TUJUAN 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA 44
45
TUJUAN 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA Indikator
Acuan Dasar
Data Terbaru
Target MDGs 2015
Status
Sumber
TUJUAN 2: MENCAPAI PENDIDIKAN DASAR UNTUK SEMUA Target 2A: Menjamin pada 2015 semua anak-anak, laki-laki maupun perempuan di manapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar
Angka partisipasi murni 2.1 (APM) SD/MI/sederajat
88,70% (1990)*
95.71% (2012)**
100,0
►
*BPS, **Kemendik bud
Proporsi murid kelas 1 2.2 yang berhasil menamatkan SD
62,00% (1990)
96.43% (2012)
100,0
►
Kemendikbud
Angka melek huruf penduduk usia 15-24 2.3. tahun, perempuan dan laki-laki
96,60% (1990)
99.08% (2012)
100,0
►
BPS
46
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Perkembangan APM dan APK Jenjang SD/MI dan SMP/MTs tahun 1992-2012 120 100 80 60
40 20 0 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
APK SD/MI/Paket A APK SMP/MTs/Paket B
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
APM SD/MI/Paket A APM SMP/MTs/Paket B 47
Bali NTB DKI Jakarta Maluku Utara DI Yogyakarta Kepulauan Riau Sumatera Barat Kalimantan Timur NTT Bangka Belitung Kalimantan Tengah INDONESIA Banten Jawa Tengah Sulawesi Utara Jawa Timur Sulawesi Selatan Kalimantan Selatan Jambi INDONESIA Lampung Sulawesi Tengah Sumatera Utara Riau Gorontalo NTT Sumatera Selatan Kalimantan Barat NTB Maluku Papua Sulawesi Barat Papua Barat Aceh
Perbedaan APM dan APK Jenjang SD/MI/sederajat Menurut Provinsi Tahun Ajaran 2012 140
120
100
80
60 APM
40 APK
20
0
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013 48
Sumber: BPS, 2012 79,4
79,2 81,0 83,5
84,0 84,1 84,3
84,4 85,4 86,1
87,6 89,5
2001 2002 2003
2004 2005 2006
2007 2008 2009
2010 2011 2012 2013
79,6
77,2
77,5
75,8
97,9
97,5
98,0
98,0
97,8
97,6
97,4
97,1
96,8
96,4
96,1
95,6
95,5
95,3
95,1
95,4
94,4
93,9
73,2
2000
13 -15 Tahun 79,0
7-12 Tahun
1999
1998
1997
1996
1995
94,1
72,4
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 1994
1993
Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah Anak Usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun 1994 – 2012
49
DI Yogyakarta Aceh Ba l i Kalimantan Timur DKI Jakarta Bengkulu Jawa Tengah Jawa Timur Jambi Sumatera Utara Lampung Kalimantan Tengah Sumatera Barat Jawa Barat Maluku Banten Kepulauan Riau Maluku Utara Sulawesi Utara NTB Ri a u Sumatera Selatan Indonesia Kalimantan Selatan Bangka Belitung Sulawesi Selatan Gorontalo Sulawesi Tenggara Kalimantan Barat Sulawesi Tengah NTT Sulawesi Barat Papua Barat Papua
Angka Partisipasi Sekolah Anak Usia 7-12 Menurut Provinsi, 2012
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
97.95
Sumber: BPS, 2012 50
DI Yogyakarta Bali NTB Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan DKI Jakarta Jawa Timur Jawa Tengah Sumatera Barat Kalimantan Barat NTT Riau Kalimantan Selatan Lampung Sulawesi Barat INDONESIA Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Aceh Jawa Barat Kalimantan Tengah Sumatera Selatan Sumatera Utara Papua Barat Papua Maluku Jambi Gorontalo Banten Bengkulu Maluku Utara Kepulauan Riau Bangka Belitung Kalimantan Timur
Proporsi Murid Kelas 1 Yang Berhasil Menamatkan Sekolah Dasar Tahun 2012 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
96,43
Sumber: Kemdikbud 51
Perkembangan Angka Melek Huruf Penduduk Usia 15-24 tahun, 2000 – 2012 98,98 98,90
98,80 98,75
99,53 99,46
99,55 99,40
99,54 99,38
98,92 98,76
98,80 98,73
98,78 98,71
98,90 98,50
98,70 98,40
98,80 98,60
98,50 98,10
98,70 98,20
100
80
60
40
20
Laki-Laki
Perempuan
0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Sumber: BPS, Susenas berbagai tahun
52
Sumber: BPS, Susenas 2012 INDONESIA
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kepulauan Riau
Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15-24 Tahun Menurut Provinsi dan tipe wilayah, 2012 100
90
80
70
60
50
40
30 Perkotaan
20 Perdesaan
10
0
53
II.TANTANGAN 1. Meningkatkan akses pendidikan kelompok tertinggal terutama karena kemiskinan. 2. Meningkatkan kesiapan anak untuk bersekolah. 3. Meningkatkan mutu pendidikan secara lebih merata. 4. Meningkatkan efektifitas dan akuntabilitas manajemen pendidikan. 54
III. KOTAK BEST PRACTICES
Kotak 2.1 Perbaikan Mutu dan Distribusi Guru di Kabupaten Gorontalo
55
IV. KEBIJAKAN 1. Menurunkan kesenjangan partisipasi pendidikan untuk menjamin agar semua anak mendapat pelayanan pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu. 2. Memperluas akses pendidikan PAUD yang bermutu untuk meningkatkan kesiapan anak bersekolah. Program PAUD ditingkatkan mutunya dan diperluas jangkauannya sehingga dapat menjangkau anak-anak di wilayah pedesaan dan tertinggal.
56
3. Meningkatkan mutu pendidikan dasar melalui: a. menyiapkan dan melaksanakan road map pemenuhan SPM untuk jenjang pendidikan dasar b. mengembangkan karakter dan keterampilan (skill) siswa c. meningkatkan profesionalisme pendidik melalui pelatihan dan penilaian kinerja secara berkesinambungan d. melakukan penyebaran guru secara lebih merata e. memperkuat sistem seleksi guru sejak dari masuk perguruan tinggi sampai dengan seleksi penerimaan guru f. meningkatkan kualitas lembaga pendidikan guru agar mampu mencetak guru yang benar-benar berkualitas.
57
4. Memperkuat tata kelola pendidikan untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas melalui: a.
b. c.
d. e. f. g.
meningkatkan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang memberi kewenangan kepada sekolah sebagai unit otonom untuk mengelola sumberdaya sekolah menyempurnakan sistem kepegawaian tenaga pendidik dan kependidikan meningkatkan komitmen kepala daerah terhadap pentingnya penyelenggaraan pendidikan dasar berkualitas menyebarluaskan best practices berkenaan dengan manajemen pendidikan memberi insentif fikal atau non-fiskal kepada pemerintah daerah yang telah sungguh-sungguh mengupayakan pencapaian tujuan MDG bidang pendidikan meningkatkan akuntabilitas manajemen sumber daya pendidikan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan antara lain melalui penguatan komite sekolah
58
TUJUAN 3: MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
59
60
TUJUAN 3: MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN Target Acuan Sumbe Data Terbaru Status Dasar r MDGs 2015 TUJUAN 3: MENDORONG KESETARAAN GENDER DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan tidak lebih dari tahun 2015 Rasio perempuan terhadap laki-laki di tingkat 3.1 pendidikan dasar, menengah dan tinggi 99.81 100.27 (1993) 100.00 - Rasio APM perempuan/ laki-laki di SD ● (2013) 99.86 105.69 (2013) 100.00 - Rasio APM perempuan/ laki-laki di SMP ● (1993) BPS, 93.67 100.66 (2013) 100.00 - Rasio APM perempuan/ laki-laki di SMA ● Susenas (1993) 74.06 - Rasio APM perempuan/ laki-laki di Perguruan 109.73 (2013) 100.00 ● Tinggi (1993) Rasio melek huruf perempuan terhadap laki-laki 98.44 (1993) 100.10 (2013) 100.00 3.1a ● pada kelompok usia 15-24 tahun 29.24% 35.10% Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan BPS, 3.2 Meningkat ► di sektor nonpertanian Sakernas (1990) (2013) 12.50% 16.79% (2013) 3.3 Proporsi kursi yang diduduki perempuan di DPR Meningkat ► KPU (1990) Indikator
61
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender, di Indonesia, 2005 – 2011
68.7
63.9
2005
69.6
65.1
2006
70.1
71.17
66.38 65.3
2007
71.76
66.77
72.27
67.2
72.77
67.8
IPM IPG
2008
2009
2010
2011
Sumber: Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2006-2012, Kerjasama BPS dengan Kementerian PP dan PA Selisih antara IPM dan IPG sebenarnya menunjukkan tingkat koreksi terhadap IPM yang diakibatkan oleh adanya disparitas gender. Dalam kondisi ideal, yaitu ketika disparitas gender relatif rendah, maka nilai selisih antara kedua indeks ini akan mendekati nol. Berdasarkan data selisih antara IPM dan IPG yang disajikan pada Gambar dapat dilihat bahwa disparitas alam pelaksanaan pembangunan di Indonesia pada tahun 2005– 2011berfluktuasi dengan kecenderungan terus meningkat secara pelahan tidak signifikan atau stagnan. 62
Rasio APM Perempuan terhadap Laki-laki menurut Jenjang Pendidikan,Th 2000-2013 110
Rasio APM
105
100
95
90
85
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun • • • •
Rasio APM untuk semua jenjang di atas 100 Ketimpangan rasio APM di atas SD antar-wilayah; di perdesaan lebih tinggi Ketimpangan rasio APM di atas SD antar-provinsi bervariasi ada yg berpihak pada lk/pr Kelompok kaya lebih berpihak pada lk kelompok miskin lebih berpihak ke perempuan
Sumber: BPS, Susenas 2013
Rasio APM perempuan/laki-laki di SD Rasio APM perempuan/laki-laki di SMP Rasio APM perempuan/laki-laki di SMA Rasio APM perempuan/laki-laki di Perguruan Tinggi
63
RAPM Antarwilayah Tahun 2013 • • • • •
Rasio APM Perkotaan Perdesaan SD 99.92 99.81 SMP 103.61 107.72 SMA 97.69 104.02 P. Tinggi 108.25 117.70
Sumber: BPS, Susenas 2013
Jumlah 99.70 105.69 100.66 109.73
64
Keberpihakan Antarprovinsi Tahun 2012 Jenjang SMP • Ke Laki-laki: Papua Barat, DKI Jakarta, Riau • Ke Perempuan: Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Sumatera Barat Jenjang SMA • Ke Laki-laki: Papua, Papua Barat, DKI Jakarta • Ke Perempuan : Gorontalo, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah Jenjang P Tinggi • Ke Laki-laki: NTB, Kalimantan Barat, Papua Barat, • Ke Perempuan : Bangka Belitung, Sulawesi Tengah, Aceh
Sumber: BPS, Susenas 2012
65
Kontribusi Perempuan dalam Kerja Upahan di Sektor Non-Pertanian, Th 20002013 38
37.1
Persentase
36
36.6 36.7 35.8
35.4
35.1
34.3 34
33.5
33.3
32.9 32.3 32
31.9 31.7 31.5
30
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2003
2001
2000
Tahun
Sumber: BPS, Susenas 2013
66
25.1
26.7
29.1
29.4
30.1
30.6
31.3
31.5
32.8
32.9
33.9
33.9
34.2
34.3
34.8
35.1
35.2
35.6
36.1
36.4
36.7
37.2
37.4
37.6
37.7
38.1
38.4
38.6
39.0
39.1
40.2
30
27.9
Persentase
40
42.3
50
44.7
Kontribusi Perempuan dalam Pekerjaan Upahan di Sektor Non-Pertanian, 2013
20
10
0
Provinsi
Sumber: BPS, Sakernas 2013
• • • • • •
Selama 13 th range kontribusi pada tingkat nasional berkisar antara 35.1% dan 37.1% Kesenjangan antar provinsi berkisar antara 25.1% (Papua) dan 44.7% (Gorontalo) Kontribusi kelompok perkotaan > perdesaan. Kontribusi kelompok kaya> miskin Upah/gaji perempuan< laki-laki 67 Kurangnya kesempatan kerja di sektor formal berdampak meningkatnya TKW dan TPPO
Keterwakilan Perempuan di DPR Tahun 1950-2014 18
16.7 13.0
Persentase
14
12.5
11.6
10.8 10 7.8 6.3
9.0
8.5 6.3
5.1
6 3.8
2009-2014
2004-2009
1999-2004
1997-1999
1992-1997
1987-1992
1982-1987
1977-1982
1971-1977
1956-1959
1955-1960
1950-1955
2
Periode
Sumber: BPS Keterangan: Data periode 2009-2014 adalah kondisi akhir tahun 2013.
68
Persentase 35
30
25
20
15
10
31.82 28.89 24.47 24.00 22.22 21.82 21.82 21.00 20.00 20.00 20.00 20.00 19.00 18.82 17.78 17.00 16.79 16.36 16.00 15.56 14.67 13.64 13.33 12.73 11.11 11.11 11.11 10.91 8.93 8.89 7.27 7.27 7.27 5.80
Proporsi Kursi yang Diduduki Perempuan di DPR, 2012
5
0
Provinsi
Sumber: BPS Keterangan: Data periode 2009-2014 adalah kondisi akhir tahun 2013. 69
II.TANTANGAN 1. Mindset para pengambil keputusan masih menginterpretasikan bahwa gender sebagai program perempuan dan produk barat sehingga mereka masih bias gender dan diskriminatif, 2. Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender belum konseptual sekaligus kontekstual dengan isu-isu internasional, nasional serta tematik dalam seluruh bidang-bidang pembangunan baik yang merupakan kewenangan pusat, maupun daerah dengan kompleksnya desentaralisasi serta otonomi daerah, 3. Upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak yang belum optimal, apalagi isu globalisasi tentang kekerasan yang semakin komplek dan beragam baik meliputi kekerasan fisik, psikis, eksploitasi, penelantaran serta lainnya, 4. Upaya pendidikan politik bagi calon politisi perempuan dan pendidikan gender bagi politisi laki-laki masih menghadapi banyak hambatan.
70
III. KOTAK BEST PRACTICES
Kotak 3.1. Keterwakilan Perempuan di DPRD Kab/kota di Atas/Sama dengan 30 Persen Kotak 3.2 Upaya Penyediaan Data Gender Dan Anak Melalui Publikasi: Profil Perempuan Indonesia; Profil Anak Indonesia; Dan Pembangunan Manusia Berbasis Gender Kotak 3.3 Pelaksanaan Stranas Percepatan PUG Melalui Perencanaan dan Penganggaran Yang Responsif Gender (PPRG) 71
IV. KEBIJAKAN 1. SE menakertrans No. 60/MEN/SJ- HK/II/2006 tentang Panduan Kesempatan dan Perlakuan Yang Sama Dalam Pekerjaan di Indonesia/EEO, 2. SK Menakertrans No. 184 Tahun 2013 tentang Pembentukan Gugus Tugas Kesempatan dan Perlakuan Yang Sama Dalam Pekerjaan (Task Force Equal Employment) 3. UU No No. 80 Tahun 1957 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 100 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 100 Mengenai Pengupahan yang Sama bagi Pekerja Laki-laki dan Wanita 4. UU Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5. Surat Edaran Menteri Perencanaan Pembangunan/Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: NOMOR : 270/M.PPN/11/2012, NOMOR : SE33/MK.02/2012, NOMOR : 050/4379A/SJ, dan NOMOR : SE 46/MPPPA/11/2012 tentang Percepatan Pengarusutamaan Gender melalui PPRG 72
V. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 3 TPO • Pembentukan lembaga koordinatif Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPTPPO). TKI • Melakukan advokasi dan sosialisasi guna penerapan Modul Penguatan Mental TKI di 12 provinsi dan 34 kabupaten/kota pengirim TKI. • Melakukan advokasi dan sosialisasi penerapan Kebijakan Bina Keluarga TKI di 8 provinsi dan 27 kabupaten/kota kantong utama pengirim TKI. • Menerapkan 3 Panduan Praktis bagi keluarga TKI di 12 provinsi dan 34 kabupaten/kota. • Mensosialisasikan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia Luar Negeri di 16 provinsi daerah pengirim TKI dan daerah transit. • Menerapkan Instrumen Pencatatan Pelangaran Hak TKI Perempuan di 8 provinsi daerah embarkasi dan debarkasi. 73
KDRT 1. Sosialisasi UU No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, 2. Evaluasi Pelaksanaan UU NO 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, 3. MOU dengan 6 K/L (KPP PA, Komnas Perempuan, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, Kepolisian dan Peradi) tentang Akses Keadilan bagi Perempuan Korban Kekerasan, 4. Inisiasi pelaksanaan sistim Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan, 5. PP Nomor 4 tahun 2006 tentang Kerjasama Penanganan dan Pemulihan Kekerasan terhadap Perempuan. 6. SPM Bidang Layanan Terpadu Permeneg PP No.1 tahun 2010 (SOP pelaksanaaan SPM, Sistem pencatatan dan pelaporan, dan costing): disampaikan ke kabupaten kota. Kompilasi di provinsi kemudian disampaikan laporannya ke pusat 74
7. Evaluasi pelaksaan SPM Permen PP PA No.01 Tahun 2010 Provinsi dan Kabupaten Kota 8. Penguatan mekanisme koordinasi pencapaian target SPM dengan Kemenkes dalam pelayanan Kesehatan dan Rehabilitasi Sosial (Kemensos) serta Dalam proses hokum dengan instansKepolisian, Kekajsaan Agung, Mahkamah Agung dan Kementerian Agama. 9. Perda provinsi dan kabupaten kota tentang penyelenggaraan perlindungan terhadap perempuan (data menyusul) 10. Advokasi terbentuknya regulasi di Pemda dalam rangka Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan Korban KDRT 11. Mendorong terbentuknya lembaga layanan korban kekerasan, baik yang berbasis pemerintah, maupun swasta termasuk alikasi anggarannya oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota 75
Sampai saat ini sudah terbentuk: • P2TP2A (Pusat pelayanan terpadu pemmberdayaan perempuan dan anak) di 33 Provinsi dan 242 kab/kota, • Lembaga layanan korban kekerasan berbasis rumah sakit sebanyak 22 unit di seluruh Indonesia. • UPPA (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) di 456 kepolisian (Polda dan Polres). • PPT/PKT(Pusat Pelayanan Terpadu/Pusat Krisis Terpadu) sebanyak 22 RS. • Rumah Perlindunagn Sosial Anak 22 Provinsi, serta • Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan 55.048. 76
Peran Perempuan Dalam Pengambilan Keputusan Publik • Melakukan pembenahan aspek peraturan perundangan terkait politik dan pengambilan keputusan yang mendukung keterwakilan perempuan di legislatif, eksekutif dan yudikatif antara lain: – UU No.2 tahun 2011 tentang partai politik, yang telah mengakomodasi 30 persen keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik – UU No.15 tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu, yang telah mengakomodasi 30 persen keterwakilan perempuan di KPU dan KPUD – UU No. 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD yang telah mengakomodasi 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen 77
TUJUAN 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK 78
79
TUJUAN 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK Indikator
Acuan Dasar
Data Terbaru
Target MDGs 2015
Status
Sumber
TUJUAN 4: MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK Target 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga dua per tiga dalam kurun waktu 1990-2015 Angka Kematian Balita per 1000 40 4.1 97 (1991) 32 ▼ kelahiran hidup ( 2012) Angka Kematian Bayi (AKB) per 1000 32 BPS, SDKI 4.2 68 (1991) 23 ▼ kelahiran hidup (2012) Angka Kematian Neonatal per 1000 19 4.2a 32 (1991) Menurun ► kelahiran hidup (2012) BPS, SDKI Persentase anak usia 1 tahun yang 74,20 % 4.3 44,5% (1991) Meningkat ► *BPS, diimunisasi campak (2013)* Susenas
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Angka Kematian Balita dan Kematian Bayi telah mengalami penurunan tajam tetapi diperkirakan masih belum mencapai target MDG pada tahun 2015 Angka Kematian Neonatal turun, tetapi sejak tahun 2007 tidak mengalami penurunan Kematian Neonatal memberikan kontribusi yang besar bagi kematian Bayi dan Balita Target persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak telah tercapai Terjadi disparitas yang konsisten dalam pencapaian MDG 4 antarprovinsi tempat tinggal, pendidikan ibu, dan kuintil kekayaan
100
Angka Kematian Bayi (AKB), Balita (AKBA), dan Neonatal (AKN)
97
81 80
Kematian per 1.000 kelahiran hidup
AKB 68 AKBa
58
60
57
AKN 46
44
46
40
40 32
35
34
30
32
32
26
24
20
20
19
19
0 1991
1995
1999
2003
Sumber data: SDKI berbagai tahun
2007
2012
2015
Tren Proporsi Kematian Neonatal terhadap Kematian Bayi dan Balita, Proporsi Kematian Bayi terhadap Kematian Balita (SDKI berbagai tahun) 100
Proporsi kematian
80
60 AKB/AKBa AKN/AKB AKN/AKBa
40
20
0 1991
1995
1999
Sumber: BPS, SDKI berbagai tahun
2003
2007
2012
Angka kematian neonatum, bayi, dan balita untuk periode 10 tahun sebelum survei menurut provinsi, SDKI 2007 dan 2012
TEMPAT TINGGAL Perkotaan
15
26
34
24
Perdesaan
40
52
PENDIDIKAN IBU 31
Tidak Sekolah
37
Tidak tamat SD
Disparitas Kematian Neonatal, Bayi, dan Balita berdasarkan Perdesaan/Perkotaan, Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Kuintil Kemiskinan (SDKI 2012)
Tamat SD
24
Tidak Tamat SMTA
15 24
Tamat SMTA SMTA +
66
16
43
60
96 76
52
32
27
32
1015
18 Kematian Neonatal
KUINTIL KEKAYAAN 29
Kuintil 1 (termiskin) Kuintil 2
21
Kuintil 3
23
Kuintil 4
15
Kuintil 5 (terkaya)
1017
34 33
28
23
52
43
39
34
Kematian Bayi 70 Kematian anak balita
Kematian Bayi dan Anak berdasarkan Berbagai Variabel (SDKI 2012) USIA IBU 34
<20 20-29
18
30-39
17
50
31 39 31 42 33
40-49
61
58
70
JARAK LAHIR SEBELUMNYA
36
<2 tahun
24
2 tahun
11
3 tahun
27
13
4+ tahun
64 42
58
38
Kematian Neonatal
24 32
Kematian Bayi Kematian anak balita
UKURAN LAHIR 66
Kecil/sangat kecil Rata-rata atau lebih besar
82
8
18
84
Sumber: Riskesdas 2013
Distribusi BBLR (berat lahir kurang dari 2,5 kg) berdasarkan beberapa Variabel (SDKI 2012) 14.5 13.2 11.2 9.7 8.6 7.2
6.2
6.2
7.8
7.3 6.3
6.1 4.9
5
Proporsi WUS dengan Risiko KEK, Riskesdas 2013
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Hamil
Tidak Hamil
11.8
20.7
17.6 10.7
11.3
17.3
13.6
21.4
20.9 19.3 8.1
5.6
7.9
10.3
8.9
12.6
10.2
12.7
13.1
16.1
18.2
23.8
30.1 30.6
38.5
Proporsi WUS dengan Risiko KEK, Riskesdas 2007
30.9
31.3
46.6
Proporsi Wanita Usia Subur (WUS) dengan Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) Riskesdas tahun 2007 dan 2010
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Hamil
Tidak Hamil
Papua Aceh Sulawesi Barat Banten Papua Barat Sumatera Utara Kalimantan Tengah Maluku Sumatera Barat Riau Kalimantan Barat Sulawesi Selatan Kalimantan Selatan Bangka Belitung Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan TOTAL Jawa Barat Sulawesi Tenggara Bengkulu NTT Sulawesi Tengah Maluku Utara DKI Jakarta Sulawesi Utara Jawa Timur Kalimantan Timur Lampung NTB Gorontalo Jawa Tengah Bali Yogyakarta
49.0 59.8 60.9 61.4 62.9 64.2 64.2 65.1 69.5 70.8 71.6 71.9 73.6 74.9 75.7 76.7 80.1 80.1 81.1 81.4 82.1 82.7 82.9 83.4 86.5 87.5 87.8 89.0 89.3 89.9 91.6 92.6 93.1 97.1
Anak yang Mendapatkan Vaksinasi Campak, Berdasarkan Provinsi, SDKI 2012
Sumber: BPS, SDKI 2012
II.TANTANGAN 1. AKB dan AKBa akan sulit untuk turun jika AKN tidak dapat diturunkan dengan signifikan. 2. Gizi kurang dan terutama stunting pada bayi dan balita masih tinggi. 3. Faktor penting yang berhubungan dengan risiko terjadinya BBLR adalah status gizi ibu. 4. Disparitas angka kematian bayi, kematian anak, BBLR dan dalam capaian program antra provinsi masih lebar. 5. Kematian neonatal, bayi, dan balita lebih tinggi di perdesaan, pada kelompok masyarakat dengan pendidikan rendah dan pada kuintil terendah.
III. KOTAK BEST PRACTICES
Kotak 4.1 Pengalaman Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam Percepatan Penurunan Kematian Neonatal
IV. KEBIJAKAN 1.
Fokus intervensi pada penyebab terbanyak kematian bayi dan balita yaitu masalah neonatus (asfiksia, berat badan lahir rendah, dan infeksi), penyakit infeksi (terutama diare dan pneumonia serta malaria pada daerah endemis), dan masalah gizi kurang dan gizi buruk sebagai underlying factor penyebab kematian bayi dan balita.
2.
Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan untuk neonatus-bayi dan balita sakit, dengan penekanan pada penguatan di pelayanan primer.
3.
Meningkatkan pelayanan kesehatan neonatus, bayi, dan balita yang terstandardisasi, dan terakreditasi, peningkatan distribusi tenaga kesehatan startegis dan kompetensi tenaga kesehatan (in-dan pre-service), pendanaan (termasuk pelaporan dan akuntabilitas), ketersediaan obat-sarana dan prasarana serta peralatan medis yang siap pakai dan aman, regulasi-manajemen dan sistem informasi serta penelitian yang mendukung peningkatkan kesehatan bayi dan balita dengan pendekatan penguatan sistem kesehatan (Health System Strengthening).
4.
Meningkatkan peran serta keluarga (termasuk suami dan anggota keluarga lain) dan masyarakat (peran kader, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat) melalui peningkatan pengetahuan dan pemberdayaan untuk kesehatan neonatus-bayi dan balita serta deteksi dini faktor risiko dan pola pencarian pertolongan pelayanan kesehatan.
5.
Memperkuat implementasi registrasi vital serta meningkatkan pengetahuan menganalisis penyebab kematian pada neonatus, bayi dan balita serta tindak lanjutnya.
6.
Fokus pendekatan pada daerah dengan jumlah penduduk besar dan jumlah kematian bayi terbanyak tanpa mengabaikan daerah terisolisasi, dengan memanfaatkan skema jainan kesehatan nasinal untuk mempermudah akses bayi dan balita sakit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
7.
Meningkatkan kerjasama dengan lintas sektor terkait, profesi, akademisi, LSM, dan mitra pembangunan intarenasional serta institusi pendidikan untuk meningkatkan kelangsungan dan kualitas hidup bayi dan balita.
V. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 4 1. 2. 3. 4.
5. 6.
Upaya penurunan AKN, karena AKN tidak turun dan merupakan proporsi yang tinggi thd Angka Kematian Bayi dan Anak. Upaya penjaminan akses terhadap pelayanan PONED dan PONEK 24/7 yang berkualitas karena proses kelahiran berpengaruh terhadap kematian neonatal Melakukan koordinasi dan sinergi dengan Direktorat terkait agar upaya program perbaikan gizi remaja puteri, dan kesehatan serta status gizi ibu hamil lebih baik. Melakukan koordinasi dan sinergi dengan Direktorat terkait baik di dalam Kemenkes maupun diluar Kemenkes agar upaya program perbaikan Gizi bayi dan anak balita lebih baik, termasuk: a. Upaya perbaikan status gizi bayi 0-5 bulan melalui peningkatan pemberian ASI eksklusif b. Upaya perbaikan status gizi bayi/anak 6-24 bulan: MP-ASI adekuat; ASI sampai usia 2 tahun; suplementasi vit A; pemantauan berat badan secara teratur melalui Posyandu dll Upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi pada anak Balita termasuk imunisasi dan MTBS. Memberikan penekanan yang berbeda untuk provinsi yang kematian Bayi dan Balitanya tinggi dan rendah dan daerah perdesaan dan perkotaan.
TUJUAN 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBU 100
101
TUJUAN 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBU Acuan Dasar
Indikator
Data Terbaru
Target MDGs 2015
TUJUAN 5: MENINGKATKAN KESEHATAN IBU Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015 Angka Kematian Ibu per 100,000 kelahiran 390 5.1 359 (2012) 102 hidup (1991) Proporsi kelahiran yang ditolong tenaga 40,70% 5.2 83,10 % (2012) Meningkat kesehatan terlatih (1992) Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada tahun 2015 Angka pemakaian kontrasepsi /CPR bagi 49,7% 5.3 61,90 % (2012) Meningkat perempuan menikah usia 15-49, semua cara (1991) Angka pemakaian kontrasepsi (CPR) pada 47,1% 5.3a perempuan menikah usia 15-49 tahun saat ini, 57,90 % (2012) Meningkat (1991) cara modern 5.4
5.5
Angka kelahiran remaja (perempuan usia 15-19 tahun) per 1000 perempuan usia 15-19 tahun
48 (2012)
75,0%
95,70 % (2012)
Menurun
-
1 kunjungan: 4 kunjungan:
Unmet Need (kebutuhan berencana/KB yang tidak terpenuhi)
keluarga
56,0% (1991) 12,70% (1991)
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
Sumber
▼
BPS, SDKI
►
BPS, Susenas
► ►
► BPS, SDKI 2012
Cakupan pelayanan Antenatal (sedikitnya satu kali kunjungan dan empat kali kunjungan) -
5.6
67 (1991)
Status
73,50 % (2012) 11,40 % (2012)
► Meningkat Menurun
► ►
1991,
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Sumber: SDKI berbagai tahun
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Tahun 1995-2012 90 80 70 60.2
Persen
60 50
46.1
50.0
67.0
64.1
71.5 70.5 72.4 72.5
74.9
77.3
79.8 81.3
83.1
53.9 51.8
40
30 20 10
Sumber: BPS, Susenas
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
0
40
Papua Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Nusa Tenggara Timur Papua Barat Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Gorontalo Jambi Sulawesi Selatan Banten Kalimantan Selatan Jawa Barat Nusa Tenggara Barat Indonesia Kalimantan timur Lampung Sumatera Selatan Sulawesi Utara Riau Bengkulu Sumatera Utara Bangka Belitung DI Aceh Jawa Timur Sumatera Barat Jawa Tengah Kepulauan Riau DI Yogyakarta Bali DKI Jakarta
Persen
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Berdasarkan Provinsi, SDKI 2012
100
80 63 63
60
40 66 70 72 75 76 76 77 89 90 90 91 86 87 88 86 85 85 83 84 80 80 82 94 95 98 99 99
50 52 57
43
20
0
Inkonsistensi antara Peningkatan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan AKI
pencegahan dan penanganganan komplikasi kebidanan serta pencegahan kematian ibu tidak sepenuhnya bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan. sebagian besar komplikasi kebidanan tidak dapat diprediksi (unpredictable) sering terjadi keterlambatan baik pada tingkat pelayanan primer, keterlambatan dalam proses rujukan dan keterlambatan pelayanan di RS. masih banyak Puskesmas PONED yang tidak perfungsi sebagai fasilitas PONED
Kesiapan pelayanan 24/7 di semua tingkat pelayanan
Pelayanan Berkesinambungan (Continuum of Care) KB: unmet need, kehamilan remaja, dll
Selamat
Ibu Hamil/ Bersalin
Ponkesdes ? Polindes?
85% normal . 15% komplikasi, tak dpt diprediksi tp dpt dicegah
BIAYA
Pemanfaatan Puskesmas/ PONED Puskesmas Perawatan?
Kualitas Pelayanan
Pencegahan Komplikasi Deteksi Dini Komplikasi Tindakan pertama & stabilisasi
Rujukan efektif
>80% kematian di RS!
Kualitas Pelayanan Akses segera ke RS PONEK
Tindakan yang Dilakukan Saat Terjadi Komplikasi, SDKI 2012 50 Persen
44 40
29
30
21 20 13 9
10
5
4
2 0 Tidak bertindak
Istirahat
Sumber: BPS, SDKI 2012
Berobat
Pergi keDukun
Mendatangi Ke Dokter Bidan
Ke Pelayanan Kesehatan
Lain-lain
Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Berdasarkan Provinsi, SDKI 2012 100
80 63 63 57
Persen
60
40
20
0
50 52 40
43
66
70 72
77 75 76 76
88 89 90 90 91 86 86 87 85 85 84 83 80 80 82
94 95
98 99 99
Disparitas Persalinan di Fasilitas Kesehatan Berdasarkan Berbagai Karakteristik, SDKI 2007 dan 2012 TEMPAT TINGGAL 70.3
Perkotaan 28.9
Perdesaan
80
46.7
PENDIDIKAN IBU Tidak Sekolah
15.4
Tidak tamat SD
21.1 22
38 31
Tamat SD
47.1 48.7
Tamat SMTA
61 71.2
SMTA +
86.4
KUINTIL KEKAYAAN
Kuintil 1 (termiskin) Kuintil 2
13.6
29.7 31.7
57.2 47.9
Kuintil 3 Kuintil 4
Kuintil 5 (terkaya)
66.2 61.7 63.2
2007
2012
79.1 83.3
Tren Kelahiran dengan Seksio di Indonesia, berdasarkan Kuintil Kekayaan tahun 2007 dan 2012 70
23.1
60
Persen
50 15.5
40
16.8
30
11.4
7.3
20 10
9
5.1 4.5 1.8
3.7
1
2
0 Kuintil 1 (termiskin)
Kuintil 2
Kuintil 3
Kuintil 4
Kuintil 5 (terkaya)
Kunjungan K1 dan K4 antara tahun 1994-2012 (SDKI) 100
% kunjungan
80 60 40 20 0 1994 1997 2003 2007 2012
K1 82.2 89.4 95.6 95.8 96.9
K4
63.5 63.5 73.5
Tren Total Fertility rate (TFR) di Indonesia, tahun 1994-2012 (SDKI) 2.85 2.78
1994
1997
2.6
2.6
2.6
2003
2007
2012
Tren Angka Prevalensi Penggunaan KB (CPR) modern pada wanita kawin usia 15-49 tahun di Indonesia,tahun 1994-2012 (SDKI)
56.7
57.4
57.9
2007
2012
54.7 52.1
1994
1997
2003
Metode Kontrasepsi yang dipergunakan wanita menikah usia 15-49 tahun, SDKI 2007 dan 2012
Vasektomi Kondom Pria Implant Tubektomi IUD Pil Injeksi
2007 0.2 1.3 2.8 3 4.9 13.2 31.8
2012 0.2 1.8 3.3 3.2 3.9 13.6 31.9
Angka Fertilitas Spesifik Remaja usia 15-19 tahun, SDKI 1994 – 2012 ASFR merujuk pada periode 3 tahun sebelum survei dan dinyatakan dalam kelahiran per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun
61
1994
62
1997
51
51
2003
2007
48
2012
Tren Unmet need (persen) di Indonesia tahun 1991 – 2012 (SDKI) 17 15.3 13.6
13.2
13.1 11.4
1991
1994
1997
2003
2007
2012
Total Fertility Rate (TFR) berdasarkan provinsi tahun 2012 (SDKI)
Papua Barat Sulawesi Barat Papua Nusa Tenggara Timur Sulawesi Tengah Maluku Maluku Utara Kalimantan Barat Sumatera Utara Sulawesi Tenggara Riau Sumatera Selatan Sumatera Barat Nusa Tenggara Barat Kalimantan timur Kalimantan Tengah Aceh Lampung Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Kepulauan Riau INDONESIA Gorontalo Bangka Belitung Kalimantan Selatan Jawa Tengah Jawa Barat Banten Jawa Timur Jambi DKI Jakarta Bali Bengkulu DI Yogyakarta
3.7 3.6 3.5 3.3 3.2 3.2 3.1 3.1
3 3 2.9 2.8 2.8 2.8 2.8 2.8 2.8 2.7 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.6 2.5 2.5 2.5 2.5 2.3 2.3 2.3 2.3 2.2 2.1
Persen perempuan usia 15-49 tahun yang menggunakan kontrasepsi modern berdasarkan provinsi (SDKI 2012)
Kalimantan Selatan Lampung Bangka Belitung Kalimantan Tengah Sumatera Selatan Kalimantan Barat Sulawesi Utara Jawa Timur Jambi Jawa Tengah Gorontalo Banten Bengkulu Jawa Barat DI Yogyakarta Bali INDONESIA Nusa Tenggara Barat Kalimantan timur Riau DKI Jakarta Sulawesi Tengah Maluku Utara Sumatera Barat Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Kepulauan Riau Sulawesi Selatan Aceh Sumatera Utara Papua Barat Maluku Nusa Tenggara Timur Papua
66.4 66.3 65.3 64.8 64.4 63.9 63.7 62.4 62 61.5 61.5 61.3 61.2 60.3 59.6 59.6 57.9 55.1 54.1 54 53.4 52.5 51.1 50.2 48.4 48 48 47.5 44.4 42.8 41 40.4 38.3
19.1
Metode kontrasepsi yang digunakan wanita menikah menikah usia 15 49 tahun berdasarkan jumlah anak yang masih hidup (SDKI 2007 dan 2012) 70 60 50 40 30
20 10 0
Kondom pria Pil IUD Injeksi Implant Tubektomi Vasektomi
0 0.1 3.5 0 4.1 0 0 0
1-2
3-4
5+
Jumlah anak hidup (SDKI 2007) 1.4 1.6 1 14.5 15.1 8 5.4 5.9 2.7 38.7 29.6 19.3 3 3.2 2.7 1.1 6.7 7.1 0.1 0.3 0.5
0 0 0 0 0 0 0 0
1-2
3-4
5+
Jumlah anak hidup (SDKI 2012) 0.3 2.1 1.4 1.3 3 14.8 14.9 9.9 0 4.2 4.9 2.2 2.8 37.5 30.5 21.2 0 3.1 4.4 4.7 0 1.2 8 7 0 0.1 0.3 0.1
Persen ibu hamil yang menerima ANC dari tenaga kesehatan terampil berdasarkan provinsi, SDKI 2012
Bali DI Yogyakarta Jawa Timur Jawa Tengah DKI Jakarta Nusa Tenggara Barat Kalimantan timur Lampung Sumatera Selatan Kepulauan Riau Bengkulu Banten Jawa Barat Bangka Belitung Sumatera Barat Riau INDONESIA Aceh Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Gorontalo Sumatera Utara Sulawesi Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Tenggara Jambi Nusa Tenggara Timur Maluku Utara Kalimantan Tengah Kalimantan Barat Maluku Papua Barat Sulawesi Barat Papua
57.8
99.3 98.9 98.7 98.6 98.6 98.4 97.4 97.3 97.2 96.8 96.5 96.4 96.2 96.2 95.9 95.8 95.7 95.3 95.1 94.9 94.2 93.2 93.2 93.2 93.1 92.6 92.1 90.1 88.5 87.4 86.3 86.1 85
Unmet need metode KB berdasarkan provinsi, SDKI 2012 Papua Papua Barat Maluku Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tengah Kepulauan Riau Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Maluku Utara Aceh Sumatera Barat Gorontalo Sumatera Utara DKI Jakarta Kalimantan timur Riau DI Yogyakarta INDONESIA Jawa Barat Sulawesi Utara Jawa Tengah Banten Jawa Timur Kalimantan Barat Bangka Belitung Bali Bengkulu Kalimantan Selatan Sumatera Selatan Lampung Jambi Kalimantan Tengah
20.6 19.2 18.4 17.5 16.1 15.7 14.5 14.3 14.2 14 14 13.7 13.6 13.2 13.2 13 11.8 11.5 11.4 11 10.8 10.4 10.2 10.1 9.8 9.8 9.3 9.1 8.4 8.1 7.9 7.9 7.6
23.8
II.TANTANGAN 1. Peningkatan Proporsi Persalinan oleh Nakes tidak konsisten dengan Tren AKI, karena: a. Pemahaman konsep yang berbeda mengenai continuum of care untuk penyelamatan ibu : ketersediaan pelayanan 24/7 di tk pelayanan dasar (PONED, Puskesmas, Polindes); PONEK 24/7 didukung sistem rujukan yg efektif b. Ketersediaan Pelayanan PONEK yang berfungsi 24/7 masih rendah, yang disebabkan karena jumlah tenaga; distribusi tenaga; keterampilan tenaga; kualitas pelayanan; ketersediaan darah) c. Ketersediaan PONED yang berfungsi 24/7 masih rendah karena jumlah tenaga; distribusi tenaga; keterampilan tenaga; kualitas pelayanan d. Rujukan yang tidak efektif, dan tiga keterlambatan masih tinggi e. Proporsi desa yang mempunyai Bidan terampil, yg tinggal didesa
2. TFR tetap, CPR tetap, unmet need turun tapi masih tinggi 3. Disparitas pelayanan kesehatan reproduksi serta pelayanan KB baik antar propinsi, antara perkotaan dan perdesaan serta antara tingkat sosial ekonomi keluarga dan ibu masih tinggi 4. Pemakaian mixed method KB dan penggunaan metoda KB berjangka pendek jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metoda jangka panjang, serta masih rendahnya peran serta laki-laki dalam KB perlu adanya penigkatan. 5. Tingginya angka childbearing pada remaja yang dipengaruhi oleh keterbatasan ketersediaaan dan akses ke informasi (kurikulum, promosi diluar institusi) 6. Komitmen pemerintah daerah masih sangat bervariasi dalam hal pengadaan dan distribusi tenaga kesehatan, pengadaan dan distribusi fasilitas kesehatan, peraturan terkait pelayanan di fasilitas kesehatan serta kerjasama dengan PMI
III. KOTAK BEST PRACTICE
Mewujudkan Angka Kematian Ibu Nol (AKINO) di Kabupaten Lombok Utara, NTB
IV. KEBIJAKAN Kebijakan Untuk Target 5A Dalam rangka percepatan penurunan AKI, Kementerian Kesehatan menetapkan 7 program utama yaitu: 1. Penjaminan kompetensi Bidan di desa sesuai standar 2. Penjaminan ketersediaan faslitas yankes mampu pertolongan persalinan 24/7 sesuai standar 3. Penjaminan seluruh RS Kab/Kota mampu PONEK 24/7 sesuai standar 4. Penjaminan terlaksananya Rujukan Efektif 5. Penjaminan dukungan PEMDA thd Regulasi yg diperlukan untuk mendukung secara efektif pelaksanaan Program 6. Peningkatan Kemitraan swasta 7. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di masyarakat Oleh karena monitoring dan evaluasi penting untuk mengetahui progres program dan menjadi masukan untuk perbaikan program maka sistem monitoring dan evaluasi perlu diperkuat.
Kebijakan untuk Target 5B Umum: • Fungsi BKKBN perlu diperkuat karena kondisi saat ini memerlukan otoritas koordinasi di tingkat nasional yang kuat • Struktur dari Pusat – Daerah yang mendukung fungsi
Khusus: • Penyediaan Alkon, Contraceptive Supply Chain dan bagaimana penyampaiannya kepada pengguna • Peningkatan keterampilan Nakes dalam metoda jangka panjang • Kejelasan wewenang tenaga kesehatan dalam memberikan Nakes dalam metoda jangka panjang • Peningkatan kemitraan dengan swasta • Strategi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) yang kuat dan berkesinambungan, terutama karena ada isu-isu sensitif, seperti pematangan usia perkawinan pertama
V. UPAYA PENTING DALAM PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 5 TARGET 5A 1. Penjaminan kompetensi Bidan di desa sesuai standar 2. Penjaminan ketersediaan fasilitas yankes mampu pertolongan persalinan 24/7 sesuai standar 3. Penjaminan seluruh RS Kab/Kota mampu PONEK 24/7 sesuai standar 4. Penjaminan terlaksananya Rujukan Efektif 5. Penjaminan dukungan PEMDA thd Regulasi yg diperlukan untuk mendukung secara efektif pelaksanaan Program 6. Peningkatan Kemitraan swasta 7. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) di masyarakat
V. UPAYA PENTING DALAM PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 5 TARGET 5B 8. Meningkatkan strategi KIE secara komprehensif: • Pemberdayaan secara berjenjang: tenaga kesehatan di berbagai tingkat pelayanan kesehatan, dan tenaga non-kesehatan (guru, TOMA, TOGA, LSM, dll) • Pemanfaatan berbagai pendekatan, termasuk media massa 9. Fokus area strategi KIE: • Konsep kesehatan reproduksi, dan mengapa 2 anak cukup • Pentingnya pendewasaan usia perkawinan pertama • Kelebihan dan kekurangan berbagai metoda KB utama, metoda jangka pendek dan panjang • Akibat diskontinu penggunaan metoda KB 10. Penguatan sistem Informasi, Monitoring dan Evaluasi 11. Penguatan Koordinasi dalam hal menentukan dana operasional untuk penyuluhan dan pelaksanaan program KB serta rekrutmen jumlah PLKB. 12. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan
TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA 130
131
TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA Acuan Data Target Status Sumber Dasar Terbaru MDGs 2015 TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015 Pemodelan matematik Prevalensi HIV/AIDS (persen) dari total 0,43% 6.1 Menurun ▼ a HIV di populasi (2012)* Indonesia tahun 2012 *BPS, 37.6% SKRRI Penggunaan kondom pada hubungan seks 12,8% 6.2 Meningkat ▼ berisiko tinggi terakhir (2002/03)* (2011)** ** STBP, Kemenkes Proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun Rapid ▼ 6.3 yang memiliki pengetahuan komprehensif 21.25% Meningkat survey, tentang HIV/AIDS Kemenkes Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010 Proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang 84,67% 6.5 Meningkat ► Kemenkes memiliki akses pada obat-obatan antiretroviral (2013) Indikator
132 Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN .
Prevalensi HIV populasi umur 15-24 tahun
Target MDGs
Sumber : Kemenkes RI, 2012
133
Angka kumulatif AIDS sampai dengan September 2013
Sumber: Kemenkes RI, 2013
134
AIDS Case Rate Provinsi dan Nasional sampai dengan September 2013
Sumber: Kemenkes RI, 2013
135
Penggunaan Kondom Pada Populasi Berisiko
Target MDGs
Sumber: Kemenkes RI, 2013 136
Persentase Penduduk Usia 15-24 Tahun Yang Memiliki Pengetahuan Komprehensif tentang HIV dan AIDS (Kemenkes RI, 2012)
Sumber: Kemenkes RI, 2012 137
Persentase ODHA yang mendapatkan ART (Kemenkes RI, 2013) Capaian (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
84.1
88.4
TARGET RPJMN
93.28
90
76.5
2015 Target MDGs
2010
2011
Sumber: Kemenkes RI, 2013
2012
2013
2015 138
II.TANTANGAN 1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengetahui status HIVnya baik ditawarkan ataupun secara sukarela pada kelompok berisiko 2. Tingginya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA baik di masyarakat maupun petugas kesehatan menyebabkan penyakit ini semakin sulit untuk dikendalikan. 139
III. KOTAK BEST PRACTICES
6.1 Puskesmas Sememi, Kota Surabaya, Jawa Timur – Sukses dalam Pelaksanaan Program HIV/AIDS dan IMS
140
IV. KEBIJAKAN 1. Permenkes nomor : 21 tahun 2013 tentang pengaturan penanggulangan HIV-AIDS, 2. Surat Kesepakatan Bersama 5 Menteri (Menkes, Mendagri, Mendikbud, Mensos, Menag) Tentang Peningkatan Pengetahuan Komprehensif HIV/ AIDS 3. Surat Edaran Menkes nomor : GK/Menkes/001/I/2013 tentang layanan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)
4. Instruksi Mendagri nomor : 444.24/2259/SJ tentang penguatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS di daerah 5. Perluasan layanan HIV-AIDS dengan pendekatan Layanan Komprehensif Berkesinambungan. 141
V. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 6 TARGET 6A 1. Kampanye Aku Bangga Aku Tahu (ABAT) di 10 Provinsi terpilih 2. Peningkatan akses masyarakat terhadap pengobatan dan penyediaan layanan terpadu atau komprehensif HIV dan AIDS
3. Sampai awal tahun 2011, telah terbit 10 Peraturan Daerah (Perda) tingkat Provinsi; 1 Peraturan Gubernur, dan 13 Perda Kabupaten/Kota tekait penanggulangan HIV dan AIDS 4. Desentralisasi Obat Antiretroviral (ARV)
142
TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA Target Indikator MDGs Status Sumber 2015 TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015 Angka kejadian dan tingkat kematian akibat 6.6 Malaria Angka kejadian Malaria (per 1,000 4,68 66.a 1,38% (2013) Menurun ► Kemenkes penduduk): (1990) Proporsi anak balita yang tidur dengan Kemenkes, 6.7 16,5% (2010) Meningkat ▼ kelambu berinsektisida Riskesdas Proporsi anak balita dengan demam yang Kemenkes, 6.8 34,7% (2010) Meningkat ▼ diobati dengan obat anti malaria yang tepat Riskesdas Acuan Dasar
Data Terbaru
143
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Sumber: Kemenkes, berbagai tahun
144
Sumber: Kemenkes RI, 2013
145
Sumber: Kemenkes RI, 2013 -
-
7
73
97
212
504
958
1,047
1,157
1,204
1,292
1,404
1,472
1,721
1,862
2,058
2,109
2,605
2,666
2,678
3,080
3,140
3,705
4,660
7,004
5,030
5,508
13,721
17,404
32,547
81,386
141,216
Sebesar 79,7 persen kasus berasal dari Kawasan Timur Indonesia, yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan NTT.
146
343,527
Persentase
Persentase Pengobatan Sesuai Standar Program Malaria 2010 - 2013 82%
82%
84%
2011
2012
2013
47%
2010
Tahun Sumber: Kemenkes RI, 2013
147
• Upaya pencegahan dan penyebarluasan malaria adalah untuk mengurangi penularan malaria melalui perlindungan kepada kelompok usia rentan seperti ibu hamil, bayi dan anak-anak usia balita dari gigitan nyamuk penular malaria dengan penggunaan kelambu berinsektisida. • Menurut data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010 proporsi anak yang tidur dengan kelambu berinsektisida sebesar 16,5% dan diharapkan meningkat pada tahun 2015 sebesar 95%. 148
II.TANTANGAN
Disparitas yang cukup tinggi antara kejadian malaria di kawasan timur Indonesia dengan daerah lain
149
III. KOTAK BEST PRACTICES
6.2 Upaya Juru Malaria Kampung di Teluk Bintuni Papua Barat , Peningkatan Pemberdayaan dan penggerakan Masyarakat dalam memerangi malaria dalam rangka percepatan pencapaian Goal 6 MDG 150 dan menuju eliminasi 2030
IV. KEBIJAKAN Di kawasan timur Indonesia berupa : 1.
Intensifikasi dan ekstensifikasi pengobatan di semua fasilitas kesehatan dan penemuan secara aktif melalui MBS (mass blood survey).
2.
Kelambunisasi melalui kampanye dan distribusi kelambu berinsektisida secara massal
3.
Penyemprotan Dinding Rumah (Indoor Residual Spraying / IRS) di desa hiperendemisalnya
4.
Penguatan Surveilans dan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB)
5.
Penguatan kemandirian masyarakat melalui Posmaldes dan UKBM lainnya
6.
Penguatan kemitraan melalui Forum Gerakan Berantas Kembali Malaria (GebrakMalaria)
Strategi Distribusi Kelambu Berinsektisida di Indonesia:
1.
Di daerah endemisalnya tinggi dilakukan pembagian kelambu massal
2.
Di daerah endemisalnya sedang, kelambu dibagikan kepada kelompok risiko tinggi yaitu ibu hamil dan bayi melalui integrasi dengan program KIA dan Imunisasi. 151
V. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 6 TARGET 6C Keputusan Menteri Kesehatan No. 293/Menkes/SK/IV tanggal 28 April 2009 tentang eliminasi Malaria di Indonesia: 1) Melakukan penemuan dini dan pengobatan dengan tepat; 2) Memberdayakan dan menggerakkan masyarakat; 3) Menjamin akses pelayanan berkualitas terhadap masyarakat yang berisiko; 4) Melakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi kepada Pemerintah dan Pemerintah daerah; 5) Menggalang kemitraan dan sumber daya lokal, nasional maupun internasional; 6) Menyelenggarakan sistem surveilans, monitoring dan evaluasi serta informasi kesehatan; 7) Melakukan upaya eliminasi melalui forum kemitraan Gebrak Malaria; dan 8) Meningkatkan kualitas SDM dan mengembangkan teknologi dalam upaya eliminasi malaria. 152
TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA Acuan Data Target Status Sumber Dasar Terbaru MDGs 2015 TUJUAN 6: MEMERANGI HIV/AIDS, MALARIA DAN PENYAKIT MENULAR LAINNYA Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus baru Malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015 Indikator
Angka kejadian, prevalensi dan tingkat kematian akibat Tuberkulosis Angka kejadian Tuberkulosis (semua 6.9a kasus/100,000 penduduk/tahun) Tingkat prevalensi Tuberkulosis (per 6.9b 100,000 penduduk) Tingkat kematian karena Tuberkulosis (per 6.9c 100,000 penduduk) Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang 6.10 terdeteksi dan diobati dalam program DOTS Proporsi jumlah kasus Tuberkulosis yang 6.10a terdeteksi dalam program DOTS Proporsi kasus Tuberkulosis yang diobati 6.10b dan sembuh dalam program DOTS 6.9
343 187 (2013) (1990) Dihentikan, 443 213 (2013) mulai (1990) berkurang 27 92 (1990) (2012)
20,0% (2000)* 87,0% (2000)*
84,41% (2012)** 90,2% (2013)**
●
70,0%
●
85,0%
●
Laporan TB Global WHO,
*Laporan TB Global WHO **Laporan Kemenkes 153
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
91.0
91.0
91.0
91.2
90.3
90.2
78.3
83.5
84.4
2012
67.7
90.7
2011
53.5
89.5
75.7
69.8
72.8
73.1
2009
87.0
2008
86.1
2007
86.0
2006
87.0
37.6
2005
2004
2003
2002
21.0
2001
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
2010
Angka Keberhasilan Pengobatan / Success Rate (SR)
CDR Sumber: Kementerian Kesehatan
SR 154
Beban TB dalam rate (per 100.000 penduduk) tahun 1990-2012 (Kemenkes RI, 2013)
Sumber : Kemenkes 2013
155
II.TANTANGAN 1. Ko-infeksi TB/HIV, TB yang resisten obat dan tantangan lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi
2. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti jumlah pasien TB yang ditatalaksana di fasilitas pelayanan kesehatan non pemerintah (swasta) 3. Masih rendahnya kasus TB resisten obat yang berhasil ditemukan dan mendapatkan pengobatan 4. Komitmen dari pemerintah masih kurang untuk pendanaan program TB, 5. Masih kurangnya perhatian untuk tatalaksana kasus TB BTA negatif dan TB anak
6. Masih rendahnya sumber daya manusia untuk mendukung ekspansi program dan penerapan inovasi baru.
156
III. KOTAK BEST PRACTICES
6.3 PEJUANG TANGGUH (PETA): Suatu Bentuk Dukungan Sebaya Untuk Pasien Tuberkulosis 157
IV. KEBIJAKAN 1. Meningkatkan perluasan pelayanan DOTS yang bermutu 2. Menangani MDR-TB, TB anak dan masyarakat misalnyakin serta kelompok rentan lainnya 3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan kesehatan milik pemerintah, masyarakat dan swasta mengikuti International Standard of TB Care (ISTC) 4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB 5. Memperkuat sistem kesehatan, termasuk sistem SDM dan manajemen program pengendalian TB 6. Meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB 7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis. 158
V. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 6 TARGET 6C 1. Peningkatan penemuan kasus dan memastikan kesembuhan dari kasus yang telah ditemukan. 2. Strategi nasional pengendalian TB yang merupakan upaya untuk mencapai tujuan dengan penjabaran strategi kedalam rencana aksi nasional 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7.
meningkatkan perluasan pelayanan DOTS yang bermutu. menangani MDR-TB, TB anak dan masyarakat misalnyakin serta kelompok rentan lainnya Melibatkan seluruh penyedia pelayanan kesehatan milik pemerintah, masyarakat dan swasta mengikuti International Standard Of TB Care memberdayakan masyarakat dan pasien TB. memperkuat sistem kesehatan, termasuk sistem SDM dan manajemen program pengendalian TB meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis. 159
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP 160
161
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Indikator
Acuan Dasar
Target MDGs 2015
Data Terbaru
Status
Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi kerusakan pada sumberdaya lingkungan
Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan
59,97% (1990)
52.54% (2012)
Jumlah emisi karbon dioksida (CO2)
247.522 Gg CO2e (2000)
339.426 Gg CO2e (2005) 356.823 Gg CO2e (2008)
Berkurang 26% pada 2020
Jumlah konsumsi energi primer (per 7.2a kapita)
2,64 BOE (1991)
3,46 (2012)
Menurun dari kondisi BAU 6,99
7.2b Intensitas energi
5,28 SBM/ USD 1,000 (1990)
1,00 SBM/USD 1.000 (2012)
Menurun
7.2c Elastisitas energi
0,98 (1991)
1.6 (2010)
Menurun
3,5% (2000)
6.00% (2012)
7.1
7.2
7.2d
Bauran energi untuk energi terbarukan
Meningkat
-
▼
Kementerian Kehutanan
▼
Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 162
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Indikator
Acuan Dasar
Data Terbaru
Target MDGs 2015
Status
Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7A: Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan dan program nasional serta mengurangi kerusakan pada sumberdaya lingkungan
7.3
7.4
7.5
7.6
Jumlah konsumsi bahan perusak ozon (BPO) dalam metrik ton
Proporsi tangkapan ikan yang berada dalam batasan biologis yang aman Rasio luas kawasan lindung untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati terhadap total luas kawasan hutan
Rasio kawasan lindung perairan terhadap total luas perairan teritorial
202 metric tons 8.332,7 methyl metrik ton bromide, BPO 5,001.87 metric (1992) tons (2012)
66,08% (1998)
93,25% (2012)
26,40% (1990)
28,45% (2012)
0,14% (1990) *
0 CFCs sementara HCFCs menurun Tidak terlampaui
Meningkat
5,1% (2012)** Meningkat
►
Kementerian Lingkungan Hidup
►
Kementerian Kelautan & Perikanan
►
►
Kementerian Kehutanan *Kem. Kehutanan **Kem. Kelautan163 & Perikanan
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survei foto udara terhadap luas daratan
Sumber: Kementerian Kehutanan
164
Konsumsi energi , 1990 – 2005 (dinyatakan dalam BOE)
Year 1990 1995 2000 2005
Coal 9,441,700 16,924,331 36,950,289 72,641,206
Natural Gas 43,936,367 52,562,903 84,004,525 99,058,305
LPG 2,705,853 5,862,353 8,127,722 8,994,971
Oil-based Fuels 173,135,825 245,233,214 307,580,862 347,289,308
Sumber: Laporan Pencapaian MDGs Indonesia tahun 2007
Electricity 18,788,299 30,366,459 49,569,525 65,644,844
Biomass 253,511,737 250,698,020 269,042,410 270,121,756
Total 501,519,781 601,647,280 755,275,333 863,750,390 165
Konsumsi Energi Tahun 1991-2010
Sumber: Kementerian ESDM
166
Produksi Perikanan Dibandingkan dengan Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan (JTB), Tahun 2012-2013
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan
167
Sumber: Kementerian Kehutanan
168
Perkembangan Kawasan Konservasi Perairan, 2003-2013
Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan
169
II.TANTANGAN 1. Masalah penurunan tutupan hutan 2. Konversi hutan dan pengelolaan hutan yang kurang tepat 3. Tingginya tingkat karbon dioksida yang dilepas ke atmosfir 4. Penggunaan sumber-sumber energi alternatif 5. Peningkatan kerjasama antar instansi. 6. Tata pemerintahan yang baik (good governance), dipercaya termasuk juga integritas para pemain utama dari pejabat pemerintahan yang paling tinggi sampai pekerja pada tataran lokal 170
III. KOTAK BEST PRACTICES
Kotak 7.1 Kebijakan Umum Pemerintah dalam Pengamanan Lingkungan
171
IV. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 7 TARGET A Menyeimbangkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, melalui: 1. Pemberantasan penebangan liar untuk menjaga luas kawasan hutan lindung dan daerah konservasi 2. Gerakan nasional dalam rehabilitasi hutan dalam rangka merehabilitasi daerah-daerah kritis 3. Promosi gerakan penghematan energi dan penggunaan alternatif energi ramah lingkungan yang efisien, seperti gas alam dan biodiesel 4. Tetap menurunkan ODS sehingga tidak lagi digunakan pada tahun 2010 5. Merencanakan rehabilitasi hutan dan lahan kritis, termasuk hutan bakau, kawasan pantai, lahan gambut dan rawa pada daerah tangkapan air prioritas seluruh Indonesia dengan target seluas 2,5 juta hektar 6. Perbaikan pengelolaan hutan setempat dengan mempercepat pembentukan batas hutan dan mempercepat beroperasinya Kesatuan Pengelolaan Hutan 172
Perbaikan penggunaan energi terbarukan dari energi geotermal, melalui: 1. Pembentukan kesepakatan dengan Kementerian Kehutanan, dengan tujuan untuk mempercepat proses lisensi untuk bisnis geotermal di kawasan hutan produksi dan hutan lindung
173
Konservasi energi melalui penghematan energi dan audit energi, melalui: 1. Peningkatan kesadarah masyarakat 2. Pedoman teknis untuk penghematan energi 3. Pelaksanaan program kemitraan untuk koservasi energu melalui kasa audit energi untuk industri dan dunia konstruksi 4. Pelaksanaan manajer energi dalam standar kompetensi kerja nasional 5. Penamaan (labeling) tingkat efisiensi energi 6. Pemantauan dan pelaksanaan PP No. 13/2011 7. penerapan konservasi energi pada SNI di sektor konstruksi.
174
Mencegah lapisan ozon dengan strategi mengurangi konsumsi ODS, melalui: 1. Pengembangan peraturan dan kebijakan 2. Pelaksanaan program pemberantasan ODS 3. Peningkatan kapasitas dan kesadaran untuk masyarakat dan para pemangku kepentingan lainnya Perbaikan kualitas sumberdaya ikan dan lingkungan sekitar, melalui: 1. Berbagai program untuk menyebarkan telur ikan pada kawasan perairan dan kepulauan melalui program “Satu Orang Seribu Bibit Ikan”. 2. Pembangunan rumah-rumah ikan sebagai bagian dari strategi untuk mengembalikan sumberdaya ikan dan memperkaya cadangan ikan 175
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Indikator
Acuan Dasar
Data Terbaru
Target MDGs 2015
Status
Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga tahun 2015 Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air 37,73% 67,73% 7.8 68.87% ► minum layak, perkotaan dan (1993) (2013) perdesaan BPS, 50,58% 79,34% Susenas 7.8a Perkotaan 75.29% (1993) (2013) 31,61% 56,17% 7.8b Perdesaan 65.81% ▼ (1993) (2013) Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap 24,81% 59.71% 7.9 62.41% ► sanitasi layak, perkotaan dan (1993) (2013) perdesaan 53,64% 75.63% 7.9a Perkotaan 76.82% ► (1993) (2013) 11,10% 44.09% 7.9b Perdesaan 55.55% ▼ (1993) (2013
●
176
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Proporsi Rumah Tangga Dengan Akses Terhadap Air Minum dan Sanitasi Layak (Metode Lama) 68,9
44,2
62,4
55,6
35,0
38,1
35,6 35,6
32,7 34,3
28,9 32,6
25,2 27,5
27,5 21,9
42,8
44,2 47,7 46,5
24,8
48,3
47,8 47,6
48,8
47,7 48,3
48,7 37,5
42,2 42,0
38,0 37,7
37,7 25
42,7 41,3
50
48,6 51,2 55,5
75
Akses terhadap air minum layak Akses terhadap sanitasi layak
Sumber: BPS, Susenas berbagai tahun
2015
2013
2011
2009
2007
2005
2003
2001
1999
1997
1995
1993
0
177
Indikator 7.8 Proporsi Rumah Tangga dengan Akses Berkelanjutan terhadap Air Minum Layak, Perkotaan dan Perdesaan KONSEP DAN DEFINISI: • Air minum yang berkualitas (layak) adalah air minum untuk keperluan rumah tangga, memasak, mandi-cuci dan minum yang berasal dari sumber terlindung meliputi air ledeng (kran), hidran umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air dan sumur terlindung, sumur bor atau sumur pompa yang jaraknya minimal 10 m dari pembuangan kotoran, penampungan limbah dan pembuangan sampah. • Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tanki, air sumur dan mata air tidak terlindung. SUMBER: SUSENAS, BPS 178
Proporsi Rumah Tangga Dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Sumber Air Minum Layak Perkotaan Dan Perdesaan, 2013
Sumber: BPS, Susenas 2013
179
Sumber: BPS, Susenas 2013
180
II.TANTANGAN 1. 2. 3. 4.
Kemampuan untuk menyediakan pelayanan dengan kualitas prima Ketergantungan PDAM dalam mengelola bisnisnya Mobilisasi pendanaan untuk investasi Kemampuan untuk menciptakan kebutuhan terutama untuk sanitasi 5. Meningkatkan peran serta sektor swasta dan masyarakat 6. Meningkatkan kesadaran diantara masyarakat untuk masalah sanitasi 7. Perubahan persepsi bahwa sanitasi tidak lagi menjadi urusan pribadi 8. Perubahan persepsi politisi terhadap sanitasi 9. Penyusunan kerangka peraturan perundangan 10.Peningkatan pertumbuhan penduduk 181
III. KOTAK BEST PRACTICES Kotak 7.2 Pelaksanaan Hibah Air Minum untuk Masyarakat Miskin Perkotaan melalui Pendekatan Bantuan Berdasar Hasil atau Kinerja (Output/Performancebased Aid/OBA), sebuah Best Practice
Kotak 7.3 Gerakan BASNO Sebagai Kebijakan Propinsi Dalam Mendukung Percepatan Program Melalui Pendekatan STBM, sebuah Best Practice Kotak 7.4 Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Air Minum dan Sanitasi, 2015-2019 182
IV. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 7 TARGET 7C 1. Peningkatan kapasitas produksi di kawasan yang belum memiliki akses pelayanan air minum 2. Percepatan pemanfaatan sisa kapasitas produksi pada SPAM yang memilki idle capacity 3. Meningkatkan kinerja PDAM untuk mampu melakukan investasi 4. Mendorong Kerja Sama Regional antar Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota dalam rangka meningkatkan pelayanan air minum diperkotaan 5. Pembangunan lebih dari 1000 SPAM sederhana berbasis masyarakat setiap tahun (PAMSIMAS) 183
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Indikator
Acuan Dasar
Data Terbaru
Target MDGs 2015
Status Sumber
TUJUAN 7: MEMASTIKAN KELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP Target 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020 20,75% 13,39% Proporsi rumah tangga BPS, 6% (2020) ▼ 7.10 (1993) (2013) kumuh perkotaan Susenas
184
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN
Sumber : BPS, Susenas berbagai tahun
185
Proporsi Rumah Tangga Kumuh Perkotaan Tahun 2013 60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Sumber: BPS, Susenas 2013
186
II.TANTANGAN 1. Masalah pendanaan perumahan dan mekanisme subsidi 2. Akses yang terbatas terhadap kepemilikan lahan 3. Kurangnya sarana perkotaan untuk masyarakat miskin 4. Status ekonomi dan kesejahteraan masyarakat 5. Peningkatan migrasi dari desa ke kota karena masyarakat mengharapkan kehidupan yang lebih baik di perkotaan 6. Upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai suatu bangsa. 187
III. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 7 TARGET 7D 1. Program Perbaikan Lingkungan dan Perumahan (Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Program /NUSSP) 2. Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan atau P2KP (Urban Poverty Alleviation Program/UPP) 3. Community-Based Initiatives for Housing and Local Development (Co-Build ) 4. Life Improvement Program for Poor Urban Communities dan Regional-Based Plans for Management of Slum Housing and Neighborhoods (PLP2K-BK) 188
TUJUAN 8: MEMBANGUN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN 189
190
TUJUAN 8: MEMBANGUN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN Indikator
Acuan Dasar
Data Terbaru
Target MDGs 2015
Status
Sumber
TUJUAN 8: MENGEMBANGKAN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN Target 8A: Mengembangan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi dan tidak diskriminatif Rasio ekspor dan impor terhadap * BPS & 41,60% 43,62% 8.6a PDB (indikator keterbukaan Meningkat ► Bank Dunia (2012)** (1990)* ekonomi) ** BPS Rasio pinjaman terhadap 45,80% 83,58% 8.6b Meningkat ► (2012) simpanan di bank umum (2000) Bank Rasio pinjaman terhadap 101,30% Indonesia 111,03% 8.6c Meningkat ► (2012) simpanan di BPR (2003)
191
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN Perkembangan Impor, Ekspor, Pertumbuhan PDB dan Rasio Ekspor dan Impor terhadap PDB 1,000
90%
900
80%
800
70%
700
60%
600
50%
500
40%
400
45.0% 41.4%
43.62%
30%
Miliar USD
Persentase Tingkat Keterbukaan Ekonomi)
100%
300
41.41%
20%
200
10%
100
Tingkat Keterbukaan Ekonomi
Sumber : BPS, berbagai tahun
Ekspor
Impor
Sem I 2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
0%
GDP Harga Berlaku (billion USD)
192
Beberapa Indikator Terpilih Kondisi Bank Umum di Indonesia, 2011 - 2012 Indikator
2011
2012
Total Aset (triliun Rp)
3.652,80
4.329,9
Dana Pihak Ketiga (triliun Rp)
2.784,90
3.225,2
Kredit Perbankan (triliun Rp)
2.200,10
2.707,9
Loan to Deposit Ration – LDR (%)
78,80
83,58
Return on Assets – ROA (%)
3,00
3,11
Non-Performing Loans – NPL (%)
2,2
2,3
16,10
17,43
Capital Adequacy Ration – CAR (%)
Sumber : Bank Indonesia
193
II.TANTANGAN 1. Indonesia perlu mewaspadai kemungkinan adanya risiko penurunan kinerja ekspor ke bawah (downside risk) yang antara lain disebabkan oleh: (i) potensi penurunan harga komoditas di pasar internasional yang akan mempengaruhi nilai ekspor Indonesia, dimana ekspor Indonesia masih bergantung kepada komoditas primer, (ii) terhambatnya proses pemulihan ekonomi kawasan Eropa dan turunnya tingkat pertumbuhan China sebagai salah satu pasar tujuan ekspor utama Indonesia, serta (iii) tingkat persaingan di pasar barang kawasan Asia yang semakin meningkat. 2. Terkait dengan defisit neraca perdagangan, kebijakan moneter internasional dan kenaikan harga BBM dalam negeri, masih akan menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi. Tekanan ini memerlukan antisipasi kebijakan moneter yang relatif ketat, dan menuntut adanya koordinasi kebijakan yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia, baik di sektor riil dan keuangan, agar dapat melonggarkan tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi tersebut.
194
III. KOTAK BEST PRACTICES
8.1 Perkembangan Kerjasama Pembangunan Internasional Tahun 2013
195
IV. KEBIJAKAN 1.
Meningkatkan penetrasi produk ekspor di pasar ekspor non-tradisional, terutama negara-negara Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah dan Eropa Timur, yang dilakukan antara lain melalui optimalisasi skema kerjasama perdagangan internasional terutama secara bilateral, memaksimalkan peran atase perdagangan dan kantor promosi perdagangan di negara-negara tersebut, serta mengoptimalkan upaya promosi terpadu yang perlu difokuskan pada negaranegara tujuan ekspor non tradisional;
2.
Melanjutkan upaya peningkatan ekspor produk hilir, terutama produk mineral dan pertambangan agar dapat menghasilkan nilai tambah yang lebih besar untuk perekonomian nasional;
3.
Meningkatkan pemanfaatan kesepakatan kerjasama perdagangan ASEAN dan ASEAN+1; serta
4.
Meningkatkan kapasitas eksportir dan calon eksportir melalui pelatihan dan fasilitasi pembiayaan ekspor.
5.
Di bidang perkreditan, berbagai kebijakan dikeluarkan untuk meningkatkan penyaluran pinjaman/optimalisasi fungsi intermediasi perbankan seperti menerapkan kebijakan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan dan 196 kebijakan Loan to Value (LTV) perkreditan.
V. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 8 TARGET 8A 1. Memperbaiki neraca transaksi berjalan (Current Account Deficit) dan menjaga nilai tukar Rupiah; 2. Menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat;
3. Menjaga tingkat inflasi; 4. Mempercepat investasi; 5. Pemeliharaan stabilitas sistem keuangan, yang diimplementasikan dengan memperkuat ketentuan makroprudensial; dan 6. Kebijakan penguatan fungsi intermediasi diupayakan melalui peningkatan akses layanan pemberian kredit/pembiayaan UMKM oleh bank umum dan BPR. 197
TUJUAN 8: MEMBANGUN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN Target Indikator MDGs Status Sumber 2015 TUJUAN 8: MENGEMBANGKAN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN Target 8D :Menangani Utang Negara Berkembang Melalui Upaya Nasional Maupun Internasional Untuk Dapat Mengelola Utang Dalam Jangka Panjang Rasio pinjaman luar negeri 24,59% 7,40% Kementerian 8.12 Berkurang ► terhadap PDB (1996) (2012) Keuangan Rasio pembayaran pokok utang Kementerian dan bunga utang luar negeri 51,00% 34,9% Keuangan dan 8.12a Berkurang ► terhadap penerimaan hasil ekspor (1996) (2012) Bank (DSR) Indonesia Acuan Dasar
Data Terbaru
198
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN 1.000
Perkembangan Outstanding Pinjaman Luar Negeri Pemerintah
47,3% 41,9% 37,9%
800
50%
40%
37,2% 39,9% 730
31,3% 29,0%
600
613
583
24,6% 453
400
570
637
620
583
27,8% 22,4%
438
559
16,8%
611
586
238
4,6%
9,5%
7,0% 6,3% 6,3%
6,3%
7,4% 7,2% 7,2% 6,2%
4,9%
0 1997
1998
1999
30%
8,3% 7,4%
10%
9,4%
131
1996
613
14,8% 14,8% 10,9%
10,8% 10,5%
615
20%
16,7% 16,9% 200
612
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
3,8% 4,4%
0%
2011 2012*)
Outstanding Pinjaman Luar Negeri Pem. Pusat Rasio Pinjaman LN thd. PDB (RHS) Rasio Debt Service Utang LN Pemerintah Pusat thd. Ekspor (RHS)
Sumber: Kementerian Keuangan
199
II.TANTANGAN Pemerintah perlu mewaspadai adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, mengingat masih tingginya jumlah outstanding utang dalam valuta asing. Jumlah utang dalam valuta asing ini juga dipengaruhi oleh: (i) penetapan defisit APBN yang tinggi sehingga memerlukan pembiayaan utang yang tinggi pula, dan (ii) kapasitas utang dalam negeri yang masih terbatas, baik dalam Surat berharga Negara maupun Pinjaman Dalam Negeri 200
III. KEBIJAKAN Strategi Pengelolaan Utang Negara tahun 2013-2016: 1.
Mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber dalam negeri dan memanfaatkan sumber utang dari luar negeri sebagai pelengkap;
2.
Melakukan pengembangan instrumen dan perluasan basis investor utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih sumber utang yang lebih sesuai kebutuhan dengan biaya yang minimal dan risiko terkendali;
3.
Memanfaatkan fleksibilitas pembiayaan utang untuk menjamin terpenuhinya pembiayaan APBN dengan biaya dan risiko yang optimal;
4.
Memaksimalkan pemanfaatan utang untuk belanja modal terutama pembangunan infrastruktur;
5.
Melakukan pengelolaan utang secara aktif dalam kerangka ALM Negara;
6.
Menghentikan kebijakan pemberian jaminan Pemerintah yang bersifat blanket guarantee, seperti penerbitan support letter untuk proyek-proyek Independent Power Producer (IPP) PT. PLN;
7.
Mendukung peningkatan modal perusahaan yang didirikan oleh Pemerintah untuk melaksanakan penjaminan infrastruktur agar mampu memberi jaminan tanpa melibatkan Pemerintah;
8.
Meningkatkan transparansi pengelolaan utang dan kewajiban kontinjensi melalui penerbitan informasi publik secara berkala;
9.
melakukan koordinasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan efisiensi APBN, mendukung pengembangan pasar keuangan, meningkatkan sovereign credit rating, dan mengidentifikasi potensi risiko penjaminan serta rekomendasi langkah mitigasinya.
201
IV. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 8 TARGET 8D Pemerintah secara konsisten juga berupaya melakukan pengendalian utang untuk menjaga kesinambungan fiskal Pemerintah melalui: 1. penetapan target rasio total utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) sebesar 22,00 persen pada akhir 2014. 2. penerapan kebijakan negative netflow untuk Pinjaman Luar Negeri 3. penyusunan Batas Maksimum Pinjaman Luar Negeri. 202
TUJUAN 8: MEMBANGUN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN Target Indikator MDGs Status Sumber 2015 TUJUAN 8: MENGEMBANGKAN KEMITRAAN GLOBAL UNTUK PEMBANGUNAN Target 8F : Bekerja Sama Dengan Swasta Dalam Memanfaatkan Teknologi Baru,Terutama Teknologi Informasi Dan Komunikasi Proporsi penduduk yang memiliki jaringan PSTN 4,02% 3,23% 8.14 Meningkat ► (kepadatan fasilitas telepon per (2004) (2012) Kemkominfo jumlah penduduk) Proporsi penduduk yang 14,79% 131,41% 8.15 100,00% ● memiliki telepon seluler (2004) (2012) Proporsi rumah tangga dengan 30,66% 8.16 50,00% ▼ BPS, Susenas akses internet (2012) Proporsi rumah tangga yang 14,86% 8.16a Meningkat ▼ BPS, Susenas memiliki komputer pribadi (2012) Acuan Dasar
Data Terbaru
203
Status : ● Sudah Tercapai ► Akan Tercapai ▼ Perlu Perhatian Khusus
I. KEADAAN DAN KECENDERUNGAN PSTN dan Seluler Awalnya jaringan Public Switched Telephone Network (PSTN) merupakan moda utama bagi komunikasi, sejak tahun 2002 tren tersebut bergeser ke akses nirkabel (wireless) termasuk seluler. Hal ini terlihat dari proporsi penduduk Indonesia yang memiliki jaringan PSTN hanya 4,02% dibandingkan dengan seluler sebesar 14,79% pada tahun 2004. Proporsi penduduk Indonesia yang memiliki telepon seluler pada tahun 2012 yaitu 131,41%, jauh lebih besar dari PSTN yang hanya mencapai 3,23% pada tahun yang sama.
Internet dan Komputer Proporsi rumah tangga dengan akses internet meningkat dari 11,06% pada tahun 2009 menjadi 26,21% tahun 2011 dan 30,66% pada tahun 2012. Adapun proporsi rumah tangga yang memiliki komputer pribadi juga meningkat dari 10,20% pada tahun 2009 menjadi 12,30% di tahun 2011 dan 14,86% di tahun 2012. 204
II.TANTANGAN
Mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dalam menggunakan TIK guna mendukung kegiatan yang produktif dan kemampuan untuk memilah, memilih, dan mengolah informasi menjadi hal yang bermanfaat.
205
III. KEBIJAKAN Sesuai dengan arah pembangunan TIK nasional, pembangunan pada tahun 2010-2014 difokuskan kepada penyediaan infrastruktur TIK yang ditujukan untuk memastikan tersedianya konektivitas di seluruh pelosok Indonesia. 1. Penyediaan layanan telepon dan internet di wilayah perdesaan, yang menjadi bagian dari Program Universal Service Obligation (USO) atau kewajiban pelayanan universal.
2. Pemerintah juga mempercepat pembangunan pita lebar (broadband) sebagai konektivitas antar dan intra pulau (Palapa Ring). 3. Pembangunan TIK pada tahun 2010-2014 juga diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat 206 dalam penggunaan TIK.
IV. UPAYA PENTING PERCEPATAN PENCAPAIAN TUJUAN 8 TARGET 8F 1.
Dalam rangka implementasi Program USO, Pemerintah menargetkan penyediaan jasa telekomunikasi (melalui program Desa Berdering) di 33.184 desa dan jasa internet (Pusat Layanan Internet Kecamatan/PLIK) di 5.748 desa ibukota kecamatan. Pada tahun 2012 Desa Dering telah tersedia di 31.092 desa (93,7%), sedangkan PLIK telah tersedia di 5.897 kecamatan (102,6%). Selain itu Pemerintah juga telah menyediakan unit Mobile PLIK (MPLIK) sebanyak 1.802 unit atau 94,5% dari target 1.907 unit.
2.
Adapun dalam rangka pembangunan pita lebar, Pemerintah bersama PT Telkom akan membangun jaringan serat optik ke 497 kabupaten/kota. Dari total target 497 kabupaten/kota tersebut, PT Telkom akan membangun jaringan serat optik ke 446 kabupaten/kota, sedangkan Pemerintah akan membangun ke 51 kabupaten/kota yang berada di wilayah non-komersial. Pembangunan jaringan serat optik oleh PT Telkom telah menjangkau 346 kabupaten/kota (69,6%) pada tahun 2012, sedangkan pembangunan oleh Pemerintah baru akan dimulai pada tahun 2014.
3.
Untuk mendukung pengembangan layanan komunikasi seluler, Pemerintah sedang melakukan penataan ulang spektrum frekuensi radio agar penyelenggara dapat menyediakan layanan secara optimal. Pemerintah juga sedang melakukan migrasi sistem penyiaran televisi free-to-air dari analog ke digital yang dijadwalkan selesai pada tahun 2018. Selain untuk mendapatkan kualitas siaran televisi yang lebih baik, program migrasi ke sistem digital juga dimaksudkan untuk membebaskan lebih dari 100 MHz pita spektrum frekuensi radio (digital dividend) yang dapat digunakan kemudian untuk penyediaan layanan telekomunikasi. 207
208