DISUSUN OLEH
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Cetakan Pertama 2014
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara; —cet.1— Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2014 93 hlm; 21x 25cm
PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA
OKTOBER 2014
DISUSUN OLEH:
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
KEMENTERIAN PPN/ BAPPENAS
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA
4
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Daftar Isi Daftar Isi Kata Sambutan
Bab 1
4 6
Pendahuluan
1.1 Latar belakang 1.2 Sistematika Pelaporan
Bab 2 Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di
18 19
Ibukota
2.1 Sekilas Ibukota Negara (Jakarta) Tata Ruang Jakarta Kawasan Pantai Utara Jakarta Hidrologi Penurunan Muka Tanah Sistem Perhubungan Jakarta Bangunan Air dan Drainase Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi Perumahan dan Permukiman Kemiskinan Kawasan Pesisir Utara Jakarta 2.2 Dampak Penurunan Kualitas Lingkungan Banjir Penurunan Kualitas Teluk Jakarta Dampak Fisik, dan Sosial Ekonomi
22 24 25 30 33 35 37 38 39 40 41 43
Bab 3 Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota Negara 3.1 Pertahanan Pesisir terhadap Banjir Strategi Tanggul Konsep Dasar Waduk Retensi
48 48 51
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
3.2 Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Jakarta Air Bersih Sanitasi dan Pengelolaan Air Limbah 3.3 Kedudukan PTPIN dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Baru 3.4 Transportasi 3.5 Keterbatasan Lahan 3.6 Reklamasi Pantai Utara 3.7 Tantangan Lingkungan dan Sosial (Dampak dan Pencegahan) Lingkungan Sosial 3.8 Master Plan Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) Tahap A Tahap B Catatan Tambahan Untuk Tahap B (Isu Spasial dan Perancangan Kota) Tahap C “Garuda Megah” Bisinis dan Hunian
52 54 56 60 63 64 67 67 69 71 73 75 76 77 78 79
Bab 4 Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Penjelasan Umum Kelembagaan Pembiayaan Kebijakan/Regulasi Sekilas Road Map Percepatan PTPIN Pembiayaan dan Pelibatan Sektor Swasta Peran Utama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan Investor Swasta Pengorganisasian yang Sederhana
82 83 83 85 86 87 87 88
Bab 5 Rekomendasi
90
Daftar Referensi Utama
92
5
6
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Sumber: Master Plan NCICD, 2014
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
7
8
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA
Bismillahirrahmanirrahim, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Saudara-saudara seluruh pemangku amanah dan pemangku kepentingan di Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten yang saya hormati. Saya menyambut baik tersusunnya Master Plan Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia (National Capital Integrated Coastal Development). Master Plan ini merupakan konsolidasi dari proses perencanaan penanggulangan ketidakseimbangan neraca air, termasuk banjir, yang telah pernah dilakukan dan dibahas dengan para pemangku kepentingan secara terpadu, lintas sektor dan lintas wilayah. Master Plan ini akan menjadi panduan dan rujukan dalam memulihkan keseimbangan dan integritas sosial, ekonomi dan ekologi di Ibu Kota Negara. Kondisi Ibukota Negara Jakarta saat ini menghadapi berbagai tantangan yang merupakan resultan dari berbagai dinamika, termasuk sosial ekonomi, demografis, ketidakseimbangan neraca air, perubahan bentang alam, dan perubahan iklim. Dampak yang dirasakan dari dinamika tersebut mengambil bentuk kerusakan kualitas manfaat sanitasi, banjir, kekurangan air bersih, stagnasi mobilitas masyarakat, sampai ancaman rob dari penurunan tanah (land subsidence) dan naiknya tingkat permukaan air laut. Master Plan ini memberikan solusi terintegrasi yang saat ini berfokus pada aspek teknis pesisir Ibukota Negara, hal mana kemudian perlu diiringi dan diintegrasikan dengan semua komponen upaya pemulihan integritas ekosistem di hulu. Setidaknya 3 manfaat yang perlu kita raih dari Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia yang terintegrasi dengan ekosistem hulu. Pertama, memulihkan integritas neraca hidrologis wilayah Ekosistem Ibukota Negara (water access). Kedua, memulihkan akses masyarakat terhadap ruang (spasial) yang berkualitas di wilayah Ekosistem Ibukota Negara. Ketiga, memulihkan integritas daya saing sosial ekonomi wilayah Ekosistem Ibukota Negara.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Pemulihan integritas ekosistem di Ibukota Negara perlu segera kita lakukan. Upaya ini bukan hanya memiliki arti ekologis, yang mencakup neraca air, neraca pangan, neraca keanekaragaman hayati, bahkan neraca pemanfaatan spasial yang seyogyanya juga harus menjamin peningkatan kehidupan kita sebagai manusia. Lebih dari itu, Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara Indonesia merefleksikan integritas kita sebagai bangsa dan negara dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan atas wilayah Ibukota Negara. Pemerintah berkeyakinan bahwa Program ini dapat diterapkan dan diwujudkan dengan bantuan para pakar dari Indonesia, dari Belanda dan dari belahan dunia lainnya. Terbangunnya proyek yang bernilai vital strategis ini bukan hanya membuktikan bahwa Indonesia mampu mengelola ekosistemnya secara cerdas dan berkelanjutan, namun lebih dari itu menjadi bukti kepercayaan diri, kemampuan dan kapabilitas bangsa Indonesia dalam menyelesaikan proyek besar. Semua itu tidak dapat dicapai dengan serta merta, namun membutuhkan komitmen dan dukungan politik jangka panjang dari semua, partisipasi masyarakat serta dukungan kelembagaan yang kuat dan efektif. Hanya dengan demikian, upaya bersama dalam memulihkan integritas daya dukung ekosistem Ibukota Negara ini dapat mencapai hasil yang diharapkan dan mendukung kehidupan masyarakat secara berkelanjutan. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 17 Oktober 2014 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Republik Indonesia
9
10
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
Berkaca dari pengembangan beberapa kota pantai di berbagai belahan dunia, pengembangan Jakarta yang juga merupakan Ibukota Republik Indonesia harus dapat menjawab permasalahan seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, penyediaan air baku, kemacetan, dan penataan pemukiman. Dengan berbagai pertimbangan, pengembangan Jakarta diarahkan ke pantai utara dengan mengadopsi konsep waterfront city sehingga memungkinkan adanya reklamasi yang sekaligus juga merevitalisasi pemukiman padat di sepanjang pantai. Pengembangan Jakarta sebagai kota pantai telah melalui perjalanan panjang, antara lain dimulainya program reklamasi pantai utara Jakarta pada dua dekade yang lalu dengan dukungan penuh dari Pemerintah. Namun, sejalan dengan perkembangan kebutuhan perkotaan dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, pengembangan Jakarta perlu mempertimbangkan berbagai sektor dengan mengoptimalkan peluang dan peran serta swasta. Dengan tekad yang kuat dan dukungan berbagai pihak yang dilandasi pengalaman panjang dan berbagai hasil kajian/studi, Pemerintah telah mempersiapkan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara yang mengintegrasikan pengembangan sektor infrastruktur dan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara merupakan program jangka panjang yang memerlukan investasi cukup besar, sehingga harus dijadikan acuan dan komitmen bersama dari berbagai pihak. Tersusunnya Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Pemerintah DKI, serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, termasuk mitra pembangunan dan Pemerintah Belanda yang mendukung tersusunnya Dokumen Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara. Semoga kerjasama yang baik selama ini dapat terus ditingkatkan bagi pelaksanaan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Dengan Poros Kemaritiman Indonesia yang digagas dan akan dikembangkan Pemerintah yang akan datang, saya yakin Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara dapat bermanfaat dalam pembangunan Jakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia. Jakarta, 17 Oktober 2014 Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas
Armida S. Alijahbana
11
12
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA
Kegiatan Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development telah dimulai sejak tahun 2007 melalui kerjasama Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, serta Kementerian Infrastruktur dan Lingkungan Belanda, dengan nama Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS). JCDS menghasilkan tiga produk penting yang dikenal dengan Triple A. Atlas, Berisi hasil identifikasi dan himpunan permasalahan-permasalahan yang dihadapi Jakarta terkait antara lain tentang masalah kependudukan, lingkungan, banjir, air limbah, transportasi dan geoteknik. Agenda, berisi kegiatan-kegiatan yang dihadapi dan kerangka waktu yang sempit. Serta Aturan Main, berisi usulan kelembangaan dan hubungan kerja dengan institusiinstitusi terkait serta gagasan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha. Memperhatikan hasil-hasil kegiatan JCDS yang menunjukan kompleksitas permasalahan, kualitas lingkungan yang buruk serta kerawanan Ibukota Negara Republik Indonesia terhadap ancaman bencana yang terkait dengan air, kegiatan JCDS ditindaklanjuti oleh suatu program yang disusun dengan lebih terpadu dengan titik berat Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Ibukota Negara yang diwujudkan dengan PTPIN. Tercakup dalam kegiatan ini adalah upaya untuk memecahkan masalah transportasi dan kebutuhan ruang untuk menunjang PTPIN. Pada saat yang sama, Kementerian Pekerjaan Umum juga melaksanakan upaya pengendalian penurunan muka tanah di DKI Jakarta akibat pengambilan air tanah dalam yang berlebihan. Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk inisiasi penambhan pasokan debit air ke DKI Jakarta dan pemulihan air tanah dalam (aquifer storage recovery). Pasokan air minum DKI Jakarta secara bertahap akan terus ditingkatkan dengan air baku yang diambil dari Saluran Tarum Barat, Bendungan Karian dan sumber lain. Investigasi karakteristik geologi teknik dan pemodelan land subsidence serta pengukuran bathimetri perairan Teluk Jakarta dan pemodelan respon morfologi pantai sebagai bagian dari implementasi program PTPIN juga sedang dilakukan. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, Kementerian Pekerjaan Umum juga melakukan kajian penataan ruang
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
dengan menerapkan prinsip Building with Nature by Integrating Land in the Sea and Water in the Old and New Lands. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum juga tengah melakukan upaya untuk mengintegrasikan pengelolaan Hulu-Hilir di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, termasuk penanganan kualitas air. Untuk memahami konsepsi PTPIN secara utuh sebagai bagian dari pengelolaan Hulu-Hilir di Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, disarankan agar dipelajari juga laporan-laporan terkait 5 pilar pengelolaan Wilayah Sungai CiliwungCisadane: Konservasi, Pendayagunaan, Pengendalian Daya Rusak, Sistem Informasi Sumber Daya Air dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Wilayah Sungai tersebut. PTPIN memberikan tantangan yang besar bagi pengembangan dan penerapan teknologi tidak hanya di bidang sumber daya air, tetapi juga di bidang-bidang lain, antara lain transportasi dan lingkungan hidup. Jika dikelola dengan baik maka PTPIN juga akan menciptakan peluang bisnis di berbagai lapangan termasuk penyerapan produk-produk dalam negeri. Hal-hal ini merupakan pusat perhatian dalam penerapan program PTPIN. Pada kesempatan ini ijinkan saya mengingatkan semua pihak yang terlibat agar tidak cepat puas, karena peta jalan program PTPIN masih panjang. Tim Kerja masih harus bekerja lebih keras lagi dalam mempelajari, melaksanakan dan mengevaluasi setiap progres penerapan PTPIN, termasuk menciptakan iklim yang baik agar Badan Usaha Swasta tertarik untuk berpartisipasi dan menanamkan investasinya di program PTPIN. Kementerian Pekerjaan Umum akan terus berkomitmen dalam mewujudkan program PTPIN. Jakarta, 17 Otober 2014
Djoko Kirmanto Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia
13
14
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA
Kita menyadari bahwa Jakarta, sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan wilayah terdepan dari wajah bangsa ini. Potret Jakarta adalah potret kita sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, permasalahan yang terjadi pada kota Jakarta, tentunya menjadi permasalahan kita bersama. Bagaimana kita berupaya mencari solusi dan pemencahan permasalahan tersebut. Peningkatan jumlah penduduk Jakarta yang cukup tinggi, Banjir yang terus terjadi, menurunnya permukaan lahan, abrasi/rob yang sepanjang tahun tiada henti menerpa kota ini, dan terbatasnya sumber air baku untuk menyediakan kebutuhan akan air minum, air yang bersih dan sehat adalah merupakan sebahagian permasalahan kota Jakarta. Yang tentunya harus dicarikan solusi penanganannya secara komprehensif dan terpadu. Buku Master Plan (Rencana Induk) pengembangan terpadu pesisir Ibukota Negara ini merupakan langkah awal dari upaya kita untuk memecahkan permasalahan tersebut. Isu kelayakan kehidupan di perkotaan adalah isu pengelolaan lingkungan hidup yang multidimensi dan kompleks. Masyarakat menggantungkan harapan besar kepada pemerintah untuk memberikan jaminan kenyamanan dan kesehatan atas ruang hidupnya, namun pemerintah juga berharap banyak terhadap kontribusi dan peran aktif setiap warganya untuk turut memecahkan masalah. Outcomes yang ingin dicapai menjadi tergantung pada bagaimana kebijakan pemerintah dikritisi, dikawal dan didukung oleh warganya. Ketika telah dipastikan bahwa solusi pemecahan masalah banjir, turunnya muka tanah, dan perbaikan kualitas lingkungan hidup Jakarta membutuhkan pendekatan holistik dan perencanaan yang dilakukan perlu dibangun dari dialog yang intensif komprehensif dan konstruktif. Masyarakat perlu memahami apa manfaat dan resiko dari setiap alternatif solusi yang diberikan, sekaligus terinspirasi untuk berpartisipasi dan berkontribusi. Konsep penyelamatan Jakarta dengan membangun tanggul raksasa, perbaikan sistem pengelolaan limbah dan penyediaan air bersih, serta revitalisasi keseluruh bagian wilayah kota yang berada di pesisir adalah konsep besar yang mengimplikasikan perubahan pola hidup langsung
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
minimal satu juta penduduk di wilayah utara Jakarta dan bahkan Tangerang dan Bekasi. Keberhasilan upaya penyelamatan Jakarta akan sia-sia apabila tidak diiukuti dengan perbaikan kualitas lingkungan hidup masyarakat tersebut. Master Plan Program Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (NCICD) ini disusun dan akan terus disempurnakan melalui proses iteratif yang terbuka dan dilandaskan pada upaya pengamanan (safeguard). Pada awal Rencana Induk (Master Plan) seharusnya dilengkapi dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang saat ini sedang dalam proses penyusunan. KLHS tidak akan sekedar membidik kelayakan lingkungan wilayah yang akan dibangun, tetapi secara komprehesif menyoroti isu-isu lingkungan dalam cakupan yang lebih luas, yaitu sampai ke Jawa Barat dan Banten. Mekanisme pengamanan seperti ini juga akan didukung lebih lanjut sampai dengan tahap pelaksanaan, yaitu penerapan kewajiban AMDAL diikuti dengan penerbitan ijin lingkungan kepada setiap investor, pengembangan, maupun pemrakarsa kegiatan.
Prof. Dr.Balthasar Kambuaya, MBA
15
16
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dan kota delta dengan berbagai peran yang diembannya telah mengalami pertumbuhan pesat yang karenanya juga membawa permasalahan yang serius terutama berkaitan dengan menurunnya daya tampung dan daya dukung lingkungan. Dalam kondisi masih terbatasnya infrastruktur perkotaan dan ditambah dengan adanya beban populasi, keterbatasan ruang, ancaman degradasi kualitas lingkungan, dampak perubahan iklim, seperti kenaikan muka air laut, banjir rob, dan land subsidence telah menempatkan Ibukota dalam kerenatanan yang semakin tinggi. Perda Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, mengamankan bahwa salah satu strategi penataan ruang DKI Jakarta ke depan diarahkan pada pengembangan pembangunan ke arah utara sekaligus optimalisasi pengelolaan Teluk Jakarta melalui reklamasi untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru serta infrastruktur pendukung lainnya, antara lain pembangunan bertaraf internasional, pengembangan kawasan komersial dan perumahan. Terobosan yang direncanakan melalui Program NCICD (National Capital Integrated Coastal Development) dalam mewujudkan Kota Jakarta yang berketahanan akan mengubah permasalahan yang akan menjadi peluang selain ketahanan terhadap banjir rob juga untuk mengembangkan sumber air baku, peningkatan pendapatan kota melalui pengembangan pelabuhan dan jaringan transportasi kota serta menambah kawasan baru. Saya mengucapkan terimakasih dan apresiasi kepada Tim Koordinasi Persiapan Pembangunan Jakarta Coastal Development, yang telah menyelesaikan Dokumen Master Plan Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara atau Program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Saya berharap, Program NCICD menjadi program prioritas nasional yang sejalan dengan pengembangan kawasan strategis Pantai Utara Jakarta, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memberikan nilai tambah untuk revitalisasi daratan pantai lama melalui penyediaan perumah rakyat, infrastruktur yang memadai, perbaikan kawasan kumuh, serta penyediaan lapangan kerja yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
1
Pendahuluan Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama seperti ancaman banjir, penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan pemukiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city melalui program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
17
18
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Pendahuluan Latar Belakang SistemaJakarta adalah daerah khusus ibukota negara yang merupakan pusat aktivitas berskala internasional, nasional dan regional. Kegiatan perekonomian di kota ini mendorong terjadinya aglomerasi dari berbagai komponen kegiatan perkotaan. Jakarta dengan populasi lebih dari 9,5 juta jiwa merupakan daerah inti perkotaan (core area) dari suatu sistem aglomerasi kawasan Jabodetabekpunjur dengan total populasi 30,1 juta jiwa di tahun 2013. Kawasan Jabodetabekpunjur merupakan kawasan perkotaan yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional sesuai dengan ketetapan Perpres No. 54 Tahun 2008. DKI Jakarta terbagi dalam 6 wilayah kabupaten/kota administratif dengan total luas wilayah 662,33 km2. Wilayah DKI Jakarta di bagian utara dibatasi oleh garis pantai sepanjang kurang lebih 32 km yang berbatasan di bagian barat berbatasan dengan Tangerang dan di bagian timur berbatasan dengan Bekasi. Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di daerah pesisir. Aktivitas perekonomian utama perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Kawasan pantai utara merupakan kawasan andalan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan pusat kegiatan ekonomi yang tumbuh pesat karena kedekatannya dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi, seperti pelabuhan, pergudangan dan pusat perdagangan. Namun demikian, Jakarta juga terletak di daerah delta dengan tingkat kerawanan banjir yang tinggi, baik banjir dari luapan sungai maupun banjir limpasan air pasang. Di kawasan ini terdapat aliran 13 sungai besar yang bermuara di Teluk Jakarta dan 40 persen wilayahnya merupakan dataran rendah yang berada di bawah muka air laut pasang. Banjir di kawasan pesisir Jakarta diperburuk dengan menurunnya muka tanah akibat ekstrasi pemanfaatan air tanah yang berlebihan. Tidak hanya di Jakarta, menurunnya kondisi kawasan pesisir juga terjadi di garis pantai utara yang terletak di wilayah Tangerang dan Bekasi. Ancaman banjir mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara Jakarta. Kejadian banjir akan semakin meningkat jika penurunan muka tanah terus berlangsung. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dapat dihentikan, diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta penduduk. Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu menjadi salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta telah aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir dan masuk ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) 2010-2030. Pembangunan Jakarta perlu mengantisipasi beberapa isu utama seperti ancaman banjir,
1
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
penurunan muka tanah, keterbatasan air baku, serta penataan sistem transportasi dan pemukiman. Untuk itu telah disusun kerangka kebijakan bahwa pembangunan wilayah di Jakarta akan diarahkan ke kawasan pesisir dengan mengadopsi konsep waterfront city. Kebijakan ini diarahkan untuk menjawab berbagai permasalahan di atas serta memungkinkan adanya penambahan kawasan produktif melalui reklamasi dan revitalisasi di kawasan pantai. Laporan ini mencakup beberapa rencana dan kegiatan utama dalam penataan kawasan pesisir Jakarta yang diintegrasikan dalam suatu Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN). Program ini merupakan hasil kerjasama antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Beberapa kegiatan telah terlaksana di lapangan dan beberapa kegiatan lainnya dalam tahapan persiapan. Program ini perlu ditindaklanjuti oleh seluruh pemangku kepentingan terkait. Laporan ini diharapkan memberikan informasi yang dibutuhkan dan menjadi dasar bagi pemerintahan selanjutnya
Sistematika Pelaporan Laporan ini terdiri atas lima bagian. Setelah bagian pendahuluan, Bab 2 menggambarkan tentang ikhtisar permasalahan perkotaan yang dihadapi oleh Ibukota Negara Republik Indonesia. Bab 3 mencakup deskrisi tentang upaya terkait program terpadu di pesisir ibukota yang mencoba membahas permasalahan yang telah dibahas di Bab 2. Di bagian akhir Bab 3 membahas lebih khusus mengenai program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) dan tahapan pembangunannya. Bab 4 menjelaskan strategi implementasi program PTPIN tersebut. Laporan ini ditutup dengan Bab 5 yang berisi beberapa rekomendasi dalam rangka tindak lanjut pelaksanaan PTPIN.
19
20
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
2
Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di Ibukota
21
22
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Ikhtisar Permasalahan Perkotaan di Ibukota 2.1 Sekilas Ibukota Negara (Jakarta)
2
Tata Ruang Jakarta Wilayah Provinsi DKI Jakarta terdiri atas daratan seluas 662 km² dan perairan laut seluas 6.998 km² serta 110 pulau yang berlokasi di Kabupaten Kepulauan Seribu. Daratan utama wilayah DKI Jakarta di bagian Utara dibatasi oleh garis pantai sepanjang kurang lebih 32 km. Sebagai daerah khusus ibukota, Jakarta memiliki aktivitas berskala pelayanan internasional, nasional, regional, dan lokal. Hal ini mendorong terjadinya aglomerasi berbagai komponen kegiatan perkotaaan terutama pada kawasan yang telah berkembang. Gambar 2.1 Peta Jakarta dalam Lingkup Kawasan Jabodetabekpunjur
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Aglomerasi kawasan regional DKI Jakarta membentuk satu kesatuan wilayah yang mempunyai nilai ekonomis yang strategis. Kawasan ini mencakup wilayah Bogor – Depok – Tangerang – Bekasi - Puncak – Cianjur atau lebih dikenal dengan Jabodetabekpunjur dan ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional melalui Perpres No. 54 Tahun 2008. Kawasan Jabodetabekpunjur dengan jumlah penduduk sebanyak 30.069.326 jiwa (hasil Survey Penduduk 2010, tidak termasuk penduduk Kepulauan Seribu) merupakan kawasan perkotaan terbesar di Indonesia dan keenam terbesar di dunia. Kota Jakarta sebagai metropolitan dalam perkembangannya saat ini telah dihuni oleh sekitar 9,6 juta jiwa (data sensus penduduk 2010). Penggunaan lahan DKI Jakarta didominasi oleh lahan terbangun yang diwakili oleh peruntukan bangunan, prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Hasil interpretasi citra satelit memberikan informasi bahwa sekitar 66,62 persen wilayah daratan utama DKI Jakarta merupakan lahan terbangun, sedang 33,38 persen sebagai lahan terbangun non pemukiman seperti hutan kota, jalur hijau, pemakaman, lahan pertanian, taman, lahan kosong, dan lainnya. Penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air tanah, upaya menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir dan pengembangan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat. Namun demikian selama berabad-abad kota ini telah mengalami masalah banjir yang serius. Dalam dekade terakhir frekuensi dan intensitas banjir terasa meningkat, yang mempengaruhi area yang lebih besar dan menelan lebih banyak korban dan kerusakan. Pemerintah mulai serius menangani banjir Jakarta pada pertengahan tahun 60-an. Saat itu pemerintah Gambar 2.2 Kondisi Banjir Jakarta Januari 2014
23
24
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
meyakini bahwa penanganan banjir di Ibukota haruslah mempunyai konsep yang jelas agar bisa dijadikan acuan dan sekaligus dipahami oleh masyarakat berkenaan dengan langkah apa yang akan dilakukan selanjutnya.
Kawasan Pantai Utara Jakarta Lebih dari separuh penduduk Jakarta tinggal di daerah pesisir. Aktivitas perekonomian utama perkotaan juga banyak berkembang di kawasan pesisir. Kawasan pantai utara merupakan kawasan andalan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kawasan ini merupakan pusat kegiatan ekonomi yang tumbuh pesat karena kedekatannya dengan pusat-pusat kegiatan ekonomi, seperti pelabuhan, bandar udara, pergudangan dan pusat perdagangan. Namun pesatnya perkembangan kawasan perkotaan−selain memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi−pada sisi lain dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan lingkungan. Penurunan kondisi lingkungan di Pesisir Utara Jakarta dianggap menjadi salah satu faktor yang memperburuk permasalahan banjir di Jakarta. Sistem perlindungan di pesisir Jakarta mengalami kondisi yang kritis, salah satunya akibat penurunan muka tanah di Pesisir Utara Jakarta. Panjang garis pantai Utara Jakarta adalah kurang lebih 32 km, meliputi garis pantai yang berbatasan dengan Pantai Utara Tangerang di bagian barat hingga perbatasan Pantai Utara Bekasi di bagian timur. Di bagian barat kawasan Pantura Jakarta berbatasan dengan Daerah Kabupaten Tangerang, di bagian Timur berbatasan dengan Daerah Kabupaten Bekasi, dan di bagian Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kelapa Gading di Kota Jakarta Utara, wilayah Kota Jakarta Barat, wilayah Kota Jakarta Pusat, dan wilayah Kota Jakarta Timur. Di kawasan inilah terdapat berbagai kegiatan dengan fungsi transhipment point, seperti pelabuhan Tanjung Priok, pelabuhan Sunda Kelapa, Marina Ancol, rencana terminal Mass Rapid Transit (MRT), jalan tol, dan jaringan jalan arteri lainnya. Beberapa kegiatan skala besar yang telah berlangsung di dalam kawasan Pantura Jakarta, antara lain PLTU/PLTGU Muara Karang dan Muara Tawar, PLTU Tanjung Priok, permukiman Pantai Mutiara, permukiman Pantai lndah Kapuk, pelabuhan Tanjung Priok, pengembangan pelabuhan perikanan samudera di Sunda Kalapa, Kawasan Berikat Nusantara Marunda, kawasan rekreasi Taman lmpian Jaya Ancol, permukiman nelayan di Muara Angke dan Kamal Muara, pusat perdagangan Glodok dan Mangga Dua, dan kegiatan pelayaran rakyat.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Hidrologi Air Permukaan. Dalam konteks sistem hidrologi Daerah Aliran Sungai, kawasan Pantura Jakarta merupakan muara sungai-sungai yang berhulu di wilayah selatan, termasuk kanal buatan, yang mengalir dari arah Puncak - Bogor ke arah laut di utara. Dari ke 13 sungai dan kanal buatan tersebut, 10 di antaranya bermuara di Teluk Jakarta, yaitu Sungai Mookervaart, Angke, Grogol, Pesanggrahan, Krukut, Kalibaru Barat, Ciliwung, Kalibaru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung.
Gambar 2.3 Sistem Pengendalian Banjir Eksisting
Banjir dan Rob. Jakarta berada pada dataran rendah (40 persen dari luasan), dipengaruhi oleh pasang laut serta kondisi air permukaan serta intensitas curah hujan yang besar (2000 s/d 3500 mm/tahun). Kejadian banjir dan genangan yang melanda Kota Jakarta secara rutin terjadi sejak tahun 1961.
25
26
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 2.4 Peta Erosifitas di Kawasan Jabodetabekpunjur Sumber: RTRW Propinsi Jawa Barat 2005-2025
Sayangnya, kondisi sungai pada umumnya sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi dan pengangkutan sampah yang tinggi. Berkurangnya luas daerah tangkapan air di kawasan hulu sungai akibat pesatnya pembangunan menyebabkan berkurangnya infiltrasi. Erosi yang terjadi di bagian hulu juga berakibat pada sedimentasi sungai di bagian tengah dan hilir sungai yang melewati Jakarta. Akibatnya, jika t hujan tinggi terjadi di hulu, permukaan air sungai dengan cepat meluap, yang pada gilirannya akan mengancam daerah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara. Selain itu ketersediaan air permukaan Jakarta juga ditopang oleh situ-situ dan beberapa waduk di wilayah DKI Jakarta. Situ dan waduk retensi juga difungsikan untuk mengisi kembali air tanah. Sekitar 149 situ yang terletak di wilayah DKI Jakarta, yang terdiri dari 134 situ eksisting dan sekitar 15 situ potensial dengan total area 394,2 ha.* Jumlah total seluruh situ eksisting di wilayah Jabodetabek berjumlah sekitar 1018 dengan jumlah situ potensial sebanyak 310 situ.
* Western Java Environmental Management Project (WJEMP) yang dilaksanakan pada tahun 2005 oleh Nippon Koei bekerja sama dengan Kwarsa Hexagon, telah diidentifikasi
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Abrasi pantai di kawasan pesisir Jakarta, terutama di beberapa lokasi disebabkan oleh aktivitas manusia seperti kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan menipisnya hutan mangrove. Abrasi terjadi di beberapa lokasi di Pantai Utara Jakarta bagian Timur dan Barat. Pembangunan tambak di Bagian Barat perairan Teluk Jakarta menyebabkan kawasan tersebut mengalami kehilangan pelindung pantai alami berupa tanaman mangrove. Pantai Marunda juga mengalami erosi hingga kini belum membentuk keseimbangan alam, dimana suplai sedimen tidak mencukupi untuk menutup defisit yang diakibatkan oleh abrasi dan pengambilan pasir. Kualitas Air Permukaan. Pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai dengan 2007 menunjukkan kualitas air yang semakin memburuk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Dari 67 lokasi titik pantau di 13 sungai menunjukkan trend pencemaran yang semakin meningkat. Padahal potensi air permukaan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk air minum, pertanian dan kegiatan perkotaan. Kualitas air permukaan yang ada di waduk dan situ di Jakarta secara umum tidak terawat, seperti banyaknya sampah, dan masuknya limbah domestik, limbah industri dan kurangnya fungsi ekologis situ. Status kualitas air di DKI Jakarta pada tahun 2007 adalah 83 persen tercemar berat dan 17 persen tercemar sedang. Sedangkan kecenderungan kualitas air situ/waduk di DKI dari tahun 2004 – 2007 menunjukkan kualitas penurunan kualitas yang cukup signifikan. Air Tanah. Cekungan Air Tanah Jakarta (CAT Jakarta) termasuk dalam daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung, luas CAT tersebut mencapai 1.439 km2. Batas cekungan di sebelah selatan terletak di sekitar Depok, di sebelah barat dan timur masing-masing Kali Cisadane dan Kali Bekasi, sementara batas di sebelah utaranya adalah Laut Jawa. Pengambilan air tanah pada CAT Jakarta saat ini hampir melebihi setengah aliran air tanah yang masuk ke dalam akuifer menengah dan dalam. Kondisi demikian dapat di kategorikan sudah memasuki zona kritis hingga rusak. Berdasarkan data Badan Geologi, DESDM, Neraca Air Tanah Jakarta saat ini adalah, potensi air tanah dalam 52 juta m³/thn sedangkan pengambilan air tanah (dalam) 21 juta m³/tahun (40 persen). Kualitas Air Tanah. Disamping kualitas air permukaan, kualitas air tanah juga menurun dalam beberapa tahun terakhir. Terutama terjadi di daerah-daerah yang semakin dekat dengan batas pantai. Penelitian BPLHD Provinsi DKI Jakarta terhadap 75 Kelurahan, menunjukkan bahwa pencemaran air tanah disebabkan oleh kurangnya pengelolaan limbah domestik dan buruknya sanitasi lingkungan. Status mutu air tanah Jakarta tahun 2007 adalah 12 persen tercemar berat, 20 persen tercemar sedang, 45 persen tercemar ringan dan hanya 25 persen yang tergolong baik, sedangkan pencemaran coliform mencapai 55 persen. Pencemaran air tanah Jakarta hampir merata di seluruh wilayah.
27
28
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 2.5 Laju Penyedotan Air Tanah di Jakarta 1879 – 2007 Sumber : Pemantauan Kondisi Dan Lingkungan Air Tanah di Cekungan Tanah Jakarta, ESDM
Pasang Surut Air Laut. Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal dengan kedalaman berkisar antara 3 – 29 meter dengan rata-rata kedalaman 15 meter. Kedalaman muara berkisar antara 0,5 – 3 meter saat pasang dan 0,5 – 2 meter saat surut. Kedalaman terendah di Muara Kali Blencong baik saat pasang atau surut yaitu 0,5 meter. Dasar perairan Teluk Jakarta melandai ke arah Laut Jawa dengan kedalaman di perbatasan Laut Jawa berkisar antara 20 – 29 meter. Variasi kedalaman yang tinggi terdapat di perairan sebelah barat Teluk Jakarta sedangkan di pantai timur relatif rata. Perbedaan ini disebabkan proses sedimentasi di bagian pantai timur yang sangat kuat akibat bermuaranya Sungai Citarum di Muara Gembong. Gelombang pasang akibat kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pasang-surut serta diakibatkan oleh faktor-faktor lain atau eksternal force seperti dorongan air, swell (gelombang yang ditimbulkan dari jarak jauh), badai dan badai tropis yang merupakan fenomena yang sering terjadi di laut. Gabungan atau interaksi dari itu semua menimbulkan anomali muka air laut yang menyebabkan banjir Rob. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada perencanaan teknis dalam melindungi kawasan pesisir dari kenaikan muka air laut yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik pasang surut, karakteristik gelombang laut, perubahan iklim. Dari analisa pasang surut di teluk Jakarta, pada tahun 2005 elevasi puncak (HHWL) pasang surut di DKI Jakarta mencapai 1.88 mpp. Dengan freebord 1.00 meter maka tinggi elevasi tanah yang aman untuk garis pantai utara Jakarta setinggi 3.00 meter. Sedangkan berdasarkan dari beberapa studi
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
bahwa kenaikan muka air laut rata-rata adalah 8 mm per tahun. Rob adalah limpasan gelombang pasang yang terjadi di daerah pantai. Apabila daerah pantai tersebut belum ada prasarana pengendalian Rob yang memadai, maka tidak menutup kemungkinan di daerah pantai tersebut akan terjadi abrasi dan genangan banjir akibat ROB. Pada umumnya kejadian Rob di Pantai Utara Jakarta terjadi pada bulan-bulan Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya. Pada bulan-bulan tersebut merupakan musim angin musim Barat dimana angin bertiup dari arah Barat Laut dengan kecepatan 8,21 sampai dengan 10,62 knot. Beberapa wilayah yang terkena dampak Rob adalah Kamal Muara, Pluit, Penjaringan, Ancol, Kalibaru, Cilincing dan Marunda. Kejadian Rob di Pantura Jakarta ditentukan oleh beberapa faktor antara lain yaitu : Tinggi gelombang pasang, Kondisi topografi daerah Pantura Jakarta cenderung relatif datar dengan kemiringan lereng lebih kecil dari 1 persen dan elevasinya bervariasi antara 1,5 meter sampai dengan 1,8 meter dari MSL. Dan juga pengaruh pemanasan iklim global (global warming).
Gambar 2.6 Sebaran Lokasi Dampak ROB di Pantai Utara Jakarta
Curah Hujan. Bencana banjir di wilayah Jabodetabek adalah salah satu kejadian yang disebabkan oleh jumlah aliran permukaan yang berasal dari hujan yang tidak mampu lagi diresapkan ataupun diteruskan ke laut oleh berbagai jenis penutupan lahan yang ada di kawasan tersebut. Iklim dan curah hujan kemudian sering dianggap sebagai sumber utama penyebab terjadinya banjir di wilayah Jabodetabek.
29
30
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Di wilayah Jakarta hujan umumnya terjadi hampir pada setiap bulan, termasuk pada musim kemarau. Hal ini dikarenakan wilayah Jakarta masih terpengaruh oleh wilayah Bogor yang berpotensi hujan sepanjang tahun. Tingkat curah hujan di Provinsi DKI Jakarta relatif rendah dan terbagi dua zona yaitu Zona Utara dengan rata-rata curah hujan sekitar 1.500 – 2.000 mm per tahun dan zona selatan dengan rata-rata curah hujan sekitar 2.000 – 3.000 mm per tahun. Semakin ke hulu, curah hujan ini semakin tinggi dengan daerah Depok memiliki curah hujan sekitar 3.000 – 3.500 mm per tahun, daerah Cibinong memiliki curah hujan sekitar 3.500 – 4.000 mm per tahun, dan daerah Bogor memiliki curah hujan 4.000 – 4.500 mm per tahun.
Gambar 2.7 Lokasi Terkena Dampak ROB di sekitar Pantai Utara Jakarta
Penurunan Muka Tanah Beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu: pengambilan air tanah dalam yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat faktor penurunan tanah ini, tiga faktor pertama, terutama masalah penggunaan air tanah dalam, dipercaya berkontribusi dalam penurunan tanah di wilayah-wilayah Jakarta Utara. Penurunan tanah dapat menyebabkan perubahan struktur bangunan, kerusakan
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
struktur, drainase, dan meningkatkan kemungkinan terjadinya bencana banjir. Penurunan muka tanah di Jakarta terjadi sangat cepat. Sepanjang pesisir utara terjadi penurunan di beberapa tempat dengan variasi laju antara 2 sampai 20 cm per tahun. Akibatnya wilayah pesisir Jakarta tenggelam secara perlahan dan berada di bawah permukaan laut, termasuk garis pantai eksisting, sistem polder di sekitarnya, dan muara sungai serta kanal yang mempunyai akses terbuka langsung dengan laut. Pada tahun 1990, hanya 12 persen atau seluas 1.600 ha daratan utara Jakarta yang berada di bawah permukaan laut. Dalam jangka 20 tahun, pada tahun 2010, 58 persen atau lebih dari 8.000 Ha daratan utara pesisir Jakarta telah tenggelam di bawah permukaan laut. Tanpa adanya upaya penanganan, diperkirakan pada tahun 2030 hampir 90 persen atau 12.500 Ha daratan pantai utara Jakarta akan tenggelam. Penurunan tanah di wilayah Jakarta membawa dampak negatif yang cukup banyak, terlebih di masa depan, sehingga perlu mendapat perhatian khusus.Salah satu dampak dari cepatnya pengembangan kawasan terbangun yang tidak seimbang dengan penyediaan suplai kebutuhan air bersih adalah pengambilan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan industri dan pemukiman. Namun, belum ada data yang jelas seberapa banyak pengambilan air tanah dalam yang ilegal. Hal ini diperburuk dengan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan. Konsekuensi logis yang terjadi dari tekanan beban kawasan terbangun dan berkurangnya volume air tanah dalam menyebabkan adanya ruang kosong. Untuk itu dibutuhkan infiltrasi air yang cukup besar untuk meningkatkan tekanan yang dapat menahan beban kawasan terbangun dan menahan penurunan muka tanah.
Gambar 2.8 Peningkatan permukaan air laut Gambar 2.9 Kondisi di kawasan pesisir utara Jakarta
31
32
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 2.10 Perbandingan Penurunan Muka Tanah Tahun 19741990 dan Penurunan Muka Tanah Tahun 1990-2000
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 2.11 Elevasi Tanah Di Bawah Permukaan Laut Tahun 2010 dan Perkiraan Tahun 2050 Tanpa Upaya Pengendalian Air Tanah
Sistem Perhubungan Jakarta Ibukota Jakarta telah menghadapi permasalahan lalu-lintas yang parah selama bertahuntahun dikarenakan sistem jalan yang lumpuh akibat padatnya arus lalu-lintas. Ekspansi jaringan jalan tidak mampu menjawab kebutuhan mobilitas yang diakibatkan perkembangan kota, pertumbuhan penduduk yang meningkat dan juga pertumbuhan ekonomi. Tingkat kepemilikan kendaraan bermotor juga semakin meningkat. Jumlah mobil dan sepeda motor teregistrasi meningkat masing-masing dua kali lipat dan 4,6 kali lipat sepan-
33
34
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
jang periode 2000 – 2010. Hal lain yang menambah buruk lalu-lintas Jakarta adalah jumlah komuter yang setiap harinya memasuki Jakarta. Tahun 2010 tercatat ada sekitar lebih dari 1,1 juta komuter yang memasuki Jakarta.
Gambar 2.12 Peta Prasarana Jalan DKI Jakarta
Pola jaringan jalan di wilayah DKI Jakarta secara umum terdiri dari sistem jaringan jalan lingkar yaitu lingkar dalam (inner ring road) dan lingkar luar (outer ring road) yang juga merupakan jaringan jalan arteri primer, jaringan radial yang melayani kawasan diluar inner ring road menuju kawasan di dalam inner ring road dan jaringan jalan berpola grid di wilayah pusat kota. Pelayanan transportasi laut dipusatkan di pelabuhan Tanjung Priok, beberapa pelabuhan lain bersifat sebagai pendukung transportasi laut antar pulau. Pelabuhan pendukung tersebut yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, Muara Angke dan Marina. Khusus Muara Angke dan Marina hanya melayani lalu lintas antar pulau di wilayah DKI Jakarta khususnya ke kepulauan Seribu. Selama 5 (lima) tahun terakhir, pertumbuhan arus kapal dan barang di Pelabuhan
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Tanjung Priok memiliki kecenderungan meningkat diatas 6 persen per tahun, dimana arus barang pada tahun 2006 telah mencapai 28.4 juta ton (untuk cargo dan curah) dan 3.5 juta TEU’s (untuk peti kemas) sedangkan arus kunjungan kapal mencapai 16 ribu unit kapal. Di wilayah Jakarta Utara terdapat beberapa pelabuhan perikanan, diantaranya adalah TPI Cilincing, TPI Kali Baru, PPS Muara Baru (Nizam Zachman), TPI Muara Angke, TPI Kamal Muara. Pelabuhan nelayan ini menampung aktivitas nelayan di kawasan Jakarta Utara. Jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta sejumlah 20.125 orang pada tahun 2008. Dilihat dari perkembangannya, jumlah nelayan di wilayah Pantai Utara Jakarta cenderung menurun. Pada tahun 2004, nelayan berjumlah 26.301 orang dan turun menjadi 20.125 orang pada tahun 2008. Hal ini diakibatkan semakin banyaknya nelayan yang beralih pekerjaan. Sarana transportasi udara yang ada di kawasan teluk Jakarta adalah bandar udara internasional Soekarno Hatta. Sesuai dengan fungsinya dalam tata ruang wilayah, jaringan transportasi udara menggambarkan lokasi pelabuhan udara untuk pelayanan penumpang dan bongkar muat barang untuk melayani kawasan dan wilayah pelayanan masing-masing. Kualitas pelayanan suatu bandara secara umum selain ditentukan oleh kondisi fisik dan pelayanan bandara yang bersangkutan, juga terkait dengan aksesibilitas bandara tersebut dari dan ke daerah pelayanannya
Gambar 2.13 Lokasi Bandara yang Berdekatan dengan Teluk Jakarta sumber: Angkasapura (prenstasi KLHS)
BangunanAir dan Drainase Tanggul Laut. Banjir rob tidak saja disebabkan oleh gelombang pasang laut yang tinggi tetapi juga oleh kenyataan bahwa banyak lokasi di pesisir Utara Jakarta ini merupakan dataran rendah yang berada di bawah permukaan laut. Ada tanda-tanda bahwa lokasi-lokasi ini masih terus mengalami penurunan muka tanah yang disebabkan oleh penyedotan air
35
36
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
bawah tanah oleh penduduk Jakarta untuk kepentingan rumah tangga sehari-hari dan untuk industri. Terkait dengan kejadian rob, pemerintah DKI Jakarta telah melakukan pembangunan tanggul laut walaupun masih sporadis, tanggul tersebut diantaranya : tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang, Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun 2008 dan 2009. Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya kurang lebih 3000 meter dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai dengan 3 meter di atas permukaan tanah. Tanggul penahanan banjir rob yang lengkap dengan trotoar yang cukup lebar di Pantai Marunda kini malah menjadi tempat rekreasi yang ramai dikunjungi warga Jakarta yang ingin bersantai di tepi pantai. Sistem Drainase. Hampir seluruh Jakarta, terutama di jalan jalan protokol dan pemukiman baru, sudah dilengkapi dengan saluran drainase, namun belum terintegrasi dalam suatu sistem yang baik, sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Di beberapa tempat ada saluran drainase yang rusak, atau penuh dengan sampah dan sedimen. Banyak juga saluran drainase yang kapasitasnya kurang besar, sehingga kurang memadai untuk menampung air hujan, terutama pada waktu banjir.
Gambar 2.14 Pembagian Zona Drainase di DKI Jakarta
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Pengelolaan Air Bersih dan Sanitasi Air bersih. Pelayanan air bersih masyarakat dan dunia usaha di Jakarta dikelola oleh PAM Jaya dengan dua operator, yaitu Palyja dan Aetra. Berdasarkan laporan Perum Jasa Tirta II (PJT II) Jatiluhur (2010), jumlah air baku yang dikirim dari Waduk Jatiluhur ke DKI Jaya sebanyak 600 juta m³/tahun melalui Kanal Tarum Barat. Gambar berikut menunjukkan pemanfaatan air baku dari Jatiluhur melalui Kanal Tarum Barat sebagai air baku PAM Jaya.
Gambar 2.15 Pemanfaatan Air Baku PAM Jaya
sumber: RTRW DKI Jakarta 2010-2030
Sanitasi dan Air Limbah. Sistem pelayanan pengelolaan limbah di Jakarta baru mencakup tiga persen dan menimbulkan dampak yang rentan bagi kesehatan warganya. Artinya, 97 persen wilayah Jakarta belum memiliki sistem jaringan air limbah. Kebanyakan dari mereka menggunakan septic tank. Buruknya sistem sanitasi di Jakarta menyebabkan sekitar 45 persen air tanah sudah tercemar bakteri E-coli. Penerapan penggunaan septic tank di setiap rumah yang tidak layak standarnya mempengaruhi kualitas air tanah untuk diminum. Banyak warga yang menempatkan tangki kakus berdekatan dengan sumur air untuk minum. Maka, bila air tidak dimasak dengan benar, warga Jakarta rentan terkena penyakit diare. Buruknya sanitasi juga menjadikan tercemarnya sungai-sungai dan menyebabkan mahalnya penyediaan air minum berkualitas. Penurunan permukaan air tanah karena pen-
37
38
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
gambilan air tanah yang terus menerus membuat beberapa bagian limbah rumah tangga ini meresap ke dalam air tanah. Septic tank rumah tangga yang biasanya diasosiasikan dengan sistem sanitasi belum merupakan sistem yang baik karena masih banyak yang dibawah standar. Perawatan septic tank masih rendah, sehingga sebagian besar limbah domestik tidak melalui proses treatment sama sekali. Diperlukan pembangunan sistem IPAL dengan standar wadah penampungan limbah rumah tangga terpusat menjadi masalah yang mendesak. Setiap tahunnya, secara umum pencemaran terhadap air sungai di DKI Jakarta semakin meningkat. Kecenderungan dari tahun 2004 sampai 2007 menunjukkan kualitas yang semakin buruk. Hal ini disebabkan oleh limbah cair dari industri dan domestik serta sampah padat yang dibuang ke sungai. Pencemaran yang terjadi baik kualitas fisik, kimia maupun biologi. Persampahan. Produksi sampah di Jakarta mencapai 29.364 m³ atau setara dengan 6.525 ton setiap hari. Sedangkan truk sampah yang dimiliki DKI hanya 841 unit, sementara 100 unit truk lainnya disewa dari pihak swasta. Kapasitas angkut setiap truk sebesar 15 meter kubik dan rata-rata hanya mampu dioperasikan 1,5 perjalanan setiap hari. Armada truk DKI hanya bisa mengangkut 21.172 m³ sampah per hari. Setiap hari terdapat sekitar 2.000 m³ sampah tidak terangkut. Produksi yang terus-menerus dan keterbatasan jumlah armada pengangkut membuat sampah-sampah tersebut tidak terangkut dengan baik. Akibat banyaknya jumlah sampah yang tidak terangkut, volume tumpukan sampah di bantaran sungai setiap hari bertambah. Di seluruh Jakarta, terdapat 13 aliran sungai utama dan tak terhitung jumlah anak sungai maupun saluran pembuangan. Secara kasat mata, di setiap aliran air selalu saja terlihat sampah, baik yang mengapung hanyut dalam arus maupun menumpuk di sepanjang tepiannya. Di sepanjang bantaran Kali Pesanggrahan dan Ciliwung, mulai dari kawasan yang berbatasan dengan Tangerang maupun Bogor hingga bermuara di Teluk Jakarta, terlihat puluhan tempat penampungan sampah. Sampah tersebut itu nyaris tidak tersentuh oleh armada pengangkut Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Perumahan dan Permukiman Perumahan dan Permukiman. Proyeksi kebutuhan perumahan di DKI Jakarta sebesar 70.000 unit per tahun, dengan proporsi 60 persen (42.000 unit/tahun) untuk perumahan horizontal per landed houses dan 40 persen (28.000 unit per tahun) untuk perumahan vertikal per rumah susun. Hunian di Teluk Jakarta: Bila dilihat pada lokasi perencanaan, secara umum karakteristik hunian di daerah pesisir Teluk Jakarta terdiri dari: permukiman nelayan, permukiman kumuh, permukiman di sisi sungai, kampung kota dan perumahan elit/real estat. Permuki-
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
man nelayan di utara Jakarta terletak di Penjaringan, Cilincing, Koja. Di Penjaringan permukiman nelayan berkonsentrasi di Kamal Muara, Muara Angke dan Murara Baru. Permukiman kampung perkotaan terbesar terdapat di Jakarta Utara dan tersebar di beberapa lokasi pesisir Teluk Jakarta. Permukiman Kumuh. Berdasarkan Podes 2012—yang terletak di wilayah Teluk Jakarta ada 104 lokasi. Di semua kecamatan yang ada di Teluk Jakarta memiliki wilayah permukiman kumuh dengan jumlah total 21.302 rumah. Jumlah total keluarga yang tinggal di permukiman kumuh mencapai 24.482 keluarga atau sekitar 97.932 jiwa atau sekitar 6 persen dari total penduduk di Teluk Jakarta tahun 2011. Permukiman Real Estat. Area permukiman ini terkonsentrasi di Pluit, Sunter Agung Podomoro dan Pantai Mutiara. Kompleks lain yang terletak di barat dan selatan dari pelabuhan Tanjung Priok adalah Pantai Indah Kapuk, Pearl Beach, Villa Kapok Mas, dan perumahan lainnya. Di beberapa lokasi perumahan real estat ini bersebelahan langsung dengan permukiman nelayan dan permukiman kampung kota. Flat dan Rumah Susun. Berdasarkan data dari Dinas Perumahan DKI Jakarta tahun 2012, rumah susun sederhana di Jakarta ada 5.18 blok dengan 40.544 unit rumah, dengan total luasan 227,15 ha. Rusunawa yang disediakan oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta-pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat sebanyak 19 Tower atau 1.519 unit; yang disediakan Kementerian Pekerjaan Umum: 1.959 unit atau 20 Tower Block; yang disediakan Perumnas ada 34 Tower Block atau 3.328 unit. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta telah membangun 133 Tower Block atau 12.337 unit yang terdiri dari 3.366 unit Rusunawa dan 8.971 unit Rusunami. Sebagai tambahan, Pemerintah propinsi DKI Jakarta telah mengoperasikan 10.087 unit baru, mengelola Rusunawa di 5 wilayah, serta mempersiapkan rusunawa baru bagi penghuni kota di masa depan.
Kemiskinan di Kawasan Pesisir Utara Jakarta Berdasarkan data BPS tahun 2009, jumlah penduduk miskin untuk Jakarta Utara dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dari 72.000 jiwa pada tahun 2004 naik menjadi 85.200 jiwa pada tahun 2008. Penduduk miskin ini tersebar di enam kecamatan di wilayah, lima diantaranya merupakan kawasan pesisir Jakarta. Kawasan Pantai Utara (Pantura) Jakarta meliputi Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja dan Cilincing. Salah satu tolok ukur untuk dapat menilai tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat di suatu wilayah adalah dengan melihat seberapa banyak wilayah tersebut memiliki desa/ kelurahan yang termasuk dalam kategori tertinggal, yang merupakan kantung-kantung kemiskinan. Berdasarkan data BPS tahun 2008, menunjukkan bahwa kantung kemiskinan paling banyak di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Untuk kawasan Pantura Jakarta sebagian kelurahan tertinggal ada di Kecamatan Penjariangan yang terletak di sub-kawasan
39
40
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Barat dan Kecamatan Cilincing yang berlokasi di sub-kawasan timur.
sumber: BPS, DKI Jakarta Dalam Angka tahun 2009
2.2 Dampak Penurunan Kualitas Lingkungan Banjir Ancaman banjir akan mengancam 1-2 juta penduduk yang tinggal di kawasan pesisir utara Jakarta. Kejadian banjir akan semakin meningkat ketika penurunan muka tanah semakin cepat. Ketika upaya penurunan muka tanah tidak dihentikan, diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari seperempat kawasan Jakarta akan tenggelam dan mengancam 4 juta penduduk. Upaya pemindahan penduduk dan aktivitas ekonomi dianggap belum mampu menjadi salah satu solusi dalam mengurangi resiko dampak banjir. Pada tahun 2010 Jakarta telah aktif untuk memulai membangun perlindungan dan pengembangan kawasan pesisir dan masuk dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta (RTRW) 2010-2030. Salah satu dampak dari cepatnya pengembangan kawasan terbangun yang tidak seimbang dengan penyediaan suplai kebutuhan air bersih adalah pengambilan air tanah untuk pemenuhan kebutuhan industri dan permukiman. Namun, belum ada data yang jelas seberapa banyak pengambilan air tanah dalam yang ilegal. Hal ini diperburuk dengan ketidaksesuaian pemanfaatan ruang yang mengakibatkan berkurangnya ruang terbuka hijau sebagai daerah resapan. Konsekuensi logis yang terjadi dari tekanan beban kawasan terbangun dan berkurangnya volume air tanah dalam menyebabkan adanya ruang kosong. Untuk itu dibutuhkan infiltrasi air yang cukup besar untuk meningkatkan tekanan yang dapat menahan beban kawasan terbangun dan menahan penurunan muka tanah. Sistem pertahanan terhadap banjir yang sudah pernah dibangun belum dapat melindungi Jakarta dari ancaman banjir yang datang dari laut. Sekitar 40 persen sistem infrastuktur penahan banjir belum mampu menahan banjir dari laut.
Gambar 2.16 Perkembangan Penduduk Miskin di Jakarta Utara tahun 2004-2008
Gambar 2.17 prosentase Penduduk Miskin di DKI Jakarta dan Jakarta Utara tahun 20042008
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir di Wilayah Jakarta adalah (i) lokasi Jakarta merupakan muara dari 13 sungai dengan curah hujan yang cukup tinggi di bagian hulunya, (ii) perubahan penggunaan lahan yang pesat di daerah aliran sungai, (iii) Berkurangnya kapasitas sungai dan sistem drainase perkotaan akibat sedimentasi dan masalah persampahan, (iv) penurunan muka tanah (land subsience), (v) kenaikan muka air, (vi) tingkat kesadaran masyarakat terhadap kepedulian lingkungan. Pluit 1989, 2007, 2025
Pendapat Ahli, Penurunan Muka Tanah Realistis : 5 – 10 cm per tahun
Pasar Ikan cm
Nov 1989
Nov 2007
Nov 2025
290 cm 220
215 Max. Sea Water level 190 cm
Critical level 2007 2025: 130-230 cm Peningkatan selisih
Penurunan Tanah 90 cm
225
100-200 cm Penurunan Tanah 100-200 cm
2025: Perbedaan Darat-Laut 200-450 cm Tingkat Darat
Gambar 2.18 Penurunan Muka Tanah dan Kenaikan Muka Air Laut
sumber: Jakarta Flood Team
Penurunan Kualitas Teluk Jakarta Dalam sistem hulu-hilir, kawasan Teluk Jakarta menerima dampak dari akumulasi permasalahan dan ekploitasi lingkungan yang terjadi baik di kawasan sebelumnya. Pengaruh daratan menjadi dominan karena Teluk Jakarta menjadi muara tiga belas sungai. Kualitas perairan Teluk Jakarta dapat dibedakan atas kualitas perairan pantai, yaitu di sekitar muara sungai-sungai dan kualitas perairan laut di Teluk Jakarta. Menurut hasil pemantauan yang dilakukan pada tahun 1997 (Bapedalda DKI Jakarta), terlihat bahwa kualitas perairan pantai lebih buruk dibandingkan kualitas perairan laut Teluk Jakarta.
41
42
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 2.19 Buruknya kualitas perairan Teluk Jakarta akibat pencemaran (Laporan Bappedal DKI Jakarta 2004)
2
2
3 1 4
4 1 3 1 1
2
5
1
4
3
1
1
Keterangan: 1. Degradasi ekosistem mangrove pada Muara Angke, Sunda Kelapa, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing-Marunda. 2. Rawan pencemaran perairan oleh limbah rumah tangga (sampah) dan industri (minyak dan limbah cair). 3. Abrasi pantai. Kegiatan reklamasi sebagian pantai, pengambilan terumbu karang dan hutan mangrove mengakibatkan terjadinya abrasi pantai. 4. Konflik pemanfaatan lahan pesisir
Gambar 2.20 Permasalahan Lingkungan di Teluk Jakarta
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Kondisi tersebut disebabkan fungsi perairan pantai sebagai badan penerima buangan limbah cair yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Muara sungaisungai tersebut mempunyai kedalaman relatif dangkal, sehingga limbah cair cenderung mengendap di sekitar perairan pantai. Pengenceran cemaran di perairan laut menyebabkan kualitas perairan laut lebih baik dibandingkan perairan pantai. Catatan kualitas perairan laut di Teluk Jakarta menunjukkan bahwa perairan bersangkutan masih memenuhi baku mutu bagi peruntukan budidaya biota laut atau perikanan. Sedangkan kualitas perairan pantai pada umumnya telah melampaui baku mutu untuk dimanfaatkan bagi budidaya biota laut atau perikanan.
Dampak Fisik dan Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Jakarta yang terkena banjir dari laut diperkirakan mencapai 1,5 juta, sedangkan penduduk terkena banjir dari sungai pada bulan Februari 2007 diperkirakan mencapai 2,2 juta. Banjir serupa untuk tahun 2030 diperkirakanakan memaparkan 2,5 juta orang jika penurunan tanah tidak dikendalikan, tapi ‘hanya’ 2,2 juta jika penurunan tanah dikendalikan. Dampak banjir juga meimbulkan kerusakan fisik baik sarana dan prasarana maupun kawasan permukiman. Kerusakan rumah yang disebabkan oleh banjir dari laut diperkirakan sebesar 21,9 juta USD. Kerusakan rumah yang disebabkan oleh banjir pada bulan Februari 2007 diperkirakan mencapai 75, 8 juta USD. Banjir dengan hujan yang sama pada tahun 2030 akan menyebabkan kerusakan 87, 5 juta USD jika penurunan tanah tidak dikendalikan, tapi ‘hanya’ 77, 2 juta USD apabila penurunan tanah dapat dikendalikan. Dampak dari banjir pada prasarana diperkirakan sebagai berikut: • Kerusakan tanggul sungai, kanal dan kolam retensi, meningkatkan ancaman terhadap banjir. • Kerusakan jembatan dan jalan atau genangan jalan, mengganggu sirkulasi lalu lintas. • Kerusakan dan gangguan pasokan air dan sistem air limbah menimbulkan ancaman bagi kesehatan masyarakat. • Kerusakan prasarana transportasi meliputi kerusakan jalan dan jembatan, jalan tol, kereta api dan jaringan angkutan umum. • Kerusakan pembangkit listrik dan jaringan listrik. Secara ekonomis banjir dapat menggenangi atau mengisolasi bidang bisnis, kawasan indusri, pembangkit listrik, pelabuhan dan bandara regional yang menyebabkan gangguan ekonomi dan kerugian keuangan. Penurunan pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh bencana banjir dari laut dalam kondisi saat ini diperkirakan sebesar 0,48 persen untuk wilayah Jakarta (atau mengalami kerugian ekonomi sekitar 186 juta USD). Pada tahu 2050
43
44
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
jika penurunan tanah tidak dikendalikan maka potensi penurunan pertumbuhan ekonomi menjadi 0,63 persen.
Catatan: •
Penurunan permukaan tanah yang terus menerus manyebabkan permukaan air laut menjadi lebih tinggi daripada daratan dan di pesisir Jakarta menjadi salah satu menyebabkan banjir
•
Diperlukan upaya untuk mengintegrasikan solusi tata air dengan revitalisasi kawasan, pengembangan transportasi dan kebutuhan pengembangan ruang kota dalam kerangka pengembangan kawasan pesisir, untuk menghasilkan pendapatan dalam upaya pengendalian banjir.
•
Diperlukan adanya arahan pengembangan revitalisasi kawasan dan memposisikannya kedalam pengembangan kawasan strategis Jabodetabekpunjur dan rencana tata ruang daerah.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
3
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
45
46
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
3
Seperti telah dijabarkan di Bab 2, terdapat banyak masalah yang dihadapi ibukota Jakarta, terutama di wilayah pesisir Jakarta. Tanpa mengabaikan masalah lain yang juga penting, ada berapa masalah yang tingkat urgensinya tinggi dan penting untuk segera dicarikan solusinya, di antaranya adalah: pemulihan dan peningkatan kualitas lingkungan Jakarta, pemecahan masalah banjir, transportasi dan keterbatasan lahan. Ada atau tidak adanya program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (selanjutnya disebut PTPIN) ini, Jakarta tetap harus mencari cara untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Program PTPIN ini diharapkan mampu membantu mengatasi atau sedikitnya menjadikan permasalahan tersebut sebagai dasar alasan kegiatan di masa mendatang. PTPIN selayaknya dapat membantu ibukota Jakarta menjawab permasalahan-permasalahan tersebut dan membantu upaya revitalisasi Jakarta dengan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan dan kualitas hidup warganya, seperti: •
Jakarta yang bersih dan aman dari banjir serta kemacetan
•
Jakarta sebagai kota mandiri yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri
•
Jakarta yang mampu merangsang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup sosial.
Selama beberapa tahun pemerintah Indonesia terlah berupaya untuk mengurangi dan mencegah banjir di ibukota negara, salah satunya adalah dengan bekerja sama dengan Pemerintah Belanda. Kerjasama ini telah menghasilkan Strategi Pertahanan Pesisir Jakarta (SPPJ) atau Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) pada tahun 2011. Kerja sama bilateral ini diteruskan pada program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). (lihat Gambar 3.2)
Gambar 3.1 Tiga Komponen : Pertahanan Pesisir, Tindakan Tambahan dan Peluang Investasi
Pertahanan Pesisir
Tindakan Tambahan
Peluang Investasi
Tanggul Laut & Tanggul Sungai
Suplai Air
Reklamasi Lahan & Manajemen Properti
Waduk Retensi
Air Limbah & limbah padat
Transportasi Darat
Stasiun Pemompaan
Resettlement
Deep Seaport
4
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) ini merupakan kelanjutan proyek Strategi Pertahanan Pesisir Jakarta (SPPJ) yang menghasilkan strategi untuk perlindungan terhadap banjir. Gambar 3.1 menjelaskan beberapa komponen penting hasil studi SPPJ. Kotak bewarna merah di sisi kiri menunjukkan prioritas tindakan yang perlu segera dilakukan yaitu tindakan-tindakan yang akan memperkuat pertahanan pesisir terutama dari dari banjir laut. Gambar 3.2 Kronologis Teknis dari Strategi Pertahanan Pesisir Jakarta (JCDS) sampai dengan Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN)
Bila mengacu kepada Gambar 3.1, maka komponen pengembangan tanggul laut dan tanggul sungai; waduk retensi; dan stasiun pemompaan menjadi pertimbangan utama yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Pada fase Konsolidasi Strategi program PTPIN ini, asumsi-asumsi yang mendasari arahan strategis dan aspek-aspek perancangan dari Arahan Strategis dari SPPJ telah diteliti lebih lanjut.
47
48
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Rencana yang ada ada laporan PTPIN ini bukan merupakan tahap perencanaan akhir. Setelah rencana ini disetujui, maka diperlukan perancangan rinci dan studi kelayakan lebih lanjut, baik itu dilakukan oleh pemerintah Indonesia ataupun oleh investor swasta. Prosedur pendanaan dan kontrak juga akan membutuhkan perencanaan tambahan atau revisi dari rencana-rencana yang telah ada. Laporan ini diformulasikan dengan harapan agar dapat berperan sebagai basis konsultasi bagi pada pemangku kepentingan dan konsultasi politik. Dengan menerapkan program ini, Pemerintah Pusat, serta Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat dan Banten akan menetapkan PTPIN ini sebagai kerangka kerja untuk perencanaan tata ruang, kelembagaan, dan keuangan di masa yang akan datang, dan berkomitmen untuk upaya-upaya lanjutan yang dibutuhkan.
3.1 Pertahanan Pesisir terhadap Banjir Banjir yang terjadi tahun 2007 telah membuka mata banyak orang bahwa banjir yang berasal dari laut juga patut diperhitungkan dengan lebih serius. Dokumen program PTPIN hanya menggambarkan strategi umum saja. Saat ini sudah ada beberapa komponen yang sudah dikerjakan, baik di dalam maupun di luar program PTPIN ini. Lokasi Pluit menjadi contoh situasi yang tipikal untuk daerah yang berkepadatan penduduk tinggi di sepanjang garis pantai. Fokus dalam percontohan ini adalah menciptakan ruang untuk pengembangan kembali wilayah pesisir dengan menggunakan penguatan tanggul sebagai katalisator. Konsep menggabungkan tanggul dengan jalan, bangunan, fasilitas laut dan perbaikan lingkungan dieksplorasi. (lihat Gambar 3.5 dan 3.6)
Strategi Tanggul Pemerintah DKI Jakarta saat ini memiliki kebijakan untuk mengatasi permasalahan banjir Rob, yaitu pembangunan tanggul pengaman dengan elevasi tertentu untuk mencegah air laut pasang masuk ke daratan di sepanjang pantai utara. Dari kajian teknis, ada beberapa pilihan tanggul laut yaitu: Tanggul 1 yaitu pilihan On-Land, Tanggul 2 yaitu pilihan Offshore dengan jalur sungai utama tetap terbuka dan Tanggul 3 yaitu pilihan Offshore dengan menutup jalur sungai utama (lihat Gambar 3.3). Tanggul 3 dipilih jika laju penurunan muka tanah terus berlanjut dan upaya-upaya perbaikan lingkungan telah dilaksanakan juga persyaratan perundangan, administrasi, dan lainnya sudah terpenuhi.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Tahap 1 On land (Tanggul 1)
Tahap persiapan
? Critical time
2010 Tahap Persiapan
2020 Tahap Implementasi
2030
2040
2050 Gambar 3.3 Arahan Strategis Menurut Studi SPPJ/JCDS
Gambar 3.4 Lokasi yang Memerlukan Penanganan Segera
Pengembangan Ekonomi
Tahap Implementasi
Studi Giant Sea Wall
Permasalahan Lain
?
Tahap 3 Offshore dengan menutup jalur sungai utama (Tanggul 3)
Penurunan Tanah
Tahap 2 Offshore dengan jalur sungai utama tetap terbuka (Tanggul 2)
?
?
49
50
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Integrasi pengembangan kawasan revitalisasi waduk Pluit Penguatan tanggul laut
Gambar 3.5 Konsep Integrasi Pengembangan Kawasan Pluit
Lahan untuk ruang terbuka hijau
Penataan kawasan muara baru
Lahan untuk pengembangan rusun
KONSEP A.
Pengembangan kawasan tepi air Pluit sejajar dengan kawasan Pantai Mutiara;
B.
Pengembangan kawasan pergudangan pendukung pelabuhan perikanan;
C.
Pengembangan pendukung pelabuhan perikanan.
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, Direktor Jenderal Penataan Ruang
Gambar 3.6 Konsep Pola Ruang di Kawasan Pluit
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 3.7 Kebutuhan dan Jenis Tanggul
Sumber: Master Plan NCICD
Konsep Dasar Waduk Retensi Solusi lepas pantai (offshore) −yang dipilih dengan berbagai pertimbangan −terdiri dari tanggul laut luar di teluk Jakarta melalui pembangunan danau atau waduk lepas pantai yang sangat besar. Dengan mengkombinasikan tanggul laut dengan reklamasi lahan maka akan dihasilkan pertahanan laut yang kuat dan tangguh. Waduk retensi di belakang tanggul akan memiliki muka air yang lebih rendah yang mempermudah aliran sungai secara alami. Instalasi pemompaan akan mempertahankan muka air di danau retensi ini agar muka air tetap rendah. Akan tetapi, alternatif ini menimbulkan tantangan baru. Untuk mewujudkan mutu air yang bisa diterima di dalam waduk raksasa ini, polusi di sungai harus dikurangi kira-kira sebesar 75 persen (zat organik yang terutama berasal dari rumah tangga) sampai 95 persen. Pelaksanaan pengumpulan dan pengolahan air limbah di wilayah pesisir Jakarta harus lebih dipercepat.
51
52
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Danau retensi ini memiliki dua fungsi utama, yaitu •
Berperan sebagai danau rentensi selama periode musim hujan dengan curah hujan tinggi dan aliran sungai yang tinggi untuk keamanan dari banjir;
•
Berfungsi sebagai tempat penampungan air untuk kota Jakarta.
Waduk retensi seluas total 75 km² berfungsi sebagai waduk raksasa. Waduk ini untuk sementara menyimpan air sungai yang dialirkan ke dalamnya sebelum air ini dipompakan ke luar. Muka air di dalam waduk retensi ini berfluktuasi sekitar 2,5 meter, yang menciptakan ruang untuk penyimpanan. Stasiun pompa terbesar di dunia akan dibangun untuk mempertahankan muka air di dalam batas yang ditetapkan. Waduk retensi—sejalan dengan waktu—diharapkan dapat menjadi sumber air baku untuk Jakarta. Pada musim kemarau, waduk raksasa ini diperkirakan dapat menjamin pasokan air yang dapat diandalkan sebanyak 12 m³ per detik, yang bertambah hingga 30 m³ per detik pada musim hujan.
Gambar 3.8 Penampang danau retensi termasuk aliran masuk dan keluar Sumber: Master Plan NCICD
3.2 Pemulihan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Jakarta Air Bersih Penduduk kota Jakarta tahun 2030 diperkirakan akan memerlukan air bersih sebanyak 38.870 liter per detik dan 51.452 liter per detik pada tahun 2080. Sedangkan total kapasitas produksi PDAM tidak akan mencukupi kebutuhan air bersih sebesar itu bila tidak ada sumber lain atau upaya penanganan masalah terkait ketersediaan air (lihat tabel 3.1 dan 3.2). Pengambilan air tanah juga bukan solusi yang baik karena akan memperburuk penurunan muka tanah yang menjadi penyebab banjir. Pengolahan limbah cair dan padat juga merupakan prasyarat utama untuk mendapatkan kualitas air yang lebih baik. Bila rencana waduk yang terbentuk oleh The Giant Sea Wall jadi dibangun, maka diharapkan akan dapat dimanfaatkan sebagai sumber air baku kota Jakarta.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Tabel 3.1 Suplai Eksisting
Supply Air Bersih PAM Jaya 2010 TOTAL
Istalasi Pengolahan Air (IPA) Kapasitas (lps)* 18.200
Jumlah Pendud uk DKI (juta)**
Jumlah penduduk terlayani Juta KK 0,8
9,6
(%) 50
Volume produksi air Juta m3/th* 529,5
Volume Air Terjual Juta m3/th* 283,4
53
Kebocoran/ NRW Juta m3 246,1
(%) 46,5
Sumber : Perhitungan ILWI (Indonesian Land Reclamation & Water Management Institute) * Sumber : Pra Studi Kelayakan Program Optimalisasi Pemanfaatan Peningkatan Air Baku Kanal Tarum Barat, PAM Jaya ** Sumber : BPS, Asumsi 1 KK = 6 orang
Uraian Tabel 3.2 Proyeksi Suplai
2010
2030
2040
2050
2060
2070
2080
Populasi Jakarta
Juta
9,600
12,677
14,284
15,778
17,087
18,140
18,879
Populasi Commuter
Juta
2,500
3,301
3,720
4,109
4,450
4,724
4,916
l/dt 18.744
38.870
38.928
43.001
46.568
49.438
51.452
l/dt 18.026
27.026
27.026
18.026
18.026
18.026
18.026
-
10%
20%
30%
30%
30%
30%
718
8.734
4.895
13.365
15.968
18.064
19.534
Total Kebutuhan Air bersih Total kapasitas Produksi PDAM Recycle
%
Total Kekurangan
l/dt
Waduk retensi Gambar 3.9 Rencana Waduk Retensi dan Penyimpanan Air Bersih
(10000 Ha)
Pulau Reklamasi
Cluster air baku untuk air bersih
+ 0.5 m LWS
Kapasitas efektif : 700 Juta m3
T 100 tahun = -0.5 m LWS -3 m LWS
-8 m LWS s/d – 16 m LWS
di pompa ke / dari laut
-7.4 m LWS Rata-rata 4,6 m
Tanggul +7.5 m LWS
Muka air minimum yang dipertahankan untuk menjaga estetika Muka air terendah pada musim kemarau
Catatan
*
54
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Normalisasi sungai secara keseluruhan juga diusulkan dan diharapkan untuk dipercepat dan direncanakan untuk dimulai pada tahun 2015. Beberapa rencana terkait air bersih: • Diharapkan air dalam waduk sudah menjadi air tawar pada tahun 2022 (dua tahun setelah waduk selesai). • Pembangunan IPA (instalasi pengolahan air) dapat dimulai pada tahun 2020 sehingga pada tahun 2022 dapat memproduksi air bersih. • Pengambilan air tanah dapat dihentikan total mulai tahun 2022.
Sanitasi dan Pengelolaan Air Limbah Berdasarkan permasalahan air limbah yang dihadapai DKI Jakarta, strategi yang diterapkan sesuai RTRW DKI Jakarta 2030 adalah: • Pengembangan sistem sarana dan prasarana pengolahan air limbah melalui pemisahan antara sistem saluran drainase dan sistim perpipaan tertutup yang dibangun secara bertahap. • Pengembangan sistem sarana dan prasarana pengolahan air limbah diarahkan untuk menjadi alternatif sumber air bersih. • Pengembangan sistem pengelolaan air limbah dikembangkan dengan memperhatikan layanan sistem polder dan meliputi: • Pengelolaan air limbah industri; dan pengelolaan air limbah domestik. • Pengembangan pengolahan air limbah industri dilaksanakan dengan sistem komunal atau sistem individual sebelum dibuang ke saluran lingkungan. • Pengembangan pengolahan air limbah domestik terdiri atas: • sistem terpusat; • sistem komunal/modular; dan • sistem setempat. • Pengembangan pengelolaan air limbah domestik diprioritaskan di dalam zona tengah/ sentral. • Pengembangan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), dilakukan di kawasan barat, timur, dan selatan. Beberapa rencana terkait sanitasi: • Diprioritaskan penyelesaian sanitasi limbah cair di sepanjang aliran sungai pada tahun 2020, sehingga air yang masuk kedalam sungai dan waduk dapat memenuhi persyaratan air baku.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
• Diusulkan zona sistem pemipaan 2,5,7,8 pembangunannya dipercepat bersamaan dengan zona 1 dan 6 yaitu tahun 2012 – 2020. Sesuai rencana, akan ada 14 zona pengolahan air limbah di Jakarta di mana pembagian zona tersebut berdasarkan tingkat bahaya suatu limbah. Pembangunan IPAL merupakan program Kementerian Pekerjaan Umum akan mulai dilaksanakan pada tahun 2014 dan diprioritaskan utk dibangun di zona I di Setiabudi-Kota yang akan melayani pengolahan limbah rumah tangga dari 1,2 juta kepala keluarga di Gambir, Sawah Besar, Senen, dan Menteng.
Prioritas
No Zona
1 2
1 6
Tahun Pembangunan
Rencana Jangka Pendek : Tahun 2012 - 2020 Rencana Jangka menengah : 3 s.d 6 4,5,8,& 10 Tahun 2021 - 2030 2,3,7,9,11, 12, Rencana Jangka Panjang : 7 s.d 14 13 & 14 Tahun 2031 - 2050
Gambar 3.9 Rencana Waduk Retensi dan Penyimpanan Air Bersih
Symbol
System
%
Off site system
65
On site system
10
TOTAL
75
25% Komunal & Individual STP 40% Offsite
Gambar 3.9 Rencana Waduk Retensi dan Penyimpanan Air Bersih
Penyelesaian pembangunan 14 zona jaringan air limbah dan pembangunan 14 IPAL yang semula direncanakan selesai pada 2050, perlu dipercepat sehingga cakupan layanan menjadi 75% pada tahun 2022 (sejalan dengan Master Plan PTPIN Phase B)
55
56
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 3.12 Roadmap Pengelolaan Air Limban Domestik di DKI Jakarta
Sumber: PDPAL DKI Jakarta
3.3 Kedudukan PTPIN dalam Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Baru Dipandang dari sudut tata ruang terkait arahan pembangunan perkotaan (urban develoment) pesisir ibukota negara, maka berikut ini adalah pertimbangan utama mengapa program seperti PTPIN cukup dibutuhkan: •
Diperlukan upaya mengintegrasikan solusi tata air dengan reklamasi lahan, pengembangan transportasi dan kebutuhan pengembangan ruang kota dalam kerangka pengembangan kawasan pesisir, untuk menghasilkan pendapatan dalam membiayai tindakan perlindungan banjir.
•
Diperlukan adanya arahan pengembangan kota baru pada lahan reklamasi dan memposisikannya kedalam pengembangan kawasan strategis Jabodetabekpunjur dan rencana tata ruang daerah
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Perpres
Jabodetabekpunjur Kebijakan PTPIN akan merubah perpres jabodetabekpunjur
Gambar 3.13 Bagan Arahan Pembangunan Perkotaan PTPIN dalam Kerangka Kebijakan Tata Ruangh
Kebijakan reklamasi Struktur dan pola ruang
Kebijakan PTPIN akan merubah ‘sebagian’ RTRW DKI Jakarta • Sebagian sdh terakomodir • Ada yg belum terakomodir
Arahan urban development PTPIN
RTRW DKI Jakarta
RDTR Kawasan Reklamasi
• Peran kawasan dalam konstelasi regional • Peran kawasan sebagai penyangga Ibukota Nagara
• berpengaruh thd kab / kota bekasi dan kab Tangerang bagian utara
Arahan dalam menyusun RDTR kawasan Rreklamasi • Arahan pengembangan kaw. • Arahan pola ruang • Arahan sarana dan prasarana • arahan umum Peraturan zonasi
• Insentif disinsentif • Perijinan • kelembagaan
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum, Dirjen Penataan Ruang ”Arahan Urban Development Pesisir Utara Ibukota Negara”
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur telah ditetapkan pada 12 Agustus 2008. Perpres ini merupakan payung hukum bagi penataan ruang kawasan Jabodetabekpunjur sebagai suatu kesatuan ekologis. Penataan Ruang kawasan Jabodetabekpunjur memiliki peran sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan dengan upaya konservasi air tanah, upaya menjamin tersedianya air tanah dan air Perpres No. 54 Tahun 2008 juga menetapkan arahan pemanfaatan ruang kawasan pesisir utara DKI Jakarta sebagai Zona Penyangga: •
Zona P1 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona N1.
•
Zona P2 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk referensi banjir mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona N1 dan zona P5.
•
Zona P3 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mendukung zona dengan intensitas pemanfaatan yang tinggi dan tingkat aksesibilitas yang tinggi. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona B1.
•
Zona P4 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mempunyai daya dukung rendah. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona B2 dan zona B4.
•
Zona P5 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk mence-
57
58
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
gah abrasi, retensi air, intrusi air laut, dan konservasi hutan bakau dengan daya dukung lingkungan rendah. Pemanfaatan diarahkan sebagai penyangga zona N1 dan zona B1. Berdasarkan Perda No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030, kawasan Pantura Jakarta di kembangkan sebagai pusat kegiatan primer yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala nasional atau beberapa provinsi dan internasional. Dalam skala regional struktur ruang kawasan pantai utara ibukota negara berfungsi : •
Bagian dari sistem pusat kegiatan dalam Propinsi DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi.
•
Arahan pembentuk keterpaduan sistem pusat kegiatan antar wilayah Propinsi DKI Jakarta , Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang.
Gambar 3.14 Pola Ruang Jabodetabekpunjur (Perpres No.54 Tahun 2008)
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 3.15 Arahan Pembangunan Perkotaan Berdasarkan Perpres No.54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur
Zona P2 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk referensi banjir mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran dan kerusakan dari laut. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona N1 dan zona P5.
Dikaitkan dengan Manajemen sistem tata air di kawasan pantai utara ibukota negara
Zona P3 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang mendukung zona dengan intensitas pemanfaatan yang tinggi dan tingkat aksesibilitas yang tinggi. Pemanfaatan diarahkan untuk menjaga fungsi zona B1.
P1
Zona P5 : Zona dengan karakteristik sebagai kawasan yang berfungsi untuk mencegah abrasi, retensi air, intrusi air laut, dan konservasi hutan bakau dengan daya dukung lingkungan rendah. Pemanfaatan diarahkan sebagai penyangga zona N1 dan zona B1
P4 P2
P5
Gambar 3.16 Arahan Urban Development Berdasarkan Perda No.1/2012 tentang RTRW Jakarta 2030
P3
59
60
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
3.4 Transportasi Menurut RTRW DKI Jakarta 2011-2030, tujuan utama dari pengembangan sistem transportasi umum perkotaan adalah untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien yang dapat mendukung pertumbuhan sosial-ekonomi yang positif, menciptakan kesetaraan ke-
Gambar 3.17 Rencana Jaringan Angkutan Umum Tahun 2030
sempatan untuk perjalanan nyaman dan aman bagi seluruh masyarakat, dan penekanan pada peningkatan transportasi umum massal. Pada saat ini, dua moda transportasi publik yang diadakan di Jakarta yaitu Bus Rapid Transit system (Trans-Jakarta Busway) dan Kereta Mass Rapid Transit (MRT). Di masa depan, jenis lain dari moda transportasi juga akan dikembangkan. Sungai dan kanal di Jakarta mempunya kemungkinan untuk pengembangan transportasi sungai. Untuk ini diperlukan kedalaman air sungai yang lebih stabil.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Selain pembangunan prasarana transportasi, langkah-langkah untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi juga direncanakan. Kebijakan yang diusulkan mencakup 3-in-1, Electronic Road Pricing (ERP) dan car-pooling. Untuk mengatasi permasalahan transportasi ketika “Garuda Megah” dibangun dan mengakomodasi pergeseran ke arah penggunaan transportasi publik yang lebih banyak, jaringan transportasi publik yang baik telah dirancang . Jaringan ini terdiri atas:
Gambar 3.18 Rencana Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok
•
Tanggul laut akan menyediakan satu rute untuk kereta api cepat, sebagai bagian dari kereta api cepat di sepanjang pantai utara Jawa (Cilegon -Banyuwangi).
•
Kereta api barang di timur wilayah pesisir untuk menghubungkan Tanjung Priok dengan daerah pusat kota.
•
Mass Rapid Transit (MRT) untuk menghubungkan Central Business District (CBD) dengan pusat kota. Koneksi ini merupakan perpanjangan koridor selatan-utara di kota Jakarta.
•
Koneksi MRT opsional melalui reklamasi lahan yang telah direncanakan di sepanjang pesisir untuk menghubungkan secara langsung CBD Garuda Megah dengan bandara.
61
62
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 3.19 Konsep Pengembangan Jaringan Transportasi Darat
Sumber: Master Plan NCICD
Gambar 3.20 Konsep Pengembangan Jaringan Transportasi Laut
Lintasan transportasi laut nelayan, penumpang dan barang skala kecil dan sedang Lintasan transportasi laut pariwisata Lintasan transportasi laut untuk barang dan penumpang skala besar
Dermaga dan pelabuhan yang sudah ada di daratan Rencana pengembangan dermaga wisata di lahan reklamasi
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 3.21 Konsep Pengembangan Jaringan Transportasi Udara
Bandara baru. Pada tahap awal bandara di kawasan pantai utara ibukota negara merupakan bandara untuk pesawat khusus penerbangan jarak dekat di sekitar Jakarta. Pada tahap selanjutnya bandara ini juga dipersiapkan untuk melayani penerbangan dengan pesawat besar dengan jarak jangkau yang lebih jauh.
3.5 Keterbatasan Lahan DKI Jakarta adalah provinsi dengan penduduk terpadat di Indonesia yaitu berjumlah 9 607 787 jiwa dengan laju pertumbuhan tahun 2014 diperkirakan 1,06 persen di mana 100 persen mendiami wilayah perkotaan. Jumlah Penduduk 2010
2020
2030
Jabodetabek
27,9
29,0
30,7
Jakarta
9,6
10,4
11,0
Jumlah Penduduk (Juta Jiwa)
Luas Area (Ha)
Density (jiwa/Ha)
Kepadatan
Jabodetabek
27,9
729.000
38,2
Jakarta
9,6
74.000
129,8
Bangkok
8,25
156.000
52,6
Singapore
5,2
71.000
73
Hong Kong
7,1
110.000
64,5
Tokyo (metro)
13,2
219,000
60
Seoul
9,8
60.500
160
Penggunaan lahan DKI Jakarta didominasi oleh lahan terbangun yang diwakili oleh peruntukan bangunan, prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Interpretasi citra satelit tersebut memberikan informasi bahwa sekitar 66,62 persen wilayah daratan utama DKI Jakarta merupakan lahan terbangun, sedang 33,38 persen dapat diinterpretasikan sebagai lahan terbangun non pemukiman seperti hutan kota, jalur hijau, pemakaman, lahan pertanian, taman, lahan kosong, dan lainnya. Bila dijabarkan lebih jauh, penggunaan lahan DKI Jakarta didominasi oleh lahan terbangun yang diwakili oleh peruntukan bangunan,
63
64
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
prasarana jalan, dan infrastruktur lainnya. Dari penggunaan lahan tersebut, peruntukan untuk perumahan menduduki proporsi terbesar, yaitu sekitar 64 persen dari luas daratan utama DKI Jakarta, diikuti oleh peruntukan perkantoran dan pergudangan sebesar 11 persen, industri sebesar 5 persen. Oleh karena itu, strategi pengembangan ruang di DKI Jakarta diarahkan sebagai berikut: •
Memprioritaskan pengembangan kota ke arah timur, barat dan utara serta membatasi perkembangan ke arah selatan.
•
Melaksanakan reklamasi dan revitalisasi Pantai Utara.
•
Memperbaiki lingkungan di kawasan perkampungan secara terpadu.
•
Membatasi perkembangan perumahan horizontal di kawasan pemukiman baru.
Gambar 3.22 Arahan Zonasi untuk Revitalisasi Pantai Utara Jakarta GSW Kawasan baru Kawasan Pengembangan KEK Alternatif Pelabuhan baru Pasar Ikan dan Pelabuhan Tradisional Perbaikan pemukiman padat Alternatif relokasi pembangkit listrik
3.6 Reklamasi Pantai Utara Rencana reklamasi pantai Utara Jakarta sebenarnya bukan hal yang baru. Rencana ini sudah dimunculkan sejak tahun 1995, yaitu dengan dikeluarkannya Keppres No. 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Saat itu bertepatan dengan momentum “Indonesia Emas”, di mana Presiden Soeharto berkeinginan untuk menjadikan Jakarta sebagai kota pantai modern atau waterfront city. Berbagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui studi-studi, perencanaan, dan dukungan kebijakan.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 3.23 Kronologis Dukungan Kebijakan untuk Reklamasi Pantai Utara Jakarta
Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta
Perda No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta
SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 1090 Tahun 1996 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pengendali Reklamasi Pantura Jakarta
Kepmeneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas No. KEP.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta
SK. Gubernur KDKI Jakarta No. 220 Tahun 1998 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta (jo. SK. Gub. No. 972 Tahun 1995)
Perda No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta
SK. Gubenur KDKI Jakarta No. 138 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantai Utara Jakarta
Perpres Nomor 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur
Persetujuan KLHS Teluk Jakarta oleh Kementerian LH (Disepakati oleh 3 provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten)
Perda Nomor 1 tahun 2012 tentang RTRW 2030
Pergub Nomor 121 tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta
Perpres 54/2008 Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Gambar 3.24 Pendekatan Pengembangan Kawasan Strategis Pantura
Reklamasi berbentuk pulau dengan jarak kanal lateral 200 – 300m dari pantai lama
Perda 1/2012 RTRW DKI Jakarta 2030
Konsep Green City, Eco City dan Self Sufficient City
PENGEMBANGAN KAWASAN REKLAMASI PANTURA
Kawasan Reklamasi Pantura sebagai salah satu Kawasan Strategis Provinsi
Persetujuan KLHS Teluk Jakarta oleh Kementerian LH Disepakati DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten Sumber: Pemprov DKI Jakarta
RDTR Kecamatan
Lokasi dan Fungsi Utilitas Vital
Rencana KEK Marunda Penjaringan Pendapat, Sosialisasi, dan Diseminasi bersama Stakeholders terkait
Pelabuhan Antar Pulau dan Pelabuhan Perikanan
65
66
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 3.25 Rencana Reklamasi 17 Pulau
Sesuai dengan Peraturan Daerah No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030, luas lahan reklamasi yang direncanakan meliputi 17 buah pulau dengan luas kurang lebih 5.100 ha. Cakupannya melingkupi wilayah yang tersebar di empat (4) kecamatan. Masalah • Kota 3-5 meter di bawah muka laut • Tidak ada sungai yang mengalir secara alami; pompa dan waduk pemompaan drainase diperlukan
Solusi Utama 1: menelantarkan Jakarta Utara • Merelokasi 4,5 juta penghuni
Solusi Utama 2: Perlindungan di Darat • Tanggul setinggi 7m di kota. • Peninggian 7m untuk semua jembatan dan jalan masuk di atas sungai. • Waduk seluas 100km2 (waduk retensi/pemompaan)
Alternatif 1: Tanggul Laut Luar • Proyek terkait teknik sipil • Hanya perlindungan banjir, nilai sosio-ekonomi terbatas • Pengaturan resiko yang terbatas
Sumber: (modifikasi) Master Plan NCICD
Gambar 3.26 Solusi Utama, Alternatif dan Opsi Solusi Utama 3: Perlindungan lepas-pantai • Tanggul Laut Luar yang besar • Waduk lepas-pantai yang luas (waduk retensi/pemompaan) • Waduk dengan muka air yang lebih rendah
Alternatif 2: Tanggul Laut Luar dan Reklamasi Lahan • Perlindungan banjir dan proyek pengembangan kota terpadu • Perlindungan banjir dan nilai tambah sosial-ekonomi • Resiko yang lebih luas
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Program PTPIN kerap dikaitkan dengan reklamasi 17 pulau di pesisir utara Jakarta tersebut, padahal keduanya merupakan proses yang terpisah walaupun tujuannya relatif sama, yaitu melindungi kawasan pesisir pantai utara Jakarta sekaligus mengakomodasi keperluan pengembangan kota di masa depan. Namun demikian, kedua upaya tersebut perlu saling bersinergi untuk dapat memberi manfaat bagi ibukota negara. Oleh karenanya, solusi lepas pantai yang dipilih sebagai dasar Master Plan PTPIN memerlukan kajian yang terkait dengan kombinasi upaya-upaya perlindungan pesisir terjadap banjir dan peluang untuk pengembangan daerah baru sebagai jawaban ketebatasan lahan akibat meningkatnya jumlah penduduk ibukota, seperti yang dijelaskan di bagan berikut ini:
3.7 Tantangan Lingkungan dan Sosial (Dampak dan Pencegahan) Lingkungan Mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012, kegiatan reklamasi merupakan jenis rencana usaha dan/kegiatan bidang multisektor yang wajib dilengkapi dengan Analisis Mutu dan Dampak Lingkungan (AMDAL). RTRW DKI Jakarta 2010-2030 pasal 104 ayat (1) menyebutkan bahwa pengembangan kawasan Pantura harus diawali dengan perencanaan reklamasi yang disusun secara cermat dan terpadu sekurangkurangnya mencakup AMDAL. Beberapa kajian lingkungan hidup terkait dampak program ini terhadap wilayah perencanaan ini telah dilakukan, diantaranya adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pantura Teluk Jakarta pada tahun 2009. Namun dalam perjalanan implementasi, penerapan rekomendasi terkait lingkungan hidup menemui banyak kendala. Walaupun demikian, selayaknya upaya-upaya kajian terkait dampak lingkungan harus tetap dilakukan dengan sungguh-sungguh di masa mendatang. Perencanaan lebih lanjut sebaiknya dibuat tidak parsial sehingga tidak mengganggu kepentingan atau fungsi lain baik kegiatan sektoral—termasuk di dalamnya isu lingkungan hidup—maupun Pemerintah Daerah termasuk dampak kumulatif lingkungan hidup dari perencanaan reklamasi antar pengembang dan reklamasi yang akan menggunakan hutan lindung. Penutupan teluk diperkirakan akan menciptakan dampak ekologis yang signifikan. Beberapa dampak utama lingkungan akibat pembangunan telah diteliti dan dikompilasikan dalam dokumen ‘building block’ untuk analisa lingkungan strategis. Penelitian baru-baru ini mengidentifikasi dampak yang akan terjadi dan merekomendasikan upaya-upaya mitigasi yang memungkinkan, serta mengidentifikasi upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan.
67
68
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Hutan bakau/mangrove: Di wilayah pesisir di Teluk Jakarta, hutan mangrove berada pada Taman Wisata Alam Kamal dan Kebun Pembibitan Angke Kapok (55.06 ha), Cagar Alam Muara Angke (25.02 ha), Hutan Lindung Angke Kapok (44.76 ha), juga di sekitar Cilincing Marunda dengan luas total sekitar 118.11 ha di tahun 2011. Pembangunan tanggul laut, tanggul sungai, dan reklamasi pantai akan mengganggu salinitas dan pasang-surut laut yang berperan dalam pertumbuhan tanaman mangrove. Bila tidak ada pasang-surut maka populasi mangrove dan habitat fauna (ikan, burung pantai, monyet berekor panjang, reptil) yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove akan terancam. Jika terlanjur rusak, maka akan dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan kondisi hutan mangrove tersebut. Alternatif mitigasi terhadap dampak rusaknya hutan mangrove yang di rekomendasikan dalam PTPIN adalah relokasi hutan mangrove. Rancangan dalam implementasi tahap B dalam program PTPIN akan menggabungkan pengembangan hutan mangrove di sayap barat Garuda Megah. Pada kawasan ini diusulkan sebagai tempat pengembangan taman hutan bakau dan Discovery Center. Kesempatan untuk mengembangkan kawasan hutan mangrove ini dilakukan melalui rancangan Tahap C dengan menggunakan penambahan
Gambar 3.27 Pembibitan mangrove
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
stuktur di bagian timur untuk menciptakan sistem muara dengan kondisi intertidal di bagian utara mulut Sungai Cikarang. Kehidupan Laut. Penutupan teluk ini akan mengubah teluk Jakarta menjadi danau retensi air tawar, yang akan menciptakan dampak besar terhadap keadaan ekologis di teluk Jakarta. Hasilnya, spesies ikan laut yang menetap di wilayah itu dan benthos akan musnah. Dampak Hidrodinamis: Penutupan teluk Jakarta akan menimbulkan perubahan signifikan terhadap pola di teluk. Perubahan tersebut diperkirakan akan menimbulkan erosi baru dan risiko sedimentasi.
Sosial Selayaknya sebuah proyek berskala besar, implementasi pembangunan tanggul laut, tangguk sungai, dan reklamasi pesisir utara Jakarta akan berdampak terhadap kondisi sosial yang relatif besar. Dampak ini dapat bisa bersifat positif maupun negatif. Dilihat dari sisi sosial, dampak utama program ini adalah yang terkait dengan ketenagakerjaan, pengembangan masyarakat di wilayah pesisir, sektor perikanan dan komunitas terkait. Secara tradisional, kawasan pantai Jakarta−terutama di lahan-lahan kosong− ditempati oleh masyarakat pendatang, kecuali kawasan Luar Batang, Cilincing dan sedikit Marunda yang dihuni penduduk “asli” masyarakat Betawi. Kawasan – kawasan kosong itu adalah lahan yang terletak di muara Kali Kamal, muara dan bantaran Kali Angke, kawasan Rumah Pompa Pluit, bantaran Waduk Pluit, Sunda Kelapa, kawasan Kali Baru, dan muara Kali Landak. Penghuninya sudah bercampur baur dan mencirikan masyarakat pesisir. Selama bertahun-tahun, mereka turun temurun menempati lahan-lahan kosong tersebut. Ada beberapa kelompok masyarakat yang teridentifikasi yang berada di pesisir utara Jakarta, baik yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari pembangunan Giant
Gambar 3.28 dan 3.29 Kondisi di kawasan Kali Baru dan Muara Kamal
Sumber: DJPR, Kementerian Pekerjaan Umum
69
70
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Sea Wall, yaitu: masyarakat di Muara Kamal (peternak kerang hijau), Nelayan Kali Angke, Pasar Ikan Muara Angke, Kali Baru, Cilincing, Marunda Pulo dan Marunda Kongsi (kawasan cagar budaya Betawi) Pengembangan Masyarakat dan Relokasi. Penguatan tanggul laut pada PTIN Tahap A akan memberikan dampak langsung dan besar kepada penghuni pada masyarakat pesisir pada semua penghuni di pesisir Jakarta, termasuk 1,5 juta jiwa penduduk yang bermukim di pemukiman kumuh. Banyak rumah-rumah yang dibangun di atas tanggul laut. Di beberapa tempat, tanggul laut langsung melalui daerah perumahan dan daerah pemukiman kumuh. Kegiatan galangan pembuatan kapal dan galangan perbaikan kapal yang mengandalkan hubungan langsung dengan laut akan terganggu oleh pembangunan tanggul. Mengurangi dampak pada masyarakat/komunitas dan kegiatan perekonomian ini merupakan hal yang sangat penting dari segi sosio-ekonomi. Titik awal perancangan konseptual Tahap A sedapat mungkin berusaha membatasi relokasi akibat penguatan tanggul. Garuda Megah direncanakan akan dapat menyediakan ruang untuk perumahan sosial (sebanyak 17 persen) dan kebutuhan lahan untuk menampung relokasi. Perikanan dan Masyarakat Nelayan: Garuda Megah dan tanggul laut akan menutup jalan masuk ke pelabuhanpelabuhan ikan yang ada. Tempat penangkapan ikan dan budidaya air asin akan hilang di waduk retensi air tawar. Mengingat pentingnya sektor perikanan bagi masyarakat yang bergantung kepada sektor ini, maka perlu dipikirkan lebih lanjut bagaimana mengurangi dampak ini ketika teluk ditutup. Salah satu usulan dari PTPIN ini adalah merelokasi masyarakat nelayan dan pelabuhan perikanan ke kedua ujung luar barat dan timur dari sayap Garuda Megah. Selain mendapatkan tempat baru, program ini diharapkan juga dapat menciptakan kemungkinan bagi mereka untuk menjual produk-produk mereka langsung di pasar, toko sementara maupun permanen, restoran dan warung makanan. Untuk jangka panjang, waduk retensi air tawar ini dapat menciptakan alternatif kegiatan baru bagi nelayan. Dengan catatan: bila kualitas air cukup layak untuk mendukung kegiatan tersebut. Namun demikian upaya untuk mengurangi dampak proyek ini terhadadap masyarakat nelayan,
Gambar 3.30 Grafik Perkembangan Jumlah Nelayan Jakarta Utara Tahun 2004-2008
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Jenis Nelayan
Tabel 3.3 Jumlah Nelayan di Jakarta Utara Tahun 2004‐2008
Nelayan Penetap
Nelayan Pendatang
Jumlah
Satuts Nelayan
Tahun 2004
2005
2006
2006
2008
Pemilik
3.475
3.140
2.826
2.441
1.060
Pekerja
12.953
11.877
10.690
9.586
9.358
Jumlah
16.428
15.017
13.516
12.027
10.418
Pemilik
2.241
2.028
1.827
1.662
1.708
Pekerja
7.623
6.875
6.191
5.545
8.089
Jumlah
9.873
8.903
8.018
7.207
9.797
Pemilik
5.716
5.768
4.653
4.103
2.768
Pekerja
20.585
18.725
16.881
15.131
17.447
26.301
23.920
21.534
19.234
20.215
Jumlah Nelayan Sumber: DJPR, Kementerian Pekerjaan Umum
antara lain merelokasi mereka ke tempat yang lebih aman dan layak sekaligus juga untuk meningkatkan pendapatan mereka, harus dilakukan dan dipikirkan dengan hati-hati. PTPIN diharapkan dapat menciptakan banyak peluang kerja, melalui kegiatan reklamansi diperkirakan akan menciptakan lebih dari 550.000 lapangan kerja baru. Pekerjaan konstruksi Garuda Megah diperkirakan akan menyediakan 4.250 lapangan pekerjaan sementara.
3.8 Master Plan Penanganan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) Membangun tanggul laut luar dan reklamasi lahan Koneksi timur -barat Mulai 2014- selesai 2022
Setelah 2022: Perluasan Pelabuhan (termasuk bandara) Menutup danau bagian timur
Gambar 3.31 Tiga Tahapan implemetasi PTPIN
Memperkuat dinding/tanggul laut saat ini Menghentikan pengambilan air tanah Mempercepat upaya air bersih dan sanitasi mulai 2014
Secara garis besar Master Plan PTPIN ini terdiri dari tiga tahap, yaitu: Tahap A yang terdiri dari upaya-upaya penguatan pertahanan laut yang sudah ada (eksisting); Tahap B terdiri dari pengembangan tanggul laut luar dan reklamasi lahan; dan Tahap C yang menggambarkan rencana pengembangan di bagian timur Teluk Jakarta.
71
72
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Program ini direncanakan akan memberikan keamanan banjir terutama untuk wilayah Jakarta Utara baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Komponen utama sistem air yang dirancang untuk wilayah pesisir ini terdiri atas sistem polder di utara Jakarta, sungai-sungai dan kanal-kanal yang mengalir ke waduk retensi, dan sistem pengelolaan air di wilayah Garuda Megah. Solusi lepas-pantai (offshore) dirasakan sebagai solusi yang paling tepat mengingat kondisi saat ini. Di samping itu, solusi ini memberikan banyak kemungkinan untuk menciptakan nilai tambah untuk kota ini dan pembiayaan melalui reklamasi lahan. Model pelaksanaan ini dibuat bertahap: penguatan garis pantai saat ini akan sudah dimulai pada tahun 2014 yaitu Tahap A yang merupakan solusi jangka pendek. Pengembangan tanggul laut dibagi dalam dua tahap yaitu Tahap B dan C, yang merupakan rencana jangka panjang. Tahap A sebenarnya ditujukan untuk menjawab permasalahan nyata yang dihadapi saat ini sehingga kegiatan pada tahap ini difokuskan pada penanggulangan banjir pesisir serta peningkatan kualitas lingkungan seperti pengendalian pencemaran air, sanitasi, penanganan pemukiman kumuh.
Gambar 3.32 Tiga Tahapan Implementasi PTPIN
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Tahap A Tahap A fokus kepada peningkatan tanggul pesisir yang telah ada dengan Rencana kerja dari tahun 2014 –2018. Meningkatkan perlindungan pantai yang ada saat ini merupakan upaya paling prioritas. Seperangkat upaya paling prioritas ini mencakup: •
Memperlambat penurunan muka tanah (dengan menyediakan alternatif selain penyedotan air tanah).
•
Memperkuat dan mempertinggi tanggul laut dan sungai.
•
Meningkatkan sistem drainase perkotaan.
•
Mengembangkan sistem polder dan pompa.
•
Mencegah air sungai di hulu memasuki daerah rendah Jakarta.
•
Mempercepat sanitasi air ke dalam Tahap A.
Bagian tanggul laut di Pluit and Ancol sedang mengalami ancaman yang serius, dengan demikian pelaksanaannya sudah dimulai pada 2014. Ketinggian perancangan untuk bagian tanggul ini telah memperhitungkan laju penurunan muka tanah saat ini yang diharapkan akan dapat memberikan keamanan hingga tahun 2022. Tahap A kerap dikaitkan dengan reklamasi 17 Jika pelaksanaan upaya-upaya jangka panjang ditunda, pulau di pesisir utara Jakarta, padahal proses maka profil tanggul tetap dapat memberikan dasar yang reklamasi tersebut sudah dimulai sejak tahun memadai untuk lebih mempertinggi tanggul di masa 1995 dengan diterbitkannya Keputusan Presiden mendatang serta memberikan keamanan tambahan unNo. 52 tahun 1995 dan Perda No. 8 Tahun 1995 tuk 5 – 10 tahun lagi. Tentang Reklamasi Pantura. Pembahasan Untuk dapat melaksanakan pembangunan tanggul Tamengenai reklamasi tidak terdapat dalam Master hap A di wilayah pesisir yang berpenduduk padat−denPlan PTPIN Tahap A. Namun dalam gan bangunan yang bersisian dengan tanggul laut dan implementasi, pemegang ijin reklamasi perlu juga yang berada di atas tanggul laut− membutuhkan berkoordinasi lebih lanjut agar upaya mereka perencanaan perkotaan yang rinci, penyelesaian sosioterintegrasi dengan proses implementasi PTPIN ekonomi yang hati-hati serta pelibatan masyarakat. Tahap A dan persiapan Tahap B . Reklamasi pada Beberapa tipologi tanggul telah dikembangkan untuk Tahap B adalah reklamasi pada Garuda Megah memenuhi persyaratan setempat di antaranya: tanggul seluas 1.250 Ha. dasar, tanggul reduksi, tanggul hijau, tanggul daratan, dan tanggul pantai. Tanggul dengan reklamasi lahan juga telah dikembangkan. Dengan demikian tersedia banyak pilihan penyelesaian. Pengelolaan polder. Secara keseluruhan tujuh polder akan dibangun dalam Tahap A. Untuk menciptakan satuan yang dapat dikelola secara hidrolik, sejumlah tanggul keliling akan dibangun. Untuk mempertahankan lahan yang berada di dalam polder ini tetap kering, pompa waduk dan pompa drainase dibutuhkan untuk memompa keluar air hujan dan air yang mengalir dari hulu. Sebagian besar polder akan mengalirkan airnya ke dalam danau retensi di belakang dalam Garuda Megah. Pompa-pompa Sunter bawah dan Ancol akan disesuaikan sehingga pompa-pompa tersebut dapat mengalirkan airnya secara langsung ke laut di Tanjung Priok.
73
74
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Gambar 3.33 Rencana Tahap A
New pumping stations DPU New pumping stations NCICD Pumping stations out of service Strengthening current sea wall Strengthening current river dikes Resettlement
Sumber: Master Plan NCICD
Gambar 3.34 Master Plan Tahap A
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Tahap B Dari sisi elemen pertahanan terhadap banjir, Tahap B difokuskan pada upaya membangun tanggul laut luar barat dan waduk besar yang diperkirakan akan dibangun dalam kurun waktu 2018 sampai 2025. Diperkirakan bahwa penurunan muka tanah tidak akan melambat dalam beberapa tahun mendatang karena akan butuh waktu untuk mengembangkan dan melaksanakan alternatif lain dari pemanfaatan air tanah. Muka air laut akan naik, kanal-kanal dan sungai-sungai berangsur-angsur akan berhenti mengalirkan airnya secara gravitasi ke laut. Pompa-pompa drainase besar dibutuhkan, khususnya di bagian tengah Jakarta dimana laju penurunan muka tanahnya tinggi. Stasiun-stasiun pemompaan membutuhkan danau-danau untuk penyimpanan sementara debit sungai yang mencapai puncaknya. Keperluan adanya danaudanau (waduk) penyimpanan yang berukuran besar merupakan salah satu alasan utama untuk menciptakan waduk lepas-pantai. Hal ini dirasakan lebih baik daripada mencari lokasi bagi danau-danau penyimpanan di dalam kota Jakarta. Lokasi tanggul laut luar (Tahap B) ditentukan terutama oleh kapasitas penyimpanan waduk raksasa yang dibutuhkan yakni berada di antara garis pantai saat ini dan tanggul laut. Ini akan menyediakan tempat yang cukup untuk perluasan reklamasi lahan pada masa mendatang dan juga untuk penyimpan pasokan air yang besar. Setelah seluruh rencana dalam program PTPIN ini selesai, persiapan untuk membangun Tahap B—tanggul laut bagian barat— diperkirakan harus dimulai. Persiapan akan memakan waktu 4 sampai 6 tahun, yang artinya pekerjaan konstruksi dapat dimulai antara tahun 2018 dan 2020. Bila mengikuti jadwal ini maka tanggul laut luar akan selesai tahun 2026. Selain konstruksi tanggul laut luar, ada banyak aktivitas yang harus dilakukan untuk mendukung pembangunan, di antaranya pemipaan untuk pasokan air dan manajemen air.
Gambar 3.35 Penampang Melintang Reklamasi Lahan
75
76
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Catatan Tambahan untuk Tahap B (Isu Spasial dan Perancangan Kota) Selain kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan keamanan dari banjir, Tahap B sebenarnya juga memperhatikan permasalahan keruangan (spasial) dikarenakan karakter dari bagian timur berbeda dengan bagian barat. Bagian barat hanya menampung fungsi hunian, sementara di bagian timur menampung fungsi industri dan industri pelabuhan. Pada tahap B ini perbedaan tersebut diperjelas. Waduk penampungan (retensi) yang berupa danau dikelilingi oleh fungsi hunian dan komersial yang dapat menciptakan kota pinggir pantai (waterfront city) yang menarik. Pelabuhan yang berada di bagian timur dari zona pesisir memiliki potensi untuk dikembangkan. Tanggul laut luar Tahap B dapat dikombinasikan dengan pembangunan pelabuhan dan jalan yang menghubungkan kegiatan pelabuhan dan industri .
Gambar 3.36 Strategi Pembangunan Perkotaan
Gambar 3.37 Master Plan Tahap B
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Tahap B mengkombinasikan tema yang menjawab permasalahan keamanan (terhadap banjir) dan revitaliasasi kawasan pesisir dengan perancangan kota untuk menjawap permasalahan spasial dan mengakomodasi potensi kawasan. Struktur utama yang mendasari Tahap B adalah: penyelarasan tanggul laut luar, sumbu pusat kota, berbagai macam jaringan penghubung dan rancangan ikonik Garuda Megah. Dalam kawasan Garuda Megah tersebut, komponen distribusi kepadatan, strategi ruang hijau, struktur jalan menjadi bagian dari eleman dari perancangan kota (urban design).
Tahap C Tahap C difokuskan untuk membangun tanggul luar timur yang diperkirakan dibangun setelah tahun 2023. Untuk bagian timur teluk ini telah dipilih pendekatan yang lebih adaptif. Penurunan muka tanah di daerah ini masih relatif lambat dan sungai-sungai utama masih tetap dapat mengalir bebas. Pada saat ini belum dapat ditentukan apakah tanggul laut luar akan diperlukan atau masih dapat ditunda pelaksanaanya. Tahap C terdiri dari beberapa pengembangan jangka panjang di sisi timur Teluk Jakarta. Penutupan bagian dari Teluk ini mengantisipasi jika penurunan muka tanah di Jakarta bagian timur tidak dapat dihentikan. Bagian tanggul timur dengan jalan tol akses Tangerang Bekasi menyediakan titik awal yang baik untuk penutupan ini.
Gambar 3.38 Master Plan Tahap C
77
78
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Tersedia ruang yang cukup di teluk untuk mengakomodasi perluasan pelabuhan utama Tanjung Priok dan bandar udara (airport) baru , namun diperlukan penelitian tambahan apakah rencana bandara tersebut memungkinkan atau tidak. Pengembangan pelabuhan hingga tahun 2050 termasuk dalam perancangan Tahap C.
“Garuda Megah” Tanggul laut baru mengakomodasi elemen rancang ruang/rancang kota (urban design) untuk kawasan baru kota Jakarta, berbentuk seperti lambang nasional Indonesia yaitu Burung Garuda. Garuda ini akan menciptakan teluk baru yang megah dengan pantai yang berbentuk kurva, taman-taman dan boulevard pinggir pantai. Bentuk Garuda megah ini akan mengakomodasi ruang baru untuk pertumbuhan dan konektivitas.
Gambar 3.39 Sketsa Rancangan “The Great Garuda”
Sumber: Master Plan NCICD
Reklamasi Lahan. Tidak kurang dari 90 juta m³ pasir akan dibutuhkan untuk membangun tanggul laut luar saja. Tambahan sebesar 210 juta m³ pasir akan digunakan untuk reklamasi lahan yang menciptakan daratan baru seluas 1.250 ha untuk mengakomodasi infrastruktur dan pengembangan perkotaan. Laju aktual pembangunan dan ukuran final Garuda Megah ini harus disesuaikan dengan kecepatan penyerapan pasar real estat. Tergantung pada ketersediaan pasir dan perkembangan ekonomi. Ketersediaan pasir sangat tidak pasti. Oleh sebab itu, survei dalam waktu dekat ini perlu dilakukan. Untuk mengurangi risiko, rancangan didasarkan pada volume pasir yang ditaksir tersedia yakni 300 juta m³.
Gambar 3.40 Gambar modeling “The Great Garuda”
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Penggunaan bahan lainnya seperti limbah padat dari Jakarta atau lumpur yang dipadatkan juga dimungkinkan. Akan tetapi, ini hanya dapat menyumbang beberapa persen dari volume menyeluruh yang dibutuhkan, atau akan mengarah ke biaya yang relatif tinggi.
Gambar 3.41 Permukaan Reklamasi Lahan “The Great Garuda”
Reklamasi ekor Garuda Megah ini disarankan untuk dimulai sesegera mungkin (tahun 2018) untuk menciptakan pemasukan dari real estat secepatnya. Pada saat yang sama, pelaksanaan tanggul laut luar akan dimulai dari darat ke arah kepala Garuda.
Bisnis dan Hunian Sekitar 45 persen dari lahan keseluruhan Garuda ini dapat dibangun. Dalam kasus bisnis, taksiran konservatif untuk 486 Ha lantai dasar telah dhitung. Lebih dari setengah program real esat ini terdiri atas perumahan, sepertiganya perkantoran, dan sisanya industri dan pertokoan. Kawasan Pusat Bisnis (CBD): merupakan daerah yang paling penting untuk progam dari segi keuangan. Dengan memperhatikan total meter persegi real estat, CBD ini mengambil 55 persen dari progam (dalam m2 Gross Floor Area/Luas Lantai Kotor, GFA). Akan tetapi, dengan memperhatikan pendapatannya, CBD ini menyumbang 84 persen dari keseluruhan pendapatan. CBD ini terdiri atas fungsi-fungsi berikut: perumahan mewah, perkantoran, dan pertokoan premium. Hunian: Untuk mewadahi fungsi hunian, master plan ini merencanakan campuran antara perumahan kelas mewah, menengah, dan sederhana. Campuran fungsional ini memungkinkan untuk bertumbuh lagi (dalam bentuk perumahan) di dalam daerah perkotaan baru, di samping membuat campuran sosial kelas-rendah, menengah, dan atas. Apartemen mewah ditempatkan di dalam CBD, sementara daerah perumahan mewah ditempatkan di
79
80
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
bawah sayap Garuda. Lingkungan hunian lain digabung dengan perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah terutama di sekitar komunitas kelautan dan perumahan masyarakat berpendapatan menengah yang ditempatkan di daerah lainnya di sayap Garuda ini. Pelabuhan Utama Pengembangan pelabuhan pada dasarnya merupakan pengembangan yang mandiri. Rencana perluasan pelabuhan telah dimulai hingga tahun 2030 dan pengembangan pelabuhan ini bukan bagian dari kasus bisnis PTPIN ini. Namun demikian, PTPIN ini juga memberi sumbangan kepada pengembangan pelabuhan tersebut dengan mengurangi kemacetan lalu lintas dan karenanya menggenjot kegiatan pelabuhan. Perluasan tambahan pelabuhan ini juga telah diramalkan setelah tahun 2030. Perluasanperluasan ini dapat digabungkan dengan pengembangan bagian timur Teluk Jakarta. Pelabuhan Sunda Kelapa akan ditutup dari laut dengan pengembangan tanggul laut luar ini. Pintu air pada tanggul laut luar ini akan memberikan jalan keluar-masuk ke dan dari laut untuk kegiatan di Sunda Kelapa, pelabuhan ikan, dan juga kapal pesiar dan perahu untuk berekreasi.
Catatan: Program PTPIN merupakan representasi dari seluruh kegiatan penanganan pesisir utara Jakarta agar dapat terimplementasi secara terpadu. Beberapa kegiatan penting dan mendesak telah dilaksanakan saat ini. Namun demikian, terdapat beberapa kegiatan yang masih dalam tahap rencana awal yang memerlukan proses persiapan lebih lanjut. Salah satu kegiatan yang perlu direncanakan lebih lanjut adalah pembangunan giant sea wall yang akan berdampak besar tehadap perubahan kondisi lingkungan dan ekosistem di pesisir utara Jakarta. Konsep tanggul raksasa ini memerlukan pembahasan lebih lanjut dari sisi teknis dan lingkungan. Untuk itu, gagasan awal tentang tanggul raksasa yang ditawarkan dalam program PTPIN tidak menjadi konsep yang bersifat final. Konsep ini diharapkan dapat menjadi referensi dasar dalam penanganan pesisir Jakarta secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
4
Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan
81
82
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Bab 4 Dari Perencanaan Menuju Pelaksanaan 4.1 Penjelasan Umum Untuk melaksanakan proyek ini sesuai dengan apa yang tertuang di dalam dokumen program PTPIN, perlu dipikirkan lebih lanjut mengenai aspek kelembagaan, pembiayaan dan regulasi. Beberapa hal penting terkini yang mendasari keputusan untuk mempercepat pelaksanaan program reklamasi Pantai Utara Jakarta antara lain: •
Arahan Bapak Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 25 Juli 2014 yang menyatakan agar PTPIN segera dilaksanakan dengan fokus kegiatan di wilayah DKI Jakarta agar tidak terkendala dengan masalah koordinasi
•
Hasil rapat Tim Koordinasi PTPIN pada tanggal 1 dan 10 September 2014 yang mengindikasikan perlunya kelembagaan khusus dan pembiayaan PTPIN
•
Memperhatikan Hasil Rapat Tingkat Menteri / Tim Pengarah PTPIN di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada tanggal 3 Oktober 2014.
Berdasarkan tiga poin di atas maka disepakati bahwa DKI Jakarta sebagai ibukota Republik Indonesia membutuhkan penanganan khusus berkelanjutan dengan solusi yang terpadu, yaitu melalui program PTPIN. Lintas sektor dan lintas wilayah yaitu DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat. 1. Terdiri dari 9 komponen utama yaitu tanggul laut, waduk-retensi, stasiun pompa air, air bersih, sanitasi dan air limbah, penataan ruang, reklamasi, jalan tol/MRT, pelabuhan laut/udara. 2. Estimasi biaya Tahap A dan B (2014-2025) sebesar USD 40 milyar yang tidak mungkin dibiayai seluruhnya oleh pemerintah daerah saja, namun harus mengundang investasi pihak swasta. 3. Mengingat besaran dana dan kompleksitas program maka PTPIN harus diimplementasikan secara khusus, oleh lembaga khusus (yang berdedikasi, kredibel dan memiliki integritas), dengan melibatkan pihak swasta dalam pembiayaan bersama Pemerintah/ Pemda/BUMN/BUMD. 4. Agar lembaga khusus ini dapat menjalankan tugas dan fungsinya tanpa menghambat masalah koordinai dan perijinan, maka statusnya perlu didukung dengan peraturan perundangan sebagai payung hukum.
4
PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara
4.2 Kelembagaan Berikut usulan mengenai Badan Pengembangan PTPIN, terdiri dari 3 unsur/elemen yaitu: 1. Dewan Pengarah 2. Badan Pelaksana 3. Badan Usaha Strategis
Presiden RI
Gambar 4.1 Usulan Bagan Kelembagaan PTPIN
Menteri/ Kepala Lembaga
Dewan Pengarah: • Arahan kebijakan
BP PTPIN
Dewan Pengarah
Gubernur
Badan Pelaksana
Trust Fund PTPIN
Pengembangan Kawasan
Badan Usaha Strategis
Infrastruktur dan Utilitas Publik
• • • • • •
• • • • • Keselamatan dan Lingkungan
Badan Pelaksana: Pengendalian Program Penganggaran Regulasi Perijinan Koordinasi Pelaksanaan Monitoring & Evaluasi
Badan Usaha Strategis: Implementasi program Pendanaan &Pengusahaann Pengelolaan Dana Trust Fund Pengelolaan aset Kerjasama dengan pihak swasta
4.3 Pembiayaan Tiga prinsip panduan berikut ini adalah rekomendasi dalam memutuskan dan mengembangkan strategi pembiayaan untuk PTPIN: 1. Strategi pembiayaan memastikan implementasi upaya-upaya keselamatan yang penting pada waktunya. 2. Strategi pembiayaan berusaha meminimalkan beban APBN/APBD dan hutang Pemerintah Indonesia. 3. Sektor swasta berperan sebagai pengatur pengembangan PTPIN. PPP/ investasi swasta dan keuangan telah menjadi kunci untuk mengurangi dan menyebarkan beban biaya
83
84
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
dan mengangkat dampak ekonomi dari PTPIN. Pendanaan swasta yang potensial akan didukung oleh kasus bisnis yang kredibel dan respon pasar yang sudah terbukti. Usulan Mekanisme Pembiayaan. Sebagai prinsip utama dalam mekanisme pembiayaan, potensi pendapatan terpadu merupakan sumber pendanaan utama yang perlu diperhatikan antara lain: . Mekanisme Utama: •
Pendekatan kewirausahaan (melalui Badan Usaha Strategis/BUS)
•
Badan Usaha Strategis (BUS) memaksimalkan potensi pendapatan pada dasar kelayakan business case Public-Private-Partnership dan melalui investasi di pra-kondisi ( misal: air limbah dan sanitasi)
•
BUS mengelola pendanaan dan lintas subsidi antar-proyek : antara komponen yang layak komersial dan non komersial
Kerangka (PPP) Business Cases
Program Investasi PTPIN
Pengembangan komponen tahapan & asumsi pendapatan (peningkatan)
Pembiayaan Business Cases
Model pengiriman dan asumsi pembiayaan
Model Pembiayaan PTPIN
Model Pembiayaan dari Badan Usaha Stategis sebagai referensi
Tipe Pendanaan
Tipe Pengaturan
Pendanaan Pemerintah
• EPC Konvensional • Pembiayaan Viability Gap (VGF)
Off-Balance Sheet
• Ketersediaan pembayaran jangka panjang • Pinjaman Sub-sovereign (Pemerintah Indonesia memjamin Badan Usaha Strategis) • Jaminan lainnya disediakan oleh Pemerintah Indonesia
Pendanaan Swasta
• Desain-Bangun-Pendanaan-Pemeliharaan & Operasi (Skema DBFMO)
Investasi Swasta
• Konsesi untuk reklamasi lahan dan untuk infrastruktur transportasi
Gambar 4.2 PTPIN dan Business Case Yang Bankable
Gambar 4.3 Tipe-tipe Pendanaan
PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara
Tabel 4.1 Estimasi Pembiayaan Implementasi PTPIN Tahap A dan Tahap B
Pemerintah RI Pinjaman Penyertaan/ Pinjaman
Hibah
Mitra Pembangunan
Donor Lainnya Hibah
Hibah
BP PTPIN
Pemda
Dewan Pengarah
Badan Usaha Swasta
Trust Fund Badan Pelaksana
Penyertaan/ Pinjaman
Hibah
CS R
TF Manager
Badan Usaha Strategis Hibah
Gambar 4.4 Usulan Struktur dan Mekanisme Pembiayaan
Pengembangan Kawasan
Infrastruktur dan Utilitas Publik
Keselamatan dan Lingkungan
4.4 Kebijakan/Regulasi Sebagai pertimbangan tentang perlunya kelembagaan khusus untuk implementasi Program PTPIN, dapat mengacu kepada beberapa Peraturan Perundangan yang menunjukkan pentingnya kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, dan sebagai wilayah yang termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional, yaitu:
85
86
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
1. Undang-Undang No. 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia: Pasal 5: Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Ayat (1) Pemerintah dapat membentuk dan/atau menetapkan kawasan khusus di wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Kawasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola langsung oleh Pemerintah atau dapat dikelola bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang penataan Ruang Pasal 1: (28) kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. 3. Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) Penetapan Kawasan Strategis Nasional: antara lain à Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur termasuk Kepulauan Seribu. Waktu pelaksanaan telah dimulai sejak periode 2010-2014. Kegiatan ini dilanjutkan dengan rehabilitasi dan pengembangan kawasan strategis nasional dengan sudut kepentingan ekonomi. Disamping itu rehabilitasi/revitalisasi kawasan termasuk sebagai salah satu dari komponen Program Utama PTPIN.
4.5 Sekilas Road Map Percepatan PTPIN Semua tahap pada PTPIN mulai dilaksanakan pada tahun 2014 dan dilakukan secara simultan: •
Tahap A: peletakan batu pertama tanggul laut eksisting – 17 pulau sebagai bagian dari tahap A.
PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara
•
Tahap B: rancangan final, pekerjaan persiapan.
•
Tahap C: Pembangunan zona ekonomi (bandara, pelabuhan).
Gambar 4.5 Pelaksanaan secara serentak
Tahap A
Rancangan Detail
Konstruksi 2014
Tahap B
Rancangan Final
Proses Kontrak
Konstruksi 2018
Tahap C
Rancangan Konseptual/ Kelayakan
Rancangan Final
Proses Kontrak
Konstruksi >2018
Pembiayaan dan Pelibatan Sektor Swasta •
Mekanisme pembiayaan yang cerdas yang dibangun dengan investasi publik yang terbatas dan pendanaan bergulir (revolving fund) yaitu membangun-menjual-membangun;
•
Tantangan: penggabungan kepentingan sektor swasta dengan kepentingan publik dan menegosiasikan kesepakatan yang realistis yang memuaskan kedua belah pihak;
•
Berpontensi menciptakan pendapatan yang tinggi;
•
Membutuhkan lembaga pelaksana yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi
Peran Utama dari Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan Investor Swasta •
DKI Jakarta berperan sebagai pemangku kepentingan utama dan memimpin jalannya implementasi;
•
Pemerintah Pusat direpresentasikan di Tim Pengarah dan menyediakan dukungan yang diperlukan, berperan sebagai co-funding, fungsi penjamin, dan pengawasan;
•
Badan usaha negara/daerah mengelola pelibatan sektor swasta dan juga proses implementasi;
•
Keterlibatan pihak swata berada pada urusan dunia usaha/bisnis dan memiliki potensi untuk ikut berkontribusi kepada tujuan publik yang tercantum dalam PTPIN
87
88
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Pengorganisasian yang Sederhana •
Satu kewenangan/otoritas/lembaga yang mampu mengelola semua tahap dari PTPIN lebih baik daripada koordinasi antar sektor yang rumit
•
Semua inisiasi dan (internasional) proyek terkait PTPIN akan berhubungan dengan otoritas/lembaga tersebut di atas;
•
Otoritas/lembaga tersebut harus memiliki kompetensi tinggi dan mampu memimpin dalam hal teknis, pembiayaan dan kelembagaan;
•
Otoritas/lembaga tersebut harus bernegosiasi secara sejajar dan profesional dengan sektor swasta.
Penyelesaian Master Plan & Strategi Pelaksanaan Eselon 1 Mengadopsi draft final MP & SP
9 Okt 2014
3 Okt 2014
Pencanangan Pertama (Ground Breaking)
Penyelesaian dan Pengajuan KLHS
1 Okt 2014
Draft PERPRES, dan PERPU telah siap
Menko Perekonomian yang mengkoordinasikan
Master Plan, KLHS dan SP disetujui
1 Nov 2014
Anggaran 2015
Awal 2015
PERPRES dan PERPU diterbitkan
Awal 2015
Lembaga/Otoritas Pembangunan dibentuk
Memulai Tahapan Proyek Berikutnya DKI yang memimpin
Gambar 4.5 Penyelesaian Master Plan & Strategi
PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara
5
Rekomendasi
89
90
PengembanganTerpadu Pesisir Ibukota Negara
Bab 5 Rekomendasi
Untuk mengatasi permasalahan lintas sektor dan lintas wilayah, perlu dilakukan tindak lanjut terkait rekomendasi Strategic Plan dan program jangka panjang yang mencakup 9 (sembilan) komponen utama PTPIN yaitu: (1) tanggul laut; (2) waduk retensi; (3) stasiun pompa; (4) air bersih; (5) air limbah dan sanitasi; (6) pemukiman/ penataan ruang; (7) reklamasi lepas pantai; (8) jalan tol/ MRT; dan (9) pelabuhan laut dalam. Selanjutnya perlu disusun Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam pembangunan tanggul sepanjang 8 km. Inti dari MoU tersebut adalah dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun sejak 2015, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI bersamasama akan membangun tanggul sepanjang 8 km dari total 32 km garis pantai utara Jakarta yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Total biaya yang diperlukan untuk pembangunan tanggul sepanjang 8 km tersebut adalah Rp. 3,2 Triliun. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI akan memberikan kontribusi pembiayaan masing-masing sebesar Rp. 1,6 Triliun dalam tiga tahun anggaran. Terkait sisa pembangunan tanggul sepanjang 24 km selanjutnya akan dilakukan oleh pihak swasta yang saat ini menjadi pengelola pantai di garis pantai tersebut. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan perkuatan tanggul eksisting dengan pembiayaan dari pengelola garis pantai tersebut. Selain itu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan menggalang kontribusi dari pemegang konsesi/ ijin reklamasi 17 pulau dalam menyelesaikan pembangunan tanggul sepanjang ketentuan yang telah disepakati dalam perjanjian atau peraturan-perundangan yang ditetapkan. Pemegang konsesi/ ijin 17 pulau diharapkan dapat melakukan pembangunan tanggul dalam kurun waktu 2 (dua) tahun, apabila dalam kurun waktu 2 (dua) tahun tersebut pihak-pihak swasta yang telah memiliki konsesi/ ijin reklamasi 17 pulau tidak melakukan pembangunan tanggul maka ijin yang telah diberikan akan dicabut dan dapat diberikan kepada pihak lain yang bersedia melalui mekanisme lelang. Beberapa studi lanjutan yang perlu segera dilakukan antara lain: a) studi tentang Basic Design sebagai tindak lanjut dari studi Typical Design untuk pembangunan tanggul sepanjang 32 km, b) studi tentang Detail Engineering Design untuk pembangunan tanggul sepanjang 8 km pada tahap A, c) studi lanjutan tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); d) studi-studi yang mengaitkan proyek ini dengan tantangan integrasi dari hulu ke hilir (baik dari isu lingkungan, tata ruang, peraturan, kelembagaan, dan lainnya); serta f ) studi-studi lanjutan lain yang dapat mendukung implementasi program PTPIN.
5
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Terkait dengan kelembagaan yang perlu dibentuk dalam pengelolaan Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) selanjutnya akan menjadi wewenang dan tanggung jawab dari pemerintahan baru. Pelibatan sektor swasta dalam pembiayaan PTPIN perlu dilaksanakan dalam satu mekanisme investasi publik dengan skema pendanaan bergulir (revolving fund) dengan tahapan membangun, menjual, dan melanjutkan pembangunan. Mekanisme ini memerlukan pembahasan lebih lanjut untuk menyepakati penggabungan kepentingan sektor swasta dengan kepentingan publik dalam menegosiasikan kesepakatan yang realistis yang memuaskan seluruh pihak. Di satu sisi, program pembangunan kawasan melalui PTPIN berpontensi menciptakan pendapatan yang tinggi, namun tantangan dalam pelaksanaan yang melibatkan pemerintah dan swasta perlu diantisipasi dengan baik. Untuk itu dibutuhkan lembaga pelaksana yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi. Untuk itu direkomendasikan agar dilakukan pembagian peran yang baik antara Pemerintah Pusat, Pemerintah DKI Jakarta dan investor swasta. Pemerintah Pusat direpresentasikan oleh Tim Pengarah dalam menyediakan dukungan yang diperlukan, berperan sebagai co-funding, fungsi penjamin, dan pengawasan. Pemerintah DKI Jakarta berperan sebagai pemangku kepentingan utama dan memimpin jalannya implementasi. Badan usaha negara/daerah mengelola pelibatan sektor swasta dan juga proses implementasi. Keterlibatan pihak swata berada pada urusan dunia usaha/bisnis dan memiliki potensi untuk ikut berkontribusi kepada tujuan publik yang tercantum dalam PTPIN. Pembentukan satu otoritas atau lembaga pengelola seluruh tahap PTPIN dinilai lebih baik daripada kegiatan tetap dilaksanakan oleh masing-masing pihak, mengingat koordinasi antar sektor yang rumit. Otoritas/lembaga tersebut harus memiliki kompetensi tinggi dan mampu memimpin dalam hal teknis, pembiayaan dan kelembagaan. Semua inisiasi dan kegiatan terkait PTPIN akan berhubungan dengan lembaga tersebut. Otoritas/lembaga tersebut akan melakukan negosiasi secara sejajar dan profesional dengan sektor swasta yang terlibat.
91
92
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Daftar Referensi Utama Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. dan Pemerintah Belanda; 2014; “Master Plan of National Capital Integrated Coastal Development/ Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN)”, Oktober 2014, edisi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Belanda; 2014; “Master Plan of National Capital Integrated Coastal Development: Thematic Reports and Backgrounds Reports”: •
B1 Thematic Report: Engineering (Civil Engineering Design; Cost Calculations; Cost Estimate Approach; Constructability).
•
B2 Thematic Report: Upgrading Existing Sea Defences (Basic Design; Technical Survey; Evaluation Report; Dike ring D Conceptual Design; Dike ring D Technical Drawings).
•
B3 Thematic Report: Spatial Planning and Urban Design (Urban Design Analysis; Transport System Design; Tangerang-Bekasi Analysis).
•
B4 Thematic Report: Financial and Economic Study (Cost-Benefit Analysis; Real Estate Forecast; Business Cases; Investment Plan).
•
B5 Thematic Report: SEA Building Blocks (Project Rationale; Alternatives; Impacts, Mitigation).
•
B6 Thematic Report: Implementation Plan
•
C1 Background Report: Engineering (Final Implementation Model; Water Ballance;Hydraulic assumptions; Boundary conditions; Ground Water & Subsidence; Retention Lake Analysis; Waste as Fill Material; Pumping Station).
•
C4 Background Report: Economic Cost Benefit Analysis.
•
C5 Background Report: SEA Building Blocks (Water Quality; Sanitation; Social, Environmental and Spatial Impacts; Mangrove Analysis; Impact on Aquatic Ecology).
•
C6 Background Report: Sanitation Implementation Plan
Departemen Pekerjaan Umum, Indonesia-Netherlands Jakarta Flood Team; 2011; Laporan “Jakarta Coastal Defence Strategy/ Strategi Pengamanan Pantai Jakarta” (Edisi Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia) •
AGENDA, (Edisi 30 September 2011)
•
ATLAS, (Edisi 30 September 2011)
•
ATURAN MAIN, (Edisi 30 September 2011)
Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara
Kementerian Perekonomian, Badan Perencanaan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. dan Pemerintah Belanda; 2014; “National Capital Integrated Coastal Development: Technical Reports”, •
Technical Report: The Organization of NCICD; Draft 26 Agustus 2014;
•
Technical Report: NCICD PPP Roadmap; Draft 5 September 2014
“NCICD Roadmap to Acceleration: simple organization, smart financing, fast implementation”; Discussion material for 15 August meeting BONS; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Project Activity Report” (Draft, December 2012) HEYNERT, K and BRINKMAN, J; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Overview of Alternatives” (Draft, December 2012) RASHID, A and HARDJONO, R; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Initial Socialization” (Final Draft, October 2012) HEYNERT, K; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Brief Study of North Coast of Java” (Final Draft, 11 November 2012) DAM, R; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Brief Study of Subsidence” (Final Draft, November 2012) KOPS, A; 2012; Jakarta Coastal Defence Strategy Bridging Phase (JCDS-BP): Quick Scan of Master Plans Executive Summary” (October 2012) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; 2012; “Ringkasan Eksekutif: Kajian Awal Konsep Revitalisasi Wilayah DKI Jakarta”, Powerpoint Presentation 12 Juni 2012 Kementerian Pekerjaan Umum, Ditjen Penataan Ruang; ”Arahan Urban Development, “Pesisir Utara Ibukota Negara””, Powerpoint Presentation , aporan Antara Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Provinsi Dki Jakarta; 2014; “Rencana Percepatan Sistem Pengelolaan Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta”. Perusahaan Daerah Pengelolaan Air Limbah Provinsi Dki Jakarta; 2014; “Rencana Percepatan Sistem Pengelolaan Air Limbah di Provinsi DKI Jakarta”. HADIMULJONO, M.B; Kementerian Pekerjaan Umum- Direktur jenderal Penataan Ruang; “Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur”
93
PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA