Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP (
[email protected] dan
[email protected]) Kementerian PPN/BAPPENAS Lokakarya Koordinasi Rekomendasi Kebutuhan Penanganan Daerah Rawan Bencana di Daerah Tertinggal Direktorat PDRB, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi Jakarta, 23 Mei 2017
Kerangka Paparan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pengantar Karakteristik Kebencanaan Strategi Pengurangan Risiko Bencana PRBBK dalam Konteks PB dan PRB di Indonesia Langkah, Tahapan dan Proses PRBBK Desa sebagai lokus utama PRBBK Dana Desa dan Pendamping Desa dalam mendukung PRBBK Desa Penutup dan Saran Tindak Lanjut
2
1. Pengantar Karakteristik Kebencanaan dan PRB 1.
2.
BENCANA adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (UU 24/2007) JENIS BENCANA
a. Bencana alam diakibatkan peristiwa alam (antara lain gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor) b. Bencana non-alam diakibatkan peristiwa nonalam (antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit). c. Bencana sosial diakibatkan peristiwa yang diakibatkan oleh manusia (konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror).
3
Pengelompokan Jenis Bencana
1. Geologi – Gempabumi, tsunami, longsor / gerakan tanah, letusan gunung api 2. Hidro-meteorologi – Banjir, topan, banjir bandang, kekeringan, rob / air laut pasang 3. Biologi – Epidemi, penyakit tanaman, hewan
4. Teknologi › Kecelakaan transportasi, kegagalan industri 5. Lingkungan › Kebakaran, kebakaran hutan, (hapus penggundulan hutan), pencemaran, abrasi 6. Sosial › Konflik, terorisme
4
Kejadian Bencana
Pemicu/Trigger Suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, yang berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia. Bahaya berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu menjadi bencana.
Sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana.
Bahaya Bahaya merupakan fenomena atau kondisi yang sulit untuk dirubah atau diperbaiki. Kerentanan merupakan situasi/sikap/ perilaku individu/masyarakat yang relatif dapat dilakukan perubahan.
Kerentanan
Risiko Bencana
BENCANA
Oleh karena itu Pengurangan Risiko Bencana dapat dilakukan dengan cara memperkecil kerentanan.
5
Risiko adalah fungsi dari Bahaya, Kerentanan, dan Kapasitas Faktor-faktor Kerentanan •
•
•
•
•
Kebijakan: – Adanya kebijakan pembangunan yang tidak mempertimbangkan PRB, tidak ada kebijakan PRB Fisik: – Prasarana dasar, konstruksi, bangunan Ekonomi: – Kemiskinan, penghasilan, nutrisi, Sosial: – Pendidikan,kesehatan, politik, hukum, kelembagaan Lingkungan: – tanah,air, tanaman, hutan, lautan
Kapasitas Suatu kondisi kemampuan sumberdaya dalam menghadapi ancaman atau bahaya, dimana makin tinggi suatu kapasitas akan menurunkan tingkat risiko bencana 1. Kemampuan sumberdaya (SD) dan kelembagaan 2. Peningkatan kapasitas manusia, Peralatan dan logistik, serta infrastruktur 3. Mitigasi termasuk peta rawan bencana, RTRW berbasis mitigasi bencana 4. Kesiapsiagaan koordinasi, renkon, sosialisasi, geladi
R=HxV/C R = Risiko H (azard)
= Bahaya
V (ulnerability) = Kerentanan C (apacity)
= Kemampuan
6
Pengurangan Risiko Bencana Risiko = Hazard (bahaya) x Vulnerability (kerentanan)/Capacity (kemampuan)
Bahaya Bencana
Bahaya
Kerentanan
Kerentanan
Bahaya & Kerentanan
Kapasitas
7
2. Strategi Dalam Pengurangan Risiko Bencana 1. 2. 3. 4. 5.
Penetapan mekanisme koordinasi dan kerangka hukum untuk PRB Integrasi konsep PRB kedalam Rencana Pembangunan Peningkatan pertukaran dan manajemen informasi Mempromosikan pendidikan dan kesadaran publik Pembangunan kemiteraan dengan para stakeholders dan partisipasi publik 6. Advokasi
8
PRB sebagai Investasi Pembangunan Berkelanjutan 1. ”Setiap US$ 1 belanja publik untuk mitigasi dan kesiapsiagaan bencana dapat menyelamatkan US$ 7 dari kerusakan akibat bencana.” United States Geological Survey (USGS)
2. “Setiap US$ 1 dana publik yang dibelanjakan untuk mitigasi dan kesiapsiagaan bencana akan menyelamatkan dana sebesar US$ 2 untuk respon keadaan darurat.” US Federal Emergency Management Agency (FEMA)
9
Paradoks Bencana dalam Pembangunan
10
3. Pengertian PRB Berbasis Komunitas 1.
2.
3.
4.
Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) atau Community Based Disaster Risk Management (CBDRM) adalah sebuah pendekatan yang mendorong komunitas akar rumput dalam mengelola risiko bencana di tingkat lokal. Upaya tersebut memerlukan serangkaian upaya yang meliputi melakukan interpretasi sendiri atas ancaman dan risiko bencana yang dihadapinya, melakukan prioritas penanganan/ pengurangan risiko bencana yang dihadapinya, mengurangi serta memantau dan mengevaluasi kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan bencana. Pribadi (2008), menggunakan PRBBK dengan definisi sebagai suatu proses pengelolaan risiko bencana yang melibatkan secara aktif masyarakat yang berisiko dalam mengkaji, menganalisis, menangani, memantau, dan mengevaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanannya dan meningkatkan kemampuannya. PRBBK adalah kerangka kerja pengelolaan bencana yang inklusif berkelanjutan di mana masyarakat terlibat atau difasilitasi untuk terlibat aktif dalam pengelolaan bencana (perencanaan, implementasi, pengawasan, evaluasi) dengan input sumber daya lokal maksimum dan input eksternal minimum. PRBBK juga didefinisikan sebagai upaya pemberdayaan komunitas agar dapat mengelola risiko bencana dengan tingkat keterlibatan pihak atau kelompok masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumber daya lokal dalam kegiatan implementasi oleh masyarakat sendiri (Abarquez & Murshed, 2004). 11
PRBBK dalam Konteks PB di Indonesia 1.
2.
3.
4.
UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU 26/2007) yang mensyaratkan dimasukkannya perencanaan tata ruang berbasis bencana dengan pendekatan partisipatif, semakin memberikan angin segar bagi komunitas PRB di Indonesia. Belajar dari banyak inisiatif saat ini di Indonesia ada banyak uji coba pemetaan partisipatif masyarakat dalam desain tata ruang dan tata guna lahan. Pelaksanaan PRBBK di Indonesia dalam gambaran besarnya masih mencari bentuk di konteks lokal. Berbagai inisiatif membangun, ‘desa tangguh’, ‘desa siaga’, ‘kampung siaga bencana, ‘mukim daulat bencana’, hingga rentetan nama lainnya, masih dalam taraf proyek percontohan dari berbagai versi organisasi non pemerintah maupun pemerintah dan donor. Semuanya masih dalam tahap mencari bentuk yang terbaik. Inisiatif-inisiatif terdahulu seperti dalam konteks masyarakat lereng Gunung api Merapi, keberlanjutan praktik PRBBK menunjukkan hasil yang menggembirakan. Tetapi dari berbagai pembelajaran (lessons learned) di beberapa tempat lainnya uji coba PRBBK mengalami mati muda karena ketidakberlanjutan program dan proyek. Mortalitas PRBBK salah satunya disebabkan oleh faktor kelahirannya yang prematur karena investasi waktu dan sumber daya lokal serta pengetahuan yang terbatas. Kebanyakan inisiatif PRBBK datang dan diikat oleh ‘waktu donor’ atau ‘waktu proyek’ yang mampat dan tidak terhubungkan dengan ‘waktu sosial’ yang lebih longgar dalam konteks keseharian komunitas PRBBK merupakan cerminan dari kepercayaan bahwa komunitas mempunyai hak sepenuhnya untuk menentukan jenis dan cara penanggulangan bencana di konteks mereka. Hal ini muncul dari implikasi atas kepemilikan hak dasar pada orang-perorangan dan komunitas yang melekat dengan hak untuk melaksanakan hak itu dalam bentuk kesempatan untuk menentukan arah hidup sendiri (self determination). Mengikuti alur pikir ini, maka sejauh diizinkan oleh peraturan hukum dan perundangan, komunitas mempunyai hak sepenuhnya untuk menentukan apa dan bagaimana mengelola risiko bencana di kawasannya sendiri-sendiri. Makna berbasis komunitas dalam PRBBK tentunya 12
Posisi PRBBK dalam Sistem Pengelolaan Risiko Bencana
Sumber: Paripurno, et.al, (2011)
13
Perbandingan Pendekatan PRBBK dan Konvensional PB No.
Aspek
PRBBK
Konvensional
1.
Komunikasi risiko bencana
Data dan informasi lebih simetris dan kaya, terjadi pertukaran informasi antarstakeholder secara lebih cepat
Asimetris,dan hanya berbasis pendapat ahli serta pengetahuan elite. Komunikasi risiko bersifat top-down
2.
Transaksi Pengetahuan dan praktik
Terjadi transaksi pengetahuan yang bersifat ‘peer-to-peer ’ antara komunitas dan ahli/fasilitator. Terjadi crossfertilisasi pengetahuan antarstakeholder.
Pengetahuan lokal yang mungkin saja telah diproduksi komunitas dikalahkan oleh pendapat ahli yang tidak sensitif dengan konteks risiko lokal.
3.
Efisiensi waktu
Perlu investasi waktu yang lebih banyak di awal, namun dalam jangka panjang, dianggap lebih berkelanjutan.
Jangka pendek lebih menguntungkan namun secara jangka panjang tidak berkelanjutan.
4.
Efisiensi biaya
Sumber daya lokal (pengetahuan, tenaga, keterampilan, modal) diadakan secara maksimum
Lebih banyak biaya tambahan untuk waktu pekerjaan yang lebih panjang
5.
Efektivitas
Keterlibatan banyak pihak membuat lebih banyak kader lokal yang terlatih mengurangi risiko lokal setempat.
Sedikit aktor lokal yang terlatih, ketergantungan pada pihak luar (ahli, pemerintah, LSM)
6.
Legitimasi
Komunitas memandang program dengan cara yang lebih bersahabat. Akar masalah kerentanan dan risiko seperti ketimpangan jender,umur,dan kelas bisa dikurangi karena partisipasi membuka ruang bagi kaum marjinal.
Partisipasi rendah, membuat tingkat legitimasi juga rendah, karena terjadi peminggiran kaum marjinal yang tinggi kerentanannya.
7.
Kesetaraan
Kesetaraan adalah harga mati. Tingkat distribusi risiko dan kelompok paling rentan sebagai target.
Minim visi pada pengurangan kelompok rentan dan tidak mampu mengurangi akar masalah kerentanan
8.
Keberlanjutan
Secara ideal, bila unsur 1—7 ter- penuhi, maka keberlanjutan diasumsikan sangat mungkin tercapai karena terjadi self-mobilization dari masyarakat. Lebih tingginya martabat komunitas meningkatkan kemampuan pengurangan risikonya sendiri.
Keberlanjutan sulit dicapai karena ketergantungan pada pihak luar, tidak mampu menggali kapasitas lokal untuk mengurangi kerentanan dan kapasitas.
Sumber: Paripurno, et.al, (2011)
14
4. Landasan Legal, Tahapan dan Proses PRBBK 1. 2.
Partisipasi secara tegas ditekankan oleh UU 24/2007 pada saat rekonstruksi pasca bencana. Terminologi “partisipasi” dalam UU PB terlihat dalam 5 bab yakni bab 4, 26, 59, 60, dan 69. Bab 59,60 dan 69 tentang kebijakan rekonstruksi. Meskipun demikian, partisipasi masyarakat sipil dalam analisis dan penilaian risiko bencana juga dikuatkan dalam Pasal 87PP No. 21/2008 dengan judul “Partisipasi dan Peran Serta Lembaga/ OrganisasiKemasyarakatan, Dunia Usaha, dan Masyarakat” a. Untuk meningkatkan partisipasi dalam rangka membantu penataan daerah rawan bencana ke arah yang lebih baik dan rasa kepedulian daerah rawan bencana; b. Melalui upaya “kampanye peduli bencana, mendorong tumbuhnya rasa peduli dan setia kawan di antara masyarakat sipil dan dunia usaha”; c. Mendorong partisipasi dalam bidang pendanaan dan kegiatan kesiagaan menghadapi bencana
3.
4.
Dalam dimensi yang lain, PRBBK bermetamorforsis juga sebagai sebuah wilayah pengetahuan yang memiliki setting pengetahuan, penelitian, kebenaran empiris, pengembangan ilmu, salah satu cabang dari kajian kebencanaan yang mungkin bersumber pada studi antropologi/ sosiologi bencana. Implikasinya adalah lahirnya para profesional yang memiliki keterampilan dan spesialisasi dalam PRBBK. PRBBK sebagai sebuah wilayah kerja yang juga menuntut profesionalisme, maka PRBBK secara konseptual berkembang menjadi sebuah ‘body of knowledge’ yang dikonstruksikan secara sistematis yang mengandung pengertian bahwa PRBBK bukanlah suatu rangkaian dari kebetulan (serendipitous), berdasarkan sekadar pada naluri, kedermawanan, atau pun ibadah. 15
Langkah dan Proses PRBBK
Sumber: Paripurno, et.al, (2011)
16
Tahapan Pengelolaan Risiko Bencana (ISO 3100)
Sumber: Paripurno, et.al, (2011) 17
5. Pendekatan PRBBK dalam PRB yang Fokus pada Lokasi Desa 1. Pengelolaan risiko bencana oleh komunitas merupakan proses untuk mendorong komunitas di kawasan rawan bencana agar mampu secara mandiri menangani ancaman yang ada di lingkungannya dan kerentanan yang ada pada dirinya. 2. Komunitas yangmenghadapi risiko perlu terlibat secara aktif dalam identifikasi, analisis, tindakan, pemantauan, dan evaluasi risiko bencana untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas mereka. Ini berarti bahwa komunitas menjadi pusat pengambilan keputusan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas pengelolaan risiko bencana. 3. Agar PRBBK tidak hanya dilihat sebagai proyek, tetapi juga sebuah proses pengorganisasian komunitas, maka keberlanjutan pengelolaan risiko oleh komunitas dengan organ kelembagaan yang dimilikinya sendiri menjadi sebuah kebutuhan. 4. Hal lain yang tidak boleh terlewat sebagai sebuah proses PRBBK 18
Komponen PRBBK dalam Membangun Desa Tangguh Bencana
Tata Pemerintahan
Penilaian Risiko
Pengelolaan Risiko dan Pengurangan Kerentanan
Pengetahuan dan Pendidikan
Kesiapsiagaan dan Tanggap Bencana
19
Ringkasan PRBBK dalam Membangun Ketanguhan Masyarakat Desa terhadap Bencana No
Thematic Areas
SCDRR’s CBDRR Key Initiatives
Level of Achievement
1.
Governance
• Establishment multi-stakeholder Disaster Risk Reduction forum on disaster risk reduction • Integration of initiatives for disaster risk reduction into community’s gathering forum, village planning and regulations.
• The communities have established the local DRR forum comprises of different community groups (village official, traditional/informal leaders, women group, health centers, youth group, farmer group, etc). The forum will be the agent of change in the village for DRR initiatives. • The villages have integrated DM and DRR into MTVDP through consultation and musrenbang process • The communities have formulated and endorsed the village regulations (DRR Forum, CAP, DM Plan, Contingency Plan, MTVDP)
2.
Risk Assessment
Capability of the communities in identifying and understanding the local hazards, Vulnerability, capacity, and analyzing disaster risks.
The communities are able to formulate the risk map and village profiles describing the local HVCA
3.
Knowledge and Education
Documentation of lesson learned and implementation modules for communitybased disaster risk reduction.
The project produced the modules and tools for facilitating the CBDRR from the real experiences
4.
Risk management and vulnerability reduction
Availability and implementation of Disaster Risk Reduction Action Plan (structural and non-structural) village level
• The communities are able to formulate and implement the DRR structural and non-structural measures addressing the identified local risk • The communities are able to build partnership and create synergy with local government and other key stakeholders
5.
Disaster Preparedness & Response
Availability and exercising (drill) Contingency Plan at village level
• The communities are able to prepare and respond to locally agreed early warning system • The communities know what actions to be taken during the crisis including providing support to vulnerable groups (women, children, etc)
20
Tahapan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana Berbasis Komunitas (REKOMPAK) • tenure issues, • site plans and layout, • households eligible for grant assistance, • maps, identification of land plots, • damaged and destroyed houses, • infrastructure, • project implementation arrangements, • revised community spatial planning, • hazard risk mitigation strategies (e.g. securing evacuation paths, required set-backs).
4. Community Settlement Plan
PNPM Urban / PNPM Rural 3. Community Self Survey
5. Group Implementation Plan
6. Sign of CSP & Housing Grant Application
STEP 2: COMMUNITY PLAN 7. Opening of group bank account STEP 3: ADMINISTRATION PREPARATION
2. Formation of Community Working Group
PNPM Urban / PNPM Rural 1. Socialization & Community Organizing STEP 1: COMMUNITY ORGANIZING
Construction Activities STEP 4: IMPLEMENTATION
21
Pendekatan PRB Partisipatif dalam proses Pemulihan Pasca Bencana di Indonesia Component
Aceh & Nias (MDF)
DIY, Central Java & West Java (JRF)
Housing Reconstructtion
rebuild or rehabilitate 15,000 housing More than 270.000 houses build in 18 units in Aceh and 4.500 in Nias months. build or rehabilitate 15,000 housing units and additional 3.934 houses post Merapi eruption
Small Scale Infrastructure
Build basic community infrastructure (road, bridges, irrigation, watsan) and provide assitance for formulation Community Settlement Plan (CSP) in 180 villages
Build basic community infrastructure ((road, bridges, irrigation, watsan, including evacuation path) and provide assitance for formulation Community Settlement Plan (CSP) in 265 villages, and additional 88 villages post merapi eruption.
Community Education and Quality Assurance
capacity building for local goverment and community on DRR, Training for facilitator, DRR dissemination and develop IEC material for DRR
capacity building for local goverment and community on DRR, Training for facilitator, DRR dissemination and develop IEC material for DRR 22
Pembelajaran PRBBK dalam Membangun Ketangguhan Masyarakat Desa 1. Meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam melakukan penilaian mandiri terhadap tingkat kerentanan dan risiko bencana secara partisipatif, dalam menyusun rencana aksi untuk penguraangan risiko dan sekaligus kemampuan masyarakat dalam mempersiapkan dan merespon terhadap peringatan dini. 2. Meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam penyusunan rencana rinci permukiman (Community Settlement Plan), yang telah memasukkan PRB dalam perencanaan pembangunan di tingkat desa (RPJMDesa dan RKPDesa). 3. Merumuskan pedoman di tingkat desa untuk pembangunan dan rekonstruksi bangungan dan infrastruktur yang resisten terhadap kejadian bencana, mitigasi bencana, dan bahan material konstruksi yang tahan bencana dengan basis PRB. 4. BNPB telah mengadopsi PRBBK sebagai kebijakan nasional dalam membangun ketangguhan desa terhadap bencana untuk menjadi program regular di tingkat daerah. 23
6. Dana Desa dalam Mendukung PRBBK Desa PERBEDAAN PERSPEKTIF DESA LAMA VS DESA BARU PERSPEKTIF
DESA LAMA
DESA BARU
Payung Hukum
UU No.32/2004 & PP No. 72/2005
UU. No. 6/2014
Asas Utama
Desentralisasi Residualitas
Rekognisi Subsidaritas
Posisi dalam Pembangunan
Objek
Subjek
Kedudukan
Sebagai organisasi pemerintahan yang berada dalam sistem pemerintahan kabupaten/kota (local state government)
Sebagai pemerintahan masyarakat, hybrid, antara self governing community dan local self government
Posisi dan Peran Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan yang besar dan luas dalam mengatur dan mengurus desa
Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan yang terbatas dan strategis dalam mengatur dan mengurus desa
Delivery Kewenangan Program
Target
Mandat
Model Pembangunan
Government driven development
Village driven development
Paradigma
Negara menyediakan layanan sosial
Pengembangan institusi lokal untuk ketahanan sosial 24
Kebijakan Penyaluran dan Pemanfaatan Dana Desa Tahun 2015-2018
25
KEMAJUAN PENYALURAN DANA DESA 2016
50.378 KM
26
PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA TAHUN 2017 (Permendesa, PDT dan Transmigrasi No.22/2016)
Prioritas Penggunaan Dana Desa digunakan untuk pelaksanaan program/kegiatan bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan disepakati dalam musyawarah desa serta dipublikasikan pada masyarakat di ruang publik. Dalam proses perencanaan program/kegiatan, desa dapat mempertimbangkan tipologi Desa berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan Desa yang ada di Indeks Desa Membangun (IDM). Diarahkan untuk mendukung pengembangan Satu Desa Satu Produk Unggulan, Jaring Komunitas Wiradesa (penguatan kapasitas masyarakat sebagai subjek pembangunan), Lumbung Ekonomi Desa (optimalisasi Sumber Daya desa untuk kesejahteraan) dan Lingkar Budaya Desa (proses pembangunan sebagai bagian dari laku budaya). a. Pembangunan Desa untuk pemenuhan Sarana Prasarana, Pelayanan Sosial Dasar, Sarana Ekonomi Desa, Pembangunan Embung, Pelestarian Lingkungan Hidup, Penanggulangan Bencana Alam; b. Pemberdayaan Masyarakat: Peningkatan Kualitas Pelayanan Sosial Dasar, Pengelolaan Sumber Daya Lokal, Pengelolaan Usaha Ekonomi Produktif, Penguatan Kapasitas terhadap Bencana, Pelestarian Lingkungan Hidup dan Penguatan Tata Kelola Desa yang Demokratis. 27
CONTOH PENGGUNAAN DANA DESA 2017 (Permendesa, PDT dan Transmigrasi No.22/2016)
Tipologi Desa
Contoh Produk Unggulan
Desa Dataran Tinggi, Pertanian, Tertinggal & Sangat Tertinggal
Pertanian Sayur Mayur
Desa Hamparan, Tanaman Pangan, Berkembang
Desa Pesisir, MinaLaut, Mandiri/Maju
Contoh Kegiatan Pembangunan Desa
Pemberdayaan Masy.
Pembangunan tandon air, jalan poros desa, kandang ternak, pasar, pembibitan sayur.
Pendirian dan permodalan BUM Desa, Pelatihan pertanian organik, Pelatihan Pemasaran.
Pembangunan embung, Pertanian Pangan saluran irigasi tersier, sarana dan Industri Bahan prasarana pengolahan pupuk Pangan kandang, Posayandu, PAUD, sumur resapan.
Desa Wisata
Pembangunan tembok laut, rehab jamban publik, rehab dan perluasan tambatan perahu, rehab pasar ikan, pembangunan pusat budidaya.
Pengembangan BUM Desa, kerjasama antar BUM Desa, pelatihan e-marketing, pelatihan teknologi tepat guna. Kursus pembuatan kerajinan tangan berbahan baku limbah laut, pelatihan wirausaha muda, festival makanan olahan laut, pengembangan BUM Desa. 28
Perkembangan Status Desa Tahun 2015-2016
Keterangan: berdasarkan hasil survei pada 4.993 desa sebagai sampel
29
29
7. Penutup dan Saran Tindak Lanjut 1. PB dan PRB memerlukan dukungan dari partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas dan sasaran PB dan PRB 2. PRBBK menjadi faktor kunci dalam partisipatory PRB, termasuk dalam penanggulangan bencana (pasca bencana), yang ditunjukan dengan best practice di Yogya dan Aceh 3. Penerapan PRBBK dalam koteks lokal, terutama desa, perlu didukung kesiapan dan kapasitas SDM di tingkat masyarakat, khususnya di desa 4. Adanya perubahan paradigma desa, yang lebih mementingkan azas rekognisi dan subsidiaritas, menunjukkan peran masyarakat desa menjadi semakin penting dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam rangka PRB di tingkat desa yang berbasis komunitas 5. Pemanfaatan dana desa dan pedamping lokal desa perlu dipikirkan dalam rangka penerapan PRBBK, untuk mendukung desa siaga bencana dan pemberdayaan masyarakat desa dalam mengurangi risiko bencana
30